Uploaded by meriesantia11

312001 makalah mutu UAS Pak Wahono

advertisement
TUGAS MANAJEMEN MUTU
“Penerapan Manajemen Mutu di dalam Produksi Dry Syrup di PT. Sanbe Farma”
DISUSUN OLEH :
NAMA
: HILDA VELAYATI
NPM
: 2018001230
KELAS
:B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN APOTEKER FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan
untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah
seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan
awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian
mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan (Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.1799, 2010). Maka pentingnya kualitas atau mutu dari obat harus terjaga oleh
industri farmasi, sehingga proses produksinya harus berdasarkan CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik).
Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah
pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian
badan manusia (Kepmenkes RI No. 193/Kab/B.VII/71). Sedangkan obat (jadi) adalah
sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
(Permenkes 917/Menkes/Per/X/1993). Oleh karena itu, pentingnya obat untuk
pelayanan kesehatan maka harus diperhatikan mutu dari obat tersebut, terlebih lagi
karena obat-obatan yang masuk ke tubuh pasien mempengaruhi kesehatan dan
diharapkan penyembuhan pasien karena obat tersebut.
Apoteker bertanggung jawab dalam pengendalian mutu obat di industri farmasi,
mulai dari pemilihan bahan baku hingga obat sampai ke tangan instansi terkait saat
pendistribusian. Menurut Permenkes No. 1799 tahun 2010, persyaratan untuk
memperoleh izin industri farmasi yaitu harus memiliki secara tetap paling sedikit tiga
orang apoteker Warga Negara Indonesia (WNI) yang masing-masing berperan sebagai
penanggung jawab bagian pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu.
Salah satu produk industri farmasi adalah dry syrup yang biasanya akan
direkonstitusi menggunakan aquadest. Jika sediaan dry syrup dibuat tidak sesuai standar
maka akan muncul ketidakstabilan pada dry syrup seperti gumpalan, perubahan warna
maupun lembab dan mengandung mikroba apabila terkena air yang tidak bersih. Maka
dari itu penting dari hal ini untuk menjaga mutu sediaan dry syrup agar tetap stabil
hingga ke tangan pasien.
1.2 Ruang Lingkup Masalah
Adapun ruang lingkup masalah yang dibuat dalam makalah ini yaitu hanya pada
lingkup sekitar mutu produksi dry syrup di PT. Sanbe Farma. Ruang lingkup yang
dibahas pada makalah ini mengenai bagaimana penerapan manajemen mutu di dalam
produksi sediaan dry syrup di PT. Sanbe Farma. Ruang lingkup yang akan dibahas
dalam makalah ini mengenai :
- Penerapan sistem manajemen mutu yang berfokus pada sediaan dry syrup di salah
satu industri farmasi ternama di Indonesia yaitu PT. Sanbe Farma.
- Membandingkan manajemen mutu yang ada di PT. Sanbe Farma pada proses
produksi dry syrup dengan standar yang berlaku yaitu CPOB (Cara Pembuatan Obat
yang Baik).
- Penerapan manajemen mutu yang baik akan menghasilkan produk yang bermutu
pula sehingga harus diawasi proses dalam setiap produksi obatnya.
1.3 Kerangka Konsep
Berikut ini kerangka konsep dari makalah ini adalah sebagai berikut :
- Proses manufacturing obat
- Proses produksi dry syrup
di PT. Sanbe Farma
Mutu sediaan dry syrup di
PT. Sanbe Farma
Gambar 1.1 Kerangka Konsep
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelaksanaan Manufacturing/Fabrikasi
Pelaksanaan fabrikasi obat tentunya harus mengikuti aturan atau standar yang
telah ditetapkan, seperti GMP (Good Manufacturing Produsct), CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik), maupun aturan lainnya. Berikut ini contoh bagan
gambaran proses fabrikasi obat pada pabrik berdasarkan GMP.
Gambar 2.1 Alur Proses Manufacturing/Fabrikasi GMP
Untuk pemesanan bahan, PPIC (Production Planning and Inventory Control)
memperhatikan stok bahan baku yang ada digudang, stok produk ruahan atau setengah
jadi dan stok produk jadi di gudang, sehingga dapat diketahui beberapa bahan yang
akan dipesan. Bagian produksi meaksanakan pembuatan obat berdasarkan jadwal
mingguan (Weekly Production Schedule) yang telah diatur oleh bagian PPIC. PPIC di
PT Sanbe Farma Unit II membawahi 3 bagian penting yaitu bagian PPC (Production
Planning Control), IC (Inventory Control) dan Gudang Bahan Baku. Tugas utama dari
bagian PPIC adalah mengatur pengendalian untuk eksekusi produk. Bagian PPIC
membuat suatu perencanaan agar suplai obat dapat terpenuhi.
