Uploaded by User35682

menggapai keenangan jiwa

advertisement
Menggapai ketenangan hati
Penyusun
Lulu Maknunah
Tasawuf Psikoterapi
Assalamu’alaikum Wr. Wb
ُ ‫اّلِلَ َم ْن‬
َّ
َّ ‫س َياَئ َا َ أ َ ْم َما َلنَا َم ْن َه ْد َد‬
َّ ‫إن ْال َح ْمدَ َ َّّلِلَ نَحْ َمدُهُ َونَ ْست َ َع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغ َف ْرهُ َو َنعُ ْوذُ َب‬
‫ض َِ ْل‬
ْ ُ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن ه‬
َ ‫َّللاُ فَالَ ُم‬
َ ‫ش ُر ْو َر أ َ ْنفُ َسنَا َو َم ْن‬
َِ‫ار ْك َم‬
َّ ‫ أ َ ْشدد ُ أ َ ْن الَ إَلَهَ َإال‬.ُ‫فَ َال هَا َد َ لَه‬
ُ ‫َّللاُ َوحْ دَهُ الَ ش ََرهْكَ لَهُ َو أ َ ْش َدد ُ أَ َّن ُم َح َّمدًا َم ْبدُهُ َو َر‬
َ ‫ص َل َو‬
َ ‫ ال َِّ ُد َّم‬.ُ‫ي َب ْعدَه‬
َ ‫س َِ ْم َو َب‬
َّ ‫س ْولُهُ الَ نَ َب‬
َّ ‫ص ْي َُ ْم َونَ ْف َس ْي بَتَ ْل َو‬
َّ َ‫ أ َ َّما بَ ْعد ُ فَيَا َمبَاد‬.ُ‫ص َحابَ َه َو َم ْن َو َه‬
َّ ‫س ْو َل‬
‫َّللاَ لَعََِّ َُ ْم ُ ُ ْر َح ُم ْون‬
ُ ‫َر‬
ْ َ ‫َّللاَ َو َمَِ ا َ َل َه َوأ‬
َ ُ ‫َّللاَ أ‬
Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah swt, di pagi yang cerah ini kita bersyukur masih
diberi kesempatan untuk menghirup udara segar di pagi hari. Insya allah pada tausiyah hari kali
ini saya akan membahas tema “menggapai ketenangan hati”
 Muqaddimah
dalam kehidupan sehri-hari setiap insan mengalami peristiwa yang berbeda-beda.
terkadang peristiwa itu menimbulkan rasa bahagia, sedih, resah, dan marah. rasa ini sering kali
kita kaitkan dengan hati atau qolbu.
Apa itu hati ? Dalam bahasa Arab, hati adalah qolbu. Qolbu memiliki dua makna.
Pertama, inti dan kemulian sesuatu. Manusia dikatakan memiliki qolbu karena di dalam diri
manusia ada sesuatu yang paling initi dan mulia. Kedua, sesuatu yang bolak-balik dari satu arah
ke arah yang lain. Tidak dinamakan qolbu kecuali karena ia sering bolak-balik (taqallub).
Kata qolbu banyak disebut didalam Al-Qur’an dan hadis. Namun apakah yang dimaksud
qolbu itu adalah qolbu yang ada di dada (jantung) atau akal di otak ?. Para ulama berbeda
pendapat dalam hal ini.
Dr. Muhammad Musa Al-Shareef berpendapat, yang disebut qolbu dalam Al-Qur’an dan
hadis bukan jantung yang di dada, bukan pula akal yang di dalam otak. Qolbu ini adalah unsur
yang tidak terindra, bersifat spiritual dan memiliki hubungan yang erat antara jantung,otak,
sistem indra dan sistem syaraf manusia. Sekalipun hubungannya sangat erat, namun bentuknya
belum diketahui pasti. Pendapat ini merupakan jalan tengah antara apa yang tertera di dalam ayat
dan hadis. Untuk mengetahui hal ini mari kita lihat ayat dan hadis tersebut.
1. Ayat dan hadis yang menunjukan bahwa hati terletak di jantung :
a. Diriwayatkan dari Anas ibn Malik bahwa saat masih kanak-kanak,
Rasulullah pernah didatangi Jibril. Saat itu beliau tengah bermain dengan
teman-temannya.
