Uploaded by User19358

Chapter II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Singkat Sagu
Sagu berasal dari maluku dan Irian,karena itu sagu mempunyai arti khusus
sebagai bahan pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini belum ada
data yang pasti yang mengungkapkan kapan mula sagu dikenal. Diduga budi daya
sagu dikawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan pemanfaatan
kurma dimesopotamia. Tetapi menurut Ong (1977) sagu sudah dikenal sejak tahun
1200 berdasarkan catatan-catatan dalam tulisan-tulisan cina. Misalnya Marcopolo
menemukan sagu diSumatera pada tahun 1298 dan pabrik sagu diMalaka sudah
tercatat dalam tahun 1416.
Teknologi eksploitasi dan budi daya dan pengolahan sagu yang paling maju
saat ini adalah Malaysia.Indonesia, khususnya dari daerah Riau sudah melakukan
eksport produk sagu dalam bentuk sagu kotor (Raw ) pada tahun 1879. Ekspor sagu
bersih diIndonesia Dimulai pada tahun 1901 dan mulai ekspor dalam bentuk sagu
mutiara pada tahun 1917. Sejarah yang layak dicatat dalam perkembangan Industri
sagu di Indonesia didirikanya sebuah Industri pengolahan sagu oleh PT. Sagindo Sari
Lestari pada pertengahan tahun 1989 diArandai,Bintuna,Manokwari, Irian Jaya.
Pengolahan sagu ini adalah yang paling moderen pada saat itu.Hal ini benar-benar
memberikan indikasi bahwa sagu, selain sebagai bahan pangan modern, merupakan
bahan baku untuk berbagai macam industri.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Morfologi Sagu
2.2.1. Batang.
Sagu
mempunyai
tanda-tanda
morfologi
seperti
Aren(Arecha,
SP),
perbedaaanya, Aren tidak membentuk rumpun, sedangkan sagu tumbuh dalam bentuk
rumpun.Batang Aren hampir seluruhnya diliputi ijuk hitam,sedangkan sagu hanya
mempunyai ijuk hitam sedikit pada pinggiran pelepah daunya sehingga batang sagu
tampak jelas seperti pohon pinang.
Pada rumpun sagu rata-rata terdapat 1-8 batang, pada setiap pangkal batang
tumbuh 5-7 batang anakan.Pada kondisi liar, rumpun sagu ini akan melebar dengan
jumlah anakan yang sangat banyak dalam berbagai tingkat pertumbuhan.Anakan
tersebut sedikit sekali yang tumbuh menjadi pohon dewasa.Batang sagu merupakan
silinder yang berfungsi untuk mengakumulasi/menunpuk karbohidrat.Tinggi batang
sagu dari permukaan tanah sampai pangkal bunga berkisar antara 10-15 m, dengan
diameter batang pada bagian bawah mencapai 35-50 cm. Pada waktu panen batang
sagu bias mencapai berat sampai 1 ton, dimana 20 persen empulur mengandung
tepung, sehingga 1 pohon sagu mampu menghasilkan 150-300 kg tepung sagu basah.
Berat tersebut masih ditambah berat akar dan mahkota daun 50 Kg.
2.2.2. Bunga dan buah
Bunga sagu berbentuk rangkaian yang keluar pada ujung batang, dengan
diketahuinya adanya tanda pengecilnya daun bendera. Sagu mulai berbunga pada
umur 8-15 tahun, terkantung pada kondisi tanah, tinggi tempat dan varietas.Bunga
sagu tersusun dalam manggar secara rapat, berukuran kecil-kecil.Warnanya putih
berbentuk seperti bunga kelapa jantan dan tidak berbau.Bilamana sagu tidak segera
Universitas Sumatera Utara
ditebang pada saat berbunga, bunga dapat berbentuk buah.Buahnya bulat-bulat kecil
dan tersusun pada tandan mirip buah kelapa.Buahnya bersisik dan berwarna coklat
kekuningan.Sagu merupakan tanaman menahun yang hanya berbunga atau berbuah
sekali pada masa hidupnya.Setelah berbunga dan berbuah sagu akan mati (Budhi H,
1986).
2.2.2. Ciri Sagu Siap Panen dan Cara Panen
Sampai saat ini para petani sagu belum dapat menentukan dengan pasti umur
sagu yang tepat untuk dipanen dengan hasil yang optimum. Pada umumnya petani
sagu kurang perhatian terhadap pertumbuhan sagu sejak anakan sampai siap panen.
