Uploaded by User29007

masalah gzi anak sekolah

advertisement
GIZI DAERAH TERPENCIL PERBATASAN DAN KEPULAUAN (DTPK)
LAPORAN MASALAH GIZI PADA ANAK SEKOLAH (5-12 TAHUN)
Dosen Pengampu :
Iman Jaladri, S.SiT, M.Kes
Desi, S.KM, M.Gizi
Disusun Oleh :
Efferem Panesidi
(20162123010)
Eni Dwi Astuti
(20172122008)
Erni Sanjayani
(20172122010)
Ewit Setiawan
(20172123011)
Ismaulidya
(20172122018)
Zumar
(20172123033)
PRODI D-III GIZI POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
2019/2020
MASALAH GIZI PADA ANAK SEKOLAH (5-12 TAHUN)
Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum
tuntas penanggulangannya di dunia. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah
kesehatan masyarakat yang penyebabnya dipengaruhi oleh berbagai factor yang
terkait satu dengan yang lainnya. Masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih
merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi di negara berkembang termasuk
Indonesia.
Masalah gizi bukan hanya berdampak pada kesehatan saja, akan tetapi berdampak
pula pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Saat ini, nilai Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada peringkat 113, IPM Indonesia
masih dibawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Sedangkan
IPM Kalimantan Barat saat ini hanya sebesar 66,98% menduduki peringkat 30 dari
34 provinsi di Indonesia.
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 terdapat 104 juta
anak-anak seluruh dunia yang mengalami gizi kurang. Di India, dari 4450 siswa
sebanyak 27,9% mengalami gizi kurang. World Health Organization (WHO) tahun
2015 melaporkan bahwa prevalensi kekurusan pada anak di dunia sekitar 14,3%
dengan jumlah anak yang mengalami kekurusan sebanyak 95,2 juta anak.
Masalah gizi pada anak sekolah di Indonesia saat ini masih cukup tinggi, dengan
data hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2017 status gizi anak umur 5-12 tahun
(menurut IMT/U) yaitu prevalensi kurus adalah 10,9%, terdiri dari 3,4% persen
sangat kurus dan 7,5% kurus. Kemudian prevalensi 8,3% sangat pendek dan 19,4%
pendek (PSG,2017). Sedangkan masalah kegemukan menurut Riskesdas 2013 pada
anak di Indonesia masih tinggi dengan prevalensi 18,8%, terdiri dari gemuk 10,8%
dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 %.
Berdasarkan hasil Riskesdas Kalimantan Barat tahun 2018 prevalensi kekurusan
pada anak usia sekolah dan remaja (5-12 tahun) adalah 11,65% terdiri dari 3,23%
sangat kurus dan 8,42% kurus. Daerah yang mempunyai status gizi kurus yang paling
tinggi adalah Kabupaten Kayong Utara yaitu sebesar 11,67%. Kemudian untuk anak
sekolah yang Gemuk yaitu 19,17% terdiri dari gemuk 10,27% dan sangat gemuk
(obesitas) 8,9% dengan daerah yang tertinggi adalah Kabupaten Sintang yaitu sebesar
15,16%. Sementara itu Prevalensi Anak (5-12 tahun) sangat pendek 8,92% dan
pendek 16,05%.
Menurut WHO, prevalensi gizi kurang pada suatu Negara dikatakan tinggi apabila
prevalensinya lebih dari 5%. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dapat
disebabkan oleh faktorlangsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung adalah
makan tidak seimbang,gangguan penyerapan zat gizi akibat penyakit infeksi. Faktor
tidak langsung adalah tidak cukup tersedianya pangan di rumah tangga, kurang
baiknya pola pengasuhan anak, kurang memadainya sanitasi dan kesehatan
lingkungan serta kurang baiknya pelayanan kesehatan. Dalam meningkatkan status
gizi, perlu ditingkatkan penyediaan beranekaragam pangan dalam jumlah yang
mencukupi, disamping peningkatan daya beli masyarakat. Seiring dengan itu perlu
dilakukan upaya untuk mengubah perilaku masyarakat agar mengkonsumsi
beranekaragam makanan yang bermutu gizi tinggi. (JOM FK Volume 3 No.2 October
2016 : masalah gizi pada siswa sekolah)
Penelitian yang dilakukan di India dan Iran, anak-anak yang memiliki status gizi
kurang mengkonsumsi makanan yang tidak beragam. Keanekaragaman konsumsi
pangan sangat penting, hal ini dikarenakan tidak ada satu jenis pangan yang
mengandung zat gizi secara lengkap baik jenis maupun jumlah. Mengkonsumsi
pangan yang beragam maka kekurangan zat gizi dalam satu jenis pangan akan
dilengkapi oleh kandungan zat gizi dari jenis pangan lainnya. Konsumsi pangan yang
beragam, bergizi seimbang dan aman dapat memenuhi kecukupan gizi individu untuk
tumbuh dan berkembang.
