BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1. Definisi Rumah Sakit Berdasarkan undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit ialah institusi pelayanan kesehatan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. 2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit 2.1.2.2. Tugas Rumah Sakit Menurut UU No. 44 Tahun 2009 pasal 4 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. 2.1.1.2. Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 Rumah Sakit mempunyai fungsi : a. Penyelenggaraan pemulihan pelayanan kesehatan sesuai pengobatan dengan dan standart pelayanan Rumah Sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.2 Rumah Sakit Dr. Suyoto Jakarta 2.2.1. Sejarah Rumah Sakit Dr. Suyoto Jakarta Sejarah pendirian Rumah Sakit Dr. Suyoto tidak bisa dipisahkan dari sejarah induk organisasinya yaitu Pusat Rehabilitasi (Pusrehab) Departemen Pertahanan (Dephan). Pada tahun 1960 Diawali dengan sebuah keinginan untuk memberikan penghargaan kepada penyandang cacat (penca) ABRI/Veteran, beberapa tokoh Veteran membuat sebuah gagasan membangun suatu fasilitas rehabilitasi bagi penca dalam bentuk Rumah Sakit Veteran. Pada tahun 1968 Gagasan itu dihimpun dan dituangkan dalam bentuk naskah tertulis sebagai Naskah Proyek Rehabilitation Center (RC) ABRI/Veteran berupa rencana membangun R.C. ABRI/Veteran secara lengkap (fullfledged) di Bintaro, Jakarta Selatan. Pada tahun yang sama dikeluarkan Surat Keputusan Menhankam/Pangab Nomor Kep/A/273/1968 tanggal 6 Juli 1968 tentang pelimpahan wewenang wadah penyelenggaraan rehabilitasi cacat bagi Penca Prajurit ABRI/Veteran tersebut dari Departemen Transmigrasi dan Veteran ke Departemen Pertahanan dan Keamanan (sekarang Dephan). Sejak itulah secara resmi mulai diselenggarakan Proyek R.C.ABRI/Veteran yang merupakan cikal bakal adanya Pusrehab seperti yang ada sekarang ini. Pada tahun 2005 Pusat Rehabilitasi tidak luput dari pasang surut organisasi yang beberapa kali mengalami perubahan status dan juga perubahan nama, sampai pada tahun 2005 organisasi yang sebelumnya disebut sebagai Pusat Rehabilitasi Cacat (Pusrehabcat) dan statusnya sebagai eselon pelaksana di bawah Menteri Pertahanan yang bertanggung jawab kepada Sekjen Dephan berdasarkan Permenhan Nomor : PER/01/M/VIII/2005 tanggal 25 Agustus 2005. Pada akhirnya berubah namanya menjadi Pusat Rehabilitasi (Pusrehab) yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) nomor Per/01A/M/VIII/2005 tanggal 13 Juni 2008 tentang Perubahan Permenhan nomor Per/01/M/VIII/2005 tanggal 25 Agustus 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertahanan. Pusat Rehabilitasi Dephan mempunyai tugas pokok merehabilitasi penyandang cacat (penca) personel pertahanan dan dalam penyelenggaraan rehabilitasi penca, salah satu diantaranya adalah tugas pokok di Bidang Rehabilitasi Medik yaitu memberikan pelayanan kesehatan umum dan kesehatan revalidasi bagi penca personel pertahanan. Tugas pokok ini memerlukan dukungan pelayanan kesehatan secara terpadu agar dapat memberikan pelayanan paripurna terhadap penca yang pada akhirnya diharapkan penca tetap mampu produktif walaupun sudah cacat. Sebagian pelayanan kesehatan paripurna dapat diwujudkan pada kegiatan perumahsakitan yang diwadahi dalam organisasi Rumah sakit dalam hal ini adalah Rumah Sakit dr. Suyoto. Dan terakhir pada tahun 2008 Seiring dengan perubahan nama Pusrehabcat menjadi Pusrehab, status dan kedudukan organisasi Rumah Sakit drSuyoto juga ditetapkan masuk dalam organisasi Dephan sebagai UPT Dephan yang bertanggung jawab kepada Kapusrehab Dephan, berdasarkan Peraturan Menteri Pertahanan No. 12 tahun 2008 tanggal 26 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata kerja Rumah Sakit dr. Suyoto. 