Uploaded by Pak Tholib

Kecakapan Matematika Algoritmik - Draft 6

advertisement
Merumuskan Kecakapan Matematika untuk Dunia yang Semakin
Algoritmik tetapi Tak Pasti1
Iwan Pranoto
Matematika
Institut Teknologi Bandung
Bandung 40132
Indonesia
[email protected]
Abstrak. Dunia kerja dan kehidupan sama-sama semakin melibatkan sekaligus tergantung
pada algoritma. Semua pekerjaan yang sifatnya rutin, prosedural, dan berulang sedang diambil
alih oleh algoritma. Ini tentunya berita yang baik, karena pekerjaan seperti itu memang
menjemukan manusia dan manusia tak cocok untuk pekerjaan seperti itu. Bukanlah kecakapan
manusia untuk melakukan jenis pekerjaan yang menuntut akurasi tinggi dan konsisten. Jadi
jenis pekerjaan menjemukan itu yang sebetulnya mendasarkan pada kecakapan matematika
rutin dan prosedural sudah harus segera digantikan oleh mesin. Ini membuat dunia ke depan
semakin teralgoritmakan, tetapi pada saat yang sama, perubahan dunia yang amat cepat
membuat masa depan semakin tak pasti. Ke depan, manusia harus semakin terampil
mengerjakan suatu pekerjaan dengan berkolaborasi bersama algoritma dan mesin. Oleh
karenanya, menjadi pertanyaan pendidik matematika, bekal kecakapan matematika seperti apa
yang perlu dibelajarkan bagi pelajar yang akan berkarir di dunia masa depan? Presentasi ini
akan mendiskusikan pertanyaan dan tantangan tersebut.
Kehidupan Teralgoritmakan
Jika hari ini memesan buku, pemesan berurusan dengan algoritma, dan algoritma melayani
dengan baik. Bahkan jika pemesan salah eja judul maupun pengarang buku, algoritma dapat
menunjukkan buku yang dicari. Kecuali itu, algoritma dapat menawarkan buku sejenis atau
terkait yang mungkin dibutuhkan pelanggan. Hal seperti ini kemungkinan sulit dilakukan
manusia. Mungkin hanya dapat dilakukan oleh penjual buku manusia yang luar biasa
pengalaman dan pengetahuannya, yang tentunya sangat langka ditemui. Apalagi jumlah buku
semakin hari semakin melejit jumlahnya. Artinya, dalam pembelian buku, algoritma mampu
melayani manusia, dari mencari buku sampai menerima pembayaran, bahkan
merekomendasikan buku tambahan dengan lebih baik, yang sulit disamai manusia.
Peningkatan luar biasa pelibatan algoritma yang sama terjadi saat memesan hampir semua
macam tiket, dari tiket menonton film sampai tiket kereta api. Di layanan perbankan juga
demikian, ATM telah menggantikan tugas pelayan teller yang sebelumnya dikerjakan manusia.
Hari ini, jumlah teller manusia sudah sedikit, dan bahkan pihak bank juga menganjurkan
pelanggan melakukan transaksinya di mesin ATM.
Perubahan dalam pekerjaan di dunia kerja dan kehidupan dari yang dilakukan manusia ke
algoritma ini tentunya berdasar berbagai alasan sahih. Misalnya, algoritma lebih teliti, akurat,
cepat, hemat, andal, dan terduga dibanding manusia.
Kecuali itu, algoritma piawai bekerja dengan data besar. Misalnya, untuk mencari calon
pendonor organ tubuh, seperti ginjal, di antara penduduk di sebuah negara, tentunya mustahil
dilakukan manusia, karena data yang harus diteliti sangat besar. Pekerjaan ini memang harus
dilakukan algoritma bersama komputer. Pekerjaan untuk menemukan calon pendonor ini
memang tak cocok sekaligus tak mungkin bagi manusia.
