Uploaded by User50969

10. BAB II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan
Kasmir (2011) “Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukan
kondisi perusahaan saat ini. Kondisi perusahaan terkini maksudnya adalah
keadaan keuangan perusahaan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan
periode tertentu (untuk laba rugi).
Irham (2014) “Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting
untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasilhasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan”.
Susilo (2009) “Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses
akuntansi yang memuat informasi-informasi dan memberikan keteranganketerangan mengenai data ekonomi perusahaan yang terdiri dari daftar-daftar
yang menunjukan posisi keuangan dan hasil kegiatan perusahaan untuk satu
periode yang meliputi neraca, laporan laba rugi dan laporan perubahan
keuangan”.
Heri (2012) “Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi
yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan
atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa laporan keuangan merupakan suatu informasi keuangan dari sebuah
entitas pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk
menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.
Hasil dari proses akuntasi adalah laporan keuangan yang merupakan
cerminan prestasi manajemen suatu perusahaan pada periode tertentu. Selain
6
7
digunakan sebagai alat pertanggungjawaban, laporan keuangan juga
diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi.
2.1.2 Jenis-jenis laporan keuangan
Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber informasi
yang penting disamping informasi lainnya. Sebelum menganalisa dan
menafsirkan suatu laporan keuangan seorang penganalisa harus mempunyai
pemahaman yang mendalam tentang komponen laporan keuangan.
Menurut IAI (2009) komponen laporan keuangan terdiri dari:
A. Laporan Posisi Keuangan
Laporan posisi keuangan adalah suatu laporan yang sistematis
tentang aktiva (assets), hutang (liabilities) dan modal sendiri (owner’s
equity).Soemarso (2004) menjelaskan bahwa neraca merupakan laporan
keuangan yang berisi mengenai jumlah harta (assets), kewajiban
(liability), dan modal (owner’s equity) pada akhir periode akuntansi.
Neraca dapat memberi informasi tentang sumber-sumber daya yang
dimiliki perusahaan dan sumber pembelanjaan untuk memperolehnya.
Laporan ini menyajikan posisi keuangan perusahaan. Neraca terdiri dari
tiga bagian utama yaitu :
1. Aktiva
Pengertian aktiva tidak terbatas pada kekayaan perusahaan yang
berwujud saja tetapi juga termasuk pengeluaran-pengeluaran yang belum
dialokasikan atau biaya yang masih harus dialokasikan pada penghasilan
yang akan datang, serta aktiva yang tidak berwujud lainnya misalnya
goodwill, hak paten, hak cipta dan lain sebagainya.
8
2. Hutang
Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada
pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber
dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor.
3. Modal
Modal adalah kelebihan aktiva atas hutang yang diakui dan diukur
berdasarkan prinsip akuntansi. Modal perusahaan ini berasal dari dua
sumber yaitu investor dari para pemilik dan keuntungan-keuntungan yang
diperoleh selama masa operasi perusahaan. Modal perusahaan akan
bertambah bilamana ada penambahan investasi dari pemilik atau ada
keuntungan, begitu juga sebaliknya modal perusahaan akan berkurang bila
ada pengurangan dari pemilik atau perusahaan menderita kerugian.
B. Laporan Laba Rugi Komprehensif
Laporan laba rugi komprehensif adalah suatu laporan yang
menunjukkan pendapatan pendapatan dan biaya-biaya dari suatu unit
usaha untuk suatu periode tertentu. selisih antara pendapatan-pendapatan
dan biaya merupakan laba yang diperoleh atau rugi yang diderita oleh
perusahaan. Laporan laba rugi yang kadang-kadang disebut laporan
penghasilan atau laporan pendapatan dan biaya merupakan laporan
keuangan perusahaan dan juga merupakan tali penghubung dua neraca
yang berurutan. Sebagai alat untuk mengetahui kemajuan yang dicapai
perusahaan dan juga mengetahui berapakah hasil bersih atau laba yang
didapat dalam suatu
periode. Unsur-unsur
Laporan Laba Rugi
komprehensif terdiri dari :
1. Pendapatan (Revenue), adalah aliran masuk atau kenaikan lain aktiva
suatu
badan
usaha atau pelunasan utangnya (atau kombinasi
keduanya) selama suatu periode.
