Uploaded by Yeli Sarti

laporan akhir fermentasi silase

advertisement
LAPORAN PELAKSANAAN
KERJA PRAKTEK
Fermentasi pada Hijauan Pakan Ternak Sapi Bali di UPTD Pembibitan dan Pakan
Ternak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu
Disusun oleh :
Yili Sarti
FID016010
Pembimbing :
Dra. Helmiyetti,M.S
Pembimbing Lapangan
Vimala PuspaSari.S.Pt
(197007031997032006)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hijauan pakan ternak yang umum diberikan untuk ternak ruminansia adalah rumputrumputan yang berasal dari padang penggembalaan atau kebun rumput, tegalan,
pematang serta pinggiran jalan. Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak
ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba). Untuk meningkatan produksi perlu
penyediaan hijauan pakan yang cukup baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya.
Ada beberapa cara pengolahan bahan pakan yang dapat dilakukan untuk peningkatan
kualitas pakan yang memiliki kecernaan rendah ataupun protein rendah yaitu : silase,
fermentasi ataupun amoniasi.
Pengolahan pada hijauan terdiri dari pengolahan biologis dan kimiawi. Pengolahan
biologis pada hijauan atau sumber serat umumnya dilakukan dengan cara
memfermentasikan bahan tersebut dalam keadaan anaerob pada waktu tertentu. Untuk
meningkatkan kualitas produk hasil fermentasi pada hijauan sering ditambahkan bahan
pemicu atau penghambat fermentasi baik berupa bahan kimia seperti asam dan alkali
maupun zat aditif mikrobiologis. Bahan kimia yang sering digunakan adalah asam format
dan NaOH, sedangkan bahan mikrobiologis umumnya adalah jamur dan bakteri atau
enzim yang dihasilkan dari kedua komponen mikrobiologis tersebut.
Salah satu faktor permasalahan pakan ternak yang sering timbul adalah penyediaan
bahan pakan ternak kurang seimbang antara musim kemarau dan musim penghujan.
Produksi hijauan sangat dipengaruhi oleh musim yaitu di musim hujan hijauan pakan
ternak tersedia dengan melimpah, sehingga kebutuhan ternak akan tercukupi. Tetapi
sebaliknya di musim kemarau hijauan pakan ternak sulit didapatkan, sehingga terjadi
kerawanan pakan ternak. Di satu pihak ternak terancam kelaparan di musim kemarau,
sedangkan dilain pihak tersedia potensi yang sangat besar sebagai cadangan energi untuk
ternak ruminansia. Yaitu : limbah pertanian berupa jerami padi, jerami jagung, jerami
kacang - kacangan dan sebagainya.
Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dilakukan pengolahan untuk
meningkatkan kualitas nutrisi dan daya cerna hijauan sebagai sumber. Pengolahan ini
dapat berupa proses fermentasi. Teknologi fermentasi pada pengolahan pakan yang
umum digunakan adalah pembuatan sila sebaik untuk hijauan rumput-rumputan,
legumino atau sumber serat lainnya seperti jerami dan daun sawit.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kerja praktek ini adalah untuk mengetahui manfaat fermentasi
pada hijauan pakan ternak sapi bali.
1.3 Manfaat
Manfaat kerja praktek lapangan ini adalah untuk mendapatkan pengalaman secara
langsung, dan untuk mengetahui tata cara fermentasi dari pakan ternak sapi bali dan
keunggulannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput
2.1.1 Rumput Gajah
Rumput gajah adalah tanaman yang termasuk ke dalam kelompok tanaman
rumput-rumputan. Rumput gajah banyak dimanfaatkan pada bidang peternakan yaitu
sebagai makanan hewan ternak seperti sapi, kambing dan kuda. Rumput gajah adalah
tanaman yang berasal dari Afrika yang dapat mencapai hingga 45 ton per hektar berat
kering pada daerah subtropis dan 80 ton per hektar berat kering pada daerah tropis
(Johnson et al., 2005).