2.2.2. Visi dan Misi Rumah Sakit Dr. Suyoto Jakarta 2.2.2.1. Visi Mewujudkan rumah sakit dengan keunggulan rehabilitasi medik menuju pelayanan kesehatan prima bagi personel Kementerian Pertahanan dan TNI serta masyarakat umum. 2.2.2.1. Misi a. Menyelenggarakan pelayanan perumahsakitan serta penelitian dan pengembangan di bidang rehabilitasi medik komprehensif. b. Menyelenggarakan rujukan teknis rehabilitasi medik. c. Menyelenggarakan siaga kesehatan dalam membantu korban bencana. d. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui program pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum sebagai Sub Sistem Kesehatan Nasional. 2.2.2. Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit Dr. Suyoto Jakarta Rumah Sakit Dr. Suyoto Jakarta memiliki instalasi gawat darurat (IGD) 24 jam dan siaga kesehatan. Rumah Sakit ini memiliki keunggulan dalam pelayanan kesehatannya yaitu dalam bidang pelayanan berupa rehabilitas. Rumah Sakit ini melayani rawat jalan dan rawat inap, dimana pelayanan tersebut berupa spesialis dan sub spesialis yang mencakup ilmu kedokteran. Di pelayanan spesialis ini dibagi menjadi 4 dasar yaitu spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, spesialis kebidanan kandungan, dan spesialis anak. Di spesialis bedah ini berupa spesialis bedah syaraf dan bedah spesialis bedah plastik. Sedangkan spesialis penyakit dalam berupa orthopedi, paru, dan urologi. Spesialis kebidanan kandungan berupa pelayanan yang memeriksakan usia kandungan janin dan melayani persalinan. Rumah Sakit melayani pelayanan operasi berupa operasi emergency, semi emergency, elektif, dan operasi mikroskopis. Pelayanan rawat inap rumah sakit ini berupa rawat inap biasa dan rawat inap itensif yaitu mulai dari kelas III (tiga), kelas II (dua), kelas I (satu), VIP, hingga SVIP. Rumah sakit ini dilengkapi dengan pelayanan spesialis penunjang berupa Radiologi, Anestesi, dan Rehabilitas medik. Rehabilitas ini juga digunakan untuk penyandang cacat para Tentara/Veteran. 2.3. Pengobatan Sendiri 2.3.1. Definisi pengobatan Sendiri Beberapa definisi pengobatan sendiri menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut: a. Menurut World Health organization (WHO), pengobatan sendiri (swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat modern dan obat tradisional oleh seseorang untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit. b. Pengobatan sendiri berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan yng dibeli bebas di apotek atau toko atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Tan dan Rahardja, 1993). pengobatan sendiri adalah salah satu elemen dari self-care. Selfcare adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh diri sendiri untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menghadapi penyakit. Pengobatan sendiri biasa dilakukan untuk mengatasi penyakit ringan (Depkes RI, 2006). Pengertian lain dari pengobatan sendiri yaitu pengobatan yang dilakukan secara sendiri tanpa bantuan dokter atau petugas kesehatan yang lain yang dilakukan oleh masyarkat terutama untuk penyakitpenyakit ringan yang bisa diobati dengan jenis obat-obat bebas, misalnya pengobatan sakit kepala, batuk, pilek, panu, dan lain sebagainya (Widodo, 2004). Pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat dalam menjaga kesehatan dan menjadi alternative yang banyak dipilih oleh masyarakat karena dapat menanggulangi keluhan secara cepat dan efektif. Pengobatan sendiri merupakan sumbangan yang sangat besar bagi pemerintah dalam hal pemeliharaan kesehatan, karena mengurangi beban pelayanan kesehatan serta meningkatkan keterjangkauan obat oleh masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan. Meurut Holt (1986), keuntungan pengobatan sendiri adalah aman apabila digunakan sesuai dengan petunjuk (efek samping dapat diperkirakan), efektif untuk menghilangkan keluhan karena 80% sakit