Uploaded by User3664

Konstitusi

advertisement
Konstitusi
Farhatin Shifwah Sabila 11180140000033
Irna Widyana Azizah 11180140000032
A. Pengertian konstitusi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konstitusi berarti segala ketentuan dan
aturan tentang ketatanegaraan (undang-undang dan sebagainya). Pendapat lain
mengatakan bahwa arti konstitusi adalah adalah dokumen yang di dalamnya terdapat
aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan. Dalam hal ini,
konstitusi tidak selalu berupa dokumen tertulis, tapi dapat juga berupa kesepakatan
politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distribusi maupun
alokasi.
Secara umum, pengertian konstitusi adalah keseluruhan peraturan-peraturan, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur secara mengikat tentang
cara penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara.
Dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, konstitusi dapat diartikan sebagai
Undang-Undang Dasar (UUD). Dalam hal ini, UUD dianggap sebagai peraturan
dasar dimana di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan pokok yang menjadi sumber
perundang-undangan di Indonesia.
Konstitusi menurut para ahli
1.Herman Heller
Menurut Herman Heller, arti konstitusi lebih luas daripada Undang-Undang Dasar (UUD). Konstitusi tidak
hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
2.E. C. Wade
Menurut E.C. Wade, pengertian konstitusi adalah suatu naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari
badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut.
3.Miriam Budiarjo
Menurut Miriam Budiarjo, pengertian konstitusi adalah keseluruhan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintah diselenggarakan dalam suatu
masyarakat.
4.Chairil Anwar
Menurut Chairul Anwar, arti konstitusi adalah fundamental law tentang pemerintahan suatu negara dan nilai-nilai
fundamental.
B. Fungsi konstitusi
Menurut Jimly Asshiddiqie, guru besar hukum tata negara, fungsi konstitusi adalah:
 Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan negara.
 Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.
 Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara.
 Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekasaan negara ataupun
kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.
 Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli
(yang dalam system demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara.
 Fungsi simbolik sebagai pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan identitas
dan keagungan kebangsaan (identitiy of nation), serta sebagai center of ceremony.
 Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik dalam arti
sempit hanya dibidang politik maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial
dan ekonomi.
C. Sejarah Perubahan Konstitusi di Indonesia
1. Perubahan dari Hukum Dasar Menjadi Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Sebelum proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia, Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
di bawah kekuasaan pemerintah Jepang telah membuat sebuah konstitusi
yang disebut dengan “Hukum Dasar”.
2. Perubahan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Menjadi
Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
Pada tahun 1949, pemerintah Indonesia terpaksa melakukan perubahan fundamental
atas bentuk negara, sistem pemerintahan, dan Undang-Undang Dasar-nya.
Dari KMB, dihasilkan tiga buah persetujuan pokok, yaitu:
1. Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat.
2. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat
3. Didirikan Uni antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda.
Persetujuan pemulihan kedaulatan terdiri dari tiga persetujuan induk,
yaitu:
1. Piagam penyerahan Kedaulatan;
2. Status Uni;
3. Persetujuan perpindahan.
3. Perubahan dari Konstitusi Republik Indonesia Serikat
Menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950
Dengan Undang-Undang Federal No. 7 Tahun 1950,
ditetapkanlah perubahan Konstitusi Republik Indonesia
Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia berdasarkan Pasal 127a, Pasal 190, dan Pasal 191
Ayat (2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
4. Perubahan dari Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950
Kembali ke Undang-Undang Dasar 1945
Karena sifatnya yang sementara, UUDS 1950 mengandung pasal-pasal
yang mengatur lembaga pembentuk Undang-Undang Dasar tetap yang
disebut “Konstituante” seperti yang tercantum dalam Bab V Pasal 134
sampai dengan Pasal 139.
D. Perbedaan Naskah Pembukaan Konstitusi di Indonesia
Terdapat empat macam naskah pembukaan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu:
1. Naskah Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang dijadikan sebagai naskah Hukum Dasar.
Perbedaannya dengan UUD 1945 ada pada bagian yang memuat Dasar Negara Indonesia.
