Uploaded by User16320

BUDIDAYAIKANAIRTAWAR

advertisement
ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI
BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR
DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
KABUPATEN MUARA ENIM
Jalan Kemayoran No. 09 Muara Enim (31311) PO.Box 555 Sumatera Selatan
Telepon / Fax 0734-423982 Website : http://bpmpt.muaraenimkab.go.id
Email : [email protected] Custumer Service : [email protected]
ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI
BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR
(PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN IKAN LELE DAN IKAN PATIN
DI KOLAM TERPAL DAN DI KERAMBA)
Budidaya Ikan Air Tawar
Kabupaten Muara Enim memiliki potensi besar dalam dalam upaya pengembangan
usaha budidaya perikanan dan pengolahan hasil perikanan. Usaha budidaya perikanan yang
selama ini telah dilaksanakan meliputi usaha perikanan di kolam tanah (tradisional), kolam
terpal, keramba jaring apung, jaring apung, mina padi serta metode terbaru yaitu bioflok.
Beragamnya jenis kegiatan budidaya ikan di wilayah kabupaten muara enim disebabkan letak
geografis dan topografi lahan yang berbeda-beda, yang pada akhirnya menentukan spesies
ikan yang memungkinkan untuk di budidayakan secara optimal di wilayah tersebut.
Berdasarkan kajian di lapangan dan ketersediaan lahan, komoditi unggulan perikanan di
Kabupaten Muara Enim diarahkan pada usaha budidaya ikan air tawar (nila, patin, dan lele),
pengolahan ikan asin dan ikan asap. Dalam pembahasan ini budidaya ikan lebih spesifik untuk
budidaya ikan lele, patin dan ikan nila, sedangkan untuk pengolahan dapat berupa
pengolahan ikan asin dan ikan asap. Dalam pembahasan ini budidaya ikan lebih spesifik untuk
budidaya ikan lele dan ikan patin.
Aspek Teknis Produksi
1.
Lokasi Usaha
Pemilihan lokasi yang tepat untuk budidaya pembesaran ikan merupakan salah satu
faktor kunci keberhasilan yang menguntungkan, meskipun sebenarnya tidak ada persyaratan
yang rumit dalam pemilihan lokasi budidaya pembesaran ikan ini. Hal ini karena secara umum
ikan air tawar (nila, patin, dan lele) termasuk ikan yang adaptif terhadap berbagai kondisi
lingkungan perairan, meski demikian dalam budidayanya pemilihan lokasi yang tepat harus
diperhatikan agar budidaya ikan dapat optimal.
Syarat-syarat lokasi yang tepat harus dipenuhi agar proses budidaya pembesaran ikan
nila, patin, dan lele dapat berlangsung dan berproduksi adalah sebagai berikut:
1. Lokasi yang cocok untuk ikan nila, patin, dan lele cepat tumbuh adalah lokasi yang
memiliki ketinggian 10-400 m di atas permukaan laut (dpl). Ikan lele akan lambat tumbuh
jika dibudidayakan di lokasi yang memiliki ketinggian di atas 800 m dpl.
1
2. Tekstur dan struktur tanah menjadi faktor penting untuk kegiatan budidaya ikan berbasis
land base water. Tanah merupakan faktor mutlak dalam pembuatan kolam budidaya.
Tanah yang baik akan menghasilkan kolam kokoh, terutama bagian pematang atau
tanggul. Pematang yang kokoh dapat menahan tekanan air. Dengan kata lain kolam tidak
mudah jebol dan dapat menahan air sehingga ketersediaan air kolam tetap terjaga walau
pada musim kering. Salah satu jenis tanah yang baik untuk kolam adalah tanah liat atau
lempung berpasir dengan perbandingan 2 : 3. Tanah dengan struktur seperti ini mudah
dibentuk dan tidak pecah. Namun, jika kolam pemeliharaan ikan lele ditembok atau
dibeton, maka tanah tidak lagi menjadi faktor utama.
3. Ketersediaan air dalam kualitas dan kuantitas yang mencukupi. Walaupun ikan nila, patin,
dan lele merupakan ikan yang cukup adaptif, namun kualitas air yang baik sangat
diperlukan untuk mendukung pertumbuhan optimal ikan. Oleh karena itu, air yang
digunakan untuk kolam budidaya harus banyak mengandung mineral, zat hara, serta tidak
tercemar oleh racun atau limbah-limbah rumah tangga dan industri. Air yang baik untuk
pertumbuhan ikan adalah air bersih yang berasal dari sungai, air hujan dan air sumur.
Kualitas air yang baik untuk budidaya pembesaran ikan haruslah memenuhi syarat
variabel-variabel fisika, kimia dan biologi yang baik, meliputi kejernihan air serta berbagai
kandungan mineral di dalamnya. Berikut ini kondisi optimal air untuk budidaya
pembesaran ikan: i) Suhu minimum 200C, suhu maksimum 300C dan suhu optimum 24–
270C; ii) Kandungan oksigen minimum 3 ppm; iii) Kandungan karbondioksida (CO2 )di
bawah 15 ppm, NH3 di bawah 0,005 ppm, NO2 sekitar 0,25 ppm dan NO3 sekitar 250
ppm; iv) Tingkat derajat keasaman (pH) 6,5 – 8.
Produksi perikanan budidaya di Muara Enim tahun 2016 sebesar 6.476,27 ton yang
berasal dari kegiatan budidaya berbasis water base aquaculture yaitu berupa keramba dan
land base aquaculture yaitu kolam tanah, kolam beton dan sawah. Produksi Perikanan
Budidaya terdapat di dua kecamatan yang memiliki potensi untuk pengembangan kegiatan
budidaya perikanan dan dapat dijadikan wilayah usaha bagi investor yaitu Lawang Kidul dan
Gelumbang. Sementara itu kecamatan Sungai Rotan dan Lembak memiliki potensi yang
besar untuk industri hilir pemanfaatan hasil perikanan.
Hasil kajian dilapangan dan dari data sekunder yang diperoleh, potensi usaha kegiatan
budidaya ikan di wilayah Kecamatan Lawang Kidul dan Kecamatan Gelumbang yang dapat
dikembangkan oleh investor adalah ektensifikasi dan intensifikasi kegiatan budidaya ikan baik
sistem kolam ataupun keramba. Saat ini produksi ikan dari kegiatan budidaya ikan di wilayah
Kabupaten Muara Enim masih belum mencukupi kebutuhan konsumen ikan di wilayah
Kabupaten Muara Enim. Sehingga prospek usaha budidaya ikan masih sangat terbuka lebar
bagi investor.
2
Hal ini didasarkan atas jumlah kegiatan budidaya ikan dengan teknologi karamba yang
telah berjalan di Kecamatan Lawang Kidul sebanyak 327 unit karamba dengan produksi ikan
sekitar 180 ton/tahun. Sedangkan
jumlah kolam budidaya sebanyak 97,5 Ha
dengan
produksi sekitar 424 ton/tahun, sementara konsumsi ikan di Kecamatan Lawang Kidul
mecapai 1491 ton/tahun. Untuk Kecamatan Gelumbang kegiatan budidaya ikan dengan
teknologi karamba yang telah berjalan sebanyak 238 unit karamba dengan produksi ikan
sekitar 166 ton/tahun. Sedangkan
jumlah kolam budidaya sebanyak 1,58 Ha
dengan
produksi sekitar 110 ton/tahun, sementara jumlah konsumsi ikan di Kecamatan Gelumbang
mencapai 1278 ton/tahun. Jika dilihat dari data sekunder dan sampel kunjungan di lapangan,
wilayah Kecamatan Gelumbang memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan
Kecamatan Lawang Kidul. Hal ini didasarkan bahwa dengan unit keramba dan lahan yang
lebih sedikit namum produksi persatuan keramba dan lahan lebih tinggi.
Selain itu kelebihan lainnya yang dimiliki Kecamatan Gelumbang dijadikan sebagai
area potensi pengembangan usaha perikanan, dikarenakan potensi usaha di kecamatan ini
dapat berbasis kawasan, karena Kecamatan Gelumbang dikelilingi oleh beberapa kecamatan
yang memiliki produktivitas tinggi dibidang perikanan. Akses dari Kecamatan Gelumbang
menuju kecamatan lain disekitarnya juga relatif dekat dan infrastruktur yang mendukung.