bersifat self-limiting, yaitu sembuh sendiri tanpa intervensi tenaga kesehatan, biaya pembelian obat relatif lebih murah daripada biaya pelayanan kesehatan, hemat waktu karena tidak perlu mengunjungi fasilitas/profesi kesehatan, kepuasan karena ikut berperan aktif dalam pengambilan keputusan terapi, berperan serta dalam sistem pelayanan kesehatan menghindari rasa malu atau stress apabila harus menampakkan bagian tubuh tertentu di hadapan tenaga kesehatan, dan membantu pemerintahan untuk mengatasi keterbatasan jumlah tenaga kesehatan pada masyarakat (Supardi dan Notosiswoyo, 2005). Holt juga mengutarakan, adapun kekurangan pengobatan sendiri adalah obat dapat membahayakan kesehatan apabila tidak digunakan sesuai dengan aturan, pemborosan biaya dan waktu apabila salah menggunakan obat, kemungkinan kecil dapat timbul reaksi obat yang tidak diinginkan, misalnya sensitivitas, efek samping atau resistensi, penggunaan obat yang salah akibat informasi yang kurang lengkap dari iklan obat, tidak efektif akibat salah diagnosis dan pemilihan obat, dan sulit bertindak objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi dan Notosiswoyo, 2005). Berkaitan dengan pengobatan sendiri, telah dikeluarkan berbagai peraturan perundangan pengobatan sendiri hanya boleh menggunkan obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas (Kemenkes RI, 1983). Semua obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pakai, dan pernyataan lain yang diperlukan (Kemenkes RI, 1993). Semua kemasan obat bebas terbatas wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (Kemenkes RI, 1994). 2.3.2. Golongan obat dalam pengbatan sendiri Dalam Permenkes/No.919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2, menyebutkan bahwa obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun, dan orang tua d iatas 65 tahun b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaanya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang pravalensinya tinggi di Indonesia e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri. Obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas, yang kemasannya tertera tanda khusus berupa lingkaran hijau dengan lingkaran biru. Sedangkan obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter, mempunyai tanda khusus berupa lingkaran bulat merah, yaitu obat keras (Depkes RI, 1997). Obat-obatan yang digolongkan sebagai obat bebas dengan tanda bulatan hijau (golongan obat bebas) atau biru (obat bebas terbatas) dalam garis lingkaran hitam, bukan merupakan obat kelas rendahan bila dibandingkan dengan jenis obat keras. Suatu obat dimasukkan dalam golongan obat bebas bukan karena khasiatnya rendah, tetapi karena memenuhi syarat-syarat yang di tentukan Menteri Kesehatan untuk digolongkan menjadi obat bebas (Widodo, 2004). Dalam melaksanakan pengobatan sendiri, harus diwaspadai saat mengggunakan obat bebas terbatas, karena khusus untuk obat bebas terbatas selain terdapat tanda khusus lingkaran biru, diberi pula tanda peringatan untuk aturan pakai obat. Karena hanya dengan takaran dan kemasan tertentu obat ini aman digunakan untuk pengobatan sendiri (Depkes RI, 2008). 2.3.3. Pengobatan Sendiri Yang Sesuai dengan Aturan Penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dan kondisi penderita akan mendukung upaya penggunaan obat yang tepat. Definisi penggunaan obat rasional menurut hasil konferensi WHO dalam “Conference of Experts on the Rational Use of Drugs” di Nairobi 1985 adalah penggunaan obat yang sesuai dengan kebutuhan pasien secara individu, mendapatkan obat dalam jangka terapi yang cukup dan biaya pengobatan yang terjangkau bagi masyarakat (Depkes RI, 2006). Pengobatan sendiri harus dilakukan dengan penyakit yang dialami. Pelaksanaannya sedapat mungkin harus memenuhi kriteria pengobatan sendiri yang sesuai aturan. Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan mencakup 4 kriteria antara lain (Depkes RI, 2006). a. Tepat golongan obat, yaitu menggunakan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas b. Tepat kelas terapi obat, yaitu menggunakan obat yang termasuk dalam kelas terapi yang sesuai dengan keluhannnya c. Tepat dosis obat, yaitu menggunakan obat dengan dosis sekali dan sehari pakai sesuai dengan umur d. Tepat lama penggunaan obat, yaitu apabila berlanjut segera berkonsultasi dengan dokter (Depkes RI, 2006). 2.3.4. Pengobatan Sendiri yang Tidak Sesuai Aturan Pemakaian obat yang tidak tepat merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan yng menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Kesehatan penggunaan obat dalam pengobatan sendiri ternyata masih terjadi terutama karena ketidaktepatan obat dan dosis obat. Apabila kesalahan terjadi terusmenerus dalam dalam jangka waktu yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko pada kesehatan (Supardi dan Notosiswoyo, 2005). Faktor penyebab terjadinya medication error (cohen, 1991), : a. Komunikasi yang buruk baik secara terulis dalam bentuk kertas resep maupun secara lisan (antara pasien, dokter dan apoteker). b. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem penyimpanan obat. c. Sumber daya manusia (kurangnya pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan). d. Kurangnya edukasi kepada pasien. 2.3.5. Faktor-faktor Pengobatan Sendiri Tindakan pengobatan sendiri cenderung akan meningkat. Faktorfaktor yang mempengaruhi tindakan pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut: pengetahuan masyarakat tentang penyakit ringan dan berbagai gejala serta pengobatannya, motivasi masyarakat untuk mencegah atau mengobati penyakit ringan tersebut, ketersediaan dan kemudahan mendapatkan obat-obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter atau obat OTC (over the counter)secara luas dan terjangkau untuk mengatasi penyakit ringan (Supardi, 1997). Menurut Sukasediati (1996), faktor lain yng berperan pada tindakan pengobatan sendiri yang dilkukan oleh masyarakat antara lain. a. Persepsi sakit Persepsi seseorang mengenai berat ringannya penyakit yang dirasakan dapat menentukan alternatif pengobatan yang paling cocok untuk dirinya sendiri. Untuk penyakit ringan, pasien akan memilih beristirahat saja atau membeli obat ditempat terdekat sesuai dengan keperluan pengobatan penyakit. b. Ketersediaan informasi tentang obat Ketersediaan informasi obat dapat menentukan keputusan pemilihan obat. Sumber informasi yang sampai ke masyarakat sebagian besar berasal dari media elektronik dan sumber-sumber lain seperti petugas kesehatan. c. Ketersediaan obat di masyarakat Ketersediaan obat di masyarakat merupakan faktor penentu yang memungkinkan masyarakat mendapatkan dan menggunakan obat. Obat yang digunakan oleh masyarakat biasanya diperoleh di apotek, toko obat, warung dan minimarket. d. Sumber informasi cara pemakaian obat. Sumber informasi cara pemakaian obat dapat diperoleh dari kemasan atau brosur yang menyertai obat serta dapat menanyakannya langsung kepada petugas apotek atau penjaga toko. 2.4 Obat 2.4.1. Definisi Obat Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Undang-undang Kesehatan No.23 Tahun 1992). Obat jadi adalah obat yang sudah dalam bentuk siap pakai, di bedakan antara obat generik dan obat merk dagang. Dimana obat generik adalah obat jadi terdaftar yang menggunakan nama generik yaitu nama lazim yang sering dipakai. Penulisan obat generik menunjukan: a. Nama generik lebih informatif dari pada nama dagang. b. Memberi kemudahan pemilihan produk. c. Produk obat generik pada dasarnya lebih murah daripada produk nama dagang. d. Resep/order dengan nama generik mempermudah subtitusi produk yang sesuai. Obat nama dagang adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama pembuat atau yang dikuasakannya, dan dijual dalam bungkus asli pabrik yang memproduksinya. Sedangkan obat palsu adalah obat jadi yang diproduksi oleh pabrik obat yang tidak terdaftar, obat yang tidak terdaftar atau obat jadi yang kadarnya menyimpang 20% atau lebih dari persyaratan yang ditentukan. 