Uploaded by rhevy

Asuhan Keperawatan Keluarga

advertisement
Sumber:
https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwj376HouObJAhUkK6YK
HTCqDT8QjB0IBg&url=http%3A%2F%2Fid.aliexpress.com%2Fprice%2Fmother-childpainting_price.html&psig=AFQjCNEsW3pjVX8Rc-D-aHJB8ZBO7_UvQw&ust=1450563546842581, 19 Desember 2015
BUKU
ASUHAN KEPERAWATAN
KELUARGA
(merujuk, Friedman, NANDA-NOC-NIC, Bailon & Maglaya dan IPKKI-PPNI)
Hanny Rasni, SKp.,M.Kep.
BAB 1.
Penuntun Bentuk Asuhan Keperawatan Keluarga Saat Ini
Keterikatan manusia dengan yang lainnya dalam keluarga juga terkait dengan kesehatan
manusia di dalam keluarga sehingga teridentifikasi pula adanya kesehatan keluarga. Manusia
dikatakan sehat ketika mampu secara mandiri tanpa bantuan memenuhi kebutuhan bio-psikososio-spiritual, begitu pula kesehatan masing-masing individu di dalam keluarga dengan
interaksinya menunjukkan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan keluarga sebagai
kumpulan anggota keluarga dan interaksi di dalamnya. Aplikasi teori Orem mengenai
kemandirian dalam perawatan diri individu untuk dinyatakan sehat dapat diterapkan dalam
kesehatan keluarga. Kesehatan keluarga adalah keluarga secara mandiri mampu memenuhi
kebutuhan segenap anggotanya untuk perawatan diri dan keluarga memenuhi fungsi-fungsi
keluarga dan menyelesaikan tugas-tugas yang terkait dengan tingkat perkembangan keluarga
(Tadych, 1985 dalam Friedman, 1992).
Keluarga merupakan satu bagian klien dalam asuhan keperawatan. Secara umum, manusia
memulai hidup dan bertumbuh menjadi manusia dewasa dimulai pada keluarga. Secara unik,
setiap keluarga memiliki pola dan perilaku yang berbeda dengan keluarga lainnya. Salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi adanya pola dan perilaku yang berbeda pada keluarga dan
anggota keluarga adalah pengaruh dari sosial kemasyarakatan tempat keluarga berada.
Perawat dapat melakukan asuhan pada keluarga yang di dalamnya ada individu-individu
sebagai anggota keluarga dengan memiliki kemampuan pemahaman dan keterampilan dari
perawat mengenai keholistikan keluarga termasuk budaya dan kultur yang ada pada keluarga,
nilai-norma yang berlaku pada keluarga, juga perkembangan keluarga. Asuhan keperawatan
keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktek keperawatan
kepada keluarga untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan. Menurut North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA 2014 dalam IPKKI PPNI, 2015) diagnosis keperawatan adalah
interpretasi ilmiah atas data hasil pengkajian dan interpretasi ini digunakan perawat untuk
membuat rencana, melakukan implementasi serta evaluasi.
Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(IPKKI PPNI) pada tahun 2015 mengeluarkan Modul Panduan Dokumentasi Asuhan
Keperawatan Komunitas (Individu, Keluarga, Kelompok/Komunitas) dengan Pendekatan
NANDA, ICNP, NOC,NIC yang mencoba untuk menguraikan keutuhan bentuk asuhan
keperawatan komunitas, salah satunya asuhan keperawatan keluarga, diuraikan dengan
rumusan diagnosa keperawatan menggunakan rujukan dari NANDA, kemudian tujuan
asuhan merujuk dari Bailon & Maglaya yang isinya merujuk NOC serta intervensi
keperawatan keluarga merujuk dari NIC.
Rumusan diagnosis asuhan keperawatan keluarga yang dituliskan dalam modul tersebut
dinyatakan merujuk pada kemampuan keluarga memenuhi kebutuhan anggota-anggota
keluarga, dengan bentuk asuhan keperawatan keluarga level 1 yaitu asuhan keperawatan
yang berorientasi pada kebutuhan individu dalam keluarga. Sehingga dengan demikian
menjelaskan bahwa asuhan keperawatan keluarga dengan orientasi keluarga sebagai
kumpulan dan sebagai satu unit belum dibahas pada modul tersebut dan dengan demikian
diupayakan pada buku ini untuk asuhan keperawatan keluarga tersebut dapat dijelaskan.
BAB 2. PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
Pengkajian asuhan keperawatan keluarga yang digunakan bersumber dari pengkajian asuhan
keperawatan keluarga Friedman dengan adaptasi dari indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) keluarga yang dinyatakan dalam 6 kelompok data: data-data identifikasi, tahap
perkembangan dan riwayat keluarga, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga,
koping dan stres keluarga (Friedman, 1992). Adapun indikator PHBS rumah tangga adalah:
persalinan ditolong tenaga kesehatan, memberi ASI ekslusif, menimbang bayi dan balita setiap
bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun,
menggunakan WC/jamban sehat, memberantas jentik di rumah sekali seminggu, makan buah dan
sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan tidak merokok di dalam rumah,
sehingga bentuk format pengkajian asuhan keperawatan check list nya menjadi demikian:
2.1. FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA
(sumber: IPKKI Jawa Timur Bekerjasama dengan PPNI Jawa Timur, 2014)
Fasilitas Yankes
No. Register
Nama Perawat yang
Tanggal Pengkajian
mengkaji
1. DATA KELUARGA
Nama Kepala Keluarga
Bahasa sehari-hari
Alamat Rumah & Telp
Jarak yankes terdekat
Agama & Suku
Alat Transportasi
DATA ANGGOTA KELUARGA
No
Nama Hub dgn Umur JK Suku PendidikanPekerjaan Status Gizi TTV Status Alat Bantu/
KK
Terakhir Saat Ini (TB, BB, (TD, N,Imunisasi Protesa
BMI)
S, P) Dasar
LANJUTAN
No
Nama
Status Kesehatan
Saat ini
Riwayat Penyakit/
Alergi
Analisis Masalah Kesehatan
INDIVIDU
(untuk menentukan fokus asuhan)
(analisis masalah umum isinya sesuai output laporan perkesmas)
B. Tahap dan Riwayat Perkembangan Keluarga
Tahap Perkembangan Klg Saat Ini
________________________________________
Tugas Perkembangan Keluarga:
Dapat dijalankan
Tdk Dpt Dijalankan
Bila Tdk dijalankan, sebutkan :
.............................................................................................................
C. Struktur Keluarga
Pola Komunikasi : Baik
Disfungsional
Peran Dlm Keluarga : Tdk Ada Masalah
Ada Masalah
Nilai/Norma KLg : Tdk ada konflik nilai
Ada Konflik
Pengambilan keputusan dalam keluarga
D. Fungsi Keluarga
Fungsi Afektif : Berfungsi
Tdk Berfungsi
Fungsi Sosial : Berfungsi
Tdk Berfungsi
Fungsi Ekonomi : Baik
Kurang Baik
Fungsi perawatan keluarga masuk dalam pengkajian tugas keluarga
E. Pola Koping Keluarga :
Efektif
Tidak Efektif
Stressor yg dihadapi keluarga :___________________________________________
2.
DATA PENUNJANG KELUARGA
Rumah dan Sanitasi Lingkungan
 Kondisi Rumah :
Kondisi rumah :
a) Type rumah (permanen, semi permanen, tidak
permanen)
b) Lantai (tanah, plester)
c) Kepemilikan rumah (sendiri, sewa)
 Ventilasi :
Baik (10-15% dari luas lantai): ya/tidak
Jendela setiap hari dibuka: ya/tidak
 Pencahayaan Rumah :
Baik/ Tidak*
cahaya matahari bisa menerangi ruangan dalam
rumah :ya/tidak
 Saluran Buang Limbah :
Tertutup/terbuka
 Air Bersih :
Sumber air bersih: sumur/PAM/sungai/lainlain, sebutkan.....
Kualitas air: tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa
 Jamban Memenuhi Syarat :
Kepemilikan jamban : ya/tidak
Jenis jamban : leher angsa/cemplung
Jarak septic tank dengan sumber air
 Tempat Sampah:
Kepemilikan tempat sampah ;Ya/Tidak*
PHBS Di Rumah Tangga (mengkaji fungsi
perawatan kesehatan keluarga)
 Jika ada Bunifas, Persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan : Ya/ Tidak*
............................................................................
 Jika ada bayi, Memberi ASI ekslusif : Ya/ Tidak*
..............................................................................
 jika ada balita, Menimbang balita tiap bln :
Ya/ Tidak*
..............................................................................
 Menggunakan air bersih untuk makan & minum:
Ya/ Tidak*
...........................................................................................
 Menggunakan air bersih untuk kebersihan diri:
Ya/ Tidak*
...........................................................................................
 Mencuci tangan dengan air bersih & sabun :
Ya/ Tidak*
...........................................................................................
 Melakukan pembuangan sampah pada tempatnya :
Ya/ Tidak*
...........................................................................................
 Menjaga lingkungan rumah tampak bersih
ya/tidak
...........................................................................................
(observasi dan validasi)
 Mengkonsumsi lauk dan pauk tiap hari :
Ya/ Tidak*
...........................................................................................
 Menggunakan jamban sehat :
Ya/ Tidak*
...........................................................................................
 Memberantas jentik di rumah sekali seminggu :
Ya/ Tidak* (menguras, mengubur, menutup)
...........................................................................................
Jenis :
 Makan buah dan sayur setiap hari : Ya/ Tidak*
tertutup/terbuka……………………................... ........................................................
 Melakukan aktivitas fisik setiap hari : Ya/ Tidak*
.........................................................
 Rasio Luas Bangunan Rumah dengan Jumlah
Anggota Keluarga 8m2/orang :
Ya/Tidak*………………................................
............................
3.
.....................................................
 Tidak merokok di dalam rumah : Ya/ Tidak*
............................................................
Penggunaan alkohol dan zat adiktif : ya/tidak
...................................................................................
KEMAMPUAN KELUARGA MELAKUKAN TUGAS PEMELIHARAAN KESEHATAN
ANGGOTA KELUARGA (mengkaji fungsi perawatan kesehatan keluarga)
1) Adakah perhatian keluarga kepada anggotanya yang menderita sakit:  Ada  Tidak karena
................................................
2) Apakah keluarga mengetahui masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya :  Ya 
Tidak
3) Apakah keluarga mengetahui penyebab masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya:
 Ya  Tidak
4) Apakah keluarga mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan yang dialami anggota dalam
keluarganya :  Ya  Tidak
5) Apakah keluarga mengetahui akibat masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya bila
tidak diobati/dirawat :  Ya  Tidak
6) Pada siapa keluarga biasa menggali informasi tentang masalah kesehatan yang dialami anggota
keluarganya:  Keluarga  Tetangga
 Kader  Tenaga kesehatan, yaitu.................(bisa lebih dari 1)
7) Keyakinan keluarga tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya:  Tidak perlu
ditangani karena akan sembuh sendiri biasanya
 Perlu berobat ke fasilitas yankes  Tidak terpikir
8) Apakah keluarga melakukan upaya peningkatan kesehatan yang dialami anggota keluarganya secara
aktif : (bagaimana bentuk tindakan upaya peningkatan kesehatan), diturunkan setelah nomor 10
 Ya  Tidak,jelaskan ...................................................................................
9) Apakah keluarga mengetahui kebutuhan pengobatan masalah kesehatan yang dialami yang dialami
anggota keluarganya :
 Ya  Tidak , Jelaskan............................................................................
10) Apakah keluarga dapat melakukan cara merawat anggota keluarga dengan masalah kesehatan yang
dialaminya: (bagaimana cara keluarga merawat anggota keluarga yang sakit ---- 21 KDM)
 Ya  Tidak, jelaskan
....................................................................................................................................................................
.....................
11) Apakah keluarga dapat melakukan pencegahan masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya:
 Ya  Tidak, jelaskan..........................................................................
12) Apakah keluarga mampu memelihara atau memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan
anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan : (indikator?, perlu ditambahkan lampiran
penjelas)
 Ya  Tidak, jelaskan
....................................................................................................................................................................
.....................
13) Apakah keluarga mampu menggali dan memanfaatkan sumber di masyarakat untuk mengatasi
masalah kesehatan anggota keluarganya :
 Ya  Tidak,
jelaskan.......................................................................................................................................................
.....................
KRITERIA KEMANDIRIAN KELUARGA :
Kesimpulan:
1. Menerima petugas
puskesmas
......
2. Menerima yankes
sesuai rencana
.......
3. Menyatakan masalah
kesehatan secara benar
.......
Tuliskan hasil:
□ Kemandirian I : Jika
memenuhi kriteria 1&2
□ Kemandirian II : jika
memenuhi kriteria 1 s.d 5
□ Kemandirian III : jika
memenuhi kriteria 1 s.d 6
□ Kemandirian IV : Jika
memenuhi kriteria 1 s.d 7
4. Memanfaatkan faskes
sesuai anjuran
........
5. Melaksanakan
perawatan sederhana
sesuai anjuran
6. Melaksanakan
tindakan pencegahan
secara aktif
........
7. Melaksanakan
tindakan promotif
secara aktif
........
2.2. Penjelasan Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Kesehatan Keluarga
Konsep keperawatan kesehatan keluarga yang ada di Indonesia pada saat ini menggabungkan
beberapa teori, yang umum digunakan adalah teori Bailon dan Maglaya (penjajakan tahap II)
digabung dengan teori Friedman (penjajakan tahap I). Bailon dan Maglaya (1978)
menuliskan penggolongan kesehatan keluarga ke dalam tiga jenis:
1. Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga.
2. Keadaan di rumah maupun di lingkungan yang dapat membawa peningkatan kesehatan.
3. Sifat-sifat keluarga, dinamika atau tingkat kesanggupan keluarga yang dapat membawa
perkembangan keluarga.
Friedman (1998)
sebagai penjajakan tahap I dalam pengkajian menyatakan untuk
menetapkan status kesehatan keluarga dapat dilakukan dengan mengidentifikasi enam
kelompok data, yaitu karakteristik umum keluarga, tahap perkembangan dan riwayat
perkembangan keluarga, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga, koping
keluarga.
1. Identifikasi data-data keluarga
Nama Kepala Keluarga
Bahasa sehari-hari
Alamat Rumah & Telp
Jarak yankes terdekat
Agama & Suku
Alat Transportasi
DATA ANGGOTA KELUARGA
No
Nama Hub dgn Umur JK Suku PendidikanPekerjaan Status Gizi TTV Status Alat Bantu/
KK
Terakhir Saat Ini (TB, BB, (TD, N,Imunisasi Protesa
BMI)
S, P) Dasar
LANJUTAN
No
Nama
Status Kesehatan
Saat ini
Riwayat Penyakit/
Alergi
Analisis Masalah Kesehatan
INDIVIDU
(untuk menentukan fokus asuhan)
Keluarga memiliki nama sesuai dengan kepala keluarga, keluarga umumnya diawali
dengan pernikahan suami-isteri yang menjalin hubungan dan memiliki latar belakang
keluarga masing-masing. Indonesia dengan pulau-pulaunya memiliki berbagai budaya
dan etnis, ciri etnis (kesukuan) melekat pada identitas seseorang yang dilatari oleh
keluarganya, contoh Bapak yang berasal dari suku Sunda dan Ibu yang berasal dari suku
Jawa dengan anak-anak yang lahir dan besar di Jember, maka menyatakan sebagai
keluarga campuran suku Sunda-Jawa dengan perbauran interaksi sosial masyarakat
Jember.
a. Nama kepala keluarga
Keluarga memiliki seseorang yang menjadi pemimpin tertinggi yang umumnya pada
keluarga inti patriarki diemban oleh ayah, nama kepala keluarga menunjukkan
dugaan identitas keluarga (misal: Bapak Togar dari suku Batak, Bapak Mulyono dari
suku Jawa, Bapak Muhammad beragama Islam, Bapak Kristian beragama Kristen).
Kerahasiaan dokumentasi data pada asuhan keperawatan yang dilaksanakan
sepanjang asuhan, juga dilaksanakan pada asuhan keperawatan kesehatan keluarga
dengan salah satunya dalam penulisan nama klien (nama lengkap keluarga tidak
dituliskan dan tidak disebarluaskan pada publik) hanya menera inisial nama kepala
keluarga.
b. Alamat
Lokasi keberadaan keluarga dapat menunjukkan wilayah geografi dan juga dugaan
untuk keadaan lingkungan keluarga (misal: perumahan… menunjukkan tinggal di
daerah pemukiman yang kemungkinan sebagian besar adalah penduduk pendatang
dengan bentuk dan tipe rumah tertentu, dusun…menunjukkan tinggal di wilayah
dengan sebagian besar adalah penduduk tetap/asli dengan bentuk dan tipe rumah yang
sesuai dengan pola yang ada pada masyarakat, gang…menunjukkan tinggal di
pemukiman padat penduduk). Alamat rumah dapat pula disertakan dengan nomor
telepon yang dapat dihubungi ke keluarga bersangkutan, upayakan mendapatkan
nomor telepon rumah bukan mobile telephone. Keluarga yang diutamakan adalah
keluarga dengan masalah kesehatan atau keluarga rawan terjadi masalah kesehatan
dengan mendapatkan data awal dari Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat)
wilayah yang bersangkutan. Kunjungan keluarga merupakan tindak lanjut dari data
awal tersebut sebagai bentuk binaan atau intervensi kesehatan serta pelaksanaan
program Puskesmas (misal: keluarga dengan anggota keluarga yang menderita TBC,
anak dengan gizi kurang, ibu hamil, anggota keluarga mengalami gangguan
kesehatan jiwa, anggota keluarga berusia lansia, injuri pada anak yang dimungkinkan
sebagai bukti adanya kekerasan dalam rumah tangga, anak mengalami retardasi
mental, remaja pengguna zat adiktif)
c. Komposisi Keluarga
Friedman (1998) menuliskan mengenai komposisi keluarga sebagai identifikasi setiap
anggota keluarga yang ada dan tinggal di dalam rumah
1) data demografi: nama anggota keluarga (insial/huruf depan nama panggilan),
jenis kelamin (laki-laki/perempuan berdasarkan anatomi tubuh), hubungan (ayah,
ibu, anak, suami, isteri, kakek, atau nenek), tempat dan tanggal lahir, pekerjaan
dan pendidikan yang kesemuanya dibuat dalam satu tabel dengan mencatat
identitas seluruh anggota keluarga. Anggota keluarga yang dewasa dicatat
pertama dan diikuti oleh anak-anak dengan mulai dari yang paling tua, termasuk
anggota keluarga tidak langsung yang juga tinggal dalam satu rumah sedangkan
anggota keluarga yang tidak tinggal dalam satu rumah dapat dituliskan pada
bagian akhir.
d. Tipe bentuk keluarga
Definisi-definisi keluarga diperluas dengan tipe-tipe keluarga yang digunakan secara
umum, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family).
Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (kandung/ adopsi,
atau kandung dan adopsi). Keluarga besar adalah keluarga inti dan orang-orang yang
berhubungan (oleh darah), lazimnya kakek-nenek, tante/bibi-paman, sepupu
(Friedman, 1998;Suprajitno, 2003).
Tradisional
Non Tradisional
1. Keluarga Inti: suami-isteri dan anak
1. keluarga dengan salah satu orangtua
yang hidup dalam rumah tangga yang
(ibu/ayah) dan anak yang tinggal
sama
dalam satu rumahtangga tanpa ada
a. keluarga dengan perkawinan
pernikahan
pertama
2. pasangan yang memiliki anak tanpa
b.keluarga dengan orangtua
menikah
tiri/campur
3. pasangan hidup satu rumah tangga
2. Pasangan inti: suami-isteri
tanpa menikah
a. salah satu bekerja
4. keluarga gay/lesbian
b. kedua orang bekerja
5. keluarga komuni (poligami) yang
3. keluarga dengan orangtua tunggal
berada salam satu rumah tangga
4. keluarga besar: tiga generasi
(Sussman 1974, Macklin 1988 dalam Friedman 1998)
e. Etnis
Indonesia dikenal dengan keragaman budaya kesukuan masyarakatnya, seperti suku
Jawa, Sunda, Batak, Betawi, Makasar, Menado, Ambon, Padang, Dayak, dst. Stigma
dan apriori tidak diperbolehkan ikut ketika melakukan asuhan keperawatan,
pandangan positif perawat mengenai kesukuan harus ditanamkan dan penghargaan
pada nilai-norma kesukuan yang ada dan diyakini keluarga harus dilakukan oleh
perawat. Perawat juga diharapkan memiliki pengetahuan yang luas mengenai
keragaman suku sehingga tidak menjadi penghambat dalam melakukan asuhan,
utamakan mengenal mengenai kesukuan keluarga yang akan diasuh dan mampu
berkomunikasi menggunakan bahasa-bahasa yang digunakan dalam keseharian, yang
utamanya menggunakan bahasa kesukuan (daerah). Leininger (1970 dalam Friedman,
1998) menuliskan bahwa perawat perlu menggunakan pendekatan transkultural, klien
mempunyai hak untuk dipahami latar belakang sosial budayanya dengan cara yang
sama mengharapkan kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis dapat dihargai dan
diakui.
