BAB VI TATA LAKSANA UPAYA PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASEIN A. PENINGKATAN MUTU 1. PEMILIHAN PRIORITAS PELAYANAN RS membuat prioritas pelayanan yang berdampak pada yang lainnya baik pelayanan , administratif maupun manajemen dan efesiensi. Direktur dan para kepala bidang/bagian menetapkan prioritas kegiatan PMKP, membuat rancangan perbaikannya dengan mengacu pada: Data yang ada Sistem dan proses memperlihatkan variasi penerapan dan hasil yang paling banyak Dampak dari perbaikan Dampak pada perbaikan sistem sehingga efek dari perbaikan dapat terjadi di seluruh rumah sakit Dan melakukan pengukuran perbaikan dengan menggunakan indikator mutu di tingkat rumah sakit. IPM memfasilitasi dan terlibat dalam proses prioritas, koordinasi dan intergrasi kegiatan seta supervise terhadap pengukuran pelayanan klinis yang akan dievaluasi. Apabila terdapat kata sepakat maka hasil prioritas tidak perlu memakai matriks, tetapi apabila banyak yang diusulkan untuk menjadi prioritas maka digunakan matriks dan teknik scoring dapat memakai table berikut. Tabel yang dapat dipakai untuk menentukan prioritas adalah : Prioritas Pelayanan HIGH RISK 50 N (nilai) B (bobot) S (Score) HIGH VOLUME 30 N (nilai) B (bobot) S (Score) PROBLEM PRONE 20 N (nilai) B (bobot) JML S (score) Keterangan : nilai 1 – 5 ( menggunakan skala likert ) mulai dari terendah sampai tertinggi Nilai High Risk High Volume 1 Sangat tidak beresiko Sangat kecil/sedikit 2 3 4 5 Kurang beresiko Cukup beresiko Beresiko Sangat beresiko Sedikit Cukup Besar Sangat besar Problem Prone Sangat tidak bermasalah Kurang bermasalh Cukup bermasalah Bermasalah Sangat bermasalah Selain area prioritas pelayanan direktur juga menetapkan riset klink dan program pendidikan profesi kesehatan sebagai urutan prioritas yang akan membawa dampak perbaikan terhadap pemberian pelayanan dan efesiensi sumber daya yang digunakan. 2. PEMILIHAN INDIKATOR MUTU PRIORITAS RUMAH SAKIT Indikator mutu prioritas rumah sakit berasal dari indikator mutu satuan kerja. Direktur bersama dengan kepala bidang/bagian dan IPM menentukan IM kunci/ prioritas tingat rumah sakit. Pemilihan dan penentuan berdasarkan pembobotan high risk, high volume, dan problem pron dengan skala likers seperti diatas. Kemudian Direktur akan membuat SK IM prioritas yang akan disampaikan juga ke satuan kerja. Untuk monitoring dan evaluasinya Direktur dan IPM/ Tim PMKP akan melakukan supervise dalam pelaksanaan kegiatan pengukuran mutu tersebut. 3. PEMILIHAN INDIKATOR MUTU PRIORITAS KERJA Dalam pembuatan IM tingkat satuan kerja, satuan kerja biasa mengambilnya dari Standar Pelayanan Minimal, surveillance PPI maupun surveillance PPRA, data insiden keselamatan pasien, data risiko unit kerja maupun data dari kecelakaan kerja sebelumnya. Dari data IM tersebut dilakukan pembobotan berdasarkan High Risk, High Volume, dan Promblem prone untuk dijadikan IM berkoordinasi dengan IPM untuk membuat profil indikator mutu berdasarkan juknis pembatan indikator mutu. Setelah profil indikator selesai dan benar maka dilakukan pengumpulan data. 4. PENGUMPULAN DATA Tujuan pengumpulan data adalh untuk perbaikan dan pembelajaran. Langkah pengumpulan data : Tentukan sempel/populasi untuk mengumpulkan data Tunjuk penanggung jawab pengumpul data Lakukan pelatihan untuk penaggung jawab pengumpul data Petugas penggumpul data mencatat kedalam formulir/ sensus harian atau input data kedalam sistem IT jika sudah menggunakan IT Cara membuat sensus dengan melihat dalam kamus indikator dan membuat table sesuai di form pencatatan kamus indikator : Lakukan vadilasi data untuk ke akuratan data dengan cara vadilator akan melakukan pengumpulan data pada sampel yang sama Data direkapitulasi dan dianalisa dalam bentuk grafik melalui sistem IT Tabel rekapitulasi hasil indikator mutu No Judul Standar Numerator Denominator Pencapaian Pencapaian Indikator (%) thd Mutu standar (%) Alasan belum tercapai target Kendala/hambatan solusi Dilakukan Interprensi data dari hasil grafik data yang didapatkan Lakukan perbaikan untuk peningkatan mutu segera mungkin Buat laporan dari unit ke rumah sakit sesuai SOP / alur pelapor Lakukan pelatihan untuk penaggung jawab pengumpulan data 5. VALIDASI DATA a. Untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan baik, proses validasi perlu dilakukan b. