ALUR TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN DISIPLIN

advertisement
HUBUNGAN TENAGA KESEHATAN- PASIEN
KEPERCAYAAN
TENAGA KESEHATAN
PASIEN
PELAYANAN PROFESIONAL
 EXCELLENCE/ KECAKAPAN TINGGI
 TANGGUNG JAWAB MORAL
 TELITI – HATI-HATI
 PEDULI
 ETIS
NORMA
DISIPLIN
ETIKA
HUKUM
ETIKA
DISIPLIN
1. NORMA PERILAKU/
MORAL
- DISIPLIN
INTERNAL
- MASALAH MORAL
1. NORMA DISIPLIN
 DISIPLIN EKSTERNAL
 STANDAR PROFESI
( KNOWLEDGE,
2. PELANGGARAN:
DILEMA NORMA
INTERNAL
(BAIK - BURUK)
2. PELANGGARAN →
PELANGGARAN
STANDAR PROFESI
(BENAR - SALAH)
3. DAMPAK
- KUALITAS MORAL
- KEHORMATAN
PROFESI
HUKUM
1. NORMA HUKUM
SKILL,
PROFESSIONAL
ATTITUDE)
3. DAMPAK
KUALITAS PROFESI
(PELAYANAN,
PERILAKU)
2. PELANGGARAN
NORMA HUKUM
(BENAR – SALAH)
3. DAMPAK
PENYELESAIAN
KONFLIK/
KEDAMAIAN
ETIKA
4. LINGKUP
- PERILAKU
5. BENTUK: KODE
ETIK PROFESI
6. DISUSUN: ORG.
PROFESI
7. SANKSI
- MORAL/HT NURANI
- NESEHAT/
TEGURAN
- PENGUCILAN
- PEMECATAN DARI
ANGGOTA OP.
DISIPLIN
HUKUM
4. LINGKUP
- KOMPETENSI
- PELAYANAN KES
(NAKES)
- PERILAKU
PROFESIONAL
5. BENTUK :
ATURAN DISIPLIN
KEDOKTERAN /NAKES
6. DISUSUN:
KKI/MDTK
4. LINGKUP
PERATURAN
HUKUM TTG PELAYANAN
KES ( NAKES)
5. BENTUK
UU, PP,
PERMEN,
KEPPRES DLL
6. DISUSUN:
NEGARA (DPR +
PEMERINTAH)
7. SANKSI
- PIDANA: DENDA/
7. SANKSI
- PERINGATAN
TERTULIS
- REEDUKASI
- REK. CABUT STR /SIP
PENJARA
- PERDATA:
GANTI RUGI
- TUN:
ADMINISTRATIF
ETIKA DOK
DISIPLIN DOK
HUKUM DOK
8. YANG
MEMERIKSA:
- MKEK
- MKEKG
ANGGOTA:
PROFESI
9 TUJUAN :
- MENJAGA
MUTU PROFESI
- MEMELIHARA
HARKAT
MARTABAT
PROFESI ( TDK
BERLAKU UMUM
)
8. YANG
MEMERIKSA:
MKDKI/MDTK
ANGGOTA: DR,
DRG, AHLI
HUKUM
8. YANG
MEMERIKSA:
PENGADILAN
- NEGERI
- TUN
ANGGOTA:
HAKIM
9. TUJUAN:
MENJAGA
KETERTIBAN
MASYARAKAT
LUAS (
TERMASUK
ANGGOTA
PROFESI)
9. TUJUAN :
MEMELIHARA
TATA TERTIB
ANGGOTA
PROFESI ( TDK
BERLAKU BAGI
YANG BUKAN
ANGGOTA)
ETIKA

BERASAL DARI KATA YUNANI “ETHOS” YANG BERARTI ADAT, BUDI
PEKERTI.

DALAM FILSAFAT PENGERTIAN ETIKA ADALAH TELAAH DAN
PENILAIAN KELAKUAN MANUSIA DITINJAU DARI KESUSILAANNYA.

W.FRANSKEMA : ETHICS THEN IS THE NORMATIF DICIPLINE OF
MORALITY ( DISIPLIN YANG MEMPELAJARI TENTANG YANG
MEMPELAJARI TENTANG BAIK ATAU BURUK SIKAP TINDAK
MANUSIA.

