Uploaded by Muclis AR

post partum

advertisement
PENDAHULUAN
—
—Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di
traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.1
—Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya
paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian
besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris
(2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan
post partum.1
—Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga
sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum
terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya
sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu
di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari
angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.2
—Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari
etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta
dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab
sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta
mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang
keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus
genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain
laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.1
—
A. Pengertian
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih
darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita
yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.
Perdarahan post partum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500
ml (Saifuddin, 2002). Terdapat beberapa maqsalah mengenai definisi ini:
1.
Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadangkadang hanya setengah dari sebenarnya. Darah tersebut bercampur dengan cairan
amnion atau dengan urine. Darah juga tesebar pada spons, handuk dan kain, di
dalam ember dan di lantai.
2.
Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar
hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang
akan berakibat fatal pada yang anemia.
3.
Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam dan
kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok.
Penilaian risiko pada saat antenatal tidak dapat memeperkirakan akan
terjadinya perdarahan postpartum. Penanganan aktif kala tiga sebaiknya dilakukan
pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens
perdarahan postpartum akibat atonia uteri. Semua ibu harus dipantau dengan ketat
untuk mendiagnosis perdarahan postpartum.
B. Penyebab
D. Sebab-sebab Perdarahan Post Partum
1. Perdarahan Poswtpartum Primer
Sebab-sebab terjadinya postpartum primer adalah sebagai berikut:
Atonia Uteri
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800
cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran placenta,
maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas
melekatnya placenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit
anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi. Atonia uteri
adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila terjadi
maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya placenta menjadi tak
terkendali.
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam
waktu kurang dari satu jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90 %
perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi
(Ripley, 1999). Sebagian besar kematian akibat perdarahan pascapersalinan terjadi
pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (li, et al., 1996). Karena alasan
ini, penatalaksanaan persalinan kala tiga merupakan cara terbaik dan sangat
penting untuk mengurangi kematian ibu.
Beberapa
faktor
predisposisi
yang
terkait
dengan
perdarahan
pascapersalinan yang isebabkan oleh atonia uteri adalah:

Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan,
diantaranya: jumlah air ketuban yang berlebihan, kehamilan gemeli, dan janin
besar (makrosomia).

Kala satu dan/atau dua yan g memanjang.

Persalinan cepat (partus presipitatus).

Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi).

Infeksi intrapartum.

Multiparitas tinggi.