2.4.2. Penggolongan Obat Menurut Permenkes RI No.949/Menkes/Per/VI/2000 obat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu: a. Obat bebas (obat OTC : Over The Counter) Merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik – antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas dan tanpa resep dokter di Apotek, toko obat dan warung. b. Obat bebas terbatas Merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi berwarna hitam. Obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter diapotek, toko obat dan warung. Obat-obat yang umumnya masuk dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat – obat antiseptik dan tetes mata untuk iritasi ringan. Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam. c. Obat keras Obat keras merupakan obat yang hanya didapatkan dengan resep dokter dan hanya bisa diperoleh di Apotek. Dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Disebut obat keras karena jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya. Contoh obat golongan ini adalah amoksilin, asam mefenamat, dan semua obat dalam bentuk injeksi. d. Obat narkotika Merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yng dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. (UU RI No.22 Tahun 1997, tentang Narkotika). Kemasannya ditandai dengan lingkaran merah yang didalamnya terdapat palang (+) berwarna merah. Obat narkotika penggunaanya diawasi dengan ketat sehingga obat golongan ini hanya dapat diperoleh diapotek dengan resep dokter asli (tidak dapat menggunakan copy resep). Contoh obat narkotika adalah codipront (obat batuk) dan fentail (obat bius). e. Obat psikotropika Merupakan obat zat atau obat baik ilmiah atau sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyababkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Untuk penandaan obat psikotropik ditandai dengan logo yang sama dengan golongan obat keras. Obat Bebas Obat bebas Terbatas Obat Keras dan psikotropika Obat Narkotika Gambar 2.1 Tanda khusus penggolongan obat (Depkes RI, 2006). Sebelum menggunakan obat, termasuk obat bebas dan bebas terbatas harus diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tersebut dapat diperbolehkan dari etiket atau brosur pada kemasan obat bebas dan bebas terbatas (Depkes RI, 2006). 2.4.3. Informasi Kemasan, Etiket dan Brosur Pada Obat Sebelum menggunakan obat, bacalah sifat dan cara pemakaiannya pada etiket, brosur atau kemasan obat agar penggunaannya tepat dan aman. Pada setiap brosur atau kemasan obat selalu dicantumkan (Depkes RI, 2006): a. Nama Obat b. Komposisi c. Indikasi d. Informasi cara kerja obat e. Aturan pakai f. Peringatan (khusus untuk bebas terbatas) g. Perhatian h. Nama produsen i. Nomor batch/lot j. Nomor registrasi k. Nomor registrasi dicantumkan sebagai tanda ijin edar absah yang diberikan oleh pemerintah pada setiap kemasan obat. l. Tanggal kadaluarsa 2.4.4. Tanda Peringatan Pada Obat Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua), dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut (Depkes RI, 2006) : Gambar 2.2 Tanda peringatan pada Obat Bebas Terbatas 2.4.5. Cara Pemilihan Obat Untuk menetapkan jenis obat yang dibutukan, perlu di perhatikan (Depkes RI, 2006) : a. Gejala atau keluhan penyakit b. Kondisi khusus misalnya hamil, menyusui bayi, lanjut usia, diabetes mellitus dan lain-lain. c. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat tertentu. d. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat. e. Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat dengan obat yang sedang diminum. f. Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yanf lengkap, tanyakan kepada Apoteker. 2.4.6. Cara Penggunaan Obat 2.4.6.1. Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus. 2.4.6.2. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur. 2.4.6.3. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan, dan tanyakan kepada Apoteker dan Dokter. 2.4.6.4. Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama. 2.4.6.5. Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat lebih lengkap, tanyakan kepada Apoteker. 2.4.7. Cara pemakaian Obat Yang Tepat Obat digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan, pada saat yang tepat dan dalam jangka waktu terapi sesuai dengan anjuran. a. Minum obat sesuai waktunya. b. Gunakan obat sesuai dengan cara penggunaannya. c. Bila anda hamil atau menyusui tanyakan obat yang sesuai. d. Minum obat sampai habis. Pemakaian obat oral a. Jika mendapat kesulitan dalam meminum obat dalam sediaan yang diberikan, hubungi tenaga kesehatan untuk minta sediaan yang sesuai. b. Ikuti petunjuk tenga kesehatan, seperti apakah obat diminum, sebelum atau sesudah makan. c. Jika minum obat dalam bentuk cair, gunakan sendok takar bukan sendok makan. Pemakaian obat tetes mata dan salep mata a. Obat ini termasuk obat steril, maka untuk mencegah kontaminasi, ujung wadah obat jangan terkena permukaan lain dan tutup rapat sesudah digunakan. b. Cara penggunaan obat ini dimulai dengan mencuci tangan, menengadahkan kepala, menarik kelopak bagian bawah, lalu teteskan/oleskan, tutup mata dan biarkan selama 1-2 menit. c. Setelah digunakan, bilas. Kemudian cuci tangan kembali. d. Obat yang telah terbuka dan dipakai tidak boleh disimpan >30 hari untuk digunakan lagi, karena mungkin sudah terkontaminasi kuman. e. Jangan gunakan satu obat mata untuk lebih dari 1 orang. Pemakaian obat tetes telinga a. Ujung wadah sediaan tidak boleh terkena benda lain, agar tidak terkontaminasi. Cara penggunaan obat ini dimulai dengan memiringkan kepala atau berbaring miring, lalu telunjuk diletakkan didepan tragus, dan mendorong ke depan, sedangkan ibu jari dan jari tengah menjepit daun telinga dan menariknya ke atas (dewasa) atau ke bawah (anak-anak). Kemudian teteskan obat, dan biarkan beberapa menit. b. Setelah digunakan, ujung wadah cukup dikeringkan dengan tisu, jangan dibilas. Pemakaian obat suppositoria a. Cara penggunaan dimulai dengan mencuci tangan, lalu buka bungkusnya dan lunakkan suppositoria dengan air. b. Setelah berbaring, masukkan suppositoria ke dalam anus dengan jari. c. Jika suppositoria terlalu lunak sebelum digunakan, masukkan ke lemari es atau rendam dahulu dalam air dingin. d. Cucilah tangan setelah memasukkannya. Pemakaian obat vagina a. Cuci tangan sebelum menggunakan obat dan gunakan aplikator sesuai dengan petunjuk penggunaan dari industri penghasil sediaan. b. Jika penderita hamil, maka sebelum menggunakan obat sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan professional perawatan kesehatan. c. Penderita berbaring dengan kedua kaki direnggangkan dan dengan menggunakan aplikator obat dimasukkan ke dalam vagina sejauh mungkin tanpa dipaksakan dan biarkan selama beberapa waktu. d. Setelah penggunaan, aplikator dan tangan penderita dicuci bersih dengan sabun dan air hangat. 2.4.8. Cara Penyimpanan Obat 2.4.8.1. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat. 2.4.8.2. Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung atau seperti yang tertera pada kemasan. 2.4.8.3. Simpan obat ditempat yang tidak panas atau tidak lembab karena dapat menimbulkan kerusakan. 2.4.8.4. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat. 2.4.8.5. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak. 2.4.8.6. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. 2.2.9. Efek Samping Obat Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak diharapkan yang terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi (Depkes RI, 2006). Yang perlu diketahui tentang efek samping adalah : a. Baca dengan seksama kemasan atau brosur obat, efek samping yang mungkin timbul. b. Untuk mendapatkan informasi tentang efek samping yang lebih lengkap dan apa yang harus dilakukan bila mengalaminya, tanyakan pada Apoteker. c. Efek samping yang mungkin timbul antara lain reaksi alergi gatal-gatal, ruam, mengantuk, mual dan lain-lain. d. Penggunaan obat pada kondisi tertentu seperti pada ibu hamil, menyusui, lanjut usia, gagal ginjal dan lain-lain dapat menimbulkan efek samping yang fatal, penggunaan obat harus di bawah pengawasan Dokter-Apoteker. 2.4.10. Tanggal Kadalursa Obat Tanggal kadaluarsa biasanya dinyatakan dalam bulan dan tahun. Obat rusak merupakan obat yang mengalami perubahan mutu, seperti (Depkes RI, 2006): a. Tablet i. Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa. ii. Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak, dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk, dan lembab. iii. Kaleng atau botol rusak. b. Tablet salut i. Pecah-pecah, terjadi perubahan warna. ii. Basah dan lengket satu dengan lainnya. iii. Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik. c. Kapsul i. Perubahan warna isi kapsul. ii. Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu sama lain. d. Cairan i. Menjadi keruh atau timbul endapan. ii. Konsistensi berubah. iii. Warna atau rasa berubah. iv. Botol plastic rusak atau bocor. e. Salep i. Warna berubah. ii. Pot atau tube rusak atau bocor. iii. Bau berubah. 2.4.11. Dosis Obat Dosis merupakan aturan pemakaian yang menunjukkan jumlah gram atau volume dan frekuensi pemberian obat untuk dicatat sesuai dengan umur dan berat badan pasien (Depkes RI, 2006). a. Gunakan obat tepat waktu sesuai aturan pemakaian. i. Tiga kali sehari berarti obat diminum setiap 8 jam sekali. ii. Obat diminum sebelum atau sesudah makan. iii. Jika menggunakan obat-obatan bebas, ikuti petunjuk pada kemasan atau brosur/lefleat. b. Bila terlupa minum obat : i. Minumlah dosis yang terlupa segera setelah ingat, tetapi jika hampir mendekati dosis berikutnya, maka abaikan dosis yang terlupa dan kembali ke jadwal selanjutnya sesuai aturan. ii. Jangan menggunakan dua dosis sekaligus atau dalam waktu yang berdekatan. 2.4.12. Hal-hal yang harus Diperhatikan Pada Obat 2.4.12.1. Kemasan/Wadah Harus tersegel dengan baik, tidak rusak, tidak berlubang, tanggal kadaluarsa jelas terbaca. 2.4.12.2. Penandaan pada wadah i. Baca zat berkhasiat dan manfaatnya. ii. Baca aturan pakainya, misalnya sebelum atau sesudah makan iii. Untuk pencegahan overdosis, jangan minum obat 2 kali dosis bila sebelumnya lupa minum obat iv. Baca kontraindikasinya. 2.4.12.3. Bila ragu tanyakan pada Apoteker. 2.4.12.3. Bila ragu tanyakan pada Apoteker. 2.5. DAGUSIBU 2.5.1. Definisi DAGUSIBU DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan, Buang) merupakan slogan serta istilah komunikatif yang diperkenalkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melalui suatu Gerakan Keluarga Sadar Obat (GKSO) dengan tujuan memberikan informasi kepada masyrakat tentang cara mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan cara yang benar serta meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap obat. Hal ini terkait dengan fakta bahwa: a. Obat merupakan sarana atau komoditi kesehatan yang dapat memberikan manfaat apabila cara mendapatkan, cara menggunakan, cara menyimpan, dan cara membuangnya dilakukan dengan benar. b. Masyarakat banyak yang belum memahami masalah terkait obat tersebut. c. Semua komponen bangsa, baik organisasi masyarakat, organisasi