Uploaded by hafey1806

Kompetensi Konselor Keluarga

advertisement
MODUL
KOMPETENSI KONSELOR KELUARGA
(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Keluarga)
Dosen Pengampu:
Evi Afiati, M.Pd.
Ibrahim Al Hakim, M.Pd.
Disusun Oleh :
Gita Afriani
(2285160013)
Rahayu Zulfia
(2285160016)
Siti Nadiah Fauziah
(2285160019)
Kharisma Berlianti B
(2285160024)
Fahma Addini
(2285160028)
Nida Krissiyana
(2285160034)
Della Putri Ananda
(2285160037)
Nita Fikriyanti
(2285160047)
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 1
A.
Definisi Konseling Keluarga ....................................................................................... 3
B.
Tujuan Konseling Keluarga ........................................................................................ 6
C.
Kompetensi Konselor Keluarga .................................................................................. 9
1.
Peran Konseling Keluarga ...................................................................................... 9
2.
Kompetensi Konselor Keluarga ............................................................................ 10
3.
Contoh Permasalahan dalam Konseling Keluarga ................................................ 14
Langkah-Langkah Konseling Keluarga .................................................................... 15
D.
1.
Pengembangan Rapport ........................................................................................ 15
2.
Pengembangan Apresiasi Emosional .................................................................... 18
3.
Pengembangan Alternatif Modus Perilaku ........................................................... 19
4.
Fase Membina Hubungan Konseling .................................................................... 20
5.
Memperlancar Tindakan Positif ............................................................................ 21
Teknik-Teknik Konseling Keluarga.......................................................................... 22
E.
1.
Teknik Konseling Keluarga dalam Pendekatan Sistem ........................................ 22
2.
Kemampuan Individual yang Perlu Dikuasai Konselor ........................................ 24
SOAL LATIHAN DAN JAWABAN ............................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 30
Kompetensi Konselor Keluarga | 2
A. Definisi Konseling Keluarga
Perez, 1979 (Willis, 2015 : 87) di dalam bukunya mengemukakan
pengertian konseling keluarga (family therapy) sebagai berikut.
“Family therapy is an interactive process which seeks to aid the family
in regaining a homeostatic balance with which all the members are
confortable. In pursuing this objective the family therapist operates under
certain basic assumptions.” Sejalan dengan pendapat Perez, Willis (2015: 88)
dalam bukunya mengemukakan bahwa konseling keluarga adalah suatu proses
interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana
setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan. Untuk mencapai hal tersebut
berikut dikemukakan asumsi-asumsi dasar yang dapat menunjang pencapaian
tujuan.
a. Sakitnya seorang anggota keluarga (gangguan psikis) bukanlah disebabkan
oleh dirinya sendiri akan tetapi oleh karena interaksi dengan anggotaanggota keluarga lainnya yang hidup dalam system keluarga yang telah
terganggu.
b. Walaupun satu atau lebih anggota keluarga berfungsi baik atau
penyesuaian diri baik, akan tetapi jika ada sebagian anggota yang lain
mengalami maladjusted maka yang sehat itu akan terpengaruh menjadi
maladjusted pula.
c. Sistem keluarga menampakkan dorongan untuk mencapai keseimbngan
emosional yang diungkapkan dalam konseling.
d. Hubungan diantara kedua orang tua mempengaruhi terhadap hubungan
antara anggota keluarga.
Definisi yang dikemukakan Perez (Willis, 2015: 88) di atas memang
dapat diterima, akan tetapi dalam pelaksanaannya kita tidak sepenuhnya
menangani kasus keluarga secara murni menurut konsep Perez. Kadangkadang dilakukan konseling individual (kasus) yang mengalami masalah
kemudian jika telah terjadi perubahan perilaku yang positif,maka individu ini
akan mempengaruhi perilaku anggota keluarga lainnya. Lebih lanjut Willis
(2015: 88) mengemukakan bahwa konseling keluarga adalah usaha membantu
Kompetensi Konselor Keluarga | 3
individu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya dan
mengantisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga,
dan mengusahakan agar terajadi perubahan perilaku yang positif pada diri
individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap anggota keluarga
lainnya.
Konseling keluarga adalah proses komunikasi antara konselor dengan
konseli (keluarga: remaja dan orang tua remaja) dalam hubungan yang
membantu, sehingga keluarga dan masing-masing anggota keluarga mampu
membuat keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana
kehidupan
keluarga
sehingga
konstelasi
keluarga
berfungsi
secara
keseluruhan, meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan potensi
masing-masing anggota keluarga sebagai pribadi maupun sebagai anggota
keluarga (Yustiana, 2000: 5). Sebagaimana yang telah kita ketahui
sebelumnya bahwa secara umum konseling merupakan suatu upaya yang
diberikan oleh seorang profesional dalam membantu menemukan solusi dari
satu atau lebih permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal
ini ialah permasalahan keluarga. Keluarga yang berkembang secara optimal
tentunya megandung keharmonisan dan kerukunan. Keluarga yang memiliki
permasalahan harus diselesaikan agar permasalahan yang terjadi tidak
bertahan lama atau bahkan lebih parahnya dapat menghadirkan perpecahan
dalam suatu keluarga. Dinamika yang tercipta antara satu keluarga dengan
keluarga lainnya tentunya tidaklah sama, setiap keluarga memiliki keunikan
tersendiri, sebab setiap orang yang berada dalam keluarga berbeda tidak ada
yang sama.
Konseling keluarga pada dasarnya dilakukan terhadap individu
angggota keluarga sebagai bagian dari sistem keluarga. Implikasinya konseli
pada konseling keluarga adalah masing-masing anggota keluarga dan keluarga
sebagai satu kesatuan sistem. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
individual dalam arti masalah keluarga dilihat atau dipersepsi, dipahami dari
aspek individu serta pendekatan sistem dalam arti masalah keluarga adalah
dilihat sebagai masalah sistem keluarga.
Hubungan yang membantu adalah
Kompetensi Konselor Keluarga | 4
hubungan yang dilandasi oleh kebutuhan untuk memperoleh bantuan dan
memberikan bantuan bantuan pada orang lain. Persyaratan yang harus
terpenuhi agar terjalin hubungan yang membantu adalah kesiapan dan
kesediaan memberikan bantuan,
kepercayaan konseli
terhadap pemberi
bantuan, saling menghargai, saling pengertian dan kerjasama.. Keterlibatan
seluruh anggota keluarga untuk terlibatan dalam kegiatan konseling
merupakan tujuan yang harus dicapai dalam hubungan yang membantu
(Yustiana, 2000: 5).
Risdawati (2012) mengemukakan konseling keluarga merupakan suatu
strategi yang digunakan pada situasi yang khusus. Situasi khusus yang
dimaksud
ialah
penyelenggaraannya
situasi
yang
melibatkan
berhubungan
keluarga.
dengan
konseling
keluarga
keluarga
dan
tidak
menerapakan untuk mengubah kepribadian, sifat atau karakter yang ada di
dalam keluarga agar sesuai dengan sistem keluarga yang dikehendaki namun
penerepan konseling keluarga berfokus pada pengubahan perilaku dan
perubahan sistem struktur keluarga. Bagaimana telah dijelaskan sebelumnya
bahwa permasalahan konseling keluarga terkadang menyangkut individu yang
disebut Identified Patient yaitu individu yang dianggap bermasalah karena
perilakunya tidak dapat ditolerasi oleh seluruh anggota keluarga. Namun
Identified Patient bukan orang yang bermasalah tanpa sebab hal itu terkadang
terjadi karena adanya gangguan yang berakar dari keluarga dan emosi para
anggota keluarga.