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang berasal dari Afrika dan terdapat di
Indonesia sejak tahun 1926 merupakan salah satu rumput yang tersebar secara luas dan
merupakan rumput yang umum digunakan sebagai silase di daerah tropis (Widyastuti,
1998). Komposisi kimia rumput Gajah umur 57 – 70 hari berdasarkan bahan kering (BK)
adalah 14,1% abu, 8,3% protein kasar (PK), 2,4% lemak kasar (LK), 33,5% serat kasar
(SK), 41,7% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan 50,0% “total digestible nutrients”
(TDN) (Ridwan et al., 2005).
2.1.2 Rumput Raja
Rumput raja (Pennisetum purpureophoides) atau king grass adalah jenis rumput
baru yang merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpereum)
dengan pennisetum typhoides. Rumput raja merupakan jenis rumput unggul sebab mudah
dibudidayakan dan memiliki potensi produksi yang tinggi. Produksi rumput raja cukup
tinggi dibandingkan dengan rumput lainnya yaitu 1076 Ton/ha/tahun (Siregar, 1994).
Tingginya produktivitas rumput raja tersebut menjadikan rumput raja ini banyak
digunakan sebagai pakan dalam usaha penggemukan ruminansia (sapi, kambing, domba,
dan kerbau). Rumput raja mempunyai kandungan SK 25,48%, protein kasar (PK)
11,68%, Ca 0,37% , P 0,39%, dan energi metabolisme 2.070 kkal/kg (Ridwan, 2008).
2.2 Silase
Silase
merupakan
pengawetan
bahan
pakan
melalui
fermentasi
yang
menghasilkan kadar air yang tinggi yang biasa digunakan pada hijauan sebagai pakan
ruminansia atau pakan yang berasal dari tanaman serealia yang penggunaannya sebagai
biofuel. Silase merupakan awetan segar yang disimpan dalam silo pada kondisi anaerob.
Pada suasana tanpa udara tersebut akan mempercepat pertumbuhan bakteri anaerob
untuk membentuk asam laktat. Teknologi pembuatan silase sudah lama dikenal dan
berkembang pesat di negara yang mengalami musim dingin. Prinsip pembuatan silase
adalah fermentasi hijauan oleh bakteri asam laktat secara anaerob. Bakteri asam laktat
akan menggunakan karbohidrat yang terlarut dalam air (water soluble carbohydrate,
WSC) dan menghasilkan asam laktat. Asam ini akan berperan dalam penurunan pH
silase (Ennahar, et al., 2003).
Pembuatan silase secara garis besar dibagi menjadi empat fase (Bolsen dan
Sapienza, 1993). Pertama adalah fase aerob ini berlangsung dua proses yaitu proses
respirasi dan proses proteolisis, akibat adanya aktivitas enzim yang berada dalam
tanaman tersebut. Proses respirasi secara lengkap menguraikan gula-gula tanaman
menjadi karbondioksida dan air, dengan menggunakan oksigen dan menghasilkan panas.
Kedua adalah fase fermentasi ketika kondisi anaerob tercapai pada bahan yang
diawetkan beberapa proses mulai berlangsung, isi sel tanaman mulai dirombak. Pada
hijauan basah, proses ini berlangsung dalam beberapa jam, sedangkan pada hijauan
kering dapat berlangsung seharian. Ketiga adalah fase stabil, setelah masa aktif
pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat berakhir, maka proses ensilase memasuki
fase stabil, hanya sedikit sekali aktivitas mikroba. Keempat adalah fase pengeluaran
silase, oksigen secara bebas akan mengkontaminasi permukaan silase terbuka.