social, organisasi profesi, dan juga masyarakat sendiri bersinergi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap obat. (Anonim, 2014). Dalam dunia kesehatan bidang farmasi, DAGUSIBU merupakan hal yang paling mendasar karena informasi DAGUSIBU merupakan inti dari permasalahan yang berkaitan dengan obat. 2.5.2. Dapatkan Belilah obat di tempat yang paling terjamin, yaitu di Apotek. Penyimpanan obat di Apotek lebih terjamin sehingga obat sampai ke tangan pasien dalam kondisi baik (keadaan fisik dan kandungan kimiannya belum berubah). Paastikan Apotek yang dikunjungi memiliki ijin dan memiliki Apoteker yang siap membantu pasien setiap saat. Cara mendapatkan obat dengan benar adalah : a. Perhatikan penggolongan obat Penggolongan obat yang harus di perhatikan yaitu : i. Obat bebas : Tanpa resep Dokter, Apotek, dan Toko Obat Berijin. ii. Obat bebas terbatas : Tanpa resep Dokter, Apotek, dan Toko Obat Berijin. iii. Obat keras : Dengan resep Dokter, harus di Apotek. iv. Psikotrropika : Harus dengan resep Dokter. v. : Harus dengan resep Dokter. Narkotika b. Perhatikan peringatan yang ada di brosur dan kemasan. c. Perhatikan tanggal kadaluarsa obat. 2.5.3. Gunakan Gunakan obat dengan benar. Penggunaan obat harus sesuai dengan aturan yang tertera pada wadah atau etiket. Obat jenis antibiotik harus dikonsumsi sampai habis. Pastikan Apoteker memberitahukan cara pemakaian obat yang diberikan dengan jelas, khususnya untuk obat dengan sediaan yang tidak terlalu dikenal oleh masyarakat umum. Penggunaan obat yng benar, dibagi menjadi 3 yaitu : a. Sebelum penggunaan obat i. Pastikan obat yang akan digunakan sudah betul. ii. Pastikan obat masih baik. iii. Baca peringatan dalam kemasan. iv. Pastikan apakah obat bias langsung digunakan atau ada hal tertentu yang harus dilakukan dulu misalnya menggerus, menambahkan air, dan lain-lain. v. b. Gunakan obat dengan benar. Selama penggunaan obat i. Perlu bantuan orang lain. Misalnya pada obat tetes mata, suppositoria, salep mata, tetes hidung, semprot hidung, obat tetes telinga. ii. Penggunaan sudah tepat (tertelan, nempel pada luka, obat tetes sudah masuk/mengena pada bagian tubuh yang sesuai. c. Setelah penggunaan obat i. Apakah timbul gejala khusus seperti : kantuk, gatal, perih, lambung, pusing, dan sebagainya. ii. Kembalikan obat pada tempat/wadah yang sesuai. 2.5.4. Simpan Supaya obat yang kita pakai tidak rusak maka kita perlu menyimpan obat dengan benar, sesuai dengan petunjuk pemakaian yang ada di dalam kemasan. Kebanyakan obat tidak boleh terpapar oleh sinar matahari secara langsung untuk itu obat perlu disimpan di tempat yang tertutup dan kering. Selain itu jauhkan obat dari anakanak dengan menyimpannya di tempat yang sulit dijangkau oleh anakanak. Cara menyimpan obat dengan benar : a. Baca aturan penyimpanan obat pada kemasan. b. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. c. Jauhkan dari sinar matahari langsung/lembab/suhu tinggi dan sebagainya. d. Simpan dalam kemasan asli dan dengan atiket yang masih lengkap. e. Periksa tanggal kadaluarsa dan kondisi obat. f. Kunci almari penyimpanan obat. 2.5.5. Buang Bila obat telah kadaluarsa atau rusak maka obat tidak boleh diminum, untuk itu obat perlu dibuang. Obat jangan dibuang secara sembarangan, agar tidak disalahgunakan. Obat dapat dibuang dengan terlebih dahulu dibuka kemasannya, direndam dalam air, lalu dipendam didalam tanah. Cara membuang obat dengan benar : a. Hilangkan semua label dari wadah obat. b. Untuk kapsul, tablet atau bentuk padat lain, obat harus dihancurkan dahulu kemudian campurkan obat tersebut dengan tanah atau bahan kotor lainnya, msukkan ke plastik dan buang ke tempat sampah. c. Untuk obat yang berbentuk cairan, buang pada kloset kecuali antibiotika yang harus dibuang bersama wadahnya dengan menghilangkan label.