Magnesium
sulfat
digunakan
untuk
mengendalikan
kejang
pada
preekmpsia/eklampsia.
atalaksanaan Atonia Uteri
Atonia uetri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (masase) fundus uteri.
Prosedur Kompresi Bimanual Interna (KBI):
a.
Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukan
secara obstetrik (menyatukan kelima ujung jari) melelui introitus ke dalam vagina
ibu.
b.
Periksa vagina dan servik. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada
kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tak berkontraksi secara penuh.
c.
Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding
anterior uterus ke arah depan sehingga uterus di tekan dari arah depan dan
belakang.
d.
Tekan kuat uterus diantara ke dua tangan. Kompresi uterus ini memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta)
di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
e.
Evaluasi keberhasilan :
1)
Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI
selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara
melekat selama kala empat
2)
Jika uterus barkontraksi tapi perdaran masih berlangsung, periksa ulang
perineum, vagina, dan cerviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segara
lakukan penjahitan untuk manghentikan perdarahan.
3)
Jiak uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk
melakukan kompresi bimanua eksternal (KBE) kemudian langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluaga untuk menyiapkan
rujukan.
Kompresi Bimanual Eksternal ( KBE) :
a.
Letakan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan di
atas simpisis pubis
b.
Letakan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri
sejajar dengan dinding depan korpus uteri. Usakan untuk mencakup/memegang
bagian belakang uterus seluas mungkin.
c.
Lakuakan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan
belakang agar pembuuh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara
manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membatu uterus
untuk berkontraksi.
Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Gejala dan tanda:
1. Perdarahan segera
2. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir.
3. Uterus kontraksi baik.
4. Pasenta lengkap.
5. Pucat, lemah dan menggigil.
Penatalaksanaan:
1.
Periksalah dengan seksama dan perbaiki robekan pada serviks atau vagina dan
perineum.
2. Lakukan uji pembekuan darah sederhana jika perdarahan terus berlangsung.
c) Retensio Placenta
Tanda dan gejala:
1. Plasenta belum lahir setelah 30 menit.
2. Perdarahan segera
3. Uterus berkontraksi baik.
Penanganan:
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin
IM dosis kedua. Perikasa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan tekhnik
aseptic untuk memasukkan kateter nelaton desinfeksi tingkat tinggi at6au steril
untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali melakukan penegangan tali
pusat dan tekanan doso cranial. Lakukan rujukan apabila setelah 30 menit plasenta
belum lepas. Tetapi apabila fasiliotas kesehatan rujukan sulit dijangkau dan
kemudian timbul perdarahan maka sebaiknya lakukan tindakan plasenta manual.
Plasenta manual
Prosedur melakukan plasenta manual:
1. Persiapan:
a.
Pasang set dan cairan infuse.
Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.
Lakukan anestesi verbal atau anaestesi perrectal.
Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan ionfeksi.
2. Tindakan penetrasi ke dalam cavum uteri:
a.
Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
b.
Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan
satu tangan sejajar lantai.
c.
Secara obstetric, masukkan tangan lainnya (pngguna tangan menghadap ke
bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
d.
Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penoilong lain untuk
memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan
fundus uteri.
e.
Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri
sehingga mencapai tempat imnplantasi plasenta.
f.
Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari
merapat ke jari telunjuk dan jari-kjari lain saling merapat).
3. Melepas plasenta dari dinding Uterus.
g. Tentukan inplantasi plasenta, temukan tepi plasenta palinag bawah.
h. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas
pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kri sambil
digeserkan ke atasa (cranial Ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari
diding uterus.
4. Mengeluarkan Plasenta
i.
Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk
menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.
j.
Pindahkan tangan luar dari fundus ke suprta simfisis (tahan segmen bawah
uterus) kemudian instruksikan asisten/penoiolong untuk menarik tali pusat sambil
tanmgan dalam memvawa plasenta keluar. (hindari terjadinya percikan darah).
k. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasinfisis) uterus kea rah
dorso cranial setelah plasdenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah
yang telah disediakan.
5. Pencegahan Infeksi Pascatindakan
l.
Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang
digunakan.
m. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin
0,5 % selama 10 menit.
n. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
o. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
6. Pemantauan Pascatindakan
p. Periksa kembali tanda vital ibu.
q. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.
r.
Tulliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperluikan dan asuhan
lanjutan.
s.
Beritahukan kepada ibu dan keluarganya bahwa bahwa tindakan telah selesai
tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.
t.
Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan
b
a
c
Tertinggalnya Sebagian Placenta
Tanda dean gejala:
1) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap.
Perdarahan segera.
Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang.
Penanganan Khusus:
1) Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus
menggunakan tekhnik yang serupa dengan yang digunakan untuk mengeluarkan
plasenta yang tidak keluar.
2) Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar.
3) Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji
pembekuan darah sederhana.
Inversio Uteri
Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi bagian di
luar saat melahirkan plasenta.
Tanda dan gejala:
1) Uterus tidak teraba.
Lumen vagina terisi masa.
Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) .
Perdarahan segera.
Nyeri sedikit atau berat.
Penanganan Khusus:
Reposisi sebaiknya dilakukan segera. Dengan berjalannya waktu, lingkaran
konstriksi uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
1) Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kg BB (tetapi jangan lebih dari
1000 mg) IM atau Ivsecara perlahan. Jangan berikan oksitosin sampai in versi
telah direposisi.
2) Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji
pembekuan darah sederhana.
2. Perdarahan Pascapersalinan Sekuner
Peradrahan pascapersalinan yang lama atau tertunda mungkin tanda
terjadinya metritis .
Tanda dan gejala:
a.
sub-involusi uterus
b. Nyeri tekan perut bawah.
c.
Perdarahan lebih 24 jam setelah persalinan perdarahan bervariasi (ringan atau
berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi).
Penanganan Khusus:
a.
b.
Berikan oksitosin
Jika swerviks masih berdilatasi, lakukan eksplorasi dengan tangan untuk
