Uploaded by User26610

KJPP USA siapPrint

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Yogyakarta adalah salah satu wilayah kabupaten/kota yang terletak di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan ibu kota provinsi sekaligus pusat pemerintahan.
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.250 hektar dengan jumlah penduduk Kota
Yogyakarta tahun 2018 mencapai 427.489 jiwa dengan laju pertumbuhannya sebesar 1,18%.
Salah satu kecamatan yang terketak di wilayah Kota Yogyakarta adalah Kecamatan
Gedongtengen dengan luas wilayah lebih kurang 96 hektar. Kecamatan Gedongtengen secara
administratif memiliki dua kelurahan yaitu kelurahan Sosromenduran dan kelurahan
Pringgokusuman.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Yogyakarta Tahun 2015-2035 Pasal 7 Kecamatan
Gedongtengen masuk kedalam Sub Bagian Wilayah Perkotaan B yang terbagi atas Blok B1
(Sosromenduran) dan Blok B2 (Pringgokusuman). Kecamatan Gedongtengen merupakan
daerah dengan peruntukan perumahan (pasal 15), perkantoran (pasal 16) serta sektor
perdagangan dan jasa (pasal 17).
Pada penelitian ini peneliti berfokus pada tanah kosong yang terletak di Jalan Dagen,
Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta dengan luas tanah
347 m2. Berdasarkan Peta Rencana Pola Ruang dan Garis Sempadan Bangunan Kecamatan
Gedongtengen pada gambar 1.1 lokasi tanah kosong tersebut masuk kedalam zona
perdagangan dan jasa. Dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta pasal 67 mengenai Rencana
pengelolaan dan pengembangan kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63 ayat (1) huruf d, diarahkan sebagai berikut:
pertumbuhan perdagangan secara linier diarahkan sepanjang jalan arteri sekunder dan
kolektor sekunder.
1.
pengembangan Perdagangan dan Jasa wajib menyediakan parkir dalam halaman
atau gedung;
2.
perencanaan pintu masuk keluar gedung agar tidak mengganggu sirkulasi dan
keamanan berlalulintas;
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
1
3.
pengaturan jadwal waktu penyaluran (loading) barang-barang perdagangan pada
kawasan yang padat bangunan dan aktivitas.
Gambar 1.1 Peta Rencana Pola Ruang dan Garis Sempadan Bangunan
Kecamatan Gedongtengen
(Sumber: Lampiran III B Peraturan Daerah Kota Yogyakarta tentang Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Kota Yogyakarta Tahun 2015-2035)
Tanah atau lahan kosong tersebut sebelumnya pernah berdiri bangunan berupa rumah
tinggal. Namun saat ini bangunan tersebut telah dirobohkan dan hanya tersisa tanah kosong.
Sejak dibeli oleh pemilik yang baru pada tahun 2013 hingga saat ini tanah tersebut dibiarkan
begitu saja tanpa ada pembangunan diatasnya. Oleh karena itu dalam penelitian kali ini
peneliti menggunakan metode analisis penggunaan tertinggi dan terbaik (Highest and Best
Uses Analaysis) guna mengetahui peruntukan lahan yang terbaik dan menghasilkan nilai
lahan yang maksimal. Konsep penilaian dari metode ini adalah mendapatkan nilai tertinggi
dan terbaik dari suatu properti yang secara legal diijinkan, secara fisik memungkinkan, dan
layak secara finansial (The Appraisal Institute, 2001). Dalam penelitian ini peneliti hanya
berfokus pada dua aspek yaitu aspek legal dan aspek fisik.
B. Rumusan Masalah
Berikut merupakan rumusan masalah pada penelitian yang dilakukan:
 Bagaimana menentukan penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) pada tanah
kosong di Jalan Dagen, Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota
Yogyakarta agar dapat memberikan keuntungan yang maksimal dan kompetitif atas
penggunaannya.
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
2
C. Tujuan Identifikasi
Berikut merupakan tujuan dari penelitian yang dilakukan:
1.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Elemen Penilaian Properti yang diampu oleh Bapak
Drs. Djasmanuddin, M.Ec.Dev., MAPPI (Cert).
2.
Memberikan pemahaman dasar terutama kepada peneliti dan mahasiswa tentang apa itu
analisis kegunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) berdasarkan kajian kriteria