1
Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Ke-7 2019, 13 - 14 November 2019, di
Yogyakarta
Pembuatan trailer atau potongan film untuk ditayangkan di bioskop agar orang tertarik
menonton, sekarang juga sudah dikerjakan oleh algoritma. Algoritma dapat menentukan
bagian mana dari film yang berpeluang besar membuat orang tertarik untuk menonton. Ini
dilakukan dengan data, bukan subjektivitas, seperti jika dilakukan manusia. Di sini algoritma
juga dapat mengerjakan tugas membuat trailer film lebih baik daripada manusia.
Hari ini juga sudah mulai banyak mobil atau truk nirawak berlalu-lalang di jalan raya di negara
maju. Dalam tugas ini pun pengendara algoritma bersama sensor penglihatan yang peka, jauh
lebih andal dibanding pengendara manusia dengan penglihatannya. Untuk perjalan dengan
cuaca buruk seperti hujan lebat dengan penglihatan yang terbatas, algoritma dalam swa-kendali
akan jauh lebih aman. Akibatnya, mobil lain juga akan lebih aman di jalan raya. Jadi, bukan
saja algoritma lebih akurat, peka, cepat bereaksi, hemat, andal, dan terduga, tetapi algoritma
dalam swa-kendali juga dapat mengendarai mobil lebih aman ketimbang manusia. Pengendara
manusia sudah dikalahkan dalam tugas menyetir oleh algoritma. Ini tentu sesuatu yang baik
bagi kehidupan manusia.
Dengan mengamati fenomena seperti hari ini, kecenderungan pelibatan algoritma dalam
kehidupan di masa depan sangat mungkin akan terus meluas dan bertambah.
Lalu, apakah begitu luasnya penggunaan algoritma dalam kehidupan yang dampaknya
mengambil alih pekerjaan manusia merupakan sebuah ancaman bagi kemanusiaan? Tidak
sama sekali. Perubahan atau revolusi ini justru sesuatu yang tepat dan menguntungkan bagi
manusia, karena ke depan manusia dapat fokus melakukan jenis kegiatan yang memang
keahliannya, keunikannya, dan kegemarannya. Sementara pekerjaan yang menjemukan dan
perlu akurasi tinggi, sebaiknya memang didelegasikan ke algoritma saja.
Kecakapan Bermatematika
Sebagai catatan, dengan mengikuti pendefinisian competency atau kecakapan oleh OECD,
dalam tulisan ini, istilah kecakapan dimaknai sebagai gabungan empat unsur: pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai. Misalnya, dapat dilihat (OECD, 2019).
Di bagian sebelumnya telah diutarakan begitu luas dan menyeluruhnya pekerjaan yang tadinya
dilakukan oleh manusia, hari ini telah diambil alih oleh algoritma. Menariknya, jika ditelaah
mendalam, jenis pekerjaan yang dapat dan bagus dikerjakan oleh algoritma serta mesin ialah
kelompok pekerjaan yang mendasarkan pada matematika.
Seperti lingkup tugas teller di bank atau penghitung pajak di kantor pajak diketahui sangat sarat
dengan perhitungan matematika yang nyaris sama dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan bahwa
kecakapan bermatematika yang sifatnya rutin, berulang, dan prosedural akan sangat mudah
diadaptasi untuk dikerjakan oleh algoritma. Maka, jenis pekerjaan yang dapat diambil alih oleh
algoritma bukan yang mendasarkan pada matematika secara umum, tetapi yang mendasarkan
pada jenis kecakapan bermatematika yang sifatnya rutin.
Kemudian, jenis pekerjaan yang sudah pasti alternatif atau pilihannya sehingga dapat dikelola
dengan skema if-then-else, juga akan sangat mudah diadaptasi untuk algoritma. Pekerjaan
seperti penjaga gerbang tol contohnya sangat mudah dan sudah semestinya diadaptasi untuk
algoritma.
Kesimpulannya, sudah banyak pekerjaan berdasarkan kecakapan bermatematika di kehidupan
ini yang tak memerlukan manusia lagi. Algoritma gesit mengambil alih pekerjaan macam ini.