2. Naskah pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI.
3. Naskah pembukaan Konstitusi RIS tahun 1949. Naskah ini sangat berbeda dengan naskah
Pembukaan UUD 1954, terlebih pada bentuk negara Indonesia yang berubah menjadi
republik-federasi.
4. Naskah pembukaan UUDS 1950. Perbedaannya dengan UUD 1945 terihat jelas pada alenia
ke empat yang memperjelas bentuk negara Indonesia, yaitu republik-kesatuan.
E. Metode perubahan konstitusi
1. Jalur perubahan konstitusi
George Jellinek membedakan dua jalur perubahan konstitusi,
yakni melalui 2 cara: pertama yakni “verfassungs-anderung”,
dan cara Kedua yakni “verfassungs-wandelung”
2. Tingkat kesulitan perubahan konstitusi
Dilihat dari segi tingkat kesulitannya, perubahan konstitusi
dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian: yakni konstitusi rigid
dan konstitusi fleksibel.
3. Perubahan konstitusi di berbagai negara
Secara teori cara perubahan konstitusi oleh C.F.Strong dibagi
menjadi empat kategori, yaitu: melalui parlemen, referendum,
persetujuan negara bagian, dan konvensi atau lembaga negara
Khusus
F. Sifat konstitusi di Indonesia mulai dari Konstitusi RIS,
UUDS 1950, dan UUD 1945.
1. Konstitusi RIS
Sifat UUD Republik Indonesia Serikat Tahun 1949 merupakan
konstitusi rigid karena mempersyaratkan prosedur khusus untuk
perubahan atau amandemennya. Tertuang dalam BAB VI Perubahan,
ketentuan-ketentuan peralihan dan ketentuan-ketentuan penutup bagian
satu perubahan, pasal 190 ayat (1), (2), pasal 191 Ayat (1), (2), (3),
bagian dua ketentuan-ketentuan peralihan pasal 192 Ayat (1), (2), pasal
193 Ayat (1),(2).
2. UUDS 1950
Sifat Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 termasuk konstitusi
rigid karena dalam perubahannya mempersyaratkan prosedur khusus
sehingga tidak semudah seperti merubah peraturan perundang-undangan
biasa.
3. UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi rigid karena dalam
perbahannya memperhatikan syarat-syarat tertentu seperti tertera dalam
pasal 37 ayat 1-5 UUD 1945, bahwa pengajuan perubahan minimal
dilakuakan oleh 1/3 dari anggota MPR, dan dalam sidangnya dihadiri
oleh 2/3 dari anggota MPR, dan putusan disetujui oleh lima puluh
persen ditambah satu dari seluruh jumlah anggota MPR, dan syarat lain
adalah dalam ayat 5 bahwa “Khusus mengenai bentuk negara kesatuan
Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2002 Konstitusidan Konstitusionalisme Indonesia di Masa Depan, Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Barendt, Eric. 1998. An Introduction to Constitutional Law, London: Oxford University Press.
Djokosutono. 1982. Hukum tata negara, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Jamin, Muh. 1959. Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jilid I. Jakarta: Prapanca.
Joeniarto. 1996. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Kusnardi, Moh. dan Ibrahim, Hermaily. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara. Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Museum Kepresidenan. 2018. “Dekrit Persiden 1959”. diakses dari
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/muspres/dekrit-presiden-5-juli-1959/ pada 29
Maret 2019 pukul 02.11 WIB.
Prodjodikoro, Wirjono. 1977. Asas-Asas Tata Negara di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Rahayu, Minto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan: Perjuangan Menghidupi Jati Diri
Bangsa. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Ranggawijaya. 1996. Wewenang Menafsirkan UUD. Bandung: Cita Bakti Akademika.
Suny, Ismail. 1977. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif: Suatu Penyelidikan dalam Hukum
Tatanegara. Jakarta: Aksara Baru.
Syahuri, Taufiqurrohman. 2011. Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Jakarta: Kencana.
TERIMAKASIH
 1. Qothratinnada
 2.
Download