Uploaded by User48832

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

advertisement
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
SOSIALISASI SESI 2 : Bagi Pasien Isos
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu gangguan jiwa yaitu isolasi sosial. Isolasi sosial adalah keadaan dimana
individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. (keliat, et all. 2006)
Setiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada
berbagai tingkat hubungan yaitu dari hubungan intim bisa sampai hubungan saling
ketergantungan. Keintiman dan saling ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi
berbagai kebutuhan setiap hari. Individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial
Kepuasan berhubungan dapat dicapai jika individu dapat terlibat secara aktif dalam
proses berhubungan. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan disertai respon
lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerja sama, hubungan timbal
balik yang sinkron (Stuart & Sundeen, 1995 hal 518).
Terapi Aktivitas kelompok Sosialisasi (TAKS) merupakan upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. TAKS
merupakan terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas di gunakan sebagai terapi dan
kelompok di gunakan sebagai asuhan. Didalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang
saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih
perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki prilaku lama yang maladaptif. Pada klien
dengan Isolasi Sosial perlu di berikan terapi aktivitas kelompok.
1
BAB II
TAK SOSIALISASI : SESI 2
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): Sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan dengan masalah hubungan sosial.
A. Tujuan :
1. Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap.
2. Tujuan khusus
a)
Klien mampu memperkenalkan diri
b) Klien mampu berkenalan dengan anggota keluarga kelompok
c)
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
d) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
e)
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang
lain.
f)
Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosial kelompok
g) Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang
telah dilakukan.
B. Landasan Teori
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses
tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut. Untuk
mengembangkan hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan sepanjang
daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses.
Pemutusan proses berhubungan terkait erat dengan ketidak puasan individu terhadap
proses hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta, respon lingkungan yang
negatif. kondisi ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk
menghindar dari orang lain
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persayartan tertentu. Focus terapi
kelompok adalah membuat sadar diri (self awareness),
peningkatan hubungan
interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya.
2
Terapi aktifitas kelompok dibagi menjadi 4, salah satunya adalah terapi aktifitas
kelompok sosialisasi. Terapi aktifitas kelompok sosialisasi adalah salah satu bentuk
terapi yang membantu klien untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di
sekitar klien.
Sosialisasi adalah memfasilitasi psikoterpist untuk memantau dan meningkatkan
hubungan interpersonal, memberi tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide
dan tukar persepsi dan menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan.
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain
1) PENGERTIAN :
1. TAK
Terapi Aktivitas Kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh
sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin, diarahkan oleh seorang terapis/petugas kesehatan yang telah terlatih.
2. ISOLASI SOSIAL
Adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi
dengan orang lain dan lingkungan ( Dalami, Dkk.2009 )
Adalah pengalaman kesendirian seseorang, individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (
Wilcinson, 2007).
2) PENYEBAB ISOLASI SOSIAL ADALAH :
1.
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor Predisposisi yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a.
Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari
3
ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
1)
Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis
maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting
karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari.
Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
2)
Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan temantemannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol,
hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang
konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak
tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan
pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai
yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah
dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi
dengan orang lain.
3)
Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman
sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan
mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan
intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan
lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman
lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
4
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang
seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
4)
Masa Dewasa Muda
Individu
meningkatkan
kemandiriannya
serta
mempertahankan
hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk
membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi
dan menerima (mutuality).
5)
Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap
dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan
aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat
diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.
6)
Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,
kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran.
Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3)
Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4)
Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
5
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6)
Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c.
Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena normanorma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur
limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
6
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak
dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar.
Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress.
Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada
fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalah sebagai berikut:
a) Tingkah laku curiga: proyeksi
b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f)
Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan
regrasi.
3) TANDA DAN GEJALA
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
7
1.
Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2.
Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3.
Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4.
Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5.
Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6.
Pasien merasa tidak berguna
7.
Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
4) AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang
salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara
yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di
mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi
lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan
tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.
5) PETALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
8
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam
fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan
irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping
diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan
yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social,
berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan
kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada
SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut
(Purba,
2009),
aktivitas
pasien
yang
mengalami
ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a.
Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
yang meliputi:
9
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian,
badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda
tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang
berbahaya tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena
sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini
yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau
mengawali tidurnya.
b.
Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
o Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara
dengan kawannya dan sebagainya.
o Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
o Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
10
o Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
o Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban
yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
o Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
o Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
C. KRITERIA KLIEN
a) Klien menarik diri yang cukup kooperatif
b) Klien yang sulit mengungkapkan perasaannya melalui komunikasi verbal
c) Klien dengan gangguan menarik diri yang telah dapat berinteraksi dengan orang lain
d) Klien dengan kondisi fisik yang dalam keadaan sehat (tidak sedang mengidap
penyakit fisik tertentu seperti diare, thypoid dan lain-lain)
D. PROSES SELEKSI
1) Berdasarkan kriteria klien yang telah ditetapkan
2) Berdasarkan informasi dan diskusi mengenai prilaku klien sehari-hari dan
kemungkinan dapat dilakukan terapi aktifitas kelompok pada klien tersebut dengan
perawat ruangan
3) Melakukan kontrak dengan klien untuk mengikuti aktifitas yang akan dilaksanakan
serta menanyakan kesediaannya
4) Menetapkan bersama klien dan perawat ruangan tentang topik, waktu dan tempat
kegiatan
Jumlah Klien : 3 pasien
E. PENGORGANISASIAN
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Terapi Aktifitas Kelompok ini dilaksanakan pada :
Hari, Tanggal
: Kamis, 11 Juni 2015
Waktu
: 08.00 WIB s/d selesai
Tempat
: Ruang Keperawatan Jiwa
11
2. Tim Terapis
Yang bertugas dalam TAK kali ini disesuaikan dengan petugas setiap Sessi yang telah
disepakati. Sebagai berikut :
Susunan Pelaksana TAKS SESI 2 :
1) Leader
: Elvina Saputri
2) Co. Leader : Lena Oktavia
3) Fasilitator
: Adelina Pratiwi, Santa Sondang, Rido Pebri Pratama
4) Observer
: Nova Aprilia
a. Uraian Tugas Pelaksana
1.
Leader
Tugas:
 Memimpin jalannya therapy aktifitas kelompok.
 Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya therapy.
 Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK.
 Memimpin diskusi kelompok.
2.
Co. Leader
Tugas:

Membuka acara.

Mendampingi Leader.

Mengambil alih posisi leader jika leader bloking.

Menyerahkan kembali posisi kepada leader.

Menutup acara diskusi.
3.
Fasilitator
Tugas:

Ikut serta dalam kegiatan kelompok.

Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk aktif
mengikuti jalannya therapy.
4.
Observer
Tugas:
Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang tersedia).
12
Mengawasi jalannya aktifitas kelompok dari mulai persiapan, proses, hingga
penutupan.
3. Kriteria Anggota
Klien sebagai anggota yang mengikuti therapy aktifitas kelompok ini adalah:
1) Kondisi fisik sehat
2) Klien yang dapat baca dan tulis
3) Klien yang mengalami isolasi sosial
4) Klien dapat berinteraksi
5) Klien yang sudah setuju dengan kontrak TAK
4. Nama Klien
Klien yang mengikuti kegiatan berjumlah 3 orang
Adapun nama-nama klien yang akan mengikuti TAK yaitu:
Klien peserta TAK:
1. Nn. H
2. Ny. W
3. Ny. M
F. SESI 2: TAKS
Tujuan :
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok :
a.
Memperkenalkan diri sendiri : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
b.
Menanyakan diri anggota kelompok lain : nama lengkap, nama panggilan, asal,
dan hobi.
Setting :
1. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
Alat :
1. Bola tennis atau botol
2. Handphone (MP3)
3. Buku catatn dan pulpen
4. Jadwal kegiatan klien
13
Metode :
Metode yang digunakan pada therapy aktifitas kelompok (TAK) ini adalah metode:
a)
Dinamika kelompok
b)
Diskusi dan tanya jawab
c)
Bermain peran/stimulasi
Langkah Kegiatan :
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada Sesi I TAKS.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan :
a. Memberikan salam terapeutik :
b. Evaluasi / validasi:
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain.
c. Kontrak :
1. Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu berkenalan diri dengan anggota kelompok.
2. Menjelaskan aturan main sebagai berikut :
 Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin
kepada terapis.
 Lama kegiatan kurang lebih 45 menit.
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
3. Tahap kerja
a.
Hidupkan musik pada Handphone dan bola diedarkan berlawanan arah jarum
jam.
b.
Pada saat musik di matikan, maka anggota kelompok yang memegang bola
mendapat giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada
disebelah kanan dengan cara:
1.
Memberi salam
2.
Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi;
3.
Menanyatkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi lawan bicara;
4.
Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
14
c. Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
d. Hidupkan kembali musik pada Handphone dan bola diedarkan. Pada saat musik
di matikan, minta anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran
untuk memperkenalkan anggota kelompok yang ada disebelah kanannya kepada
kelompok, yaitu: nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. Dimulai oleh
terapis sebagai contoh.
e. Ulangi d sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
f. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk
tangan.
4. Tahap terminasi.
a.
Evaluasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
b.
Rencana tindak lanjut.
1. Menganjurkan tiap anggota kelompok latihan berkenalan.
2. Masukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian klien.
c.
Kontrak yang akan datang.
1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu dengan bercakap cakap
tentang
kehidupan pribadi.
2. Menyepakati waktu dan tempat
G. Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung, khusunya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk
TAKS sesi 2, dievaluasi kemampuan klien dalam berkenalan secara verbal dan
nonverbal dengan menggunakan formulir evaluasi berikut:
15

