Uploaded by User24626

ANALISIS PENERAPAN ASAS PIDANA PENYERTAAN

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
MAKALAH PENERAPAN ASAS PIDANA
ANALISIS PUTUSAN NOMOR: 1188/PID.B/2013/PN.Jkt.Tim.
KELOMPOK 6 RECIDIVE
Anindita Yulidaningrum Purba (1706049176)
Bunga Anastasia (1706048702)
M. Fadhil Abulkhair (1706048223)
Nadiyah Fauziyyah (1706048614)
Rustam Rizki Effendi (1706977784)
KELAS PENERAPAN ASAS-ASAS HUKUM PIDANA A
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018
I.
Landasan Teori
Menurut Prof. Van Hamel, ajaran mengenai deelneming itu sebagai suatu ajaran yang
bersifat umum, pada dasarnya merupakan suatu ajaran mengenai pertanggungjawaban dan
pembagian pertanggungjawaban, yakni dalam hal dimana suatu delik yang menurut rumusan
undang-undang sebenarnya dapat dilakukan oleh seseorang secara sendirian, akan tetapi
dalam kenyataannya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kerja sama yang
terpadu baik secara psikis maupun secara material.1 Deelneming atau keturutsertaan telah
diatur
di
dalam
Pasal
55
dan
56
KUHP.
Bunyi
dari
Pasal
55
KUHP:
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1.
mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan;
2.
mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman
atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Dan
berikut
ini
adalah
bunyi
Pasal
56
KUHP:
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1.
mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan ;
2.
mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan.
Dalam rumusan mengenai ketentuan-ketentuan pidana di dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP
diatas, dapat dijumpai beberapa perkataan, seperti dader, plegen, doen plegen, dan lain
sebagainya. Di dalam kedua pasal tersebut ada lima golongan peserta tindak pidana, yaitu:2
a. Yang melakukan perbuatan (Plegen atau dader)
Menurut memori penjelasan mengenai pembetnukan Pasal 55 KUHP itu, yang harus
dipandang sebagai daders itu bukan saja mereka yang telah menggerakkan orang lain
untuk melakukan tindak pidana, melainkan juga mereka “yang telah menyuruh
1
Drs. P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2013), Hlm.
594
2
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2003), Hlm. 118.
melakukan” dan mereka yang “yang telah turut melakukan” suatu tindak pidana. Prof.
Van Hamel mengartikan pelaku dari suatu tindak pidana dengan membuat suatu
definisi bahwa Pelaku suatu tindak pidana itu hanyalah dia, yang tindakannya atau
kealpaannya memenuhi semua unsur dari delik seperti yang terdapat di dalam
rumusan delik yang bersangkutan, baik yang telah dinyatakan secara tegas maupun
yang tidak dinyatakan secara tegas.3 Sedangkan menurut Profesor van Hattum, dader
atau pelaku adalah orang yang memenuhi suatu rumusan delik, atau orang yang
memenuhi semua unsur dari rumusan suatu delik.
b. Yang menyuruh melakukan perbuatan (doen plegen, middelijke dader)
Di dalam suatu doen plegen itu jelas terdapat seseorang yang menyuruh orang lain
melakukan suatu tindak pidana, dan seseorang lainnya yang disuruh melakukan tindak
pidana tersebut. Terjadi apabila orang lain menyuruh si pelaku melakukan perbuatan
yang biasanya merupakan tindak pidana, tetapi oleh karena beberapa hal si pelaku itu
tidak dapat dikenai hukuman pidana. Jadi, si pelaku itu seolah-olah menjadi alat
belaka yang dikendalikan oleh si penyuruh, si pelaku semacam ini dalam ilmu
pengetahuan hukum dinamakan manus ministra (tangan yang dikuasai) dan si
penyuruh dinamakan manus domina (tangan yang menguasai). Dalam HOGE RAAD
di dalam arrest-nya tanggal 10 Juni 1912, W. 9355 mengatakan bahwa menuruh
melakukan itu sifatnya tidaklah terbatas, ditinjau dari cara bagaimana suatu perbuatan
itu harus dilakukan oleh orang yang disuruh melakukan. Ia dapat berupa suatu
perbuatan, yang oleh orang yang telah disuruh melakukannya tidak diketahui bahwa
perbuatan tersebut sebenarnya merupakan suatu tindak pidana. Dan dalam HOGE
RAAD di dalam arrest-arrestnya masing-masing tanggal 15 Januari 1912, W.9278 dan
tanggal 25 Juni 1917 halaman 818, W.10145 bahwa pada doen pleggen itu, perintah
orang itu dapat diberikan kepada orang yang disuruh melakukannya melalui seorang
perantara.4
3 Drs. P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2013),
Hlm. 593.