fisik, kajian kriteria hukum dan kajian kriteria menghasilkan penghasilan secara
maksimum pada tanah kosong tersebut.
3.
Dapat menentukan penggunaan terbaik dan tertinggi (highest and best use) pada tanah
kosong di lokasi Jalan Dagen, Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen,
Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
D. Objek Identifikasi
Tanah yang menjadi objek penelitian memiliki luas 347 m2 yang terletak di Jalan
Dagen Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta, Daerah
Istimewa Yogyakarta.
E. Batasan Identifikasi
Batasan pembahasan masalah pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan solusi
terbaik dari penggunaan tanah kosong yang terletak di Jalan Dagen, Kelurahan
Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
yang dibatasi pada dua kriteria, yakni: HBU Fisik dan Legal.
F. Tanggal Identifikasi
Proses identifikasi objek properti dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu:
1. Pada tanggal 12 September 2019, pukul 13.00-14.00 WIB, melakukan observasi atas
objek penilaian yaitu tanah atau lahan kosong yang terdapat di Jalan Dagen, Kelurahan
Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kota Yogyakarta.
2. Pada tanggal 19 September 2019, pukul 11.00-16.00 WIB, melakukan wawancara dengan
instansi terkait.
3. Pada tanggal 26 September 2019, pukul 10.30-13.00, melakukan observasi terakhir.
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
3
G. Metode Identifikasi
Proses identifikasi tanah kosong dilaksanakan dengan melakukan tahapan-tahapan berikut:
1.
Menentukan Objek Tanah Kosong
2.
atau Survei Lapangan
a. Identifikasi Tanah
b. Pengambilan Foto
3.
Penyusunan Laporan
Tahap akhir dari kegiatan identifikasi yang terdiri atas pengumpulan data dan
penyusunan.
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dalam tugas penelitian ini terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam analisis
dengan metode Highest and Best Use yaitu:
1.
Tanah
Tanah sebagai bagian dari ruang muka bumi merupakan sarana bagi manusia
untuk melakukan segala aktivitasnya.
2.
Lahan Kosong
Lahan kosong merupakan lahan yang telah memiliki dasar kepemilikan yang
dapat berupa lahan terbangun maupun tidak terbangun yang tidak dimanfaatkan
secara optimal oleh penguasa lahan tersebut. Lahan kosong diidentifikasikan
sebagai bagian dari proses perkembangan kota yang mempunyai sifat dinamis,
akan
tetapi
keberadaannya
tidak
memberikan
sumbangan
positif
bagi
pembentukan lingkungan sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat hak
penguasaan atas lahan yang belum dimanfaatkan oleh pemiliknya, artinya tanah
yang ada dibiarkan begitu saja (Azinuddin dan Indryani, 2015).
3. Penilaian Tanah
Penilaian tanah adalah serangkaian proses menilai suatu bidang tanah dan aset
pertanahan yang meliputi proses perencanaan, permodalan, survei lapangan,
pengumpulan data, pengolahan data, pemetaan, merumuskan hasil, serta
pelaporan dan pertanggungjawaban hasil dari penilai dalam rangka memperoleh
estimasi ukuran finansial dan ekonomi dari suatu obyek yang dinilai (Sisnita dkk,
2018). Dalam melakukan penilaian tanah, penilai perlu memfokuskan
penilaiannya pada hak-hak yang melekat pada properti, yaitu berupa ijin
membangun, menyewakan kepada orang lain, menanami, menambang, mengubah
topografi, membagi tanah, dan untuk penggunaan tertentu lainnya.
Tanah yang sifatnya terbatas tidak dapat mengimbangi laju permintaan akan
kebutuhan tanah itu sendiri, maka pemerintah mengatur bagaimana tanah dapat
digunakan dan dikembangkan. Setiap wilayah kota atau kabupaten mempunyai
beberapa bentuk peraturan zoning yang menentukan pengembangan baru apa yang
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
5
dapat diletakkan diatas sebidang tanah bahkan sekarang ini peraturan tersebut
tertuang dalam master plan (Rencana Umum Tata Ruang Kota) yang menentukan
tujuan pengembangan dalam jangka panjang (Harjanto dan Hidayatari, 2014).
Menurut Joseph K. Eckert (1990) dalam melakukan penilaian tanah terdapat