Namun demikian para petani sagu didaerah sentral sagu yang biasa menangani sagu,
menggunakan kriteria atau ciri-ciri tertentu yang dapat menandakan bahwa sagu
tersebut siap panen.
Ciri-ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dilihat dari perubahan yang
terjadi pada daun,duri,pucuk,dan batang (Soekarto dan Wijandi, 1983). Umumnya
tanaman sagu siap panen menjelang pembentukan kuncup bunga sudah muncul tetapi
belum mekar. Pada saat tersebut daun-daun terakhir yang keluar mempunyai jarak
yang berbeda dengan daun sebekumnya dan daun terakhir juga sedikit berbeda, yaitu
lebih tegak dan ukuranya kecil. Perubahan lain adalah puncak menjadi agak
menggelembung.Disamping itu duri semakin berkurang dan pelepah daun menjadi
lebih bersih dan licin dibandingkan dengan pohon yang masih muda.
Pada umumnya pemanenan sagu masih dilakukan secara sederhana dan
dengan tenaga manual.Setelah dipilih pohon sagu yang ditebang, biasanya
penebangan dilakukan dengan kampak. Setelah pohon tumbang, pelepahnya
Universitas Sumatera Utara
dibersihkan dan sebagian ujung batang dibuang karena kandungan patinya rendah.
Pohon yang sudah dibersihkan dipotong-potong menjadi bagian yang pendek-pendek
dengan ukuran 1,5- 2 m. Gelondongan tersebut lalu dibawa ke sumber air terdekat
langsung ditokok(diekstraksi).
Untuk mendapatkan pati sagu, maka dari empulur batang sagu dilakukan
ekstraksi pati dengan bantuan air sebagai perantara. Sebelumnya empelur batang
dihancurkan terlebih dahulu dengan cara ditokok atau diparut. Ditinjau dari cara dan
alat
yang digunakan, cara ekstrasi pati sagu yang dilakukan didaerah-daerah
penghasil sagu di Indonesia saat ini dapat dikelompokkan atas cara ekstraksi
tradisional, ekstraksi semi mekanis, dan ekstraksi secara mekanis ( Bambang H dan
philipus P, 1992).
2.3. Pati Sagu
komponen
yang
paling
dominan
dalam
pati
sagu
adalah
pati
(karbohidraat).Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam 100 gam pati sagu dapat dilihat
pada table 2.1 sebagai pembanding disajikan pula pati ubi kayu (tapioca) dan garut.
Karbohidrat merupakan polimer alami yang dihasilkan oleh tumbuhan dan
sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan. Karbohidrat dikenal juga dengan nama
sakarida, yang berarti gula.Karbohitrat dapat digolongkan berdasarkan jumlah
sakarida yang dikandungnya,yaitu monosakarida,oligosakarida,dan polisakarida.
Polisakarida adalah karbohidrat yang terdiri atas banyak monosakarida.
Polisakarida merupakan senyawa polimer alam dengan monosakarida sebagai
monomernya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Komposisi Bahan Pati Sagu, Tapioka dan Pati garut setiap 100 g
Komponen
Tapioka
Kalori (kal)
362
Protein ( g )
0,5
Lemak ( g )
0,3
Karbohihrat ( g )
86,9
Air ( g )
12.0
Fosfor (mg )
Kalsium (mg )
Besi (mg )
Sumber : Direktorat Gizi, Dep kes R.I (1979)
Pati Garut
355
0,7
0,2
85,2
13,6
22
8
1,5
Pati Sagu
353
0,7
0,2
84,7
14,0
13
11
1,5
Pati merupakan butiran atau ganula berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak
mempunyai rasa ( Brautlecht, 1953). Ganula pati mempunytai bentuk dan ukuran
yang beranekaragam, tetapi pada umumya berbentuk elips atau bola. Pati sagu
berbentuk elips( prolate ellipsoidal), mirip pati kentang dengan ukuran 5 – 80 mm
dan relatif lebih besar dari pati serealia (Wirakartakusumah, 1986).
Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 glukosa.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya. Pati
terdapat dalam dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang larut
dalam air disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Struktur
dari amilosa dan amilopektin adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin berbeda-beda dalam setiap jenis
pati.Pati sagu mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen
amilopektin( Wirakartakusumah, 1986) rasio amilosa dan amilopektin akan
mempengaruhi sifat-sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan
bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air lebih banyak (higoskopis).
Hidrolisis amilum (Pati) dapat menghasilkan oligosakarida yang dinamakan
dekstri.Jika dekstrin ini dihidrolisis, akan memperoleh maltose (disakarida).
Hidrolisis lebih lanjut disakarida ini akan menghasilkan D – glukosa (monosakarida)
Amilum
(Polisakarida)
H2O
Dekstrin
(Oligosakarida)
H2O
Maltosa
(Disakarida)
H2O
Glukosa
(Monosakarida)
Gambar 2.2. Reaksi hidrolisi pati menjadi glukosa ( Monosakarida)
Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati dipanaskan akan
terjadi gelatinasi setelah mencapai suhu tertentu(suhu gelatinasi). Hal ini disebabkan
oleh pemanasan energi kinetik molekul-molekul air yang menjadi lebih kuat dari pada
daya tarik- menarik antara molekul pati dalam ganula, sehingga air dapat masuk
kedalam pati tersebut dan pati akan membengkak(mengembang). Ganula pati dapat
membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula.
Perubahan sifat inilah yang disebut Gelatinasi ( Winarno,1986). Suhu pada saat butir
pati pecah disebut suhu gelatinitasi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Bentuk suspensi pati sagu yang dipanaskan (a) pdasa suhu 50 0C
selama 20 menit, (b) pada suhu 60oC selama 20 menit, (c) pada suhu
700C selama 20 menit
Peningkatan suhu menyebabkan pemutusan ikatan lemah antar rantai
polisakarida, termasuk ikatan glikosida dalam polisakarida serat pangan pun akan
rusak
(http://www.fao.org/docrep/W8079E/w8079e0j.htm
2009).Oleh sebab itu
terjadinya peningkatan viskositas selama gelatinitas disebabkan oleh yang
sebelumnya berada diluar ganula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan,
kini sebagian sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak bergerak bebas lagi
karena terikat gugus hidroksil dalam molekul pati. Apabial suhu dinaikkan, maka
viskositas pasta/gel berkurang. Menurut Knight (1986) suhu glatinasi pati sagu
sekitar 60-720C, tetapi menurut Wirakartakusumah (1986) sekitar 72-900C.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Nilai gizi Sagu
Komposisi kimia tepung sagu ( genus Metroxxylen, sp ) menurut muller 1976,
sangat dipengaruhi oleh cara pengolahanya. Analisis kimia terhadap tepung sagu dan
ampas dari batang sagu dapat dilihat pada table 2.2.
Tabel 2.2. Hasil Analisis kimia Tepung dan Ampas dari batang sagu ( genus
Metroxxylen, sp )
Bahan Uji
Susunan Analis Bahan Kering %
Protein
Serat
Kadar Air
Lemak
Abu
Kasar
Kasar
13,2
1,2
0,4
6,2
4,1
13,1
1,6
0,5
0
0,5
13,3
1,9
0,4
6,0
3,0
Penguji
LIM, 1967
FAO, 1972
LIM, 1967
Ampas dari batang
Jalaludin,
sagu
1970
Tepung sagu
dkk
12,2
3,3
0,3
14,0
BETN
5,0
88,2
97,7
88,7
64,6
Dari tabel diatas terlihat bahwa sagu merupakan bahan makanan dengan kandungan
karbohidrat mudah larut (BETN) yang sangat tinggi, sedangkan kandungan protein,
mineral dan lemak sangat rendah. Dengan kandungan karbohidrat tersebut sagu
merupakan sumber makanan yang cukup penting bagi manusia.Perlu ditambahkan
pula bahwa setiap 100 g tepung sagu juga mengandung Ca: 11,0 mg; P: 13,0 mg : Fe
1,5 mg : Vitamin B: 0,01 mg. Beberapa macam zat gizi yang essensial bagi tubuh
manisia adalah karbohidrat, protein, lemak, beberapa unsur logam dan berbagai
macam vitamin telah tersedia pada sagu ( Bambang H dan Philipus P, 1992)
2.5. Degradasi Polimer
Degradasi polimer merupakan suatu proses kerusakan atau penurunan mutu
yang pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat, karena terputusnya
Universitas Sumatera Utara
ikatan rantai. Selama proses pengolahan menjadi barang setengah jadi atau barang
jadi, bahan polimer ini juga mengalami degradasi secara mekanis dan panas.Pada
pemakaiannya menjadi barang jadi, bahan polimer ini juga mengalami degradasi oleh
pengaruh radiasi ultra violet dalam sinar matahari.Disamping itu kondisi lingkungan
seperti adanya oksigen atau bahan-bahan kimia oksidator turut pula mempengaruhi
kecepatan degradasi.