Kecamatan tersebut diantaranya Kecamatan Muara Belida, Kecamatan Belida Darat,
Kecamatan Sungai Rotan, Kecamatan Kelekar
dan Kecamatan Lembak. Keuntungan
investor yang menanamkan modal atau mendirikan usaha kegiatan perikanan di wilayah
Gelumbang yaitu dapat juga memanfaatkan potensi pasar ke beberapa kecamatan yang ada
dikawasan Kecamatan Gelumbang. Sebagai contoh jika mendirikan usaha pembuatan pabrik
pakan, maka pemasaran bukan hanya diserap oleh petani pembudidaya Kecamatan
Gelumbang namun juga petani pembudidaya ikan di Kecamatan Muara Belida, Kecamatan
Belida Darat, Kecamatan Sungai Rotan, Kecamatan Kelekar
dan Kecamatan Lembak.
Berdasarkan kajian terhadap letak geografis dan pasar, ikan yang optimal untuk di
budidayakan dan memiliki prospek di wilayah Kabupaten Muara Enim yaitu ikan lele dan patin.
Lokasi wilayah yang direkomendasikan untuk investasi perikanan budidaya ikan air
tawar disajikan pada Gambar 5.10 yang ditandai dengan warna hijau pada peta lokasi. Lokasi
usaha budidaya ikan yang disarankan adalah Kecamatan Lawang Kidul dan Gelumbang.
3
Gambar 5.10
Peta Lokasi Pengusahaan dan Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar
di Kabupaten Muara Enim
2.
Fasilitas Produksi dan Peralatan
Jenis ikan yang dibudidayakan di Wilayah Kabupaten Muara Enim adalah berbagai
jenis ikan air tawar yang bernilai ekonomi, diantaranya yaitu ikan nila, patin, dan lele. Ketiga
ikan tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena permintaan yang tinggi. Dalam
pelaksanaan kegiatan budidaya, input yang digunakan untuk kegiatan budidaya pembesaran
ikan yang utama adalah benih ikan dan pakan ikan. Berdasarkan kunjungan dilapangan, dari
sekian banyaknya kegiatan budidaya yang telah berlangsung, sumber benih ikan untuk
kegiatan pembesaran baik karamba maupun kolam masih mengandalkan benih dari luar
wilayah Kabupaten Muara Enim, misalnya dari Lubuk Linggau, Lampung dan Wilayah Jawa
Barat. Berkenaan dengan hal tersebut, prospek berdirinya usaha penyedia benih ikan dengan
kualitas yang baik dapat di lakukan oleh investor untuk memasok kebutuhan benih pada
usaha budidaya pembesaran ikan di Wilayah Lawang Kidul dan Kecamatan Gelumbang.
Investor dapat menanamkan modal untuk mendirikan hatchery (rumah pembenihan ikan) di
dua kecamatan tersebut.
4
Selain usaha penyedia benih ikan atau pembenihan (hatchery), prospek usaha lain
yang dapat di tawarkan kepada investor adalah usaha penyedia pakan ikan. Hal ini didasarkan
atas banyaknya usaha budidaya pembesaran dimana sudah pasti membutuhkan pakan ikan.
Saat ini pembudidaya ikan membeli pakan dengan harga yang relatif lebih tinggi karena
membeli pakan dari sub agen atau pihak ketiga dan keempat. Jika ada pabrik pakan skala
menengah yang mampu memproduksi pakan dan dapat langsung memasarkan kepada
pembudidaya ikan, maka petani akan lebih cenderung membeli langsung ke pabrik pakan
ikan tersebut. Dari hasil survey di lapangan, petani pembudidaya ikan di Kecamatan
Gelumbang dan Lawang Kidul memberi pakan ikan sebanyak 5-10% dari bobot biomasa ikan
yang dipelihara. Untuk satu unit karamba dengan padat tebar ikan lele 10.000 ekor dengan
ukuran ikan 100 g/ekor, dibutuhkan pakan sebanyak 1 ton/hari.
Pada pelaksanaan kegiatan budidaya, disamping itu juga membutuhkan berbagai jenis
bahan habis pakai seperti pupuk kandang dan kapur. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan
budidaya ikan nila, patin, dan lele diperlukan peralatan penunjang dan sarana produksi utama
budidaya ikan. Dari hasil kunjungan di lapangan, ketersediaan sarana dan prasarana untuk
wilayah Kecamatan Lawang Kidul sudah ada untuk mendukung kegiatan budidaya ikan nila,
patin, dan lele.
Tabel 5.52.
Fasilitas dan Peralatan untuk Budidaya Ikan nila, patin dan lele
No
1
Sistem Budidaya
Water base
aquaculture
Keramba
2
Water base
aquaculture
Kolam tanah dan
kolam beton
3
Bioflok
Sarana
Pompa air
Waring ukuran 4 x 6 m
Drum
Timbangan
Serok ikan
Grader
Kolam ukuran 4 x 6 m
Pompa air
Blower aerator
Pipa paralon 0,5 inchi
Generator set
Timbangan
Serok ikan
Bak Bundar / terpal ukuran bundar
Blower aerator
Generator set
Timbangan
Pipa paralon 0,5 inchi
Penyusun flok
Jumlah
1 unit
4 buah
16 buah
2 unit
4 unit
3 unit
4 unit
1 unit
1 unit
1 paket
1 unit
2 unit
3 unit
4 unit
1 unit
1 unit
2 unit
1 paket
1 paket
Kegiatan budidaya ikan yang dapat dikembang oleh investor di wilayah tersebut lebih
cocok
budidaya
ikan
berbasis
water
base
aquaculture
yaitu
dengan
sistem
5
keramba.sedangkan untuk wilayah Kecamatan Gelumbang, sistem budidaya ikan yang dapat
di lakukan yaitu kolam tanah dan keramba. Adapun fasilitas produksi dan jenis peralatan yang
digunakan dalam satu unit usaha budidaya pembesaran ikan nila, patin, dan lele adalah
seperti yang disajikan Tabel 5.52.
3.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang telaten dan disiplin sangat diperlukan dalam kegiatan budidaya ikan
nila, patin dan lele serta menjadi faktor penentu keberhasilan budidaya ikan. Jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan relatif banyak pada saat pembangunan kolam, keramba beserta
fasilitas pendukungnya. Tenaga kerja untuk kegiatan budidaya baik sistem kolam maupun
karamba dalam operasionalnya membutuhkan 2-3 orang pekerja untuk satu unit usaha yang
dilakukan secara kontinyu sepanjang tahun. Para pekerja ini umumnya dibayar secara
harian/mingguan. Pekerja antara lain melaksanakan kegiatan membeli pakan, memberikan
pakan ikan, melakukan pembersihan, memanen serta menjaga keamanan.
Keberhasilan usaha budidaya sangat ditentukan oleh kejujuran dan kedisiplinan
karyawan atau pelaksana kerja sehari-hari. Kontrol yang ketat merupakan salah satu alternatif
untuk mengatasi kebocoran-kebocoran yang berakibat pada pembengkakan pada biaya
operasional. Pada usaha budidaya ikan lele kebocoran yang sering terjadi adalah pada
penggunaan pakan. Pemberian pakan yang berlebihan selain akan menyebabkan
pembengkakan biaya operasional juga akan menurunkan produktivitas dan menurunkan
kualitas perairan. Sedangkan untuk budidaya ikan nila dan patin, selain kontrol terhadap
pakan yang harus benar-benar diperhatikan kualitas air mebingat ikan nila dan ikan lele tidak
memiliki alat pernapasan tambahan seperti ikan lele. Kondisi kulaitas air yang buruk dapat
menyebabkan ikan nila dan lele mati dan menyebabkan kerugian.
4.
Sistem Produksi
Kegiatan Budidaya ikan yang telah dilaksanakan saat ini oleh pembudidaya ikan di
Kecamatan Lawang Kidul dan Kecamatan Gelumbang berdasarkan hasil kunjungan lapangan
masih bersifat tradisional dan semi intensif. Hal ini dicirikan dengan padat tebar ikan dalam
kolam budidaya masih rendah dan pengelolaan manajemen kualitas air yang masih
sederhana. Upaya peningkatan produksi hasil budidaya dapat dilakukan dengan sistem
budidaya secara intensif. Lokasi lahan yang tersedia baik di di kecamatan Lawang Kidul atau
Gelumbang mendukung untuk dilakukan kegiatan budidaya baik dengan kolam tanah, kolam
beton dan keramba. Hasil pengamatan kualitas air dilapangan menunjukkan bahwa jenis Ikan
yang optimal untuk dibudidayakan berupa ikan patin, ikan lele dan Ikan nila.