empat prinsip penilaian, yaitu penawaran dan permintaan (supply and demand),
penggunaan yang tertinggi dan terbaik (highest and best use), keuntungan
produktivitas (surplus productivity), serta prinsip perubahan dan antisipasi
(change and anticipation).
4. Analisis Highest and Best Use (HBU)
Penentuan nilai tanah haruslah mempertimbangkan penggunaan tertinggi dan
terbaik (highest and best use) dari tanah tersebut. Pada tanah yang telah dilakukan
pengembangan, nilai tanah didasarkan atas penggunaan tertinggi dan terbaik
sebagai tanah kosong dan siap untuk dibangun menjadi sebuah penggunaan yang
terbaik secara ekonomi.
Highest and Best Use Analysis merupakan sebuah konsep yang sangat dikenal
dalam bidang manajemen aset real property, baik dalam hal optimalisasi aset
maupun penilaian aset (Sisnita dkk, 2018). Dalam beberapa literatur Highest And
Best Use dapat didefinisikan sebagai penggunaan yang paling menguntungkan dan
diizinkan dari suatu tanah atau yang sudah dibangun, yang mana secara fisik
memungkinkan, memiliki legalitas yang jelas, layak secara keuangan dan
menghasilkan nilai tertinggi (Akmaluddin dan Utomo, 2013).
Menurut Suprapno HBU adalah analisis terhadap kegunaaan terbaik dan
tertinggi dari suatu bidang tanah kosong (vacant land) ataupun tanah yang
dianggap kosong (land as vacant). Dalam penilaian, analisis Highest and Best
Uses (HBU) diperlukan untuk mengidentifikasi penggunaan properti yang paling
menguntungkan dan kompetitif dalam rangka mengestimasi nilai properti. Highest
And Best Use Analysis (HBU) meliputi empat aspek, yaitu:
a. Aspek Fisik
Aspek fisik yang ditinjau meliputi ukuran, bentuk tanah, luas, ketinggian,
kontur tanah, aksesbilitas, serta ketersediaan sarana dan prasarana.
b. Aspek Legalitas
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
6
Aspek legalitas meliputi peruntukan (zoning) dari tanah atau lahan kosong
tersebut serta peraturan-peraturan berkenaan dengan lingkungan sekitar guna
menghindari adanya penyalahgunaan fungsi lahan.
c. Aspek Kelayakan Finansial
Aspek kelayakan finansial ini dilakukan dengan memperhatikan biaya
investasi, pendapatan, pengeluaran, aliran kas, dan Net Present Value (NPV).
d. Produktifitas Maksimum
Kegunaan dari tanah yang mampu menghasilkan nilai tanah residual yang
tertinggi serta konsisten dengan tingkat pengembalian yang dijamin oleh pasar
merupakan penggunaan tertinggi dan terbaik (Prawoto, 1995).
5.
Tempat SPA
SPA merupakan akronim/singkatan dari
bahasa
latin
yang
jika
diterjemahkan
Solus Per Aqua
dalam
bahasa
merupakan
Indonesia adalah
perawatan melalui air. Pengertian SPA juga sering dikaitkan dengan salah satu
kota di Belgia yaitu Kota SPA yang terletak di provinsi Liege dan sudah terkenal
sebagai kota dengan sumber air mineral yang menyehatkan. Kota SPA sangan
terkenal dengan beberapa sumber pemandian air panas yang menyehatkan.
Singkatnya SPA dapat diartikan sebagai salah satu proses perawatan yang
biasanya ditawarkan oleh salon atau tempat khusus SPA.
Tempat SPA biasanya menjadi satu dengan salon kecantikan, namun
banyak juga yang mendirikan tempat SPA secara terpisah dan memang
dikhususkan untuk perwatan SPA. Di Tempat SPA terdapat banyak pilihan SPA
yang biasa ditawarkan seperti Destination SPA, Day SPA, Medical SPA, Health
SPA, dan lain sebagainya.
B. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebelumnya tentang Highest and
Best Use (HBU) diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Mubayyinah dan Utomo (2012) dengan judul
penelitian “Analisis Highest and Best Use (HBU) Lahan “X” Untuk Properti
Komersial”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dari aspek fisik dapat
disimpulkan bahwa lahan “X” ini terletak pada daerah yang strategis karena berada
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
7
dipusat kota yang memiliki aksesibilitas yang mudah, serta utilitas lahan yang
lengkap, memadai, dan dalam kondisi yang bagus. Selain itu lahan ini juga berada
diantara kawasan pemukiman dan komersial, sehingga lahan seluas 820m2 ini