Nilai sehat-sakit banyak dipengaruhi oleh budaya yang ada pada kesukuan, seperti
pada masyarakat Jawa yang memberikan makan pada bayi sebelum berusia 6 bulan,
tidak mengkonsumsi daging-ikan ketika memiliki luka adalah beberapa nilai yang
bertentangan dengan nilai kesehatan modern. Perubahan perilaku keluarga dari nilaikeyakinan yang sudah diemban sejak lama membutuhkan waktu dan proses dengan
pendekatan penggerakan kesadaran bukan paksaan sehingga adanya perubahan nilaikeyakinan menjadi dasar perubahan perilaku. Akulturasi budaya juga terjadi pada
generasi angkatan muda saat ini, perbauran kelompok pendatang-kelompok asli, atau
keluarga urban (merantau dari tempat asal) membawa pengaruh adanya perbauran
budaya sehingga membentuk nilai-keyakinan yang berbeda dengan suku asalnya.
Perawat selain mengidentifikasi kesukuan dari keluarga juga perlu mengidentifikasi
nilai-keyakinan kesehatan terkait dengan budaya, adanya perubahan nilai-keyakinan
dikarenakan pengetahuan, perbauran budaya, atau juga mengidentifikasi nilaikeyakinan keluarga yang berbeda dari masyarakat sekelilingnya. Shock culture dapat
terjadi pada keluarga pendatang pada suatu wilayah dengan masyarakat homogen,
kemampuan perawat untuk mampu mengidentifikasi masalah ini dan juga mampu
untuk memfasilitas dukungan dalam menyelesaikan masalah tersebut merupakan
keterampilan yang diperlukan dalam melakukan asuhan keperawatan.
f. Religi/kepercayaan
Agama-agama yang ada di Indonesia juga beragam: Islam, Kriten Protestan, Katolik,
Hindu, Budha, serta Kong Hu Cu, dan Kepercayaan lain. Perbauran agama dengan
budaya setempat juga terjadi pada masyarakat-keluarga sehingga kemungkinan akan
terdapat keluarga dengan agama yang sama pada keluarga berlainan memiliki pola
dan perilaku yang berbeda. Identifikasi Perawat adalah kebutuhan keluarga mengenai
keyakinan/ kepercayaan dan menjalankan sesuai dengan keyakinan/ kepercayaan,
seperti melaksanakan ibadah ketika sedang sakit, atau mendapat dukungan doa dari
teman-teman perkumpulan agama. Nilai-kayakinan dengan dasar agama mendapat
penghargaan dari perawat, seperti keluarga yang tidak mau menjadi akseptor KB
dengan rasionalisasi dari keyakinan beragamanya diberikan alternatif pilihan untuk
mengatur jarak kelahiran anak (menggunakan cara kalender) dan upaya perawatan
anak dengan sehat.
g. Status kelas sosial-ekonomi
Kelas sosial pada masyarakat Indonesia seperti pada masyarakat sosial lainnya,
terpilah pada beberapa strata: keluarga nigrat, keluarga pemuka adat yang umumnya
merupakan keluarga kelas atas secara sosial dengan perlakukan khusus dari
masyarakat berbeda dengan keluarga masyarakat awam/jelata. Masyarakat adat
tertentu secara khusus telah mempunyai tata aturan masyarakat termasuk dalam
pengelompokkan kelas sosial, seperti pada masyarakat Bali, masyarakat Badui, dan
lainnya. Keluarga kelas pekerja umumnya merupakan keluarga yang menghargai
kerja keras dan kedisiplinan seperti keluarga dengan pekerjaan turun-menurun dari
generasinya sebagai pedagang-pengusaha, keluarga di Indonesia umumnya adalah
keluarga tradisional-agraris yang masih menjunjung tinggi nilai-norma masyarakat
yang telah berlangsung lama, termasuk dalam perilaku keluarga menurut kelas sosial,
contoh: pada keluarga nigrat akan berbeda perlakuan orangtua pada anak
dibandingkan dengan keluarga jelata termasuk penggunaan bahasa anak kepada
orangtua (ngoko).
Pemerintah Indonesia melalui BKKBN memilah keluarga berdasarkan ekonomi
menurut ukuran kesejahteraan dengan indikator:
1. Keluarga sejahtera tahap I (KS I) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan sosial psikologisnya, yaitu kebutuhan pendidikan, keluarga berencana
(KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan
transportasi
Indikator keluarga sejahtera tahap I:
a) melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut
b) makan dua kali sehari atau lebih
c) pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluaan
d) lantai rumah bukan dari tanah
e) kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur ingin berKB di bawa ke
arana/petugas kesehatan)
2. Keluarga sejahtera tahap II (KS II) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar secara minimal serta telah memenuhi seluruh kebutuhan
psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, yaitu
kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi
Indikator keluarga sejahtera tahap II:
a. melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut
b. makan dua kali sehari atau lebih
c. pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
d. lantai rumah bukan dari tanah
e. kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur ingin berKB dibawa
kesarana/petugas kesehatan
f. anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama masingmasing yang dianut
g. makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam
seminggu
h. memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir
i. luas lantai tiap penghuni rumah 10 m² per orang
j. anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksankan
fungsi masing-masing
k. keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap
l. bisa baca-tulis latin bagi seluruh anggota keluarga dewasa yang berumur 10
sampai dengan 60 tahun
m. anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah
n. anak hidup dua atau lebih, keluarga dengan usia subur (PUS) saat ini memakai
kontrasepsi
3. Keluarga sejahtera tahap III (KS III) adalah keluarga telah dapat memenuhi
seluruh
kebutuhan
dasar,
kebutuhan
sosial
psikologis,
dan
kebutuhan
pengembangan tetapi belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang
maksimal terhadap masyarakat secara teratur (dalam waktu tertentu) dalam
bentuk material dan keuangan untuk sosial kemasyarakatan, juga berperan serta
secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan
sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan, dll
Indikator keluarga sejahtera tahap III
a) melaksankan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut
b) makan dua kali sehari atau lebih
c) pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
d) lantai rumah bukan dari tanah
e) kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) ingin berKB dibawa ke
sarana/petugas kesehatan)
f) anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menuurut agama
masing-masing yang dianut
g) makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam
seminggu
h) memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir
i) luas lantai tiap penghuni rumah 10 m² per orang
j) anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat
melaksanakan fungsi masing-masing
k) keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap
l) bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga dewasa yang berumur 10
sampai dengan 6 tahun
m) anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah
n) anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS saat ini memakai kontrasepsi
o) upaya keluarga untuk meningkatkan/menambah pengetahuan agama
p) keluarga mempunyai tabungan
q) makan bersama paling kurang sekali sehari
r) ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan
s) rekreasi bersama/penyegaran paling kurang dalam 6 bulan
t) memperoleh berita dari surat kabar, radio, televisi, dan majalah
u) anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi
4. Keluarga sejahtera tahap III plus (KS III Plus) adalah keluarga yang telah dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis,
maupun pengembangan,serta telah mampu memberikan sumbangan yang nyata
dan berkelanjutan bagi masyarakat.
Indikator keluarga sejahtera tahap III plus:
a. melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut
b. makan dua kali sehari atau lebih
c. pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
d. lantai rumah bukan dari tanah
e. kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) ingin berKB dibawa ke
sarana/petugas kesehatan)
f. anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama masingmasing yang dianut
g. makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam
seminggu
h. memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir
i. luas lantai tiap penghuni rumah 10 m² per orang
j. anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat
melaksanakan fungsi masing-masing
k. keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap
l. bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga dewasa berumur 10 sampai
dengan 60 tahun
m. anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah
n. anak hidup dua atu lebih, keluarga masih PUS saat ini memakai kontrasepsi
o. upaya keluarga untuk meningkatkan/menambah pengetahuan agama
p. keluarga mempunyai tabungan
q. makan bersama paling kurang sekali sehari
r. ikut serta dalam kegiatan masyarakat
s. rekreasi bersama/penyegaran paling kurang dalam 6 bulan
t. memperoleh berita dari surat kabar, radio, televisi, dan majalah
u. anggota keluarga mampu menggunakan sarana trasnportasi
v. memberikan sumbangan secara teratur (waktu tertentu) dan sukarela dalam
bentuk material kepada masyarakat
w. aktif sebagai pengurus yayasan/panti
h. Aktifitas rekreasi atau waktu luang
Keluarga memiliki waktu-waktu luang yang diisi kegiatan bersama-sama oleh seluruh
anggota keluarga, seperti bertamasya ke luar kota, atau ke kebun binatang pada saat
hari minggu atau liburan. Identifikasi aktifitas rekreasi dapat mengetahui kebiasaan
refreshing keluarga, seperti jalan-jalan, makan-makan, belanja, renang atau
melakukan kegiatan khusus (bercocok-tanam, membuat prakarya, dll), rekreasi tidak
selalu identik dengan pergi bertamasya. Identifikasi rekreasi dan waktu luang juga
mengidentifikasi kemungkinan penguatan pada anggota keluarga yang ada dalam
keluarga (komunikasi dan kebersamaan). Selain dari kegiatan bersama-sama, perawat
juga mengidentifikasi rekreasi dri masing-masing anggota keluarga, seperti: kegiatan
rekreasi ibu adalah pergi ke salon untuk merawat kuku kaki dan tangan setiap minggu
karena hal tersebut dianggap ibu yang membuat ibu merasakan kenyamanan dan
ketenangan setelah lelah bekerja mengasuh anak-anak dan suami, anak laki-laki
berusia 12 tahun kegiatan rekreasinya adalah bermain bola di lapangan bola bersama
dengan teman sebaya setiap hari minggu sore karena hal tersebut adalah kegiatan
yang sangat disenangi dan dinantikan oleh si anak.
2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
B. Tahap dan Riwayat Perkembangan Keluarga
Tahap Perkembangan Klg Saat Ini
________________________________________
Tugas Perkembangan Keluarga:
Dapat dijalankan
Tdk Dpt Dijalankan
Bila Tdk dijalankan, sebutkan :
.............................................................................................................
Asumsi dasar
Aldous (1978 dalam Friedman, 1998) menuliskan asumsi dasar perkembangan keluarga yaitu:
a.
keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara yang sama dan dapat
diprediksi
b.
manusia mengalami maturasi dan berinteraksi sehingga melakukan tindakan dan reaksi
terhadap lingkungan
c.
keluarga dan anggota melakukan tugas tertentu yang ditetapkan oleh mereka dengan konteks
budaya dan masyarakat
d.
kecendrungan pada keluarga memulai sebuah awal dan akhir yang jelas
Perkembangan Keluarga
Duvall (1977 dalam Friedman, 1998; Hanson dan Boyd, 1996) menuliskan mengenai siklus
kehidupan keluarga:
a.
Tahap 1: keluarga pemula (pasangan menikah)
Tugas perkembangan keluarga pemula:
1)
membangun perkawinan yang saling memuaskan
2)
menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis
3)
merencanakan penambahan anggota baru (mempersiapkan menjadi orangtua)
b.
Tahap 2: keluarga sedang mengasuh anak (sampai dengan usia anak pertama 30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga dengan bayi:
1)
membentuk keluarga muda sebagai satu unit
2)
rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga
3)
mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
4)
memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran orangtua
dan kakek-nenek
c.
Tahap 3: keluarga dengan anak tertua berumur 2-6 tahun
Tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah:
1)
memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi, keamanan
2)
mensosialisasikan anak
3)
mengintegrasikan anak baru dengan tetap memenuhi kebutuhan anak alain
4)
mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga (suami-isteri, orangtua-anak,
keluarga-sanak famili)
d.
Tahap 4: keluarga dengan anak tertua usia sekolah (6-13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga dengan anak usia sekolah:
1)
mensosialisasikan anak-anak, meningkatkan prestasi sekolah, mengembangkan hubungan
dnegan teman sebaya yang sehat
2)
mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
3)
memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
e.
Tahap 5: keluarga dengan anak tertua berusia 13-20 tahun
Tugas perkembangan keluarga dengan anak usia remaja:
1)
menyeimbangkan kebebasan dan tanggungjawab ketika remaja menjadi dewasa dan
mandiri
2)
memfokuskan kembali hubungan perkawinan
3)
berkomunikasi secara terbuka antara orangtua-anak
f.
Tahap 6: keluarga melepas anak usia dewasa muda (anak pertama-akhir)
Tugas perkembangan keluarga melepas anak usia dewasa muda:
1)
memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapatkan
melalui perkawinan baru
2)
melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan
3)
membantu orangtua dengan usia lanjut dan adanya masalah kesehatan degeneratif
g.
Tahap 7: orangtua usia pertengahan (pensiun, dan lepas jabatan pekerjaan)
Tugas perkembangan keluarga dengan orangtua usia pertengahan:
1)
menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan
2)
mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan penuh arti antara orangtuaanak
3)
memperkokoh hubungan perkawinan
h.
Tahap 8: ada anggota keluarga dengan usia lanjut ( lebih dari 65 tahun)
Tugas perkembangan keluarga dengan lansia:
1)
mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
2)
menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
3)
mempertahankan hubungan perkawinan
4)
menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan
5)
mempertahankan ikatan keluarga antar generasi
6)
meneruskan untuk memahami eksistensi diri (menelaah dan integrasi hidup)
Penentuan tahapan perkembangan keluarga bukan berdasar pada salah satu anggota
keluarga tetapi berdasar pada seluruh anggota keluarga dnegan melihat dari identifikasi
keluarga yang sedang dikaji dan melihat dari riwayat keluarga tersebut, contoh: suatu
keluarga besar dengan nenek yang ikut pada keluarga tersebut semenjak 4 tahun terakhir,
ayah-ibu, dan 4 orang anak dengan anak tertua berusia 15 tahun. Kepala keluaga adalah
ayah di keluarga tersebut, sehingga tahapan perkembangan keluarga adalah tahapan ke-5
(keluarga dengan anak tertua berusia remaja, jadi bukan keluarga dengan lansia). Contoh
lainnya, keluarga dengan kakek (68 tahun)-nenek (60 tahun), ayah-ibu, dan 3 orang anak
dengan 1 diantaranya telah menikah dengan seorang isteri (menantu) dan memiliki 1
orang anak (cucu) yang bersama-sama tinggal di tempat tersebut, maka tahapan
perkembangan keluarga tersebut adalah tahapan ke-8 ( keluarga dengan lansia, yaitu
keluarga yang telah melewati tahapan-tahapan keluarga sebelumnya, dapat terjadi dalam
keluarga tersebut kakek-nenek tidak lagi memegang kendali atau pengambil keputusan
dalam keluarga tetapi telah diperankan oleh anak yang telah menikah ).
C. Struktur Keluarga
Pola Komunikasi : Baik
Disfungsional
Peran Dlm Keluarga : Tdk Ada Masalah
Nilai/Norma KLg : Tdk ada konflik nilai
Pengambilan keputusan dalam keluarga
Struktur keluarga
Ada Masalah
Ada Konflik
Struktur keluarga menurut Friedman (1998) terdiri dari norma dan nilai keluarga, peran,
kekuasaan, dan proses atau pola komunikasi, hal ini berbeda dengan Ballard (2003) yang
menuliskan struktur keluarga dapat dipilah menjadi komposisi keluarga, tipe, ukuran,
hubungan perkawianan, dan jaringan sosial.
a. Pola-pola komunikasi
Proses tukar-menukar perasaan, keinginan, kebutuhan, dan opini (Mc Cubbin dan
Dahl, 1985 dalam Friedman, 1998). Komunikasi keluarga adalah proses simbolik,
transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam keluarga
(Galvin dan Brommel, 1986 dalam Friedman, 1998). Elemen komunikasi adalah
adanya kognisi pada pengirim dan penerima pesan pada suatu waktu dan tempat
tertentu dengan cara tertentu. Prinsip komunikasi: semua perilaku merupakan
komunikasi dalam pengertian bahwa ada komunikasi verbal dan non verbal,
komunikasi menghantar informasi dan maksud, komunikasi memiliki urutan (ada aksi
–reaksi), terdapat komuniakasi digital dan analogis, komunikasi cenderung berulang,
dan interaksi komunikasi bersifat simetris dan pelengkap.
Komunikasi fungsional adalah adanya pengirim yang fungsional dan penerima yang
fungsional. Pengirim fungsional adalah pengirim dengan kemampuan menyatakan
masalah secara tegas, mampu menjelaskan, meminta umpan-balik, dan menerima
upan-balik. Penerima fungsional adalah penerima yang memiliki kemampuan
mendengar, melakukan umpan-balik, dan mampu melakukan validasi.
Komunikasi disfungsional dapat terjadi karena adanya pemusatan pada diri-sendiri,
seakan-akan meminta persetujuan, basa-basi, kurang empati. Pengirim disfungsional
adalah pengirim yang memiliki asumsi-asumsi, menyampaikan pesan dengan ekspresi
tidak jelas, dan menghakimi. Penerima disfungsional adalah penerima yang gagal
mendengar, tidak mendengar, kurang eksploratif, dan kurang validasi.
Pola-pola fungsional dalam komunikasi adalah adanya keterbukaan, komunikasi
dengan perasaan, adanya hirarki kekuasaan dan aturan-aturan keluarga, dan pada
konflik adanya resolusi konflik. Pola disfungsional yang mungkin ada pada keluarga
adalah adanya gejala-gejala mengabaikan diri, tidak mampu fokus pada isu, dan
komunikasi tertutup.
Contoh: setiap sore keluarga Bp. J berkumpul di ruang keluarga an bercengkrama:
anak-anak menceritakan kejadaian yang dialami di sekolah atau ketika bermain dan
ibu-bapak mendengarkan cerita anak-anak, jika ada masalah pada salah satu anggota
keluarga umumnya diselesaikan bersama-sama dnegan saling mengemukakan
pendapat, ayah juga seringkali menjadi tempat untuk curahan perasaan anggota
keluarga (ibu dan anak-anak), anak C (anak bungsu) cenderung menyampaikan
kemauan atau pesan tanpa mau mendengarkan umpan balik dari lawan bicara dan
juga kurang dapat untuk mendengarkan lawan bicara, Bp. J seringkali mengingatkan
hal tersebut secara langsung pada anak C dengan terbuka. Keluarga tidak merasakan
ada masalah komunikasi yang berarti dalam keluarga.
b. Struktur kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan potensial maupun aktual dari individu untuk
mengontrol, mempengaruhi, dan mengubah tingkah laku seseorang, meliputi sosial
budaya, interaksi, dan komponen hasilnya (Mc Donald, 1980 dalam Friedman, 1998).
Kekuasaan keluarga adalah karakteristik dari sistem keluarga sebagai kemampuan
potensial maupun aktual dari individu untuk mengubah tingkah laku anggota keluarga
(Olson dan Cromwell, 1975 dalam Friedman, 1998). Dasar kekuasaan adalah
kekuasaan yang sah, kekuasaan yang tak berdaya, kekusaan referen, kekuasaan ahli,
kekuasaan penghargaan, kekuasaan memaksa, kekuasaan afektif, dan kekuasaan
manajemen ketegangan. Proses pembuatan keputusan dnegan konsensus, akomodasi,
de-facto. Variabel yang mempengaruhi: hirarki kekuasaan keluarga, tipe keluarga,
pembentukan
koalisi,
jaringan
komunikasi
keluarga,
kelas
sosial,
tahap
perkembangan keluarga, latar belakang budaya dan religius, kelompok situsional,
variabel individu dan otonomi masing-masing anggota.