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan hasil persilangan ikan lele lokal yang
berasal dari Afrika dengan lele lokal dari Taiwan. Ikan lele dumbo pertama kali didatangkan
6
ke Indonesia oleh sebuah perusahan swasta pada tahun 1986. Ciri khas dari ikan ini adalah
sirip dadanya yang dilengkapi sirip keras dan runcing yang disebut patil. Patil ini berguna
sebagai senjata dan alat bantu untuk bergerak. Selain itu juga ada alat pernapasan tambahan
yang disebut “aboresent” yang bentuknya berlipat-lipat penuh dengan pembuluh darah.
Dengan alat tersebut ikan ini mampu mengambil oksigen langsung dari udara, sehingga dapat
hidup dalam waktu yang cukup lama pada lumpur lembab bahkan tanpa air sama sekali.
Ikan lele mempunyai sifat aktif pada malam hari (noctural). Hal ini berarti bahwa ikan
lele akan lebih aktif jika diberi makan pada malam hari. Pemberian pakan yang tepat, baik
frekuensi ataupun jumlahnya akan lebih mengefisienkan biaya yang diperlukan. Dengan
memahami sifat biologi ikan tersebut, maka pada akhirnya hanya budidaya yang paling efisien
yang akan bertahan dalam persaingan. Ikan lele termasuk dalam golongan ikan karnivora
atau pemakan daging. Jenis, ukuran dan jumlah pakan yang diberikan tergantung ukuran dan
lele yang dipelihara. Ada dua jenis pakan ikan lele, yaitu pakan alami dan pakan buatan.
Disamping itu dapat pula diberikan pakan alternatif. Pakan alami ikan lele adalah jasad-jasad
renik, kutu air, cacing, jentik-jentik serangga dan sebagainya. Pakan alternatif yang biasa
diberikan adalah ikan rucah atau ikan-ikan hasil tangkapan dari laut yang sudah tidak layak
dikomsumsi oleh manusia, limbah peternakan ayam, daging bekicot/keong mas dan sisa-sisa
dapur rumah tangga.
Yang perlu dicermati dalam pemberian pakan alternatif ini adalah bahwa pakan
tersebut merupakan reservoir parasit/mikro organisme, sehingga pemanfaatan makanan
tersebut akan melengkapi siklus hidup beberapa parasit ikan. Oleh karena itu pemberian
pakan alternatif, terutama yang sudah jelek kualitasnya/busuk sejauh mungkin dihindari.
Higienisnya pakan, cara pemberian dan penyimpanannya perlu diperhatikan benar agar
transmisi parasit dan penyakit tidak terjadi pada hewan budidaya. Dengan melihat kejelekan
yang ada pada pakan alternatif/tambahan, maka seyogyanya ikan lele diberikan pakan buatan
yang memenuhi persyaratan, baik nutrisinya maupun jumlahnya. Walaupun banyak nilai
kebaikan dari pakan buatan, harus diperhatikan pula dari segi finansialnya, karena sekitar 60–
65 persen biaya produksi adalah biaya untuk pembiayaan pakan.
Kepadatan atau kerapatan ikan yang dibudidayakan harus disesuaikan dengan
standar atau tingkatan budidaya. Peningkatan kepadatan akan menyebabkan daya dukung
kehidupan ikan per individu menurun. Kepadatan yang terlalu tinggi (overstocking) akan
meningkatkan kompetisi pakan, ikan mudah stres dan akhirnya akan menurunkan kecepatan
pertumbuhan. Kepadatan ikan yang dibudidayakan secara semi intensif berkisar 1–5 kg/m2,
sedangkan untuk kegiatan budidaya intensif dapat mencapai 20 kg/m2 atau setara dengan
160–200 ekor/m2 apabila berat ikan yang dipelihara berkisar 100–125 gram/ekor.
Pemisahan ukuran (grading) dimaksudkan untuk menghindari perebutan atau wilayah
hidup (menghindari/mengurangi persaingan). Dengan pemisahan ini, maka ikan yang
7
ukurannya kecil tidak akan kalah bersaing dan dapat melanjutkan kehidupan/pertumbuhannya
secara normal. Lebih-lebih untuk ikan yang bersifat kanibal, seperti lele, apabila tidak
dilakukan pemisahan maka ikan yang berukuran kecil akan menjadi mangsa dari ikan yang
berukuran besar. Besarnya kematian disini bukan karena penyakit atau hama, tapi akibat dari
aktivitas pemangsaan. Selain itu pemisahan ukuran juga akan menghindari meluasnya
jangkitan penyakit, karena seiring dengan pertumbuhan maka peluang untuk terinfeksi juga
semakin meningkat.
Kegiatan Budidaya ikan patin membutuhkan waktu produksi yang lebih lama dari ikan
lele dalam tiap siklusnya. Pada Ikan lele dapat dilakukan pemanenan 3-4 Bulan dari
penebaran awal, sedangkan ikan patin membutuhkan waktu 6-8 bulan untuk mendapatkan
ikan patin ukuran konsumsi. Hal ini harus dijadikan pertimbangan bagi
calon investor,
mengingat lama waktu siklus produksi ini berkaitan dengan modal usaha yang lebih besar
pula. Berdasarkan survey lapangan, sistem produksi Ikan patin baik Kecamatan Lawang Kidul
ataupun di Kecamatan Gelumbang akan lebih optimal jika dilakukan dengan sistem keramba
yaitu di wilayah yang terdapat perairan mengalir. Hal ini didasarkan karena sumber air tanah
atau kolam kurang optimal untuk budidaya patin mengingat ikan patin tidak memiliki alat
pernapasan tambahan seperti ikan lele.
Secara umum usaha budidaya produksi ikan baik lele maupun patin dibedakan atas
dua jenis, yaitu: 1) usaha pembesaran saja; dan 2) usaha pembenihan dan pembesaran
dalam satu unit usaha. Apabila usaha pembenihan dan pembesaran dilakukan dalam satu
unit usaha maka proses budidaya dimulai sejak dari proses pembenihan, selanjutnya benih
ikan yang mereka produksi dimasukkan dalam proses pembesaran. Sedangkan apabila
usahanya pembesaran saja maka pembudidaya dapat membeli benih ikan dari pembudidaya
lain atau pasar benih ikan atau dari Balai Benih Ikan (BBI) dan selanjutnya dilakukan proses
pembesaran.
Ada kebaikan atau kelebihan dari usaha pembesaran dan pembenihan dalam satu unit
usaha. Diantara kelebihan tersebut adalah dapat diketahui benar–benar kualitas benih yang
akan dibudidayakan, termasuk asal usul dari induknya. Selain itu dengan lingkungan yang
sama, maka benih tidak mengalami stres. Benih yang diambil dari tempat lain yang berbeda,
apalagi jauh jaraknya serta penanganan yang tidak benar akan mempengaruhi kondisi benih.
Pembesaran merupakan tahap akhir dalam usaha budidaya ikan lele. Benih yang akan
dibesarkan dapat berasal dari pendederan I ataupun pendederan II. Kalau benih yang berasal
dari pendederan II, berarti ukuran benih sudah cukup besar, sehingga waktu yang dibutuhkan
sampai panen tidak terlalu lama. Usaha semacam ini mengandung risiko yang lebih kecil,
karena tingkat mortalitasnya rendah. Hasil panen yang seragam atau serempak
pertumbuhannya dengan ukuran super adalah salah satu target yang harus dicapai.
8
Ada 3 (tiga) faktor penting yang harus diperhaitkan dalam usaha pembesaran, yaitu:
kualitas benih, kualitas pakan yang diberikan dan kualitas airnya itu sendiri.
1. Kualitas benih
Benih yang baik berasal dari induk yang baik pula, karena itu sebaiknya benih dibeli dari
tempat pembenihan yang dapat dipercaya atau yang telah mendapat rekomendasi dari
pemerintah, seperti BBI. Benih baik bisa berasal dari hasil rekayasa genetika seperti lele
sangkuriang, proses seleksi, proses persilangan dan sebagainya. Ciri-ciri benih yang
berkualitas yaitu tubuhnya tidak cacat/luka, posisinya tidak menggantung (posisi mulut di
atas), aktif bergerak dan pertumbuhannya seragam.
2. Kualitas pakan
Pakan yang diberikan harus tepat dan dalam jumlah yang mencukupi. Yang dimaksud
tepat dalam hal ini adalah tepat ukuran, nilai nutrisi, keseragaman ukuran dan kualitas.
Pada umumnya pakan yang digunakan berasal dari produksi pabrik. Pakan yang diberikan
berupa pelet, dengan dosis 3–5 persen dari bobot tubuhnya perhari. Pemberian pakan
dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Pakan diberikan dengan cara ditebarkan secara
merata dengan harapan setiap individu akan mendapatkannya. Selain pelet, sebagai
makanan tambahan diberikan limbah burung puyuh yang terlebih dahulu dicabuti bulubulunya. Pemberian makanan tambahan ini memang bisa menghemat biaya, tapi sebagai
konsekuensinya adalah dapat membawa bibit penyakit.