Lebih lanjut Risdawati (2015) mendefinisikan konseling keluarga
sebagai upaya bantuan yang diberikan kepada anggota keluarga dengan
penerapan sistem keluarga agar potensi individu tersebut berkembang dan
permasalahan dapat diatasi dengan bantuan keluarga. Asumsi bahwa konseling
keluarga bertujuan membantu individu didalam anggota keluarga memahami
bahwa dinamika dalam keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan anggota
keluarga dan hubungan tersebut dapat membantu anggota keluarga
menyelesaikan permasalahannya. Berdasarkan definisi dan tujuan yang telah
dijelaskan dapat diasumsikan bahwa peran konseling keluarga adalah untuk
Kompetensi Konselor Keluarga | 5
membantu konseli yang merupakan bagian dari sebuah sistem keluarga dan
memahamkan
anggota
keluarga
yang lain
untuk
saling membantu
menyelesaikan permasalahan keluarga baik permasalahan yang berkaitan
dengan individu itu sendiri yang nantinya berhubungan dengan keluarga
maupun masalah sistem keluarga yang ditetapkan oleh orang tua.
Memahami makna dari konseling keluarga maka semakin jelas bahwa
konseling keluarga menekankan permasalahan konseli sebagai masalah
“sistem” yang ada dalam keluarga sehingga memandang konseli sebagai
bagian dari kelompok tunggal atau satu kesatuan dengan keluarganya. Dengan
kata lain konseling keluarga sangat dibutuhkan bagi individu yang tidak dapat
memecahkan masalah yang sedang dihadapinya, maka perlu bantuan orang
lain
atau
bimbingan
konseling
keluarga
yang
berperan
membantu
mengarahkan ataupun memberikan pandangan kepada individu yang
bersangkutan. Apalagi sekarang ini perkembangan masyarakat sangat
mempengaruhi pola kehidupan seseorang baik sebagai individu maupun
anggota masyarakat. Individu saat ini dihadapkan pada perubahanperubahanyang begitu kompleks, sehingga menimbulkan berbagai macam
tantangan atau tuntutan terhadap kebutuhan individu.
B. Tujuan Konseling Keluarga
Tujuan konseling keluarga merupakan suatu tuntutan tugas atau
pekerjaan yang akan membantu menyelesaikan permasalahan yang terdapat
didalam keluarga. Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan konseling
keluarga adalah mendorong setiap anggota keluarga agar mampu membuat
keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan
keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan,
meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan potensi baik sebagai
pribadi maupun sebagai anggota keluarga. Dibawah ini merupakan tujuan
konseling keluarga nmenurut beberapa ahli.
Kompetensi Konselor Keluarga | 6
Sayekti (1994) menjelaskan tujuan umum tentang konseling keluarga
adalah:
a. Membantu keluarga untuk dapat belajar dan memahami bahwa dinamika
keluarga
merupakan hasil dari pengaruh hubungan antar anggota
keluarga.
b. Membantu anggota keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa bila
salah satu anggota keluarga memiliki permasalahan, mereka dapat
memberikan pengaruh tidak baik pada persepsi, harapan dan interaksi
anggota keluarga yang lainnya.
c. Memperjuangkan dengan gigih untuk mengembangkan keharmonisan
keluarga dalam proses konseling, sehingga anggota keluarga dapat tumbuh
dan berkembang guna mencapai keseimbangan dan keselarasan di dalam
keluarga.
d. Mengembangkan rasa penghargaan dari seluruh anggota keluarga kepada
anggota keluarga yang lain.
Selanjutnya Sayekti (1994) juga mengemukakan mengenai tujuan
khusus konseling keluarga yaitu:
a. Mendorong anggota keluarga agar memiliki sikap toleransi kepada
anggota keluarga yang lain.
b. Agar anggota keluarga mampu memberikan motivasi serta dorongan
semangat kepada anggota keluarga yang lain.
c. Agar orang tua dapat memiliki persepsi yang realistis dan sesuai dengan
persepsi anggota keluarga yang lain
Sedangkan menurut Willis dalam bukunya yang berjudul “Konseling
Keluarga” mengemukakan tujuan umum dan khusus dari pelaksanaan
konseling keluarga, yaitu diantaranya sebagai berikut.
a. Tujuan Umum Konseling Keluarga
1) Membantu, anggota-anggota keluarga belajar dan menghargai secara
emosional baha dinamika keluarga adalah kait mengait diantara
anggota keluarga.
Kompetensi Konselor Keluarga | 7
2) Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika
satu anggota keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada
persepsi, ekspektasi, dan interaksi anggota-anggota lain.
3) Agar tercapai keseimbangan yang akan membuat pertumbuhan dan
peningkatan setiap anggota.
4) Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh dari
hubungan parental.
b. Tujuan Khusus Konseling Keluarga
1) Untuk meningkatkan toleransi dan dorongan anggota-anggota keluarga
terhadap
cara-cara
yang
istimewa
(idiocyncratic
ways)
atau
keunggulan-keunggulan anggota lain.
2) Mengembangkan toleransi terhadap anggota-anggota keluarga yang
mengalami frustasi atau kecewa, kecewa, konflik dan rasa sedih yang
terjadi karena faktor sistem keluarga atau di luar sistem keluarga.
3) Mengembangkan motif dan potensi-potensi, setiap anggota keluarga
dengan cara mendorong (men-support), memberi semangat, dan
mengingatkan anggota tersebut.
4) Mengembangkan keberhasilan persepsi diri orang tua secara realistik
dan sesuai dengan anggota-anggota lain.
Selain dari pendapat ahli sebelumnya, berikut tujuan umum Konseling
Keluarga menurut pendapat Glick dan Kessler (Hamindiah, 2015: 9) yaitu:
a. Menfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota keluarga.
Konseling keluarga merupakan salah satu yang dapat menjadi jembatan
atau penghubung antara anggota keluarga yang memiliki konflik atau
permasalahan. Karena permasalahan yan berkaitan dengan orang lain cara
yang dapat menyelesaikannya ialah komunikasi. Segala sesuatu yang
menjadi masalah jika tidak dikomunikasikan akan tetap menjadi masalah.
b. Mengubah gangguan dan ketidakfleksibelan peran dan kondisi. Setelah
menjalin komunikasi yang baik dan efektif antara anggota keluarga, maka
ketidakfleksibelan keluarga dapat dengan mudah teratasi.
Kompetensi Konselor Keluarga | 8
c. Memberikan pelayanan sebagai model dan pendidikan peran tertentu yang
ditunjukan kepada anggota keluarga. Dalam konseling keluarga tentunya
disertai dengan pemberian pemahaman, pembelajaran maupun pendidikan,
yang mana hal tersebut ditujukan kepada setiap anggota keluarga dengan
porsi dan konten yang berbeda tentuya.