Contoh: pengambilan keputusan dilakukan oleh Bp. J dengan meminta pendapat dari
seluruh anggota keluarga dan memusyawarahkannya. Bp. J tidak mencampuri
masalah anak-anak ketika anak-anak belum meminta bantuan, tetapi Bp. J selalu
memantau perkembangan anak-anak dnegan menanyakan secara langsung kepad
anak-anak, anak-anak dapat dengan bebas bercerita dan menyampaikan pandangan di
dalam keluarga. Ibu juga turut menjadi pengambil keputusan bila Bp. J sedang tidak
berada di rumah, seperti keputusan untuk memasukkan anak T ikut kegiatan klub
sepak bola.
c. Struktur peran
Peran adalah beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen dengan
definisi yang disepakati, dan diharapkan secara normatif dari seseorang dalam situasi
sosial tertentu (Nye, 1976 dalam Friedman, 1998). Kriteria berfungsi peran keluarga
secara adekuat adalah adanya peran yang saling melengkapi, kesesuaian harapan
peran pada keluarga dengan masyarakat, kehadiran peran yang memenuhi kebutuhan
anggota keluarga, kemampuan keluarga memberikan respon terhadap perubahan
dengan fleksibilitas peran (Gallser & Glasser, 1970 dalam Friedman, 1998).
Tipe peran terbagi menjadi peran formal dan informal, seperti peran formal: peran
parental (orangtua-anak) sebagai pengasuh, pengayom, pembimbing, peran pasangan
(suami/isteri) sebagai pendamping hidup, peran saudara (kakak-adik), peran informal:
pengharmonis hubungan adik-kakak, perusuh, pendamai, inisiator. Variabel yang
mempengaruhi adalah kelas sosial, bentuk keluarga, latar belakang, tahap siklus
kehidupan, model peran, peristiwa yang dialami.
Contoh: Bp. J sebagai kepala keluarga yang bekerja sebagai pencari nafkah keluarga,
ibu sebagai pengasuh (pemelihara) anak-anak dengan menyediakan kebutuhan
makan, kebersihan, perawatan diri, dan juga sebagai teman bicara suami dan
pasangan hidup. Anak I berperan sebagai pengayom bagi adik-adiknya dengan
memberikan
bimbingan
saat
belajar,
atau
membantu
adik-adiknya
dalam
mengerjakan satu hal, anak III (busngsu) cenderung berperan sebagai penghibur
keluarga dengan membuat gerak-gerak yang lucu saat keluarga sedang berkumpul
atau menceritakan suatu hal, anak III cenderung menginginkan untuk selalu
mendapatkan perhatian.
Pelaksanaan Peran Sebagai Orangtua:
Mengasuh dan membimbing anak sesuai tahap perkembangan
Martono (1996) menuliskan mengenai mengasuh dan membimbing anak dalam keluarga
yaitu melihat perkembangan anak dari bayi hingga dewasa yang terdiri dari lima tahap.
Tahap ini akan dilalui secara berurutan. Setiap tahap mempunyai ciri dan tuntutan
perkembangan tersendiri, untuk membantu perkembangan anak, orangtua harus
memahami tahapan perkembangan tersebut dan memenuhi kebutuhan perkembangan
anak pada tahap itu. Pemenuhan kebutuhan perkembangan anak meliputi pemenuhan
kebutuhan jasmani, sosial, dan mental-emosionalnya.
a. Tahap pertama: anak usia 0-1,5 tahun
Perananan ibu (tokoh ibu) dalam membantu perkembangan anak usia 0-3 tahun amat
menonjol. Usia 3 tahun, anak mengenal tokoh ayah, dan di sini peranan ayah mulai
penting. Bayi di dalam kandungan hidup serba teratur, hangat, dan penuh perlindungan.
Setelah dilahirkan, ia sepenuhnya bergantung kepada orang lain. Bayi perlu dibantu
untuk mempertahankan hidupnya dalam suatu lingkungan yang masih asing dan baru
baginya. Jangan membiarkan bayi terlalu lama atau sering menangis, karena tangisan
tersebut menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan stres.
a. Ciri dan tuntutan perkembangan
memperoleh rasa aman dan rasa percaya dari lingkungan merupakan dasar yang penting
dalam hubungan anak dengan lingkungannya di kemudian hari. Rasa aman ini
diperolehnya melalui sentuhan fisik yang menyenangkan dengan ibunya dan sesedikit
mungkin mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan.
b. Sikap orangtua
1) Penuh kasih sayang dalam merawat dan mengasuh akan menimbulkan perasaan aman
serta percaya pada bayi.
2) Kesiapan ibu pada setiap saat dibutuhkan oleh bayi, juga menimbulkan rasa aman dan
percaya pada bayi.
3) Pemberian ASI sesuai dengan kebutuhan bayi. Tidak terlalu ketat dengan jadwal
pemberian makanan, karena setiap bayi mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda.
4) Bila ibu dalam keadaan terpaksa memberikan susu botol, perlakukanlah seperti bayi
minum ASI, yaitu dengan cara memeluknya.
5) Ketika bayi rewel, carilah penyebabnya dan atasilah masalahnya. Tangisan tidak selalu
berarti bahwa bayi lapar.
6) Angkat dan peluklah bayi serta gendonglah berkeliling rumah/halaman sambil
menunjukkan benda-benda yang ada di sekitarnya
7) Sering-seringlah berbicara kepada bayi anda setiap hari, pada saat memakaikan pakaian,
memberinya makan, memandikan, atau ketika melakukan kesibukan rumah tangga
lainnya. Bayi tidak pernah terlalu muda untuk diajak bicara
8) Ajaklah bayi anda bermain sambil tersenyum dan tirulah gerakan, mimik, dan
kegiatannya. Bayi akan menirukan kegiatan yang dilihatnya.
9) Senandungkan dan ayunlah bayi pada saat menidurkan, sehingga ia akan tertidur dengan
nyaman
10) Perkenalkan dengan berbagai macam benda, bunyi-bunyian, dan warna. Hal ini akan
mempercepat perkembangan bayi
Segala hal yang dapat menggangu proses menyusui dalam hubungan ibu-anak pada tahap
ini akan menyebabkan terganggunya pembentukan rasa aman dan percaya. Hal ini
menyebabkan goyahnya tahap perkembangan berikutnya. Anak diliputi rasa tidak aman
dan tidak percaya
c. Gangguan/ penyimpangan yang dapat timbul pada tahap ini
1) Kesulitan makan
2) Mudah terangsang/marah/tersinggung (iritabilitas)
3) Menolak segala sesuatu yang baru
4) Sikap dan tingkah laku yang seolah-olah ingin melekat pada ibu dan menolak
lingkungan
Bila gangguan itu tidak diatasi dengan baik, maka pada masa dewasa timbul kelainan jiwa
yang dicoraki ketergantungan (dependensi) yang kuat, seperti:
1) depresi (rasa murung, sedih, dan perasaan tertekan)
2) Adiksi obat
3) Skizofrenia (gangguan jiwa dengan kepribadian yang terpecah)
b. Tahap kedua: anak usia 1,5 – 3 tahun
Bertambah matangnya perkembangan fisik, anak sudah bisa berjalan, ia mulai menyadari
bahwa gerakan badannya dapat diaturnya sendiri, dikuasai, dan digunakan untuk suatu
maksud. Tahap ini merupakan tahap pembentukan rasa otonomi diri. Apabila terdapat
gangguan dalam mencapai rasa otonomi diri maka anak akan dikuasai rasa malu, raguragu, dan pengekangan diri yang berlebihan.
1. Ciri dan tuntutan perkembangan
Anak akan bergerak dan berbuat sesuatu sesuai dengan kemauannya sendiri, sehingga ia
seolah-olah ingin mencoba sesuatu yang dapat dilakukannya, tak henti-henti ia berjalan
dengan perasaan senang dan puas, tangannya meraih segala sesuatu yang terjangkau
olehnya. Anakpun dapat menuntut atau menolak sesuatu yang ia kehendaki atau tidak
dikehendaki, melalui pengalaman pada tahap ini akan tertanam dalam diri anak perasaan
otonomi diri, yaitu suatu rasa kemampuan mengatur badannya dan lingkungannya
sendiri. Hal ini akan menjadi dasar terbentuknya rasa yakin pada diri dan harga diri di
kemudian hari.
2. Sikap orangtua
a) doronglah agar anak dapat bergerak bebas dan berlatih melakukan hal-hal yang
diperkirakan mampu ia kerjakan, sehingga akan menumbuhkan rasa kemampuan diri.
Namun, harus bersikap tegas untuk melindungi dari bahaya, karena dorongan anak
berbuat belum diimbangi oleh kemampuan untuk melaksanakannya secara wajar dan
rasional
b) usahakanlah agar anak mau bermain dengan anak lainnya, dengan demikian ia belajar
mengikuti aturan permainan. Namun, jangan lupa bahwa dalam bermain atau
berhubungan dengan orang lain, anak masih bersifat egoistis, yaitu mementingkan diri
sendiri dan memperlakukan orang lain sebagai obyek atau benda sesuai dengan
kemauannya sendiri.
c) Banyaklah berbicara kepada anak dalam kalimat pendek yang mudah dimengerti
d) Bacakanlah buku cerita atau dongeng kepada anak setiap hari, dan doronglah agar ia
mau menceritakan kepada oranglain mengenai yang dilihat atau dengar
e) Ajaklah anak ke taman, toko, kebun binatang, lapangan terbang, atau tempat lainnya
f) Usahakanlah agar anak dapat membereskan mainannya setelah bermain, membantu
kegiatan rumah tangga yang ringan dan menanggalkan pakaiannnya sendiri tanpa
bantuan. Hal ini akan melatih bertanggungjawab
g) Latihlah anak dalam hal kebersihan diri, yaitu buang air kecil dan buang air besar pada
tempatnya, namun jangan terlalu ketat
h) Latihlah anak untuk makan sendiri memakai sendok dan garpu, dan ajaklah anak makan
bersama keluarga
i) Berilah alat permainan yang sederhana, dan doronglah agar anak mau bermain balokbalok atau menggambar
j) Jangan terlalu banyak memberikan larangan. Namun, orangtua pun jangan terbiasa
menuruti segala permintaan anak. Bujuklah dan tenangkanlah anak ketika ia kecewa,
dengan cara memeluknya dan mengajaknya berbicara. Gangguan dalam mencapai rasa
otonomi diri akan berakibat bahwa anak dikuasai oleh rasa malu dan keragu-raguan
serta pengekangan diri yang berlebihan, sebaliknya dapat juga terjadi sikap melawan
dan memberontak.
3. gangguan/penyimpangan yang dapat timbul pada tahap ini
a. kesulitan makan, terutama bila ibu memaksa makan
b. suka mengadat (ngambek/tempertantrum)
c. tingkah laku kejam (sadistik)
d. tingkah laku menentang dan keras kepala
e. gangguan dalam berhubungan dengan orang lain yang diwarnai oleh sikap menyerang
(agresi)
c. Tahap ketiga: anak usia 3-6 tahun
anak mengalami peningkatan kemampuan berbahasa dan kemampuan melakukan kegiatan
yang bertujuan, anak siap meluaskan lingkup gerak terhadap dunia sekitarnya.
1. ciri dan tuntutan perkembangan
a. anak bersifat ingin tahu, banyak bertanya berbagai macam, dan meniru kegiatan di
sekitarnya
b. anak mulai melibatkan diri dalam kegiatan bersama dan menunjukkan inisiatif untuk
mengerjakan sesuatu, tapi ia tidak mementingkan hasilnya. Pengalaman dalam
melakukan aktivitas ini amat penting artinya bagi anak
c. seringkali terlihat bahwa anak cenderung berpindah-pindah dan meninggalkan tugas
yang diberikan kepadanya untuk melakukan yang lain. Hal ini dapat menimbulkan
krisis baru karena hal itu bertentangan dengan lingkungan yang semakin menuntut,
sehingga anak mengalami kekecewaan.
d. Jika dalam tahap sebelumnya hanya tokoh ibu yang bermakna bagi anak, dalam tahap
ini tokoh ayah mempunyai peran penting baginya, di sini terbentuk segitiga hubungan
kasih sayang ayah-ibu-anak. Anak laki-laki merasa lebih sayang kepada ibunya, dan
anak perempuan lebih sayang kepada ayahnya
e. Melalui peristiwa ini, anak dapat mengalami perasaan sayang, benci, iri hati,
persaingan, memiliki, begitu pula mengalami perasaan takut dan cemas
f. Kedua orangtua harus bekerjasama untuk membantu anak melalui tahap ini. Peranan
orangtua sebagai tokoh ayah (sebagai tokoh pria dewasa) dan tokoh ibu (sebagai tokoh
perempuan dewasa) sangat penting
g. Ayah dan ibu merupakan suatu kesatuan, oleh karena itu orangtua jangan mau
dimanipulasi oleh anak. Ayah dan ibu memberikan kasih sayang yang sama, baik
terhadap anak perempuan ataupun anak lak-laki.
h. Dengan terselesaikannya hubungan segitiga tersebut, maka anak perempuan akan
beridentifikasi dengan ibunya, dan anak laki-laki dengan ayahnya (identitas seksual
maupun identitas diri).
i. Bila ibu terlalu dominan (menonjol pengaruhnya) dalam rumah tangga, sedangkan ayah
kurang tegas atau ayah tidak ada (absen) secara fisik atau mental, anak akan terjadi
identifikasi (proses meniru) yang salah. Anak laki-laki akan beridentifikasi dengan
ibunya, sehingga ia lebih mengembangkan sifat keperempuanan.
j. Sebaliknya, bila ibu bersikap dingin dan kurang dekat dengan anak perempuannya,
maka anak tersebut akan beridentifikasi dengan ayahnya, dan ia lebih mengembangkan
sifat kepriaan.
k. Anak mulai melihat adanya perbedaan jenis kelaminnya, seringkali terlihat anak lakilaki memegang alat kelaminnya sampai ereksi. Jangan anak dimarahi karena hal ini,
tetapi alihkanlah perhatiannya, bila diatasi dengan baik fase ini akan berakhir dengan
baik pada usia 6 tahun.
Sikap orangtua
a) berilah kesempatan kepada anak untuk menyaluran inisiatifnya, sehingga ia mendapat
kesempatan untuk membuat kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut
b) ikut sertakan anak dalam aktivitas keluarga, misalnya menyapu, berbelanja ke pasar,
memasak, atau membetulkan mainan yang rusak
c) jangan menakut-nakuti anak, pada anak laki-laki akan berakibat cemas, karena tahap ini
ia sangat takut akan kehilangan alat kelaminnya (kartasis), sedangkan pada anak
perempuan timbul rasa iri hati
d) dengar dan hargailah pendapat serta usul yang dikemukakan oleh anak
e) jangan menuntut yang melebihi kemampuan anak
f) ibu perlu lebih dekat kepada anak prempuannya, sebaliknya ayah perlu lebih akrab
dengan anak laki-lakinya
g) jawablah pertanyaan anak dengan benar, jangan membohongi atau menunda
jawabannya, misalnya bila anak bertanya bagaimana caranya adik keluar dari perut
mama, jawablah bahwa keluarnya melalui jalan lahir,, jangan katakan dibelah dari
perut, hal ini akan menakutkan bagi anak yang dapat berdampak negatif pada jiwanya.
h) Sering-seringlah membacakan buku cerita atau dongeng, kemudian diskusikanlah isi
ceritanya dan tanyakanlah beberapa pertanyaan kepada anak
i) Berilah ia kesempatan utnuk mengunjungi tetangga, teman, dan saudara tanpa ditemani.
j) Luangkan waktu setiap hari untuk berdialog dengan anak, dengarkanlah ia dan
tunjukkanlah bahwa orangtua mengerti pembicaraannya dengan mengulangi topik yang
dibicarakanya, pada saat ini janganlah menggurui, mencaci, dan menyepelekannya
k) Ajarkanlah untuk membedakan yang salah dan yang benar, serta tata tertib dan sopan
santun yang berlaku di masyarakat setempat.
l) Peranan ayah menjadi penting di sini, oleh karena itu ajaklah anak bermain bersama,
disini ayah perlu bersikap sebagai teman bagi anak
Gangguan dalam mencapai rasa inisiatif akan menyebabkan anak merasa bersalah, rasa
takut berbuat sesuatu, takut mengemukakan sesuatu, serta serba salah dalam pergaulan
Gangguan penyimpangan yang dapat timbul pada tahap ini:
a) kesulitan belajar
b) masalah sekolah
c) masalah pergaulan dengan teman
d) anak yang pasif dan takut serta kurang kemauan, kurang inisiatif
d. tahap keempat: anak usia 6-12 tahun
Jika hubungan segitiga antara ayah-ibu-anak terselesaikan dengan baik, maka anak berada
pada tahap yang tenang, tidak bergejolak lagi. Anak siap meninggalkan rumah/orangtua
dalam waktu terbatas untuk belajar di sekolah
1. ciri dan tuntutan perkembangan
a) dorongan utama dalam diri anak usia ini adalah usaha untuk menyelesaikan tugas yang
dihadapi secara sempurna dan kemampuan untuk menghasilkan sesuatu. Anak sadar
akan kekurangannya dari orang dewasa dalam menghadapi pelbagai persoalan, namun
ia akan berusaha terus mengerjakan berbagai hal.
b) Pada tahapan ini anak suka bersaing (kompetitif), bukan lagi terpusat pada dirinya
(egosentrik), oleh karena itu anak menginginkan hubungan dan kerjasama yang
berkesinambungan dengan orang lain. Ia membutuhkan teman sebaya untuk mengukur
kemampuan dan merasakan kegunaan dirinya serta perbedaan dan persamaan dengan
teman-temannya. Mereka cenderung memilih teman sebaya menurut jenis kelamin yang
sama dan memilih kegiatan yang sesuai untuk memantapkan dirinya
c) Dalam tahapan ini anak baru mampu merasakan hubungan sosial dalam kelompok,
saling memberi dan menerima, rasa setia kawan dan memegang teguh aturan yang
berlaku
d) Orangtua tidak lagi menjadi satu-satunya sumber tokoh yang ditiru (tokoh identifikasi).
Anak mulai melihat dan mengagumi orang lain, orangtua teman, guru, dan tokoh
lainnya. Mereka cenderung beridentifikasi dengan sifat atau model orang yang berkesan
bagi mereka dan orang yang mereka kagumi. Identifikasi mulai beralih dari tokoh
didalam keluarga ke tokoh di luar keluarga, misalnya tokoh idola atau tokoh dalam film.
e) Peranan guru menjadi sangat penting dalam kehidupan anak, seringkali anak lebih
menurut kepada guru daripada kepada orangtuanya. Berbagai sikap dan tingkah laku
guru di dalam kelas, seringkali dibawa pulang dan ditiru oleh anak, oleh karena itu,
betapa pentingnya wibawa yang sehat harus dimiliki oleh seorang guru, dan betapa
pentingnya hubungan orangtua dan guru sebagai tokoh orang dewasa yang saling
melengkapi, bukan saling bertentangan.
2. Sikap orangtua
a) berilah kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik, apabila
anak sedang belajar atau bermain, tunggulah sampai ia selesai sebelum anda
menyuruhnya mengerjakan pekerjaan lain.
b) Doronglah anak untuk dapat menikmati kegiatan di luar rumah, misalnya belajar
berkelompok dengan teman, kegiatan olahraga, kesenian, atau pramuka
c) Doronglah anak untuk banyak berhubungan dengan teman dan orang lain
d) Hendaklah orangtua juga menepati janji dan mematuhi peraturan yang sudah dibuat
e) Binalah kerjasama yang baik dengan guru, agar terdapat kesamaan antar disiplin dan
peraturan di rumah dengan disekolah
f) Peran guru dan sekolah menjadi amat penting. Hendaknya guru jangan pilih kasih.
Hargailah anak sesuai dengan kemampuan yang ia capai, bukan karena latar belakang
keluarganya. Hal ini akan mendorong anak untuk bertambah rajin menyelesaikan tugas
dan mencapai hasil yang baik.