3. Kualitas air
Air yang digunakan untuk usaha pembesaran harus memenuhi syarat, dalam arti
kandungan kimia dan fisika harus layak. Bebas dari pencemaran dan tersedia sepanjang
waktu. Sumber air yang digunakan oleh pembudidaya setempat berasal dari sungai dan
sumur. Sistem pembagian air secara pararel, artinya masing-masing kolam tidak saling
berhubungan. Dengan sistem ini, maka kemungkinan untuk tertulari penyakit antara satu
kolam dengan lainnya dapat terhindari.
Kolam pembesaran harus disucihamakan dulu. Cara yang paling mudah adalah
dengan mengeringkan dan melakukan pengapuran. Benih yang ditebar sebaiknya dalam satu
ukuran (seragam) mengingat ikan lele ini mempunyai sifat kanibal. Benih ditebar pagi atau
sore hari saat suhunya masih rendah. Hal ini untuk menghindari stres. Padat penebaran yang
digunakan adalah kurang lebih 200 ekor/m3 air. Padat penebaran sebanyak ini sudah
termasuk dalam kategori sistem budidaya yang intensif.
Sebagai tahap terakhir adalah pemanenan hasil. Mengingat kolam yang digunakan
adalah kolam tembok maka cara pemanenannya menjadi mudah. Tinggal membuka saluran
pembuangan air, sehingga airnya menjadi berkurang. Langkah selanjutnya adalah melakukan
penyerokan, pemanenan dilakukan dua kali, yang pertama adalah yang berukuran besar yaitu
ketika ikan lele berumur 2,5 bulan. Sisanya yang masih belum layak ditinggal pada kolam
9
tersebut dan baru dipanen setelah berumur 3 bulan. Hasil pemanenan yang diperoleh sekitar
80 persen dari padat penebaran 200 ekor/m3 air.
5.
Teknologi
Teknologi budidaya ikan yang dapat dilakukan di Kecamatan Lawang Kidul dan
Kecamatan Gelumbang yaitu Teknologi Pembenihan, Pembesaran dan Pemuatan Pakan
Ikan, dengan deskripsi teknologi sebagai berikut.
a.
Teknologi produksi benih berbasis Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB)
Produksi benih ikan merupakan bagian input pada kegiatan budidaya yang sangat
penting dalam menentukan keberhasilan produksi ikan konsumsi. Benih yang di gunakan
pada kegiatan budidaya ikan harus tepat baik secara kuantitas dan kualitas. Benih ikan
di kabupaten muara enim saat ini di datangkan dari Balai benih Ikan yang ada di Pandan
Enim, Pagar Dewa , Patra Tani dan Bedegung. Keempat balai benih ikan tersebut saat
ini baru mampu memproduksi sekitar 1.600.000 ekor benih/tahun. Selain dari keempat
balai benih ikan tersebut, benih ikan juga diproduksi oleh Unit Pembenihan Rakyat (UPR)
yang tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Muara Enim. Produksi benih
dari UPR tersebut sekitar 7.200.000 ekor benih/tahun. Namun, produksi benih tersebut
masih belum mampu memenuhi kebutuhan para pembudidaya pembesaran ikan lele dan
ikan patin. Hal ini didasarkan bahwa berdasarkan survey yang dilakukan dilapangan,
petani masih banyak mendatangkan benih dari luar kabupaten Muara Enim misalnya dari
Jawa Barat (Bogor dan Sukabumi), Lampung, Palembang dan Linggau. Berkenaan
dengan hal tersebut, peluang usaha pada kegiatan pembenihan masih terbuka bagi
investor. Teknologi pembenihan yang di lakukan harus berbasis Cara Pembenihan Ikan
Yang Baik (CPIB). Hal ini untuk menjamin bahwa produksi budidaya benih ikan di
kabupaten muara enim memiliki nilai unggul dan lebih baik dari produksi benih ikan di
tempat lain.
b.
Teknologi Pembesaran Ikan
Teknologi Pembesaran Ikan lele dan ikan patin yang dapat dilakukan di Kecamatan
Lawang Kidul dan Kecamatan Gelumbang yaitu pembesaran ikan dengan kolam tembok,
bak fiber, kolam tanah, keramba dan teknologi bioflok. Teknologi terbarukan yang juga
dapat dilakukan di Kecamatan Lawang Kidul dan Kecamatan Gelumbang yaitu teknologi
budidaya
dengan
sistem bioflok.
Konsep
bioflok
merupakan
teknologi yang
memanafaatkan limbah nitrogen yang berpotensial racun diubah menjadi protein bakteri,
yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh ikan, dengan demikian
ikan
dapat
memanfaatkan protein ganda dari protein pakan dan protein mikroba, yang sebenarnya
merupakan suatu recycling protein pakan yang tak termanfaatkan.Dalam sistem bioflok
10
memerlukan pengaerasian dan pengadukan kuat untuk terus menjaga suspensi limbah
organik di kolom air untuk dicerna oleh bakteri. Bakteri heterotrof aerobik mengkolonisasi
partikel limbah organik dan menyerap nitrogen, pospor dan nutrien lain dari air. Proses
ini memperbaiki kualitas air dan merecycling limbah karena detritus diperkaya secara
bacterial. Partikel flok digumpalkan dengan polisakarida yang dihasilkan bakteri. Bahanbahan tersuspensi diserap diatas flok bakteri yang terhidrolisa oleh enzim ekstraselular
bakteri. Dengan demikian bioflok dalam kolom air tersebut merupakan biofilter in situ, tak
ada filtrasi eksternal dan dibutuhkan sedikit atau bahkan tanpa pembuangan padatan.
Teknologi bioflok ini dapat diaplikasikan di Kecamatan Lawang Kidul dan Kecamatan
Gelumbang dengan memanfaatkan kolam beton petani yang telah tersedia. Budidaya
ikan sistem bioflok dapat diaplikasikan pada ikan nila, lele dan patin pada fase pendeeran
I dan II. Namun untuk pembesaran sampai ukuran konsumsi, bioflok hanya dapat
dilakukan pada ikan lele dan nila. Untuk ikan patin kurang optimal jika bioflok di terapkan
sampai ikan ukuran konsumsi. Teknologi bioflok ini merupakan upaya solusi terhadap
besarnya biaya produksi ikan dari kegiatan budidaya, dimana dengan biflok dapat
menghemat penggunaan pakan ikan. Selain itu juga menghemat penggunaan air dan
tenaga kerja karena minimnya penggantian air di kolam budidaya.
c.
Teknologi Pembuatan Pakan Ikan
Dalam kegiatan Budidaya Ikan, pakan harus diperhatikan dan kadang menjadi masalah
utama pembudidaya karena sekitar 60–65 persen biaya produksi adalah biaya untuk
pembiayaan pakan. Dari hasil survey dilapangan, petani pembudidaya ikan di kecamatan
gelumbang dan lawang kidul memberi pakan ikan sebanyak 5-10% dari bobot biomasa
ikan yang dipelihara. Untuk satu unit karamba dengan padat tebar ikan lele 10.000 ekor
dengan ukuran ikan 100 g/ekor, dibutuhkan pakan sebanyak 1 ton/hari. Berdasarkan hal
tersebut, sangat diperlukan teknologi pembuatan pakan yang dapat memenuhi
kebutuhan pakan ikan. Investor dapat membuka usaha pabrik pembuatan pakan skala
menengah dan besar di kabupaten muara enim. Untuk skala kecil dan menengah, dapat
diproduksi pakan berbasis
bahan baku lokal. Bahan baku pakan yang tersedia di
kabupaten muara enim diantaranya dedak padi dan tepung darah dari limbah
pemotongan hewan di Kecamatan Tanjung Agung. Dengan bahan baku lokal sebagai
bahan pakan diharapkan dapat menghasilkan pakan dengan harga yang terjangkau bagi
para pembudidaya ikan.
6.
Kendala Produksi
Salah satu kendala yang sering dihadapi oleh pembudidaya ikan lele adalah serangan
hama dan penyakit. Kerugian akibat hama biasanya tidak sebesar serangan penyakit.