9
2. Biaya (Expense), adalah aliran keluar atau pemakaian lain aktiva atau
timbulnya hutang (atau kombinasi keduanya) selama suatu periode.
3. Penghasilan (Income), adalah selisih penghasilan-penghasilan sesudah
dikurangi biaya-biaya.
4. Laba (Gain) adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari
transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan
usaha kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi
oleh pemilik.
5. Rugi (Loss) adalah penurunan modal (aktiva bersih) dari transaksi
sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha
dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempengaruhi badan
usaha selama suatu periode kecuali yang timbul dari biaya (expense)
atau distribusi pada pemilik.
6. Harga perolehan (Cost) adalah jumlah uang yang dikeluarkan atau
utang yang timbul untuk memperoleh barang atau jasa.
C. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas menyajikan informasi yang relevan mengenai
penerimaan kas dan pengunaan kas suatu perusahaan selama periode
akuntansi.
Menurut Baridwan (2004) laporan arus kas adalah laporan yang
menyajikan informasi yang relevan tentang penerimaan dan pengeluaran
kas yang berasal dari kegiatan investasi, pembelanjaan, dan kegiatan
usaha pada suatu periode.Arus kas dari aktivitas operasi merupakan arus
kas yang langsung berhubungan dengan laba, seperti penerimaan kas dari
pelanggan dan pembayaran gaji karyawan perusahaan. Arus kas yang
berasal dari aktivitas investasi mencakup arus kas yang terkait dengan
akuisisi atau penjualan aset produktif perusahaan, seperti pembelian dan
penjualan aset tetap perusahaan. Arus kas pendanaan merupakan arus kas
10
yang berhubungan langsung dengan pendanaan perusahaan, seperti
penerimaan dan pembayaran utang kepada investor dan kreditor.
D. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas adalah ikhtisar tentang perubahan
modal suatu perusahaan yang terjadi selama jangka waktu tertentu.
Laporan perubahan modal melaporkan bagaimana laba bersih dan dividen
mempengaruhi posisi laporan keuangan perusahaan dalam suatu periode
akuntansi. Laba bersih yang diperoleh setiap tahun akan meningkatkan
saldo laba ditahan, sedangkan pembagian dividen kepada pemegang
saham akan mengurangi saldo laba ditahan. Proses meningkat dan
mengurangnya saldo laba ditahan ini menunjukkan hubungan antara
laporan laba rugi dengan neraca, di mana saldo laba ditahan pada akhir
periode akan dibawa ke saldo awal laba ditahan pada tahun berikutnya.
E. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis.
Setiap pos dalam neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas harus
berkaitan dengan informasi yang terdapat pada catatan atas laporan
keuangan.
IAI (2009) menjelaskan bahwa catatan atas laporan keuangan
meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca,
laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta
informasi tambahan seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen. Catatan
atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang diharuskan dan
dianjurkan untuk diungkapkan dalam PSAK serta pengungkapan –
pengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian
laporan keuangan secara wajar.
11
2.1.3 Tujuan Laporan Keuangan
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 1
(Revisi 2009) tujuan dari penyusunan laporan keuangan adalah “memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas
yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan”.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009), laporan keuangan bertujuan
untuk :
1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.
2. Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin
dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena secara
umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan
tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan.
3. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan
manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas
sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Laporan keuangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama
sebagai pengguna laporan keuangan, serta dapat digunakan sebagai bentuk
laporan dan pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang
dipercayakan terhadapnya.