C. Kompetensi Konselor Keluarga
1. Peran Konseling Keluarga
Peran konseling keluarga berbeda dengan konseling individu maupun
konseling kelompok, Gladding (2015) memberikan penjelasan bahwa
meskipun tahapan pada konseling kelompok dapat dikatakan mirip tapi
bagaimana pun juga keluarga bukan jenis kelompok yang tipikal. Penekanan
konseling keluarga pada dasarnya terletak pada dinamika dibanding penyebab
linear permasalahan yang terjadi. Konselor harus mampu memberikan
pertanyaan spesifik agar mampu memahami fungsi dan dinamika keluarga
yang terjadi pada keluarga konseli.
Konseling keluarga merupakan suatu bentuk intervensi dalam
penyelesaian masalah keluarga. Hasnida (2002) memberikan beberapa peran
intervensi pada konseling keluarga, sebagai berikut :
a. Sebagai penilai mengenai; masalah, sasaran intervensi, kekuatan dan
strategi keluarga, kepercayaan dan etnik keluarga. Eksplorasi pada: reaksi
emosi keluarga terhadap trauma dan transisi, komposisi, kekuatan dan
kelemahan, informasi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan keluarga,
kesiapan untuk intervensi dan dirujuk pada ahli lain.
b. Pendidik atau pemberi informasi agar keluarga siap beradaptasi terhadap
perubahan-perubahan. Sebab konseling merupakan salah satu upaya
menyampaikan pendidikan dalam lingkup keluarga.
c. Pengembang sistem support, mengajarkan support dan selalu siap
dihubungi. Dalam keluarga antara satu dengan yang lainnya harus saling
memberikan dukungan maupun dorongan, karena dinamika keharmonisan
keluarga akan terbentuk dengan begitu.
Kompetensi Konselor Keluarga | 9
d. Pemberi tantangan. Konselor keluarga juga sebagai pemberi tantangan,
yang dimaksud disini ialah konselor harus dapat menemukan titik dimana
setiap anggota keluarga merasa permaslahan yang terjadi dalam keluarga
harus dihadapi bagaimanapun caranya.
e. Pemberi fasilitas prevensi (pencegahan) dengan mempersiapkan keluarga
dalam menghadapi stress. Konseling sifatnya ialah penanganan masalah
atau diberikan saat terjadi suatu permasalahan, singkatnya konseling
merupakan langkah kuratif dalam suatu permasalahan. Akan tetapi dalam
proses konseling keluarga, konselor sebagai fasilitator yang dapat menjadi
penengah atau mencegah agar tidak lepas kendali, melainkan konselor
sebagai pemberi fasilitas prevensi atau pencegahan dengan cara
mempersiapkan anggota keluarga menghadapi stress.
Risdawati (2012) mengemukakan konseling keluarga suatu strategi
yang digunakan pada situasi yang khusus. Situasi khusus yang dimaksud ialah
situasi yang berhubungan dengan keluarga dan penyelenggaraannya
melibatkan keluarga. konseling keluarga tidak menerapakan untuk mengubah
kepribadian, sifat atau karakter yang ada didalam keluarga agar sesuai dengan
sistem keluarga yang dikehendaki namun penerepan konseling keluarga
berfokus pada pengubahan perilaku dan perubahan sistem struktur keluarga.
Bagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa permasalahan konseling
keluarga terkadang menyangkut individu yang disebut Identified Patient yaitu
individu yang dianggap bermasalah karena perilakunya tidak dapat ditolerasi
oleh seluruh anggota keluarga. Namun Identified Patient bukan orang yang
bermasalah tanpa sebab hal itu terkadang terjadi karena adanya gangguan yang
berakar dari keluarga dan emosi para anggota keluarga.
2. Kompetensi Konselor Keluarga
Berbicara tentang kompetensi konselor keluarga hal tersebut dapat
dikaitkan dengan bagaimana seseorang mendapatkan edukasi tentang menjadi
konselor keluarga yang profesional. American Association for Marriage and
Family therapy (AAMFT) yang didirikan tahun 1942 dan International
Association of Marriage and Family Counselors (IAMFC) yang diresmikan
Kompetensi Konselor Keluarga | 10
tahun 1986 telah menetapkan panduan untuk pelatihan profesional bagi
konselor yang bekerja dengan fokus pada pasangan dan keluarga
(Gladding,2015). Standar AAMFT diatur
dan diselenggarakan oleh
Commission on Accredition for Marriage and Family Therapy Education.
Sedangkan IAMFC ditangai melalui Council for Acreditation of Counseling
and Related Educational Programs. Untuk menjadi seorang konselor keluarga
dijelaskan bahwa setidaknya dibutuhkan tingkat master.
Profesi profesional atau ahli dalam konseling keluarga atau konselor
keluarga , perkawinan, atau pasangan banyak yang tertarik karena adanya
kebutuhan sosial atas spesialisasi ini dan semakin banyaknya penelitian yang
mendasarinya. Menurut Wilcoxon (dalam Gladding, 2015) konselor
perkawinan, pasangan dan keluarga perlu menyadari tahap-tahap yang berbeda
didalam keluarga, tahap-tahap yang dimaksud adalah tahap-tahap siklus hidup
keluarga yang memiliki sembilan tahap dengan masing-masing tahap memiliki
tugas kritikal tiap tahap. Tahap tersebut dimulai dari dewasa lajang, pengantin
baru, mengandung anak, anak usia prasekolah, anak remaja, masa melepaskan,
dewasa paruh baya dan berhenti bekerja. Jika konselor peka terhadaap anggota
keluarga dan keluarga secara keseluruhan, mereka dapat menyadari bahwa
beberapa manifestasi individual seperti depresi karir yang tidak menentu ,
penyalahgunaan obat, berhubungan dengan struktur keluarga dan fungsinya.
Aspek penting yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh atau dari
seorang konselor adalah kepribadian dan keterampilan. Keduanya harus
seimbang dan harus terintegrasi sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan
(Yustiana, 2000: 11).
1) Kepribadian :
a) Menerima konseli apa adanya, artinya konselor harus siap menerima
konseli bagaimanapun kondisi dan latar belakangnya. Menerima dan
menghargainya sebagai menusia yang utuh tanpa label-label yang
lebih bersifat negatif tentang dirinya, tetapi melihat sesuatu yang
positif pada konseli.
Kompetensi Konselor Keluarga | 11
b) Hangat, seseorang akan memiliki keberanian untuk menyampaikan
sesuatu jika orang yang dihadapinya bersikap hangat dan penuh
perhatian. Menyapa konseli dengan ketulusan hati untuk membantu
membuat
komunikasi
menjadi
menyenangkan.
Kehangatan
tertampilkan melalui intonasi suara, ekspresi mata, postur (sikap
tubuh) dan gesture (mimik muka serta gerakangerakan fisik).
Tingkatan emosional konselor maupun konseli dapat dilihat dari
keempat dimensi tersebut.
c) Respect, menghormati konseli dengan memperlakukan konseli sebagai
teman dan tamu yang diharapkan kehadirannya. Menghargai
perbedaan dan kemampuan yang dimiliki konseli.
d) Empati (pemahaman), menunjukkan sikap menghargai dan memahami
apa
yang
difikirkan
dan
dirasakan
oleh
konseli.
