Uploaded by rifanae3

HIPERTIROID

advertisement
HIPERTIROID
Gejala Hipertiroidisme
Tiroid adalah kelenjar di bagian depan leher yang mengendalikan metabolisme dan fungsi
normal tubuh, seperti mengubah makanan menjadi energi, mengatur suhu tubuh, dan
mempengaruhi denyut jantung, otot, juga tulang. Percepatan metabolisme akibat hipertiroidisme
bisa menimbulkan berbagai macam gejala pada tubuh manusia. Tiap penderita bisa mengalami
tingkat keparahan, jangkauan, dan frekuensi gejala yang berbeda-beda.
Gejala yang umumnya ditemukan pada penderita hipertiroidisme adalah:

Berat badan turun tanpa alasan yang jelas.

Hiperaktif. Penderita menjadi tidak akan bisa diam dan dipenuhi perasaan cemas.

Mudah marah dan emosional.

Insomnia atau kesulitan untuk tidur pada malam hari.

Konsentrasi menurun.

Berkeringat secara berlebihan dan sensitif terhadap suhu panas.

Libido menurun.

Otot terasa lemas.

Diare.

Kemandulan.

Siklus menstruasi menjadi tidak teratur, jarang, atau berhenti sekaligus.

Pada penderita diabetes, hipertiroidisme bisa menyebabkan rasa haus dan sangat lelah.
Selain itu terdapat juga tanda klinis atau gejala lain yang mungkin dapat ditemukan pada
penderita hipertiroidisme, antara lain:

Pembesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan terjadinya pembengkakan pada leher.

Palpitasi atau denyut jantung yang cepat dan/atau tidak beraturan.

Kulit yang hangat dan lembap.

Kedutan otot.

Tremor atau gemetaran.

Munculnya biduran (urtikaria) atau ruam.

Rambut rontok secara tidak merata.

Telapak tangan berwarna kemerahan.

Struktur kuku melonggar.
Awalnya gejala yang muncul mungkin bersifat ringan, tapi ketika kadar tiroksin dalam darah
meningkat, gejala akan bertambah parah.
Jika terjadi gejala-gejala seperti pusing, napas pendek, detak jantung cepat dan tidak beraturan,
atau kehilangan kesadaran, disarankan untuk segera menemui dokter atau ke rumah sakit
terdekat agar dapat ditangani dengan cepat.
Penyebab Hipertiroidisme
Kelenjar tiroid memproduksi dua jenis hormon, yaitu triiodotiroin (T3) dan tiroksin (T4). Setiap
hormon berfungsi untuk mengatur sel dan cara kerja tubuh. Umumnya, kelenjar tiroid akan
memproduksi hormon dalam jumlah yang tepat. Namun dalam kondisi tertentu, produksi hormon
dapat dilakukan secara berlebih, terutama tiroksin (T4).
Banyaknya hormon tiroksin yang diproduksi kelenjar tiroid dalam tubuh bisa disebabkan oleh
berbagai hal, seperti penyakit Graves, obat amiodaron, suplemen iodine, nodul tiroid, kanker
tiroid, tiroiditis, kehamilan atau tumor adenoma hiposisis. Berikut ini adalah penjelasan dari
masing-masing kondisi yang dapat menyebabkan kelenjar tiroid menjadi sangat aktif
memproduksi hormon tiroksin:

Penyakit Graves
Hipertiroidisme kebanyakan disebabkan oleh penyakit Graves, yaitu suatu kondisi yang
terjadi akibat kelainan sistem autoimun yang menyerang tubuh dan meningkatkan
produksi hormon tiroksin pada kelenjar tiroid. Penyakit Graves bisa muncul pada usia
berapa pun, terutama pada wanita usia 20-40 tahun. Belum diketahui kondisi apa yang
menyebabkan kelainan autoimun terjadi, tetapi faktor lingkungan dan keturunan dianggap
berperan pada kemunculan kelainan ini. Selain hipertiroidisme, penyakit Graves juga
dapat mengakibatkan penglihatan menjadi tidak nyaman dan kabur. Hal tersebut ditandai
dengan bola mata yang terlihat menonjol keluar.

Tiroiditis
Tiroiditis adalah peradangan pada kelenjar tiroid yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
virus, atau saat tubuh memproduksi antibodi yang dapat merusak kelenjar tiroid.
Kerusakan ini dapat menyebabkan kebocoran hormon tiroksin yang pada akhirnya
menyebabkan hipertiroidisme.