2.1.4 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik kualitatif adalah ciri khas laporan keuangan agar
informasi yang dihasilkan dapat berguna bagi pengguna informasi dan tidak
menyesatkan pengguna informasi dalam laporan keuangan. Menurut PSAK
12
00 tentang kerangka dasar penyusunan penyajian laporan keuangan terdapat
empat karakteristik pokok adalah sebagai berikut:
1. Dapat Dipahami
Kualitas penting informasi yang terdapat pada laporan keuangan
adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk
maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai
tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk
mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian,
informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan ke dalam laporan
keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa
informasi tersebut terlalu sulit untuk dipahami oleh pemakai tertentu.
2. Relevan
Agar informasi bermanfaat maka informasi harus relevan untuk
memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan.
Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan
ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa
lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi hasil
evaluasi mereka di masa lalu.
3. Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi
memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan,
kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian
yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya
disajkan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
4. Dapat Dibandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan
antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan
kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan
keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja
13
serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu,
pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa
lain serupa harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut,
antar periode perusahaan yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda.
2.1.5 Pengertian Financial Distress
Financial disstres adalah kondisi yang menggambarkan keadaaan
sebuah perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan, artinya
perusahaan berada dalam posisi yang tidak aman dari ancaman kebrangkutan
atau kegagalan pada usaha perusahaaan tersebut.
Financial distress merupakan kondisi dimana adanya ketidakmampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya yang telah jatuh tempo
misalnya; hutang usaha, hutang pajak, hutang bank jangka pendek. Menurut
Marcelinda (2014) Perusahaan bisa mengalami kebangkrutan karena
rendahnya
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan
laba
serta
ketidakmampuan perusahaan menjamin setiap hutangnya dengan modal
sendiri. Ketidakmampuan perusahaan dalam mengelolah kinerja perusahaan
ini dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kebangkrutan.
Emrinaldi (2007) menyatakan kondisi yang paling mudah dilihat dari
perusahaan yang mengalami financial disstres adalah pelanggaran komitmen
pembayaran hutang diiringi dengan penghilangan pembayaran dividen
terhadap investor. Namun, menurut Whitaker (1999) dalam Kurniasih (2009),
financial distress terjadi saat arus kas perusahaan kurang dari jumlah porsi
hutang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Intinya, fiinancial distress
terjadi ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial difficult)
yang dapat diakibatkan oleh bermacam-macam akibat.
Salah satu penyebab kesulitan keuangan menurut Brigham dan Daves
(2003) dalam Anggarini (2010) adalah adanya serangkaian kesalahan,
pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan yang
14
saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak
langsung kepada manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya
mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan
keperluan. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa tidak menjamin perusahaan
besar dapat menghindari masalah ini, sebab financial distress berkaitan
dengan keuangan perusahaan dimana setiap perusahaan pasti akan beurusan
dengan keuangan untuk menjaga kelangsungan operasinya.
Financial distress dapat diukur dengan beberapa cara yang berbeda,
seperti yang dituliskan oleh Kurniasari (2009), yaitu:
1. Lau (1987) dan Hill et al. (1996) financial distress dilihat dengan adanya
pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran deviden.
2. Asquith, Gertner dan Scharfstein (1994) melakukan pengukuran financial
distress menggunakan interest coverage ratio untuk mendefinisikan
financial distress.
3. Hofer (1980) dan Whitaker (1999) mendefinisikan financial distress jika
tahun perusahaan mengalami laba operasi bersih negatif.
2.1.6 Dampak Financial Distress
Salah satu dampak financial distress adalah dapat membawa
perusahaan mengalami kesulitan dalam membayarkan kewajiban yang
ditanggung. Menurut Anggarini (2010), perusahaan yang mengalami financial
distress (kesulitan keuangan) akan menghadapi kondisi :
1. Tidak mampu memenuhi jadwal atau kegagalan pembayaran kembali
hutang yang sudah jatuh tempo kepada kreditor.
