Uploaded by Fiat Modjo

RINGKASAN BUKU TEORI PEMBANGUNAN DUNIA K

advertisement
REVIEW BUKU
TEORI PEMBANGUNAN DUNIA KETIGA
(Karya : ARIEF BUDIMAN, 1996, PT. Gramedia, Jakarta)
Oleh
Muhammad Said
Buku Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Karya
Arief Budiman (1996) seperti dalam pengantarnya
membahas beberapa teori pembangunan untuk
Dunia Ketiga. Istilah dunia Ketiga lebih diartikan
sebagai Negara-negara yang secara ekonomi masih
miskin,
atau
Negara-negara
yang
sedang
berkembang, tanpa melihat ideologinya. Kemudian
yang dimaksud dengan teori-teori pembangunan
Dunia Ketiga adalah teori-teori pembangunan yang
berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi
oleh Negara-negara miskin atau Negara-negara
yang sedang berkembang dalam sebuah dunia yang
didominasi
oleh
kekuatan
ekonomi,
ilmu
pengetahuan dan militer Negara-negara adikuasa
atau Negara-negara industri maju.
Ada tiga kelompok teori yang dibahas. Pertama,
Kelompok Teori Modernisasi yang terutama
menekankan factor manusia dan nilai-nilai
budayanya sebagai pokok persoalan dalam
pembangunan.
Kedua,
Kelompok
Teori
Ketergantungan. Teori ini merupakan reaksi
terhadap teori modernisasi, yang dianggap tidak
mencukupi dan menyesatkan. Teori ketergantungan
mula-mula tumbuh di kalangan para ahli ilmu sosial
di Amerika Latin. Pengaruhnya kemudian meluas ke
Amerika Serikat dan Eropa, dan akhirnya Asia. Teori
ini dipengaruhi oleh metoda analisis Marxis ini,
meskipun membantah beberapa tesis dasar
Marxisme, menjadi bahan pembicaraan yang paling
hangat pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an.
Ketiga, Kelompok teori-teori yang merupakan reaksi
terhadap teori ketergantungan. Teori-teori ini belum
memiliki nama sendiri sebagai satu kelompok,
karena itu sering disebut sebagai teori pasca
ketergantungan. Di dalamnya terdapat Teori system
dunia, teori artikulasi, dan sebagainya.
Pada Bab I Arief Budiman menjelaskan
pengertian pembangunan, bagaimana mengukur
pembangunan, beberapa cabang illmu ekonomi
sebagai
titik
tumpu
pembangunan
dan
pembangunan dilihat dari faktor manusianya.
Pembangunan mula-mula dipakai dalam arti
pertumbuhan ekonomi. Sebuah masyarakat dinilai
berhasil
melaksanakan
pembangunan
bila
pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup
tinggi. Ada beberapa cara mengukur pembangunan,
diantaranya :
1.
Kekayaan Rata-rata
Dengan demikian,
yang diukur adalah
produktivitas masyarakat atau produktivitas Negara
tersebut setiap tahunnya. Dalam bahasa teknis
ekonominya, produktivitas ini diukur oleh Produk
Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product,
GNP) dan Produk Domestik Bruto (PDB atau Gross
Domestic Product, GDP),
Karena PNB atau PDB mengukur hasil
keseluruhan dari sebuah Negara, padahal besar
Politika dan Pembangunan Vol. 7 No. 01 Januari – Juni 2011
Negara (dalam arti jumlah penduduknya) berlainan,
untuk bisa membandingkan dipakai ukuran
PNB/kapita atau PDB/kapita. Dengan itu dapat
dilihat berapa produksi rata-rata setiap orang dari
Negara yang bersangkutan.
2.