Kemudian
Jibril
menarik
Rasulullah,
menelentangkannya, lalu membelah dadanya. Setelah itu Jibril mengambil
hati beliau. Dari dalam hati tersebut, Jibril mengeluarkan ‘alqalah (sesuatu
yang menempel atau berhubungan). Jibril lantas berkata ,“ ini adalah unsur
setan yang ada di dalam dirimu,”. Kemudian Jibril mencuci hati dalam
bejana emas dengan air zamzam. Ia kembali mengembalikan hati itu ke
tempatnya semula.”Aku pernah melihat bekas jahitan di dada beliau.
Ucapan anas ini menunjukan bahwa yang dimaksud dengan hati itu adalah
jantung.
b. Allah berfirman, Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi
yang
buta
adalah
hati
yang
ada
di
dalam
dada.
Firman Allah, yang ada di dalam dada, menjadi penegas bahwa makna
hati yang dimaksud ayat ini bukan majazi tetapi jantung.
c.
Rasulullah bersabda, “ Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh ada
segumpal daging. Bila ia baik maka baiklah seluruh tubuh. Namun bila ia
buruk maka buruklah seluruh tubuh. Ingatlah, segumpal daging itu adalah
hati ! Sabda Nabi “segumpal daging” menegaskan bahwa hati yang
dimaksud adalah qolbu yang terindra bukan qolbu dalam pengertian
majazi Sementara Rasulullah tidak mungkin bicara atas dasar hawa nafsu.
Apa yang disampaikannya adalah wahyu dari tuhan.
Ibn Hajar berkata,” Hadis ini menjadi dalil bahwa akal ada di dalam jantung.
Allah berfirman, Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati
yang dengan itu mereka dapat memahami? Allah tidak mengatakan, mempunyai akal yang
denganitu mereka dapat memahami. Padahal kata “akal” lebih tepat digunakan dalam konteks
ayat tersebut. Isyarat Rasulullah yang menunjuk ke dada ketika beliau menjelaskan dimana letak
takwa. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah bersabda”… dan janganlah kalian
saling mendengki! Takwa itu ada di sini ( beliau menunjukan ke dadanya tiga kali.
Itulah dalil-dalil yang menunjukan bahwa yang dimaksud dengan hati adalah jantung dan
jantung itu memiliki hubungan yang tidak terlihat dengan kehendak dan perbuatan manusia.
Sumber Ketenangan dan Penghilang Kesusahan yang Hakiki
Setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala wajib meyakini bahwa sumber
ketenangan jiwa dan ketentraman hati yang hakiki adalah dengan berzikir kepada kepada
Allah Ta’ala, membaca al-Qur’an, berdoa kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya
yang maha Indah, dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
ْ ُ َ ‫َّللا‬
ْ ُ‫}الَّذَهنَ آ َمنُوا َو‬
َّ ‫َّللاَ أَال بَ َذ ْك َر‬
َّ ‫َط َماَئَ ُّن قُُِوبُ ُد ْم بَ َذ ْك َر‬
{ ُ‫َط َماَئَ ُّن ْاللُُِوب‬
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat)
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS ar-Ra’du:28).
Maksudnya adalah bahwa dengan berzikir kepada Allah Ta’ala segala kegalauan dan
kegundahan dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan
kesenangan. Bahkan tidak ada sesuatupun yang lebih besar mendatangkan ketentraman
dan kebahagiaan bagi hati manusia melebihi berzikir kepada Allah Ta’ala.
Salah seorang ulama salaf berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia,
mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan
kenikmatan yang paling besar di dunia ini”. Maka ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan
yang paling besar di dunia ini?” Ulama ini menjawab, “Cinta kepada Allah, merasa tenang
ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia
ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”.
Inilah makna ucapan yang masyhur dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – semoga
Allah Ta’ala merahmatinya – , “Sesungguhnya di dunia ini ada jannnah (surga), barangsiapa
yang belum masuk ke dalam surga di dunia ini maka dia tidak akan masuk ke dalam surga di
akhirat nanti”.
Makna “surga di dunia” dalam ucapan beliau ini adalah kecintaan (yang utuh) dan
ma’rifah (pengetahuan yang sempurna) kepada Allah Ta’ala (dengan memahami nama-nama
dan sifat-sifat-Nya dengan cara baik dan benar) serta selalu berzikir kepada-Nya, yang
dibarengi dengan perasaan tenang dan damai (ketika mendekatkan diri) kepada-Nya, serta
selalu mentauhidkan (mengesakan)-Nya dalam kecintaan, rasa takut, berharap, bertawakkal
(berserah
diri)
dan
bermuamalah,
dengan
menjadikan
(kecintaan
dan
keridhaan)
Allah Ta’ala satu-satunya yang mengisi dan menguasai pikiran, tekad dan kehendak seorang
hamba.