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian untuk memastiakan kualitas data yang dikumpulakan c. Kegunaan validasi adalah untuk mengetahui sejauh mana ketetapan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukuranya yaitu agar data yang diperoleh bias relevan/ sesuai dengan tujuan diadakannya pengukuran tersebut. d. Data dilakukan validasi jika: 1. Indikator baru diimplementasikan / merupakan pengukuran area klinik baru; 2. Bila ada perubahan sistem pencatatan pasien dari manual ke elektronik sehingga data berubah 3. Bila ada data di publikasi ke masyarakat baik melalui web site rumah sakit atau media lain 4. Bila ada perubahan pengukuran 5. Bila ada perubahan subyek data seperti perubahan umur rata rata pasein, protokol riset diubah, panduan praktik kinik baru diberlakukan , ada teknologi dan metodelogi pengobatan baru e. Proses validasi data 1. Mengumpulkan data ulang oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam pengumpulan data sebelumnya 2. Menggunakan sample statistik sahih dari catetan , kasus dan data lain 3. Sample 100% dibutuhkan hanya jika jumlah catatan, kasus dan data lainnya sangat kecil jumlahnya 4. Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang 5. Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan dengan total jml data elemen dikalikan 100 6. Jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama, dengan catatan alasannya (mis: data tidak jelas definisinya) dilakukan tindakan koreksi 7. Koleksi sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan tindakan menghasilkan tingkat akurat yang diharapkan 6. ANALISIS DATA Dalam melakukan analisa data dengan menggunakan run chart untuk mengetahui proses dan diagram balok untuk membandingkan . Ada 3 macam jenis untuk interpretasi data yang menggunakan runchart a. SHIFTS / Pergeseran : Jika 8 titik atau lebih berturut-turut jauh pada satu sisi dari garis tengah. Titik pada garis rata-rata tidak masuk hitungan. b. TREND/TREN : Jika 7 titik atau lebih berturut-turut bergerak kearah yang sama. Titik garis datar tidak termasuk dalam hitungan. c. ZIGZAG : Jika 14 titik atau lebih turun naik. Sasaran dari analisis data adalah agar dapat dilakukan perbandingan bagi rumah sakit melalui empat cara : a. Dengan diri sendiri dalam waktu tertentu, sepertidari bulan ke bulan atau satu tahun ke tahun berikutnya. b. Dengan rumah sakit lain yang sama seperti menggunakan data base referensi c. Dengan standar, seperti ditetapkan oleh badan akreditasi, ikatan professional atau menggunakan ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang atau peraturan. d. Dengan praktek-praktek yang diakui di kepustakaan sebagai pedoman praktek yang lebih baik atau paling baik. Perbandingan ini membantu rumah sakit memahami sumber dan sifat perubahan yang tidak dikehendaki serta membantu focus pada upaya perbaikan. 