GENE BLOCKER MERUMUSKAN ETIKA SEBAGAI CABANG FILSAFAT
MORAL YANG MENCARI JAWABAN UNTUK MENENTUKAN SERTA
MEMPERTAHANKAN SECARA RASIONAL TEORI YANG BERLAKU
TENTANG APA YANG BENAR ATAU SALAH, BAIK ATAU BURUK
SECARA UMUM YANG DAPAT DIPAKAI SEBAGAI SUATU PERANGKAT
PRINSIP MORAL YANG MENJADI PEDOMAN BAGI INDAKAN
MANUSIA.
ETIKA
ETIKA ADALAH GENUSNYA
 SPESIESNYA ADALAH ETIKA YANG LEBIH
KHUSUS:

 ETIKA
PROFESI: KEDOKTERAN,
PERAWAT
 ETIKA INSTITUSI : KODERSI
 ETIKA PENELITIAN
 DLL
BIDAN,
MACAM ETIKA
YANG
BERKAITAN
DENGAN
SOPAN
SANTUN DI DALAM PERGAULAN, TATA
TERTIB MASYARAKAT, ORGANISASI DLL
 YANG BERKAITAN DENGAN SIKAP TINDAK
ORANG TSB KHUSUSNYA DI DALAM
MENJALANKAN PROFESINYA: KODE ETIK
PROFESI.

PELANGGARAN ETIKA






OVER UTILIZATION DARI PERALATAN CANGGIH
UNDER TREATMENT/TIDAK MENERIMA PASIEN YANG
KURANG MAMPU.
MELAKUKAN
PATIENT
DUMPING
;
DISURUH
PULANG/DIRUJUK KE RS LAIN- PINGPONG
TIDAK
MENERIMA
PASIEN
TERMINAL
UNTUK
MENURUNKAN MORTALITY RATE.
MANAHAN-NAHAN PASIEN/TIDAK MERUJUK WALAUPUN
SARANANYA TIDAK MEMADAI
TIDAK MELAKUKAN INFORMED CONSENT/REKAM MEDIS
DENGAN BAIK
DISIPLIN

MENURUT
BLACK’S
LAW
DICTIONARY

SEDANGKAN
MENURUT
BAYLES
MD,
PROFESSIONAL ETHICS, 1981, DISCIPLINE IS
DISCIPLINE IS INSTRUCTION, COMPREHENDING
THE COMMUNICATION OF KNOWLEDGE AND
TRAINING TO OBSERVE AND ACT IN
ACCORDANCE WITH RULES AND ORDERS.
CORRECTION, CHASTISEMENT, PUNISHMENT,
PENALTY .
ENFORCEMENT OF PROFESSIONAL NORMS, BY
SANCTIONING PROFESSIONALS FOR VIOLATION
OF THEM .
DISIPLIN

PRINSIP PENEGAKAN DISIPLIN “BAD APPLE
THEORY” YAITU UNTUK MENGIDENTIFIKASI
DOKTER DAN DOKTER GIGI BERKINERJA
BURUK
DAN
MENYINGKIRKAN
YANG
BERKINERJA BURUK DARI MASYARAKAT
KARENA PENEGAKAN DISIPLIN UTAMANYA
UNTUK MELINDUNGI PASIEN
DISIPLIN
UU TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
“ATURAN-ATURAN
DAN/ATAU
PENERAPAN KEILMUAN DALAM
PELAYANAN”
KETENTUAN
PELAKSANAAN
GENARAL MEDICAL COUNCIL (INGGRIS)
“ATURAN YANG MEMUAT STANDAR KOMPETENSI,
ASUHAN
DAN
PERILAKU
DOKTER
DALAM
MELAKUKAN PRAKTIK KEDOKTERAN”
TUJUAN PENEGAKAN DISIPLIN



PROTEKSI
PASIEN
YAITU
MENCEGAH
TERULANGNYA KEJADIAN SERUPA.
MENJAGA MUTU YAITU MEMASTIKAN DOKTER
DAN DOKTER GIGI BEKERJA DALAM BATAS
NORMA PROFESI YANG BAIK ( PROFESSIONAL
STANDARDS).
MENJAGA KEHORMATAN PROFESI MELIPUTI :



ALTRUISME,
MENGEDEPANKAN
KEPENTINGAN
PASIEN;
DUTY OF CARE/ MEMELIHARA, KEPEDULIAN.
PEMANTAUAN INTERNAL OLEH KOLEGA/SEJAWAT.
GMC

ADA DELAPAN KATEGORI PELANGGARAN DISIPLIN :