Stimulan fermentasi bekerja membantu pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga
kondisi asam segera tercapai, contohnya inokulan bakteri yaitu bakteri asam laktat yang
berfungsi untuk meningkatkan populasi bakteri asam laktat dalam bahan pakan,
sedangkan
inhibitor
fermentasi
digunakan
untuk
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk seperti Clostridia sehingga pakan bisa awet, sebagai contoh
yaitu asam-asam organik seperti asam format, propionat dan laktat. Salah satu
penambahan zat aditif sebagai stimulan fermentasi yaitu dengan bakteri asam laktat
seperti lactobacillus plantarum, pledioccus pentosomonas. Proses silase juga memiliki
prinsip yaitu menekan bakteri yang tidak diinginkan seperti bakteri pembusuk dan
meningkatkan jumlah bakteri yang diharapkan seperti bakteri asam laktat.
Selama proses fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat
pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.
Bakteri asam laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat
dilakukan fermentasi secara alami (Ridwan dan Widyastuti, 2003).
Penambahan aditif dimungkinkan dalam pembuatan silase. Secara umum, yang
dimaksud dengan aditif dalam pembuatan silase adalah segala sesuatu yang dapat
membantu ensilase, dengan berperan dalam mensuplai nutrien bagi bakteri asam laktat
untuk memproduksi asam laktat, enzim atau mikrobia yang dapat meningkatkan
ketersediaan karbohidrat atau nutrien lain yang dibutuhkan bakteri pembentuk asam
laktat. Penambahan aditif dalam pembuatan silase antara lain bertujuan : a) mempercepat
pembentukan asam laktat dan asetat untuk mencegah fermentasi secara berlebihan, b)
mempercepat penurunan pH sehingga mencegah terbentuknya produk fermentasi yang
tidak diharapkan (misalnya butirat) dan c) memberikan suplemen nutrien yang defisien
dalam hijauan yang digunakan (Parakkatsi, 1999). Johnson (1998) menyatakan bahwa
agar lebih efektif, maka aditif yang digunakan harus menyediakan salah satu atau lebih
keuntungan, yaitu : a) menambah nilai nutrien, b) menyediakan karbohidrat yang mudah
terfermentasi, c) menambah suasana asam sehingga meningkatkan kondisi asam, d)
menghalangi pertumbuhan tipe bakteri dan jamur tertentu, e) mengurangi jumlah oksigen
yang ada secara langsung atau tidak langsung, dan f) menyerap asam yang mungkin
hilang. Pioner Development Foundation (1991) Kualitas silase akan dipengaruhi oleh
tiga faktor dalam pembuatan silase antara lain: hijauan yang digunakan, zat aditif (aditif
digunakan untuk meningkatkan kadar protein dan karbohidrat pada material pakan) dan
kadar air bahan di dalam hijauan tersebut karena kadar air yang tinggi mendorong
pertumbuhan jamur dan menghasilkan asam butirat, sedangkan kadar air yang rendah
menyebabkan suhu di dalam silo lebih tinggi sehingga mempunyai resiko yang tinggi
terhadap terjadinya kebakaran. Kadar air bahan yang tinggi mengakibatkan silase yang
dihasilkan pun berkadar air air tinggi dan sebaliknya jika kadar air bahan yang digunakan
untuk silase rendah maka menghasilkan silase berkadar air rendah. Kriteria silase yang
baik menurut Direktorat Pakan Ternak (2009) yaitu berwarna hijau kekuningan; pH 3,8 4,2; tekstur lembut dan bila dikepal tidak keluar air dan bau; Kadar air 60 - 70% dan
baunya wangi. Parakatsi (1999) juga membagi kriteria silase yang baik berdasarkan pH
yaitu baik sekali 3,2 - 4,5; baik 4,2 - 4,5; sedang 4,5 - 4,8 dan buruk > 4,8.
Pemberian silase pada ternak dilakukan dengan mengeluarkan silase dari silo
secara bertahap pada saat akan diberikan pada ternak. Silase
yang telah
dikeluarkan harus diangin-anginkan untuk mengurangi bau alkohol hasil fermentasi.
Bahan kering silase juga mempengaruhi konsumsi oleh ternak sehingga diperlukan
keseimbangan antara kebutuhan untuk disimpan dan keperluan makan harian bagi ternak.
Kualitas silase untuk pemberiannya pada ternak harus disesuaikan keseimbangan
kandungan nutrisinya agar dapat secara efisien memenuhi kebutuhan ternak (Bolsen,
1993).