2. Perusahaan dalam kondisi tidak solvable (insolvency).
Sedangkan pendapat lain dikemukakan oleh Gitman (2002),
menurutnya ada tiga hal yang paling terlihat ketika perusahaan mengalami
financial distress, yaitu :
1. Business Failure (kegagalan bisnis), dapat diartikan sebagai :
15
a. Keadaan dimana realized rate of retrun dari modal yang
diinvestasikan secara signifikan terus menerus lebih kecil dari rate of
retrun pada investasi sejenis.
b. Suatu keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi
biaya perusahaan.
c. Perusahaan diklasifikasikan kepada failure, perusahaan mengalami
kerugian operasional selama beberapa tahun atau memiliki retrun yang
lebih kecil dari pada biaya modal (cost of capital) atau negative retrun.
2. Insolvency (tidak solvable), dapat diartikan sebagai:
a. Technical insolvency timbul apabila perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran hutangnya pada saat jatuh tempo.
b. Accounting insolvency, perusahaan memiliki negative networth, secara
akuntansi memiliki kinerja buruk (insolvent), hal ini terjadi apabila
nilai buku dari kewajiban perusahaan melebihi nilai buku dari total
harta perusahaan tersebut.
3. Bankruptcy, yaitu kesulitan keuangan yang mengakibatkan perusahaan
memiliki negative stockholders equity atau nilai pasiva perusahaan lebih
besar dari nilai wajar harta perusahaan.
2.1.7 Faktor Penyebab Financial Distress
Financial distress dapat timbul karena adanya pengaruh dari dalam
perusahaan sendiri (internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal).
Menurut Darsono dan Ashari dalam Sinambela (2009) faktor internal yang
menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi:
1. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terusmenerus yang pada akhirnya menyebabkan kebangkrutan perusahan tidak
dapat membayar kewajibannya, ketidakefisienan ini diakibatkan oleh
pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian
manajemen.
16
2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutangpiutang yang dimiliki, hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan
biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa
menyebabkan kerugian.
3. Kecurangan
yang
dilakukan
oleh
manajemen
perusahaan
bisa
mengakibatkan kebangkrutan.
Damodaran (2001) menyatakan, faktor penyebab financial distress dari
dalam perusahan lebih bersifat mikro, faktor-faktor dari dalam perusahaan
tersebut adalah
1. Kesulitan arus kas
Terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi
perusahaan tidak cukup untuk menutupi bebab-beban usaha yang timbul
atas aktivitas operasi perusahaan. Kesulitan arus kas juga disebabkan
adanya kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahan untuk
pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan
perusahaan
2. Besarnya jumlah hutang
Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk menutupi biaya yang
timbul akibat operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi
perusahaan untuk mengembalikan hutang di masa depan. Ketika tagihan
jatuh tempo dan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk
membayar tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkinan yang
dilakukan kreditur adalah mengadakan penyitaan harta perusahaan untuk
menutupi kekurangan pembayaran tagihan tersebut.
3. Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun
Kerugian operasional perusahaan menimbulkan arus kas negatif dalam
perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari
pendapatan yang diterima perusahaan.
17
Jika perusahaan mampu menutupi atau menanggulangi tiga di atas,
belum tentu perusahaan tersebut dapat terhindar dari financial distress.
Karena masih terdapat faktor eksternal perusahaan yang menyebabkan
financial distress.
Menurut Damodaran (2001) faktor eksternal perusahaan lebih bersifat
makro dan cakupannya lebih luas. Faktor eksternal dapat berupa kebijakan
pemerintah yang dapat menambah beban usaha yang di tanggung perusahaan,
misalnya tarif pajak yang meningkat yang dapat menambah beban
perusahaan. Selain itu masih ada kebijakan suku bunga pinjaman yang
meningkat, menyebabkan beban bunga yang ditanggung perusahaan
meningkat.