Jika diamati lebih dalam, ciri pekerjaan tersebut mendasarkan pada kecakapan bermatematika
rutin.
Maka, pertama, perlu diketahui kecakapan (pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai)
bermatematika seperti apa yang setidaknya sampai satu dekade ke depan akan tetap berpeluang
besar dibutuhkan. Kedua, dengan kehidupan semakin sarat melibatkan algoritma, maka
manusia mutlak perlu memahami algoritma sekaligus terampil berkomunikasi dengan
algoritma. Ini cara manusia berkomunikasi dan berkolaborasi dengan mesin.
Pada sisi pengetahuan atau muatan di matematika, dapat dirujuk di Content Standards atau
standar isi. Jika mengikuti dokumen Principles and Standards (NCTM, 2000), di situ
didaftarkan pengetahuan dalam 5 bidang, yakni Bilangan, Aljabar, Geometri, Pengukuran, dan
Data dan Peluang.
Untuk menyimpan dan mengakses pengetahuan, komputer dan algoritma di mesin pencari
Google sudah mengerjakan dengan sangat baik. Misalnya, untuk cari rumus apa saja di
matematika, Google dapat menemukan dan menampilkannya. Yang mungkin masih belum
mampu dilakukan algoritma dan kecerdasan buatan sampai satu dekade ke depan ialah
memproduksi pengetahuan. Walau, di tahap produksi pengetahuan ini pun, hari ini manusia
membutuhkan algoritma untuk membantunya. Hampir tak mungkin hari ini memproduksi
pengetahuan tanpa dibantu komputer atau algoritma.
Dokumen standar lain perlu dirujuk, namun hampir tak berbeda banyak dalam pengelompokan
pengetahuan. Khususnya, dokumen Common Core State Standards (CCSS, 2010) dalam
matematika dapat melengkapi dokumen Principles and Standards.
Sedang pada sisi skills atau keterampilan dalam bermatematika, dokumen Process Standards
atau standar proses belajar murid yang juga dibuat NCTM mendata serta mengelompokkan
menjadi 5 bidang, yakni Bernalar dan Membuktikan, Berkomunikasi, Menghubungkan,
Menyajikan, Memecahkan masalah.
Gagasan mathematical proficiency yang dirumuskan oleh the National Research Council dan
dilaporkan dalam Adding It Up (National Research Council, 2001) sebagai
“adaptive reasoning, strategic competence, conceptual understanding
(comprehension of mathematical concepts, operations and relations),
procedural fluency (skill in carrying out procedures flexibly, accurately,
efficiently and appropriately), and productive disposition (habitual
inclination to see mathematics as sensible, useful, and worthwhile, coupled
with a belief in diligence and one’s own efficacy).”
Kemudian, proses bermatematika di buku Adding It Up itu dirujuk oleh dokumen standar CCSS
di AS dan mereka menjabarkan proses bermatematika secara sistematis menjadi 8 kelompok:
1. Make sense of problems and persevere in solving them atau memahami masalah dan
gigih menyelesaikannya
2. Reason abstractly and quantitatively atau bernalar secara abstrak dan secara
kuantitatif
3. Construct viable arguments and critique the reasoning of others atau membangun
argumen yang sahih dan mengkaji pernalaran orang lain
4. Model with mathematics atau memodelkan dengan matematika
5. Use appropriate tools strategically atau menggunakan alat/metode/rumus secara
strategis
6. Attend to precision atau menuntut ketepatan
7. Look for and make use of structure atau menggali struktur dan memanfaatkannya
8. Look for and express regularity in repeated reasoning atau menemukan dan
mengungkapkan langkah bernalar yang berulang
Dari proses bermatematika di atas yang khususnya menarik, karena bernuansa masa depan dan
berbeda dibanding standar proses sebelumnya, ialah butir 8 yang secara khusus menyebut
repeated reasoning atau jenis bernalar berulang. Ini tentunya relevan dengan dunia
teralgoritmakan serta kehidupan yang melibatkan komputer yang dibahas dalam tulisan ini,
karena setelah dicari dan dikenali pengulangan proses bernalar yang dilakukan, besar peluang
algoritma untuk mengerjakannya. Bahkan, besar peluang algoritma dapat menuntaskan
pekerjaan itu dengan lebih baik.