Pemerataan
Selain kekayaan rata-rata, untuk mengukur
pembangunan digunakan pula aspek pemerataan,
bukan lagi hanya PNB/kapita saja. Pemerataan ini
secara sederhana diukur dengan melihat berapa
prosen dari PNB diraih oleh 40 % penduduk
termiskin, berapa prosen oleh 40% penduduk
golongan menengah, dan berapa prosen oleh 20 %
penduduk terkaya. Kalau terjadi ketimpangan yang
luar biasa, misalnya 20 % penduduk terkaya meraih
lebih dari 50% PNB, sedangkan sisanya dibagi di
antara 80% penduduknya , ketimpangan antara
orang-orang kaya dan miskin dianggap besar.
3.
Kualitas Kehidupan
Salah satu cara lain untuk mengukur
kesejahteraan penduduk sebuah Negara adalah
dengan menggunakan tolok ukur PQLI (Physical
Quality of Life Index). Tolok ukur PQLI ini
diperkenalkan oleh Moris yang mengukur tiga
indicator, yakni (1) rata-rata harapan hidup sesudah
umur satu tahun (2) rata-rata jumlah kematian bayi,
dan (3) rata-rata prosentasi buta dan melek huruf.
4.
Kerusakan Lingkungan
Dalam criteria keberhasilan pembangunan yang
paling baru, dimasukkan juga faktor kerusakan
lingkungan sebagai faktor yang menentukan. Apa
gunanya sebuah pembangunan yang pada saat ini
memang
tinggi
produktivitasnya,
merata
pembagiannya, tetapi tidak dapat mempertahankan
kelestarian lingkungannya.
5.
Keadilan sosial dan kesinambungan
Sebenarnya, faktor keadilan sosial dan faktor
lingkungan saling berkaitan erat. Keadilan sosial,
bukannlah faktor yang dimasukkan atas dasar
pertimbangan moral, yaitu demi keadilan saja. Tetapi
faktor
ini
berkaitan
dengan
kelestarian
pembangunan juga. Bila terjadi kesenjangan yang
terlalu mencolok antara orang-orang kaya dan
miskin, masyarakat yang bersangkutan menjadi
rawan secara politis. Orang-oran miskin itu
cenderung untuk menolak status quo yang ada.
Yang terakhir bahwa kalau kita renungkan,
pembangunan sebenarnya meliputi dua unsur pokok
. Pertama, masalah materi yang mau dihasilkan dan
dibagi. Kedua, masalah manusia yang menjadi
pengambil
inisiatif,
yang menjadi
manusia
pembangunan. Bagaimanapun juga, pembangunan
pada akhirnya harus ditujukan pada pembangunan
manusia.
52
Pada Bab II, Budiman (1996) secara khusus
membedah teori modernisasi : pembangunan
sebagai masalah internal, yang meliputi teori-teori :
Pembagian Kerja Secara Internasional
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa
setiap Negara harus melakukan spesialisasi
produksi sesuai dengan keuntungan komparatif yang
dimilikinya. Negara-negara di katulistiwa yang
tanahnya subur, misalnya, lebih baik melakukan
spesialisasi
di
bidang
produksi
pertanian.
Sedangkan Negara-negara di bagian bumi sebelah
utara yang iklimnya tidak cocok untuk usaha
pertanian, sebaiknya melakukan kegiatan produksi di
bidang industri. Mereka harus mengembangkan
teknologi, untuk menciptakan keunggulan komparatif
bagi negerinya.
Karena adanya spesialisasi ini, terjadilah
perdagangan internasional. Perdagangan ini saling
menguntungkan kedua belah pihak. Negara-nega
pertanian dapat membeli barang-barang industri
secara lebih murah (daripada memproduksinya
sendiri), dan Negara-negara industri dapat membeli
hasil-hasil
pertanian
secara
lebih
murah
(dibandingkan kalau memproduksinya sendiri).
Selanjutnya, teori Pembagian Kerja Internasional ini
juga menyatakan bahwa perdagangan internasional
akan menguntungkan semua pihak. Harga barang
akan turun dan mencapai titik terendah bila terjadi
perdagangan bebas.
b.