Nodul tiroid
Nodul tiroid adalah gumpalan yang terbentuk di dalam kelenjar tiroid tanpa sebab yang
jelas. Meski bersifat jinak dan tidak menyebabkan kanker, nodul bisa mengandung
jaringan tiroid yang abnormal.Gumpalan ini berdampak kepada peningkatan produksi
tiroksin dalam tubuh dan berakibat pada hipertiroidisme, khususnya pada penderita
berusia diatas 60 tahun.

Efek samping obat
Untuk memproduksi hormon tiroksin, kelenjar tiroid membutuhkan iodine yang
terkandung di dalam makanan. Hormon tiroksin akan menjadi terlalu banyak dan
akhirnya menyebabkan hipertiroidisme jika seseorang mengonsumsi suplemen iodine
atau obat yang mengandung zat tersebut (contohnya amiodarone). Amiodarone
merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi detak jantung yang tidak beraturan
(aritmia). Umumnya, hipertiroidisme akan membaik saat pengobatan dihentikan. Namun,
proses penurunan kadar hormon akan memakan waktu beberapa bulan.

Kanker tiroid
Kanker tiroid tergolong sangat langka. Jika sel-sel yang mengalami keganasan mulai
menghasilkan banyak hormon tiroksin, maka penderitanya bisa mengalami
hipertiroidisme. Kondisi ini umumnya menyerang penderita berusia 30 tahun ke atas dan
dapat dipulihkan.

Kehamilan
Saat hamil, wanita mengalami peningkatan kadar hormon human chorionic gonadotropin
(hCG). Hormon ini dapat memicu terjadinya hipertiroidisme, khususnya pada kehamilan
kembar dan pada kasus hamil anggur, di mana terdapat kadar hCG yang tinggi.

Tumor adenoma pada kelenjar hipofisis
Ini merupakan tumor jinak yang tumbuh pada kelenjar hipofisis atau pitutary, yaitu
kelenjar yang terletak di dasar otak. Tumor tersebut dapat mempengaruhi tingkat
produksi hormon tiroid.
Selain jenis kelamin dan keturunan, terdapat faktor lain yang bisa meningkatkan risiko seseorang
mengalami hipertiroidisme. Seseorang yang memiliki penyakit autoimun, seperti diabetes tipe 1
dan penyakit Addison, lebih berisiko terkena kondisi ini. Perokok juga akan berisiko menderita
penyakit Graves yang secara tidak langsung meningkatkan risiko terjadinya hipertiroidisme.
Diagnosis Hipertiroidisme
Untuk memastikan diagnosis terhadap hipertiroidisme, dokter akan menanyakan riwayat
kesehatan pasien serta keluarga, melakukan pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan
tambahan. Berikut ini adalah beberapa pemeriksaan yang mungkin dilakukan:

Pemeriksaan fungsi tiroid
Pemeriksaan fungsi tiroid adalah pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mengetahui
kadar thyroid-stimulating hormone/TSH (hormon yang merangsang kelenjar tiroid) dan
kadar hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, yaitu triiodotironin (T3) dan
tiroksin (T4).
Fungsi hormon perangsang kelenjar tiroid atau TSH adalah mengendalikan produksi
tiroksin dan triiodotironin. Pada penderita hipertiroidisme, kadar TSH umumnya rendah,
sedangkan kadar tiroksin dan triiodotironin menjadi tinggi.Terkadang, hasil pemeriksaan
ini memperlihatkan kadar TSH yang rendah, namun kadar hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar tiroid tetap normal. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah hipertiroidisme
subklinis. Kondisi ini tidak selalu ditandai gejala dan perlu terus dimonitor untuk
menghindari risiko penyakit tulang atau jantung. Hipertiroidisme subklinis biasanya pulih
dengan sendirinya dalam waktu sekitar dua bulan. Meskipun tidak memerlukan
pengobatan, penderita hipertiroidisme subklinis tetap harus melakukan pemeriksaan
fungsi tiroid secara rutin, untuk memantau kondisinya.
Selain pemeriksaan fungsi tiroid, pemeriksaan laju endap darah (LED) juga biasa
dilakukan untuk memeriksa seberapa cepat sel darah merah mengendap di dasar tabung
uji. Jika sel darah merah mengendap dengan cepat, maka ada kemungkinan terdapat
peradangan pada kelenjar tiroid.
Jika diperlukan, pemeriksaan pendukung seperti pengecekan kadar trigliserida dan
kolestrol juga dapat dilakukan.