Gangguan dalam tahapan ini, yang menghambat tercapainya rasa mantap atau kepuasan
bekerja untuk menghasilkan sesuatu, akan mengakibatkan bahwa anak diliputi oleh
perasaan kekurangan diri, ketidakampuan, dan perasaan rendah diri
3. Gangguan/penyimpangan yang dapat timbul pada tahapan ini:
a) Gangguan dalam prestasi sekolah
b) Takut menghadapi kompetisi
c) Sulit berteman
d) Takut dan pasif di luar rumah, tetapi merajalela di rumah
e) Gangguan dalam sikap terhadap pekerjaan dan tanggungjawab
e. Tahap kelima: anak usai 12-18 tahun
Tahap ini lebih dikenal dengan masa remaja, yaitu suatu tahap perkembangan antara masa
kanak-kanak dan dewasa. Terjadi perubahan yang pesat dalam bidang fisik, mentalemosional, dan sosial. Perkembangan fisik menyamai orang dewasa, tetapi emosinya
belum dapat mengikuti perkembangan fisik yang pesat itu. Secara fisik (biologi), remaja
memiliki kemampuan orang dewasa, namun secara psikologik dan sosial mereka belum
mendapatkan hak untuk menggunakan kemampuan itu. Mereka dianggap tidak pantas
untuk melakukan seperti anak-anak, tetapi merekapun tidak diberi hak dan kesempatan
seperti orang dewasa. Hal ini sering menyebabkan gejolak emosi yang dapat
menimbulkan masalah tidak saja bagi remaja itu sendiri, tetapi juga bagi orang yang
menghadapinya. Para remaja sangat peka terhadap stres, frustasi, dan konflik yang tidak
saja meliputi masalah dengan diri sendiri (internal), tetapi juga masalah dalam
pergaulan (eksternal)
1. Ciri dan tuntutan perkembangan
Tahap ini remaja berjuang untuk mencari identitas dirinya yang akan menentukan
peranannya di dalam masyarakat, yaitu identitas didalam bidang seksual, umur, dan
pekerjaan. Kelompok usia ini menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Remaja bersifat ingin tahu
Kalau memungkinkan, ia ingin mencoba dam melakukan percobaan (eksperimen), karena
itu kesempatan untuk keluar dari lingkungan rumah memungkinkan ia menemukan hal
baru. Ia tertarik pada hal-hal yang ekstrim, namun mereka juga menyadari bahwa
eksperimen selalu disertai dengan bahaya dan tanggungjawab
b. Protes terhadap orangtua
Remaja cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup orangtuanya. Mereka berusaha
mencari identitas diri dan sering disertai dengan cara menjauhkan diri dari orangtuanya,
dalam upaya mencari identitas diri, remaja sering mengagumi tokoh di luar lingkungan
keluarganya seperti guru, orangtua teman, tokoh masyarakat atau tokoh idola lainnya
(misalnya dalam media cetak dan elektronik)
c. Sangat memperhatikan badan sendiri
Perkembangan fisiknya mengalami perubahan yang sangat pesat, sehingga menjadi
perhatian khususnya pada remaja sering terlihat berdiri di depan kaca berjam-jam
lamanya, mulai berdandan dan jerawat kecil pun akan menjadi perhatiannya
d. Setia kawan dengan kelompok sebaya
Remaja merasa adanya keterikatan atau kebersamaan dengan kelompok sebaya, oleh
karena itu sering kita melihat adanya kebudayaan remaja, yaitu kesamaan dalam cara
berpakaian, cara berbicara yang menggunakan bahasa remaja, mempunyai hobi yang
sama, serta sikap dan perilaku yang sama pula. Remaja tidak mau berbeda dari
kelompok sebaya, kadang-kadang remaja berperilaku tertentu hanya karena ingin
diterima di kelompok sebaya. kelompok sebaya jauh lebih mempunyai arti yang sangat
penting yang dapat berperan sebagai teman senasib, partner, atau saingan. Melalui
kehidupan berkempok ini remaja dapat memainkan peranannya, bereksperimen, serta
menyalurkan ekspresi diri. Di sinilah mereka merasa dirinya diterima dalam segala
bentuk keberhasilan dan kegagalannnya
e. Perilaku yang sangat labil dan berubah-ubah
Pada waktu tertentu mereka tampak bertanggungjawab dan pada waktu yang lain tampak
masa bodoh. Hal ini menujukkan bahwa dalam diri remaja terdapat konflik yang
mendalam, yang membutuhkan pengertian dan penanganan yang bijaksana. Semakin
matang remaja tersebut, maka sifat diatas akan semakin berkurang, dimana akhirnya
remaja akan berkembang dan mempunyai pribadi yang stabil, sehingga kembali
menghargai orangtuanya dengan segala kelebihan dan kekurangnnya
2. sikap orangtua
orangtua harus mengenal anaknya, bukan hanya sekedar bertemu muka, bercakap-cakap
sebentar karena tinggal dalam satu rumah. Mengenal adalah suatu usaha yang terus
menerus dengan perhatian dan kasih sayang, yaitu dengan cara:
a) mengamati, yaitu melihat atau mendengar cerita mengenai yang dilakukan oleh anak
remaja
b) bermain, yaitu ikut serta dengan permainan anak remaja
c) bercakap, yaitu sering melakukan pembicaraan, jadi bukan hanya kalau ingin menegur,
waktu anak remaja melakukan kesalahan. Bila orang tua sudah mengenal anak
remajanya, maka sebagian dari kesulitan akan teratasi
d) mendampingi dan membimbing remaja dalam menghadapi tantangan kehidupan ini.
Berilah ia semangat untuk lebih banyak melihat masa depan dengan segala harapan
serta keyakinan akan adanya dorongan dan dukungan dari orangtuanya
e) sikap orangtua bukanlah untuk ikut-ikut bingung dan kuatir seperti yang dilami remaja,
tetapi justru untuk mengatasi kebingungan dan perasaan kuatir tadi, agar remaja
mempunyai keyakinan dan dasar yang kuat untuk menghadapi tantang hidup. Semua ini
harus dilakukan atas dasar pengalaman serta pengertian yang mendalam atas situasi
yang dialami para remaja. Dalam hal ini orangtua harus menjadi pemimpin yang baik,
yaitu pemimpin yang berada di muka, memberikan contoh dari sikap dan perilakunya,
pemimpin yang berada di tengah-tengah memberikan semangat serta pemimpin yang
berada di belakang yang mendororng dan mengetahui kekurangan dan kelebihannya.
Dengan bertindak sebagai pemimpin yang mengawasi saja, tak akan mungkin
memperoleh hasil yang baik, oleh karena itu disamping diawasi, remaja memerlukan
teladan dan dorongan dari orangtuanya. Apabila hal ini semua diterapkan, maka para
remaja dengan sendirinya akan mendekati orangtuanya, sebab orangtualah yang
dianggap sebagai satu-satunya tempat berlindung serta tempat bertumpu yang tepat.
3. hal yang perlu diperhatikan dalam membina remaja:
a) pengaruh teman sebaya sangat besar terhadap remaja, oleh karena pada usia itu ada rasa
kebanggaan tersendiri akan popularitas. Beri kesempatan pada mereka untuk bergaul.
Tetapi orangtua harus secara teratur memberikan batasan tentang mana lingkungan yang
baik dan mana pula yang buruk, dengan contoh yang nyata. Namun, jangan terlalu
banyak memberikan nasihat, karena hal itu justru akan meregangkan hubungan orangtua
dengan anak
b) beri tugas yang rutin kepada remaja, misalnya tugas yang menyangkut pekerjaan rumah
tangga hal ini akan memberikan pengaruh yang baik terhadap dirinya
c) latihlah anak remaja untuk berani menolak godaan yang berasal dari lingkungan sosial
yang berpengaruh negatif
d) dalam mengawasi studi, orangtua dapat mendorong dengan belajar bersama anaknya
e) keisengan remaja merupakan gejala yang biasa atau normal. Hal ini disebabkan karena
kadang-kadang ia merasa jemu oleh kesibukan sehari-hari, sebaiknya, orangtua
membatasi agar keisengan iu tidak membahayakan lingkungan atau remaja itu sendiri
f) dalam mengisi waktu luang bagi para remaja, orangtua hendaknya berpedoman pada
keserasian antara kesibukan yang diberikan kepada mereka dengan kebebasan yang
dikehendakinya
g) rekreasi yang wajar dan sehat sangat berguna bagi remaja, karena menimbulkan
ketenangan, rasa bebas, dan situasi rileks, disamping itu, kegunaannya adalah sebagai
pelepas energi fisik dan emosional, sehingga ada kesempatan untuk berkhayal,
memperluasa pergaulan dan menemukan hal-hal yang baru.
h) Hendaknya remaja diberikan pendidikan seks yang selaras dengan perkembangan
jiwanya, jika ada masalah seks tanggapilah hal ini dengan sungguh-sungguh bila
mereka menghadapi masalah sewaktu pertama kali berpacaran, berilah mereka petunjuk
sebagaimana layaknya seorang kakak terhadap adiknya
Seringkali karena pengalaman dan tekanan dari lingkungan, remaja dihinggapi rasa rendah
diri, apabila menghadapi masalah demikian, maka sebaiknya orangtua mengusahakan
hal-hal sebagai berikut:
a) Menyadarkan remaja bahwa keinginan tanpa usaha yang penuh ketekunan akan sia-sia
b) Tonjolkanlah kelebihan yang terlibat pada remaja tadi, agar ia mengabaikan
kelemahannya dan selanjutnya bertumpu pada kelebihannya tersebut
4. gangguan/penyimpangan yang dapat timbul pada tahap ini:
a) Gangguan dalam tercapainya identitas yang posistif dalam tahap ini mengakibatkan
kekaburan dan kekososngan identitas diri. Misalnya, seorang anak yang gagal
beridentifikasikan dengan orangtuanya akan menyebabkan ia tidak mempunyai identitas
diri, baik dalam identitas seksual maupun identitas pekerjaan, sehingga ia tidak mau
bersekolah dengan baik
b) Kadang-kadang remaja mengambil identitas negatif dan terjerumus pada kenakalan
remaja, karena bagi remaja jauh lebih baik memperoleh suatu identitas, walaupun
negatif,
daripada
terombang-ambing
dalam
ketidaktentuan
diri,
yang
dapat
menimbulkan kecemasan memuncak atau depresi
d. Nilai-nilai keluarga
Nilai adalah ciri sentral dari sistem kepercayaan seorang individu karena kualitas
keabadian; nilai bukanlah siklus hidup usia pendek, nilai berfungsi sebagai pedoman
bagi tindakan (Rokeach, 1973 dalam Friedman, 1998). Nilai keluarga adalah suatu
sistem ide, sikap, dan kepercayaan tentang suatu keseluruhan hal/konsep yang secara
sadar atau tidak sadar mengikat bersama-sama seluruh anggota keluarga dalam suatu
budaya lazim (Parad dan Caplan, 1965 dalam Friedman, 1998). Beberapa yang dapat
diidentifikasi adanya nilai yaitu pada panutan keluarga, jenis pekerjaan keluarga,
pendidikan keluarga, kemandirian, keamanan finansial, agama, melakukan kegiatan
bagi orang lain, mengenai memiliki anak, nilai berhutang/tidak berhutang, mengenai
menabung. Nilai keluarga dibandingkan dengan nilai pada masyarakat menandakan
adanya perbedaan dapat mengakibatkan terjadi konflik nilai, nilai yang normal adalah
nilai yang sesuai dengan nilai yang berlaku secara universal dan sesuai
masyarakatnya.
D. Fungsi Keluarga
Fungsi Afektif : Berfungsi
Tdk Berfungsi
Fungsi Sosial : Berfungsi
Tdk Berfungsi
Fungsi Ekonomi : Baik
Kurang Baik
Fungsi perawatan keluarga masuk dalam pengkajian tugas keluarga
5. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga menurut Fiedman (1998) adalah fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi
perawatan kesehatan, dan fungsi reproduksi.
a. Fungsi afektif
Adam (1971, dalam Friedman 1998) menyampaikan keluarga menjadi seorang ahli
dalam memenuhi kebutuhan psikologis-kebutuhan untuk memahami, kasih sayang
dan kebahagiaan. Komponen fungsi afektif adalah memelihara saling asuh: keluarga
sebagai tempat untuk memperoleh kehangatan, dukungan, cinta, dan penerimaan dan
perkembangan hubungan yang akrab: keintiman dapat memenuhi kebutuhan
psikologis terhadap keakraban emosional dengan orang lain dan memungkinkan
individu dalam hubungan tersebut untuk mengetahui seluruh keunikan satu sama lain
(Andrews, 1974 dalam Friedman, 1998)
Atribut-atribut sosioemosional dalam keluarga sehat
a) lingkungan keluarga sebagai pembangkit dan pemelihara pertalian kasih sayang,
seseorang dicintai pertama kali dan belajar mencintai dan memberi
b) kesempatan untuk mengembangkan identitas diri
c) kesempatan membentuk jati diri
1) Gaya Pengasuhan
Santrock (2002) menuliskan mengenai gaya pengasuhan orangtua pada anakanaknya, orang tua ingin anak bertumbuh menjadi individu-individu yang dewasa
secara sosial, dan mereka mungkin merasa frustasi dalam mencoba menemukan cara
terbaik untuk mencapai pertumbuhan ini. Diana Baumrind (1971, dalam Santrock
2002) menekankan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang
berbeda dalam perilaku sosial anak : otoriter, otoritatif (demokratik), dan Laiseezfaire (permisif) dengan pengelompokan permissive-indulgent dan permissiveindifferent
a. pengasuhan yang otoriter
suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti
perintah-perintah orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orangtua yang
otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar
kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Pengasuhan yang otoriter
diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak-anak. Misalnya, seorang orangtua
yang otoriter mungkin mengatakan :”Kau lakukan itu sesuai dengan perintahku
atau tidak sama sekali. Tidak usah banyak bicara!”Anak-anak yang orangtuanya
otoriter seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai kegiatan,
dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah.
b. pengasuhan yang otoritatif (demokratik)
mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan
pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif
dimungkinkan, dan orangtua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang
kepada anak. Pengasuhan yang otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial
anak-anak. Orangtua yang otoritatif mungkin melingkarkan lengannya kepada
anak dengan cara yang baik dan berkata: “Kau tahu kau seharusnya tidak boleh
melakukan hal itu; ayo kita bicara bagaimana kau dapat mengatasi situasi seperti
ini lebih baik di masa yang akan datang.” Anak-anak yang mempunyai orangtua
otoritatif berkompetensi secara sosial, percaya diri, dan bertanggungjawab sosial
c. pengasuhan yang permissive-indifferent
suatu gaya dimana orangtua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak; tipe
pengasuhan ini diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurang
kendali diri. Orangtua ini tidak dapat menjawab pertanyaan: “ini sudah jam 10
malam. Kau tahu di mana anak kita?”anak-anak memiliki keinginan yang kuat
agar orangtua mereka perduli terhadap mereka; anak-anak yang orangtuanya
bergaya permissive-indifferent mengembangkan suatu perasaan bahwa aspekaspek lain kehidupan orangtua lebih penting daripada mereka. Anak-anak yang
orangtuanya bergaya permmisive-indifferent menjadi inkompeten secara sosial,
mereka memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak membangun
kemandirian dengan baik
d. Pengasuhan yang permmissive-indulgent
Suatu gaya pengasuhan dimana orangtua sangat terlibat dalam kehidupan anakanak mereka tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap mereka.
Pengasuhan yang permmisive indulgent diasosiasikand degan inkompetensi sosial
anak, khususnya kurang kendali diri. Orangtua seperti itu membiarkan anak-anak
mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya ialah anak-anak
tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu
mengharapkan kemauan mereka dituruti. Beberapa orangtua dengan sengaja
mengasuh anak-anak mereka dengan cara seperti ini karena mereka yakin
kombinasi keterlibatan yang hangat dengan sedikit kekangan akan menghasilkan
anak yang kreatif dan percaya diri.
2) Mengasuh dan Membimbing Anak Dalam Keluarga
Martono (1996) menuliskan mengenai mengasuh dan membimbing anak, yaitu
adanya perkembangan anak yang terjadi menurut suatu pola tertentu, terdiri dari
beberapa tahap yang beralih dari satu tahap ke tahap berikutnya secara berurutan,
oleh karena itu mengasuh dan membimbing anak berlangsung secara
berkesinambungan dan perlu disesuaikan dengan tahap perkembangan anak.
Sebagaimana dijelaskan, perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor bawaan dan
faktor lingkungan. Kedua faktor itu perlu diperhatikan dalam mengasuh dan
membimbing anak. Faktor bawaan adalah sifat yang dibawa anak sejak lahir.
Faktor bawaan dapat mempercepat, menghambat, atau melemahkan pengaruh
faktor lingkungan. Setiap anak itu unik, artinya bahwa tidak ada satu anak pun
yang persis sama. Dalam mengasuh dan membimbing anak yang satu dengan
yang lainnya, perlu memperhatikan sifat mereka masing-masing. Faktor
lingkungan adalah pengaruh luar atau lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan anak. Faktor lingkungan meliputi suasana lingkungan dalam
keluarga dan hal lain yang berpengaruh dalam perkembangan anak, seperti sarana
dan prasarana yang tersedia, misalnya alat bermain, lapangan bermain, atau TV.
Faktor lingkungan dapat merangsang berkembangnya fungsi tertentu dari anak,
sehingga mempercepat perkembangan anak. Namun, faktor lingkungan juga dapat
memperlambat atau mengganggu kelangsung perkembangan anak. Di sini, peran
orangtua dalam mengasuh dan membimbing anak ialah menciptakan suasana
lingkungan yang dapat mendukung perkembangan anak dengan sebaik-baiknya.
Jadi, dalam mengasuh dan membimbing anak, kita harus mengenal dan
menciptakan lingkungan yang dapat mendukung perkembangan anak ke arah
yang positif.
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam mendidik anak.
Pendidikan
di
lingkungan
keluarga
merupakan
dasar-dasar
pertama
perkembangan anak. Mengasuh dan membimbing anak ialah mendidik anak agar
kepribadian anak dapat berkembang dengan sebaik-baiknya, sehingga menjadi
manusia dewasa yang bertanggungjawab. Mengasuh dan membimbing anak
melibatkan seluruh aspek kepribadian anak, baik aspek jasmani, intelektual,
emosional dan keterampilan, serta aspek norma dan nilai. Hakikat mengasuh dan
membimbing anak meliputi pemberian kasih sayang dan rasa aman, sekaligus
disiplin dan contoh yang baik, oleh karena itu diperlukan suasana kehidupan
keluarga yang stabil dan bahagia. Mengasuh dan membimbing anak selain
merupakan tantangan dalam keluarga, juga merupakan pengalaman yang
menyenangkan dan memuaskan. Mengasuh dan membimbing anak membutuhkan
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kesabaran orangtua. Sementara
kebanyakan orangtua melakukan secara alamiah, namun ada beberapa prinsip
dasar yang perlu diterapkan.
Prinsip dalam mengasuh dan membimbing anak:
a) penuh kasih sayang
Sejak kecil anak harus dapat merasakan bahwa ia disayangi, disenangi,
diperhatikan, diterima, dan dihargai. Kasih sayang itu ditunjukkan secara
wajar, sesuai dengan umur anak. Misalnya dengan mencium, membelai,
memuji, menepuk bahunya, mengucapkan kata-kata yang menghiburkan atau
meneguhkan. Kasih sayang orangtua harus ajek dan tulus, artinya tetap ada
sepanjang masa, bahkan pada saat anak berbuat salahpun dia tetap merasa
bahwa ia disayangi. Nyata, sehingga anak benar-benar merasakan adanya
kasih sayang tersebut. Suasana kasih sayang penting dikembangkan di dalam
keluarga, terutama dalam kehidupan orangtua sebagai suami isteri, sebagai
contoh langsung kepada anak. Kasih sayang dan kesetiaan di atara suamiisteri akan menimbulkan perasaan aman di dalam keluarga, sehingga menjadi
tempat berkembangnya anak-anak dengan subur. Hal ini akan mendorong
terbentuknya kasih sayang di dalam jiwa dan sanubari anak-anak.
b) Penanaman disiplin yang kontruktif
Sebaiknya sediakan batasan dari tingkah laku anak yang merupakan tata tertib
dalam keluarga. Hal ini akan merupakan pedoman bagi anak, sehingga ia
dapat mengerti tingkah laku apa yang diperbolehkan dan tingkah laku mana
yang tidak diperbolehkan. Dengan adanya tata tertib ini akan juga dilatih agar
mengenal
disiplin,
sehingga
ia
dapat
mengendalikan
diri
serta
bertanggungjawab. Hal ini sangat penting bila anak sudah dewasa, agar ia
dapat menyesuaikan diri dengan norma dan aturan di masyarakat.
Sepuluh cara dalam melaksanakan disiplin pada anak
1. konsisten (tidak berubah)
ada kesepakatan antara ayah dan ibu, sehingga setiap tindakan dalam
menanamkan disiplin tidak berubah-ubah/. Apabila terjadi perbedaan
pendapat antara ayah dan ibu agar diselesaikan berdua tanpa diketahui
oleh anak.
2. jelas
berikan aturan yang sederhana dan jelas sehingga anak mudah
melakukannya.
