PENDAHULUAN — —Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.1 —Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1 —Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.2 —Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.1 — A. Pengertian Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Perdarahan post partum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml (Saifuddin, 2002). Terdapat beberapa maqsalah mengenai definisi ini: 1. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadangkadang hanya setengah dari sebenarnya. Darah tersebut bercampur dengan cairan amnion atau dengan urine. Darah juga tesebar pada spons, handuk dan kain, di dalam ember dan di lantai. 2. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia. 3. Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam dan kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok. Penilaian risiko pada saat antenatal tidak dapat memeperkirakan akan terjadinya perdarahan postpartum. Penanganan aktif kala tiga sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan postpartum akibat atonia uteri. Semua ibu harus dipantau dengan ketat untuk mendiagnosis perdarahan postpartum. B. Penyebab D. Sebab-sebab Perdarahan Post Partum 1. Perdarahan Poswtpartum Primer Sebab-sebab terjadinya postpartum primer adalah sebagai berikut: Atonia Uteri Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran placenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas melekatnya placenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi. Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya placenta menjadi tak terkendali. Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam waktu kurang dari satu jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90 % perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999). Sebagian besar kematian akibat perdarahan pascapersalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (li, et al., 1996). Karena alasan ini, penatalaksanaan persalinan kala tiga merupakan cara terbaik dan sangat penting untuk mengurangi kematian ibu. Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pascapersalinan yang isebabkan oleh atonia uteri adalah: Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya: jumlah air ketuban yang berlebihan, kehamilan gemeli, dan janin besar (makrosomia). Kala satu dan/atau dua yan g memanjang. Persalinan cepat (partus presipitatus). Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi). Infeksi intrapartum. Multiparitas tinggi. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preekmpsia/eklampsia. atalaksanaan Atonia Uteri Atonia uetri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri. Prosedur Kompresi Bimanual Interna (KBI): a. Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukan secara obstetrik (menyatukan kelima ujung jari) melelui introitus ke dalam vagina ibu. b. Periksa vagina dan servik. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tak berkontraksi secara penuh. c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus ke arah depan sehingga uterus di tekan dari arah depan dan belakang. d. Tekan kuat uterus diantara ke dua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. e. Evaluasi keberhasilan : 1) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala empat 2) Jika uterus barkontraksi tapi perdaran masih berlangsung, periksa ulang perineum, vagina, dan cerviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segara lakukan penjahitan untuk manghentikan perdarahan. 3) Jiak uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanua eksternal (KBE) kemudian langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluaga untuk menyiapkan rujukan. Kompresi Bimanual Eksternal ( KBE) : a. Letakan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan di atas simpisis pubis b. Letakan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri sejajar dengan dinding depan korpus uteri. Usakan untuk mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas mungkin. c. Lakuakan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuuh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membatu uterus untuk berkontraksi. Robekan Jalan Lahir Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Gejala dan tanda: 1. Perdarahan segera 2. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir. 3. Uterus kontraksi baik. 4. Pasenta lengkap. 5. Pucat, lemah dan menggigil. Penatalaksanaan: 1. Periksalah dengan seksama dan perbaiki robekan pada serviks atau vagina dan perineum. 2. Lakukan uji pembekuan darah sederhana jika perdarahan terus berlangsung. c) Retensio Placenta Tanda dan gejala: 1. Plasenta belum lahir setelah 30 menit. 2. Perdarahan segera 3. Uterus berkontraksi baik. Penanganan: Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Perikasa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan tekhnik aseptic untuk memasukkan kateter nelaton desinfeksi tingkat tinggi at6au steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali melakukan penegangan tali pusat dan tekanan doso cranial. Lakukan rujukan apabila setelah 30 menit plasenta belum lepas. Tetapi apabila fasiliotas kesehatan rujukan sulit dijangkau dan kemudian timbul perdarahan maka sebaiknya lakukan tindakan plasenta manual. Plasenta manual Prosedur melakukan plasenta manual: 1. Persiapan: a. Pasang set dan cairan infuse. Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan. Lakukan anestesi verbal atau anaestesi perrectal. Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan ionfeksi. 2. Tindakan penetrasi ke dalam cavum uteri: a. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong. b. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai. c. Secara obstetric, masukkan tangan lainnya (pngguna tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat. d. Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penoilong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri. e. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat imnplantasi plasenta. f. Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-kjari lain saling merapat). 3. Melepas plasenta dari dinding Uterus. g. Tentukan inplantasi plasenta, temukan tepi plasenta palinag bawah. h. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kri sambil digeserkan ke atasa (cranial Ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari diding uterus. 4. Mengeluarkan Plasenta i. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal. j. Pindahkan tangan luar dari fundus ke suprta simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penoiolong untuk menarik tali pusat sambil tanmgan dalam memvawa plasenta keluar. (hindari terjadinya percikan darah). k. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasinfisis) uterus kea rah dorso cranial setelah plasdenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan. 5. Pencegahan Infeksi Pascatindakan l. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan. m. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. n. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir. o. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering. 6. Pemantauan Pascatindakan p. Periksa kembali tanda vital ibu. q. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan. r. Tulliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperluikan dan asuhan lanjutan. s. Beritahukan kepada ibu dan keluarganya bahwa bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan. t. Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan b a c Tertinggalnya Sebagian Placenta Tanda dean gejala: 1) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap. Perdarahan segera. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang. Penanganan Khusus: 1) Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan tekhnik yang serupa dengan yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar. 2) Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar. 3) Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan darah sederhana. Inversio Uteri Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi bagian di luar saat melahirkan plasenta. Tanda dan gejala: 1) Uterus tidak teraba. Lumen vagina terisi masa. Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) . Perdarahan segera. Nyeri sedikit atau berat. Penanganan Khusus: Reposisi sebaiknya dilakukan segera. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. 1) Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kg BB (tetapi jangan lebih dari 1000 mg) IM atau Ivsecara perlahan. Jangan berikan oksitosin sampai in versi telah direposisi. 2) Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan darah sederhana. 2. Perdarahan Pascapersalinan Sekuner Peradrahan pascapersalinan yang lama atau tertunda mungkin tanda terjadinya metritis . Tanda dan gejala: a. sub-involusi uterus b. Nyeri tekan perut bawah. c. Perdarahan lebih 24 jam setelah persalinan perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi). Penanganan Khusus: a. b. Berikan oksitosin Jika swerviks masih berdilatasi, lakukan eksplorasi dengan tangan untuk mengeluarkan bekuan-bekuan besar dan sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan tekhnik yang serupa dengan yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar. c. Jikas saerviks tidak berdilatasi, evakuasi unmtuk mengeluarkan sisa plasenta. d. Pada kasus lebih jarang, jika perdarahan terus berlanjut, pikirkan kemungkinan meklakukan ligasi arteri uterina dan utero ovarika atau histerektomi. e. Lakukan pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret atau histerektomi, jika memungkinkan, untuk menyinkirkan penyakit trofoblas ganas. C. Penatalaksanaan G. Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum / Penanganan Perdarahan Post Partum 1. Penatalaksanaan umum a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi e. Atasi syok jika terjadi syok f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ). g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah. i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya. 2. Penatalaksanaan khusus a. Atonia uteri Kenali dan tegakan kerja atonia uteri Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan : Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan. Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium. Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis. b. Retensio plasenta dengan separasi parsial Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat. Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal. Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia. Lakukan transfusi darah bila diperlukan. Berikan antibivotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ). c. Plasenta inkaserata Tentukan diagnosis kerjav Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul. Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas. Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas. Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut. Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan. d. Ruptur uteri Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterus Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi. e. Sisa plasenta Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret. Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari. f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut : Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur. Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi. g. Robekan serviks Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakan Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah D. Klasifikasi Klasifikasi perdarahan postpartum :1,4,9 1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama 2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu–perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. 3. • Perdarahan post partum / early HPP/ primary HPP adalah perdarahan berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam 12 - 24 jam pertama setelah melahirkan. 4. • Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah perdarahan yang terjadi antara harikeduasampai enam minggu paska persalinan. E. Gambar Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus Gambar 3. Mengeluarkan plasenta BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil ( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke enam)..Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP (Haemorrhage Post Partum). Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York : 2005. Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002. Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Disitasi tanggal 21 September 2008 dari : http://http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html [update : 1 Februari 2005]. Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Disitasi tanggal 21 September 2008 http://http://www.Siaksoft.net [update : Januari 2008]. Alhamsyah. Retensio Plasenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari : http://www.alhamsyah.com [update : Juli 2008]. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca Persalinan.. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari : http://.www.Fkunsri.wordpress.com [update : Agustus 2008]. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual Removal. of Placenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari :http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/ Manual_removal_P77_P79.html. [update : 2003]. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.