Max Weber : Etika Protestan
Salah satu topic penting bagi masalah
pembangunan yang dibahas oleh Max Weber
adalah tentang peran agama sebagai faktor
yang menyebabkan munculnya kapitalisme di
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pembahasan
ini diterbitkan dalam dua buah esei pada tahun
1904 dan 1905, yang kemudian diterbitkan
menjadi sebuah buku dengan judul The
Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism.
Dalam bukunya Weber menjawab pertanyaan
mengapa beberapa Negara di Eropa dan
Amerika Serikat mengalami kemajuan ekonomi
yang pesat di bawah system kapitalisme.
Setelah melakukan analisis, Weber mencapai
kesimpulan bahwa salah satu penyebab
utamanya adalah apa yang disebutnya sebagai
Etika Protestan.
c.
David McClelland : Dorongan Berprestasi
atau N’ach
David McClelland adalah seorang ahli psikologi
sosial. Dia menjadi tertarik pada masalah
pembangunan karena adanya kemiskinan dan
keterbelakangan pada banyak masyarakat di
dunia ini. McClelland mengambil kesimpulan
bahwa untuk membuat sebuah pekerjaan
berhasil, yang paling penting adalah sikap
terhadap
pekerjaan
tersebut.
Persoalan
terpenting menjadi: apakah seseorang memiliki
semangat baru yang sempurna dalam
menghadapi pekerjaannya ? Apakah dia
memiliki keinginan untuk berhasil?
Dari sini, McClelland tiba pada konsepnya yang
terkenal, yakni the need of Achievement,
kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi.
Konsep ini disingkat dengan sebuah symbol
yang kemudian menjadi sangat terkenal , yakni
N-Ach. Dalam sebuah masyarakat ada banyak
orang yang memiliki N-Ach yang tinggi, dapat
diharapkan
masyarakat
tersebut
akan
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi.
d.
W.W. Rostow : Lima Tahap Pembangunan W.
W. Rostow, seorang ekonom Amerika Serikat,
menjadi Bapak teori Pembangunan dan
Pertumbuhan. Dalam tulisan yang berjudul The
Stages of Economic Growth : A Non-Communist
Manifesto, Rostow melihat perubahan sosial,
yang disebut sebagai pembangunan, sebagai
proses evolusi perjalanan dari tradisional ke
modern. Pikiran teori pertumbuhan ini dijelaskan
secara rinci oleh Rostow (1960) yang sangat
terkenal
yakni
the
five-stage
scheme.
Asumsinya adalah bahwa semua masyarakat
termasuk masyarakat Barat pernah mengalami
“tradisional” dan akhirnya menjadi “modern”.
Rostow membagi proses pembangunan ini
menjadi
lima
tahap,
yaitu
Masyarakat
tradisional, Prakondisi untuk lepas landas,
Lepas Landas, Bergerak ke kedewasaan dan
Jaman Konsumsi Massal yang tinggi.
e.
Bert F. Hoselitz : Faktor-faktor Non ekonomi
Hozelitz membahas faktor-faktor non ekonomi
yang “ditinggalkan” oleh Rostow, dalam
1.
2.
Teori Modernisasi
Setelah beberapa tahun teori Pembagian Kerja
Internasional ini berlangsung, tampak bahwa
Negara-negara industri menjadi semakin kaya
sedangkan Negara-negara pertanian semakin
tertinggal. Oleh karena itu, timbul pertanyaan, apa
yang menjadi penyebabnya ? Terhadap kenyataan
ini, secara umum terdapat dua kelompok teori.