2.1.8 Indikator Financial Distress
Kebangkrutan dapat dihidari apabila dapat membaca indikator dari
financial distress. Menurut Lesmana dan Surjanto dalam Qisthi (2013), tandatanda yang dapat dilihat terhadap sebuah perusahaan yang mengalami
kesulitan dalam bisnisnya antara lain sebagai berikut:
1. Penjualan atau pendapatan yang mengalami penurunan secara signifikan.
2. Penurunan laba dan atau arus kas dari operasi.
3. Penurunan total aktiva.
4. Harga pasar saham menurun secara signifikan.
5. Kemungkinan gagal yang besar dalam industri atau industri dengan resiko
yang tinggi.
6. Pemotongan yang signifikan dalam dividen.
Laporan keuangan suatu perusahaan dapat menjadi alat untuk
mengukur kinerja perusahaan. Analisis laporan keuangan merupakan alat
yang sangat penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan
kondisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang dicapai sehubungan
dengan pemilihan strategi perusahaan (Saputra,2009).
18
Laporan keuangan ini dapat menjadi acuan pemimpin usaha dalam
meninjau kinerja perusahaan baik di masa lampau maupun menentukan
strategi di masa datang untuk mempertahankan usahanya.
2.1.9 Metode Zmijewski
Metode Zmijewski biasa digunakan untuk menganalisis perusahaan
yang mengalami kebangkrutan. Metode ini menggunakan analisa rasio yang
mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan (Rhomadona,
2012). Rasio keuangan pada Zmijewski dipilih dari rasio-rasio keuangan
penelitian terdahulu dan diambil sampel sebanyak 75 perusahaan yang
bangkrut, serta 3573 perusahaan sehat selama 1972 sampai 1978, indikator FTest terhadap rasio-rasio kelompok, Rate of Return, liquidity, leverage,
turnover, fixed payment coverage, trends, firm size, dan stock return volatility,
yang menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara perusahaan yang sehat
dan perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan. Model Zmijewski
pertama kali digunakan dalam penelitian pada 40 perusahaan bangkrut dan
800
perusahaan
non-bangkrut.
Tingkat
akurasi
model
ini
dalam
mengestimasikan sampel yang digunakan sebesar 99% (Avenhuis, 2013).
Metode prediksi yang dihasilkan oleh Zmijewski pada tahun 1983 merupakan
hasil riset selama 20 tahun yang ditelaah ulang ( Prihanthini, 2013).
Nilai Cut-Off yang berlaku dalam model ini adalah 0. Hal ini berarti
perusahaan yang nilai X-nya lebih besar dari atau sama dengan 0 diprediksi
akan mengalami Financial Distress di masa depan. Sebaliknya, perusahaan
yang memiliki nilai X lebih kecil dari 0 diprediksi tidak akan mengalami
Distress (Rismawati, 2012).
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai
standar yang ditetapkan zmijewski yaitu :
19
a. Jika nilai X < 0 maka perusahaan diprediksi sebagai perusahaan yang
sehat (tidak berpotensi bangkrut)
b. Jika nilai X > 0 maka perusahaan diprediksi sebagai perusahaan yang
berpotensi bangkrut.
2.1.10 Langkah-Langkah Perhitungan Financial Distress Model Zmijewski
Menurut Peter dan Yoseph (2011) langkah-langkah menghitung
Financial Distress model zmijewski adalah sebagai berikut:
1. Menghitung X1 (ROA/Return On Asset).
Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas
yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dari aktiva yang digunakan. Return On Asset merupakan perbandingan
antara laba bersih sesudah pajak (EAT) dengan total asset yang dimiliki
perusahaan. Semakin tinggi ROA menggambarkan semakin baik
manajemen perusahaan karena dari aktiva yang dikelola dapat
menghasilkan pendapatan yang optimal. Standar Rasio Industri untuk
Return On Assets adalah 30% (Kasmir, 2008). Return On Asset (ROA)
yang positif menunjukan bahwa dari total asset yang dimiliki, perusahaan
mampu memberikan laba bagi perusahaan, sebaliknya apabila Return On
Asset (ROA) yang negatif menunjukan bahwa dari total asset yang
dipergunakan, perusahaan mendapat kerugian. Jadi jika suatu perusahaan
mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan berpeluang besar dalam
meningkatkan pertumbuhan.