4 Ibid., Hlm.614.
c. Yang turut melakukan perbuatan (medeplegen, mededader)
R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan
mengenai apa yang dimaksud dengan “orang yang turut melakukan”
(medepleger) dalam Pasal 55 KUHP. Menurut R. Soesilo, “turut melakukan” dalam
arti kata “bersama-sama melakukan”. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang,
ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger)
peristiwa pidana. Di sini diminta bahwa kedua orang itu semuanya melakukan
perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa tindak
pidana itu. Dalam hal turut melakukan, beberapa orang bersama-sama melakukan
tindak pidana. Terdapat tiga kemungkinannya, yaitu:
✓ Semua dari mereka yang terlibat, masing-masing memenuhi semua unsur
tindak pidana
✓ Ada yang memenuhi semua unsur; ada yang yang memenuhi sebagian saja,
bahkan ada yang sama tidak memenuhi unsur delik
✓ Semua hanya memenuhi sebagian-sebagian saja unsur delik
Menurut Hazewinkel-Suringa (halaman 240-241) Hoge Raad Belanda
mengemukakan dua syarat bagi adanya turut melakukan tindak pidana, yaitu:5
1. Ada kerjasama secara sadar, tidak perlu ada kesepakatan, tapi harus ada
kesengajaan:
i. Untuk bekerjasama
ii. Untuk mencapai hasil berupa tindak pidana
2. Ada pelaksanaan bersama-sama secara fisik (tidak dalam arti bahwa para
peserta harus sama-sama berada di lokasi kejadian.
d. Yang membujuk supaya perbuatan dilakukan (uitlokken, uitlokker)
R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan
bahwa seseorang harus dengan sengaja membujuk orang lain dan ia membujuknya
dengan cara pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan. Sedikitdikitnya harus ada dua orang, yaitu orang yang membujuk dan orang yang dibujuk.
5
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2003), Hlm. 125.
Seseorang
mempunyai kehendak untuk melakukan tindak pidana, tetapi tidak
melakukannya sendiri, melainkan menggerakkan orang lain untuk melaksanakan
niatnya itu.
Syarat-syarat Penggerakkan yang dapat dipidana:
•
Ada kesengajaan menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana
•
Menggerakkan dengan upaya-upaya yang ada dalam Pasal 55 ayat (1) butir
ke-2: pemberian, janji, penyalahgunaan kekuasaan atau pengaruh, kekerasan,
ancaman kekerasan, tipu daya, memberi kesempatan, alat , keterangan
e. Yang membantu perbuatan (medeplichtig zijn, medeplichtige)
Menurut Prof. Simons, mediplichtigheid itu merupakan suatu keturutsertaan yang
tidak berdiri sendiri. Berarti bahwa seorang medeplichtige itu dapat dihukum atau
tidak, hal mana bergantung pada kenyataanm yaitu apakah pelakunya sendiri telah
melakuakn suatu tindak pidana atau tidak. Bentuk medeplichtigheid ada dua, yaitu
yang pertama adalah kesengajaan membantu melakukan suatu kejahatan. Maka setiap
tindakan yang telah dilakukan orang dengan maksud membantu orang lain melakukan
suatu kejahatan itu, dapat membuat orang tersebut dituntut dan dihukum karena
dengan sengaja telah membantu orang lain pada saat seseorang sedang melakukan
suatu tindak pidana. Kedua adalah kesengajaan memberikan bantuan kepada orang
lain untuk mempermudah orang lain tersebut melakukan kejahatan.6 Menurut Pasal 56
KUHP ada 2 jenis medeplichtigheid, yakni:
1. Membantu sebelum tindak pidana dilakukan
Sarananya: kesempatan, daya upaya (alat), keterangan
2. Membantu pada saat tindak pidana dilakukan
Sarananya: boleh apa saja
Yang dapat dipidana hanya membantu melakukan kejahatan (lihat Pasal 56 dan Pasal
60 KUHP). untuk ancaman pidana maksimal bagi seorang pembantu, pidana bagi
pelaku kejahatan adalah dikurangi 1/3-nya. Batas pertanggungjawaban seorang yang
membantu melakukan tindak pidana (Pasal 57 ayat (4)) hanya terbatas pada perbuatan
yang dengan sengaja dimudahkan oleh pembantu, beserta dengan akibatnya
6
Drs. P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti,
2013), Hlm. 647.