Mencoba
menempatkan diri melalui suatu kesadaran dan pemahaman tentang
sesuatu yang terjadi pada diri konseli, serta sebagai orang yang siap
untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh konseli.
e) Ramah, konseli akan merasa terganggu dan kehilangan kepercayaan
diri jika merasa dirinya di tolak. Konselor harus mampu menggunakan
kata-kata serta mimik muka yang menentramkan konseli.
f) Berteman atau bersahabat, sikap bahwa konselor peduli akan apa yang
difikirkan dan dirasakan oleh konseli. Kehadiran konselor sebagai
teman atau sahabat yang siap untuk membantu.
g) Mampu menjaga rahasia, kunci memperoleh kepercayaan dari konseli
adalah
kemampuan
menjaga
rahasia,
konselor
tidak
boleh
menceritakan apa yang disampaikan oleh konseli tanpa seizin konseli
atau dianggap membahayakan jiwa. Konselor harus memiliki kualiatas
pribadi yang membuat orang lain percaya pada dirinya dengan
berkomunikasi secara confidential, menjamin kebebasan pribadi dan
jujur.
h) Kejujuran, konselor merupakan orang yang transparan, otentik dan
asli
Kompetensi Konselor Keluarga | 12
i) Kekongkritan, konselor merespon apa yang disampaikan konseli
sesuai dengan kebutuhan, tanpa banyak basa-basi.
j) Sensitif, memiliki kepekaan yang tajam terhadap kondisi-kondisi
sosial psikologis yang dialami konseli, sehingga mampu melihat
permasalahan secara lebih tajam buka hanya gejala-gejala yang
nampak saja.
2) Konselor yang efektif adalah konselor yang memiliki :
a) Rasa percaya diri. Sulit bagi konseli untuk mempercayai dan
memperoleh jaminan konselor dapat membantu jika konselor tidak
percaya diri. Percaya diri artinya siap untuk menghadapi orang lain
dan percaya bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan apa yang
dihadapi
b) Berpengetahuan. Konselor harus memiliki pengetahuan yang cukup
tentang nafza dan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk
menghindari dan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap nafza.
Konselor juga harus memiliki pengetahuan yang luas tentang perilaku
manusia, kondisi sosial budaya, norma dan aturan agama, komunikasi
dan menjalin relasi sosial, upaya mengemas informasi serta
penggunkan media komunikasi.
c) Memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Bagaimana menyapa
seseorang, kalimat apa yang harus digunakan, kapan waktu yang tepat
untuk menyampaikan sesuatu, sikap dan bahasa tubuh apa yang harus
tertampilkan adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang
konsulatan pada saat memberikan konseling.
d) Mampu memahami persepsi konseli, konselor perlu memahami
kerangka pikir konseli tentang apa yang sedang dihadapinya. Apa
landasan yang digunakan konseli, prasangka-prasangka apa yang
difikirkan konseli, kecemasan, ketakutan apa yang dialami oleh
konseli, bagaimana konseli memandang permasahannya serta apa
makna permasalahan bagi dirinya.
Kompetensi Konselor Keluarga | 13
e) Menciptakan suasana yang bersahabat, relasi akan berjalan lancar jika
tercipta atmosfir yang bersahabat diantara konselor dengan konseli.
Pemilihan tempat, pakaian, waktu serta alat bantu yang digunakan
akan membantu penciptaan suasana.
f) Memahami prinsip dan konsep tentang keluarga, sikap atau perlakuan
orang tua dan dampaknya terhadap kepribadian anak, perkembangan
anak, serta upaya-upaya mensejahterakan keluarga (Yustiana, 2000:
13).
3. Contoh Permasalahan dalam Konseling Keluarga
Keluarga sebagai suatu sistem dimana antara satu dan yang lain
anggota keluarga adanya keterikatan dan saling membutuhkan satu sama lain.
Keluarga memiliki anggota dengan masing-masing keunikan satu sama lain,
keunikan-keunikan tersebut jika tidak dipahami dan diatasi dengan baik oleh
masing-masing anggota keluarga akan menimbulkan permasalahan yang
serius. Individu yang bermasalah baik dalam kasus sekolah, sosial atau kasus
lainnya sangat erat hubungan dengan keluarga sebagai tempat individu
tersebut berkembang pertama kalinya.
Permasalahan
keluarga
merupakan
permasalahan
interpersonal,
konseling keluarga berperan mengatasi hubungan interpersonal antara anggota
keluarga. Hasnida (2002) mengemukakan meskipun masalah konseli bukan
masalah yang menyangkut keluarganya atau adanya disfungsi dalam keluarga,
keluarga menjadi tempat yang penting dalam proses konseling. Jadi, konselor
perlu memberikan gambaran tentang motivasi anggota keluarga jika individu
ingin keluar dari permasalahannya melalui konseling keluarga. Tujuannya
agar setiap anggota keluarga memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan
keluarga sehingga ketahanan kelurga serta pengembangan potensi baik
keluarga dan anggota keluarga dapat ditingatkan.
Konseling merupakan terapi yang membantu konseli menyelesaikan
permasalahannya, begitu pula konseling keluarga penerapan konseling
keluarga dalam mengatasi permasalahan dapat dilihat dari banyak hal. Artinya
Kompetensi Konselor Keluarga | 14
konseling keluarga tidak terfokus pada masalah tertentu seperti hanya masalah
sosial dalam hubungan keluarga ataupun masalah perceraian. Pada intinya
penerapan konseling keluarga dapat diterapkan pada beberapa aspek
terpenting permasalahan tersebut bersumber dari keluarga, dinamika keluarga
dan sistem yang diterapkan pada keluaga.
Contoh yang dapat diberikan pada permasalahan konseling keluarga
adalah anggota keluarga sering memegang mitos satu sama lain, sementara
kelompok pada awalnya lebih obyektif dalam menghadapi peristiwa-peristiwa
yang terjadi. Beban emosional yang dibebankan anggota keluarga juga lebih
besar dari anggota tipe kelompok lain karena susunan dalam anggota keluarga
tidak terbatas waktu an berhubungan dengan peran jenis kelamin dan ikatan
afektif yang mempunyai sejarah panjang (Gladding, 2015). Contoh lainnya
penerapan konseling keluarga untuk mengurangi kecanduan game online pada
anak, dengan menggunakan genogram untuk melihat penyebab konseli
kecanduan dan konseling untuk mmperbaiki cara berfikir konseli terhadap
dampak bagi dirinya dan keluarganya.
D. Langkah-Langkah Konseling Keluarga
Willis dalam bukunya mengemukakan secara umum tahapan
konseling yaitu:
1. Pengembangan Rapport
Tahap untuk membentuk suasana hubungan konseling yang akrab,
jujur, saling percaya sehingga terjadi keterbukaan diri konseli untuk
menyampaikan isi, perasaan konseli kepada konselor. Pengembangan
raport dimulai sejak konseli memasuki ruang konseling. Upaya yang
dilakukan konselor untuk menyambut konseli dengan cara tersenyum,
ramah, kontak mata, menerima, akrab, bersahabat dan penuh perhatian.
Hubungan
konseling
pada
tahap
awal
seharusnya
diupayakan
pengembangan rapport merupakan suasana hubungan konseling yang
akrab, jujur, saling percaya, sehingga menimbulkan keterbukaan diri
Kompetensi Konselor Keluarga | 15
konseli. Upaya pengembangan rapport seyogiyanya telah dimulai begitu
konseli memasuki ruang konseling.