3. memperhatikan harga diri anak
bila memungkinkan, jangan menghukum anak di hadapan orang lain. Hal
ini akan membuat anak merasa malu, sehingga tetap mempertahankan
perilakunya yang salah tersebut (karena gengsi)
4. beralasan dan dapat dimengerti
alasan tata tertib yang dilakukan itu perlu dijelaskan kepada anak,
sehingga anak melakukannya dengan penuh kesadaran. Namun, pada
situasi tertentu orangtua perlu memahami posisi anak. Hal ini akan
menambah dekatnya hubungan orangtua dan anak
5. memberikan hadiah
hadiah berupa pujian atau barang, diberikan apabila anak berbuat sesuai
dengan yang diharapkan
6. hukuman
hukuman terutama dititikberatkan pada perbuatan anak yang salah, bukan
pada diri anak sendiri, agar tidak timbul rasa dendam serta anak tidak
kehilangan kepercayaan kepada dirinya. Bila mungkin, orangtua harus
segera berbaik kembali dengan anak, tanpa rasa dendam. Dalam menegur
anak bila berbuat salah, sebaiknya jangan lupa menyebutkan perbuatan
yang baik terlebih dahulu sebelum menyebutkan perbuatan yang salah
7. luwes
jangan terlalu kaku dalam menegakkan disiplin, khususnya terhadap
remaja. Sesuatu yang baik diterapkan pada seorang anak, belum tentu
berlaku untuk anak yang lain. Jadi, sesuaikan dengan situasi dan kondisi
anak.
8. keterlibatan anak
sebaiknya anak dilibatkan dalam membuat setiap tata tertib
9. bersikap tegas
apabila dianggap perlu memberikan hukuman, jangan terbawa arus bujuk
rayu anak. Bersikap tegas bukan berarti bersikap kasar, baik dalam
tindakan (fisik) maupun perkataan.
10. jangan emosional
dalam menghukum anak , hindari keterlibatan emosi orangtua. Misalnya
jika orangtua dalam keadaan jengkel, dapat menghukum anak tidak sesuai
dengan kesalahannya
c) Meluangkan waktu kebersamaan
Meluangkan waktu bersama anak merupakan hal yang amat penting dalam
pendidikan, sehingga terciptalah lingkungan dan suasana yang menunjang
perkembangan mereka. Misalnya meluangkan waktu untuk:
a. bermain bersama dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan anak dan
hindarkan sikap mengatur dan mempengaruhi mereka
b.berbincang-bincang dengan anak, saling mendengar dan saling menanggapi.
c. Melatih keterampilan sehari-hari, seperti memasak atau memperbaiki
mainan, yang akan sangat berguna bagi mreka di kemudian hari
d.Melakukan kegiatan bersama secara teratur, seperti makan, menonton, atau
berlibur bersama akan menambah semangat dan perasaan memiliki di dalam
keluarga
d) membedakan yang salah dan benar, yang baik dan yang buruk
Ajarkan kepada anak untuk membedakan yang salah dan yang benar, yang
baik dan yang buruk. Hal-hal yang diajarkan ialah nilai-nilai yang berlaku di
lingkungan keluarga, masyarakat sekitarnya, dan budaya bangsa, misalnya
adat istiadat, norma, dan nilai yang berlaku. Hal itu diperlukan agar anak
mudah menyesuaikan diri dengan masyarakat. Contoh: berlaku ramah dan
jujur terhadap orang lain, menghargai orang lain beserta miliknya. Sikap dan
perilaku hormat terhadap orang yang lebih tua. Cara yang paling baik yaitu
orangtua langsung memberikan contoh dalam sikap dan perilakunya seharihari.
e) mengembangkan sikap saling menghargai
Orangtua perlu menciptakan suasana saling menghargai satu sama lain,
misalnya bila orangtua berbuat salah, jangan segan untuk segera meminta
maaf. Tunjukkan perhatian terhadap kegiatan anak, berlaku jujur dan tulus
setiap saat, jangan pilih kasih, selalu berusaha menepati janji, dan
menunjukkan kepercayaan kepada anak. Disamping itu, orang tua juga perlu
mendorong anak agar menghargai dan menghormati orangtua
f) memperhatikan dan mendengar pendapat anak
Orangtua memberi perhatian kepada anak sejak usia dini dan mencoba
melihat segala sesuatu dari sisi anak. Dengarkan dan berusahalah untuk
mengerti pendapat anak tanpa dipengaruhi oleh pendapat orangtua. Pakailah
bahasa yang mudah dimengerti oleh anak. Hal ini akan membuat hubungan
orangtua dan akan akan menjadi lebih dekat, sehingga anak dapat menyatakan
perasaannya, termasuk perasaan yang baik dan yang buruk seperti rasa marah
dan tidak senang, tanpa takut kehilangan kasih sayang dari orangtua.
g) Membantu mengatasi masalah
Anak membutuhkan bimbingan bila ia terbentur pada suatu masalah, namun
orangtua jangan memaksakan pendapatnya. Tawarkanlah pendapat anda
kepada anak, namun bukan merupakan peraturan yang mutlak harus
dijalankan. Berilah kesempatan terlebih dahulu kepada mereka untuk
menyelesaikan masalahnya sebelum anda memberikan bantuan sehingga
mereka tidak menjadi malas dan selalu tergantung kepada orangtua
h) Mengembangkan kemandirian
Rasanglah inisiatif anak dan berikan kebebasan kepada mereka untuk
mengembangkan diri. Beri kesempatan kepada mereka utnuk mengerjakan
sesuatu menurut mereka sendiri, asal tidak bertentangan dengan norma
masyarakat, untuk memupuk inisiatif dini, orangtua perlu memuji hasil karya
anak. Bila hasil karya anak selalu dicela, maka hal tersebut akan bersarang
terus dalam hatinya, sehingga kegairahan dan kepercayaan diri anak menjadi
berkurang. Anak akan apatis, malas, sukar mengambil keputusan, dan selalu
bergantung pada orang lain.
i) Memahami keterbatasan anak
Setiap anak mempunyai keterbatasan. Hendaknya orangtua jangan menuntut
melebihi kemampuan anak, dan jangan membandingkan anak yang satu
dengan yang lain.
Diagram Pertalian
Contoh:
Keterangan: Bp. J dan isteri memiliki hubungan yang erat, sedangkan Bp. J
memiliki hubungan yang sangat lemah dengan anak-anak, Bp. J seringkali
tidak ada di rumah karena berlayar, anak-anak kurang dapat berkomunikasi
dengan Bp. J, anak I dan II memiliki konflik dan seringkali bertengkar serta
tidak saling bicara, anak I dan Ii saling tidak menyukai.
* jika tali memiliki bentuk gelombang ganda berarti hubungan sangat
negatif. tali 4 berarti hubungan sangat kuat, tali 3 berarti hubungan sedang,
tali 2 berarti hubungan lemah, tali 1 berarti hubungan sangat lemah.
b. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah semua proses dalam sebuah komunitas (keluarga) tempat manusia
berada, berdasarkan sifat kelenturannya melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh
selama hidup, manusia memperoleh karakteristik sosial yang terpola (Honigman, 1967
dalam Friedman, 1998). Contoh: keluarga menyekolahkan anak-anak ke sekolah formal,
dan anak-anak diperbolehkan bermain kerumah tetangga, anak-anak juga diperbolehkan
untuk bermain ke lapangan bermain, keluarga kadang kala bertamu ketetangga sekitar
rumah, keluarga juga seringkali terlibat dalam aktifitas warga: kerja bakti, perlombaan
agustusan.
c. Fungsi perawatan kesehatan
Nilai sehat-sakit menurut keluarga, pengetahuan mengenai sehatan, kepercayaan
kesehatan pada anggota keluarga dan keluarga merupakan bagian yang dikaji dalam
fungsi perawatan kesehatan.
Pola perilaku sehat dalam keluarga:
a) gaya hidup: pola diet, tidur, istirahat, latihan dan rekreasi, kebiasaan menggunakan
obat dan perawatan diri
Perawat mencatat diet harian keluarga selama 3 hari terakhir:
Makanan yang
disajikan
Jumlah
Keterangan
(makan di rumah/luar, masak sendiri/beli,
jumlah uang yang dibelanjakan)
Makan Pagi
Kudapan pagi
Makan siang
Kudapan
Makan malam
Kudapan sebelum tidur
b) perawatan lingkungan: praktik kebersihan dan keamanan
Pola kebersihan yang dapat mengurangi kemungkinan infeksi dan penyebarannya:
1) mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah ke toilet
2) menggunakan handuk yang berbeda. Jika ada penyakit kulit yang infeksius
seperti skabies dapat mengakibatkan penularan
3) minum dengan gelas atau cangkir bersih yang berbeda. Anak tidak diberikan
minum dari dot/ atau botol tetapi langsung menggunakan gelas.
4) Mandi dan kebersihan, dihubungkan dengan kesehatan, tetap menghargai
budaya kebersihan menurut adat setempat yang tidak mengganggu kesehatan.
c) perawatan preventif: pemeriksaan kesehatan ke klinik/posyandu, imunisasi.
d) perawatan kesehatan gigi, keluarga melakukan perawatan gigi dan mulut dengan
pemeriksaan ggi teratur 1 bulan sekali, penggunaan air yang mengandung Flouride,
menyikat gigi setelah makan dan ketika mau tidur, tidak terlalu sering mengkonsumsi
makanan karbohidrat atau yang mengalami fermentasi dan menyebabkan caries gigi.
d. Fungsi reproduksi
Identifikasi pada fungsi reproduksi adalah pada perencanaan jumlah keluarga termasuk
program keluarga berencana. Contoh: anak I dilahirkan setelah 2 tahun pernikahan tanpa
mengikuti program penundaan kehamilan, anak II dilahirkan setelah anak I berusia 6
tahun dengan menggunakan alat KB (IUD) dan saat ini keluarga ingin menambah
anggota keluarga baru setelah anak II berusia 4 tahun tetapi belum ada tanda kehamilan
dari Ibu C.
E. Pola Koping Keluarga :
Efektif
Tidak Efektif
Stressor yg dihadapi keluarga :___________________________________________
6. Stress dan Proses Koping keluarga
Secara konstan keluarga selalu mengalami perubahan termasuk mengenai persepsi dan
hidup, strrss dan koping diidentifikasi dengan dasar: adanya stimulus dari dalam keluarga
atau dari luar, adanya kebutuhan berkembang secara normal dan berkelanjutan serta
terus-menerus dari seluruh anggota keluarga, situasi yang tak terduga yang melibatkan
keluarga menghasilkan adanya tuntutan untuk berubah yang berakibat pada perubahan
pada keluarga sebagai bentuk adaptasi keluarga. Strategi dan proses koping adalah
sesuatu yang penting untuk dapat melaksanakan dan menyatakan fungsi-fungsi keluarga.
Pola dan sumber koping digunakan untuk melakukan adaptasi dan mencapai tingkat
kesejahteraan (kesehatan) keluarga yng lebih tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Stirling County (dalam Friedman, 1998) mendapatkan
hasil adanya ½ orang dewasa mengalami gangguan mental dnegan pencetus terutama
adalah kematian pasangan, perceraian, dan kemiskinan. Semakin banyak terpajan atau
terpapar, semakin tidak siap menghadapi stersor-sresor (Pearlin & Cshooler, 1978 dalam
Friedman, 1998). Bloom (1977 dalam Friedman, 1998) menyimpulkan banyak klien
dirawat di RS karena sakit mental, adanya kasus bunuh diri, dan pembunuhan terkait
dengan hancurnya perkawinan (perceraian, penyelewengan, kematian pasangan).
Ancaman: keluarga dengan kemiskinan, keluarga dengan kematian aggota keluarga,
keluarga dengan pendidikan rendah, keluarga dengan masalah sekolah. Stressor adalah
kejadian-kejadian dalam hidup yang cukup serius sehingga menimbulkan perubahanperubahan dalam sistem keluarga. Keluarga yang berada dalam krisis secara konsisten
cenderung melihat kejadian dengan cara subjektif dan kacau. Stress adalah repon atau
keadaan tegang yang dihasilkan oleh tuntutan nyata yang belum ditangani (Antonovsky;
Burr, 1973). Adaptasi adalah proses penyesuaian terhadap perubahan adaptasi positif atau
negatif yang dapat menurunkan atau meningkatkan derajat kesehatan (Burgess, 1980).
Strategi Adaptasi menuurt White (1974, dalam Friedman ,1998) :
1) mekanisme pertahanan: cara-cara yanag dipelajari kebiasaan/otomatis untuk berespon
(penyangkalan terhadap isu penting keluarga/perilaku menghindari), jika hal ini yang
dilakukan maka proses adaptasi disfungsional
2) srategi koping: upaya penyelesaian masalah seorang individu yang diharapkan pada
tuntutan yang berakitan dengan keadaan kesejahteraannya, tetapi benar-benar
menekan sumber-sumber dari individu tersebut (Lazarus et al, 1974 dalam Friedman,
1998)
3) pengusaan: penggunaan stategi koping yang efektif dengan adanya kompetensi
keluarga (memiliki cara-cara yang memadai untuk menangani keadaan darurat dari
suatu situasi atau tugas)
Tabel Stresor dalam keluarga
Kehilangan
Nilai
99
98
58
1. Kematian seorang anak
2. Kematian salah satu orang tua atau pasangan
3. Anak laki-laki atau perempuan yang sudah menikah berpisah/bercerai
Ketegangan dalam Pernikahan
4. Pasangan/orang tua berpisah/bercerai
79
5. Pasangan/orang tua “berselingkuh”
68
6. Peningkatan kesulitan dengan hubungan seksual antara suami dan istri
58
Pelanggaran hukum dalam keluarga
7. Penganiayaan fisik atau seksual atau kekerasan di rumah
76
8. Seorang anggota keluarga dimasukkan ke penjara atau tahanan anak
68
9. Seorang anggota lari dari rumah
61
Penyakit dan ketegangan “perawatan” keluarga
10. Seorang anggota mengalami cacat fisik atau sakit kronik
73
11. Peningkatan kesulitan dalam mengelola anggota yang sakit kronik 58
atau cacat
12. Peningkatan tanggung jawab untuk memberikan bantuan asuhan 47
langsung/finansial kepada orang tua suami/istri
Ketegangan intra-keluarga
13. Salah satu anggota tampak tergantung pada alkohol atau obat-obatan
66
14. Seorang anggota tampak memiliki masalah emosional
58
15. Peningkatan kesulitan mengatur anak remaja
55
Ketegangan dalam kehamilan dan kelahiran anak
16. Kehamilan seorang anggota yang belum menikah
65
17. Seorang anggota melahirkan atau mengadopsi anak
50
18. Seorang anggota mengalami keguguran
50
Transisi dan ketegangan kerja keluarga
19. Seorang anggota kehilangan atau berhenti dari pekerjaan
55
20. Seorang anggota berhenti bekerja selama periode yang lama
51
21. Seorang anggota pensiun dari pekerjaan
48
Ketegangan finansial dan usaha
22. Mencari tunjangan kesejahteraan
55
23. Seorang anggota memulai sebuah usaha baru
50
24. Perubahan pasar agrikultur atau pasar saham, yang mengganggu 43
penghasilan keluarga
Transisi “masuk dan keluar”
25. Anggota dewasa muda keluar dari rumah
43
26. Seorang anggota menikah
42
27. Seorang anggota pindah kembali ke rumah atau orang baru pindah ke 42
dalam rumah tangga
Sumber: Diambil dari McCubbin, Patterson & Wilson (1983) dalam Friedman (2010) dalam
Riskika,2015
Koping keluarga: respon positif, sesuai masalah, afektif, persepsi, dan respon perilaku
yang digunakan keluarga dan subsistemnya untuk menyelesaikan masalah / menurunkan
stres yang diakibatkan suatu kejadiaan. Strategi koping internal adalah kemampuan
keluarga menyatukan seluruh anggota keluarga dan memelihara kekohesifan keluarga
(anggota keluarga memiliki tanggung jawab kuat terhadap keluarga dan tujuan kolektif)
dan fleksibilitas peran. Strategi koping eksternal adalah penggunaan sistem pendukung
sosial oleh keluarga (Hall & Weaver, 1974 dalam Friedman, 1998). Krisis adalah
keadaan/masa kacau dalam kehidupan keluarga ketika suatu kejadian/rentetan kejadian
yang menuntut sumber-sumber keluarga dan kemampuan koping, tanpa ada penyelesaian
masalah. Akibat dari ketidakseimbangan antara permintaan dan sumber-sumber atau
upaya-upaya koping (Patterson, 1988 dalam Friedman, 1998).
Strategi koping keluarga adalah respon koping normatif, yaitu mengubah situasi yang
penuh dnegan stres, dengan menggunakan taktik/cara
yang berfungsi untuk
mengendalikan makna dari masalah, dan mekanisme-mekanisme (upaya) yang penting
digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah dan mengendalikan stress yang ada.
Contoh: Stressor Jangka Panjang dan koping: Keluarga Bp. J sedang mengalami
kesulitan dalam hal pembiayaan kehidupan, seperti: biaya anak-anak sekolah. Ibu C
seringkali menangis di malam hari saat menjelang tidur (dalam kamar), anak-anak saat
ini belum membayar SPP sekolah selama 3 bulan. Stressor jangka pendek dan koping:
tadi pagi anak III merengek meminta dibelikan bakso saat ada tamu, ibu C memukul anak
III karena menurut Ibu C: anak membuat malu keluarga. Contoh lainnya: keluarga Bp. M
saat ini memiliki masalah Bp. M menderita stroke, keluarga merasakan adanya perubahan
peran dalam keluarga, Ibu M berjualan sayur di pasar semenjak Bp. M sakit (sejak 6
bulan yang lalu), Bp. M seringkali marah kepada ibu M dan memukul ibu M jika pulang
terlalu malam. Bp. M seringkali mengurung diri dalam kamar dan tidak berbicara dengan
anggota keluarga yang lain. Anak I seringkali ke luar rumah beberapa hari dan pulang
dalam keadaan mabuk, anak I merasakan tidak dipahami dalam keluarga, anak II
seringkali melakukan pekerjaan pemeliharaan kebersihan dan kerapihan rumah, anak II
jarang sekali ke luar rumah. Keluarga tidak pernah bercengkerama semenjak Bp. M sakit
dan kembali ke rumah dari perawatan di Rumah Sakit (RS). Saat ini keluarga mempunyai
masalah untuk pembayaran penunggakan perawatan Bp. M di RS. Anak I sedang
menuntut Ibu M untuk diberikan uang sesegera mungkin dengan alasan untuk mencari
kerja, dan ibu M kebingungan menghadapi anak I.
4.
Lingkungan Keluarga dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Rumah Tangga
DATA PENUNJANG KELUARGA
Rumah dan Sanitasi Lingkungan
 Kondisi Rumah :
PHBS Di Rumah Tangga (mengkaji fungsi
perawatan kesehatan keluarga)
 Jika ada Bunifas, Persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan : Ya/ Tidak*
............................................................................
 Jika ada bayi, Memberi ASI ekslusif : Ya/ Tidak*
..............................................................................
 jika ada balita, Menimbang balita tiap bln :
 Ventilasi :
Ya/ Tidak*
Baik (10-15% dari luas lantai): ya/tidak
..............................................................................
Jendela setiap hari dibuka: ya/tidak
 Menggunakan air bersih untuk makan & minum:
Ya/ Tidak*
...........................................................................................
 Pencahayaan Rumah :
 Menggunakan air bersih untuk kebersihan diri:
Baik/ Tidak*
Ya/ Tidak*
cahaya matahari bisa menerangi ruangan dalam
...........................................................................................
rumah :ya/tidak
 Mencuci tangan dengan air bersih & sabun :
Ya/ Tidak*
 Saluran Buang Limbah :
...........................................................................................
Tertutup/terbuka
 Melakukan pembuangan sampah pada tempatnya :
Ya/ Tidak*
 Air Bersih :
...........................................................................................
Sumber air bersih: sumur/PAM/sungai/lain Menjaga lingkungan rumah tampak bersih
lain, sebutkan.....
ya/tidak
Kualitas air: tidak berwarna, tidak berbau, tidak ...........................................................................................
berasa
(observasi dan validasi)
 Mengkonsumsi lauk dan pauk tiap hari :
Ya/ Tidak*
...........................................................................................
 Jamban Memenuhi Syarat :
 Menggunakan jamban sehat :
Kepemilikan jamban : ya/tidak
Ya/ Tidak*
Jenis jamban : leher angsa/cemplung
...........................................................................................
Jarak septic tank dengan sumber air
 Memberantas jentik di rumah sekali seminggu :
Ya/ Tidak* (menguras, mengubur, menutup)
 Tempat Sampah:
...........................................................................................
Kepemilikan tempat sampah ;Ya/Tidak*
 Makan buah dan sayur setiap hari : Ya/ Tidak*
Jenis :
........................................................
tertutup/terbuka……………………...................  Melakukan aktivitas fisik setiap hari : Ya/ Tidak*
.........................................................
.....................................................
 Tidak merokok di dalam rumah : Ya/ Tidak*
 Rasio Luas Bangunan Rumah dengan Jumlah ............................................................