2.3 Dedak Aromatik
Dedak aromatik dapat dimanfaatkan sebagai aditif sumber karbohidrat dalam
pembuatan silase. Dedak aromatik merupakan feed aditif yang diperoleh dari hasil
pengolahan biologis yang menggunakan metode fermentasi dedak menggunakan
probiotik Heryaki yang mengandung mikroba proteolitik, amilolotik, dan selulolitik
sehingga mikrona tersebut diharapkan dapat merombak bahan menjadi produk lain yang
memiliki karakteristik dan manfaat yang lebih baik (Ratnakomala, 2005).
2.4 Proses pencacahan (Chopping)
Ratnakomala (2005) mengatakan bahwa pemotongan adalah proses pemisahan
secara mekanis suatu bahan padatan sepanjang garis tertentu oleh alat potong. Alat
potong digambarkan sebagai bilah bahan (blade) dengan suatu tepi yang tajam.
Pemotongan menyebabkan suatu bahan mempunyai 2 bentuk baru yang disebut potongan
atau serpihan, yang lebih kecil dari bentuk aslinya. Proses pemotongan diawali dengan
terjadinya persinggungan (contact) antara mata pisau dengan bahan potong. Selanjutnya
bahan potong mengalami tekanan (stress) terutama di sekitar garis potong. Pemisahan
terjadi bila tekanan pada bahan melebihi kekuatan geser (failure strength) bahan tersebut.
Pemotongan mempunyai nama lain yang menggambarkan jenis alat potongnya atau
proses pemotongannya, seperti pencacahan (chopping), penyiang (mowing), pembelahan
(splitting), pengirisan (slicing), pengguntingan (scissoring) dan lain-lain.
Chopping adalah proses pengolahan bahan pakan (biasanya hijauan untuk ternak
ruminansia) dengan cara pencacahan atau pemotongan dengan panjang antara 2 – 5 cm.
Fungsi dari chopping adalah memperkecil ukuran bahan dan menghindari sifat memilih
dari ternak.
2.5 Fermentasi anaerob pada silase
Silase adalah pakan produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian dan
agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dengan menggunakan asam, baik
yang sengaja ditambahkan maupun secara alami dihasilkan bahan selama penyimpanan
dalam kondisi anaerob. Pada pembuatan silase secara biologis sering ditambahkan bahan
aditif sebanyak kurang lebih 3% dari berat hijauan yang digunakan. Menurut Bolsenet al.
(1996) proses ensilase merupakan salah satu cara untuk meminimumkan kehilangan
nutrien dan perubahan nilai nutrisi suatu bahan pakan hijauan.
Proses ensilase pada dasarnya sama dengan proses fermentasi di dalam rumen
anaerob. Perbedaannya antara lain adalah bahwa dalam silase hanya sekelompok/ grup
bakteri pembentuk asam laktat yang aktif dalam prosesnya, sedangkan proses di dalam
rumen melibatkan lebih banyak mikroorganisme dan beraneka ragam. Salah satu
kelemahan hijauan di daerah tropis adalah mempunyai pori-pori yang luas sehingga pada
saat pembuatan silase akan mempersulit pemadatan di dalam silo yang akhirnya dapat
berakibat kondisi anaerob tidak segera tercapai dibanding dengan hijauan pada daerah
terperate yang punya pori-pori lebih kecil, sehingga pemotongan hijauan sebelum dibuat
silase merupakan upaya mengatasi hal tersebut (Mc Donald et al., 1991). Lebih lanjut
dikatakan bahwa hijauan tropis mempunyai kadar gula terlarut/Water Soluble
Carbohydrate (WSC) yang rendah, oleh karena itu perlu penambahan aditif yang
mempunyai kadar karbohidrat terlarut yang cukup, sehingga bakteri asam laktat dapat
memanfaatkan untuk aktivitasnya. Namun menurut Ridwan, dll (2005), hijauan
tropik/rumput dapat diawetkan dengan proses ensilase baik dengan penambahan aditif
maupun tanpa aditif.