ABUSE OF A DOCTOR’S KNOWLEDGE, SKILL OR PRIVILEGES.
ABUSE OF THE RELATIONSHIP BETWEEN DOCTOR AND
PATIENT.
DISREGARD OF PERSONAL RESPONSIBILITY TO PATIENT.
OFFENCES INDICATIVE OF TENDENCIES DANGEROUS TO
PATIENTS.
OFFENCES DISCREDITABLE TO THE DOCTOR OR HIS
PROFESSION.
ISSUING UNTRUE OR MISLEADING CERTIFICATES.
IMPROPER ATTEMPTS TO PROFIT AT THE EXPENSE OF
PROFESSIONAL COLLEAGUES.
ABUSE OF FINANCIAL OPPORTUNITIES AFFORDED BY
MEDICAL PRACTICE
PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA NOMOR
15/KKI/PER/VIII2006 TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KERJA
MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN
KEDOKTERAN INDONESIA DAN
MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN
KEDOKTERAN INDONESIA DI
TINGKAT PROVINSI
Kedudukan, Status dan Pembentukan
Majelis
Kehormatan
Disiplin
Kedokteran
Indonesia (MKDKI )
adalah lembaga yang
berwenang untuk menentukan ada tidaknya
kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi
dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi .
 MKDKI
berkedudukan di ibu kota negara
Republik Indonesia.
Sedangkan Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Di
Tingkat Provinsi ( MKDKI-P) berkedudukan di
ibu kota propinsi

Kedudukan, Status dan Pembentukan
MKDKI-P adalah lembaga yang berwenang
untuk menentukan ada tidaknya kesalahan
yang dilakukan dokter dan dokter gigi
dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran
dan kedokteran gigi dan menetapkan
sanksi di tingkat provinsi.
 MKDKI dan MKDKI-P bertanggung jawab
secara
administratif
kepada
Konsil
Kedokteran Indonesia

Kedudukan, Status dan Pembentukan
MKDKI-P dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia
atas usul MKDKI.
Pembentukan MKDKI-P oleh Konsil Kedokteran
Indonesia melalui ketetapan Konsil Kedokteran
Indonesia .
Pembentukan
MKDKI-P
tersebut
dengan
mempertimbangkan hal sebagai berikut:







luas wilayah provinsi; dan/atau
jumlah dokter dan dokter gigi di wilayah provinsi; dan/atau
memperhatikan pengaduan yang masuk pada wilayah
provinsi; dan/atau
jarak provinsi dengan ibu kota negara Republik Indonesia.
Keanggotaan


Keanggotaan MKDKI terdiri atas 3 (tiga) orang dokter
dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari orgnisasi profesi
masing-masing, seorang dokter dan dokter gigi
mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang
sarjana hukum.
Keanggotaan MKDKI-P terdiri atas seorang dokter dan
seorang dokter gigi yang diusulkan oleh organisasi
profesi IDI dan PDGI di tingkat provinsi, seorang
dokter dan seorang dokter gigi yang diusulkan oleh
asosiasi rumah sakit (Persatuan Rumah Sakit
Indonesia) di tingkat provinsi dan seorang sarjana
hukum yang diusulkan oleh organisasi profesi IDI dan
PDGI di tingkat provinsi.
Masa Bakti


Masa bakti keanggotaan MKDKI adalah 5
(lima) tahun dan dapat diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Masa bakti anggota MKDKI-P ditetapkan
selama 5 (lima) tahun.
Fungsi, Tugas dan Kewenangan

Fungsi MKDKI dan MKDKI-P adalah untuk
penegakan
disiplin
kedokteran
dan
kedokteran gigi dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran. Penegakan disiplin
tersebut adalah penegakan aturan-aturan
dan/atau penerapan keilmuan dalam
pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti
oleh dokter dan dokter gigi.
Tugas MKDKI

Tugas MKDKI adalah :
 menerima
pengaduan, memeriksa, dan
memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan
 menyusun
pedoman
dan
tata
cara
penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
atau dokter gigi.
Dalam melaksanakan tugasnya
MKDKI mempunyai wewenang :





menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter
dan dokter gigi;
menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin
atau pelanggaran etika atau bukan keduanya;
memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter
dan dokter gigi;
memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi;
menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi






melaksanakan keputusan MKDKI;
menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran
disiplin dokter dan dokter gigi;
menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-P;
membina, mengkoordinasikan dan mengawasi
pelaksanaan tugas MKDKI-P;
membuat dan memberikan pertimbangan usulan
pembentukan MKDKI-P kepada Konsil Kedokteran
Indonesia; dan
mengadakan
sosialisasi,
penyuluhan,
dan
diseminasi tentang MKDKI dan dan MKDKI-P
mencatat dan mendokumentasikan pengaduan,
proses pemeriksaan, dan keputusan MKDKI
Tugas MKDKI-P