Pertama, teori-teori yang menjelaskan bahwa
kemiskinan ini terutama disebabkan oleh faktorfaktor internal atau faktor-faktor yang terdapat di
dalam negeri-negeri yang bersangkutan. Teori
kelompok ini dikenal dengan nama Teori
Modernisasi. Kedua, teori-teori yang lebih banyak
mempersoalkan faktor-faktor eksternal sebagai
penyebab terjadinya kemiskinan di Negara-negara
tertentu. Kemiskinan dilihat terutama sebagai akibat
dari bekerjanya kekuatan-kekuatan luar yang
menyebabkan Negara yang bersangkutan gagal
melakukan pembangunan. Teori kelompok ini, yang
masuk ke dalam kelompok Teori Struktural.
a. Teori Harrord – Domar : Tabungan dan
Investasi
Evsey Domar dan Roy Harrod, menyimpulkan
bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh
tingginya tabungan dan investasi. Kalau
tabungan dan investasi rendah, pertumbuhan
ekonomi masyarakat atau Negara tersebut juga
akan rendah. Karena itu, berdasarkan pada
model ini, resep para ahli ekonomi
pembangunan di Negara-negara dunia ketiga
untuk
memecahkan
persoalan
keterbelakangannya adalah dengan mencari
tambahan modal, baik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri.
Politika dan Pembangunan Vol. 7 No. 01 Januari – Juni 2011
53
karyanya yang terkenal yang diberi judul
“Economic Growth and Development :
Noneconomic
Factors
in
Economic
Development”. Faktor non ekonomi ini disebut
oleh Hozelitz sebagai faktor kondisi lingkungan,
yang
dianggap
penting
dalam
proses
pembangunan.
f.
Alex Inkeles dan David H. Smith : Manusia
Modern
Alex Inkeles dan David H. Smith pada
dasarnya juga berbicara tentang pentingnya
faktor manusia sebagai komponen penting
penopang pembangunan. Pembangunan bukan
sekadar perkara pemasokan modal dan
teknologi saja. Tetapi dibutuhkan manusia yang
dapat
mengembangkan
sarana
material
tersebut supaya menjadi produktif. Untuk itu,
dibutuhkan apa yang disebut oleh Inkeles
sebagai manusia modern.
Kedua tokoh ini memberikan cirri-ciri manusia
modern yang dimaksud, yang antara lain
meliputi hal-hal seperti : keterbukaan terhadap
pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa
sekarang dan masa depan, punya kesanggupan
merencanakan, percaya bahwa manusia bisa
menguasai alam dan bukan sebaliknya.
Pada Bab III, dibahas teori-teori yang masuk
dalam kelompok teori Struktural. Teori ini menolak
jawaban yang diberikan teori Modernisasi. Teori
Struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang
terdapat di Negara-negara Dunia Ketiga yang
mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah
akibat dari struktur perekonomian dunia yang
bersifat eksploitatif, di mana yang kuat melakukan
eksploitasi terhadap yang lemah. Maka, surplus dari
Negara-negara Dunia Ketiga beralih ke Negaranegara industri maju. Menurut Teori Struktural,
perdagangan dunia yang bebas justru merupakan
wadah praktek eksploitasi.
Teori Struktural seringkali dianggap bersumber
pada teori yang dilontarkan oleh Karl Marx, terutama
teorinya tentang bangunan bawah atau base, dan
bangunan
atas
atau
superstructure.
Marx
menyatakan bahwa kondisi material manusia
merupakan sumber dari kesadaran dan tingkah laku
manusia.
Salah satu kelompok teori yang tergolong dalam
teori Struktural, yakni Teori Ketergantungan, lahir
dari dua induk. Induk pertama adalah seorang ahli
ekonomi liberal : Raul Prebisch. Induk yang kedua
adalah teori-teori Marxis tentang imperialisme dan
kolonialisme serta seorang pemikir Marxis yang
merevisi pandangan Marxis tentang cara produksi
Asia, yakni Paul Baran. Kedua induk ini adalah para
pemikir pendahulu dari Teori Ketergantungan.
Pada Bab IV di bahas teori ketergantungan.