Jika bahan baku polimer dikenakan terhadap kondisi tertentu maka akan
mengalami degradasi.Perubahan yang diamati selama degradasi dapat dihasilkan dari
perubahan struktur dari bahan polimer,kehilangan atau perubahan dalam setiap bahan
senyawa dan perubahan sifat-sifat mekanis (kudoh,1996).
Valdya,(1994). Menyelidiki biodegradasi campuran polimer yang mempunyai
gugus
fungsi
dan
polimer
alam
(misalnya:
Karbohidrat,protein).
Selama
pencampuran, kedua polimer dapat mengalami reaksi kimia dengan polimer yang
dapat terbiodegradasi dan menghasilkan ikatan diantara kedua polimer.
2.6. Degradasi Pati
Pati merupakan biopolimer karbohidrat yang dapat terdegradasi secara mudah
di alam dan bersifat dapat diperbarui. Pati sendiri memiliki batasan bervariasi terkait
dengan kelarutan dalam air.
Peningkatan suhu menyebabkan pemutusan ikatan lemah antar rantai
polisakarida, termasuk ikatan glikosida dalam polisakarida serat pangan pun akan
rusak (http://www.fao.org/docrep/W8079E/w8079e0j.htm 2006). Oleh sebab itu,
selanjutnya dapat dipahami bahwa walaupun kurva peningkatan vanilin dan
Universitas Sumatera Utara
glukosa serupa, namun jumlah glukosa yang terbentuk akibat peningkatan suhu
lebih berbeda nyata diantara perlakuan suhu yang digunakan.
Lapisan tipis dari pati dapat dengan mudah rusak. Untuk meningkatkan
karakteristik, biasanya pati dicampur biopolimer serta bahan pengisi sehingga banyak
digunakan untuk kekuatan tarik sehingga tidak mudah rusak
. Salah satu biopolimer hidrokopis yang direkomendasikan adalah gliserol
yang dapat disintesis dari kelapa sawit.Gliserol direkomendasikan sebagai biomaterial
berpotensi tinggi untuk dikompositkan dengan pati atau amilum sebagai bahan utama
pembuatan komposit pati-gliserol. Gliserol merupakan senyawa yang netral,dengan
rasa manis,tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 200C dan memiliki titik
didih yang tinggi, yaitu 2900C.Gliserol dapat larut secara sempurna didalam air dan
alcohol, tetapi tidak dalam minyak.Sebaliknya banyak zat mudah larut dalam gliserol
dibandingkan dalam air maupun alcohol. Oleh karena itu gliserol merupakan suatu
pelarut yang baik (AnonymousI,2006).
Struktur gliserol mempunyai gugus alkohol sekunder dan dua gugus alkohol primer,
maka
akan
memberikan
banyak
kemungkinan
terjadinya
reaksi
untuk
mengembangkan senyawa turunan alkohol ini (Finar, 1980). Misalnya dengan
menambahkan gugus asetal pada gugua gliserol akan dihasilkan senyawa surfaktan
yang dapat terdegasi oleh pengaruh bahan kimia atau dalam air dan oleh kegiatan
mikroba(Pissecki,2000).
Penambahan pengisi dalam untuk meningkatkan karakteristik biopolimer
biasanya digunakan bermacam kayu, sehingga biopolimer tersebut tidak mudah
rusak, dan mudah terdegradasi.