Tugas
MKDKI-P
adalah
menerima
pengaduan, memeriksa, memutuskan ada
tidaknya kasus pelanggaran disiplin
kedokteran dan kedokteran gigi dan
menentukan sanksi yang diajukan di
provinsi.
Dalam melaksanakan tugasnya
MKDKI-P mempunyai wewenang




menerima pengaduan pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi di tingkat provinsi;
menetapkan jenis pengaduan pelanggaran
disiplin atau pelanggaran etika atau bukan
keduanya;
memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi di tingkat provinsi;
meminta keterangan saksi ahli jika diperlukan;



memutuskan pelanggaran disiplin dokter
dan dokter gigi di tingkat provinsi;
menentukan
sanksi
terhadap
pelanggaran disiplin dokter dan dokter
gigi di tingkat provinsi melaksanakan
keputusan MKDKI-P;
melaksanakan keputusan MKDKI-P.
PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA NOMOR 16/KKI/PER/VIII2006
TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS
DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN
DOKTER DAN DOKTER GIGI OLEH MAJELIS
KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN
INDONESIA DAN MAJELIS KEHORMATAN
DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA DI
TINGKAT PROVINSI
Pengaduan



Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya
dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan
secara tertulis kepada Ketua MKDKI atau Ketua MKDKIP.
Apabila tidak mampu mengadukan secara tertulis dapat
mengadukan secara lisan kepada MKDKI atau MKDKI-P.
Dalam hal pengaduan dilakukan secara lisan, Sekretariat
MKDKI atau MKDKI-P memfasilitasi atau membantu
pembuatan permohonan pengaduan tertulis dan
ditandatangani oleh pengadu atau kuasanya.

Pengaduan tersebut sekurang-kurangnya
harus memuat :
 identitas
pengadu dan pasien;
 nama dan alamat tempat praktik dokter atau
dokter gigi;
 waktu tindakan dilakukan;
 alasan pengaduan;
 alat bukti bila ada; dan
 pernyataan tentang kebenaran pengaduan.
Pengaduan dapat diproses walaupun tidak
memenuhi kelengkapan dokumen pengaduan
mengenai pernyataan tentang kebenaran
pengaduan apabila pada pemeriksaan awal
ditemukan kebenaran atas pengaduan tersebut .
 Dalam hal pengaduan oleh Menteri, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/Kota,
Organisasi Profesi Kedokteran dan Kedokteran
Gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia pengaduan
tersebut tidak perlu menyatakan bahwa isi
permohonan pengaduan adalah benar adanya.

Untuk kepentingan pemeriksaan atas pengaduan
dugaan pelanggaran disiplin kedokteran oleh
MKDKI atau MKDKI-P, pihak-pihak yang terkait
harus memberikan informasi, surat/dokumen
dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI
atau MKDKI-P.
 Pengadu dapat didampingi atau diwakili oleh
seorang atau beberapa orang kuasanya.

BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN



MELAKSANAKAN PRAKTIK KEDOKTERAN
DENGAN TIDAK KOMPETEN.
TUGAS
DAN
TANGGUNG
JAWAB
PROFESIONAL
PADA
PASIEN
TIDAK
DILAKSANAKAN DENGAN BAIK.
BERPERILAKU TERCELA YANG MERUSAK
MARTABAT DAN KEHORMATAN PROFESI
KEDOKTERAN.
RINCIAN PELANGGARAN




MELAKUKAN PRAKTIK KEDOKTERAN
DENGAN TIDAK
KOMPETEN.
TIDAK MERUJUK PASIEN KEPADA DOKTER ATAU DOKTER
GIGI LAIN YANG MEMILIKI KOMPETENSI SESUAI.
MENDELEGASIKAN
PEKERJAAN
KEPADA
TENAGA
KESEHATAN
TERTENTU
YANG
TIDAK
MEMILIKI
KOMPETENSI
UNTUK
MELAKSANAKAN
PEKERJAAN
TERSEBUT.
MENYEDIAKAN DOKTER ATAU DOKTER GIGI PENGGANTI
SEMENTARA YANG TIDAK MEMILIKI KOMPETENSI DAN
KEWENANGAN YANG SESUAI, ATAU TIDAK MELAKUKAN
PEMBERITAHUAN PERIHAL PENGGANTIAN TERSEBUT.
RINCIAN PELANGGARAN

MENJALANKAN PRAKTIK KEDOKTERAN DALAM KONDISI TINGKAT
KESEHATAN FISIK ATAUPUN MENTAL SEDEMIKIAN RUPA
SEHINGGA TIDAK KOMPETEN DAN DAPAT MEMBAHAYAKAN
PASIEN.

DALAM
PENATALAKSANAAN
PASIEN,
MELAKUKAN
YANG
SEHARUSNYA TIDAK DILAKUKAN ATAU TIDAK MELAKUKAN YANG
SEHARUSNYA DILAKUKAN, SESUAI DENGAN TANGGUNG JAWAB
PROFESIONALNYA, TANPA ALASAN PEMBENAR ATAU PEMAAF
YANG SAH, SEHINGGA DAPAT MEMBAHAYAKAN PASIEN.

MELAKUKAN PEMERIKSAAN ATAU PENGOBATAN BERLEBIHAN
YANG TIDAK SESUAI DENGAN KEBUTUHAN PASIEN.