Anggota Keluarga 8m2/orang :
Penggunaan alkohol dan zat adiktif : ya/tidak
Ya/Tidak*………………................................ ...................................................................................
Kondisi rumah :
d) Type rumah (permanen, semi permanen, tidak
permanen)
e) Lantai (tanah, plester)
f) Kepemilikan rumah (sendiri, sewa)
............................
Sumber gambar:www.slideshare.net,20desember 2015
Sukarni (1989) menuliskan mengenai tempat tinggal, yang meliputi: sumber air,
pembuangan kotoran manusia, bangunan yang meliputi ventilasi, jenis bahan bangunan,
luas per penghuni, kandang ternak (kalau ada), pembuangan limbah atau sampah rumah
tangga. Syarat tempat tinggal serta pengaruhnya terhadap kesepakatan secara umum;
berdasarkan pada hubungannya dengan status kesehatan. Beberapa hal tersebut sukar
dipisahkan karena biasanya pada suatu tempat tinggal yang mempunyai sumber sanitasi
yang buruk, akan mempunyai pula pembuangan kotoran, ventilasi yang buruk, dan
kepadatan penghuni yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Sebagai contoh berdasarkan
penelitian Sutomo dkk pada tahun 1982, tentang sumber air dan jamban keluarga di
daerah pedesaan yang meliputi 9 propinsi dengan 8.597 rumah tangga, hasilnya adalah
sebagai berikut: 12,2 % menggunakan air yaitu sumur pompa dalam atau dangkal, 73,4 %
menggunakan sumber air yang kurang bersih, seperti sumur terbuka, mata air, air hujan,
dan 14,4 % menggunakan air kotor dari sungai, kolam, dll. Sedangkan pembuangan
kotoran manusia 10, 2% menggunakan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan
yaitu antara lain tertutup ; memakai “septic tank”, 36,5 % menggunakan jamban yang
kurang memenuhi syarat kesehatan misalnya kakus cemplung; dan 63,3 % masih tidak
memenuhi syarat kesehatan seperti di udara terbuka, di selokan, di sungai. Penelitian lain
tentang pelaksanaan program Samijaya (Sarana Air minum dan Jamban Keluarga) atau
MCK (Mandi, Cuci, Kakus) ternyata menunjukkan penurunan prevalensi penyakitpenyakit diare, kulit, dan mata.
Sumber gambar: rumahminimalissederhana.com,20desember2015
Bangun perumahan, luas lantai per penghuni, ventilasi sangat mempengaruhi penularan
penyakit terutama penyakit saluran pernafasan seperti TBC, batuk rejan (pertusis). Jenis
lantai, atap, dinding, dan jendela mempengaruhi pula perlindungan para penghuninya
terhadap dingin, panas, dan hujan. Lantai dari tanah mempengaruhi penyebaran penyakit
parasit, di daerah pedesaan sering menempatkan hewan ternaknya di dalam atau terlalu
dekat dengan rumah. Keadaan ini dapat menimbulkan pengembangbiakan lalat yang
dapat pula menyebarkan penyakit.
a. sumber air: air sangat penting untuk kehidupan, kebutuhan air sangat mutlak, 73 %
dari bagian tubuh tanpa jaringan lemak adalah air. Jumlah air yang terdapat dalam
tubuh manusia adalah sbb: sekitar 80 % dari berat badan (BB) bayi yang mempunyai
BB rendah, sekitar 70-75% BB neonatus, sekitar 65 % BB orang dewasa. Jika tubuh
kita kehilangan air 5 % BB anak dan orang dewasa, akan membahayakan, karena
mengalami dehidrasi. Untuk keperluan sehari-hari di Indonesia baru mencapai 100
liter saja, dengan perincian, minum 5 liter, masak 5 liter, membersihkan/mencuci 15
liter, mandi 30 liter, kakus 45 liter. Jenis air yang dikaitkan dengan sumber dibedakan
menjadi: air hujan, embun, yaitu air yang diperoleh dari udara karena terjadinya
melalui proses presipitasi dari awan, atmosfir yang mengandung air, air permukaan
tanah, dapat berupa air yang tergenang atau air mengalir, misalnya danau, sungai, laut
air sumber dangkal, air tanah yaitu air permukaan yang meresap dalam tanah
sehingga telah mengalami penyaringan oleh tanah, batu-batuan, maupun pasir. Air
tanah dapat juga menjadi air permukaan. Syarat air minum ditentukan oleh syarat
fisik, kimia dan bakteriologis. Syarta fisik: jika air tidak berwarna, berasa, berbau,
jernih dengan suhu di bawah suhu udara sehingga terasa nyaman, syarat kimia: tidak
mengandung zat kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan (tidak
mengandung CO2, H2S, NH4), syarat bakteriologis, tidak mengandung bakteri E.
Coli yang melampaui batas yang ditentukan, 90 % dari air contoh yang diperiksa
selama 1 bulan dengan tehnik penyaringan bebas dari E. Coli jumlah bakteri tidak
boleh melebihi 4 dari setiap 100 cc, tidak boleh melebihi 7 dari setiap 200 cc serta
tidak lebih dari 132 untuk setiap 500 cc air. Sumber air keperluan rumah tangga di
Indonesia kebanyakan adalah sumur, kira-kira 45 %, agar air sumur memenuhi syarat
kesehatan sebagai air rumah tangga, maka air sumur dilindungi dari pencemaran,
sumur yang baik harus memenuhi syarat.
“Air Bersih
Menurut Depkes RI, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila dimasak. Sedangkan syarat kesehatan air bersih menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun 1990 sebagai berikut:
1.
Syarat fisik, antara lain tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
2.
Syarat kimia, antara lain : Derajat keasaman (pH) antara 6,5-9,2;
Tidak boleh ada zat kimia berbahaya (beracun); Unsur kimiawi yang
diizinkan tidak boleh melebihi standar yang telah ditentukan; serta Unsur
kimiawi yang disyaratkan mutlak harus ada dalam air.
3.
Syarat bakteriologis, antara lain : Tidak ada bakteri/virus kuman
pathogen dalam air; Bakteri yang tidak berbahaya namun menjadi indikator
pencemaran tinja (Coliform bacteria) harus negative
4.
Syarat radioaktivitas: Tidak ada zat radiasi yang berbahaya dalam
air.” sumber: helpingpeopleideas.20 desember 2015
Syarat lokasi: untuk menghindari pengotoran yang harus diperhatikan adalah jarak
sumur dengan cubluk (lobang kakus), lobang galian sampah, lobang air limbah
(cesspool, seepage pit), serta sumber-sumber pengotoran yang lain. Jaraknya
tergantung kemiringan tanah, keadaan tanah, yang umumnya minium 100 m, dan jika
letaknya di daerah yang miring diusahakan letak sumber air tidak di bawah sumber
pengotoran, membuat pada tempat yang mengandung air tanah, jangan yang dibuat
pada tanah yang rendah yang kemungkinan dapat terendam jika terjadi banjir.
Syarat konstruksi: Sumur gali tanpa pompa dengan dinding sumur, 3 m dalamnya dari
permukaan tanah terbuat dari tembok (semen) yang tidak tembus air. Bakteri hanya
hidup di lapisan tanah kurang dari 3 m di bawah tanah. 1 ½ meter berikut terbuat dari
batu bata yang tidak ditembok, ke dalam sumur sampai mencapai tanah, di atas tanah
dibuat dinding permukaan dan juga untuk keamanan. Lantai sumur ditembok ± 1 ½
dari dinding sumur, agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah.
Dasar sumur diberi kerikil untuk menghindari kekeruhan waktu ditimba, saluran
pembuangan air limbah dari sumur panjangnya minimum 120 m. Sumur gali yang
dilengkapi pompa: pembuatan sama dengan sumur gali tanpa pompa, hanya air
diambil dengan pompa dan sumur tertutup. Sumur pompa: saringan atau pipa yang
berlubang berada di dalam lapisan tanah yang mengandung air.
b. Pembuangan kotoran manusia: syarat pembuangan kotoran manusia menurut
Ehlera dan Stell dalam Entjang; tidak mengotori tanah permukaan, tidak
mengotori air permukaan, tidak mengotori air tanah, kotoran tidak boleh terbuka
sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk bertelur atau berkembang biak,
kakus harus terlindung atau tertutup, pembuatan mudah dan murah. Bangunan
kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari: rumah kakus, lantai kakus
(sebaiknya semen), slab (tepat kaki atau pijakan), closet (tempat feses masuk),
pit-sumur penampungan feses (cubluk), bidang resapan. Beberapa istilah dalam
pembuangan kotoran manusia, pit privy (cubluk): lubang dengan diameter 80-120
cm sedalam 2,5-8 m dinding diperkuat dengan batu bata atau tembok, hanya dapat
dibuat di tanah atau dengan air tanah yang dalam, angsa-trine: closetnya
berbentuk leher angsa sehingga selalu terisi air, fungsinya sebagai sumbat
sehingga bau busuk tidak keluar, keuntungannya ialah: aman untuk anak-anak,
dapat dibuat di dalam rumah karena tidak bau, bored hole latrine: seperti cubluk
hanya ukuran kecil, karena dari semen tera, jika penuh dapat meluap sehingga
mengotori air permukaan, overhung latrine: rumah kakus dibuat di atas kolam,
selokan, kali, rawa, dll. Feses ini dapat mengotori air permukaan.
Sumbergambar: www.solusiwcmampet.com,20desember2015
Sumber gambar:repisatory.usu.ac.id,20desember 2015
“Jamban Sehat
Menurut Notoatmodjo (2007), jamban atau latrine merupakan tempat
pembuangan kotoran manusia baik tinja maupun air seni. Kotoran
manusia (feces) adalah sumber penyebaran berbagai macam penyakit
seperti tifus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi,
tambang, pita), schistosomiasis dan sebagainya. Sedangkan menurut
Suyono & Budiman (2011), beberapa penyakit yang dapat ditularkan
melalui tinja manusia diantaranya kholera, disentri, tifus abdominalis,
gastroenteritis, polio mielitis anterior akuta, hepatitis infeksiosa,
cacingan, antraks, leptospirosis, skistosomiasis atau legionelosis.
Sementara menurut Slamet (2009) tinja dan urin manusia berbahaya
karena mengandung banyak kuman patogen, baik berbentuk virus (Enter
ovirus), bakteri (Coliform tinja, Salmonella sp., Shigella sp., Vibrio
cholera), protozoa (E. Histolytica) dan metazoa (A. Lumbricoides).
Beberapa syarat jamban sehat (Notoatmodjo, 2007), antara lain :
1.
Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban
2.
Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3.
Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
4.
Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa dan
binatang-binatang lainnya
5.
Tidak menimbulkan bau
6.
Mudah digunakan dan dipelihara
7.
Sederhana desainnya
8.
Murah
9.
Dapat diterima oleh pemakainya”
sumber: helpingpeopleideas.20 desember 2015
c. Pembuangan sampah: yang dimaksud dengan sampah adalah semua zat atau
benda yang sudah tidak terpakai yang berasal dari rumah tangga atau hasil proses
industri, ada dua jenis sampah: a) Garbage (sampah basah): sisa pengolahan atau
sisa makanan yang dapat membusuk, b) Rubbish (sampah kering): adalah yang
tidak membusuk, misalnya gelas/kaca, plastik yang tidak mudah terbakar, kayu
yang mudah terbakar. Agar sampah tidak membahayakan manusia, maka perlu
pengaturan yaitu: penyimpanannya, pengumpulan, pembuangan. Penyimpanan
sampah diperlukan tempat sampah di tiap rumah, isinya cukup 1 m³, tempat
sampah harus: terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah rusak,
harus tertutup rapat, ditempatkan di luar rumah. Pengumpulan sampah dapat
dilakukan secara: perseorangan dikumpulkan oleh keluarga di tempat tertentu,
pembuangan dapat dilakukan dengan individudal incineration: cara dikumpulkan
di lubang sampah kemudian dibakar di pekarangan masing-masing, sanitary land
fill: sampah dibuang ditempat yang rendah, kemudian diurug supaya tidak dikorek
oleh hewan (kucing, anjung), land fill: sampah dibuang di tempat rendah,
biasanya di luar kota dan sebaiknya jenis sampah kering.
“Tempat Sampah
Menurut Slamet (2009), hubungan sampah dengan kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi efek yang langsung dan tidak langsung. Efek langsung
adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah, sedangkan
efek tidak langsung berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak dalam
sampah. Penyakit bawaan sampah sangat luas dan dapat berupa penyakit
menular, tidak menular, dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan dan
lain- lain dimana penyebabnya dapat berupa bakteri, jamur, cacing dan zat
kimia.”sumber: helpingpeopleideas.20 desember 2015
Sumbergambar:www.kompasiana.com, 20 desember 2015
d. Pembuangan air limbah rumah tangga (sewage disposal): yang dimaksud dengan
air limbah adalah terdiri dari kotoran manusia, air kotoran dari dapur, kamar
mandi termasuk air kotor dari permukaan tanah. Pengaturan air limbah adalah
supaya: mencegah pengotoran sumber air rumah tangga, menjaga kebersihan
makanan, supaya sayuran dan bahan makanan lain tidak terkontaminasi,
melindungi ikan dari pencemaran, melindungi air minum dari ternak, mencegah
berkebangbiakan bibit penyakit (cacing, lalat, dll) menghilangkan adanya baubauan dan pemandangan tak sedap. Cara-cara pembuangan air limbah: dengan
pengenceran (disposal by dilution) air limbah di buang ke sungai, danau atau laut.
Air limbah akan mengalami purifikasi alami. Syarat-syarat yang harus dipenuhi
adalah: sungai atau danau tidak boleh dipergunakan untuk keperluan lain, airnya
harus cukup sehingga pengencerannya paling sedikit 30-40 kali, air mengalir jadi
cukup mmengandung oksigen. Cesspool: yaitu menyerupai sumur, dibuat pada
tanah yang berpasir agar air buangan mudah dan cepat meresap ke dalam tanah.
Bagian atasnya dibeton, bila sudah penuh (± 6 bulan) lumpur disedot keluar, atau
membuat secara berangkai, jarak dari sumber air minimum 45 m dan dari fondasi
rumah minimal 6 m. Seepage pit (sumur resapan): sumur yang hanya menerima
air limbah yang telah mengalami pengolahan, misalnya dari septic-tank sehingga
fungsinya hanya peresapan, dibuat pada tanah berpasir, diameter 1-2,5 m, dalam
2,5 m, lama pemakaian 6-10 tahun. Septic tank: cara terbaik, memerlukan tanah
yang luas, dan biayanya mahal.
Sumber gambar:
pengembanganiptekpudipemukiman.blogspot.com,20desember2015
e. Perumahan: keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan
higiene dan sanitasi lingkungan. Perumahan yang terlalu sempit dan rapat
mengakibatkan tinggi kejadinya penyakit, kecelakaan dll. Rumah sehat yang
dianjurkan oleh wislow (dalam entjang) :
1. memenuhi kebutuhan fisiologis: yaitu suhu ruangan tidak banyak berubah,
berkisar 18-20 ºC. suhu ruangan bergantung pada: suhu udara luar, pergeseran
udara, kelembaban udara, suhu benda di sekitarnya, cukup mendapat penerangan
(sinar): cukup penerangan siang maupun malam terutama pada pagi hari cukup
mendapat sinar matahari, cukup terjadi pertukaran hawa (ventilasi): ruangan tetap
segar karena cukup oksigen, cukup mempunyai jendela yang luas keseluruhan ±
15 % dari luas lantai, jendela harus sering dibuka, cukup mempunyai isolasi
suara: dinding kedap suara, baik dari luar maupun dari dalam, sebaiknya jauh dari
sumber kegaduhan suara, misalnya: pabrik, kereta api, lapangan terbang, sekolah
Sumbergambar: www.popeti.com, diakses 20desember 2015
2. memenuhi kebutuhan psikologis: rumah merupakan tempat dimana anggota
keluarga berkumpul dan saling berhubungan, seluruh anggota keluarga serta
kebiasaan hidup sehari-hari merupakan satu kesatuan yang berhubungan erat.
Penderitaan, kebahagiaan, maupun perbuatan salah seorang anggota keluarga
akan mempengaruhi pula anggota keluarga yang lain, rumah bukan sekedar untuk
tempat istirahat, melainkan juga merupakan tempat untuk mendapatkan
kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan jadi: cara pengaturannya harus memenuhi
rasa keindahan, adanya jaminan kebebasan setiap anggota keluarga, ruangan bagi
anggota keluarga yang telah dewasa harus sendiri-sendiri sehingga tidak
terganggu privacinya, harus ada tempat keluarga berkumpul, harus ada ruang
tamu, untuk kehidupan bermasyarakat.
3. menghindari terjadinya kecelakaan: konstruksi dan bahan bangunan harus kuat,
ada sarana pencegahan terjadinya kecelakaan di sumur, kolam, dan lain-lain,
terutama untuk anak-anak, tidak mudah terbakar, ada alat pemadam kebakaran
4. menghindari terjadinya penyakit: adanya sumber air yang sehat, cukup kualiats
dan kuantitas, ada tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang
baik, dapat mencegah perkembangbiakan vektor penyakit, cukup luas dimana luas
kamar tidur ± 5 m² per kapita per luas lantai, luas ruangan (space) per orang
dikatakan: kurang, jika luas ruangan kurang dari 7 m², cukup diantara 7-10 m²,
baik lebih dari 10 m², rumah yang terlalu sempit akan mempengaruhi adanya
kejadian penyakit karena : kebersihan kurang, fasilitas dalam rumah untuk setiap
anggota keluarga kurang, memudahkan terjadinya penularan sakit, privacy setiap
anggota keluarga terganggu.
Sumbergambar:www.rancanaganrumahminimalis.com,21desember 2015
Mobilitas geografis keluarga merupakan bagian yang diidentifikasi pada kelompok data
lingkungan. Kegiatan rutin aktifitas luar rumah dari masing-masing anggota keluarga
diidentifikasi untuk mengetahui rutinitas harian keluarga dan identifikasi masalah
mobilitas tersebut, seperti Bapak pergi kerja ke SDN 03 Tegal besar dengan
menggunakan sepeda motor berjarak 10 Km dari rumah, ibu pergi ke pasar setiap hari
untuk berbelanja dengan menggunakan sepeda kayuh dengan jarak sekitar 3 Km, dan
anak-anak pergi ke sekolah dengan berjalan kaki dari rumah dengan jarak rumah ke
sekolah sekitar 200 m.
Asosiasi dan transaksi keluarga dengan komunitas adalah kegiatan-kegiatan sosial yang
dilakukan keluarga, seperti: Bapak dengan organisasi guru, anak-anak dengan klub
sepakbola, ibu dengan perkumpulan PKK RT. Identifikasi kegiatan-kegiatan sosial ini
diidentifikasi untuk mengetahu keterlibatan-keaktifan keluarga dalam interaksi sosial
yang erat kaitannya dengan keterampilan dan kemampuan sosialisasi keluarga dengan
masyarakat.
Sistem pendukung dan jaringan sosial keluarga (eco map) merupakan data lingkungan
yang menggambarkan interaksi kelularga dnegan masyarakat sekitarnya dan yang
mengidentifikasi tipe hubungan yang terbentuk. Contoh:
Kel.besar
Bp. J
Klp. Arisan
RT
Kader
Kesehatan
Teman kerja
Klub
spk.bola
Teman dekat
rumah
Sekolah
Keterangan: hubungan Bp. J dengan teman sekantor tidak harmonis dan sebaliknya, Ibu
Y tidak ada mengkikuti kegiatan luar rumah, hanya sekedar hadir ketika arisan RT setiap
bulan, dan menerima Kader kesehatan jika berkunjung kerumah. Anak I dan ke II jarang
berinteraksi dengan teman-temannya di dekat rumah lebih banyak menghabiskan waktu
di dalam rumah, sedangkan anak III seringkali ke urmah tetangga dan begitu pula
sebaliknya. Anak II ikut dalam klus sepakbola dan baru saja mewakili klub untuk
pertandingan di luar kota. Anak II rajin belajar dan menjadi juara kelas, sedangkan anak
I dan III beberapa kali tidak masuk sekolah dan kurang rajin untuk belajar begitu pula
mengenai nilai di sekolah rata-rata nilai cukup. Hubungan dengan keluarga besar Bp. J
yang berada di satu derah cukup harmonis, setiap bulan keluarga J berkunjung ke
keluarga besar dan begitu pula sebaliknya.
Penjajakan Tahap II
TUGAS KESEHATAN KELUARGA (Mengacu Pada Bailon & Maglaya)
5.
KEMAMPUAN KELUARGA MELAKUKAN TUGAS PEMELIHARAAN KESEHATAN
ANGGOTA KELUARGA (mengkaji fungsi perawatan kesehatan keluarga)
14) Adakah perhatian keluarga kepada anggotanya yang menderita sakit:  Ada  Tidak karena
................................................