Universitas Sumatera Utara
Asam oksalat (oxalic acid (COOH)2) sebagai asam karboksilat sederhana
ditemukan hampir pada seluruh jenis organisme termasuk tumbuhan, hewan dan
jamur (Hodgkinson 1977). Peranan asam oksalat pada berbagai jenis organisme telah
dipejari dari berbagai aspek dari yang menguntungkan organisme itu sendiri seperti
pada jamur, sampai pada efek yang membahayakan bagi kehidupan seperti
pembentukan dan penumpukan kristal kalsium oksalat yang menyebabkan penyakit
ginjal pada manusia. Jamur kelas basidiomycetes sebagai agen utama dalam
degradasi kayu (lignoselulosa) menghasilkan sejumlah besar asam oksalat selama
mengkolonisasi kayu. Asam ini diketahui memiliki peranan yang sangat penting
dalam degradasi komponen-komponen kayu. Asam oksalat yang dihasilkan jamur
berfungsi sebagai sumber proton dalam hidrolisis selulosa kayu baik secara enzimatis
maupun non-enzimatis dengan penurunan pH kayu dan mempercepat tingkat
depolimeraisasi selulosa sehingga menyebabkan hilangnya kekuatan kayu.
Jamur-jamur kelas basidiomycetes. Beberapa askomisetes juga diketahui
sebagai pengahsil asam oksalat yang cukup potensial seperti Aspergillus niger.
Biosintesa asam oksalat telah dipelajari pada berbagai golongan organisme, dan yang
paling banyak dilaporkan dan dipelajari adalah sintesa asam oksalat pada tumbuhan
dan mikroorganisme termasuk protozoa, bakteri dan jamur. Pada jamur oksalat
disintesis oleh dua jenis enzim intraseluler, yaitu glioksilat dehidrogenase
(GLOXDH) dan oksaloasetase (OXA). Enzim-enzim ini menggunakan senyawasenyawa perantara yang terlibat dalam siklus asam karboksilat (siklus Krebs) dan
glioksilat (siklur Kornberg). Reaksi yang dikatalisis oleh kedua enzim ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Glioksilat
Oksalat
2. Oksaloasetat
Oksalat + Asetat
Reaksi yang pertama adalah reaksi oksidasi, dimana enzim GLOXDH mengoksidasi
glioksilat untuk membentuk oksalat sedangkan reaksi yang kedua adalah reaksi
hidrolisis, dimana enzim OXA menghidrolisis oksaloasetat yang memiliki empat
atom karbon dan menghasilkan oksalat dan asetat yang masing-masingnya memiliki 2
atom karbon. Kedua jenis enzim ini telah banyak dipelajari dan dimurnikan dari
jamur yang menghasilkan asam oksalat termasuk dari kelas basidiomistes
Asam oksalat memiliki peranan yang cukup penting dalam degradasi kayu
(lignoselulosa) oleh jamur pembusuk kayu. Pada tahap awal serangan, enzim-enzim
ekstraseluler yang dikeluarkan oleh jamur seperti enzim kelompok selulase terlalu
besar untuk dapat melewati pori-pori dinding sel yang ukurannya lebih kecil. Kalsium
yang merupakan bahagian yang cukup penting pada lamela tengah dalam bentuk
kalsium pektat, diikat oleh asam oksalat yang dihasilkan jamur, yang selanjutnya
dapat merusak integitas dinding sel dan menyebabkan terbukanya pori-pori dinding
sel untuk memberi kesempatan pada enzim-enzim selulase untuk bereaksi. Disamping
itu penuruan pH akibat penumpukan asam oksalat yang dihasilkan jamur dapat
menyebabkan
terjadinya
degradasi
selulosa
secara
non-enzimatis
melalui
pembentukan radikal-radikal oksigen. Geen et al (1991) Postia placenta menyebabkan
penurunan pH kayu sampai 1.6 hidrolisis kayu secara non-enzimatis mungkin lebih
penting pada pembusukan kayu oleh jamur. Sehingga pada beberapa jamur hubungan
Universitas Sumatera Utara
yang erat antara kemampuan menghasilkan asam oksalat dengan kemampuan
menyerang kayu (Micales & Highley 1991). Disamping itu, selama pembusukan
kayu, karbohidrat dirombak menjadi gula sederhana sebagai sumber energi untuk
pertumbuhan dan biosintesa berbagai senyawa termasuk veratril alkohol dan asam
oksalat. Oksalat disintesa dari oksaloasetate dan glioksilat. Enzim oksalat
dekarbosilase memiliki peranan yang sangat penting dalam dekomposisi asam oksalat
menjadi karbon dioksida dan format. Selanjutnya, asam format (HCOOH) yang
terbentuk dioksidasi menjadi karbondioksida dan NADH oleh format dehidrogenase.