Pada sisi sikap, karena zaman ini sarat dengan perubahan yang cepat dan menyeluruh, maka
sikap bergairah belajar hal baru akan menjadi sebuah sikap yang paling dituntut, termasuk
dalam matematika. Kemudian, juga dibutuhkan sikap intellectual humility atau sahaja
berpengetahuan. Tentang ini, lihat (Pranoto, 2019a). Kebersahajaan semacam ini merupakan
sikap hakiki manusia untuk hidup bersama umat manusia lain dalam mengembangkan
peradabannya sejak dahulu. Namun demikian, kebersahajaan ini tak ditujukan pada mahluk
hidup lain, alam, apalagi mesin. Khususnya, manusia kemarin kerap terlalu yakin bahwa mesin
tak akan mampu menggantikan pekerjaan manusia. Nmaun, kecerdasan buatan hari ini sudah
mulai menunjukkan peran superiornya dalam profesi seperti guru atau dokter. Kemampuan
kecerdasan buatan telah dimanfaatkan untuk mendiagnosis kekurangan pengetahuan atau
keterampilan murid. Ini lebih teliti dan sistematis dibandingkan guru manusia. Kemampuan
kecerdasan buatan dalam mendiagnosis penyakit seseorang bisa jadi sudah lebih teliti, akurat,
dan meyakinkan dibanding dokter manusia. Manusia esok harus memiliki sikap bersahaja:
mengakui bahwa mesin dapat menggantikan sebagian tugasnya dengan lebih baik.
Tulisan ini tidak membahas bagian nilai dalam kecakapan. Tentang nilai akan dibahas pada
tulisan lain.
Pemutakhiran Kecakapan Bermatematika
Menanggapi terjadinya perubahan mendasar atas tuntutan serta relevansi kecakapan
bermatematika oleh dunia kerja maupun kehidupan di zaman ini, maka sudah selayaknya
sistem pendidikan (dari Kemendikbud, BSNP, institusi pendidikan, pendidik, dsb) mengupdate atau memutakhirkan kecakapan yang dikembangkan dan dibelajarkan ke para murid
(Pranoto, 2019b). Antara lain, dengan terlibat secara seksama dalam komunikasi global guna
merumuskan kebutuhan ragam kecakapan atau keterampilan untuk masa depan seperti
(Djankov, S. dan Saliola, F., 2018), (Knowles-Cutler, A. dan Lewis, H., 2016), dan (Volini, E.
et al., 2019), penentu kebijakan dapat lebih strategis merancang pemutakhiran kecakapan
melalui sasaran pendidikan nasional.
Pemutakhiran kecakapan ini harus dilakukan secara seksama, karena jika meneruskan
kecakapan yang sudah kedaluwarsa ini, para pemudi-pemuda akan berisiko kesulitan untuk
berfungsi efektif di masa depannya. Kecakapan yang diasah para pelajar, dapat saja sudah tak
dibutuhkan lagi saat mereka lulus. Kecakapan lulusan dapat tak sesuai dengan kebutuhan saat
nanti. Jika ini yang terjadi, negara akan menanggung beban pengangguran yang sangat berat.
Secara khusus, ke depan, pelajar tak boleh lagi mengasah kecakapan bermatematika hanya
yang rutin, prosedural, dan berulang. Ini rentan diambil alih algoritma. Pelajar perlu
mengimbangi dengan mengasah kecakapan bermatematika yang tak rutin, tak prosedural, dan
kompleks. Misalnya, kecakapan memodelkan situasi non-matematika menjadi persamaan,
pertaksamaan, grafik, tabel, atau objek matematika lainnya. Juga kecakapan seperti
menafsirkan solusi matematika ke dalam situasi yang non-matematika.