Supplai obat yang harus dipenuhi berdasarkan forecast dari bagian marketing
yang telah disusun setiap 3 bulan. Kemudian data forecast tersebut diterjemahkan oleh
bagian IC untuk melakukan pengadaan bahan baku yang dibutuhkan. Bagian PPC
membuat MPS (Monthly Production Schedule) berdasarkan data stok akhir bulan
sebelumnya. MPS kemudian disusun kembali menjadi target per mingguan untuk
dijalankan oleh bagian produksi. Untuk meihat target yang ditetapkan sudah tercapai
atau mengalami hambatan, maka dibuat suatu pertemuan mingguan untuk evaluasi.
Selain itu, bagian PPC juga bertugas mengatur penomoran bets disetiap produk
yang akan diproduksi. Nomor Bets adalah penandaan yang terdiri dari gabungan huruf
dan angka , yang merupakan tanda pengenal suatu bets. Nomor bets digunakan untuk
penelusuran kembai riwayat lengkap pembuatan bets tersebut termasuk seluruh tahap
produksi, pengawasan dan distribusi. Tanggung jawab sistem penomoran bets, batas
daluarsa dan tanggal produksi diberikan kepada:
a. Supervisor PPIC bertanggung jawab untuk mengeluarkan nomor bets pada catatan
produksi bets.
b. Manajer PPIC bertanggung jawab dalam meyakinkan bahwa pengeluaran nomor bets
dilaksanakan dengan baik
c. Supervisor Gudang Bahan Baku, Produksi dan Pengemasan bertanggung jawab
untuk meyakinkan bahwa penulisan nomor bets, batas daluarsa, dan tangga produksi
pada setiap tahap produksi dan pengemasan, baik kemasan primer ataupun sekunder,
sesuai dengan catatan produksi bets.
d. Departemen Quality Control (QC) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
penomoran bets, batas daluarsa, dan masa produksi pada produk sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan.
Prosedur pemberian nomor bets di PT Sanbe Farma Unit II terdiri dari :
1. Digit pertama berupa huruf yang menunjukkan tahun pembuatan suatu produk obat,
dengan mengikuti aturan sebagai berikut :
Tabel 4.1. Penomoran Batch Digit Pertama
Huruf Ekivalensi
Huruf
Tahun
Ekivalensi Huruf
Ekivalensi Huruf
Ekivalensi
Tahun
Tahun
Tahun
A
2000
H
2007
O
2014
V
2021
B
2001
I
2008
P
2015
W
2022
C
2002
J
2009
Q
2016
X
2023
D
2003
K
2010
R
2017
Y
2024
E
2004
L
2011
S
2018
Z
2025
F
2005
M
2012
T
2019
G
2006
N
2013
U
2020
2. Digit kedua berupa huruf yang menunjukkan bahwa pembuatan suatu produk obat,
dengan mengikuti aturan sebagai berikut :
Tabel 4.2. Penomoran Batch Digit Kedua.
Huruf
Ekivalensi
Huruf
Ekivalensi
A
Januari
G
Juli
B
Februari
H
Agustus
C
Maret
I
September
D
April
J
Oktober
E
Mei
K
November
F
Juni
L
Desember
3. Digit ketiga, keempat, kelima dan keenam berupa susunan angka yang menunjukkan
nomor Tugas Pembuatan (TP) berdasarkan alokasi setiap unit produksi.
Setelah semua jumlah bahan yang diperlukan untuk produksi dihitung, maka
PPPI mengeluarkan Surat Permintaan Pembelian Bahan (SPPB) ditujukan kepada
bagian pembelian. Bagian pembelian ini akan memilih pemasok yang paling murah
tetapi memenuhi spesifikasi bahan yang diminta, kemudian bagian pembelian
menerbitkan surat pemesanan (Purchase Order/ PO) dan ditandatangani pimpinan.
Dibuat tembusan satu lembar arsip pesanan ke bagian gudang agar disiapkan tempatnya.
Bahan pesanan yang datang diterima oleh bagian gudang dimana bagian gudang
akan memeriksa kecocokan nomor pesanan, jumlah, spesifikasi bahan yang diminta
pada arsip pesanan dengan bahan yang akan diantarkan. Bahan tersebut akan
dikarantina dan diberi label kuning sementara bagian gudang membuat surat
permohonan periksa ke bagian pengawasan mutu untuk melakukan sampling dan
pemeriksaan terhadap bahan tersebut. Bila bahan memenuhi syarat akan diberi label
hijau disertai Hasil Pemeriksaan Laboratorium (HPL). Jika tidak memenuhi syarat yang
akan diberi label merah dan HPL serta dikembalikan ke pihak pemasok.