mengeluarkan bekuan-bekuan besar dan sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus
menggunakan tekhnik yang serupa dengan yang digunakan untuk mengeluarkan
plasenta yang tidak keluar.
c.
Jikas saerviks tidak berdilatasi, evakuasi unmtuk mengeluarkan sisa plasenta.
d.
Pada kasus lebih jarang, jika perdarahan terus berlanjut, pikirkan kemungkinan
meklakukan ligasi arteri uterina dan utero ovarika atau histerektomi.
e.
Lakukan pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret atau histerektomi, jika
memungkinkan, untuk menyinkirkan penyakit trofoblas ganas.
C. Penatalaksanaan
G. Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum / Penanganan Perdarahan
Post Partum
1. Penatalaksanaan umum
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
e. Atasi syok jika terjadi syok
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan
pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500
cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan
robekan jalan lahir
h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
2. Penatalaksanaan khusus
a. Atonia uteri
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,
lakukan pengurutan uterus
Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding
abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan
yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan,
pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke
fasilitas kesehata rujukan.
Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan
pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit
pembuluh darah didalam miometrium.
Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari
tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian
tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan,
hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan
menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
b. Retensio plasenta dengan separasi parsial
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan
yang akan diambil.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi
tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan
40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus.
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
Berikan antibivotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g
supp/oral ).
c. Plasenta inkaserata
Tentukan diagnosis kerjav
Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang
kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan
kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS
atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin
timbul.
Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk
melahirkan plasenta.
Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak
jelas.
Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan
spekulum
Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk
memegang klem tersebut.
Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam
tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
d. Ruptur uteri
Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan
siapkan laparatomi
Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas
pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan operasi uterus
Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkwatirkan lakukan histerektomi
Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e. Sisa plasenta
Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah
dilahirkan
Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari
selama 10 hari.
f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi
lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung
robekan
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub
mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga
ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang
no 2/0.
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan
benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub
kutikuler
Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk
terapi.
g. Robekan serviks
Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan
porsio
Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan
tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari
ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat
dijahit
Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri
dan perdarahan paska tindakan
Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda
infeksi
Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8
gr% berikan transfusi darah
D. Klasifikasi
Klasifikasi perdarahan postpartum :1,4,9
1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage),
yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya
adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan
lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage),
yaitu–perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
3. • Perdarahan post partum / early HPP/ primary HPP adalah
perdarahan berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia
yang terjadi dalam 12 - 24 jam pertama setelah melahirkan.
4. • Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP
adalah perdarahan yang terjadi antara harikeduasampai enam
minggu paska persalinan.
E. Gambar
Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Gambar 3. Mengeluarkan plasenta
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik
fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah
bersalin sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati
keadaan sebelum hamil ( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap :
Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu
pertama) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke
enam)..Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post
partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late
post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska
persalinan atau HPP (Haemorrhage Post Partum).
 Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom
KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill.
New York : 2005.
 Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH.
Seattle : 2002.
 Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Disitasi tanggal 21
September 2008 dari :
http://http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html [update :
1 Februari 2005].
 Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Disitasi tanggal 21 September
2008 http://http://www.Siaksoft.net [update : Januari 2008].
 Alhamsyah. Retensio Plasenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari :
http://www.alhamsyah.com [update : Juli 2008].
 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca Persalinan..
Disitasi tanggal 22 September 2008 dari : http://.www.Fkunsri.wordpress.com
[update : Agustus 2008].
 Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala
Uri. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
 WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual
Removal. of Placenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari
:http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/
Manual_removal_P77_P79.html. [update : 2003].
 Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam
: Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
 Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
 Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok
Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Download