Pencitraan tiroid isotop (thyroid scan)
Pemeriksaan lanjutan akan dilakukan setelah pasien dipastikan menderita hipertiroidisme.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi apa yang mendasari terjadinya
hipertiroidisme. Dalam pencitraan thyroid scan, pasien diminta untuk menelan suatu
bahan yang mengandung zat radioaktif, dengan intensitas sangat rendah, sehingga tidak
membahayakan tubuh. Yang paling umum digunakan adalah radioactive iodine. Setelah
itu, dilakukan pemindaian untuk mengetahui berapa banyak isotop radiaktif yang diserap
oleh kelenjar tiroid, selain juga untuk melihat bentuk kelenjar.Jika isotop yang diserap
oleh kelenjar tiroid cukup rendah, maka kondisi yang mungkin mendasari hipertioidisme
adalah tiroiditis (peradangan kelenjar tiroid), asupan yodium yang tinggi, atau kanker
tiroid. Tapi jika kelenjar tiroid menyerap banyak isotop, kemungkinan besar penyebab
hipertiroidisme adalah nodul tiroid atau penyakit Graves.

Pemindaian
Jika diperlukan, dapat dilakukan pemindaian seperti CT scan, MRI, dan USG, untuk
mengetahui ukuran dan ketebalan kelenjar tiroid, serta risiko tumor.
Pengobatan Hipertiroidisme
Pengobatan yang diberikan terhadap penderita hipertiroidisme bergantung pada faktor usia,
gejala yang dialami, dan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid dalam darah. Di
bawah ini adalah jenis-jenis pengobatan yang biasanya disarankan untuk mengatasi
hipertiroidisme, di antaranya:

Thionamide
Thionamide adalah kelompok obat-obatan yang digunakan untuk menekan produksi
hormon tiroksin dan triiodotironin. Contoh obat-obatan thionamide adalah carbimazole
dan propylthiouracil. Obat ini perlu dikonsumsi sekitar 1-2 bulan agar bisa dilihat
efektivitasnya terhadap hipertiroidisme.Dosis thionamide akan diturunkan secara
perlahan setelah produksi hormon oleh kelenjar tiroid mulai terkendali. Efek samping
yang mungkin terjadi meliputi pusing, mual, sakit persendian, nyeri perut dan ruam kulit
yang gatal. Risiko mengalami hipotiroidisme (kelenjar tiroid yang kurang aktif) akibat
pengobatan ini lebih kecil dibandingkan radioterapi. Pastikan untuk rutin memonitor
kadar sel darah putih selama mengonsumsi obat-obatan ini.

Radioterapi
Radioiodine adalah sejenis prosedur radioterapi untuk mengobati hipertiroidisme.
Hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid akan berkurang ketika radioactive iodine (dalam
tingkat rendah dan tidak berbahaya) menyusutkan kelenjar tiroid. Pengobatan radioiodine
dapat berbentuk cair atau kapsul. Pengobatan dengan bahan radioaktif ini tidak
dianjurkan bagi:
o
Wanita yang hamil, menyusui, atau merencanakan kehamilan.
o
Orang yang mengalami gangguan mata, seperti pandangan kabur dan bola mata
yang menonjol.
Setelah menjalani pengobatan radioiodine, seorang wanita tidak boleh hamil setidaknya enam
bulan setelah pengobatan berakhir. Dan untuk pria, tidak boleh menghamili wanita setidaknya
empat bulan setelah pengobatan radioiodine. Hindari juga kontak dengan wanita hamil atau
anak-anak saat minggu awal pengobatan untuk menghindari penularan paparan radiasi.
Dosis pengobatan dengan radioiodine hanya diberikan satu kali. Jika diperlukan, pengobatan
lanjutan diberikan setelah dosis pertama dengan jeda sekitar 6 bulan hingga 1 tahun. Untuk
mempercepat pemulihan gejala, thionamide akan diberikan beberapa minggu sebelum pasien
melakukan pengobatan radioiodine.
Keuntungan dari pengobatan dengan radioiodine adalah tingkat keberhasilannya yang sangat
tinggi. Sedangkan kekurangannya adalah risiko terjadinya hipotiroidisme (kelenjar tiroid yang
kurang aktif) yang ditandai dengan gejala mulut atau mata kering, sakit tenggorokan, dan
perubahan rasa di mulut. Disarankan untuk menggunakan obat ini dalam jangka waktu pendek
untuk mengurangi bahaya paparan radiasi.

Beta-blocker
Beta-blocker atau penghambat beta adalah obat yang digunakan untuk mengatasi gejala
yang muncul akibat hipertiroidisme, seperti hiperaktif, detak jantung cepat, dan tremor.
Obat ini tidak boleh dikonsumsi oleh penderita asma. Beta-blocker diberikan setelah
produksi hormon kelenjar tiroid bisa dikendalikan dengan thionamide. Efek samping
yang paling umum akibat obat ini adalah mual, nyeri perut, konstipasi, diare, pusing, kaki
dan tangan menggigil, insomnia, dan selalu merasa lelah.