Kekurangan hijauan segar sebagai pakan ternak sudah lama dirasakan oleh
peternak di Indonesia. Seringkali peternak menanggulanginya dengan cara memberikan
pakan seadanya yang diperoleh dengan mudah dari lingkungan di sekitarnya. Pemberian
pakan ternak yang seadanya sangat mempengaruhi produktivitas ternak, terlihat dari
lambatnya pertumbuhan atau minimnya peningkatan berat badan (BB) bahkan sampai
mengalami sakit. Pembuatan silase merupakan salah satu cara yang sangat berguna untuk
tetap menggunakan materi tanaman dengan kualitas nutrisi yang tinggi sebagai pakan
ternak di sepanjang waktu, tidak hanya untuk musim kemarau (Ratnakomala, 2005).
Pengawetan hijauan segar atau yang disebut silase diharapkan dapat mengatasi
permasalahan kekurangan hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya
dapat memperbaiki produktivitas ternak. Produktivitas ternak merupakan fungsi dari
ketersediaan pakan dan kualitasnya. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa
faktor di antaranya suhu harian, iklim, dan ketersediaan air tanah. Faktor tersebut sangat
mempengaruhi ketersediaan hijauan pakan ternak yang diharapkan kontinyu sepanjang
tahun (Ridwan dan Widyastuti, 2001).
Teknologi pembuatan silase sudah lama dikenal dan berkembang pesat di
negara yang mengalami musim dingin. Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi
hijauan oleh bakteri asam laktat secara anaerob. Bakteri asam laktat akan menggunakan
karbohidrat yang terlarut dalam air (water soluble carbohydrate, WSC) dan
menghasilkan asam laktat. Asam ini akan berperan dalam penurunan pH silase (Ennahar,
et al., 2003).
Selama proses fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat
pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.
Bakteri asam laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat
dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan fermentasi
dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat (BAL) yang
homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat. Inokulum BAL
merupakan additive paling populer dibandingkan asam, enzim atau lainnya (Bolsen et
al., 1995).
Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai probiotik, karena
inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak (Weinberg et al.,
2004) dan silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat
badan pada sapi. Produk inokulum komersial yang beredar di pasaran sebagian besar
produksi luar negeri. Indonesia sangat terbuka kesempatan untuk mengembangkan
inokulum dengan menggunakan isolat bakteri asam laktat lokal.
Tingginya
keanekaragaman mikroorganisme yang ada di Indonesia khususnya BAL sangat
memungkinkan untuk ditemukannnya isolat potensial melalui skrining yang efektif.
Tahap selanjutnya isolat potensial tersebut dapat dikembangkan sebagai inokulum silase
(Ridwan dan Widyastuti, 2001). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya telah diketahui bahwa ada beberapa isolat potensial untuk dijadikan
inokulum silase seperti Lactobacillus sp., Pediococus sp, dan Streptococus sp.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 02-14 januari 2019 dan bertempat di UPTD
Pembibitan dan Pakan Ternak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Bengkulu.
3.2 Alat Dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan penunjang yang dibutuhkan untuk membuat fermentasi hijauan pakan
ternak sapi antara lain mesin chopper, berfungsi untuk merajang rumput-rumputan
yang digunakan sebagai bahan pakan ternak, drum/silo kapasitas 60 liter, berfungsi
untuk tempat silase. timbangan kapasitas 100 kg, berfungsi untuk menimbang rumput
yang telah dichopper pada setiap, terpal plastik, berfungsi sebagai
tempat
mencampurkan rumput yang telah dichopper dengan dedak karung, berfungsi sebagai
tempat untuk membawa hasil chopper,sekop, ember dan garuk.
3.2.2 Bahan
Beberapa bahan yang diperlukan dalam pembuatan fermentasi hijauan pakan sapi
antara lain rumput King grass sebanyak 1000 kg, dedak padi sebanyak 10 kg per ton,
tetes tebu (molase) sebanyak 1 liter bionak sebanyak 1 liter dan air sebanyak 5 liter.