II.
Kasus Posisi
A. Identitas Terdakwa
Nama
: Deris Andreas Azis
Tempat Lahir
: Garut
Umur/Tanggal Lahir
: 43 Tahun / 18 November 1970
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
: Kampung Awiluar RT.005/01, Desa/
Kelurahan Singkup, Kecamatan Cibeureum, Jawa Barat.
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: S.I
B. Kasus Posisi
•
Kasus ini berawal ketika korban yang bernama Mimy Rossy ingin meminjam
uang kepada sebesar Rp.60.000.000.000,- kepada terdakwa yaitu Deris
Andreas. Korban tertarik untuk meminjam modal karena terdakwa pernahn
mengatakan bahwa ia mempunyai gudang penyimpanan uang. Hal ini
kemudian
diperkuat
dengan
diperlihatkannya
korban
uang
pecahan
Rp.100.000,-. Dengan tipu muslihat tersebut korban kemudin melakukan
pertemuan dengan Ayub (DPO) yang akan memberikan bantuan dana kepada
korban sebesar Rp.60.000.000.000,- (enam puluh milyar riupiah), namun
dengan persyaratan bahwa korban harus menyerahkan uang sebesar Rp.
200.000.000,-
(dua
ratus
juta
rupiah)
sebagai
syarat
operasional
dicairkannyauang modal tersebu. Namun setelah dua minggu, uang itu belum
juga digantikan.
•
Korban akhirnya berinisiatif untuk menagih dengan menyusun pertemuan
kembali dengan terdakwa. Setelah itu korban diperkenalkan dengan Ahmad
Acim Maulana alias Mul bin Genang sebagai bos yang akan meminjamkan
uang disertai syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum korban dapat
melakukan pinjaman modal.
Mul meminta uang sejumlah Rp.5.000.000,-
untuk biaya pengambilan uang.
•
Ahirnya pada hari Rabu, 21 Juli 2013 terdakwa ditangkap oleh polisi dengan
tuduhan penpuan atas korban Mimi Rossy di Hotel Fiducia Jakarta Selatan
dengan barang bukti barang bukti berupa buku album dokumen cover warna
biru berisikan foto-foto gudang yang berisi foto uang rupiah dan uang dollar,
selembar Surat Keterangan Bank (Proof of Fund) Bank BNI tertanggal 25
Februari 2011, selembar Surat Persetujuan Penerbitan Deposito Berjangka
Bank Mandiri, selembar kertas yang menyerupai rupiah pecahan Rp.100.000,yang belum dipotong senilai Rp.400.000,-, selembar kertas yang menyerupai
uang rupiah pecahan Rp.100.000,- yang belumdipotong senilai Rp.200.000,dan Buku Proposal Project Penimbunan (Over Burden) tanah lahan batubara
PLTU Gunung Rajo Prabumulih Sumatera Selatan atas nama PT. INDAH
NAMIRA PRATAMA.
•
Atas perbuatan terdakwa, korban mengalami kerugian sebesar Rp.2.300.000,dan yang dilakukan oleh Ayub (DPO) sebesar Rp.200.000.000,-
III.
Pembahasan Putusan Pengadilan
Pada Kamis, 19 Desember 2013 dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Timur oleh DJANIKO MH. GIRSANG, S.H., M.Hum. sebagai Hakim Ketua,
serta PANDU BUDIONO, SH., MH. dan BERTON SIHOTANG, SH., MH. sebagai HakimHakim Anggota, putusan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum
pada hari itu juga oleh Hakim Ketua tersebut dengan didampingi oleh Hakim-Hakim
Anggota, dan dibantu oleh ROMLI, SH. Panitera Pengganti serta dihadiri oleh : RIZKI
DINIARTI, SH. sebagai Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa.
Berdasarkan fakta-fakta hukum dan keterangan saksi-saksi dalam persidangan, maka telah di
putuskan oleh pengadilan sebagai berikut:
1.