Setelah semua bahan yang dipesan lengkap, maka PPPI membuat Surat Perintah
Kerja (SPK) ke bagian produksi yang ditandatangani pimpinan. Pada SPK tersebut
ditulis No.SPK, nama sediaan, No Batch, dan kapan obat tersebut diharapkan siap
diproduksi. SPK dari PPIC yang dikirim kebagian produksi dilampiri catatan
pengolahan batch, catatan pengemasan batch, Surat Perintah Pengeluran Bahan Baku
(SPPBB) dan bahan pengemasan (SPPBK). SPK dibuat rangkap 4 dengan distribusi ke
produksi, gudang, laboratorium dan arsip. Obat jadi yang telah siap diproduksi dan
dikemas kemudian dikirim ke gudang penyimpanan obat jadi. Setelah dilakukan
finished pack analysis oleh petugas pengawasan mutu.
Obat jadi tersebut akan dikirimkan oleh PPPI ke Unit Logistik Sentral (ULS),
maka PPIC membuat surat kebagian gudang untuk menyiapkan obat jadi tersebut untuk
dikirim dan dilakukan stock opname. Pada bahan yang telah di stock opname akan
diberi label stock opname yang dituliskan tanggal dilakukan stock opname, nama bahan
dan jumlahnya. Sebelum dilakukan kegiatan produksi, harus dipastikan kesiapan jalur
produksi. Kesiapan jalur ini dilaksanakan oleh bagian produksi kemudian diperiksa
kebenarannya oleh bagian IPC (In Process Control). Selama proses produksi
berlangsung dilakukan pengawasan dalam proses (In Process Control/ IPC). IPC yang
dilakukan ada 2 macam, yaitu misalnya pada produksi sediaan tablet:
1. Dilakukan oleh pihak produksi, yaitu setiap 15 menit sekali dilakukan pemeriksaan
keseragaman bobot tablet.
2. Dilakukan oleh pihak pengawasan mutu, antara lain: uji kadar air granul, dan pada
tablet dilakukan: uji kekerasan, waktu hancur, disolusi, friabilitas, keseragaman
bobot dan kadar zat berkhasiat.
Obat yang telah selesai di produksi akan dilakukan pengemasan primer dibagian
produksi yang selanjutnya diserahkan kebagian pengemasan sekunder melalui pass box
untuk dilakukan pengemasan sekunder sampai dihasilkan obat jadi. Obat jadi yang telah
selesai dikemas, ditimbang dan dicatat, diberi label kuning. Selanjutnya dibuat
permohonan periksa ke bagian pengawasan mutu untuk dilakukan finished pack
analysis. Obat jadi yang lulus pemeriksaan diberi label hijau selanjutnya diserahkan ke
gudang penyimpanan obat jadi.
Semua bahan baku yang akan dipakai dalam proses produksi harus diperiksa
ulang kesesuaiannya dengan catatan pengolahan bets yang meliputi nomor analisa,
nomor bets, nama sediaan, kode bahan baku, dan berat bahan baku. Perlu juga
dilakukan pemeriksaan kondisi ruangan seperti suhu dan kelembaban ruangan,
kebersihan ruangan, kebersihan peralatan yang dilakukan oleh koordinator produksi dan
dilakukan pemeriksaan ulang oleh bagian IPC. Setiap ruangan dan peralatan yang sudah
dibersihkan diberi label “CLEAN” yang ditempel pada ruangan dan peralatan tersebut.
Setiap peralatan seperti mesin pencampuran, mesin pengisian kapsul, dan mesin
pengisian sirup kering, yang kemungkinan menyebabkan risiko kontaminasi seperti
adanya debu-debu bahan baku yang berterbangan telah dilengkapi dengan adanya dust
collector. Selain itu, ruangan yang menghasilkan banyak debu telah dipasang sistem
penghisap udara yang efektif dengan adanya lubang untuk pengeluaran udara sehingga
tidak menyebabkan cross contamination ataupun mix up.
BAB III
PEMBAHASAN
Berikut ini penerapan manajemen mutu dalam proses pembuatan dry syrup pada
industri farmasi PT. Sanbe Farma, terdiri dari persiapan, bahan baku, penimbangan,
pencampuran, pengisian dan penutupan botol.
3.1 Persiapan
Pencucian botol menggunakan mesin cuci botol dengan memakai aqua
demineralisata.Mesin tersebut mempunyai sistem rotary dalam proses pencuciannya.
Setelah dicuci, botol-botol ditiriskan, kemudian dimasukkan ke oven dengan suhu
150oC selama empat jam dan di blower selama satu jam.
3.2 Bahan baku
Bahan baku disimpan di Gudang Bahan Baku (GBB) dan diberi label
“QUARANTINE” kemudian di catat di buku penerimaan bahan baku. Petugas GBB
menginformasikan bagian QC bahwa bahan baku telah diterima, sehingga QC dapat
melakukan sampling dan pengujian sesuai dengan prosedur yang berlaku. Bahan baku
diberi label “SAMPLING”.