mempunyai potensi bagus dan menguntungkan jika dikembangkan sebagai
bangunan komersial. Pada aspek legal dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
persyaratan, lahan tersebut dapat digunakan sebagai bangunan komersial. Adapun
persyaratan yang harus dipenuhi antara lain KDB maksimal 60%, KLB maksimal
120%, KDH minimal 20%, GSB depan Jalan Raya Dr. Soetomo 10m, GSB depan
Jalan Trunojoyo 8m, GSB samping dan belakang 2m. Sehingga lahan seluas 820 m2
ini dapat dibangun dengan perencanaan bangunan tiga lantai dengan luas dasar
bangunan 315 m2 dan luas lantai bangunan seluruhnya adalah 945 m2.
2. Akmaluddin dan Utomo (2013), dengan judul penelitian “Analisis Highest and Best
Use (HBU) pada Lahan Jl. Gubeng Raya No.54 Surabaya”. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut maka dapat disimpulkan lahan tersebut berada dilokasi yang
strategis dengan aksesibilitas yang mudah dijangkau dan utilitas umum yang
lengkap serta berada pada kawasan perdagangan dan fasilitas umum sehingga
memiliki potensi yang baik dan memungkinkan untuk dikembangkan sebagai
properti komersial. Aspek legalnya yaitu berdasarkan peraturan yang berlaku dalam
2
RTRK Surabaya, lahan seluas 1.150 m ini dapat dibangun properti komersial lima
2
2
lantai dengan luas dasar bangunan 623 m serta luas total lantai 3115 m .
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Aspek Fisik
Kelayakan terhadap aspek fisik merupakan persyaratan utama yang harus terpenuhi dalam
menganalisis Highest and Best Use (HBU) suatu objek. Aspek fisik yang ditinjau dalam
penelitian ini antara lain:
1. Lokasi Tapak
Lokasi tanah kosong yang menjadi objek analisis dalam laporan ini berada pada
Jalan Dagen yang secara administrasi masuk ke wilayah Kota Yogyakarta. Menurut
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang BWPKota Yogyakarta tapak ini masuk pada
kawasan Perdagangan dan jasa yang juga berstatus sebagai kawasan Penyangga Budaya,
yakni penyangga dari inti lindung kawasan Malioboro dan kawasan Keraton yang
merupakan salah satu dari lima cagar budaya yang berada di Yogyakarta. Adapun
koordinat lokasi tapak yang menjadi objek analisis berada pada 7°47'36.3"LS
110°21'41.6"BT.
Gambar 3.1 Peta letak lahan kosong melalui Google maps
Sumber: Google Earth
Tipe kavling lokasi tanah kosong ini adalah tipe corner lot dikenal juga sebagai
kavling sudut atau hoek, yang mempunyai orientasi terhadap dua jalan yaitu Jalan
Gandekan yang berjenis jalan lokal berarus satu arah ke Utara dengan lebar perkerasan
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
9
8,5 meter. Sedangkan sisi lain tapak ini adalah Jalan Dagen yang juga berjenis jalan lokal
berarus satu arah ke timur. dengan lebar perkersan 6 meter.
Tanah tersebut sebelumnya merupakan tapak dengan bangunan diatasnya berupa
rumah tinggal yang kemudian dirobohkan dan menjadi tanah kosong yang dibiarkan
begitu saja dan diberi pagar dari seng. Tanah tersebut tergolong strategis, karena berada
dekat dengan pusat perbelanjaan dan pusat pariwisata serta terletak di pusat kota
Yogakarta. Selain itu, objek penelitian juga dekat dengan fasilitas tranportasi umum
yakni Stasiun Tugu.
2. Bentuk dan Ukuran Tapak
Berdasarkan data yang diperoleh, lahan objek penelitian ini memiliki luas 347m2.
Lahan tersebut memiliki bentuk tanah yang cenderung teratur.Berikut merupakan site
plan objek penelitian.
Gambar 3.2 Site Plan Objek Penelitian
Berdasarkan gambar di atas, bentuk tanah tapak objek penelitian yang relative
persegi akan cukup mempermudah proses perencanaan pembangunan properti yang
sesuai dengan analisis pada laporan ini.
Kemudian perlu diperhatiakan jenis properti komersial yang akan didirikan pada
lahan tersebut yang nantinya akan disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia pada
tanah kosong.
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
10
3. Batasan Tapak
Pada lokasi tanah kosong objek analisis laporan ini, terdapat batasan-batasan dari
tanah kosong ini antara lain:

Bagian Utara
: The Cabin Hotel Gandekan

Bagian Timur
: MTs Muhammadiyah Gedongtengen

Bagian Selatan
: Jalan Dagen

Bagian Barat
: Jalan Gandekan Lor
4. Topografi dan Eksisiting Tapak
Kondisi topografi Kota Yogyakarta memiliki kemiringan lahan yang relative datar
(antara 0-2%) dan berada pada ketinggian rata-rata 114 meter dari permukaan air laut
(dpa). Dengan sebagian jenis tanahnya adalah tanah regosol. Adapun tapak dalam
penelitian ini merupakan salah satu lahan di kota Yogyakarta yang juga memiliki
topografi yang relative datar.
5. Aksesibilitas
Akses jalan menuju lokasi tapak dapat ditempuh melalui jalan Jalan Dagen
maupun dari jalan Gandekan. Lokasi tanah yang diidentifikasi oleh penulis berada di area
yang sangat strategis. Kemudahan akses jalan untuk ke lokasi tanah adalah 2 m dari jalan
Dagen dan 2 m dan jalan Gandekan. Berikut adalah aksesibilitas menuju lokasi tapak :
 Arah timur melalui Jalan Malioboro menuju ke jalan Dagen
 Arah barat melalui jalan Kemetiran Kidul menuju jalan Gandekan
 Arah selatan melalui jalan Jogonegaran menuju jalan Gandekan
Selain itu, tanah tersebut juga memiliki akses yang dekat dari beberapa landmark
kota yang sering dikunjungi oleh masyarakat sekitar maupun pendatang. Adapun jarak
dari beberapa landmark penting tersebut adalah sebagai berikut:
 1.26 Km dari Keraton Yogyakarta
 0.43 Km dari stasiun Tugu Yogyakarta
 0.46 Km dari Jl. Malioboro
 1.33 Km dari Tugu Yogyakarta
 1.84 Km dari Taman Sari
 2.01 Km dari Alun-alun Kidul
 1.15 Km dari Alun-alun Utara
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
11
Adapaun sarana angkutan umum yang tersedia adalah Trans Jogja, taksi dan ojek,
baik yang konvensional maupun yang online. selain itu tersedia pula transportasi
tradisional seperti becak dan andong. Sedangkan fasilitas sosial seperti pusat
perbelanjaan, pasar, sarana pendidikan (sekolah dan perguruaan tinggi), tempat ibadah
dan semuanya dapat dijangkau dengan mudah dan terletak tidak jauh dari tapak.
6. Utilitas
lokasi lahan memiliki ketersediaan utilitas lengkap dan memadai. Utilitas yang
tersedia antara lain Akses jaringan listrik di sekitar tapak yang menggunakan listrik dari
Perusahaan Listrik Negara (PLN), tersedia juga jaringan telepon dari Perusahaan
Telekomunikasi (TELKOM), dan jaringan air bersih dari PDAM yang telah terpasang di
sekitar lokasi tanah dan sekitarnya.
7. Sarana Prasarana
Lingkungan di sekitar aset umumnya adalah pemukiman penduduk, kegiatan
perdagangan dan jasa serta kegiatan pemerintahan dan pariwisata, kondisi tersebut
memberikan keuntungan dari segi daya tarik lokasi. Berikut adalah fasilitas yang berada
di sekitar wilayah tapak:
a. Fasilitas perdagangan dan jasa
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang dilakukan, jumlah fasilitas perdagangan
dan jasa pada radius < 1 km km adalah sebagai berikut :

Ibis Styles Yogyakarta sejauh 10 m

The Cabin Hotel Gandekan 0 m

Maranatha Grand Hotel Malioboro 40 m

Hotel Permata Malioboro 115 m

Hotel DafamFortuna Malioboro 170 m

Grand Puri Sharon Hotel 216 m

Whiz Hotel Malioboro 365 m

Matahari Departement store 491 m

Ramai Mall 501 m

SPBU Gedongtengen 488 m

JNE Pringgokusuman 477 m

Kantor Pos 429 m
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
12
b. Fasilitas pendidikan
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah fasilitas pendidikan pada radius < 1 km
adalah sebagai berikut:

MTs Muhammadiyh Gedongtengen 11 m

Sekolah dasar Netral C 62 m

SMP Stella Duce 1Yogyakarta 213 m

SMKN 1 Yogyakarta 232 m

SMP Negeri 3 Yogyakarta 400 m
c. Fasilitas keagamaan dan kesehatan
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah fasilitas keagamaan dan kesehatan
pada radius < 1 km km adalah sebagai berikut:

Masjid Abdurrahman 175 m

Masjid Jami Al-Iman sejauh 209 m

Masjid Baitussalam 345 m

Gereja Katolik Hati Santa Perawan Maria 350

Gereja Kristen Kalam Kudus 479 m

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta 850 m
d. Fasilitas pemerintahan
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat beberapa fasilitas pemerintahan, fasilitas
infrastruktur yang telah tersedia di sekitar wilayah studi terdiri antara lain:

Bappeda DIY 527 m

Tourism Information Center (TIC) 508 m

Kantor DPRD Kota Yogyakarta 573 m

Polsek Gedongtengen 445 m
B. Aspek Legal
1. Zoning Tanah
a. Peruntukan Tanah
Setiap pengembangan dan pembangunan yang akan dilakukan di seluruh wilayah
negara Indonesia secara umum harus mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
13
yang berlaku, serta panduan-panduan teknis terkait lainnya, untuk lingkup wilayah
yang lebih rinci.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang
rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Yogyakarta tahun 2015-2035,
bahwa wilayah lahan yang menjadi objek penelitian dalam laporan ini berada pada
kawasan perkotaan yang sangat dekat dengan fasilitas umum maupun fasilitas sosial
dan berada di pusat Kota Yogyakarta. Selain itu lahan ini berada di Kawasan
Budidaya, dengan zona perdagangan dan jasa, Zona Perumahan, Sub Zona Rumah
Kepadatan Rendah (R-2), Zona Perkantoran, dan Zona Sarana Pelayanan Umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). Tanah yang diidentifikasi juga
termasuk dalam Kawasan Pengembangan Sistem Prasarana Lainnnya seperti:
1) Sistem Jaringan Energi/Kelistrikan
2) Sistem Jaringan Telekomunikasi
3) Sistem Pengelolaan Air Limbah
4) Sistem Jaringan Persampahan
5) Sistem Pengaman Kebakaran
2. Hak Atas Tanah
Berdasarkan sumber atau data yang diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional bahwa
lahan kosong yang digunakan sebagai objek identifikasi merupakan tanah atas nama
Raden Roro Endang Kusumawati dengan status Hak Milik.
3. Building Code
a.
Kesesuaian Bangunan Dengan Peraturan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Yogyakarta tahun 2015-2035
didalam lampiran 16 tentang Ketentuan Tata Bangunan dan lampiran 17 tentang
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Kota
Yogyakarta, persyaratan yang harus dipenuhi untuk Zona Perdagangan dan Jasa
antara lain :
a) Garis Sempadan Jalan (GSJ) Jalan Gandekan 13 meter.
b) Garis Sempadan Jalan (GSJ) Jalan Dagen 10 meter.
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
14
c) Garis Sempadan Bangunan (GSB) 4 meter.
d) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 80%.
e) Koefisien Lantai Bangunan maksimal 4,8
f) Tinggi Bangunan Maksimal 26 meter.
g) Koefisien Dasar Hijau minimal 10%.
C. Analisis Kelebihan dan Kekurangan
Untuk mengetahui strategi pengembangan lahan, perlu identifikasi faktor internal
maupun eksternal lokasi objek, melalui analisa Kelebihan dan Kekurangan. Faktor internal
terdiri dari keunggulan lokasi (strength) yang harus dioptimalkan dan kekurangan (weakness)
lokasi yang sedapat mungkin dieliminir dalam pengembangan nantinya.
1.
Kelebihan
 Tanah berada di pusat kota Yogyakarta
 Tanah berada dekat dengan fasilitas perbelanjaan
 Tanah berada dekat dengan fasilitas pendidikan
 Tanah berada dekat dengan fasilitas keamanan publik
 Tanah berada dekat dengan fasilitas transportasi umum
 Tanah berada dekat dengan beberapa landmark kota Yogyakarta
 Tanah mudah di akses
 Topografi tanah relatif datar
2. Kekurangan
 Akses satu arah pada kedua muka lahan, membatasi aksesibilitas jalan menuju
lahan.
 Lahan berada di lokasi jalur transportasi umum, sehingga terdapat polusi udara
dan suara.
 Lahan yang tergolong kecil menciptakan keterbatasan untuk membangun
beberapa bangunan.
 Lahan yang berada pada area penyangga inti cagar budaya, membatasi kebebasan
pengembang dalam meranacang desain bangunan.
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
15
BAB IV
HASIL ANALISIS
A. Aspek Fisik
Dalam analisa aspek fisik terdapat beberapa kriteria yang meliputi lokasi lahan,
ukuran dan bentuk lahan, aksesbilitas ke lokasi dan sarana prasarana di sekitar tapak.
1. Analisa Lokasi Lahan
Berdasarkan data yang ada, lahan ini mempunyai lokasi yang cocok untuk
properti komersial. Objek terletak di lokasi sentra perdagangan dan
pariwisata. Selain itu objek dikelilingi oleh fasilitas umum komersial seperti
pertokoan, perkantoran, hotel, rumah makan, dan lain-lain. Serta terdapat juga
fasilitas umum pemerintaha, rumah sakit dan sekolahan di sekeliling objek