𝑋1 =
𝐸𝐴𝑇
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑
2. Menghitung X2 (Leverage/Debt Ratio).
Rasio ini merupakan perbandingan antara total kewajiban (total
debt) dengan total asset. Sehingga rasio ini menunjukan sejauh mana
20
kewajiban dapat ditutupi oleh asset. Rasio ini merupakan rasio yang
memperlihatkan proposisi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh
harta kekayaan yang dimiliki. Standar industri untuk rasio ini menurut
Kasmir (2008:164) adalah sebesar 35%. Semakin rendah rasio ini
menunjukan bahwa semakin baik keadaan keuangan perusahaan.
𝑋2 =
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐷𝑒𝑏𝑑
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑
3. Menghitung X3 (Likuiditas/Current Ratio).
Likuiditas digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan
perusahaan itu memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek. Rasio ini
dihitung dengan current ratio, yaitu membandingkan jumlah aset lancar
perusahaan dengan kewajiban jangka pendek perusahaan. Current ratio
merupakan indikator likuiditas yang dipakai secara luas, dengan alasan selisih
lebih aset lancar di atas hutang lancar merupakan suatu jaminan terhadap
kemungkinan rugi yang timbul dari usaha dengan cara merealisasikan aset
lancar non kas menjadi kas. Semakin tinggi rasio berati semakin terjamin
hutang-hutang perusahaan kepada kreditur. Bagi kreditur semakin tinggi rasio
lancar semakin bagus, akan tetapi untuk perusahaan tertentu dapat berarti
lain. Apabila rasio ini tinggi dapat diartikan perusahaan kelebihan aktiva
lancarnya atau ada yang tidak optimal. Munawir (2001:72) menyatakan
current ratio 200% kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan,
tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa
faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk
seluruh perusahaan.
𝑋3 =
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ πΏπ‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 
4. Menghitung Model Zmijewski (X-Score).
Model Zmijewsi menghasilkan rumus yaitu:
21
𝑋 = −4,3 − 4,5𝑋1 + 5,7𝑋2 + 0,004𝑋3
Apabila perhitungan model X-Score telah dilakukan dengan
serangkaian rasio-rasio keuangan yang dimasukan dalam suatu persamaan
diskriminan maka akan menghasilkan suatu angka atau skor tertentu.
Angka tersebut memiliki penjelasan atau nilai cut-off tertentu.
2.1.11 Alternatif Perbaikan Kondisi Financial Distress
Jika perusahaan menghadapi kegagalan atau kesulitan keuangan,
harus diketahui dahlu apakah kesulitan keuangan tersebut bersifat jangka
pendek atau jangka panjang. Kesulitan keuangan yang bersifat jangka
pendek apabila tidak segera ditanggulangi dapat menimbulkan kesulitan
keuangan jangka panjang. Kesulitan keuangan jangka pendek yang
dimaksud adalah kesulitan dalam likuiditas perusahaan, sedangkan
kesulitan keuangan jangka panjang berkaitan dengan solvabilitas
perusahaan. Terdapat beberapa cara untuk mengatasi kesulitan keuangan
yang dihadapi oleh suatu perusahaan, di antaranya sebagai berikut
(Sudana, 2011:249-252):
a. Penyelesaian Sukarela (Voluntary Settlements)
Ada beberapa alternatif penyelesaiaan secara sukarela, yaitu sebagai
berikut:
1. Extensions (perpanjangan).
2. Composition.
3. Liquidation by voluntary agreement.
b.
Penyelesaian Lewat Pengadilan (Settlements Involving Litigation)
1. Likuidasi (Liquidation).
2. Reorganisasi Perusahaan.
22
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan terkait dengan keakuratan
model prediksi kebangkrutan serta penggunaan model prediksi kebangkrutan
untuk melihat tingkat kesehatan perusahaan.
1. Judul Penelitian :
Penerapan Model Zmijewski “X-Score” Financial Distress di PT. X
(Bergerak di Bidang Manajemen Energi dan Konservasi Air).