3.3 Penimbangan
Ruang penimbangan dilengkapi dengan LAF (Laminar Air Flow) disertai
dengan dust collector untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi antar bahan. Bahan
baku yang ditimbang harus sudah berstatus “RELEASED”. Proses penimbangan ini
selalu dilakukan oleh petugas GBB dan double check olehkoordinator produksi dengan
pengamatan dari bagian IPC untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam
penimbangan. Setelah bahan ditimbang, dilakukan serah terima bahan baku dari bagian
GBB ke bagian produksi. Bahan baku lalu disimpan di ruang hasil penimbangan.
3.4 Pencampuran
Setelah mendapat label “RELEASED” dari QC, maka bahan siap untuk diproses
lebih lanjut yaitu pencampuran. Mesin pengayak dan pencampur telah dilengkapi
dengan dust collector. Setelah pengayakan selesai, bahan baku ditimbang kembali untuk
dimasukkan ke dalam mesin pencampur. Semua bahan baku yang selesai diayak, akan
dicampur dalam drum mixer selama beberapa waktu. Pencampuran bahan baku
menggunakan drum mixer berkapasitas antara 200-300 liter. Setelah selesai dicampur,
bahan tersebut ditimbang dan akan disampling oleh IPC sebanyak 25 gram (campuran
dari bahan yang diambil pada bagian atas, tengah, bawah) diserahkan ke bagian QC
untuk diperiksa.
Bahan yang dicampur, dimasukkan ke dalam kantong plasik (fles), kemudian
dimasukkan ke dalam tong dan kemudian diberi label identitas “QUARANTINE” dan
akan diberi label “RELEASED” untuk difilling setelah ada hasil pemeriksaan oleh
bagian QC. Hasil pencampuran bahan baku akan disimpan di ruang hasil pencampuran.
3.5 Pengisian dan Penutupan Botol
Proses pengisian dry syrup dilakukan di ruang pengisian sirup. PP cap diperoleh
dari gudang kemasan. Setiap sediaan biasanya mempunyai 43ygie khas PP cap. Mesin
pengisi dry syrup telah dilengkapi dengan dust collector. Selama awal, tengah, dan
akhir proses pengisian, bagian IPC akan memeriksa keseragaman bobot, hasil sealing
PP cap sebanyak masing-masing 20 botol. Proses penyortiran dry syrup juga dilakukan
selama proses pengisian yaitu dengan melihat apakah ada botol yang rusak atau cacat,
PP cap yang jelek, dan ada atau tidaknya pengotor di dalam botol. Setelah proses
pengisian selesai, botol-botol tersebut disimpan di dalam tong untuk kemudian disimpan
di ruang hasil pengisian dry syrup. Tong tersebut disimpan dengan diberi label identitas
“QUARANTINE” sambil menunggu label “RELEASED” dari QC untuk dikemas
dengan kemasan sekunder.
Untuk proses pembuatan dry syrup Claneksi, semua tahap proses produksi
(penimbangan, pencampuran, pengisian, dan penutupan botol) dilakukan di ruang
khusus yang sudah diatur RH (< 20 %) dan suhu ruangan (<20oC). Setiap akan memulai
proses produksi, bagian IPC dan pengawas produksi akan memeriksa kebersihan
ruangan, suhu dan kelembaban ruangan, kebersihan alat, dan label identitas produk yang
akan diproses. Setiap tahap kegiatan produksi dan hasilnya akan di catat ke dalam
catatan pengolahan bets yang nantinya akan diperiksa kelengkapan dan kecocokan
dokumen. Penggunaan ruangan dan peralatan dicatat dalam log book (buku harian).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
- Proses manufacturing obat di PT. Sanbe Farma sama dengan standar yang ditetapkan
oleh GMP (Good Manufacturing Practice).
- Proses produksi tiap sediaan obat berbeda-beda. Pada dry syrup prosesnya meliputi:
persiapan, bahan baku, penimbangan, pencampuran, pengisian dan penutupan botol.
- Tiap proses yang dilakukan diperhatikan oleh pabrik, sehingga mutu dari sediaan
obat dapat terjamin.
DAFTAR PUSTAKA
GMP Center, (2011). Pedoman CPOB/ GMP Pharma: Manajemen Mutu. [Diakses
tanggal 21 Juni 2019]. Dikutip dari: http://gmpcenter.com/ 2011/03/09/pedomancpob-gmp-pharmaceutical/.
Hermawan, Willy. 2013. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Sanbe Farma
Unit II Jl. Leuwigajah no. 162 Cimahi, Jawa Barat Periode 14 Januari – 28
Februari 2013. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Depok: Universitas
Indonesia
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2009). Petunjuk
Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Pedoman
Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Download