Koenzim (NADH) yang terbentuk berperan dalam reduksi senyawa-senyawa quinon
(lignin). (Munir Erman)
Sebagian besar mikroorganisme memindahkan berbagai macam molekul kecil
melewati sel-sel atau membran plasma dan memetabolismenya. Substansi ini
termasuk glukosa, asam amino, peptida kecil, nukleotida dan phosphat serta ion
organik lainnya. Sebagai tambahan, untuk endoenzim yang diproduksi untuk
digunakan sel,
banyak bakteri (dan fungi)
memproduksi eksoenzim dan
melepaskannya melalui sel atau membran plasma. Enzim (eksoenzim) yang berperan
dalam merubah karbohidrat komplek adalah karbohidrase, amilase, selulase. Pati
merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul lebih
sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk
memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Black, 2005). Secara
umum, amilase dibedakan menjadi tiga berdasarkan hasil pemecahan dan letak ikatan
yang dipecah, yaitu alfa-amilase, beta-amilase, dan glukoamilase. Enzim alfa-amilase
merupakan endoenzim yang memotong ikatan alfa-1,4 amilosa dan amilopektin
Universitas Sumatera Utara
dengan cepat pada larutan pati kental yang telah mengalami gelatinisasi. Produk akhir
yang dihasilkan dari aktivitasnya adalah dekstrin beserta sejumlah kecil glukosa dan
maltosa. Alfa-amilase akan menghidrolisis ikatan alfa-1-4 glikosida pada polisakarida
dengan hasil degradasi secara acak di bagian tengah atau bagian dalam molekul.
Enzim beta-amilase atau disebut juga alfa-l,4-glukanmaltohidrolas E.C. 3.2.1.2.
bekerja pada ikatan alfa-1,4-glikosida dengan menginversi konfigurasi posisi atom
C(l) atau C nomor 1 molekul glukosa dari alfa menjadi beta. Enzim ini memutus
ikatan amilosa maupun amilopektin dari luar molekul dan menghasilkan unit-unit
maltosa dari ujung nonpe-reduksi pada rantai polisakarida. Bila tiba pada ikatan alfa1,6 glikosida aktivitas enzim ini akan berhenti. Glukoamilase dikenal dengan nama
lain alfa-1,4- glukan glukohidro-lase atau EC 3.2.1.3. Enzim ini menghidrolisis ikatan
glukosida alfa-1,4, tetapi hasilnya beta-glukosa yang mempunyai konfigurasi
berlawanan dengan hasil hidrolisis oleh enzim a-amilase. Selain itu, enzim ini dapat
pula menghidrolisis ikatan glikosida alfa-1,6 dan alfa-1,3 tetapi dengan laju yang
lebih lambat dibandingkan dengan hidrolisis ikatan glikosida a-1,4 (Biogen, 2008).
2.7. Penyalut (Cauting)
Produk makanan berkemasan semakin popular dikalangan masyarakat
Indonesia dan semakin menjadi sejenis makanan yang dimakan setiap hari..
Secara umumnya, penyalut bertujuan untuk meningkatkan penerimaan
pengguna kepada produk makanan yang tersedia. Dari segi ekonomi, penyalut
menghasilkan produk yang lebih menarik dan lebih berat. Manakala dari segi rasa dan
penampilan, ia dapat mengekalkan bentuk produk dan paling penting ia dapat
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan rasa (Fuller & Parry, 1987). Penggunaan makanan kemasan akan
memberikan penampilan, aroma, perisa dan tekstur yang diinginkan (Hunter 1991).
Penyalut juga disebut pembungkus, pewadahan atau pengepakan, dan merupakan
salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat
memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus
yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan
pada bahan yang dikemas/dibungkusnya. Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga
telah menyediakan kemasan untuk bahan pangan, seperti jagung dengan kelobotnya,
buah-buahan dengan kulitnya, buah kelapa dengan sabut dan tempurung,polongpolongan dengan kulit polong dan lain-lain. Manusia juga menggunakan kemasan
untuk pelindung tubuh dari gangguan cuaca, serta agar tampak anggun dan menarik.