penelitian.
2. Analisa Bentuk dan Ukuran Lahan
Berdasarkan data ukuran lahan yang ada, lahan memiliki luas 347 m2.
Luasan lahan objek penelitian yang tergolog kecil membatasi kriteria-kriteria
pemanfaatan lahan untuk beberapa jenis bangunan yang membutuhkan tapak
yang relative luas. Sedangkan untuk bentuknya, tapak objek penelitian ini
cukup beraturan. Yakni menyerupai persegi, sehingga mempermudah peneliti
untuk menganalisis HBU penggunaannya.
3. Analisa Aksesbilitas
Berdasarkan data hasil observasi, aksesbilitas objek penelitian dapat
ditinjau dari fungsi jalan dan ketersediaan sarana transportasi. Lahan terletak
di pinggir Jalan Gandekan lor dan jalan Dagen yang merupakan jalan Lokal
sekunder. Sehingga memiliki aksesbilitas yang baik. Hal lain yang ditinjau
adalah ketersediaan sarana transportasi umum yang melewati jalan tersebut.
4. Analisa Utilitas
Berdasarkan data dan pengamatan, lokasi lahan memiliki ketersediaan
utilitas lengkap dan memadai. Utilitas yang tersedia antara lain saluran listrik,
air bersih dan telepon. Ketersediaan utilitas tersebut dapat memudahkan
pengguna bangunan yang akan menempati bangunan di lahan tersebut.
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
16
Berdasarkan analisa aspek fisik dari data yang ada, lahan tersebut berada di
daerah yang stategis dan berada di kawasan . Selain itu lahan memiliki aksesbilitas yang
mudah dijangkau dan utilitas yang lengkap dan memadai. Sehingga dapat disimpulkan
lahan ini mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai bangunan
komersial. Dalam hal ini bangunan komersial dapat berupa bangunan komersial untuk
menjual barang dan menjual jasa. Contoh bangunan komersial yang digunakan untuk
menjual barang antara lain toko sembako, ruko (rumah took), restoran, dan supermarket.
Sedangkan bangunan komersial yang dipakai untuk menjual jasa misalnya laundry, salon
kecantikan, tempat spa, dan hotel.
B. Aspek Legal
Syarat dari analisa Highest and Best Use yang kedua yaitu diizinkan secara legal
yang telah ditetapkan oleh peraturan pemerintah yang bertujuan agar lahan objek
penelitian tidak melanggar peraturan pemerintah. Kelayakan secara aspek legal dari lahan
objek ini mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota
Yogyakarta Tahun 2015-2035.Persyaratan yang perlu diperhatikan antara lain Garis
Sempadan Banguan (GSB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai
Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), peruntukan bangunan dan ketinggian
bangunan. Analisa aspek legal menurut persyaratan yang telah disebutkan diatas, yaitu :
1. Peruntukan lahan sebagai perdagangan dan jasa komersil
2. Garis Sempadan Jalan
Mengacu pada ketentuan Garis Sempadan Jalan (GSJ) Jalan
Gandekan yaitu 13 meter, pengukuran nyata lebar Jalan Gandekan
beserta trotoar yaitu 13 meter. Ketentuan Garis Sempadan Jalan (GSJ)
Jalan Dagen yaitu 10 meter, pengukuran nyata lebar Jalan Dagen beserta
trotoar yaitu 10 meter, Kedua Lebar Jalan Gandekan dan Jalan Dagen
sudah sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kota Yogyakarta Tahun 2015 – 2035.
3. Garis sempadan banguanan
Mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kota Yogyakarta Tahun 2015 – 2035, bangunan yang berhadapan dengan
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
17
Jalan Gandekan dan Jalan Dagen harus memenuhi Garis Sempadan
Banguna yaitu berjarak 4 meter dari sisi terluar jalan.
4. Koefisien Dasar Bangunan
Mengacu pada ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang
mensyaratkan maksimal 80%, maka tapak lahan yang memiliki luas 347
m2 hanya dapat dibangun bangunan dengan luas lantai dasar maksimum
seluas 277.6 m². Sesuai dengan ketentuan Garis Sempadan Bangunan
yaitu 4 meter luas dasar bangunan maksimal yang dapat dibangun adalah
202 meter, sehingga KDB setelah dikenakan ketentuan Garis Sempadan
bangunan yaitu 58%
KDB =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛
202 𝑚²
x 100% = 347 𝑚² x 100% = 58%
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perhitungan berdasarkan Koefisien Dasar