TIDAK MEMBERIKAN PENJELASAN YANG JUJUR, ETIS DAN
MEMADAI (ADEQUATE INFORMATION) KEPADA PASIEN ATAU
KELUARGANYA DALAM MELAKUKAN PRAKTIK KEDOKTERAN.
RINCIAN PELANGGARAN

MELAKUKAN TINDAKAN MEDIK TANPA MEMPEROLEH PERSETUJUAN
DARI PASIEN ATAU KELUARGA DEKAT ATAU WALI ATAU
PENGAMPUNYA.

DENGAN SENGAJA, TIDAK MEMBUAT ATAU MENYIMPAN REKAM MEDIK,
SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
ATAU ETIKA PROFESI.

MELAKUKAN PERBUATAN YANG BERTUJUAN UNTUK MENGHENTIKAN
KEHAMILAN
YANG
TIDAK
SESUAI
DENGAN
KETENTUAN,
SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DAN ETIKA PROFESI.

MELAKUKAN PERBUATAN YANG DAPAT MENGAKHIRI KEHIDUPAN
PASIEN ATAS PERMINTAAN SENDIRI DAN ATAU KELUARGANYA
RINCIAN PELANGGARAN




MENJALANKAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN MENERAPKAN
PENGETAHUAN ATAU KETERAMPILAN ATAU TEKNOLOGI YANG BELUM
DITERIMA ATAU DI LUAR TATA CARA PRAKTIK KEDOKTERAN YANG
LAYAK.
MELAKUKAN PENELITIAN DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN
MENGGUNAKAN MANUSIA SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN, TANPA
MEMPEROLEH PERSETUJUAN ETIK (ETHICAL CLEARANCE) DARI
LEMBAGA YANG DIAKUI PEMERINTAH.
TIDAK MELAKUKAN PERTOLONGAN DARURAT ATAS DASAR
PERIKEMANUSIAAN, PADAHAL TIDAK MEMBAHAYAKAN DIRINYA,
KECUALI BILA IA YAKIN ADA ORANG LAIN YANG BERTUGAS DAN
MAMPU MELAKUKANNYA.
MENOLAK ATAU MENGHENTIKAN TINDAKAN PENGOBATAN TERHADAP
PASIEN TANPA ALASAN YANG LAYAK DAN SAH SEBAGAIMANA DIATUR
DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ATAU ETIKA PROFESI
RINCIAN PELANGGARAN




MEMBUKA RAHASIA KEDOKTERAN, SEBAGAIMANA DIATUR
DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ATAU ETIKA
PROFESI.
MEMBUAT KETERANGAN MEDIK YANG TIDAK DIDASARKAN
KEPADA HASIL PEMERIKSAAN YANG DIKETAHUINYA
SECARA BENAR DAN PATUT.
TURUT SERTA DALAM PERBUATAN YANG TERMASUK
TINDAKAN PENYIKSAAN (TORTURE) ATAU EKSEKUSI
HUKUMAN MATI.
MERESEPKAN ATAU MEMBERIKAN OBAT GOLONGAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA
(NAPZA) YANG TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DAN ETIKA PROFESI.
RINCIAN PELANGGARAN








MELAKUKAN PELECEHAN SEKSUAL, TINDAKAN INTIMIDASI ATAU TINDAKAN
KEKERASAN TERHADAP PASIEN, DI TEMPAT PRAKTIK.
MENGGUNAKAN GELAR AKADEMIK ATAU SEBUTAN PROFESI YANG BUKAN
HAKNYA.
MENERIMA IMBALAN SEBAGAI HASIL DARI MERUJUK ATAU MEMINTA
PEMERIKSAAN ATAU MEMBERIKAN RESEP OBAT/ALAT KESEHATAN.
MENGIKLANKAN KEMAMPUAN/PELAYANAN ATAU KELEBIHAN KEMAMPUAN/
PELAYANAN YANG DIMILIKI, BAIK LISAN ATAUPUN TULISAN, YANG TIDAK
BENAR ATAU MENYESATKAN.
KETERGANTUNGAN PADA NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, ALKOHOL SERTA ZAT
ADIKTIF LAINNYA
BERPRAKTIK DENGAN MENGGUNAKAN SURAT TANDA REGISTRASI (STR) ATAU
SURAT IJIN PRAKTIK (SIP) DAN/ATAU SERTIFIKAT KOMPETENSI YANG TIDAK
SAH.
KETIDAKJUJURAN DALAM MENENTUKAN JASA MEDIK
TIDAK MEMBERIKAN INFORMASI, DOKUMEN DAN ALAT BUKTI LAINNYA YANG
DIPERLUKAN MKDKI UNTUK PEMERIKSAAN ATAS PENGADUAN DUGAAN
PELANGGARAN DISIPLIN.
Majelis Pemeriksa Awal
Dalam melakukan proses penanganan kaus
dugan pelanggaran disiplin dokter dan dokter
gigi,
MKDKI
atau
MKDKI-P
melakukan
pemeriksaan awal atas aduan yang diterima.
 Pemeriksaan awal antara lain keabsahan aduan,
keabsahan alat bukti, menetapkan pelanggaran
etik atau disiplin atau menolak pengaduan
karena tidak memenuhi syarat pengaduan atau
tidak termasuk dalam wewenang MKDKI dan
melengkapi seluruh alat bukti.