Peneliti
: Thomas Maranatha
Penerbit
: Politeknik Negeri Bandung
Hasil Penelitian :
Hasil Debt Ratio juga menunjukan hasil rasio yang sangat besar
sehingga kewajiban yang dimiliki perusahaan juga sangat besar. Current
Ratio secara umum menggambarkan hasil yang sangat baik sehingga
kemampuan aktiva lancar juga sangat baik. Prediksi kebangkrutan pada
tahun 2016 masuk ke dalam golongan tidak sehat maka perlu dilakukan
evaluasi terhadap ROA, Debt Ratio, dan Current Ratio.
2. Judul Penelitian :
Analisis Penggunaan Model Zmijewski (X-Score) Untuk Memprediksi
Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Sektor Properti Dan Real
Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 20092013.
Peneliti
: Ayuk Priyantini
Penerbit
: Universitas Muhammadiyah Surakata
Hasil Penelitian :
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Model Zmijewski dapat
digunakan untuk memprediksi kondisi Financial Distress perusahaan dan
memberikan hasil yang berbeda-beda pada setiap perusahaan, sehingga
dari 225 perusahaan diprediksi terdapat 2 perusahaan dalam kondisi
Financial Distress dan 223 perusahaan lainnya tidak dalam kondisi
23
Financial Distress. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan keakuratan
pada kategori Shareholder’s Equity sebesar 99%, kategori Net Income
sebesar 85%, dan kategori Cash Flow Ratio sebesar 99%.
3. Judul Penelitian :
Analisis Rasio Keuangan Dengan Model Zmijewski (X-Score) Dalam
Memprediksi Kebangkrutan Pada Perbankan Syariah di Indonesia
Periode 2012-2015.
Peneliti
: Indri Amaliah
Penerbit
: UIN Syarif Hidayatullah
Hasil Penelitian :
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Model Zmijewski dapat
digunakan untuk memprediksi kondisi Financial Distress perusahaan dan
memberikan hasil yang berbeda-beda pada setiap perusahaan, sehingga
dari 225 perusahaan diprediksi terdapat 2 perusahaan dalam kondisi
Financial Distress dan 223 perusahaan lainnya tidak dalam kondisi
Financial Distress. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan keakuratan
pada kategori Shareholder’s Equity sebesar 99%, kategori Net Income
sebesar 85%, dan kategori Cash Flow Ratio sebesar 99%.
4. Judul Penelitian :
Analisa Potensi Kebangkrutan Kafe dan Resto di Kota Malang
Dengan Menggunakan Metode Zmijewski.
Peneliti
: Roni Joyo Negoro Octavianus
Yusitha Karina
Penerbit
: Universitas Ma Chung
Hasil Penelitian :
The X-Score resulted from seven cafes and restaurants that have been
evaluated are under zero, which means they are financially healthy.
However, there is a cafe and restaurant that has the probability of facing
bankruptcy, but the score is still under the cut off value. The most
24
contributing variable to be the cause of bankruptcy is the return on assets.
Cafes and restaurants in Malang city will always be in a financially
healthy condition if they have the ability to manage their assets and
produce more profits.
5. Judul Penelitian :
Analisis X-Score (Model Zmijewski) Untuk Memprediksi Gejala
Kebangkrutan Perusahaan (Pada Industri Otomotif dan Komponennya
yang Terdaftar Di BEI Periode 2009-2011).
Peneliti
: Dafi Qisthi
Suhadak
Siti Ragil Handayani
Penerbit
: Universitas Brawijaya
Hasil Penelitian :
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 8 perusahaan
otomotif dan komponennya yang dijadikan sampel, 25% dinyatakan
terdapat indikasi-indikasi kebangkrutan baik dalam kondisi buruk
maupun rawan, 75% merupakan perusahaan yang kondisinya berubahubah selama tiga tahun, dan tidak ditemukan perusahaan dengan kondisi
sehat selama periode 3 tahun berturut-turut.
Download