Menyatakan Terdakwa DERIS ANDREAN AZIS tersebut diatas, telah terbukti
bersalah melakukan Tindak Pidana “Membantu Percobaan Penipuan”;
2.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 5 (lima) bulan;
3.
Menyatakan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan;
4.
Menyatakan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5.
Memerintahkan barang bukti berupa;
a.
1 (satu) bendel dokumen album kliping cover briu berisi foto-foto;
b.
1 (satu) buah dokumen uang kertas yang belum dipotong (uncut bank
notes) pecahan Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah), senilai Rp.200.000,(dua ratus ribu rupiah);
c.
1(satu) buah dokumen uang kertas yang belum dipotong (uncut bank
notes) pecahan Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah), senilai Rp.400.000,(empat ratus ribu rupiah);
d.
1 (satu) buah Proposal Project penimbunan/cover burden tanah batu bara
PLTU Gunung Rajo Prabumulih Sumut, PT. Indah Namira Pratama alamat
Jalan Malaka IV Blok I No.45 Malaka, Duren Sawit, Jakarta Timur;
e.
1 (satu) lembar surat keterangan bank (Proff of Fund) BNI tertanggal 25
Februari 2011;
f.
1 (satu) lembar surat persetujuan penerbitan Deposito Berjangka Bank
Mandiri;
dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain;
6.
Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah);
IV.
Legal Issue
Terhadap Kasus diatas terdapat dua permasalahan hukum yang dapat dikemukakan, yaitu :
1. Bentuk
penyertaan
apakah
yang
terdapat
dalam
Putusan
Nomor
1188/PID.B/2013/PN.Jkt.Tim. ?
Dalam kasus ini, terdapat lebih dari satu orang yang terlibat dalam percobaan penipuan.
Terdakwa tidak sendirian dalam melakukan percobaan penipuan. Oleh karena itu dalam kasus
ini terdapat penyertaan. Dalam Putusan Nomor 1188/PID.B/2013/PN.Jkt.Tim. bentuk
penyertaan yang dikenakan terhadap Terdakwa oleh majelis hakim adalah sebagai pembantu
atau medeplichtige yang diatur dalam Pasal 56 KUHP. Akan tetapi, kelompok kami tidak
setuju dengan putusan hakim ini yang menyatakan bahwa Terdakwa adalah medeplichtige.
2. Apakah putusan yang diberikan Majelis Hakim dalam menggunakan Pasal 378
KUHP Jo. Pasal 56 Ke-1 KUHP Jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP sudah tepat?
Perbuatan yang dilakukan Terdakwa mengakibatkan Korban yaitu Mimi Rosy alias Bunda
mengalami kerugian sebesar Rp 2.300.000,- . Jaksa Penuntut Umum mendakwakan perbuatan
Terdakwa dengan susunan dakwaan sebagai berikut.
•
Dakwaan kesatu : bahwa perbuatan Terdakwa diatur dan diancam Pidana dalam
Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 56 Ke-1 KUHP Jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP
•
Dakwaan Kedua : bahwa perbuatan Terdakwa diatur dan diancam Pidana dalam
Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 56 ke-1 KUHP Jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP
Berdasarkan Putusan Nomor 1188/PID.B/2013/PN.Jkt.Tim. semua unsur dalam dakwaan
kesatu maka Majelis Hakim tidak menggubris Dakwaan kedua dan Terdakwa telah terbukti
secara sah melanggar Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 56 Ke-1 KUHP Jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP.
Akan tetapi, kelompok kami tidak setuju dengan dakwaan yang dijatuhkan oleh Majelis
Hakim.
V.
Analisis
Terhadap kasus di atas, yang dapat dianalisis sesuai dengan penjabaran kasus posisi, dakwaan
dan putusan baik di tingkat pengadilan negeri serta legal issue. Kelompok kami tidak setuju
dengan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Terdakwa DERIS
ANDREAN AZIS, yang dituntut dengan dakwaan kesatu Pasal 378 KUHP jo. Pasal 56 Ke-1
KUHP jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP atau dakwaan kedua Pasal 372 KUHP jo. Pasal 56 ke-1
KUHP jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP. Menurut kami, Pasal yang tepat untuk menuntut terdakwa
DERIS ANDREAN AZIS karena perbuatannya adalah Pasal 378 jo. Pasal 53 jo. Pasal 55 (1)
ke-1 KUHP. Berikut adalah unsur-unsur dari pasal 378 jo. Pasal 53 jo. pasal 55 (1) ke-1
KUHP dikaitkan dengan Putusan Nomor 1188/PID.B/2013/PN.Jkt.Tim:
1) Unsur Pasal 378 KUHP
“Barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu;
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling
lama empat tahun”.