Bilamana dari hasil pemeriksaan awal ditemukan
bahwa pengaduan yang diajukan adalah
pelanggaran etik maka MKDKI atau MKDKI-P
melanjutkan pengaduan
tersebut
kepada
organisasi profesi.
 Bilamana dalam pemeriksaan awal ditemukan
bahwa pengaduan tersebut adalah dugaan
pelanggaran disiplin maka ditetapkan Majelis
Pemeriksa Disiplin oleh Ketua MKDKI.

Untuk melakukan pemeriksaan awal
tresebut Ketua
MKDKI
menetapkan
Majelis Pemeriksa Awal.
 Majelis Pemeriksa Awal pada MKDKI terdiri
dari 3 (tiga) orang yang diangkat dari
Anggota MKDKI. Untuk melengkapi berkas
dalam pemeriksaan awal dapat dilakukan
investigasi oleh Majelis Pemeriksa Awal

Dalam melaksanakan investigasi tersebut Majelis
Pemeriksa Awal dapat menunjuk orang untuk
pekerjaan tersebut.
 Majelis Pemeriksa Awal pada MKDKI-P terdiri
dari 3 (tiga) orang yang diangkat dari MKDKI-P
dan atau MKDKI.
 Setiap keputusan Majelis Pemeriksa Awal dalam
kurun waktu 14 (empat belas) hari kerja harus
disampaikan kepada Ketua MKDKI atau ketua
MKDKI-P.

ALUR TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN
DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI
OLEH
MKDKI DAN MKDKI-P
Setiap orang
atau
kepentingan
yang dirugikan
Ditolak Diluar
disiplin
Pengaduan
tertulis
↓
Penetapan
Majelis
Pemeriksa Awal
Verifikasi
Pelanggaran Etik
Oleh Ketua
MKDKI
Pemeriksa Awal
Investigasi
↓
Keputusan MPA
Pelanggaran Disiplin
P E L A K S A N A A N K E P U T U S A N MAJELIS PEMERIKSA AWAL
Kepada
Pengadu
Sekretariat MKDKI/
MKDKI-P
Organisasi Profesi
Penetapan Majelis
Pemeriksa Disiplin oleh
Ketua MKDKI
Majelis Pemeriksa Disiplin
Selambatnya-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari kerja sesudah hasil pemeriksa awal diterima
dan lengkap dicatat dan benar, MKDKI segera
membentuk Majelis Pemeriksa Disiplin untuk MKDKI dan
28 (dua puluh delapan) hari untuk MKDKI-P.
 Majelis Pemeriksa Disiplin ditetapkan dalam Keputusan
Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Untuk hal tertentu dan alasan yang sah dan dibenarkan
maka Ketua MKDKI dapat menangguhkan pembentukan
Majelis Pemeriksa Disiplin.
 Majelis Pemeriksa Disiplin berjumlah 3 (tiga) orang atau
5 (lima) orang.




Majelis Pemeriksa Disiplin ditetapkan oleh Ketua MKDKI.
Ketua Majelis Pemeriksa Disiplin ditetapkan oleh Ketua
MKDKI. Majelis Pemeriksa Disiplin dipilih dari anggota
MKDKI dan/atau MKDKI-P yang salah satunya harus ahli
hukum yang bukan tenaga medis.
Majelis Pemeriksa Disiplin MKDKI-P dapat diangkat dari
anggota MKDKI dan/atau anggota MKDKI-P.
Hari pemeriksaan ditetapkan oleh Majelis Pemeriksa
Disiplin selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak
tanggal penetapan Majelis Pemeriksa Disiplin oleh
MKDKI.
Bilamana tempat tinggal dokter atau dokter gigi
yang diadukan jauh, maka Majelis Pemeriksa
Disiplin dapat menetapkan hari pemeriksaan
selambat-lambatnya 28 (dua puluh delapan) hari
sejak tanggal penetapan Majelis Pemeriksa
Disiplin oleh Ketua MKDKI.
 Pemanggilan terhadap dokter atau dokter gigi
yang diadukan dianggap sah, apabila telah
menerima surat panggilan yang dibuktikan
dengan surat tanda terima panggilan atau bukti
penerimaan surat tercatat.