Operasi tiroid
Operasi pengangkatan kelenjar tiroid atau tiroidektomi bisa bersifat parsial atau total.
Disebut parsial jika hanya sebagian jaringan kelenjar yang diangkat, dan total jika
seluruhnya diangkat. Berikut ini adalah beberapa alasan perlu dilakukannya prosedur
operasi pengangkatan kelenjar tiroid, yaitu:
o
Jika hipertiroidisme muncul kembali setelah sebelumnya menjalani penanganan
dengan thionamide.
o
Terjadi pembengkakan yang cukup parah pada kelenjar tiroid.
o
Tidak bisa dilakukan pengobatan radioiodine karena sedang hamil atau menyusui,
serta tidak bisa dan/atau tidak mau melewati prosedur pengobatan dengan
thionamide.
o
Pasien menderita gejala mata yang parah akibat penyakit Graves.
Untuk menghilangkan kemungkinan kambuh atau muncul kembali, disarankan untuk
mengangkat seluruh kelenjar tiroid yang ada. Mereka yang menjalani operasi tiroidektomi total
diharuskan mengonsumsi obat-obatan seumur hidup untuk mengatasi hilangnya fungsi kelenjar
tiroid di dalam tubuh.
Perawatan Saat Pengobatan
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan di rumah untuk mendukung pengobatan dokter,
seperti:

Mengikuti diet yang disarankan dokter

Mengonsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup

Menjaga asupan kalori

Menjaga berat badan dan menghindari obesitas
Bagi penderita penyakit Graves, berikut adalah cara untuk meringankan gejala yang muncul pada
kulit atau mata:

Menggunakan kacamata hitam agar terhindar dari panas atau angin kencang

Mengompres mata dengan air dingin untuk melembabkannya

Meneteskan tetes air mata sebagai pelumas mata untuk menekan rasa gatal atau kering di
mata

Meninggikan kepala dari badan untuk mengurangi tekanan pada mata

Menggunakan krim oles (topikal) seperti hydrocortisone untuk mengurangi gejala
kemerahan dan inflamasi pada kulit.
Komplikasi Akibat Hipertiroidisme
Seorang penderita hipertiroidisme berisiko mengalami komplikasi apabila kondisinya tidak
ditangani. Berikut ini beberapa komplikasi yang mungkin terjadi:

Oftalmopati Graves. Gangguan mata ini disebabkan oleh penyakit Graves. Gejala yang
bisa muncul meliputi mata kering atau mengeluarkan air mata berlebihan, penglihatan
kabur, mata bengkak, dan sensitivitas berlebihan terhadap cahaya.

Keguguran dan preeklampsia. Wanita hamil dengan riwayat penyakit Graves atau yang
menderita hipertiroidisme lebih berisiko mengalami komplikasi seperti keguguran,
preeklampsia dan eklampsia (kejang-kejang pada masa kehamilan), kelahiran prematur,
serta bayi dengan berat badan lahir rendah.

Hipotiroidisme. Dampak dari pengobatan terhadap hipertiroidisme adalah kelenjar tiroid
menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroksin dan triiodotironin. Sebagai akibatnya,
terjadilah hipotiroidisme. Beberapa gejala hipotiroidisme adalah kelelahan berlebihan,
konstipasi, sensitif terhadap dingin, depresi, dan peningkatan berat badan.

Badai tiroid (thyroid storm). Ini adalah kondisi munculnya gejala yang parah dan tibatiba akibat sistem metabolisme yang berjalan terlalu cepat. Ini bisa terjadi ketika
hipertiroidisme tidak ditangani atau tidak terdiagnosis. Selain itu, badai tiroid bisa terjadi
karena beberapa hal, misalnya infeksi, kehamilan, tidak mengonsumsi obat sesuai anjuran
dokter, dan kerusakan kelenjar tiroid akibat cedera pada leher. Badai tiroid merupakan
kondisi darurat yang membutuhkan penanganan medis segera. Beberapa gejalanya
meliputi nyeri dada, diare, demam, menggigil, merasa ketakutan dan kebingungan,
kuning pada kulit dan bola mata.

Gangguan jantung, seperti detak jantung cepat, kelainan irama jantung, dan gagal
jantung.

Osteoporosis atau tulang rapuh. Kekuatan tulang bergantung kepada jumlah kalsium
dan mineral lain di dalamnya. Tubuh akan kesulitan memasukkan kalsium ke dalam
tulang ketika terganggu dengan banyaknya hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid
Download