Ad.1 Unsur Barang siapa
Barang siapa, dalam hal ini adalah subjek hukum yang melakukan tindak
pidana dan mampu untuk dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya serta
tidak terdapat dasar pemaaf dan pembenar yang menurut hukum pidana adalah
Naturlijk Person. Subjek hukum adalah segala sesuatu yang memiliki hak dan
kewajiban menurut hukum. Sifat dari subjek hukum dalam kasus ini yaitu
Manusia (Naturlijk Persoon) ada tiga yaitu :
•
Mandiri, mempunyai kemampuan penuh untuk bersikap tindak (cakap)
•
Terlindung, jika dianggap tidak mampu bersikap tindak, maka tidak dapat
dihukum (misalnya orang cacat mental, orang gila, anak dibawah umur)
•
Perantara, sikap tindaknya dibatasi sebatas kepentingan pihak yang
diantarainya (kepentingan pengampu dibatasi oleh kepentingan orang yang
diampunya)
Dalam kasus ini, yang menjadi subjek hukum sebagaimana yang dapat dimintai
pertanggungjawaban dan memenuhi unsur Subjek Hukum dalam kasus perkara ini
lengkap dengan segala identitasnya, menurut Surat Dakwaan Jaksa Penuntut
Umum adalah Terdakwa DERIS ANDREAN AZIS.
Ad.2. Unsur Rangkaian Kebohongan
Menurut R.Soesilo, rangkaian kebohongan adalah banyak kata-kata
bohong yang tersusun sedemikian rupa, sehingga kebohongan yang satu dapat
ditutup dengan kebohongan yang lain, sehingga keseluruhannya merupakan
ceritera sesuatu yang seakan-akan benar.7
Rangakain kebohongan yang dilakukan oleh Terdakwa DERIS ANDREAN AZIS.
terlihat dari keterangan saksi MIMI ROSY alias Bunda, yang menyatakan bahwa
Terdakwa pernah bilang mempunyai gudang penyimpanan uang miliknya,
kemudian Terdakwa pernah memperlihatkan uang pecahan Rp.100.000,- yang
belum dipotong sejumlah Rp.400.000,- dan juga perkataan terdakwa yang
menyatakan bahwa ia sanggup memberikan pinjaman uang sebesar Rp. 60 milyar
rupiah kepada saksi. Selain itu dalam keterangan di dalam persidangan Terdakwa
menyatakan bahwa foto-foto uang rupiah dan dollar di gudang adalah hasil
browsing di Internet, dan ia membeli uang yang belum dipotong dari saudara Yuli
di salah satu Hotel daerah Menteng, Jakarta Pusat, seharga Rp.7.000.000,Ad.3 Unsur Menggerakkan Orang Lain Untuk Menyerahkan Barang
Sesuatu Kepadanya, atau Supaya Memberi Utang Maupun Menghapuskan
Piutang,
Memberikan sesuatu barang berarti tidak perlu harus diberikan kepada
terdakwa sendiri, sedang yang menyerahkan itupun tidak perlu harus orang lain
yang dibujuk sendiri, bisa dilakukan oleh orang lain. Tentang barang itu tidak
disebutkan pembatasan, bahwa barang itu harus kepunyaan orang lain.
Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.1601.K/Pid/1990 tanggal
26 Juli 1990 disebutkan bahwa unsur pokok delik penipuan adalah terletak pada
7
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentar-komentarnya, (Bogor: Politeia, 2013), hlm. 261
cara atau upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delik untuk menggerakan
orang lain agar menyerahkan suatu barang.
Dalam kasus ini, Terdakwa DERIS ANDREAN AZIS telah melakukan suatu
permulaan pelaksanaan tindak pidana penipuan, dengan melakukan perbuatan
rangkaian kebohongan, akan tetapi delik penipuan tidaklah selesai karena tujuan dari
Terdakwa untuk mendapatkan uang sebesar Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah)
dari korban MIMI ROSY Alias BUNDA tidak terlaksana.
Melihat bahwa perbuatan tindak pidana penipuan ini tidaklah selesai, maka di juncto-kan lah
Pasal 53 KUHP mengenai percobaan melakukan suatu tindak pidana dalam kasus ini.