Inilah
kenikmatan
di
dunia
yang
tiada
bandingannya
yang
sekaligus
merupakan qurratul ‘ain (penyejuk dan penyenang hati) bagi orang-orang yang mencintai dan
mengenal Allah I.
Demikian pula jalan keluar dan penyelesaian terbaik dari semua masalah yang dihadapi
seorang manusia adalah dengan bertakwa kepada Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firmanNya,
ُ ‫ َوهَ ْر ُز ْقهُ َم ْن َحي‬.ً‫َّللاَ هَجْ عَ ْل لَه ُ َم ْخ َرجا‬
َّ ‫ق‬
{ ُ‫ْث ال هَ ْحتَسَب‬
َ َّ ‫}و َم ْن هَت‬
َ
”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan
keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak
disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3).
Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan menegakkan
semua amal ibadah, serta menjauhi semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh
Allah Ta’ala.
Dalam ayat berikutnya Allah berfirman,
َّ ‫ق‬
{ً ‫َّللاَ هَ ْجعَ ْل لَه ُ َم ْن أ َ ْم َر َه هُسْرا‬
َ َّ ‫}و َم ْن هَت‬
َ
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan
dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).
Artinya: Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan
baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya)[9].
Adapun semua bentuk zikir, wirid maupun shalawat yang tidak bersumber dari
petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun banyak tersebar di masyarakat
muslim, maka semua itu adalah amalan buruk dan tidak mungkin akan mendatangkan
ketenangan yang hakiki bagi hati dan jiwa manusia, apalagi menjadi sumber penghilang
kesusahan mereka. Karena semua perbuatan tersebut termasuk bid’ah[10] yang jelas-jelas telah
diperingatkan keburukannya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan
adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat, dan semua yang sesat (tempatnya) dalam
neraka”.
Hanya amalan ibadah yang bersumber dari petunjuk al-Qur’an dan hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa membersihkan hati dan mensucikan jiwa
manusia dari noda dosa dan maksiat yang mengotorinya, yang dengan itulah hati dan jiwa
manusia akan merasakan ketenangan dan ketentraman.
Allah Ta’ala berfirman,
َ ‫م َِ ْال ُمؤْ َمنَينَ َإذْ بَ َع‬
َّ ‫لَلَدْ َم َّن‬
{ ‫َاب َو ْال َح َْ َمََ َوإَ ْن كَانُوا َم ْن‬
ُ ‫ث فَي َد ْم َر‬
َ ‫مَِ ْي َد ْم آ َهاَُ َه َوهُزَ َكي َد ْم َوهُعَ َِ ُم ُد ُم ْال ََت‬
َ ‫سوالً َم ْن أ َ ْنفُ َس َد ْم هَتُِْو‬
َ ُ ‫َّللا‬
‫ين‬
َ ‫}قَ ْب ُل لَ َفي‬
ٍ َ‫ضال ٍل ُمب‬
“Sungguh Allah telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Al Kitab (Al Qur-an) dan Al Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Rasul) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali
‘Imraan:164).
Makna firman-Nya “mensucikan (jiwa) mereka” adalah membersihkan mereka dari keburukan
akhlak, kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari
kegelapan-kegelapan menuju cahaya (hidayah Allah )
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
َ ‫اس قَدْ َجا َءُْ َُ ْم َم ْو َم‬
{ َ‫ُور َوهُد ًى َو َر ْح َمٌَ َل ِْ ُمؤْ َمنَين‬
ُّ ‫ظَ ٌ َم ْن َربَ َُ ْم َو َشفَا ٌء َل َما َفي ال‬
ُ َّ‫}هَا أَهُّ َدا الن‬
َ ‫صد‬
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu (al-Qur’an) dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman” (QS Yuunus:57).
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perumpaan petunjuk
dari Allah Ta’ala yang beliau bawa seperti hujan baik yang Allah Ta’ala turunkan dari langit,
karena hujan yang turun akan menghidupkan dan menyegarkan tanah yang kering,
sebagaimana petunjuk Allah Ta’ala akan menghidupkan dan menentramkan hati manusia.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan
ilmu yang Allah wahyukan kepadaku adalah seperti air hujan (yang baik) yang Allah turunkan
ke bumi…“
Ketenangan Batin yang Palsu
Kalau ada yang berkata, Realitanya di lapangan banyak kita dapati orang-orang yang
mengaku merasakan ketenangan dan ketentraman batin ? setelah mengamalkan zikir-zikir,
wirid-wirid dan shalawat-shalawat bid’ah lainnya.