Dalam menghadapi masalah mencari ukuran kemasan kotak atau rute perjalanan pesawat yang
ekonomis, seseorang pertama harus menerjemahkan masalah itu menjadi model matematika
dahulu. Kecakapan mematematikakan ini justru yang belum dapat dilakukan mesin. Sedang
setelah jadi model matematika, komputer dapat menemukan solusinya secara cepat dan akurat.
Kemudian, yang bersangkutan harus menafsirkan solusi matematika itu ke dalam konteks
aslinya. Bagian ini juga belum dapat dilakukan komputer. Maka, pelajar harus memperhatikan
pengasahan kecakapan mematematikakan dan menafsirkan matematika.
Sebagai ilustrasi, misalnya ada permintaan untuk merancang kemasan berbentuk kotak dengan
penutup untuk mengirim 80 buah gelas plastik. Bentuk kemasan harus didesain sehingga
membutuhkan bahan karton sesedikit mungkin. Contoh beberapa gelas misalnya diberikan.
Gambar 1 Tumpukan gelas plastik
Maka, dalam menghadapi masalah seperti ini, seseorang harus menerjemahkannya menjadi
masalah matematika yang melibatkan geometri, aljabar, dan pengukuran. Harus dirumuskan
persamaan linear 𝑡 = 𝑎 + 𝑏 × 𝑛 yang menghubungkan jumlah tumpukan gelas 𝑛 dengan tinggi
tumpukan gelas 𝑡. Artinya, harus diukur tumpukan gelas itu untuk menemukan parameter 𝑎
dan 𝑏. Ini proses mematematikakan. Kemudian masalah nyata yakni merancang kemasan harus
diterjemahkan menjadi masalah matematika. Dalam ragam berpikir, ini tahapan
decontextualize atau abstraksi.
Kemudian dari situ dapat dihitung ketinggian tumpukan gelas untuk, misalnya,masing-masing
5, 10, 20, 40, dan 80 tumpuk. Maka kemudian dapat dirancang desain kotak kemasannya untuk
masing-masing pilihan, dan lalu dibandingkan tiap-tiap desain tersebut. Selanjutnya, harus
ditafsirkan atau dibumikan solusi matematika tersebut menjadi desain sesungguhnya serta
situasi sebenarnya. Ini kebalikan dari proses abstraksi, yakni contextualize atau meletakkan
solusi matematika tadi ke dalam konteks aslinya.
Dengan mengamati langkah pemecahan masalah di atas, sesungguhnya bagian berhitung dapat
didelegasikan ke komputer. Bukan saja tak perlu dilakukan manusia, tetapi komputer dapat
berhitung lebih cepat, akurat, dan andal. Jadi, manusia harus menyerahkan pekerjaan seperti
ini ke mesin. Namun bagian langkah berpikir lainnya masih sulit dilakukan komputer,
setidaknya sampai satu dekade ke depan. Tentunya kecerdasan buatan di masa depan mungkin
saja dapat menafsirkan solusi matematika, misalnya.
Selain itu, pelajar hari ini perlu mengembangkan keterampilannya berkomunikasi dengan
mesin dan teknologi lain. Jadi, tak cukup kecakapan berkomunikasi antarmanusia lagi.
Berkomunikasi dengan mesin tak sama dengan berkomunikasi dengan manusia. Agar dapat
efektif berkomunikasi dengan mesin, pelajar perlu mengasah keterampilan berkomunikasi
secara pasti, tunggal-makna, dan akurat. Namun, pada saat yang sama, pelajar perlu menyadari
dan membiasakan berkolaborasi dengan mesin dalam menyelesaikan masalah dunia nyata yang
tak pasti, jamak penafsiran makna, dan tak tepat. Jadi ada paradoks di sini: berkomunikasi
secara pasti, tunggal makna, dan tepat untuk menyelesaikan masalah nyata yang tak pasti,
jamak makna, dan tak tepat. Pemahaman atas paradoks ini harus menjadi pijakan dasar para
pendidik sekaligus pelajar di kelas matematika ke depan.