2) Unsur Pasal 53 KUHP
“ (1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari
adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya itu, bukan semata-mata disebabkan
oleh kehendaknya sendiri
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dapat dikurangi
sepertiga
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati, dan pidana penjara seumur hidup,
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan adalah sama dengan kejahatan selesai.”
Berdasarkan Pasal 53 ayat 1 KUHP, percobaan atau poging adalah pelaksanaan untuk
melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu
kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di dalam
suatu permulaan pelaksanaan.
Terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi pelaku agar pelaku tersebut dianggap telah
melakukan percobaan. Syarat-syarat tersebut adalah:
A. Adanya maksud atau voornemen yang dimiliki pelaku untuk melakukan suatu
kejahatan tertentu. Aadanya maksud dari terdakwa berarti terdakwa sengaja
melakukan tindak pidana tersebut. Menurut Pompe, suatu maksud yang dimiliki oleh
pelaku berarti willen en wetens yaitu menghendaki dan mengetahui.
Dalam kasus ini, Terdakwa DERIS ANDREAN AZIS menghendaki terjadinya tindak
pidana penipuan dan mengetahui secara jelas bahwa apa yang dilakukannya termasuk
ke dalam suatu tindak pidana yang dilarang oleh undang-undang. Hal ini terbukti dari
tindakan-tindakan Terdakwa DERIS ANDREAN AZIS yang menunjukkan niat atau
maksudnya. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah menyiapkan album dokumen
cover warna biru yang berisikan foto-foto gudang yang berisi uang rupiah dan dollar
serta dokumen-dokumen penting lainnya yang digunakan oleh Terdakwa DERIS
ANDREAN AZIS untuk memperkuat pengakuannya akan kepemilikan gudang
penyimpanan uang.
B. Adanya suatu permulaan pelaksanaan.
Syarat kedua yaitu adanya suatu permulaan pelaksanaan juga terbukti dalam kasus
penipuan ini. Suatu permulaan pelaksanaan dari suatu kejahatan dapat dipandang ada
apabila kejahatannya sendiri telah mulai dilakukan, dalam arti bahwa di situ telah
terdapat suatu tindakan pelaksanaan dari suatu kejahatan seperti yang telah
dirumuskan di dalam undang-undang. Untuk melihat dimana permulaan pelaksanaan
dalam suatu tindak pidana, kita harus menelusuri apakah tindak pidana tersebut
termasuk ke dalam delik formil atau delik materil. Tindak pidana penipuan yang
diatur dalam pasal 378 KUHP termasuk delik materil
Teori Subjektif digunakan untuk melihat dimana permulaan pelaksanaan yang
dilakukan oleh Terdakwa DERIS ANDREAN AZIS, teori subjektif adalah teori yang
menganggap permulaan pelaksanaan sejalan dengan niat pelaku. Jika teori subjektif
digunakan maka permulaan pelaksanaan dalam kasus ini adalah ketika Terdakwa
DERIS ANDREAN AZIS melakukan rangkaian kebohongan yang pertama kali untuk
meyakinkan korban yaitu Mimi Rosy, bahwa ia dan bosnya mampu meminjamkan
uang. Hal ini tidak dijelaskan secara persis dalam kasus posisi mengenai tempat dan
waktunya.
C. Pelaksanaan untuk melakukan kejahatan yang ia kehendaki itu tidak selesai karena
masalah-masalah diluar kemauan pelaku. Syarat terakhir yang harus dipenuhi untuk
terjadinya suatu percobaan tindak pidana adalah pelaksanaan yang dilakukan oleh
terdakwa harus tidak terselesaikan karena adanya gangguan dari pihak luar.
Dalam kasus ini, tindak pidana tidak selesai karena adanya penangkapan yang
dilakukan oleh pihak kepolisian yaitu Agung Wiyono sebagai anggota Polri dari
Dinas Dit Reskrimum Polda Metro Jaya. Penangkapan Terdakwa DERIS ANDREAN
AZIS dilakukan di Hotel Fiducia, Jakarta Selatan. Sementara, penangkapan terdakwa
Ahmad Acim Maulana ditangkap di Hotel Sukabumi, Jakarta Timur. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa tidak selesainya tindak pidana penipuan disebabkan adanya
suatu penghalang fisik yaitu kedatangan polisi untuk menangkap Terdakwa DERIS
ANDREAN AZIS.