Hal ini dapat dilakukan jika konselor mamiliki kemampuan untuk
mengembangkannya. Upaya itu ditentukan oleh aspek-aspek diri konselor
yakni:
a. Kontak mata
b. Perilaku non-verbal (perilaku attending, bersahabat/akrab, hangat,
luwes, keramahan, senyum, menerima, jujur/asli, penuh perhatian, dan
terbuka), dan
c. Bahasa lisan / verbal (sapaan sesuai dengan teknik-teknik konseling).
seperti ramah menyapa, senyum, dan bahasa lisan yang halus.adalah
agar suasana konseling itu merupakan suasana yan memberikan
keberanian dan kepercayaan diri konseli menyampaikan isi hati,
perasaan, kesulitan dan bahkan rahasia batinnya kepada konselor.
Tujuan menciptakan suasana rapport dalam hubungan konseling
tidaklah begitu mudah karena sering mengalami berbagai kendala.
Kendala-kendala itu diungkapkan oleh Perez
(dalam Willis, 2015)
sebagai berikut
a. Konselor kurang mampu menstabilkan emosinya sehubung Akan
tetapi menciptakan rapport di dalam hubungan konseling dengan latar
belakang kehidupannya yang banyak masalah. Sebab manusia, sering
konselor terpengaruh suasana sosial psikoligis dan emosional di
sekelilingnya, misalnya suasana keluarga, iklim tempat kerja, dan
jabatan yang dipegangnya terutama jika konselor itu seorang guru.
Guru mengharuskan dirinya senang mengatur bahkan mendikte siswa.
Ciri atau sikap seperti itu menyulitkan dalam menciptakan rapport.
Jika konselor tidak dapat menguasai emosi egonya, dan jika selalu
dalam ketidakstabilan emosi, maka konselor seperti itu tidak akan
efektif, bahkan mungkin dapat lebih merusak konseli.
b. Konselor yang terikat dengan sistem nilai yang dianutnya secara sadar
atau tidak mampu mempengaruhi sistem nilai konseli. Jika sistem nilai
Kompetensi Konselor Keluarga | 16
konselor dan konseli memang sama, misalnya sesama agama Islam,
memberikan nasihat peluang yang sangat baik bagi konselor memberi
bantuan secara agama, atau nasehat sesuai dengan ajaran agama. Akan
tetapi jika konselor dan kien jelas-jelas beda sistem nilai, maka kurang
pantas memaksakan atau "mengkampanyekan" sistem nilainya
terhadap konseli. Demikian pula dalam hal-hal seperti nila budaya
tertentu yang dianut demikian kokoh oleh konseli, maka konselor
harus berhati-ha sebab jika ia menilai, maka hubungan konseling tidak
akan memberikan hasil yang efektif konselor.
c. Konselor dihantui oleh kelemahan teori dan teknik konseling yang ia
miliki. Sebaliknya ada lagi konselor yang fanatik satu aliran konseling
dan menganggap aliran yang lain jelek. Konselor pemula memang
sering dihantui oleh masalah teori dan teknik konseling yang sesuai
dalam setiap fase konseling atau dalam memberi respon yang akurat
sesuai dengan pernyataan konseli. Masalah dapat teratasi jika calon
konselor sering mengadakan
wawancara konseling, baik bersama
teman maupun dengan konseli yang sebenarnya. Di samping itu,
pendirian yang kaku dengan satu konselor memang sering
menyulitkan konselor.
Kesulitan lain berada pada pihak eksternal atau pihak konseli yaitu
sebagai berikut:
1) Jika ada anggota keluarga (seorang atau beberapa orang) tidak
mempunyai motivasi untuk mengikuti konseling. Mereka akan
menghambat jalannya konseling, betapapun konselor menguasai teori
atau teknik, karena mereka enggan untuk melibatkan diri dalam
pembicaraan.
2) Ada konseli yang enggan disebabkan dipaksa oleh orang tua,
suami/istri, polisi, atau pihak lain. Jadi dia hadir kepada konseling
keluarga tanpa suka rela atau keinginan sendiri. Biasanya konseli ini
ada yang berpura-pura, defensif, dan ada pula yang menutup diri sama
Kompetensi Konselor Keluarga | 17
sekali tehadap konselor, sehingga sulit bagi konselor untuk
mengungkap perasaannya.
3) Ada lagi konseli yang sudah berpengalaman mengikuti berbagai
konseling dari konselor, sehingga seakan-akan dia sudah "kecanduan"
untuk mengobrol, dan bukan untuk meminta bantuan dalam
pemecahan masalah yang dihadapinya.
Menurut Perez (1979) kendala dalam tahap pengembangan raport
yaitu konselor kurang mampu menstabilkan emosi sehubungan dengan
latar belakang kehidupannya yang banyak masalah, konselor yang terikat
dengan sisitem yang dianutnya secara sadar atau tidak mampu
mempengaruhi sistem nilai konseli, dan konselor ditakutkan oleh
kelemahan teori yang dimilikinya.
2. Pengembangan Apresiasi Emosional
Anggota keluarga yang sedang terlibat dalam mengikuti konseling
keluarga maka akan terjadi sebuah interaksi diantara mereka, semua
anggota keluarga mempunyai keinginan untuk memecahkan permasalahan
mereka, mereka mulai mampu menghargai perasaan masing-masing agar
masalah mereka terselesaikan. Konselor memberikan peluang bagi
pernyataan-pernyataan emosi dan penghargaan bagi luapan emosi dari
anggota keluarga. Pada saat ini masing-masing anggota keluarga yang
tadinya dalam keadaan terganggu komunikasi atau bahkan dalam keadaan
"sakit", mulai terlihat berinteraksi diantara mereka dan dengan konselor.
Mereka mulai mampu menghargai perasaan masing-masing, dan dengan
keinginan agar masalah yang mereka hadapi dapat mereka selesaikan
dihadapan konselor. Hal yang menggembirakan itu adalah karena
kemampuan teknik, penguasaan ilmu, serta kepribadian yang handal dari
konselor. Ada dua teknik konseling keluarga yang efektif yaitu sculpting
dan role playing. Kedua teknik ini memberikan peluang bagi pernyataanpernyataan emosi tertekan, dan penghargaan terhadap luapan emosi
anggota keluarga. Dengan demikian, segala kecemasan dan ketegangan
Kompetensi Konselor Keluarga | 18
psikis dapat mereda, sehingga memudahkan untuk treatmenr konselor dan
rencana anggota keluarga.
3. Pengembangan Alternatif Modus Perilaku
Konselor memberikan daftar perilaku baru untuk dipraktikkan
dirumah dengan memberikan home assignment (pekerjaan rumah) dan
melaporkan hasil home assignment kepada konselor dalam sesi
selanjutnya. Pada pengembangan alternatif
ini yaitu mempraktikan
temuan baru dari semua anggota keluarga, yang bisa dijadikan alternatif
perilaku yang baru di keluarga.