15) Apakah keluarga mengetahui masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya :  Ya 
Tidak
16) Apakah keluarga mengetahui penyebab masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya:
 Ya  Tidak
17) Apakah keluarga mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan yang dialami anggota dalam
keluarganya :  Ya  Tidak
18) Apakah keluarga mengetahui akibat masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya bila
tidak diobati/dirawat :  Ya  Tidak
19) Pada siapa keluarga biasa menggali informasi tentang masalah kesehatan yang dialami anggota
keluarganya:  Keluarga  Tetangga
 Kader  Tenaga kesehatan, yaitu.................(bisa lebih dari 1)
20) Keyakinan keluarga tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya:  Tidak perlu
ditangani karena akan sembuh sendiri biasanya
 Perlu berobat ke fasilitas yankes  Tidak terpikir
21) Apakah keluarga melakukan upaya peningkatan kesehatan yang dialami anggota keluarganya secara
aktif : (bagaimana bentuk tindakan upaya peningkatan kesehatan), diturunkan setelah nomor 10
 Ya  Tidak,jelaskan ...................................................................................
22) Apakah keluarga mengetahui kebutuhan pengobatan masalah kesehatan yang dialami yang dialami
anggota keluarganya :
 Ya  Tidak , Jelaskan............................................................................
23) Apakah keluarga dapat melakukan cara merawat anggota keluarga dengan masalah kesehatan yang
dialaminya: (bagaimana cara keluarga merawat anggota keluarga yang sakit ---- 21 KDM)
 Ya  Tidak, jelaskan
....................................................................................................................................................................
.....................
24) Apakah keluarga dapat melakukan pencegahan masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya:
 Ya  Tidak, jelaskan..........................................................................
25) Apakah keluarga mampu memelihara atau memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan
anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan : (indikator?, perlu ditambahkan lampiran
penjelas)
 Ya  Tidak, jelaskan
....................................................................................................................................................................
.....................
26) Apakah keluarga mampu menggali dan memanfaatkan sumber di masyarakat untuk mengatasi
masalah kesehatan anggota keluarganya :
 Ya  Tidak,
jelaskan.......................................................................................................................................................
.....................
1. Tahap Penjajakan II
Ketidaksanggupan keluarga di dalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari
kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga
mampu: mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan,
melakukan perawatan anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat
meningkatkan kesehatan, dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
terdapat di lingkungan setempat.
1) Ketidaksanggupan mengenal masalah disebabkan karena:
a. Ketidaktahuan mengenai fakta-fakta (pengertian masalah, tanda dan gejala, faktor
penyebab dan yang mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah).
b. rasa takut akan akibat-akibat bila masalah diketahui: sosial (dicap oleh masyarakat,
hilangnya penghargaan dari kwan dan tetangga, ekonomi (ongkos), fisik/psikologis
c. sikap dan falsafah hidup
2) ketidaksanggupan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat
disebabkan karena:
a. tidak mengerti mengenai sifat, berat dan luasnya masalah
b. masalah kesehatan kurang dirasakan oleh keluarga
c. keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dialami karena tidak dapat
menyelesaikan masalah
d. keluarga merasa takut akan efek samping dari penyakit
e. keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan
f. keluarga kurang dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada
g. keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan
h. keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi
masalah kesehatan
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit :
a. keluarga tidak mengetahui keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi,
prognosis, dan cara perawatannya)
b. keluarga tidak mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan yang
dibutuhkan
c. keluarga tidak mengetahui keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan
d. keluarga tidak mengetahui sumber – sumber yang ada dalam keluarga (anggota
keluarga yang bertanggungjawab, sumber keuangan/finansial, fasilitas fisik,
psikososial)
e. sikap negatif keluarga terhadap anggota keluarganya yang sakit
f. adanya konflik individu
g. sikap/pandangan hidup menyimpang dari kesehatan
h. perilaku mementingkan diri sendiri
4)
Ketidakmampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang
sehat:
a. sumber – sumber keluarga yang dimiliki tidak mencukupi/seimbang: keuangan,
tanggungjawab/wewenang anggota keluarga, fisik (isi rumah yang tak teratur),
sempit/berjejal
b. keluarga kurang dapat melihat keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan
c. keluarga tidak mengetahui pentingnya hygiene sanitasi
d. keluarga tidak mengetahui upaya pencegahan penyakit
e. sikap/pandangan negatif keluarga terhadap hygiene sanitasi
f. ketidakkompakan antar anggota keluarga dalam memelihara lingkungan rumah:
sikap mementingkan diri sendiri, tida ada kesepakatan, acuh terhdap anggota
keluarga yang mengalami krisis
5) ketidakmampuan
keluarga
menggunakan
fasilitas/pelayanan
kesehatan
di
masyarakat:
a.
keluarga tidak mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan
b.
keluarga kurang /tidak memahami keuntungan – keuntungan yang dapat
diperoleh dari fasilitas kesehatan
c.
tingkat kepercayaan keluarga rendah terhadap petugas dan fasilitas kesehatan
d.
keluarga mempunyai pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan
e.
fasilitas yang ada tidak terjangakau oleh keluarga (ongkos, fisik-lokasi)
f.
tidak ada atau kurangnya sumber daya keluarga (tenaga: penjaga anak,
keuangan: biaya perawatan)
g.
rasa asing atau tidak adanya dukungan dari masyarakat sekitar (pada jenis
gangguan jwa)
h.
adanya sikap/filsafat hidup yang menyimpang dari kesehatan.
Kesimpulan dari hasil pengkajian asuhan keperawatan keluarga :
KRITERIA KEMANDIRIAN KELUARGA :
Kesimpulan:
1. Menerima petugas
puskesmas
2. Menerima yankes
sesuai rencana
3. Menyatakan masalah
kesehatan secara benar
......
Tuliskan hasil:
.......
.......
□ Kemandirian II : jika
memenuhi kriteria 1 s.d 5
□ Kemandirian III : jika
memenuhi kriteria 1 s.d 6
□ Kemandirian IV : Jika
memenuhi kriteria 1 s.d 7
4. Memanfaatkan faskes
sesuai anjuran
5. Melaksanakan
perawatan sederhana
sesuai anjuran
□ Kemandirian I : Jika
memenuhi kriteria 1&2
........
6. Melaksanakan
tindakan pencegahan
secara aktif
........
7. Melaksanakan
tindakan promotif
secara aktif
........
5. Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga
Diagnosa keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap adanya masalah
dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi-fungsi
keluarga, dan koping keluarga, yang bersifat aktual, risiko atau kesejahteraan, dimana perwat
memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk melakukan tindakan keperawatan bersamasama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga.
Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan dari hasil
pengkajian.
IPKKI-PPNI (2015) menuliskan bahwa label diagnosis keperawatan menurut NANDA
(2015-2017) meliputi:
1. diagnosis berfokus pada masalah
Diagnosis berfokus pada masalah, selama ini dikenal dengan label aktual. Merupakan clinical
judgment yang menggambarkan respon yang tidak diinginkan klien terhadap kondisi
kesehatan/proses kehidupan yang ada pada keluarga
2. diagnosis risiko
3. diagnosis promosi kesehatan
4. diagnosis sindrom
Daftar Diagnosis Keperawatan Keluarga mengacu NANDA 2015-207
(sumber:IPKKI-PPNI,2015)
Domain
Kelas
Kode
Domain 1: Promosi
Kesehatan
Kelas 2:
Manajemen
Kesehatan
a.00080
b.00099
c.00188
Domain
4:aktivitas/istirahat
Domain
5:persepsi/kognitif
Kelas 5:
perawatan diri
Kelas
4:kognisi
Kelas
5:komunikasi
Kelas 1: peran
caregiver
a.00098
Kelas 2:
hubungan
keluarga
a. 00058
b.00063
c. 00060
d.00159
Domain 7: hubungan
peran
a.00222
b.00157
a.00106
b.00061
c.00062
d.00056
e.00164
f.00057
Kelas 3:
a. 00223
performa peran b.00207
c.00229
d.00064
e.00055
f.00052
Domain 9:
koping/tolernsi stress
Kelas 2:
respon koping
a. 00074
b. 00073
c.00075
d.00226
e.00212
Rumusan Diagnosis
a.ketidakefektifan manajemen
regimen terapeutik keluarga
b. ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan
c. perilaku kesehatan cenderung
berisiko
a.hambatan pemeliharaan di
rumah
a. ketidakateketifan kontrol
impuls
b. kesiapan meningkatkan
komunikasi
a. kesiapan meningkatkan
pemberian ASI
b. ketegangan peran pemberi
asuhan
c.risiko ketegangan peran
pemberi asuhan
d. ketidakmampuan menjadi
orangtua
e. kesiapan meningkatkan
menjadi orangtua
f. risiko ketidakmampuan
menjadi orangtua
a. risiko gangguan perlekatan
b. disfungsi proses keluarga
c. gangguan proses keluarga
d. kesiapan meningkatkan proses
keluarga
a. ketidakefektifan hubungan
b. kesiapan meningkatkan
hubungan
c. risiko ketidakefektifan
hubungan
d. konflik peran orangtua
e. ketidakefektifan performan
peran
f. hambatan interaksi sosial
a. penurunan koping keluarga
b. ketidakmampuan koping
keluarga
c. kesiapan meningkatkan koping
keluarga
d. risiko ketidakefktifan
perencanaan aktifitas
e. kesiapan meningkatkan
penyesuaian
Domain 10: prinsip
hidup
Kelas 3: nilai
keyakinan/aksi
kongruen
a. 00083
b.00170
c.00184
Domain 11:
keamanan/proteksi
Kelas 4:
hazard
lingkungan
Kelas 1:
pertumbuhan
a. 00181
b.00180
a. 00113
a. risiko pertumbuhan tidak
proporsional
Kelas 2:
perkembangan
pengasuh
a. 00112
a. risiko keterlambatan
perkembangan
a. stres pemberi asuhan
b. risiko stres pada pemberi
asuhan
c. gangguan kemampuan untuk
melakukan perawatan
d. risiko gangguan kemampuan
untuk melakukan perawatan
a. gangguan komunikasi
b. gangguan status psikologis
a. masalah ketenagakerjaan
b. gangguan proses keluarga
c.kurangnya dukungan keluarga
d. masalah dukungan sosial
e. masalah hubungan
f. risiko gangguan koping
keluarga
a. kemampuan untuk
mempertahankan kesehatan
b. gangguan mempertahankan
kesehatan
c. risiko bahaya lingkungan
Domain 13:
pertumbuhan/perkemban
gan
pengasuh
Emosional/ isu
psikologikal
Perawatan keluarga
Promosi kesehatan
a.10027773
b. 10027787
c.10029621
d.10032270
a. 10023370
b.10038411
a. 10029841
b.10023078
c.10022473
d.10022753
e.10035744
f.10032364
Promosi
kesehatan
a. 10023452
b. 10000918
c.10032386
Manajemen perawatan
jangka panjang
medikasi
a. 10021994
Perawatan diri
Manajemen risiko
a. 10000925
a. 10029792
b. 10030233
c.10029856
d.10032289
e.10032301
f.10033470
g.10032340
h.10033489
i.10015122
j.10015133
k.10033436
a. 10022635
a. konflik pengambilan keputusan
b. risiko hambatan religiositas
c. kesiapan meningkatkan
pengambilan keputusan
a. kontaminasi
b. risiko kontaminasi
a. kurangnya pengetahuan tentang
penyakit
a. gangguan kemampuan untuk
manajemen pengobatan
a. gangguan kerumahtanggaan
a. kekerasan rumah tangga
b. keselamatan lingkungan yang
efektif
c. masalah keselamatan
lingkungan
d. risiko terjadinya
penyalahgunaan
e. risiko terjadinya pelecehan
anak
f. risiko terjadinya pengabaian
anak
g. risiko terjadinya pelecehan
lansia
h. risiko terjadinya pengabaian
lansia
i. risiko untuk jatuh
j. risiko terinfeksi
k. risiko terjadinya pengabaian
Keadaan sosial
a. 10029860
b. 10029887
c.10029904
d.10022563
e.10022753
a. masalah finansial
b. tinggal di rumah
c. masalah perumahan
d. pendapatan yang tidak
memadai
e. kurangnya dukungan sosial
Beberapa definisi diagnosa keperawatan keluarga:
a. kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah: suatu kondisi dimana keluarga
mengalami/berisiko mengalami kesulitan mempertahankan kebersihan dan
menjaga lingkungan rumah.
b. risiko terhadap cedera (kurangnya kesadaran terhadap bahaya lingkungan): suatu
kondisi dimana keluarga mempunyai risiko yang merugikan yang disebabkan
kurangnya kesadaran terhadap bahaya lingkungan atau usia maturasi.
c. risiko terhadap penularan infeksi/penyakit: kondisi dimana keluarga berisiko
menularkan agen-agen patogen ke anggota yang lain
d. komunikasi keluarga disfungsional: keadaan dimana keluarga mengalami atau
berisiko terhadap penurunan untuk mengirim/menerima pesan
e. berduka yang diantisipasi: suatu keadaan dimana keluarga mengalami reaksireaksi dalam berespon terhdap kehilangan bermakna yang diperkirakan
f. berduka disfungsional: suatu kondisi keluarga mengalami berduka pada jangka
panjang yang tak teratasi dan menimbulkan aktivitas yang merusak
g. perubahan proses keluarga (dampak anggota keluarga sakit dalam sistem
keluarga): suatu keadaan dimana dukungan keluarga yang biasa diterima,
mengalami/berisiko mendapat suatu stressor yang mengancam terapi keluarga
yang sebelumnya efektif
h. perubahan menjadi orangtua: suatu keadaan diman akeluarga memperlihatkan
ketidakmampuan yang nyata atau potensial dalam menyediakan lingkungan yang
mendukung dalam pemeliharaan tumbuh kembang anggota keluarga
i. perubahan penampilan peran: suatu kondisi dimana keluarga mengalami/berisiko
mengalami gangguan pada cara ia merasakan penampilan perannya
j. gangguan citra tubuh: suatu pernyataan pengalaman keluarga yang berada
dalam/kemungkinan mengalami suatu gangguan dalam cara individu menerima
citra tubuhnya sendiri
k. koping keluarga menurun: suatu keadaan dimana orang utama yang menjadi
pendukung (anggota keluarga, teman dekat) tidak cukup/tidak efektif memberi
dukungan untuk mencapai kesepakatan, kenyamanan, bantuan atau dorongan
yang dibutuhkan keluarga untuk mengatasi atau melaksanakan tugas-tugas secara
adaptif berkenaan dengan perubahan kesehatannya.
l. koping keluarga tidak efektif (ketidakmampuan) : suatu keadaan dimana keluarga
menunjukkan/berisiko menunjukkan perilaku destruktif dalam berespon terhdap
ketidakmampuan
untuk
mengatasi
stressor
internal/eksternal
karena
ketidakaadekuatan sumber (fisik, kognitif, psikologis)
m. risiko terhdap tindakan kekerasan: suatu keadaan dimana keluarga telah atau
berisiko menjadi merusak yang dairahkan pda orang lain atau lingkungan
n. perilaku mencari bantuan kesehatan: suatu kondisi dimana keluarga pada
kesehatan yang stabil secara aktif mencari cara untuk mengubah kebisaan
kesehatan diri/lingkungan untuk lebih meningkatkan kesehatan
o. konflik peran orangtua: suatu keadaan dimana orangtua mendapatkan pengalaman
pertama atau mengalami perubahan peran dalam berespon terhdap faktor dari luar
(sakit, hospitalisasi, perceraian, perpisahan)
p. perubahan pertumbuhan dan perkembangan: suatu keadaan dimana keluarga
mengalami/berisiko terhadap kerusakan kemampuan untuk melakukan tugastugas perkembangan
q. perubahan pemeliharaan kesehatan: suatu keadaan dimana keluarga mengalami/
berisiko untuk mengalami gangguan dalam kesehatan yang disebabkan oleh gaya
hidup yang tidak sehat atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam
menangani suatu kondisi
r. kurang pengetahuan: suatu kondisi keluarga mengalami kekuarangan pengetahuan
kognitif dan keterampilan mengenai suatu kondisi atau pengobatan
s. isolasi sosial: suatu keadaan dimana keluarga mengalami/memahami suatu
kebutuhan atau mengharapkan untuk melibatkan orang lain tetapi tdiak dapat
membuat hubungan tersebut
t. kerusakan interaksi sosial: suatu keadaan dimana keluarga mengalami atau
berisiko mengalami pengalaman yang negatif, insufisiensi atau respon yang tidak
memuaskan dalam interaksi
u. ketidakpatuhan: suatu kondisi dimana keluarga yang sebenarnya atau melakukan
tetapi dicegah dari melakukannya oleh faktor-faktor yang menghalangi ketaatan
terahdap anjuran yang berhubungan dengan kesehatan yang diberikan oleh profesi
kesehatan
v. gangguan identitas pribadi: suatu kondisi dimana keluarga mengalami atau
berisiko mengalami ketdiakmampuan utnuk membedakan antara dalam dirinya
dan bukan dirinya
w. penatalaksanaan aturan terapeutik keluarga (tidak efektif): suatu pola dimana
keluarga mengalami/berisiko mengalami kesulitasn dalam menyatukan program
kehidupan sehari-ahri utnuk penatalaksanaan penyakit dan gejala sisa penyakit
yang memenuhi tujuan kesehatan khusus.
6. Faktor-faktor yang berhubungan atau etiologi yang tidak dituliskan dalam rencana asuhan
keperawatan tetapi sebagai acuan
Etiologi dari diagnosa keperawatan keluarga berdasarkan hasil pengkajian dari tugas
perawatan kesehatan keluarga (penjajakan II) dengan menentukan ketidakmampuan keluarga
(tidak mampu menggunakan fasilitas, atau ketidakmampuan memodifikasi lingkungan, atau
bila lebih dari satu ketidakmampuan maka digunakan etiologi ketidakmampuan merawat).
Khusus untuk diagnosa keperawatan potensial (sejahtera/wellness) menggunakan/boleh tidak
menggunakan etiologi.
Dalam satu keluarga dapat saja perawat menemukan lebih dari 1 (satu) diagnosa
keperawatan keluarga, untuk menentukan prioritas terhadap diagnosa keperawatan
keluarga yang ditemukan, dihitung dengan menggunakan cara sebagai berikut:
Ada 4 kriteria dalam menentukan prioritas dari masalah-masalah keperawatan kesehatan
keluarga:
1. sifat masalah: dikelompokkan dalam ancaman kesehatan/risiko, tidak sehat/kurang
sehat dan krisis (aktual) yang diketahui
2. kemungkinan dari masalah dapat diubah (diselesikan): adalah kemungkinan
berhasilnya mengurangi masalah, atau mencegah masalah bila seandainya ada
tindakan
3. potensial masalah untuk dicegah: adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul
yang dapat dikurangi atau dicegah bila tidak ada tindakan
4. masalah yang menonjol: adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal
beratnya dan mendesaknya masalah.
Skala untuk menentukan prioritas
Asuhan Keperawatan Keluarga
(Bailon dan Maglaya, 1978)
No
1.
KRITERIA
BOBOT
Sifat masalah
1
Skala:
2.

Tidak/kurang sehat
3

Ancaman kesehatan
2

Keadaan sejahtera
1
Kemungkinan masalah dapat diubah
2
Skala:
3.

Mudah
2

Sebagian
1

Tidak dapat
0
Potensial masalah untuk dicegah
1
Skala:
4.

Tinggi
3

Cukup
2

Rendah
1
Menonjolnya masalah
1
Skala:

Masalah berat, harus segera ditangani
2

Ada masalah tetapi tidak perlu ditangani
1

Masalah tidak dirasakan
0
Skoring:
a. Tentukan skor untuk setiap kriteria
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan bobot
Skor
Angka tertinggi
X bobot
c. Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas:
Dengan melihat kriteria yang pertama, yaitu sifatnya masalah, bobot yang lebih berat
diberikan pada tidak/kurang sehat karena yang pertama memerlukan tindakan segera, dan
biasanya disadari dan dirasakan oleh keluarga, krisis diberi bobot paling sedikit karena
masalah telah berlangsung cukup lama dan keluarga masih belum berpotensi untuk
menyelesaikan.