Dalam dunia modern seperti sekarang ini, masalah kemasan menjadi bagian
kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama dalam hubungannya dalam produk
pangan. Ruangan lingkup bidang pengemasan saat ini juga sudah semakin luas, dari
mulai bahan yang bervariasi hingga model atau bentuk dan teknologi pengemasan
yang semakin canggih dan menarik. Bahan kemasan yang digunakan bervariasi dari
bahan kertas, plastik, gelas, logam, fiber, hingga bahan-bahan yang dilaminasi
(ElisaJ. Dan Mimi N,2007).
Fungsi dari pengemasan pada bahan pangan adalah mencegah atau
mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan dari bahaya pencemaran serta
gangguan fisik seperti gesekkan, benturan dan getaran.Disamping itu pengemasan
berfungsi sebagai wadah agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam
penyimpanan, pengangkutan dan pendistribusian. Menurut Syarief et.al (1988) ada
Universitas Sumatera Utara
lima persyaratan pengemasan yaitu : penampilan, perlindungan, fungsi, harta dan
biaya, serta penanganan limbah kemasan. Dengan adanya persyaratan bahwa
kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan, maka penggunaan coating film
adalah suatu yang sangat menjanjikan, baik yang terbuat dari karbohidrat, lipid,
protein, maupun kombinasi dari ketiganya. Keuntungan coating film adalah dapat
melindungi produk pangan, penampilan asli produk dapat dipertahankan, dan dapat
langsung dimakan dan aman bagi lingkungan.
Edible Packaging dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu yang
berfungsi sebagai pelapis tipis (coating) dan yang berbentuk sebagai lembaran (Film)
sehingga kita kenal istilah edible film dan edible coating. Dewasa ini penggunaan
edible
coating
telah
banyak
digunakan
sebagai
pelapis
produk
daging
beku,sedangkan penggunaan edible film untuk produk pangan dan penguasaan
teknologinya masih terbatas. Oleh karena itu, perlu dikembangkan penelitian yang
lebih intensif, karena edible coating sangat potensial digunakan sebagai pembungkus
dan pelapis produk-produk pangan, industri, farmasi, maupun hasil pertanian segar.
Komponen penyusun edible packaging mempengaruhi secara langsung
bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama
penyusun edible coanting dikelompokkan menjadi tiga yaitu hidrokoloid, lipida dan
komposit. Hidrokoloid banyak diperoleh dari selulosa dan turunanaya dan pati.
Kelompok lipida yang sering digunakan adalah asam lemak. Komposit adalah bahan
yang didasarkan pada bahan campuran hidrokoloid dan lipida ( Helmi H 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.8. Mikrobiologi
Selain harus bergizi dan menarik, pangan juga harus bebas dari bahan-bahan
berbahaya yang dapat berupa cemaran kimia, mikroba dan bahan lainnya. Mikroba
dapat mencemari pangan melalui air, debu, udara, tanah, alat-alat pengolah (selama
proses produksi atau penyiapan) juga sekresi dari usus manusia atau hewan. Penyakit
akibat pangan (food borne diseases) yang terjadi segera setelah mengkonsumsi
pangan, umumnya disebut dengan keracunan( toksisitas). Pangan dapat menjadi
beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat
tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi
toksin yang dapat membahayakan manusia. Selain itu, ada juga makanan yang secara
alami sudah bersifat racun seperti beberapa jamur/tumbuhan dan hewan.Secara
sederhana dan ringkas, toksokologi didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan
mekanisme efek toksik berbagai bahan terhadap mahluk hidup dan sistim biologi
lainya.
Bahkan bila terdapat mikroba patogen, besar kemungkinan akan berbahaya
bagi yang mengkonsumsinya. Dalam pengujian cemaran mikroba digunakan mikroba
indikator, karena selain mudah dideteksi juga dapat memberikan gambaran tentang
kondisi higienis dari produk yang diuji.
Untuk mengetahui bahwa pangan sudah tercemar, dapat dilihat secara fisik
dari tekstur makanan tersebut. Namun banyak makanan terutama yang sudah
melewati suatu proses pengolahan, tetap mempunyai tekstur yang masih baik tetapi
Universitas Sumatera Utara
mengandung suatu cemaran seperti bakteri patogen, yang disebabkan oleh
penanganan yang tidak memadai.