3.3 Prosedur Kerja
Untuk pembuatan fermentasi hijauan pakan ternak sebanyak 1 ton, pertama hijauan
yang telah diarit didiamkan beberapa saat lalu di-chopper. Kemudian kita hamparkan
rumput yang sudah dirajang menggunakan chopper dan sudah dikeringkan (dijemur)
dengan kadar air 60% dengan ketebalan 30 cm, kemudian ditaburi 10 kg dedak.
Kemudian 1 liter bionak, 1 liter tetes tebu dan air 5 liter yang telah disiapkan terlebih
dahulu diaduk hingga merata dan tidak kental lagi dalam ember, lalu disiram ke hijauan
dan diaduk kembali hingga merata. Keseluruhan pakan yang telah diaduk dengan bahan
lain itu kemudian masukkan ke dalam plastik dan dipadatkan sehingga tidak ada udara
yang tersisa. Lalu diikat dengan tali rafia. Fermentasi pakan ini dapat digunakan setelah
didiamkan selama 1 minggu.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil yang kami dapat kerja praktek di UPTD Pembibitan Dan Hijauan
Pakan Ternak.
No
Gambar
Keterangan
1.
Rumput King grass yang belum di
chopper
2.
Proses pemchopperan rumput King
grass
3.
Pengangkutan rumput King grass
untuk dijemur
4.
Penjemuran rumput Kinggras
5.
Tetes tebu 1 liter untuk 1 ton
6.
Bionak 1 liter untuk 1 ton
7.
Air 5 liter untuk 1 ton
Dedak padi 10 kg untuk 1 ton
8.
Pencampuran tetes tebu dengan bionak
9.
10.
Penambahan air 5 liter, agar tidak
terlalu kental larutan nya
11.
Hasil setelah campuran bionak + tetes
tebu + air
12.
Rumput king grass yang sudah
dikeringkan (1 ton)
13.
Pencampuran dedak padi dengan
rumput King grass
14.
Pecampuran bionak dengan rumput
King grass
15.
Setelah rumput king grass, dedak padi
dan bionak diaduk rata dimasukan
kedalam plastik
16.
Proses pemasukan fermentasi hijauan
kedalam kantong plastik
17.
Lalu di padatkan atau ditekan agar
angin atau hampa udara keluar,
sesudah rata lalu fermentasi hijauan
dimasukan lagi sampai penuh
18.
Kemudian diikat dengan tali rafia
19.
Setelah selesai diikat dan didiamkan
selama 1 minggu sehingga proses
fermentasinya berjalan sempurna
kemudian hasil fermentasi bisa diberi
ke sapi bali.
20.
Hasil dari Fermentasi Hijauan Selama
1 Minggu
21.
Pemberian pakan Berupa Fermentasi
Hijauan kepa Sapi
22.
Pemberian pakan Berupa Fermentasi
Hijauan kepa Sapi
Warna
Bau
Tekstur
pH
Gambar
Keterangan
Warna hijau
Bau harum
Renyah
3,8
Hasil ini
dari
(Seperti Bau
–
merupakan hasil
tumbuhan
Pisang)
5,0
fermentasi
berubah
meningkatkan
hijauan selama 1
menjadi
selera makan
minggu
coklat segar
sapi
4.2 Pembahasan
Produksi hijauan sangat dipengaruhi oleh musim yaitu di musim hujan hijauan
pakan ternak tersedia dengan melimpah, sehingga kebutuhan ternak akan tercukupi.
Sebaliknya di musim kemarau hijauan pakan ternak sulit didapatkan, sehingga ternak
terancam kelaparan di musim kemarau, sedangkan dilain pihak tersedia potensi limbah
pertanian berupa jerami padi, jerami jagung, jerami kacang - kacangan dan sebagainya
dapat dimanfaatkan sebagai cadangan makanan.