Bilamana Majelis Pemeriksa Disiplin tidak
dapat bersidang maka Ketua MKDKI
dapat menangguhkan atas permintaan
salah seorang anggota Majelis Pemeriksa
Disiplin. Majelis Pemeriksa Disiplin bersifat
independen yaitu dalam menjalankan
tugasnya tidak terpengaruh oleh siapapun
atau lembaga lainnya. Majelis Pemeriksa
Disiplin hanya memeriksa dokter atau
dokter gigi terregistrasi.
Majelis Pemeriksa Disiplin tidak melakukan mediasi,
rekonsiliasi dan negosiasi antara dokter atau dokter gigi
dengan pasien atau kuasanya. Bilamana dipandang
perlu, Majelis Pemeriksa Disiplin dapat meminta pasien
untuk hadir dalam sidang. Penanganan atas tuntutan
ganti rugi pasien tidak menjadi kewenangan MKDKI atau
MKDKI-P.
 Pemeriksaan dokter atau dokter gigi yang diadukan
dilakukan dalam bentuk Sidang Majelis Pemeriksa
Disiplin. Sidang Majelis Pemeriksa Disiplin dipimpin oleh
Ketua Majelis Pemeriksa Disiplin dan didampingi oleh
anggota Majelis Pemeriksa Disiplin dan seorang panitera
yang ditetapkan oleh Ketua MKDKI.

Sidang Majelis Pemeriksa Disiplin dihadiri oleh
dokter atau dokter gigi yang diadukan, dan
dapat didampingi oleh pendamping.
 Dalam hal dokter atau dokter gigi yang diadukan
tidak hadir dalam persidangan pertama dua kali
berturut-turut dan/atau tidak menanggapi
panggilan tanpa alasan yang sah dan tidak
dapat dipertanggung jawabkan, Ketua Sidang
Majelis Pemeriksa Disiplin dapat meminta
kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat atau
Ketua Organisasi Profesi untuk mendatangkan
dokter atau dokter gigi yang dimaksud

Dalam hal dokter atau dokter gigi yang diadukan tidak
dapat hadir dalam persidangan karena alasan yang sah
maka persidangan dapat ditunda oleh Ketua MKDKI.
Alasan yang sah tersebut
yang disebabkan oleh
gangguan kesehatan fisik dan/atau mental lebih dari 30
(tiga puluh) hari harus melalui pemeriksaan kesehatan
yang ditunjuk oleh MKDKI. Sidang Majelis Pemeriksa
Disiplin dilakukan secara tertutup.
 Demi kelancaran pemeriksaan, Ketua Majelis Pemeriksa
Disiplin berwenang memberikan petunjuk dalam sidang
majelis mengenai berbagai langkah-langkah proses
pemeriksaan dalam penyelesaian pemeriksaan dan alatalat bukti yang dapat digunakan dalam Sidang Majelis
Pemeriksa Disiplin.



Dengan izin Ketua Majelis Pemeriksa Disiplin, dokter atau
dokter gigi yang diadukan atau pembelanya dapat
meminta
foto
copy
salinan
dokumen-dokumen
pengaduan atau surat-surat resmi pengaduan untuk
dipelajari. Hari dan tanggal Sidang Majelis Pemeriksa
Disiplin berikutnya diputuskan dalam sidang Majelis
Pemeriksa Disiplin.
Dalam hal dokter atau dokter gigi yang diadukan tidak
datang tanpa alasan yang sah pada Sidang Majelis
Pemeriksa Disiplin berikutnya, maka Sidang Majelis
Pemeriksa
Disiplin
dapat
dilanjutkan
tanpa
kehadirannya.


Biaya kehadiran dokter atau dokter gigi yang diadukan
ditanggung oleh dokter atau dokter gigi yang
bersangkutan.
Apabila proses pemeriksaan sudah selesai dan dianggap
cukup, dokter atau dokter gigi yang diadukan atau
pembelanya
harus
diberi
kesempatan
untuk
mengemukakan pendapat akhir yang berupa kesimpulan
akhir. Setelah kesempatan mengemukakan kesimpulan
akhir tersebut diberikan, Ketua Majelis Pemeriksa Disiplin
menyatakan sidang ditunda untuk memberikan
kesempatan kepada Majelis Pemeriksa Disiplin untuk
melakukan musyawarah pengambilan keputusan.
ALUR TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN
DISIPLIN KEDOKTERAN OLEH MKDKI & MKDKI-p
(MAJELIS PEMERIKSA)
Penetapan Majelis
Pemeriksa Disiplin
o/ Ketua MKDKI
Bebas / tidak
bersalah
Majelis Pemeriksa
Disiplin
Pemeriksaan
Proses
Pembuktian
Peringatan
tertulis
KEPUTUSAN MPD
Rekomendasi
pencabutan
SIP/SRT
Mengikuti
Pendidikan/
pelatihan
P E L A K S A N A A N K E P U T U S A N MAJELIS PEMERIKSA DISIPLIN
Sekretariat
MKDKI/MKDKI-P
Sekretariat
MKDKI/MKDKI-P
Sekretariat
MKDKI/
Sekretariat
MKDKI/MKDKI-P
MKDKI-P
KKI
STR
Dokter/
dokter gigi
Dinkes
Kab/Kota
Dokter/
dokter
gigi
KKI
Dokter/
dokter
gigi
Institusi
Pendidikan
Kolegium
Pembuktian
Alat bukti yang dapat diajukan pada
persidangan Majelis Pemeriksaan Disiplin
dokter atau dokter gigi yang diadukan
dapat berupa:
 surat-surat/ dokumen-dokumen tertulis;
 keterangan saksi-saksi;
 pengakuan teradu;
 keterangan ahli;
 barang bukti.