Proses konseling dapat terhambat karena keadaan ruang konseli
yang kecil, sumpek, dan tidak menarik. Selain itu, konselor mencatat
ketika wawancara pun akan menjadi faktor penghambat dalam proses
konseling. Sebaiknya tata ruang ruangan konseling di tata hingga menjadi
nyaman, dan menarik, meja yang ada di ruangan sebaiknya meja tamu
yang santai bukan seperti meja dokter. Kedekatan (nearness) antara
konselor dengan konseli lebih kurang 75 cm. penggunaan rekaman suara
juga bisa menghambat jalannya konsleing, karena konselor merekam tanpa
izin konseli sehingga timbul keraguan kalau-kalau rahasianya terbuka.
Juga ketidakpercayaan konseli terhadap konselor, hal mana yang aat
penting dalam proses konseling.
Setidaknya jika konselor hendak merekam dengan alat perekam
dan video jalannya wawancara konseling itu, harus meminta izin terlebih
dahulu kepada konseli, dan konseli dapat mendengarkan kembali
responnya, kemungkinan ada yang sesuai da nada yang kurang sesuai
dengan tujuan konseling, kemudian konselor dan konseli dapat
mendiskusikan hasil rekaman tersebut. Dalam proses konseling yang
menjadi fokus perhatian konselor adalah konseli, konselor tidak boleh
mendengarkan sambil fokus mencatat apa yang dikatakan konseli, karena
dalam proses
konseling kontak mata merupakan bagian dalam
keterampilan dasar melakukan konseling. Sekalipun jika dikatakan perlu
untuk mencatat, upayakan tidak menjadikan catatan adalah fokus utama
Kompetensi Konselor Keluarga | 19
kontak mata konselor dan sebelumnya telah mendapatkan izin terlebih
dahulu dari konseli bahwa apa yang ia katakana saat itu akan dicatat oleh
konselor.
Menurut Bramer (Willis, 2015: 137) pada prinsipnya proses
konseling itu terdiri atas dua fase dasar yakni (1) fase membina hubungan
konseling, dan (2) memperlancar tindakan posistif.
4. Fase Membina Hubungan Konseling
Fase ini sangatlah penting di dalam proses konseling, dan
keberhasilan tujuan konseling secara efektif ditentukan oleh keberhasilan
konselor dalam membina hubungan konseling itu. Fase ini harus terjadi di
tahap awal dan tahap berikutnya dalam proses konseling yang ditandai
dengan adanya rapport sebagai kunci berjalan lancarnya kegiatan
konseling. Di samping itu, sikap konselor amat penting selain eknik
konseling. Sikap-sikap yang penting dari konselor adalah sebagai berikut.
Tahap ini keberhasilan tujuan konseling secara efektif dapat
ditentukan oleh keberhasilan seorang konselor dalam membina hubungan
konseling. Sikap yang penting dari konselor seperti:
a. Acceptance,
yaitu
menerima
konseli
secara
ikhlas
tanpa
mempertimbangkan jenis kelamin, derajat, kekayaandan perbedaan
agama. Disamping itu konseli diterima dengan segala masalahnya,
kesulitan, dan keluhan serta sikap-sikapnya baik yang positif maupun
yang negatif.
b. Unconditional positive regard, artinya menghargai konseli tanpa
syarat, menerima konseli apa adanya, tanpa dicampuri sikap menilai,
mengejek atau mengkritik.
c. Understanding, yaitu konselor dapat memahami keadaan konseli
sebagaimana adanya.
d. Genuine, yaitu bahwa konselor itu asli dan jujur dengan dirinya
sendiri, wajar dalam perbuatan dan ucapannya.
e. Empati, artinya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain
(konseli).
Kompetensi Konselor Keluarga | 20
Secara berurutan, proses hubungan konseling dapat dijabarkan
sebagai berikut :
a. Konseli memasuki ruang konseling, konselor mempersiapkan konseli
supaya siap dibimbing, dibantu. Berarti hubungan konseling telah
dimulai.
b. Tahap klarifikasi, konseli menyatakan alasan kedatangannya
mengungkap pengalaman konseli tantang konseling sebelumnya,
mengungkap harapan-harapan konseli dalam wawancara konseling
yang akan dilaksanakan, menyatakan makna konseling.
c. Tahap struktur, konselor mengadakan kontrak dengan konseli
tentang lamanya waktu yang akan digunakan, tentang biaya
konseling, tentang kerahasiaan, tentang boleh tidaknya direkam.
d. Tahap meningkatkan relasi atau hubungan konseling, pada tahap ini
konselor membangun hubungan konseling untuk memudahkan bagi
pemberian bantuan kepada konseli.
5. Memperlancar Tindakan Positif
Fase ini terdiri dari bagian-bagian berikut:
a. Eksplorasi, mengeksplorasi dan menelusuri masalah, menetapkan
tujuan konseling, menetapkan rencana strategis, mengumpulkan
fakta, mengungkapkan perasaan-perasaan konseli yang lebih dalam,
mengajarkan keterampilan baru konsolidasi, menjelajah alternatifalternatif, mengungkap perasaan-perasaan, melatih skill yang baru.
b. Perencanaan, mengembangkan perencanaan bagi konseli sesuai
dengan tujuan untuk memecahkan masalah, mengurangi perasaanperasaan yang menyedihkan/ menyakitkan, terus mengkonsolidasi
skill baru atau perilaku baru untuk mencapai aktivitas diri konseli.
c. Penutup,
mengevaluasi
hasil
konseling,
menutup
hubungan
konseling.
Kompetensi Konselor Keluarga | 21
Secara garis besar, tahapan konseling dapat dibagi atas tiga bagian
yaitu :
a. Tahap awal konseling,
b. Tahap pelaksanaan konseling yaitu dimulainya penjelajahan terhadap
masalah konseli,
c. Tahap perencanaan dan penutupan.
Biasanya kesulitan terjadi pada tahap awal konseling, terutama
bagi konselor pemula. Disamping itu, penggunaan respon yang tepat,
sesuai dengan isi pernyataan konseli juga merupakan masalah yang
merepotkan konselor pemula. Karena itu usaha kea rah pemantapan
keterampilan konseling merupakan hal yang perlu dilakukan dengan
sungguh-sungguh. (Willis, 2015 : 13)
E. Teknik-Teknik Konseling Keluarga
Setelah kita mempelajari proses dan tahap konsleing, akan tergambar
pada pikiran kita bahwa setiap tahapan itu tentu mempunyai teknik konseling
tertentu, yaitu bagaimana cara yang tepat bagi konselor untuk memahami dan
merespon keadaan konseli terutama emosinya dan bagaimana melakukan
tindakan positif dalam usaha perubahan perilaku konseli ke arah positif.
Sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan, maka ada 2
pendekatan yang akan dikemukakan. Berikut teknik-teknik konseling yang
sesuai dengan pendekatan tersebut:
1. Teknik Konseling Keluarga dalam Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem yang dikemukakan oleh Perez (Willis, 2015:
139-147) mengembangkan 10 teknik konseling keluarga yaitu:
a. Sculpting (mematung)
Yaitu suatu teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga
untuk menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai
masalah hubungan diantara anggota-anggota keluarga. Konseli diberi
izin menyatakan isi hati dan persepsinya tanpa rasa cemas. Sculpting
digunakan konselor untuk mengungkapkan konflik keluarga melalui
Kompetensi Konselor Keluarga | 22
verbal
untuk
mengizinkan
anggota
keluarga
mengungkapkan
perasannya melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga
mengungkapkan perasaannya melalui tindakan atau perbautan.
b. Role playing (bermain peran)
Yaitu suatu teknik dengan memberikan peran tertentu kepada
anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orangg lain di keluarga
itu, misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu anak
akan terlepas dan terbebas dari perasaan-perasaan penghukuman,
perasaan tertekan dan lainnya. Peran itu kemudian bisa dikembalikan
lagi kepada keadaan yang sebenarnya jika ia menghadapi suatu perilaku
ibunya yang mungkin kurang ia sukai.
c. Silence (diam)
Apabila anggota keluarga berada dalam konflik dan frustasi
karena ada salah satu angggota keluarga yang lain suka bertindak
kejam, maka biasanya mereka datang ke hadapan konselor dengan tutup
mulut. Keadaan ini harus dimanfaatkan konselor untuk menunggu suatu
gejala perilaku yang akan muncul menunggu munculnya pikiran baru,
respon baru atau ungkapan perasan baru. Diam juga digunakan dalam
menghadapi konseli yang cerewet, dan banyak omomg.
d. Confrontation (konfrontasi)
Yaitu
suatu
mempertentangkan
teknik
yang
pendapat-pendapat
digunakan
konselor
untuk
anggota
keluarga
yang
terungkap dalam wawancara konseling keluarga. Tujuannya agar
anggota keluarga itu bisa bicara terus terang dan jujur serta akan
menyadari perasan masing-masing. Contoh respon konselor: “siapa
biasanya yang banyak omong?”, konselor bertanya dalam situasi yang
mungkin saling tuding.
e. Teaching via Questioning
Yaitu suatu teknik mengajar anggota keluarga dengan cara
bertanya. “bagaimana kalau sekolahmu gagal?” ; “apakah kau senang
kalau ibumu menderita?”
Kompetensi Konselor Keluarga | 23
f. Listening (mendengarkan)
Yaitu teknik yang digunakan agar pembicaraan seorang anggota
keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain. Konselor
menggunakna teknik ini untuk mendengarkan dengan perhatian
terhadap konseli. Perhatian tersebut dilihat dari cara duduk konselor
yang menghadapkan muka kepada konseli, penuh perhatian terhadap
setiap pertanyaan konseli, tidak mnyela selagi konseli berbicara serius.
g. Recapitulating (mengikhitisarkan)
Yaitu teknik yang dipakai konselor untuk mengikhtisarkan
pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga
pembicaaran akan lebih terarah dan terfokus.
h. Summary (menyimpulkan)
Yaitu suatu fase kosnseling kemungkinan konselor akan
menyimpilkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu.
Tujuannya agar konseling bisa berlanjut secara progresif.
i. Clarification (menjernihkan)
Yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan
suatu pernayataan anggota keluarga karena terkesab samar-samar.
Klarifikasi juga terjadi untuk memperjelas perasaan yang diungkap
secara samar-samar. Biasanya klarifikasi menekankan pada aspek
makna kognitif dari suatu pernyataan verbal konseli
j. Reflection (refleksi)
Yaitu cara konselor untuk merefleksikan perasaan yang
dinyatakan konseli, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi
wajahnya.
2. Kemampuan Individual yang Perlu Dikuasai Konselor
Pelaksanaan konseling keluarga jika melalui pendekatan sistem tak
mungkin dilakukan, maka usaha konselor adalah melakukan pendekatan
individual terhadap konseli yang mengalami kasus keluarga misalnya
siswa yang bermasalah bersumber dari keluarga. Berhubung kedua orang
tuanya sulit untuk didatangkan ke sekolah maka siswa tersebut diberikan
Kompetensi Konselor Keluarga | 24
konseling individual untuk pertama. Berikut ini adalah beberapa teknik
konseling individual:
1. Teknik-teknik yang berhubungan dengan pemahaman diri
Teknik yang berhuungan dengan pemahaman diri ini dibagi menjadi 7
kelompok yaitu:
a. Listening skills (keterampilan mendengarkan)
Keterampiloan ini terdiri dari: attending, paraphrasing, clarifying,
perception.
b. Leading skills (keterampilan memimpin) yang terdiri dari indirect
leading, direct leading, focusing, questioning.
c. Reflecting skills (keterampilan merefleksi) seperti reflecting feeling
(merefleksi
perasaan),
reflecting
experience
(merefleksikan
pengalaman konseli), reflecting content (mengulang ide-ide konseli
dengan bahasa yang lebih segar dan memberikan penekanan).
d. Summarizing skills (keterampilan menyimpulkan)
e. Confronting
skills
mengkonfrontasi
(keterampilan
perasaan-perasaan,
mengkofrontasi)
pengalaman,
seperti
pendapat-
pendapat, meningkatkan konfrotasi diri, membuka perasaanperasaan dan memudahkan munculnya perasaan-perasaan.
f. Interpreting skills (keterampilan menafsirkan)
g. Informing skills (keterampilan menginformasikan)
2. Keterampilan untuk Menyenangkan dan Menagani Krisis
Keterampilan ini berhubungan dengan konseli atau siapa saja
yang mengalami krisis, agar supaya konselor mampu merespons
dengan fleksibel, cepat dan aktif, serta mencapai tujuan-tujuan yang
terbatas. Skill ini juga berhubungan dengan usah menyenangkan dan
konselor sebagai alatnya.
a. Contacting skills (keterampilan mengadakan kontak). Kontak
tersebut bisa berupa kontak mata, kontak fisik dengan cara
memegang bahu konseli agar dia merasa senang dan aman. Akan
Kompetensi Konselor Keluarga | 25
tetapi kontak tersebut harus didasari kultur, usia, serta keadaan
emosional konseli.
b. Reassuring skills (keterampilan menentramkan hati konseli).
Keterampilan ini merupakan usaha konselor untuk meyakinkan
akibat logis perbuatannya atau pendekatan. Hal itu merupakan
hadiah bagi konseli dan mengurangi stress atau konfliknya.
c. Relaxing skills (keterampilan untuk memberi relax atau santai),
teknik ini berguna untuk menurunkan ketegangan dengan jalan
mengendorkan otot-otot.
d. Crisis intervening skills: teknik ini bertujuan mengurangi atau
meringankan krisis dengan cara mengubah lingkungan konseli.
e. Developing action alternatives: teknik ini mengembangkan
alternatif-alternatif,
dengan
persepsi
realistik,
mengurangi
ketegangan, membuat suatu komitmen tantangan.
f. Reffering skills (keterampilan merferal konseli). Keterampilan ini
berhubungan dengan sulitnya bagi konselor untuk membantu
konseli yang krisis. Karena itu konselor harus merefer atau
melakukan referral kepada orang yang lebih ahli.
3. Keterampilan untuk mengadakan tindakan positif dan perubahan
perilaku konseli
Keterampilan ini banyak diwarnai oleh aliran behavioral (terapi
perilaku). Tujuannya, agar setelah konseling konseli mengalami
perubahan prilaku dan mampu melakukan tindakan positif. Metode ini
mempunyai karakteristik seperti: pendekatan empirik objektif terhadap
tujuan-tujuan konseli dan perubahan terhadap lingkungan konseli.