Hijauan dan limbah-limbah pertanian tersebut bila tidak diolah atau diawetkan
maka dapat segera kering atau membusuk. Salah satu cara mengawetkan limbah tersebut
yaitu fermentasi, teknologi fermentasi pada pengolahan pakan yang umum digunakan
adalah pembuatan sila sebaik untuk hijauan rumput-rumputan, legumino atau sumber
serat lainnya seperti jerami dan daun sawit.
Hijauan yang lazim digunakan untuk pakan sapi antara lain rumput gajah dan
rumput raja, dimana komposisi kimia rumput Gajah umur 57 – 70 hari berdasarkan
bahan kering (BK) adalah 14,1% abu, 8,3% protein kasar (PK), 2,4% lemak kasar (LK),
33,5% serat kasar (SK), 41,7% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan 50,0% “total
digestible nutrients” (TDN) (Ridwan et al., 2005). Sementara rumput raja mempunyai
kandungan SK 25,48%, protein kasar (PK) 11,68%, Ca 0,37% , P 0,39%, dan energi
metabolisme 2.070 kkal/kg (Ridwan, 2008).
Pada perlakuan di balai UPTD pembibitan dan penghijauan pakan
ternak, fermentasi hijauan pakan ternak sebanyak 1 ton, pertama hijauan yang telah
diarit didiamkan beberapa saat lalu di-chopper. Kemudian kita hamparan rumput yang
sudah dirajang menggunakan chopper dan sudah dikeringkan (dijemur) dengan kadar air
60% dengan ketebalan 30 cm, kemudian ditaburi 10 kg dedak. Kemudian 1 liter bionak,
1 liter tetes tebu dan air 5 liter yang telah disiapkan terlebih dahulu diaduk hingga merata
dan tidak kental lagi dalam ember, lalu disiram ke hijauan dan diaduk kembali hingga
merata.
Keseluruhan pakan yang telah diaduk dengan bahan lain itu kemudian
masukkan ke dalam plastik dan dipadatkan sehingga tidak ada udara yang tersisa. Lalu
diikat dengan tali rafia. Fermentasi pakan ini dapat digunakan setelah didiamkan selama
1 minggu.
Untuk meningkatkan gizi pakan hasil fermentasi ini, dilakukan penambahan aditif
yang bertujuan untuk: a) mempercepat pembentukan
asam laktat dan asetat untuk
mencegah fermentasi secara berlebihan, b) mempercepat penurunan pH sehingga
mencegah terbentuknya produk fermentasi yang tidak diharapkan (misalnya butirat) dan
c) memberikan suplemen nutrien yang defisien dalam hijauan yang digunakan
(Parakkatsi, 1999). Stimulan fermentasi bekerja membantu pertumbuhan bakteri asam
laktat sehingga kondisi asam segera tercapai, contohnya inokulan bakteri yaitu bakteri
asam laktat yang berfungsi untuk meningkatkan populasi bakteri asam laktat dalam
bahan pakan, sedangkan inhibitor fermentasi digunakan untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk seperti Clostridia sehingga pakan bisa awet, sebagai contoh
yaitu asam-asam organik seperti asam format, propionat dan laktat. Salah satu
penambahan zat aditif sebagai stimulan fermentasi yaitu dengan bakteri asam laktat
seperti lactobacillus plantarum, pledioccus pentosomonas. Proses silase juga memiliki
prinsip yaitu menekan bakteri yang tidak diinginkan seperti bakteri pembusuk dan
meningkatkan jumlah bakteri yang diharapkan seperti bakteri asam laktat. Johnson
(1998) menyatakan bahwa agar lebih efektif, maka aditif yang digunakan harus
menyediakan salah satu atau lebih keuntungan, yaitu : a) menambah nilai nutrien, b)
menyediakan karbohidrat yang mudah terfermentasi, c) menambah suasana asam
sehingga meningkatkan kondisi asam, d) menghalangi pertumbuhan tipe bakteri dan
jamur tertentu, e) mengurangi jumlah oksigen yang ada secara langsung atau tidak
langsung, dan f) menyerap asam yang mungkin hilang. Pemberian silase pada ternak
dilakukan dengan mengeluarkan silase dari silo secara bertahap pada saat akan diberikan
pada ternak. Silase yang telah dikeluarkan harus diangin-anginkan untuk mengurangi bau
alkohol hasil fermentasi. Bahan kering silase juga mempengaruhi konsumsi oleh ternak
sehingga diperlukan keseimbangan antara kebutuhan untuk disimpan dan keperluan
makan harian bagi ternak. Kualitas silase untuk pemberiannya pada ternak harus
disesuaikan keseimbangan kandungan nutrisinya agar dapat secara efisien memenuhi
kebutuhan ternak.