Untuk kriteria kedua, yaitu untuk kemungkinan masalah dapat diubah/diselesaikan,
perawat perlu memperhatikan terjangkaunya faktor – faktor sebagai berikut:
a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani masalah
b) Sumber daya keluarga: dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga
c) Sumber daya perawat: dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan, dan waktu
d) Sumber daya masyarakat: dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat, dan
sokongan masyarakat
Untuk kriteria ketiga, yaitu potensial masalah dapat dicegah, faktor – faktor yang perlu
diperhatikan adalah:
a) Kepelikan dari masalah, yang berhubungan dengan penyakit atau masalah
b) Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu masalah itu ada
c) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan – tindakan yang tepat dalam
memperbaiki masalah
d) Adanya kelompok high risk atau kelompok yang sangat peka, akan menambah potensi
atau mencegah masalah
Untuk kriteria keempat, yaitu menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau
bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai skor yang tertinggi, akan
menentukan masalah mana yang lebih dahulu diprioritaskan untuk dilakukan intervensi
keperawatan keluarga.
7. Perencanaan Keperawatan Keluarga
Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan yang mencakup tujuan
umum dan tujuan khusus serta dilengkapi dengan kriteria dan standar. Kriteria dan standar
merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan
keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang ditetapkan.
Data
Diagnosa
NOC
NIC
Keperawatan
Keluarga
Contoh: bentuk asuhan keperawatan keluarga dengan perilaku kekerasan dalam rumah tangga
1. Pengkajian
Perawat perlu untuk peduli pada standar yang digunakan dalam mengkaji keluarga yang
kemungkinan berbeda pada satu wilayah dengan wilayah lainnya. Keluarga mempunyai unit
otonomi, perawat perlu untuk mengingat tidak penghakimi keadekuatan keluarga dengan segera
tanpa mempertimbangkan kaitan budaya. Pada tabel 2 digambarkan standar parental untuk
mendeterminasi keamanan dan kesejahteraan anak yang dapat digunakan dalam membantu
mengkaji potensi keluarga (Humpreys dan Campbell, 2004).
Tabel 2
Standar Orangtua untuk Menggambarkan Keamanan dan Kesejahteraan Anak, Departemen
Pelayanan Anak dan Keluarga Illinois, 1985.
STANDAR
INDIKATOR
Manajemen pendapatan dan keuangan
Pendapatan
Keluarga memiliki pendapatan untuk
Kemampuan kerja orangtua
memenuhi kebutuhan dasar keluarga untuk
Riwayat kemampuan kerja
makanan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan
Pendapatan dari pekerjaan
dan asuhan kesehatan
Pendapatan dari sumber lainnya
Bantuan subsidi
Kemampuan orangtua untuk mengakses sumber
komunitas sesuai kebutuhan
Manajemen Keuangan
Orangtua mendemonstrasikan keterampilan
Keterampilan pembiayaan
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
Keterampilan belanja
dasar keluarga
Keterampilan perencanaan menu
Riwayat belanja
Pembelanjaan yang tidak penting (alkohol, rokok,
dll)
Keterampilan menabung
Pengetahuan dari sumber untuk menghemat
Perawatan Fisik
Makanan
Keluarga mampu menyajikan kualitas dan
Ada kuantitas makanan yang sesuai
kuantitas makanan yang dibutuhkan untuk
Beberapa kali ada makanan selingan
mencapai kesehatan yang adekuat dan
Keseimbangan nutrisi dari menu harian
perkembangan anggota keluarga
Pola belanja
Keterampilan mempersiapkan menu
Peralatan masak yang memadai di rumah
Kebersihan makanan
Kebersihan area dapur
Tempat tinggal
Orangtua menyediakan lingkungan tempat
Keamanan elektrikal pada lingkungan rumah
tinggal yang aman dan terlindung
Adanya lingkungan rumah yang nyaman-panasdingin
Keadekuatan dinding, pintu, jendela, lantai, tiang.
Ruangan dapat dikunci
Adekuat bunyi pintu ketika ditutup
Adekuat sumber air, aman, bersih
Kondisi sanitasi dalam dan luar
Sampah terbuang
Anak aman dari pengobatan, alat-alat yang bersih
dan potensi lain yang dapat membahayakan
Pakaian
Orangtua menyediakan dan memelihara
pakaian dalam kuantitas dan kualitas
Tersedia dan digunakannya pakaian sesuai dengan
keadaan cuaca
Keadaan perbaikan pakaian
Kebersihan pakaian
Keterampilan belanja termasuk pakaian
Kebersihan personal
Frekuensi mandi dan membersihkan
Pola perawatan gigi
Pola perawatan rambut (membersihkan, mencuci
dan menyisir)
Perawatan Kesehatan
Menyediakan peralatan kebersihan diri
Orangtua meyediakan perawatan kesehatan
untuk anak
Frekuensi pemeriksaan
Riwayat imunisasi
Peralatan perawatan kesehatan di rumah
Pengobatan regular ketika dibutuhkan
Pengetahuan orangtua mengenai kebutuhan
kesehatan anak
Abilitas untuk perawatan dalam kasus kedaruratan
Afeksi
Suami-isteri
Orangtua menampilkan perhatian yang tinggi
Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik
pada setiap pasangan
positif
Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal
positif
Orangtua ke anak
Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik
Orangtua menampilkan perasaan positif
negatif
Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal
negatif
Sibling dengan sibling
Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik
Interaksi antara sibling dilakukan dengan
positif
positif, perasaan sesuai dengan usia
Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal
positif
Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik
negatif
Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal
negatif
Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik
positif
Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal
positif
Perilaku berhubungan dengan interaksi fisik
negatif
Perilaku berhubungan dengan interaksi verbal
negatif
Pendidikan
Pendidikan sosial
Orangtua menampilkan kompetensi untuk
Keterampilan kebersihan dan perawatan kesehatan
mendidik anak dalam keterampilan sosial,
Keterampilan berpakaian, perawatan
sesuai konteks usia dan budaya
Keterampilan interaksi interpersonal dan
penyelesaian masalah
Keterampilan nurisi dan makan
Keterampilan transportasi
Keterampilan perawatan anak
Keterampilan keamanan dan perlindungan
Pendidikan akademik
Orangtua menyekolahkan anak sesuai usia dan
Prasekolah, partisipasi pada perawatan harian
pencapaian akademik
Keterampilan membaca, menulis, dan berhitung
Bersekolah
Pola PR dan interaksi orangtua
Adanya permainan edukasional
Kinjungan orangtua, komunikasi dengan personil
sekolah
Pola perhatan pada sekolah
Pengujian pada diagnosa khusus ketika
diindikasikan
Bimbingan
Orangtua menyeduakan metode positif dari
Perilaku berhubungan dengan penyediaan nasihat
menyediakan bimbingan pada anak sesuai usia
dan umpan balik pada anak
Tingkat pengetahuan tumbuh kembang anak
Filosofi dan metode menyediakan kinjungan anak
Filosofi dan metode menyediakan disiplin dan
batasan untuk anak
Tingkahlaku dan kemampuan untuk mengakses
sumber untuk pedoman profesional dan konseling
untuk anak dan orangtua sesuai kebutuhan
Selain dari format di atas yang dapat digunakan dalam melakukan pengkajian keluarga dengan
kasus penganiayaan-penelantaran anak, maka dapat pula menggunakan format umum yang lazim
digunakan dalam pengkajian keperawatan keluarga dengan menggunakan Model Friedman
(terlampir) dan format pengkajian inilah yang digunakan pada tinjauan kasus dalam bab
selanjutnya. Riwayat kesehatan yang dikaji secara spesifik dari keluarga adalah (1) kepedulian
orangtua, (2) riwayat keluarga umum, (3) riwayat anak secara khusus. Pada lampiran dapat
dilihat mengenai manifestasi klinis dari potensi adanya salah asuhan pada anak.
2. Diagnosa dan Rencana Asuhan
Wong, dkk (2003) menuliskan mengenai rencana asuhan keperawatan keluarga dengan kasus
penganiayaan anak bukan saja keluarga sebagai satu unit tetapi juga pemberian asuhan pada
anggota keluarga yang mengalami penganiayaan.
2.1 Diagnosa Keperawatan: Resiko trauma berhubungan dengan karakteristik anak, pengasuh
dan lingkungan
Tujuan 1. pasien: akan menampilkan tak adanya penganiayaan
Intervensi keperawatan/rasional
1. Lakukan tindakan pencegahan adanya penganiayaan
-
Laporkan dugaan unutk meningkatkan otonomi
-
Bantu dalam memindahkan anak dari lingkungan yang tidak aman dan ciptakan lingkungan
yang aman
-
Ciptakan keyakinan perlindungan untuk merawat anak di RS jika diindikasikan untuk
mencegah keberlanjutan penganiayaan di RS
2. Rujuk keluarga pada agensi sosial untuk membantu keuangan, makanan, pakaian,
perumahan, dan perawatan kesehatan untuk membantu pencegahan penelantaran
3. Tetap berdasarkan fakta, catatan yang obyektif untuk dokumentasi, termasuk:
- kondisi fisik anak
- respon perilaku anak pada orangtua, yang lain, dan lingkungan
-wawancara dengan anggota keluarga
4. Kolaborasikan kemampuan team multidisiplin untuk perkembangan evaluasi berkelanjutan
dari anak dalam rumah perlindungan atau dalam pengembalian di keluarganya sendiri
5. Waspada untuk tanda dari keberlanjutan penganiayaan
6. Bantu orangtua mengidentifikasi siklus presipitasi tindakan penganiayaan dan cara alternatif
untuk menyetujui meluapkan rasa marah dibandingkan dengan menyerang anak
7. Rujuk pada tempat alternatif ketika diindikasikan untuk mencegah terjadi injuri di masa akan
datang
Kriteria hasil:
Anak menampilkan tidak terjadinya injuri di masa yang akan datang
2.2 Diagnosa Keperawatan: Takut/cemas berhubungan dengan negatif interaksi interpersonal,
berulangnya salah asuhan, ketidakberdayaan, potensi kehilangan orangtua
Tujuan Pasien 1: akan menampilkan menurunnya atau tidak adanya rasa cemas atau stress
Intervensi keperawatan/Rasional
1. Sediakan pelayanan asuhan konsisten dan lingkungan terapeutik selama di rumahsakit dalam
rangka menurunkan tress anan dan dapat menjadi contoh peran untuk keluarga
2. Tunjukan penerimaan anak pada anak walaupun anak tidak mengubrisnya
3. Tunjukkan perhatian walaupun tidak mendapat renforcement, dikarenakan setiap anak
membutuhkannya
4. Rencanakan aktifitas untuk mendapatkan perhatian dari perawat, dewasa lainnya, dan anak
lain, gunakan permainan sepanjang menjalin hubungan ini
5. Puji kemampuan anak dalam upaya meningkatkan harga diri anak
6. Periksa anak untuk mengetahui masalah kesehatan spesifik untuk dirawat, yang bukan kasus
kekerasan
7. Hindari terlalu banyak bertanya karena mengecewakan anak dan rujuk pada pertanyaan
dengan profesi lainnya
8. Gunakan permainan, khususnya permainan keluarga atau bonekarumah, untuk
menginvestigasi jenis dari hubungan yang diterima anak
9. Tugaskan orang yang tetap untuk menangani kasus sehingga anak tidak bingung
10. Bantu anak dalam melalui proses kehilangan atau berduka jika harus dipisahkan dengan
orangtua
11. Tingkatkan anak dalam mengungkapkan perasaan mengenai orangtua dan lingkungan yang
diinginkan ke depan untuk memfasilitasi koping
12. Tingkatkan pengenalan pada orangtua asuh yang akan mengasuh anak sebelum anak
ditempatkan
Kriteria Hasil:
Anak tidak mengalami stress atau stress minimal
Anak menjalin hubungan positif dengan pemberi asuhan
Anak dapat menerima kelepasan dengan orangtua
2.3 Diagnosa Keperawatan: Gangguan parenting berhubungan dengan karakteristik anak,
pengasuh atau situasi dimana menjadi presipitasi perilaku penganiayaan
Tujuan pasien 1 (keluarga): akan menampilkan kemampuan dari interaksi positif dengan anak
Intervensi keperawatan/rasional
1. Identifikasi keluarga pada resiko dari potensi penganiayaan sehingga menunjang intervensi
institusi
2. Dukung sentuhan parental pada anak karena seluruh anak membutuhkannya
3.
Lakukan pemberian asuhan anak yang empati, khususnya metode disiplin yang efektif
4. Ajarkan anak untuk mengenal situasi yang menempatkan anak pada resiko dari penganiayaan
seksual, dan ajarkan respon asertif untuk menghindari penganiayaan
Kriteria hasil: keluarga menunjukkan kemampuan interaksi positif dengan anak
Tujuan pasien 2 (keluarga): akan mencapai dukungan yang adekuat
Intervensi keperawatan/rasional
1. Berikan asuhan ibu dengan langsung terlibat perhatian pada orangtua, mengambil alih
tanggungjawab asuhan anak sampai perasaan orangtua siap untuk berpartisipasi, dan
berfokus pada kebutuhan orangtua sehingga orangtua dapat lebih sering menemukan
kebutuhan anak
2. Rujuk orangtua pada kelompok dukungan khusus dan/ atau konseling untuk dukungan jangka
lama
3. Bantu mengidentifikasi satu kelompok dukungan untuk orangtua, seperti keluarga besar atau
tetangga dekat; bantu dalam menandai pemahaman yang lain mengenai peran penting mereka
dalam mencegah penganiayaan di masa akan datang
4. Rujuk pada agensi sosial dimana dapat membantu menyediakan dalam area seperti dukungan
finansail, perumahan yang adekuat,dan pekerjaan
Kriteria Hasil:
Orangtua menunjukan kegiatan sebagai pengasuh
Orangtua mencari dukungan kelompok dan individu
Orangtua mendapatkan bantuan dari masalah yang ada
Tujuan pasien 3 (keluarga): dapat menunjukkan pengetahuan mengenai tumbuh kembang
normal
Intervensi keperawatan/ rasional
1. Ajarkan harapan realistik dari perilaku anak dan kapabilitasnya
2. Tunjang metode alternatif fari disiplin, seperti mengenai konsekuensi waktu, dan kata-kata,
sehingga orangtua belajar metode disiplin anti kekerasan
3. Perkirakan metode dari penanganan masalah perkembangan atau tujuan, seperti negatifisme
anak, toilettraining, dan kemandirian karena situasi ini dapat mengulasi kejadian
penganiayaan
4. Ajarkan demonstrasi melalui dan model peran dibandingkan hanya menceramahi; hindari
pendekatan otoriter karena keluarga dapat menjadi sensitif pada kritik atau dominasi dan
kehilangan harga diri
Kriteria hasil: keluarga menampilkan pemahaman mengenai harapan normal untuk anaknya.
Selain diagnosa keperawatan dan rencana asuhan keperawatan keluarga tersebut, menurut Ball
dan Bindler (2003) dapat pula dirumuskan diagnosa keperawatan seperti di bawah ini:
a. Koping defensif berhubungan dengan gangguan psikologi
b. Nyeri berhubungan dengan implikasi injuri
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan implikasi injuri
d. Gangguan tumbuh-kembang berhubungan dengan tidak adanya dukungan orangtua dan
lingkungan
e. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan kalori yang tidak
adekuat
f. Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kehilangan pencapaian kebutuhan
anak oleh orangtua.
g. Takut berhubungan dengan kekerasan fisik aktual atau resiko pengulangan injuri.
h. Resiko injuri berhubungan dengan penganiayaan fisik.
i. Resiko kekerasan (orangtua) berhubungan dengan tidakmampuan memanage marah.
Pada Humpreys dan Campbell (2004) menuliskan intervensi asuhan dengan pendekatan umum
yang dapat di lihat pada lampiran 2.
3. Tindakan Keperawatan menurut NIC(Nursing Interventions Calssification)
Pada NIC terdapat intervensi khusus yang menuliskan mengenai perlindungan kekerasan pada
anak :
1. Identifikasi ibu mengenai adanya keterlambatan 4 bulan atau lebih mengenai kehamilan atau
tidak ada asuhan prenatal
2.
Identifikasi orangtua yang mempunyai riwayat kekerasan, depresi atau sakit psikiatrik
umum
3. Identifikasi orangtua yang mendemonstrasikan peningkatan kebutuhan untuk pendidikan
bagi orangtua (contoh: orangtua dengan masalah belajar, orangtua yang bermasalah dengan
mengungkapkan perasaan, orangtua dengan anak pertama, orangtua yang masih remaja)
4. Identifikasi orangtua yang mempunyai riwayat masa anak-anak yang tidak bahagia
berhubungan dengan kekerasan, penolakan, atau perasaan tidak dicintai
5. Identifikasi situasi krisis yang dapat menyebabkan kekerasan (contoh: pengangguran,
perceraian, kekerasan domestik)
6. Determinasi dimana keluarga mendapatkan dukungan sosial untuk membantu masalah
keluarga, mendapatkan perawatan anak
7. Identifikasi anak/bayi dengan kebutuhan perawatan yang tinggi (contoh: prematur, bblr,
intoleransi makan, masalah kesehatan umum dalam kegawatdaruratan, ketidakmampuan
perkembangan, hiperaktif dan gangguan penurunan atensi)
8. Identifikasi penjelasan pengasuh dari injuri pada anak yang kemungkinan tidak konsisten,
menyalahkan anak lain, atau menunjukkan kesalahan dalam pemberian asuhan
9. Determinasi dimana anak menunjukkan tanda adanya penganiayaan fisik, penelantaran,
penganiayaan seksual, atau penganiayaan emosional
10. Tinkatkan pelayanan untuk mengobsevasi anak dan melakukan investigasi
11. Catat waktu dan durasi kunjungan selama di rumah sakit
12. Monitor interaksi orang tua-anak dan catat observasi tersebut
13. Catat gejala akut dalam anak menolak ketika dipisah kan dari keluarga
14. determinasi ketika orangtua mempunyai harapan yang tidak realistik untuk perilaku anak
atau mereka mempunyai atribusi negatif untuk perilaku anak
15. Monitor gangguan eksterem pada anak, seperti anak diam saja ketika dilakukan prosedur
invasif
16. Monitor anak untuk peran yang dimainkan, seperti menyamankan orangtua, atau perilaku
overaktif atau agresif
17. Dengarkan perasaan dari ibu hamil mengenai kehamilan dan harapan mengenai tidak
lahirnya anak
18. Monitor reaksi orangtua baru untuk bayinya, observasi perasaan penolakan, takt atau tidak
terima dalam gender
19. Monitor untuk pengulangan kunjungan ke klinik untuk masalah yang kecil
20. Bangun sistem untuk menandai catatan dari anak yang diduga adanya kekerasan pada anak
21. Monitor perkembangan gangguan dari status fisik atau emosi anak
22. Determinasi pengetahuan orangtua dari kebutuhan perawatan anak dan menyediakan
kebutuhan tersebut
23. Instruksikan orangtua untuk mengikuti program pelatihan untuk mengambil keputusan,
penyelesaian masalah, keterampilan perawatan dan mengasuh
24. Bantu keluarga mengidentifikasi strategi koping untuk situasi yang penuh tekanan
25. Sediakan informasi pada orangtua mengenai cara mengatasi anak yang menangis, empati
terhadap ketidakmampuan mereka
26. Ajarkan orangtua untuk mendisiplinkan anak tidak dengan menghukum
27. Tingkatkan latihan interaksi orangtua-anak
28. Berikan informasi pada anak yang lebih tua mengenai pemberian perawatan pada anak yang
lebih muda
29. Berikan kenyamanan pada anak dengan komunikasi terapeutik dan stimulasi perkembangan
30. Pada anak dengan penganiayaan seksual, yakinkan kejadian tersebut bukan kesalahannya dan
berikan kesempatan anak untuk mengekspresikan perasaan dengan terapi bermain sesuai
dengan tingkat usia
31. Sediakan pelayanan pada keluarga dengan resiko dengan melakukan kunjungan berkala
32. Rujuk keluarga pada pelayanan dan konseling profesional dan juga kelompok- kelompok
yang telah ada atau shelter bagi penganiayaan anak jika dibutuhkan
33. Berikan informasi sumber- sumber pelayanan komunitas dan menuliskan alamat yang dapat
dihubungi
Sejumlah tindakan-tindakan tersebut di atas dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
intervensi keluarga dengan kasus penganiayaan pada anak.
8. Tahap Evaluasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk melihat
keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil, perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua
tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan ke
keluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan
keluarga.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional
S adalah hal – hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subyektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan, misalnya: keluarga mengatakan nyerinya berkurang
O adalah hal – hal yang ditemui oleh perawat secara obyektif serta dilakukan intervensi
keperawatan, misalnya: BB naik 1 kg dalam 1 bulan
A adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang terkait
dengan diagnosis
P adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada tahapan
evaluasi
Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah
evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi akhir.
Download