Keanekaragaman konsumsi pangan penduduk di suatu wailayah dapat ditentukan
dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Berdasarkan data Badan Ketahanan
Pangan, skor PPH secara nasional pada tahun 2016 yakni 86,0%. Pada Pulau
Kalimantan, Propinsi Kalimantan Barat menempati urutan kedua tertinggi setelah
Kalimantan Timur yang masuk dalam kategori rawan pangan yaitu dengan proporsi
rumah tangga sebesar 31,23 %, sedangkan untuk tahan pangan menempati urutan
terendah hanya sebesar 6,46%. (Jurnal Social Economic of Agriculture, Volume 3,
mor 1, April.)
Sementara itu, akses rumah tangga terhadap pangan di daerah perkotaan jauh
lebih baik daripada di desa. Hal ini sangat ironis, dimana daerah pedesaan yang
notabene sebagai penghasil pangan namun masyarakat yang tinggal di wilayah
tersebut kurang memiliki akses terhadap pangan yang dibutuhkan (Ariani dan
Rachman. 2003).
Beberapa Kecamatan di Kota masih belum menunjukkan tahan pangan terutama
dalam akses pangan bila dilihat dari kualitas konsumsi pangan yaitu berupa kondisi
ekonomi, pendidikan dan budaya masyarakat. Kecamatan tersebut antara lain adalah
kecamatan Utara dan Timur dimana pada kecamatan tersebut dapat diketahui bahwa
tingkat pendidikan dan ekonomi masih rendah dibandingkan kecamatan lain di Kota.
Dari permasalahan ini, perlunya konsumsi pangan dengan gizi cukup dan seimbang
yang dibutuhkan masyarakat yang berhubungan dengan akses pangan dalam
memenuhi kebutuhan pangan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi adalah faktor predisposisi
(pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (kesibukan orang tua, lingkungan sosial,
dan besar uang jajan anak) serta faktor penguat (dukungan teman dan promosi
media). Anak sekolah pada umumnya menghabiskan sebagian besar waktunya
disekolah, sehingga anak-anak mendapatkan peluang lebih banyak untuk memperoleh
makanan diluar rumah. Mereka memiliki kebebasan untuk menggunakan uang jajan
mereka untuk makanan dan minuman sesuai dengan selera mereka sendiri.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Unicef-WHO-the world bank joint child malnutrition estimates.2015. Diakses
27 September 2019 available from : http://apps.who.int/gho/data/view.
main.NUTUNUNDERWEIGHTv? lang=en
2. Tim Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. 2013.
Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta. Diakses 27 September 2019. available
from : http://www.depkes.go.id/resources/ download/general/Hasil%20Riskes
das%202013.pdf
3. Direktorat Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, 2018 : “Buku Saku
Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2017”. Jakarta available from :
www.kesmas.kemkes.go.id › ...PDF Unduh Buku saku PSG 2017 - Kesmas
Kemkes
4. https://dinkes.kalbarprov.go.idPDF Hasil Riskesdas Kalbar 2018 - Dinkes
Kalbar
5. www.depkes.go.idPDF hasil utama riskesdas 2018 - Kementerian Kesehatan
6. Jurnal Social Economic of Agriculture, Volume 3, mor 1, April.
7. (JOM FK Volume 3 No.2 October 2016 : masalah gizi pada siswa sekolah)
8. http://scholar.unand.ac.id/37758/2/BAB%201.pdf
9. http://bkp.pertanian.go.id/storage/app/uploads/public/5bf/ca9/06b/5bfca906bc
654274163456.pdf
10. https://docplayer.info/53821219-Analisis-konsumsi-pangankotapontianak.html
Download