Orang-orang yang tidak boleh didengar sebagai saksi
adalah:
 keluarga
sedarah atau semenda menurut garis
keturunan lurus keatas atau kebawah sampai derajat
kedua dari dokter atau dokter gigi yang diadukan;
 isteri atau suami dokter atau dokter gigi yang diadukan,
meskipun sudah cerai;
 orang yang belum dewasa (minderjerigheid) yaitu orang
yang belum dewasa sebagaimana diatur dalam kitab
undang-undang Hukum Perdata, kecuali keterangannya
bersesuaian dengan alat bukti sah lainnya;
 orang yang dibawah pengampuan (kuratel).

Keputusan Majelis Pemeriksa Disiplin

Keputusan sidang Majelis Pemeriksa
Disiplin adalah merupakan keputusan
MKDKI atau keputusan MKDKI-P yang
mengikat Konsil Kedokteran Indonesia,
dokter atau dokter gigi yang diadukan,
pengadu, Departemen Kesehatan, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota serta institusi
terkait. Keputusan MKDKI atau MKDKI-P
dapat berupa :


tidak terbukti bersalah melakukan
pelanggaran disiplin kedokteran; atau
terbukti bersalah melakukan pelanggaran
disiplin kedokteran dan pemberian sanksi
disiplin.

Pengaduan yang telah diputuskan pada MKDKI
atau MKDKI-P tidak dapat diadukan kembali.
Sanksi disiplin apabila terbukti bersalah
melakukan pelanggaran disiplin dokter atau
dokter gigi dapat berupa :



pemberian peringatan tertulis;
rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi
atau Surat Izin Praktik; dan/atau
kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran
gigi.

Rekomendasi pencabutan Surat Tanda
Registrasi atau Surat Izin Praktik tersebut
dapat berupa rekomendasi pencabutan
Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin
Praktik sementara selama-lamanya 1
(satu)
tahun,
atau
rekomendasi
pencabutan Surat Tanda Registrasi atau
Surat Izin Praktik tetap atau selamanya.
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan
di institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi, tersebut dapat berupa:
 pendidikan formal;
 pelatihan
dalam pengetahuan dan atau
keterampilan, magang di institusi pendidikan
atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya
atau sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk,
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling
lama 1 (satu) tahun.

Pelaksanaan Keputusan Majelis
Pemeriksa Disiplin

Setiap Keputusan Majelis Pemeriksa
Disiplin dalam kurun waktu 14 (empat
belas) hari kerja harus menyampaikan
kepada Ketua MKDKI atau Ketua MKDKIP. Ketua MKDKI atau Ketua MKDKI-P
dalam 14 (empat belas) hari kerja harus
menyampaikan
Keputusan
Majelis
Pemeriksa Disiplin tersebut kepada pihakpihak yang terkait.

Pelaksanaan Keputusan MKDKI dan
MKDKI-P tentang tidak terbukti bersalah
melakukan
pelanggaran
disiplin
kedokteran dilakukan oleh sekretariat
MKDKI atau sekretariat MKDKI-P dan
disampaikan kepada dokter atau dokter
gigi yang bersangkutan.
Pelaksanaan Keputusan MKDKI atau keputusan
MKDKI-P tentang penolakan pengaduan karena
ditemukan pelanggaran etika, oleh Sekretariat
MKDKI atau sekretariat MKDKI-P diteruskan
pengaduannya kepada organisasi profesi yang
bersangkutan.
 Pelaksanaan Keputusan MKDKI atau MKDKI-P
tentang sanksi disiplin peringatan tertulis, oleh
Sekretariat MKDKI atau MKDKI-P disampaikan
kepada dokter atau dokter gigi yang
bersangkutan

Download