FORMAT PENILAIAN EVALUASI SESI 2: TAKS
a. Kemampuan Verbal
No
Aspek Yang Dinilai
1
Menyebutkan
Nama
Lengkap
Menyebutkan
nama
panggilan
Menyebutkan asal
Menyebutkan hobi
Menanyakan
nama
lengkap
Menanyakan
nama
panggilan
Menanyakan asal
Menanyakan hobi
Jumlah
2
3
4
5
6
7
8
Nama Klien
b. Kemampuan nonverbal
No
Aspek Yang Dinilai
1
2
3
Kontak nama
Duduk tegak
Menggunakan bahasa
tubuh yang sesuai
Mengikuti
kegiatan
dari awal sampai akhir
Jumlah
4
Nama Klien
Petunjuk:
1. Di bawah judul nama klien, tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAKS.
2. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda ( ) jika ditemukan,
pada klien atau tanda (x) jika tidak ditemukan.
3. Jumlahkan kemampuan yang ditemukan
 Kemampuan verbal, disebut mampu jika mendapat nilai ≥6 ; disebut belum
mampu jika mendapat nilai ≤5.
 Kemampuan nonverbal, disebut mampu jika mendapat nilai 3 atau 4; disebut
belum mampu jika mendapat nilai ≤2 .
16
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang klien miliki ketika TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Misalnya, jika nilai klien 7 untuk verbal dan 3 untuk
nonverbal, catatan keperawatan adalah : klien mengikuti TAKS sesi 2, klien
mampu berkenalan secara verbal dan nonverbal, anjurkan klien berkenalan
dengan klien lain, buat jadwal.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi Aktivitas Kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh
sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin, diarahkan oleh seorang terapis/petugas kesehatan yang telah terlatih.
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan ( Dalami, Dkk.2009 )
3.2 Saran
Penulis menyarankan dalam pelaksanaan TAK tersebut masing-masing petugas
pelaksana harus mampu melaksanakan perannya sebagai leader, co leader,
fasilitator, dan observer. Sehingga, kegiatan
TAK Isolasi sosial ini
dapat
terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Maka tujuan pembuatan proposal ini
sebagai bentuk penyelesaian tugas ujian prektek keperawatan jiwa dapat tercapai.
Demikianlah proposal ini kami buat atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu kami
ucapkan terima kasih.
Pekanbaru, 11 Juni 2015
Ketua Pelaksana
(
Sekretaris
)
(
)
Mengetahui,
Penanggung Jawab
(
)
18
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna & Akemat. 2004. Keperawatan Jiwa, Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC
Stuart dan Sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta:EG
19
PROPOSAL KEPERAWATAN JIWA
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS)
(SESI 2: TAKS Bagi Pasien Isolasi Sosial)
DISUSUN OLEH
Nama
: ELVINA SAPUTRI
NIM
: Po71 20613 0008
Pembimbing
: H. HUSNAN, SKp, MKM
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
TK.II PRODI D-IV KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PEKANBARU
2015
20
Download