Jenis mikroba yang terdapat dalam makanan meliputi bakteri, kapang / jamur
dan ragi serta virus yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak
diinginkan seperti penampilan, tekstur, rasa dan bau dari makanan. Pengelompokan
mikroba dapat berdasarkan atas aktifitas mikroba (proteolitik, lipofilik, dsb) ataupun
atas pertumbuhannya (psikrofilik, mesofilik, halofilik, dsb) Banyak faktor yang
mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya
adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan
dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan ataupun
penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter
organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau bahkan merusak
makanan tersebut.
Toksikologi sangat luas cakupanya, untuk menangani penelitian bahan-bahan
kimia yang digunakan (1) dibidang kedokteran untuk tujuan diagnostik, pencegahan,
dan terapeutik, (2) dalam industri makanan sebagai zat tambahan langsung maupun
tidak langsung, (3) dalam pertanian sebagai pestisida, zat pengatur pertumbuhan,
penyerbuk buatan dan zat tambahan makanan hewan dan (4) dalam industri kimia
sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara bagi pelarut serta banyak jenis bahan
kimia lainya. (Frank,1991).
Toksisitas diartikan sebagai racun (molekul) untuk menimbulkan kerusakan
apabila masuk kedalam tubuh dan lokasi organ yang retan terhadapnya ( Soemirat,
2003).
Universitas Sumatera Utara
Bahan antimikrobial yang mampu menghambat atau mematikan berbagai
mikroorganisme disebut antimikrobial yang dapat menghambat atau mematikan
beberapa mikroorganisme disebut antimikrobial kisaran sempit. (narrow spectrum
antimicrobial), (laydan Hastowo,1992).
Syarat untuk menetapkan kualitas atau baik tidaknya makanan, hingga kini
masih berpusat pada pengertian “COLI” yang senantiasa dipandang sebagai indicator
terhadap racun untuk menimbulkan kerusakan.( K. Brahmana, 1998).
2.9. Mikroba Tanah
Menurut Salle (1984), bakteri selulotik tanah dibedakan atas empat kelompok
yaitu: mesofilik aerobik, termofilik aerobok, mesofilik anaerobik dan termofilik
anaerobik. Lebih lanjut Alexander (1997) dan Salle (1984) menjelaskan bahwa
bakteri selulotik yang mesofilik aerobik meliputi anggota-anggota dari genus
celvacicula, celvibrio, cellalomonas, sporocytophage, pseudomonas, cytophaga dan
vibrio.
Kisaran jenis mikroorganisme dalam tanah sangat luas yang terdiri dari
bakteri,virus protozoa, dan fungi, dengan populasi bakteri merupakan populasi
mikroorganisme yang dominan. Jumlahnya dapat mencapai 2,5 juta sel/gam,
sedangkan tingkat pertumbuhannya dalam tanah dipengaruhi oleh berbagai factor,
yaitu : jumlah dan macam zat hara, kelembaban, tingkat aerasi, temperatur, pH, dan
perlakuaan pada tanah. Pada tanah yang berpH asam populasi fungi dominan,
sedangkan pada tanah yang digenangi air mikroba anaerob lebih dominan.
Panas, konsentrasi ion hydrogen (pH), adanya air, oksigen dan cahaya
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Enzim dapat mempercepat reaksi
Universitas Sumatera Utara
kimiawi, suhu dimana enzim berfungsi dengan sempurna disebut suhu optimum. Bila
suhu ini menyimpang dari suhu optimum, maka aktivitas enzim menurun.
Kisaran suhu untuk aktivitas enzim menentukan sifat pertumbuhan
mikroorganisme. Suhu tertinggi dimana mikroorganisme masih dapat tumbah disebut
suhu maksimum, sedangkan minimum adalah suhu terendah dimana mikroorganisme
masih dapat tumbuh. Kisaran suhu tidak saja mempengaruhi aktivitas enzim, namun
mempengaruhi sifat fisik membaran sel.Permeabilitas membran sel tergantung pada
kandungan dan jenis lipida. Peningkatan 50-100C diatas suhu optimum dapat
menyebabkan proses lisis dan kematian sel mikroba.
Lazimnya, mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 7,0, namun ada juga yang
dapat tumbuh pada pH 2,0 dan pH 10,0. Fungi dapat tumbuh pada kisaran pH yang
cukup luas, kelompok ini dapat tumbuh pada pH asam. ( Lay dan Hastowo, 1992)
Universitas Sumatera Utara
Download