Jawabannya: Kenyataan tersebut di atas tidak semua bisa diingkari, meskipun tidak
semua juga bisa dibenarkan, karena tidak sedikit kebohongan yang dilakukan oleh para
penggemar zikir-zikir/wirid-wirid tersebut untuk melariskan dagangan mereka.
Kalaupun pada kenyataannya ada yang benar-benar merasakan hal tersebut di atas,
maka dapat dipastikan bahwa itu adalah ketenangan batin yang palsu dan semu, karena berasal
dari tipu daya setan dan tidak bersumber dari petunjuk Allah . Bahkan ini termasuk perangkap
setan dengan menghiasi amalan buruk agar telihat indah di mata manusia.
Allah Ta’ala berfirman,
َّ ‫سنًا فَإ َ َّن‬
{‫ُض ُّل َم ْن هَشَا ُء َوهَ ْد َد َم ْن هَشَا ُء‬
ُ ُ ‫}أَفَ َم ْن ُزهَنَ لَه‬
َ ‫سو ُء‬
َ ‫َّللاَ ه‬
َ ‫م َم َِ َه فَ َرآه ُ َح‬
“Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk (oleh setan) lalu ia menganggap
perbuatannya itu baik, (sama dengan dengan orang yang tidak diperdaya setan?), maka
sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
siapa yang dikehendaki-Nya” (QS Faathir:8).
Artinya: setan menghiasi perbuatan mereka yang buruk dan rusak, serta mengesankannya baik
dalam pandangan mata mereka.
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
ُ ‫ف ْاللَ ْو َل‬
{‫ورا‬
َ ‫مد ًُّوا‬
ُ ‫ُوحي بَ ْع‬
َ ‫شيَا َطينَ اإل ْن َس َو ْال َج َن ه‬
ٍ ‫ض ُد ْم إَلَ بَ ْع‬
ً ‫غ ُر‬
َ ٍ ‫} َو َكذَلَكَ َجعَ ِْنَا َل َُ َل نَبَي‬
َ ‫ض ُز ْخ ُر‬
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari
kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan
perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An’aam:112).
Artinya: para setan menghiasi amalan-amalan buruk bagi manusia untuk menipu dan
memperdaya mereka.
Demikianlah gambaran ketenangan batin palsu yang dirasakan oleh orang-orang yang
mengamalkan zikir-zikir/wirid-wirid , yang pada hakekatnya bukan ketenangan batin, tapi
merupakan tipu daya setan untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah Ta’ala, dengan
mengesankan pada mereka bahwa perbuatan-perbuatan tersebut baik dan mendatangkan
ketentraman batin.
Bahkan sebagian mereka mengaku merasakan kekhusyuan hati yang mendalam ketika
membaca zikir-zikir/wirid-wirid tersebut melebihi apa yang mereka rasakan ketika membaca
dan mengamalkan zikir-zikir/wirid-wirid yang bersumber dari wahyu Allah Ta’ala.
Padahal semua ini justru merupakan bukti nyata kuatnya kedudukan dan tipu daya setan
bersarang dalam diri mereka. Karena bagaimana mungkin setan akan membiarkan manusia
merasakan ketenangan iman dan tidak membisikkan was-was dalam hatinya?
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah membuat perumpaan hal ini dengan seorang pencuri
yang ingin mengambil harta orang. Manakah yang akan selalu diintai dan didatangi oleh
pencuri tersebut: rumah yang berisi harta dan perhiasan yang melimpah atau rumah yang
kosong melompong bahkan telah rusak?
Jawabnya: jelas rumah pertama yang akan ditujunya, karena rumah itulah yang bisa
dicuri harta bendanya. Adapun rumah yang pertama, maka akan “aman” dari gangguannya
karena tidak ada hartanya, bahkan mungkin rumah tersebut merupakan lokasi yang strategis
untuk dijadikan tempat tinggal dan sarangnya.
Demikinlah keadaan hati manusia, hati yang dipenuhi tauhid dan keimanan yang kokoh
kepada Allah Ta’ala, karena selalu mengamalkan petunjuk-Nya, akan selalu diintai dan digoda
setan untuk dicuri keimanannya, sebagaimana rumah yang berisi harta akan selalu diintai dan
didatangi pencuri.