7. ALUR PENGELOLAHAN DAN PELAPORAN DATA INDIKATOR MUTU PENGUMPULAN DATA INDIKATOR ENTRI DATA INDIKATOR U N VALIDASI DATA INDIKATOR I ANALISA DATA T PENYAJIAN DATA (STORY BOARD) REKAPITULASI DATA INDIKATOR S KONFIRMASI DATA I ANALISA DATA M PENYAJIAN DATA (DASH BOARD) R S REKAPITULASI DATA INDIKATOR EVALUASI INDIKATOR I P M BENCHMARK KE RS LAIN MENGUSULKAN REKOMENDASI UNTUK EVALUASI I P MENERIMA HASIL EVALUASI DIREKSI MENYETUJUI REKOMENDASI/TINDAK LANJUT M T DEWAS GOVERININGBODY Proses pelaporan indikator mutu dimulai dari tingkat satker dan ruangan melakukan pengumpulan indikator mutu bedasarkan kamus/profil indikator mutu baik secara manual maupun IT sistem LAN untuk memasukan data harian. Untuk indikator mutu baru atau yang sesuai syarat validasi maka akan dilakukan validasi oleh orang kedua yang bukan pengumpul data. Data tersebut setiap bulan akan dilaporkan ke tingkat instalasi/staker. Setiap 3 bulan sesuai dengan kamus indikator mutu, kepala satuan kerja bersama dengan tim mutu unit melakukan analisa data capaian dan membuat PDC/SA, kemudian di setorkan ke IPM dan data disajikan dalam bentuk storyboard. Dari data yang ditampilkan di LAN dan data yang masih bersifat manual, IPM melakukan tribulanan menjadi data RS baik yang prioritas maupun data unit kerja, kemudian yang data IM prioritas yang RS dilakukan analisa data. IPM melaporkan capaian data dan rencana tindak lanjut baik indikator mutu, indikator mutu prioritas data indikator area prioritas , yang sudah dilakukan analisa ke direktur. Direktur akan melakukan telaah dan melaporkan ke dewan pengawas. Dari hasil tindak lanjut direktur akan memeberikan feedback ke satuan kerja dan bidang/bagian yang terkait untuk keperluan benchmark dan publikasi. 8.PENINGKATAN/PERBAIKAN MUTU Metode yang dipakai adalah PDCA atau PDSA Plan dalam membuat perencanaan juga dijelaskan tujuan yang ingin dicapai , perencanaan meliputio stuktur , proses , dan outcome Dalam merencanakan perbaikan dapat menggunakan 5 W 1 H WHY : mengapa hal tersebut diperbaiki WHAT : apa bentuk perbaikannya WHERE : dimana lokasi perbaikannya WHEN : waktu pelaksanaan perbaikan WHO : Siapa penangung jawabnya HOW : bagaimana cara memperbaiki/detail perbaikan Do buat time line dan implementasi perbaikan Study berupa hasil indikator mutu, apakah ada progress dari perbaikan juga dibuat analisi dari pelaksanaan perbaikan (stuktur , Proses , Outcome) dan rekomendsasi yang diberikan. Action Tindak lanjut perbaikan KESELAMATAN PASEIN DAN MANAJEMEN RISIKO o o o o o o B. Keselamatan pasein ini meliputi: Insiden Keselamatan Pasein, Risk manajemen dan FMEA ( Failure Mode and Effect Analysis). Kegiatannya meliputi : 1) Penyusunan sistem pencatatan dan pelaporan insidn keselamatan pasien; 2) Pencatatan dan pelaporan dan analisa kejadian sentinel, KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Dan KNC (Kejadian Nyaris Cedera) dalam maksimal 2X 24 jam kejadian insiden keselamatan pasien harus sudah dilaporkan dengan membangun budaya melaporkan; 3) Analisa Risk Grading dan RCA ; Analisa Matriks risiko digunakan untuk menentukan seberapa besar risiko suatu insiden keselamatan pasien berdasarkan dampak dan probabilitasnya. Penilaian dampak adalah seberapa berat akibat yang dialami pasien mulai dari tidak cidera sampai meninggal Penilaian tingkat probabilitas adalah seberapa seringnya keselamatan pasien tersebut terjadi Dari nilai hasil dampak dan probabilitas tersebut dimasukan kedalam table matriks grading risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko Skor risiko ditentukan dengan menggunakan tabel matriks grading risiko, yaitu : - Pada kolom kiri : frekuensi - Pada baris kea rah kanan : dampak - Pertemuan antara frekuensi dan dampak ditetapkan untuk mendapatkan warna band Skor risiko akan menentukan prioritas risiko Jika pada penilaian risiko ditemukan dua insiden dengan hasil skor risiko yang sama, maka untuk memilih prioritasnya dapat menggunakan warna bands risiko Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam 4 warna, yaitu biru, hijau, kuning, merah Skala prioritas bands risiko adalah ; - Bands biru : rendah investigasi sederhana - Bands hijau : sedang inv. Sederhana - Bands kuning : tinggi inv. Komprehensif/RCA - Bands merah : sangat tinggi inv. Komprehensif/RCA Untuk insiden keselamatan pasien dibuatkan panduan sendiri. 