Teori Ketergantungan sendiri kemudian menentang
pendapat kaum Marxis klasik yang beranggapan
bahwa (1) Negara-negara pinggiran yang prakapitalis merupakan Negara-negara yang tidak
dinamis yang memakai cara produksi Asia yang
berlainan dengan cara produksi feudal di Eropa yang
menghasilkan kapitalisme, dan (2) Negara-negara
pinggiran ini, setelah disentuh oleh kapitalis maju,
Politika dan Pembangunan Vol. 7 No. 01 Januari – Juni 2011
akan bangun dan berkembang mengikuti jejak
Negara-negara kapitalis maju.
Teori ketergantungan yang membantah kedua
tesis ini menyatakan bahwa (1) Negara-negara
pinggiran yang pra-kapitalis mempunyai dinamika
sendiri, yang bila tidak disentuh oleh Negara-negara
kapitalis maju, akan berkembang secara mandiri,
dan (2) justru karena sentuhan oleh Negara-negara
kapitalis maju ini, perkembangan Negara pinggiran
jadi terhambat. Memang kapitalisme tumbuh di sana,
tetapi kapitalisme itu tidak sama dengan kapitalisme
yang ada di Negara-negara pusat. Kapitalisme di
Negara-negara
pinggiran
adalah
kapitalisme
pinggiran, atau kapitalisme yang tergantung pada
perkembangan kapitalisme di Pusat. Dengan
demikian,
menurut
teori
ketergantungan,
keterbelakangan yang terjadi di Negara-negara
pinggiran disebabkan oleh adanya sentuhan ini, jadi
disebabkan oleh sebuah faktor eksternal.
Penganut teori Ketergantungan yang lebih
keras, misalnya Andre Gunder Frank, menyatakan
bahwa hubungan antara Negara pinggiran dengan
Negara pusat pasti akan menghasilkan apa yang
disebutnya sebagai pembangunan keterbelakangan.
Karena itu, bagi Frank, hanya ada satu cara bagi
Negara-negara pinggiran untuk maju : putuskan
hubungan dengan Negara pusat.
Bab V membahas teori pasca ketergantungan
sebagai perkembangan baru. Teori-teori tentang
pembangunan
setelah
munculnya
Teori
Ketergantungan memang menjadi semarak. Karena
itu, terlepas dari kelemahan-kelemahan yang ada
pada Teori Ketergantungan, munculnya teori ini,
tidak bisa disangkal telah memberi perspektif baru
pada teori-teori pembangunan pada umumnya.
Salah satu perspektif penting yang diberikan
adalah bahwa aspek eksternal dari pembangunan
menjadi penting, sebelumnya, aspek tersebut
kurang dianggap berperan. Negara-negara lain
hanya dianggap sebagai mitra dagang, yang
seringkali sangat membantu proses pembangunan
yang terjadi di suatu Negara. Atau kalaupun
dianggap menghambat, paling-paling karena Negara
itu sangat besar kekuatan ekonominya, sehingga
Negara yang sedang membangun tidak bisa
bersaing melawan mereka.
Kritik terhadap Teori Ketergantungan datang dari
kubu teori-teori liberal maupun teori-teori Marxis.
Kritik-kritik itu diperkuat dengan adanya kenyataan
empiris bahwa beberapa Negara pinggiran tampak
mengalami gejala kemajuan dalam membangun
ekonominya. Industrialisasi juga berjalan dengan
cepat di sana, suatu hal yang oleh Teori
Ketergantungan (terutama yang ortodoks) dianggap
tidak mungkin.
Paba Bab VI sebagai penutup, Budiman justru
membuka diskusi baru kepada pembaca dengan
judul bab „Mencari Model Pembangunan Baru‟.
Dengan penutupnya yang mengatakan bahwa pada
saat
ini,
kita
sedang
mengalami
krisis
pembangunan. Berbagai krisis timbul, sementara
kita belum melihat model pembangunan mana yang
bisa dijadikan pegangan untuk masa depan.
Akankah kita menemukan model pembangunan
yang dapat mengatasi krisis tersebut ?
54
Download