11
Meskipun demikian kedua-duanya harus mendapat perhatian penuh, sehingga usaha
budidaya dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Pencegahan merupakan tindakan
yang paling efektif dibandingkan dengan pengobatan. Dengan padat penebaran yang
demikian tinggi pada pembudidaya yang intensif, maka serangan penyakit dapat terjadi
sewaktu–waktu, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan tinggal menunggu waktu. Monitoring
yang ketat dan konsisten merupakan langkah yang harus dikerjakan dalam usaha budidaya
yang modern. Monitoring tidak hanya dilakukan pada ikan yang dibudidayakan saja, tetapi
juga terhadap kondisi airnya.
Kalau diperhatikan dengan cermat, sebelum ikan terkena penyakit maka akan
menunjukkan gejala–gejala terlebih dahulu. Gejala–gejala tersebut diantaranya adalah nafsu
makan yang berkurang, gerakan menjadi lambat, pengeluaran lendir yang berlebihan dan
pada stadium selanjutnya akan terlihat perubahan warna, bahkan mulai ada luka pada
tubuhnya. Semua gejala ini dapat dilihat secara visual. Gejala ini sebenarnya tidak hanya
tampak pada ikannya saja, tapi juga kondisi airnya. Air kolam tampak lebih kental atau pekat,
akibat pengeluaran lendir yang berlebihan. Apabila melihat gejala ini, maka harus segera
dilakukan langkah pengobatan sebelum penyakitnya menjadi lebih parah. Pengobatan yang
lebih dini akan mengurangi jumlah ikan yang mati, bahkan akan menyelamatkan ikan yang
dibudidayakan.
Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa, membunuh dan
mempengaruhi produktivitas, baik secara langsung ataupun bertahap. Hama ini bisa berasal
dari aliran air masuk, udara maupun darat. Ada dua cara yang biasanya digunakan untuk
mencegah hama, yaitu: 1. Melakukan pengeringan dan pemupukan kolam; 2. Memasang
saringan pada pintu pemasukan air (inlet). Hama pada ikan lele yang biasanya ada adalah
ular, belut, ikan–ikan buas, linsang dan burung pemakan ikan.
Penyakit dapat disebabkan oleh adanya gangguan dari jasad hidup atau sering disebut
dengan penyakit parasiter dan yang disebabkan oleh faktor fisik dan kimia perairan atau non
parasiter. Jasad hidup penyebab penyakit tersebut diantaranya adalah virus, jamur, bakteri,
protozoa, nematoda dan jenis udang renik. Penyebab penyakit dari satu ikan ke ikan lainnya
dapat melalui: 1. Aliran air yang masuk ke kolam; 2. Media tempat ikan tersebut hidup; 3.
Kontak langsung antara ikan yang sakit dan ikan yang sehat; 4. Kontak tidak langsung yaitu
melalui peralatan yang terkontaminasi (selang air, gayung, ember dan sebagainya); 5. Agent
atau carrier (perantara atau pembawa). Beberapa tindakan untuk mengatasi berbagai
serangan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain aplikasi obat langsung
ke ikan. Pengobatan ini dapat dilakukan melalui penyuntikan. Tindakan pengobatan melalui
penyuntikan ini hanya efektif jika ikan yang terserang penyakit jumlahnya sedikit. Bakteri,
jamur dan parasit merupakan sumber utama penyakit pada ikan lele, walaupun demikian
masih ada penyakit lain yang belum diketahui penyebabnya.
12
Aspek Pasar dan Pemasaran
1.
Permintaan
Permintaan global terhadap ikan dan produk perikanan lainnya dalam sepuluh tahun
terakhir meningkat, terutama setelah munculnya wabah penyakit sapi gila, flu burung, serta
penyakit kuku dan mulut. Disamping itu, sekarang ini sedang terjadi perubahan
kecenderungan konsumsi dunia dari protein hewani ke protein ikan. Komoditi perikanan
merupakan komoditi ekspor dimana kebutuhan ikan dunia meningkat rata-rata 5 persen per
tahun.
Dengan penduduk sekitar 255 juta jiwa pada tahun 2015 dan cenderung akan terus
bertambah, Indonesia menjadi negara terpadat dan terbesar nomor empat di dunia setelah
Cina, India dan Amerika Serikat. Angka ini memberikan gambaran yang nyata bahwa
kebutuhan pangan akan terus meningkat. Konsumsi ikan pada masa mendatang diperkirakan
akan meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat akan
arti penting nilai gizi produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan otak. Konsumsi ikan
di Indonesia meningkat rata-rata sebesar 2,67 persen per tahun, kecenderungan peningkatan
konsumsi ikan juga terlihat sampai tahun-tahun mendatang.
Usaha budidaya pembesaran ikan lele di Kabupaten Muara Enim tidak terlepas dari
potensi dan perkembangan perikanan secara umum di kabupaten ini. Salah satu faktor
penting yang menjadi pendorong adalah peningkatan konsumsi ikan di Kabupaten Muara
Enim. Konsumsi ikan lima kecamatan penghasil ikan terbesar di Kabupaten Muara Enim pada
tahun 2016 terjadi peningkatan sebesar 25,93 persen, yakni dari 4.985,10 ton pada tahun
2015 menjadi 6.277,78 pada tahun 2016. Hal ini tentunya secara langsung akan berdampak
pada peningkatan permintaan ikan dan kecenderungan ini akan semakin meningkat pada
tahun-tahun mendatang.
Demikian pula pelaku pembangunan perikanan lainnya (pedagang pengentas,
pemancingan, Rumah Makan Khas Ikan dan pasar ikan kelompok) semuanya meningkat
jumlahnya dari tahun sebelumnya. Hal ini dapat memberikan indikasi bahwa ternyata usaha
perikanan telah menjadi alternatif yang dipilih oleh masyarakat sebagai sumber
penghasilannya.
2.
Penawaran
Konsumsi ikan penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 75 persen dari potensi
sumberdaya ikan. Sedangkan jumlah yang diperbolehkan ditangkap adalah 80 persen.
Apabila seluruhnya dipasok dari hasil penangkapan, maka kelestarian dari produksi tangkap
benar-benar akan terancam apabila tidak dilakukan pengendalian. Oleh karena itu di masa
13
mendatang pasokan ikan dari aktivitas budidaya sangat diharapkan. Potensi produksi
budidaya di perairan umum, kolam air tawar, saluran irigasi, dan mina padi (nila, mas, gurame,
lele, patin, bawal air tawar, dan lain-lain) cukup tinggi.
Nilai ekonomi usaha perikanan termasuk industri bioteknologi kelautan dan perairan
tawar diperkirakan sebesar 82 milyar dolar AS per tahun. Nilai ekonomi sebesar ini hanya
dihasilkan dari aktivitas usaha produksi dan pengolahan (pasca panen) hasil perikanan.
Padahal kenyataannya kedua aktivitas usaha perikanan tersebut mampu membangkitkan
begitu banyak multiplier effects ekonomi berupa industri penunjang usaha perikanan (seperti
jaring, mesin kapal, kincir air tambak, pabrik pakan ikan, pabrik es, dan cold storage), jasa
transportasi, perhotelan, bank, dan lain sebagainya.
Pertumbuhan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Muara Enim semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Data pertumbuhan produksi ikan lima kecamatan penghasil ikan terbesar
di Kabupaten Muara Enim selama tahun 2015 dan 2016 mengalami peningkatan sebesar
18,65 persen. Peningkatan produksi yang dicapai pada tahun 2016 yaitu sebesar 2.409,85
ton dibandingkan dengan tahun sebelumnya (tahun 2015) yaitu sebesar 2.031,02 ton.
Walaupun produksi meningkat, tetapi jumlahnya belum mencukupi kebutuhan konsumsi
penduduk di kabupaten ini. Hal ini berarti Kabupaten Muara Enim masih mengalami defisit
ikan untuk konsumsi penduduknya.
3.
Analisis Persaingan dan Peluang Pasar
Meskipun sampai saat ini permintaan ikan terus meningkat dan ternyata juga diiringi
oleh peningkatan produksi/penawaran ikan, secara umum potensi usaha budidaya air tawar
(inland water) cukup besar. Hal ini bisa dilihat dari potensi lestari perairan umum yang
mencapai 356.020 ton per tahun dan potensi perikanan budidaya air tawar yang mencapai
1.039.100 ton per tahun. Tingkat pemanfaatan sektor perikanan secara umum masih rendah
dan dapat ditingkatkan. Secara makro peluang pasar hasil perikanan adalah pasar domestik
(dalam negeri) dan luar negeri. Pasar domestik adalah penduduk Indonesia yang berjumlah
255 juta jiwa, secara khusus penduduk Kabupaten Muara Enim berjumlah 560.539 jiwa
dengan konsumsi ikan yang meningkat setiap tahunnya. Sedangkan peluang pasar ekspor
antara lain ke Jepang (40 persen), Amerika Serikat (15 persen), Eropa (20 persen), RRC (10
persen), Hongkong (5 persen), Singapura (5 persen) dan negara lainnya sebesar 5 persen.