Bangunan (KDB) lahan ini layak karena Koefisien Dasar Bangunan
kurang dari 80%.
5. Tinggi Maksimal Banguanan
Tinggi Bangunan Maksimal sesuai dengan Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Yogyakarta Tahun 2015 – 2035 adalah
26 meter, dengan ketinggian perlantai bangunan 4 meter maka jumlah
Lantai Bangunan Maksimal adalah 6 Lantai.
6. Koefisien Lantai Banguanan
Mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kota Yogyakarta Tahun 2015 – 2035, Koefisien Lantai Bangunan
adalah 4.8 sehingga luas lantai bangunan maksimal adalah 1666 m2.
Luas Lantai Bangunan Maksimal = Luas Total Lahan x KLB
= 347 m2 x 4.8 = 1666 m2
Jumlah Lantai Bangunan yang dapat dibangun :
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
1666 𝑚²
=
= 8.24
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛
202 𝑚²
Sehingga Jumlah Lantai Bangunan maksimal berjumlah sekitar 8
lantai. Berdasarkan ketentuan tinggi bangunan maksimal 26 meter
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
18
sehingga jumlah lantai maksimal yaitu 6 lantai dan Luas Dasar
Bangunan 202 m2, maka Luas Lantai Bangunan Maksimal yang dapat
dibangun adalah 1212 m2.
Luas Lantai Bangunan Maksimal = Luas Dasar Bangunan x Jumlah Lantai Maksimal
= 202 m2 x 6 = 1212 m2
7. Koefisien Dasar Hijau
Mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kota Yogyakarta Tahun 2015 – 2035, Koefisien Dasar Hijau adalah 10%.
Luas lahan terbuka yang tidak dibangun yaitu selisih antara luas
lahan seluruhnya dengan luas lahan yang tidak terbangun.
Luas Lahan terbuka = 347 – 202
= 145
Sehingga diperoleh perhitungan Koefisien Dasar Hijau (KDH) dari
perbandinngan luas lahan terbuka dengan total luas lahan.
KDH =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘𝑎
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛
=
145 𝑚2
347 𝑚2
= 0.417 atau 42% > 10%
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perhitungan menurut KDH lahan
ini layak karena memiliki KDH lebih dari 10%.
Berdasarkan peruntukan dan peraturan atau regulasi yang ada dapat disimpulkan
penggunaan lahan ini secara aspek legal diijinkan dan lahan ini mempunyai potensi yang
besar untuk dikembangkan sebagai bangunan komersial, baik itu bangunan komersial
yang diperuntukan untuk menjual barang ataupun bangunan komersial untuk menjual
jasa.
C. Analisis Highest and Best Use
Berdasarkan dari data yang diperoleh analisis aspek fisik dan analisis aspek legal
serta masing-masing kelebihan dan kekurangan dari tanah kosong yang telah
diidentifikasi yang dimana Mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kota Yogyakarta Tahun 2015 – 2035, maka dapat disimpulkan bahwa
penggunaan terbaik dan tertinggi (highest and best use) dari lahan kosong dijalan dagen
adalah pembuatan Tempat SPA.
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
19
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan tentang pemanfaat tertinggi
dan terbaik (Highest and Best Use) pada lahan kosong yang terletak di Jalan Dagen, Kelurahan
Sosromenduran,
Kecamatan
Gedongtengen,
Kota
Yogyakarta
dengan
memperhatikan
penggunaan tanah di sekitarnya, serta peruntukan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah
setempat,
yakni berdasarkan aspek fisik dan aspek legal, maka menurut pendapat kami
penggunaan tanah untuk bangunan komersial adalah merupakan pemanfaatan yang tertinggi dan
terbaik dari tanah tersebut. Bangunan komersial berdasarkan analasisi Highest and Best Use
adalah bangunan komersial yang diperuntukan untuk menjual jasa yaitu pembuatan tempat SPA.
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
20
RINGKASAN HASIL PENELITIAN
Obyek Penelitian : Tanah Kosong
Lokasi
: Jalan Dagen, Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen,
Kota Yogyakarta, DIY
Pemberi Tugas
: Djasmanuddin, M.Ec.Dev., MAPPI (Cert.)
Tujuan Penelitian : Memenuhi Tugas Kelompok Mengenai Analisa HBU Fisik dan Legal
Tanggal Survey
: 12 September - 26 September 2019
Rincian Nilai:
Objek Penelitian
Luasan (m2)
Lahan Kosong di Jln.Dagen, Kelurahan
347m2
SHM
Sosromenduran, Kecamatan
Gedongtengen, Kota Yogyakarta
M A P P – M E P U G M – 2 0 1 9
21
Download