Intinya, di zaman ini pelajar perlu belajar memanfaatkan teknologi dengan tepat dalam
bermatematika. Pendidikan sebelumnya yang selalu menghindarkan teknologi dari pelajar
perlu diubah. Pelajar SD dan tiap manusia hari ini justru, misalnya, perlu tahu kapan
menggunakan kalkulator dan kapan menggunakan kemampuan berhitung mentalnya.
Teknologi bukan untuk dihindari atau dijadikan pesaing oleh manusia, tetapi untuk
dimanfaatkan pada situasi yang tepat, yang memang seharusnya dikerjakan algoritma dan
komputer.
Kesimpulan
Memang umat manusia telah menghadapi rentetan revolusi dalam peradaban, dan manusia
senantiasa berhasil melewatinya dengan selamat. Namun, berbeda dengan revolusi sebelumsebelumnya, perubahan zaman kali ini pesat, drastis, dan dahsyat. Perubahan kali ini
menyeluruh dalam segala lini kehidupan dan mengubah total cara manusia bekerja secara
mendasar.
Dunia kerja ke depan akan semakin meningkatkan penggantian manusia dengan algoritma,
setidaknya pada lingkup jenis pekerjaan yang rutin, berdasar prosedur, terprediksi, dan
berulang. Para pendidik telah banyak menuliskan perlunya matematika di zaman sarat mesin
ini, misalnya (Cowen, 2019). Konsekuensinya, kehidupan ke depan akan semakin tak pasti
atau sulit diperkirakan. Menghadapi keadaan ini, sudah selayaknya dirumuskan ulang sistem
pendidikan secara mendasar pula. Perlu dikaji, dikenali, dan ditetapkan kecakapan
bermatematika mana yang strategis untuk dibelajarkan di zaman ini.
Perubahan zaman ini bukan sesuatu yang buruk bagi peradaban manusia secara umum.
Pemanfaatan algoritma dalam seluruh lini kehidupan justru merupakan sebuah kemajuan bagi
peradaban manusia. Manusia akan semakin paham pekerjaan sekaligus kecakapan yang
memang keunikannya dan kecakapan mana yang memang seharusnya didelegasikan ke
algoritma. Dengan cara ini, manusia dapat fokus mengembangkan kecakapan yang memang
merupakan keunikannya. Manusia dapat lebih fokus pada kegiatan yang dinikmatinya.
Manusia dapat lebih memaknai kehidupannya serta mengembangkan semesta. Manusia akan
menjadi lebih manusiawi.
Daftar Pustaka
CCSS. (2010). Common core state standards for mathematics. Diunduh terakhir 28 Oktober
2019 dari pranala http://www.corestandards.org/Math/
Cowen, J. (2019). April jobs report tells us that kids need math skills for the future. Forbes.
Djankov, S. dan Saliola, F. (2018). Here's how work has changed in the past 100 years. Jointly
published by VoxEU and World Economic Forum.
Knowles-Cutler, A. dan Lewis, H. (2016). Talent for survival: Essential skills for humans
working in the machine age. London: Deloitte.
National Research Council. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics.
Washington, DC: The National Academies Press. https://doi.org/10.17226/9822.
NCTM. (2000) Principles and standards for teaching and learning mathematics. National
Council of Teachers of Mathematics.
OECD. (2019). Future of education and skills 2030. Conceptual learning framework.
Concept note: Attitudes and values for 2030. Diunduh terakhir 28 Oktober 2019 dari pranala
http://www.oecd.org/education/2030-project/teaching-and-learning/learning/attitudes-andvalues/Attitudes_and_Values_for_2030_concept_note.pdf
Pranoto, I. (2019a). Sahaja berpengetahuan di Kasmaran berilmu pengetahuan. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas. Halaman 103 - 108.
Pranoto, I. (2019b). Pemutakhiran manusia. Pracetak
Volini, E. et al. (2019). Leading the social enterprise: Reinvent with a human focus. 2019
Deloitte Global Human Capital Trends. London: Deloitte.
Download