3) Unsur Pasal 55 (1) ke-1 KUHP
“Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana:
Ke-1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta
melakukan perbuatan;”
Mengenai mengenai apa yang dimaksud dengan “orang yang turut melakukan” (medepleger)
dalam Pasal 55 KUHP. Menurut R. Soesilo, “turut melakukan” dalam arti kata “bersamasama melakukan”. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger)
dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana. Dalam hal turut melakukan,
beberapa orang bersama-sama melakukan tindak pidana. Terdapat tiga kemungkinannya,
yaitu:
a. Semua dari mereka yang terlibat, masing-masing memenuhi semua unsur tindak
pidana
b. Ada yang memenuhi semua unsur; ada yang yang memenuhi sebagian saja, bahkan
ada yang sama tidak memenuhi unsur delik
c. Semua hanya memenuhi sebagian-sebagian saja unsur delik
Menurut Hazewinkel-Suringa (halaman 240-241) Hoge Raad Belanda mengemukakan dua
syarat bagi adanya turut melakukan tindak pidana, yaitu: (1) Ada kerjasama secara sadar,
tidak perlu ada kesepakatan, tapi harus ada kesengajaan baik untuk bekerjasama atau untuk
mencapai hasil berupa tindak pidana; (2) Ada pelaksanaan bersama-sama secara fisik (tidak
dalam arti bahwa para peserta harus sama-sama berada di lokasi kejadian.
Dalam kasus ini, kelompok kami setuju bahwa posisi Terdakwa DERIS ANDREAN AZIS
dalam melakukan tindak pidana penipuan adalah sebagai orang yang turut melakukan
(medepleger). Hal ini terbukti dari keterangan saksi Agus Wiyono yang menyatakan bahwa
terdakwa tertangkap karena telah merencanakan penipuan terhadap Mimi Rosy alias Bunda,
selain itu keterangan dari Saksi AHMAD ACIM MAULANA alias MUL Bin Genang
menyatakan bahwa saksi mengetahui rencana penipuan yang dilakukan oleh Terdakwa. Hal
ini berarti Terdakwa DERIS ANDREAN AZIS secara sadar melakukan kerjasama dengan
AHMAD ACIM MAULANA alias MUL Bin Genang, dan juga pelaksanaan bersama-sama
secara fisik terjadi di saat Terdakwa memperkenalkan saksi kepada AHMAD ACIM
MAULANA alias MUL Bin Genang sebagai bos yang akan meminjamkan uang dengan cara
yang mudah kepada MIMI ROSY sesuai dengan keterangan saksi MIMI ROSY Alias Bunda.
Hal ini menyebabkan kedua syarat adanya turut melakukan tindak pidana terpenuhi.
VI.
Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran pada kasus posisi, hasil putusan, legal issue serta analisis, kelompok
kami mendapat suatu kesimpulan bahwa kami tidak setuju dengan tuntutan jaksa penuntut
umum maupun putusan akhir majelis hakim. Kami lebih setuju jika majelis hakim mengadili
Terdakwa DERIS ANDREAN AZI dengan 378 jo. Pasal 53 jo. pasal 55 (1) ke-1 KUHP,
karena sesuai dengan analisis kami, Terdakwa DERIS ANDREAN AZIS lebih tepat jika
disebut sebagai orang yang turut serta melakukan (medepleger) bukan sebagai orang yang
membantu perbuatan (medeplichtig zijn, medeplichtige) dalam melaksanakan tindak
pidana percobaaan penipuan.
DAFTAR PUSTAKA
Utrecht, Drs., Mr., 1958. “Rangkaian Seri Kuliah Hukum Pidana I Suatu Pengantar
Hukum Pidana Untuk Tingkat Pelajaran Sarjana Muda Hukum Suatu Pembahasan Pelajaran
Umum”. Jakarta
R. Soesilo. 1991. “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta KomentarKomentarnya Pasal Demi Pasal”. Sukabumi: Politeia
Prof., Dr. Andi Hamzah, S.H., “Asas-Asas Hukum Pidana”. Jakarta : Rineka Cipta
Drs. P.A.F. Lamintang, S.H., 2013. “Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia”.
Bandung : Citra Aditya Bakti
Prof. Dr. Wirjono Projodikoro, S.H., 2003. “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia”.
Bandung : Refika Aditama
Download