4) Menerapkan manajemen risiko klinis Pengertian manajemen risiko adalah kegiatan klinis dan administrative yang terdiri dari indentifikasi, evaluasi dan mengurangi risiko kecelakaan pada pasien, pegawai dan penunjang rumah sakit serta risiko kerugian yang diderita rumah sakit itu sendiri. Tujuan manajemen risiko adalah menghilangkan atau meminimalkan dampak dari suatu risiko rumah sakit. Alat manajemen risiko rumah sakit, antara lain : Risk grading matriks : matriks untuk mengkelompokan risiko dan menentukan prioritas risiko yang perlu ditangani Root Cause Analysis : analisis akar masalah RCA dilakukan sesuai grading dari setiap insiden yang dilaporkan Failure mode and effect analysis : cara menemukan risiko yang akan terjadi dan menganalisnya. Selain itu pengertian lain FMEA yaitu proses proaktif untuk mencegah dan mempredeksi kesalahan, dengan demikinan dapat meminimalkan dampak buruknya (pelatihan keselamatan pasien) 5) Melakukan dan mendokumentasikan FMEA dan rancang ulang. 6) Kordinasi kegiatan dan peningkatan mutu 7) Menganalisa perbaikan setelah dilakukan redesign dan membandingkan antara sebelum redesign dan setelah redesign untuk dampak perbaikan 8) Setiap tahun kepala satker dan tim manajemen risio mengindentifikasi risiko dan membuat strategi pengurangan risiko dengan menggunakan manajemen risiko. 9) Minimal 1 tahun sekali tim manajemen risiko membuat rancang perbaikan menggunakan FMEA untuk mengurangi klinis. C. BUDAYA KESELAMTAN Budaya keselamatan adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif dimana staf klinis memeperlakukan satru sama lain dengan hormat, dengan melibatkan dan memperdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan mendorong staf klinis pemberi asuahan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung proses kolaborasi interprofesioanl dalam asuhan berfokus pada pasien. Budaya keselamatan merupakan hasil dari nilainilai, sikap presepsi, kompetensi dan perilaku dari individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap keselamatan serta kemampuan manajemen rumah sakit dicirikan dengan komunikasi yang berdasarkan rasa saling percaya, mempunyai persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan tubuh dengan keyakinan melakukan langkahlangkah pencegahan. Direktur menunjukan komitmen tentang budaya keselamatan untuk seluruh karyawan rumah sakit sehingga terbentuk budaya keselamatn di rumah sakit. Perilaku yang mendukung budaya keselamatan adalah : Perilaku yang tidak layak (Inappropriate), seperti kata-kata atau Bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesame staf, misalnya mengumpat, memaki Perikalu yang mengganggu (disruptive) a,I, perilaku yang tidak layak dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain, Perilaku yangn melecehkan (harassment) terkait dengan ras , agama, suku, termasuk gender Pelecehan seksual Untuk menuju budaya keselamtan maka diperlukan : Karyawan rumah sakit mengetahui bahwa kegiatan opersaional rumah sakit beresiko tinggi dan bertekat untuk melaksanakan tugas dengan konsisten dan aman Regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut mendapat hukuman bila membuat laporan tentang KTD dan KNC Direktur mendorong tim KPRS melaporkan IKP ketingkat nasional sesuai peraturan per undang-undangan Mendorong kolaborasi antar staf klinsi dengan pimpinan untuk mencari penyeslesaian keselamtan pasien Direktur mengevaluasi budaya ini dengan menggunakan metode supervisi dan mendorong kerja sama dan membangun sturuktur, proses, dan program yang memeberikan jalan perkembangan budaya yang positif.