Selain itu dedak aromatik dapat dimanfaatkan sebagai aditif sumber karbohidrat
dalam pembuatan silase. Dedak aromatik merupakan feed aditif yang diperoleh dari hasil
pengolahan biologis yang menggunakan metode fermentasi dedak menggunakan
probiotik Heryaki yang mengandung mikroba proteolitik, amilolotik, dan selulolitik
sehingga mikrona tersebut diharapkan dapat merombak bahan menjadi produk lain yang
memiliki karakteristik dan manfaat yang lebih baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kerja praktek yang telah dilakukan dapat disimpukan bahwa
manfaat dalam pembuatan pakan fermentasi hijauan ini untuk menambah tingkat gizi
pakan dan juga untuk mengawetkan pakan dalam rangka antisipasi penurunan sumber
pakan sehingga melimpahnya pakan pada musim penghujan dapat menutupi kekurangan
pakan yang mungkin terjadi pada musim kemarau.
5.2 Saran
Selain menggunakan fermentasi hijauan sebagai pakan ternak bisa juga
menggunakan gelondongan hay jerami jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Bolsen, K.K., G. Ashbell, and J.M. Wilkinnson. 1993. Silage additives in biotechnology. In:
Wallace, R.J., and A. Chesson (eds.). Animal Feeds and Animal Feeding.
Weinheim: VCH.
Ennahar. S., Y. Cai., and Y. Fujita. 2003. Phylogenetic diversity of lactic acid bacteria
associated with paddy rice silage as determined by 16S ribosomal DNA analysis.
Applied and Environmental Microbiology 69 (1): 444-451.
Johnson, P.N., H.F. Grundy, and A.P. Stanway. 1998. The effect of an inoculant additive on
the fermentation characteristics of grass silage and bovine performance.
Proceeding of British Society of Animal Science: 144.
Parakatsi, A. 1999. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta: UI Press.
Ratnakomala, Shanti. 2005. Pengaruh Inokulum Lactobacillus plantarum 1A-2 dan 1BL-2
terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Bogor. Jurnal
Biodiversitas
Ridwan, R., S. Ratnakomala, G. Kartina, dan Y. Widyastuti. 2005. Pengaruh penambahan
dedak padi dan Lactobacillus plantarum 1BL-2 dalam pembuatan silase rumput
gajah (Penisetum purpureum). Jurnal Media Peternakan-IPB. 28 (3): 117-123.
Ridwan, R. dan Y. Widyastuti. 2003. Pengawetan Hijauan Makanan Ternak dengan Bakteri
Asam Laktat; Manual. Cibinong-Bogor: Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI.
Ridwan. R and Y. Widyastuti, 2001. Membuat silase: upaya mengawetkan dan
mempertahankan nilai nutrisi hijauan pakan ternak. Warta Biotek- LIPI 15 (1): 914.
Setiawan, Amir. 2015. Pengolahan Bahan Pakan. Cianjur. Divisi Kerjasama Pendidikan
Tinggi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Teenaga
Kependidikan Pertanian Vedca.
Widyastuti, Y., S. Ratnakomala, and F. Ekawati. 1998. Bakteri Asam Laktat pada Buahbuahan Tropis. [Laporan Penelitian]. Cibinong-Bogor: Pusat Penelitian
Bioteknologi LIPI.
LAMPIRAN
Download