Kendati nilai dan produksi perikanan setiap tahunnya meningkat, saat ini sektor
perikanan Indonesia belum terintegrasi baik hulu-hilir (vertikal) maupun horizontal (antar
daerah dan dengan komplementarinya). Di sisi lain, pemasaran pun masih dikuasai asing dan
perbankan belum berperan cukup. Agunan masih menjadi prasyarat mutlak dan equity masih
30 persen. Sehubungan dengan potensi yang ada di atas maka pengembangan perikanan
budidaya harus mendayagunakan potensi sumberdaya perikanan budidaya Indonesia.
14
Dengan demikian diharapkan optimalisasi pengembangan dapat meningkatkan produksi
berbasis ekonomi rakyat, perolehan devisa negara dari aktivitas ekspor, dan mempercepat
pembangunan ekonomi masyarakat pembudidaya di perdesaan.
Potensi yang demikian besar dan harapan yang tersimpan pada sektor perikanan,
tidak bisa lepas dari kenyataan yang ada. Kekayaan hayati yang ada tidak mampu bersaing
baik di tingkat global maupun nasional. Sampai saat ini, secara umum budidaya perikanan
didominasi oleh komoditas ikan-ikan impor baik untuk ikan hias maupun ikan konsumsi.
Contoh yang paling mudah diutarakan adalah pada jenis-jenis ikan budidaya. Dari komoditas
ikan konsumsi yang sekarang ini sudah memasyarakat, semuanya didominasi oleh jenis
introduksi yang didatangkan dari luar, seperti ikan mas, nila, patin Bangkok, lele dumbo, bawal
air tawar, udang vanamei dan stylostris.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari introduksi ikan asing dapat dikemukakan
sebagai berikut. Pertama, ikan introduksi dapat digunakan untuk memanfaatkan relung
(niche) yang tidak terisi oleh ikan asli. Biasanya ikan introduksi yang termasuk kelompok ini
digunakan untuk pengendalian hama/gulma dalam rangka memperbaiki kondisi suatu
lingkungan. Contohnya adalah jenis-jenis ikan karper dari Cina yang pernah dimasukkan ke
Indonesia pada awal tahun 1980-an. Namun demikian perlu benar-benar dipertimbangkan
dan dilakukan kontrol yang ketat agar jangan sampai terjadi ikan tersebut beralih fungsi
menjadi hama baru dan mencemari lingkungan di saat hama/ gulma target telah tereliminasi.
Kedua, ikan introduksi dapat digunakan sebagai pemacu peningkatan produksi lokal atau
mengisi pangsa pasar yang masih terbuka. Contoh yang masih hangat adalah penggunaan
udang vanamei dan stylostris untuk menanggulangi problem yang ada pada usaha udang
windu. Untuk manfaat yang kedua ini, hendaknya pembatasan penggunaan ikan introduksi
sebaiknya bersifat sementara untuk periode waktu yang relatif singkat. Ketiga, jenis introduksi
dibutuhkan untuk memperbaiki tampilan produksi ikan lokal dengan menggunakan ikan-ikan
tersebut sebagai material dasar/genetis untuk perbaikan.
Selain masalah introduksi, hancurnya industri perikanan budidaya karena penyakit dan
lingkungan merupakan pukulan berat bagi sektor perikanan. Kejadian ini terjadi baik pada
budidaya udang dengan hancurnya lingkungan tambak yang mematikan usaha budidaya, dan
penyakit yang muncul baik di panti benih maupun di tambak. Untuk ikan masalah lingkungan
menjadi faktor utama terjadi kematian secara besar-besaran akibat umbalan (up welling) dan
penyebab timbulnya wabah penyakit pada pemeliharaan ikan di kantong jaring apung di
beberapa waduk buatan. Selain hal-hal di atas, perlu disadari bahwa sektor perikanan
merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga distribusi
pendapatan dan multiplier effect-nya luas. Krisis ekonomi yang terjadi ternyata berdampak
pada pengalihan penyerapan kerja sektor dari industri ke sektor pertanian.
15
Dalam lingkup Kabupaten Muara Enim, perkembangan usaha budidaya ikan
(termasuk ikan lele) di Kabupaten Muara Enim ke depan semakin prospektif karena ditunjang
dan distimulasi oleh empat faktor berikut: 1) pertumbuhan jumlah pasar ikan kelompok, 2)
pertumbuhan jumlah pedagang pengentas ikan, 3) pertumbuhan jumlah usaha pemancingan,
serta 4) pertumbuhan jumlah rumah makan khas ikan, dimana keempat variabel tersebut
memiliki kecenderungan semakin meningkat dari tahun ke tahun secara bermakna.
Keempatnya merupakan pasar yang potensial bagi pembudidaya di Kabupaten Muara Enim
dalam menyalurkan produksinya.
Data lapangan lebih lanjut menunjukkan bahwa produksi ikan konsumsi di Kabupaten
Muara Enim sampai saat ini belum dapat mencukupi kebutuhan pasar masyarakat Kabupaten
Muara Enim. Para pedagang ikan konsumsi dan unit usaha lain di Kabupaten Muara Enim
yang memerlukan ikan konsumsi sebagai bahan bakunya masih mendatangkan pasokan ikan
konsumsi (ikan air tawar) dari luar Kabupaten Muara Enim.
4. Harga
Harga jual ikan lele dan patin pada tingkat pembudidaya dibedakan atas tiga jenis,
yaitu harga ukuran benih ikan, harga ikan konsumsi dan harga ikan indukan. Harga ketiga
jenis ikan lele tersebut berfluktuasi karena pengaruh permintaan dan penawaran (pengaruh
musim). Pada tahun 2017 secara rata-rata dapat disebutkan bahwa harga untuk benih ikan
lele (jenis sangkuriang) ukuran 2-3 cm adalah sekitar Rp 150 per ekor, ukuran 5-6 cm sekitar
Rp 200 per ekor dan ukuran 8-12 cm berharga kurang lebih Rp 350 per ekor. Sedangkan
untuk ikan lele konsumsi harganya bervariasi tergantung ukuran lele. Untuk ukuran bobot ikan
lele siap jual berkisar 100 gram hingga 500 gram. Jika melihat bobot minimal ikan lele siap
jual adalah 200 gram maka isi lele per kg bisa mencapai 5 hingga 7 ekor. Harga lele konsumsi
berada pada kisaran harga Rp 25.000 – Rp 30.000 per kg. Harga untuk indukan lele juga
bervariasi tergantung bobot per ekor, harganya sekitar Rp 30.000 per kg untuk bobot lele 0,5
kg/ekor, Rp 60.000 per kg untuk bobot lele 1 kg/ekor dan Rp 85.000 untuk bobot lele 1,5
kg/ekor.
Sementara harga jual untuk ikan patin pada tahun 2016 dan 2017 tidak jauh berbeda
dengan ikan lele dimana untuk harga benih ikan patin ukuran 2-3 cm adalah sekitar Rp 120150 per ekor, ukuran 5-6 cm sekitar Rp 180-200 per ekor dan ukuran 8-12 cm berharga kurang
lebih Rp 300 per ekor. Untuk harga ikan patin ukuran konsumsi dengan berat 400-700 g di
tingkat petani yaitu Rp. 20.000,- per kg. Ikan patin yang diproduksi dn di jual di Kabupaten
muara enim umunya ikan patin siam dan patin Jambal.
4.
Jalur Pemasaran
Pemasaran ikan lele dan ikan patin di Kabupaten Muara Enim seluruhnya dipasarkan
untuk pasar domestik (dalam negeri), terutama di daerah Kabupaten Muara Enim dan
16
sekitarnya. Secara umum jalur pemasaran ikan lele dan ikan patin tidak jauh berbeda dengan
jalur pemasaran ikan jenis lain yang dibudidayakan oleh petani. Karena terdapat tiga ukuran
ikan yaitu benih ikan, ikan konsumsi dan ikan indukan, maka rantai pemasaran antara ketiga
jenis ikan tersebut juga berbeda. Untuk benih ikan, bagi petani di Kabupaten Muara Enim
yang tergabung dalam kelompok Unit Pembenihan Rakyat (UPR) maka akan menjual benih
ikan yang mereka hasilkan seluruhnya langsung dijual di pasar benih yang dimiliki oleh
kelompok. Pembeli, baik para pembudidaya pembesaran maupun pedagang benih ikan yang
akan dijual lagi langsung membeli di pasar tersebut.