Adapun keterampilan teknik yang termasuk dalam bagian ini adalah:
a. Modelling. Adalah metode belajar dengan cara mengalami atau
memperhatikan perilaku orang lain. Tentu model perilaku yang
akan ditiru konseli hendaklah yang positif dan sesuai dengan tujuan
konseli.
Kompetensi Konselor Keluarga | 26
b. Rewarding skills (keterampilan memberikan hadiah (reward)
ataupun ganjaran) keterampilan ini bertujuan untuk memberi
penguatan (reinforcement) kepada konseli.
c. Contracting skills (keterampilan mengadakan persetujuan dengan
konseli). Kontrak adalah suatu persetujuan (agreement) dengan
konseli tentang tugas-tugas khusus. Peran reward disini amat
penting. (Willis, 2015: 147)
Kompetensi Konselor Keluarga | 27
SOAL LATIHAN DAN JAWABAN
1. Bagaimana menurut anda peran konselor dalam suatu proses konseling
keluarga?
Jawaban:
a. Sebagai penilai mengenai; masalah, sasaran intervensi, kekuatan dan
strategi keluarga, kepercayaan dan etnik keluarga. Eksplorasi pada: reaksi
emosi keluarga terhadap trauma dan transisi, komposisi, kekuatan dan
kelemahan, informasi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan keluarga,
kesiapan untuk intervensi dan dirujuk pada ahli lain.
b. Pendidik atau pemberi informasi agar keluarga siap beradaptasi terhadap
perubahan-perubahan. Sebab konseling merupakan salah satu upaya
menyampaikan pendidikan dalam lingkup keluarga.
c. Pengembang sistem support, mengajarkan support dan selalu siap
dihubungi. Dalam keluarga antara satu dengan yang lainnya harus saling
memberikan dukungan maupun dorongan, karena dinamika keharmonisan
keluarga akan terbentuk dengan begitu.
d. Pemberi tantangan. Konselor keluarga juga sebagai pemberi tantangan,
yang dimaksud disini ialah konselor harus dapat menemukan titik dimana
setiap anggota keluarga merasa permaslahan yang terjadi dalam keluarga
harus dihadapi bagaimanapun caranya.
e. Pemberi fasilitas prevensi (pencegahan) dengan mempersiapkan keluarga
dalam menghadapi stress.
2. Suatu keluarga merupakan kesatuan yang diikat dengan sebuah ikatan darah.
Di dalam sebuah keluarga terdapat anggota keluarga serta peran setiap
anggota keluarga sesuai kedudukannya masing-masing. Apabila dalam suatu
keluarga terdapat salah satu atau lebih anggota keluarga yang belum
melakukan tanggungjawab sebagaimana kedudukannya dalam keluarga, apa
yang dapat anda lakukan sebagai konselor keluarga?
Jawaban: yang dapat dilakukan oleh konselor keluarga ialah menggali latar
belakang yang mendasari permasalahan lalu memberikan pemahaman akan
Kompetensi Konselor Keluarga | 28
peran setiap anggota keluarga di dalam keluarga. Agar setiap anggota keluarga
dapat menjalankan peranan sebagaimana mestinya.
3. Pelaksanaan konseling keluarga
tentunya memiliki beberapa tahapan
pelaksanaan. Apa yang akan terjadi apabila anda melakukan konseli keluarga
namun tidak mengikuti langkah-langkah konseling ?
Jawaban: tahapan merupakan salah satu runtutan yang bisa digunakan oleh
seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Tahapan bisa juga disebut
pedoman dasar, apabila pedoman dasar tidak diikuti dengan baik maka hasil
pencapaian proses konseling juga akan kurang maksimal. Namun, bisa saja
jika ingin melakukan pengembangan dari tahapan dasar yang ada sebagai
bentuk penyesuaian dengan permasalahan dan objek yang dihadapi.
4. “Hubungan diantara kedua orang tua memperngaruhi hubungan antara
anggota keluarga”, jelaskan mengenai asusmsi dasar tersebut!
Jawaban: Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, dimana apabila
dalam suatu keluarga memiliki hubungan yang harmonis antara kedua orang
tua yaitu ayah dan ibu maka keluarga tersebut akan bahagia, tetapi sebaliknya
jika hubungan ayah dan ibu tidak harmonis maka keluarga tersebut tidak
bahagia oleh sebab itu orang tua bertanggung jawab kepada tumbuh kembang
anak karena untuk menghasilkan individu yang berkualitas baik, hubungan
kedua orang tua yang sangat berperan dalam mensosialisasikan nilai-nilai
kebaikan kepada anaknya. Sesibuk apapun orang tua, komunikasi antara orang
tua dan anak harus lah tetap berjalan agar anak dapat merasa diperhatikan dan
anak merasa senang jika diperhatikan oleh orang tuanya.
5. Dalam konseling keluarga, ada salah satu anggota keluarga yang tidak
mengemukakan pendapatnya maka upaya apa yang dapat dilakukan oleh
konselor dalam menyelesaikan permasalahan tersebut?
Jawaban: dengan melaui pendekatan atau relasi kepada salah satu angggota
tersebut agar ia bersedia mengungkapkan pendapat untuk menyelesaikan
masalah dalam keluarganya. Dalam melakukan pendekatan konselor harus
mampu mengeskplorasi klien tersebut hingga ia merasa nyaman sampai ia
mampu mengungkapkan pendapatnya.
Kompetensi Konselor Keluarga | 29
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Gladding. (2015). Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks
Sayekti, P. (1994). Bimbingan dan Konseling Keluarga. Yogyakarta : Menara
Mas Offset
Willis, S, S. (2015). Konseling Keluarga (Family Counseling). Edisi 4. Bandung:
Alfabeta
Jurnal Online
Hamindiah, I. R. (2015). Bimbingan Konseling Islam dengan Terapy Rational
Emotive dalam Menangani Stress: Studi Kasus Seorang Remaja yang
Stress di Desa Kalangsemanding Kec. Perak Kab. Jombang. [Online].
Tersedia: http://digilib.uinsby.ac.id/4093/. [5 November 2018]
Hasnida. (2002). Family Counseling. [Online] repository.usu.ac.id. diakses
tanggal 5 november 2018
Laili, F. M & Nuryono, W. (2015). Jurnal Penerapan Konseling Keluarga untuk
Mengurangi Kecanduan Game Online pada Siswa Kelas VIII SMP N 21
Surabaya. [Online]. Tersedia: Jurnalmahasiswa.unesha.ac.id. [5 november
2018]
Ni’mah, U. (2010). Studi Analisis Terhadap Teknik Konseling Keluarga Pada
Program Sakinah Mawaddah Warahmah (Samara) Di Radio Dakta 107
Fm. Skripsi Sarjana Komunikasi Islam pada UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Risdawati, S. (2015). Urgensi Konseling Keluarga Dalam Menciptkan Keluarga
Sakinah. [Online]. Tersedia: Ejournal.perpustakaanstainpsp.net. [5
November 2018]
Yustiana, Y. R. (2000). Pedoman dan Materi Konseling Keluarga
Penanggulangan NAFZA. Jawa Barat. [Online]. Tersedia: file.upi.edu. [27
November 2018]
Kompetensi Konselor Keluarga | 30
Download