Oleh karena itu, dalam sebuah hadits shahih, ketika salah seorang sahabat bertanya
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
membisikkan (dalam) diriku dengan sesuatu (yang buruk dari godaan setan), yang sungguh jika
aku jatuh dari langit (ke bumi) lebih aku sukai dari pada mengucapkan/melakukan keburukan
tersebut. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah maha besar, Allah maha
besar, Allah maha besar, segala puji bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan menjadi
was-was (bisikan dalam jiwa)”.
Dalam riwayat lain yang semakna, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Itulah (tanda) kemurnian iman”.
Dalam memahami hadits yang mulia ini ada dua pendapat dari para ulama:
 Penolakan dan kebencian orang tersebut terhadap keburukan yang dibisikkan oleh setan
itulah tanda kemurnian iman dalam hatinya

Adanya godaan dan bisikkan setan dalam jiwa manusia itulah tanda kemurnian iman,
karena setan ingin merusak iman orang tersebut dengan godaannya.
Adapun hati yang rusak dan kosong dari keimanan karena jauh dari petunjuk
Allah Ta’ala, maka hati yang gelap ini terkesan “tenang” dan “aman” dari godaan setan,
karena hati ini telah dikuasai oleh setan, dan tidak mungkin “pencuri akan mengganggu dan
merampok di sarangnya sendiri”.
Inilah makna ucapan sahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
ketika ada yang mengatakan kepada beliau, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi menyangka
bahwa mereka tidak diganggu bisikan-bisikan (setan) dalam shalat mereka”. Abdullah bin
‘Abbas menjawab, “Apa yang dapat dikerjakan oleh setan pada hati yang telah hancur
berantakan?”.
Kesimpulam
semoga menjadi motivasi bagi kaum muslimin untuk meyakini indahnya memahami
dan mengamalkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang hanya
dengan itulah seorang hamba bisa meraih kebahagiaan dan ketenangan jiwa yang hakiki dalam
kehidupannya. Allah Ta’ala berfirman,
{‫ما ُك ْم َل َما هُ ْحيَي َُ ْم‬
ُ ‫ِر‬
َّ ‫}هَا أَهُّ َدا الَّذَهنَ آ َمنُوا ا ْست ََجيبُوا َ َّّلِل َ َو َل‬
َ َ‫سو َل إَذَا د‬
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak
kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu” (QS al-Anfaal:24).
Imam Ibnul Qayyim – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – berkata, “(Ayat ini
menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat (indah) hanyalah didapatkan dengan
memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang
tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang
bahagia dan indah)…Maka kehidupan baik (bahagia) yang hakiki adalah kehidupan seorang
yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin”.
Sebagai penutup, akan saya akan kutip nasehat Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
yang berbunyi,
“Wahai saudarakau sesama muslim, waspada dan hindarilah (semua) bentuk zikir dan wirid
yang akan menjerumuskanmu ke dalam jurang syirik (menyekutukan Allah Ta’ala).
Berkomitmenlah dengan zikir (wirid) yang bersumber dari (petunjuk) Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, yang berbicara bukan dengan landasan hawa nafsu, (melainkan dari wahyu
Allah Ta’ala). Dengan mengikuti (petunjuk) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, (kita akan
meraih) hidayah Allah Ta’ala dan keselamatan (di dunia dan akhirat). (Sebaliknya) dengan
menyelisihi (petunjuk) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjadikan amal perbuatan kita
tertolak (tidak diterima oleh Allah Ta’ala). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan (dalam agama Islam) yang tidak sesuai dengan
petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak” (HSR Muslim)
Sebelum tausiyah ini di akhiri mari kita berdoa untuk saudara-saudara kita yang tengah
berjuang untuk kesehatannya di rumah sakit ini.
َّ ‫س َوا ْش َفهُ وأ َ ْنتَ ال‬
‫سلَ ًما‬
َ َّ‫الَِّ ُد َّم َربَّ الن‬
َ ‫اس أَذْ َه‬
َ ‫شافَي الَ َشفَآ َء َإالَّ َشفَاؤُ كَ َشفَا ًء الَ هُغَاد َُر‬
َ ْ ‫ب ْالبَأ‬
Sekian tausiyah kali ini terimakasih atas perhatiannya billahi taufik wal hidayah
wassalamu’alaikum wr. Wb.
Download