Tabel 5.53.
Jalur Pemasaran Ikan Lele Kabupaten Muara Enim
Sementara bagi pembudidaya yang tidak tergabung dalam kelompok cukup variatif,
antara lain menunggu pembeli yang datang maupun dijual melalui tengkulak. Adapun untuk
ikan ukuran konsumsi hampir seluruhnya dijual langsung kepada pedagang pengumpul
dengan cara diambil. Untuk ikan lele, pembeli juga banyak datang dari pedagang pecel lele
yang langsung mengambil ikan ke petani. Biasanya satu orang pengusaha pecel lele mampu
membeli 30-40 kg ikan lele/hari. Sedangkan untuk ikan patin, pembeli dating dari rumah
makan dan pedagang ikan asap. Demikian juga untuk ikan lele indukan, namun ikan lele
indukan biasanya pembelinya adalah para petani pembenihan ikan lele. Jalur pemasaran
ikan lele di Kabupaten Muara Enim secara ringkas dapat dijelaskan dalam Tabel 5.53 yang
telah disajikan sebelumnya.
5.
Kendala Pemasaran
Kendala pemasaran ikan lele yang terjadi di Kabupaten Muara Enim terutama dialami
oleh petani/pembudidaya yang tidak tergabung dalam kelompok yaitu pemasaran sering
dilakukan melalui tengkulak yang mengambil keuntungan secara berlebihan dalam rantai
17
pemasaran tersebut. Sedangkan bagi petani yang tergabung dalam kelompok, pemasaran
yang dilakukan melalui pasar kelompok baru untuk benih ikan lele saja sedangkan yang untuk
ikan lele konsumsi maupun ikan lele indukan belum. Seharusnya kelompok lebih proaktif
sehingga pemasaran benih ikan lele, ikan lele konsumsi dan ikan lele indukan seluruhnya
dilakukan melalui pasar kelompok.
Kendala lain adalah masih banyak petani/kelompok yang belum mampu melakukan
pengolahan pasca panen akibat kurangnya pengetahuan dan teknologi. Padahal pengolahan
pasca panen diperlukan jika ada hasil panen ikan lele yang tidak terjual (meskipun sangat
jarang terjadi). Ikan lele tersebut bisa diawetkan dengan cara pengasapan baik dengan
teknologi pengasapan panas maupun pengasapan dingin. Hal lain yang masih menjadi
kendala adalah belum mampunya petani dalam menjalin networking langsung kepada
konsumen/ pelanggan khususnya pelanggan besar dalam rangka menjamin kontinuitas
pasar. Petani juga masih lemah dalam menjalin komunikasi dengan komunitas pasar yang
ada. Padahal hal tersebut sangat bermanfaat untuk mendapatkan akses informasi yang
sempurna tentang kondisi pasar, baik dalam hal harga maupun besarnya permintaan pasar.
Aspek Keuangan
1.
Pemilihan Pola Usaha dan Pembiayaan
Usaha budidaya pembesaran ikan lele dan ikan patin saat ini telah berkembang luas.
Hal ini karena kedua ikan tersebut mempunyai ukuran yang besar dan cepat pertumbuhannya,
dapat dipelihara dengan kepadatan yang tinggi, tidak memerlukan persyaratan kualitas air
yang rumit, mampu memanfaatkan pakan secara efisien, rasanya enak dan dapat diterima
oleh segala lapisan masyarakat serta mempunyai prospek pemasaran yang baik. Pola usaha
yang akan dijalankan dalam budidaya pembesaran ikan lele dan ikan patin di kecamatan
Lawang Kidul dan Kecamatan Gelumbang adalah pembesaran ikan yang dilakukan dalam
Keramba, Kolam tanah dan kolam terpal. Khusus untuk budidaya ikan lele, kegiatan budidaya
juga dilakukan dengan sistem bioflok di kolam terpal berbentuk bundar.
Perhitungan analisis keuangan didasarkan pada kelayakan usaha budidaya
pembesaran ikan lele dan ikan patin. Model kelayakan usaha merupakan pengembangan
usaha yang telah berjalan dan diharapkan dapat mendorong investor dalam
upaya
pengembangan usaha di wilayah Kecamatan Lawang Kidul dan Kecamatan Gelumbang serta
replikasi usaha ini di wilayah lain. Pada pembahasan ini, model kelayakan usaha budidaya
pembesaran ikan lele dan ikan diasumsikan untuk usaha baru. Kebutuhan pembiayaan yang
diperlukan meliputi biaya investasi dan modal kerja. Biaya investasi digunakan untuk
pembuatan kolam terpal, Keramba dan kolam tanah sedangkan biaya modal kerja berupa
pembelian pakan/pellet.
18
2.
Asumsi dan Parameter dalam Analisis Keuangan
Perhitungan finansial mengenai pendapatan dan biaya usaha, kemampuan usaha
untuk membayar kredit dan kelayakan usaha memerlukan dasar-dasar perhitungan yang
diasumsikan berdasarkan hasil survei dan pengamatan yang terjadi di lapangan serta
informasi dari beberapa literatur. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan
ini disajikan pada Tabel 5.54.
Tabel 5.54.
Asumsi dalam Analisis Keuangan Ikan Lele dalam Kolam Terpal System Bioflok
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Asumsi/ Keterangan
Ukuran kolam terpal bulat
a. Diameter
b. Kedalaman
Kedalaman air pada kolam
Jumlah benih ikan lele disebar
Tingkat mortalitas
Umur lele dipanen
Jeda waktu antar siklus
Lama periode satu siklus
Frekuensi panen ikan lele
Ukuran ikan lele yang dipanen
Harga jual ikan lele (rata-rata)
Satuan
M
M
M
Ekor
Persen
Bulan
Bulan
Bulan
Kali/Tahun
Ekor/Kg
Rp/Kg
Nilai
3
1
0,7
5.000
5
2,5
0,5
3
4
10
17.000
3. Biaya Investasi, Biaya Operasional dan Kelayakan Usaha
Usaha Budidaya Ikan Lele dengan Teknolodi Bioflok :
Dalam melakukan usaha budidaya ikan lele di kolam terpal dengan teknologi bioflok
dengan kapasitas 5.000 benih ikan lele memerlukan biaya investasi sebesar Rp.2.000.000,-.
untuk pembuatan kolam satu paket. Untuk operasional benih ikan lele tersebut diperlukan
pakan sampai dengan lele besar dan siap panen. Tabel 5.39 berikut ini menyajikan hasil
perhitungan biaya investasi dan biaya operasional yang harus dikeluarkan dalam melakukan
usaha budidaya lele dengan teknologi bioflok. Analisis ini merupakan standar yang diterapkan
pada ternak lele di kolam terpal dengan teknologi bioflok yang sudah dibuat dan sudah
berjalan. Perhitungan ini berdasarkan kolam terpal dengan diameter 3 meter dan tinggi 1 m
yang mampu menampung benih ikan lele sebanyak 5.000 ekor..
19
Tabel 5.55.
Perhitungan Biaya Investasi, Biaya Operasional dan Kelayakan Usaha
Ikan Lele Sistem Bioflok untuk Satu Kali Proses Produksi
Jenis Perhitungan
1. Biaya Investasi
Pembuatan Kolam Diameter 3 M
2. Biaya Operasional
- Benih Ikan Lele
- Pakan Ikan Lele 3 Bulan
- Obat-obatan Ikan Lele dan
molase
3. Total Biaya Produksi
4. Produksi / Penerimaan
5. Pendapatan
R/C
BEP Unit
BEP Nilai
Jumlah
Satuan
1
5.000
400
1
500
Harga Satuan
Paket
Ekor
Kg
Paket
2.000.000
2.000.000
100
9.500
500.000
3.800.000
–
Kg
Kg
Rp/Kg
Total
17.000
200.000
4.500.000
8.500.000
4.000.000
1,89
265
9.000
Biaya budidaya lele di kolam terpal berbasis teknologi bioflok pada tabel di atas
merupakan biaya yang dikeluarkan per siklus usaha (masa panen per 2,5 bulan), jadi dalam
satu siklus dibutuhkan biaya sebesar Rp. 4.500.000. Dalam panen ikan lele yang sudah
diterapkan, didapatkan hasil FCR (Food Compration Ratio) sebesar 0,8 sehingga
menghasilkan ikan lele seberat 7 Kwintal. Hal ini didapatkan dengan cara perhitungan biaya
pakan dibagi hasil panen, atau bisa digambarkan sebagai berikut :

Biaya pakan (400 Kg : 500Kg) hasil panen = 0,8 FCR

Harga jual rata-rata di tahun 2017 Rp. 17.000 per Kg
Untuk menghitung pendapatan atau keuntungan usaha ternak lele, maka digunakan
rumus Hasil Panen (jumlah produksi) dikurangi biaya produksi yang dikeluarkan, maka
dihasilkan keuntungan yaitu sebesar Rp. 4.000.000 dalam sekali siklus. Jika dilihat dari
analisis di atas, maka untuk balik modal maka akan terpenuhi dalam dua kali siklus yaitu
antara 5 sampai 6 bulan. Ini adalah perhitungan untuk 1 kolam produksi, jika usaha yang
dikembangkan cukup besar maka bisa membuat 10-20 kolam ikan lele sehingga keuntungan
yang didapat akan berlipat atau semakin besar.
Usaha Pembenihan Ikan Patin dan Ikan Lele
Pada kegiatan pembenihan ikan patin dan ikan lele, saat awal pembuatan hatchery
biaya yang harus dikeluarkan untuk skala menengah cukup tinggi. Namun setelah sarana
prasarana tersedia, biaya yang dikeluarkan hanya biaya operasional. Adapun perhitungan
kebutuhan biaya kegiatan pembenihan ikan patin dan lele disajikan pada tabel 5.56.
20
Tabel 5.56.
Perhitungan Kebutuhan Biaya Pada Usaha Pembenihan Ikan Patin dan Ikan Lele
No
I
Jenis Biaya
Volume (Unit)
1. Pompa air portable
1
5.000.000
5.000.000
2. Bak Pemijahan (Ukuran 2 x 2 x 1 m)
2
4.000.000
8.000.000
3.
Blower (Hi Blow 40 titik)
2
2.500.000
5.000.000
4.
Bak Fiber (Kapasitas 3 ton)
2
2.500.000
5.000.000
5.
Kolam Pendederan (3x2x1 m)
4
5.000.000
20.000.000
6.
Akuarium Penetasan (60x40x30 cm)
40
125.000
4.000.000
7.
Lampu dan kelistrikan penetasan
1 paket
4.000.000
4.000.000
8. Selang dan batu aerasi
1 paket
1.500.000
1.500.000
9. Wadah Kultur Artemia
4
750.000
3.000.000
10. Wadah Kultur Daphnia
2
750.000
1.500.000
11. Wadah kultur Cacing Tubifex
2
1.000.000
2.000.000
1 paket
1.500.000
1.500.000
6 Pasang
250.000
1.500.000
62.000.000
30 Kg
250.000
250.000
4 kaleng
500.000
2.000.000
2 kg
75.000
150.000
13. Induk Ikan Patin/lele bersertifikat
Total Biaya Investasi
Biaya Operasional per Bulan
1. Pakan Induk (Protein 40%)
2. Artemia
3. Cacing Tubifex
4. Obat-obatan
1 Paket
1.000.000
1.000.000
5. Ovaprim
2 ampul
500.000
1.000.000
6. Spuit suntik
2 kotak
250.000
500.000
7. Analisis Kulaitas air
1 Paket
500.000
500.000
2 orang
1000.000
2.000.000
7.400.000
8. Biaya Tenaga Kerja :
Total Biaya Operasional per Bulan
III
Jumlah Biaya
(Rp)
Biaya Investasi (umur usaha 5 tahun)
12. Pipa Blower aerasi
II
Harga (Rp)
IV
Total Biaya (Investasi dan Operasional)
Total Biaya Produksi per Bulan
(Tetap/penyusutan alat dan Variabel)
69.400.000
V
Jumlah Produksi per Bulan (benih)
150.000 ekor
VI
Penerimaan per Bulan (Rp/bln)
150.000 ekor
VI
Pendapatan per Bulan (Rp/bln)
8.433.000
150.000
100
15.000.000
6.567.000
R/C
1,78
BEP Unit per bulan
Ekor
BEP Rp per bulan
Rupiah
20.388
2.038.816
Usaha budidaya pembesaran ikan lele dan ikan patin yang telah berjalan selama ini di
Kecamatan Lawang Kidul dan Kecamatan Gelumbang lebih didominasi oleh budidaya ikan di
dalam keramba/waring. Adapun perhitungan kebutuhan biaya kegiatan pembesaran ikan
patin dan lele di keramba disajikan pada Tabel 5.57 dan Tabel 5.58.
Tabel 5.57.
21
Perhitungan Kebutuhan Biaya Pada Usaha Pembesaran Ikan Patin/Siklus di Keramba
No
I
Jenis Biaya
Volume (Unit)
Harga (Rp)
Jumlah Biaya (Rp)
Biaya Investasi (umur usaha 4 tahun)
1. Pompa air portable
1
5.000.000
5.000.000
2. Keramba/waring (Ukuran 6x4x1 m)
4
2.500.000
10.000.000
3.
1
8.000.000
8.000.000
Gudang Pakan
23.000.000
Total Biaya Investasi
II
Biaya Operasional per siklus (6 bulan)
1. Pakan ikan starter
200 Kg
15.000
2. Pakan Ikan pendederan
300 kg
10.000
3.000.000
3. Pakan Ikan pembesaran s.d panen
2000 kg
10.000
20.000.000
120
1.200.000
4. Benih Ikan Patin
III
10.000 ekor
3.000.000
5. Obat-obatan
1 Paket
500.000
500.000
6. Serok ikan
4 buah
100.000
400.000
7. Analisis Kulaitas air
1 Paket
500.000
500.000
8. Biaya Tenaga Kerja :
Total Biaya Operasional per siklus
(6 Bulan)
2 orang
5.000.000
10.000.000
38.600.000
Total Biaya (Investasi dan Operasional)
Total Biaya Produksi (Tetap & Variabel)
per siklus
IV
Jumlah Produksi per siklus (6 bulan)
V
Penerimaan per siklus (Rp/siklus)
VI
Pendapatan per siklus (Rp/siklus)
VI
R/C
61.600.000
39.079.000
Kg
4.800
4.800
20.000
96.000.000
56.921.000
2,46
BEP Unit per siklus
Kg
240
BEP Rp per siklus
Rp
4.808.362



Catatan : Kelangsungan hidup 80 %
Ikan dijual ukuran 600 g/ekor
Harga ikan 20.000/kg
Usaha pembesaran Ikan lele sedikit berbeda dengan ikan patin. Jika Ikan patin dalam
satu siklus membutuhkan waktu 6 bulan sedangkan pada ikan lele hanya diperlukan waktu 3
bulan dalam satu siklus produksi. Adapun perhitungan kebutuhan biaya kegiatan pembesaran
ikan lele di keramba disajikan pada Tabel 5.58 berikut :
22
Tabel 5.58.
Perhitungan Kebutuhan Biaya Pada Usaha Pembesaran Ikan Lele/Siklus di Keramba
No
I
Jenis Biaya
Volume (Unit)
Harga (Rp)
Biaya Investasi (umur usaha 4 tahun)
1. Pompa air portable
1
5.000.000
5.000.000
2. Keramba/waring (Ukuran 6x4x1 m)
4
2.500.000
10.000.000
3.
1
8.000.000
8.000.000
23.000.000
Gudang Pakan
Total Biaya Investasi
II
Jumlah Biaya (Rp)
Biaya Operasional per siklus (6 bulan)
1. Pakan ikan starter
150 Kg
15.000
2.250.000
2. Pakan Ikan pembesaran s.d panen
9000 kg
10.000
9.000.000
3. Benih Ikan Lele
120
1.200.000
4. Obat-obatan
1 Paket
500.000
500.000
5. Serok ikan
4 buah
100.000
400.000
6. Analisis Kulaitas air
1 Paket
500.000
500.000
7. Biaya Tenaga Kerja :
2 orang
3.000.000
6.000.000
III
Total Biaya Operasional per Siklus
IV
Total Biaya Operasional per Bulan
V
Total Biaya (Investasi dan Operasional)
VI
Biaya penyusutan alat per siklus
Total Biaya Produksi per Siklus (tetap dan
variabel)
VI
Jumlah Produksi per siklus
Penerimaan per Siklus (Rp/Siklus)
10.000 ekor
19.850.000
3.308.333
42.850.000
2.875.000
22.725.000
Kg
1.600 Kg
Pendapatan per Siklus (Rp/Siklus)
1.600
20.000
32.000.000
9.275.000
R/C
1,41
BEP Unit per siklus
Kg
378,60
BEP Rp per siklus
Rp
7.572.016



Catatatan : Kelangsungan hidup 80 %
Ikan dijual ukuran 200 g/ekor
Harga ikan 20.000/kg
23
24
25
Download