06 - Simulasi Penyerapan Anggaran Stimulus Infrastruktur

advertisement
SIMULASI PENYERAPAN ANGGARAN STIMULUS INFRASTRUKTUR
Pendahuluan
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Pada awalnya pemberian stimulus fiskal disebabkan karena kolapsenya ekonomi AS
karena terjadinya subprime mortgage (krisis kredit perumahan kelas dua). Krisis ini
menyebabkan menurunnya nilai mata uang Dollar terhadap mata uang Euro yang
akhirnya juga berdampak luas kepada negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Beberapa dampak krisis tsb yang mempengaruhi perekonomian global antara lain :
turunnya volume perdagangan, terjadinya pengangguran/PHK dan jatuhnya beberapa
perusahaan besar dunia.
PE
LA
KS
AN
AA
N
AP
BN
Di Indonesia, terkait krisis tersebut pemerintah dan DPR melalui APBN telah
mengalokasikan dana sebesar Rp73,3 triliun (1,4% PDB) untuk program stimulus fiskal
dengan tujuan mencegah meluas dan membesarnya dampak krisis global ini terhadap
perekonomian dalam negeri . Pemerintah menganggarkan Rp12,2 triliun untuk
digunakan sebagai stimulus ekonomi melalui pembangunan infrastruktur. Dana stimulus
Infrastruktur tersebut selanjutnya dialokasikan ke berbagai K/L yang pada prinsipnya
berfungsi sebagai motor pengerak perekonomian. Stimulus infrastruktur tersebut di
alokasikan antara lain untuk: pertanian, pendidikan, kesehatan, perhubungan,
perdagangan, perikanan, dll.
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
Definisi infrastruktur itu sendiri adalah bentuk fasilitas fisik (jalan, bandara, sistem
komunikasi, dll) dan jasa (air, sanitasi, energi,transportasi). Bank Dunia membagi
infrastruktur menjadi tiga komponen, yaitu infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial
dan infrastruktur administrasi. Infrastruktur ekonomi ditujukan untuk menunjang
aktivitas ekonomi. Infrastruktur ini meliputi: public utilities (listrik, telekomunikasi, air,
sanitasi,dan gas). Public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor
transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang). Infrastruktur sosial diantaranya
ialah pendidikan, kesehatan, perumahan sedangkan infrastruktur administrasi, misalnya
penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi.
BI
R
O
Arti Penting Infrastruktur
1. Infrastruktur penting bagi percepatan pertumbuhan ekonomi, karena pertama
infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Secara ekonomi
makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal
productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro,
ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya
produksi (Kwik Kian Gie, 2002). Berdasarkan riset yang dilakukan Ashauer (1998),
Easterly dan Rebelo (1993), Canning dkk (1994), dan Sanches-Robles (1998),
1
investasi infrastruktur di suatu negara memiliki imbal hasil yang sangat tinggi,
sehingga begitu berperan dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi di negara
tersebut (Ahmad Erani Yustika,2008).
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
2. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat (Aschauer, 1989 dan Munnell, 1990)
menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi, adalah sebesar 60% (Suyono Dikun, 2003). Bahkan studi dari
World Bank (1994) disebutkan elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap
infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti
dengan kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan
pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%, variasi angka yang cukup
signifikan.
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
3. Alasan kedua, infrastruktur merupakan salah satu faktor masuknya FDI (Foreign
Direct Investment) ke Indonesia. Sebagaimana studi yang dilakukan Bank Dunia dan
LPEM FEUI yang menyatakan bahwa infrastruktur adalah salah satu indikator
teratas yang menentukan keputusan untuk berinvestasi di Indonesia selain kondisi
makro ekonomi, kematangan institusi (KKN/pungli/Izin), kondisi ketenagakerjaan,
dll.
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
4. Ketiga, pembangunan infrastruktur menyerap tenaga kerja. Data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2007 menunjukkan bahwa kontribusi sektor konstruksi dalam
menyerap tenaga kerja pada tahun 2006 mencapai 4.373.950 jiwa, terdiri dari
4.249.018 jiwa pekerja pria dan 124.932 jiwa pekerja wanita. Secara total,
penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi mampu menyerap sebesar 4,60 persen
dari total angkatan kerja sebesar 95.177.102 jiwa. Apabila dicermati dari data yearto-year, penyerapan tenaga kerja pada sektor ini mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2005. Dari data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
pada tahun 2005 tercatat sektor ini mampu menyerap sebanyak 4.299.495 jiwa
pekerja pria dan 117.592 jiwa pekerja wanita atau total menyerap 4.417.087 jiwa.
Dengan demikian terjadi penurunan sebanyak 43.137 jiwa (tahun 2007 dibandingkan
dengan tahun 2005). Dari hasil Studi Pusat Kajian Strategis (Pustra) tahun 2007,
diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja pada proyek-proyek di lingkungan
Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2006 mampu berkontribusi sebesar 7,54
persen dari total tenaga kerja sektor konstruksi yang terserap. Studi Pustra tersebut
menunjukkan pula bahwa dari tenaga kerja yang terserap dalam kegiatan
pembangunan infrastruktur pekerjaan umum tahun 2000-2007, ditemukan adanya
hubungan empiris antara alokasi pendanaan Departemen Pekerjaan Umum dengan
tingkat penyerapan tenaga kerja. Hubungan empiris tersebut mengindikasikan
bahwa setiap kenaikan sebesar Rp. 1 triliun alokasi anggaran Departemen Pekerjaan
Umum, maka tambahan tenaga kerja yang terserap secara langsung mencapai
sekitar 27.273 jiwa dan tenaga kerja tidak langsung sebanyak 5.198 jiwa.
2
5. Melihat arti penting infrastruktur maka disadari pembangunan infrastruktur dapat
menjadi lokomotif pencapaian pertumbuhan ekonomi. Pemberian stimulus fiskal
sektor infrastruktur bertujuan untuk mengurangi dampak krisis ekonomi global
terutama dalam hal pemutusan hubungan kerja.
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
6. Pemerintah mengalokasikan anggaran stimulus infrastruktur sebesar Rp 12,2 triliun
dan dialokasikan melalui 12 Kementerian/lembaga antara lain Departemen
Perhubungan, Departemen ESDM, Departemen Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Perumahan Rakyat, Departemen Pertanian, Kementerian Negara
Koperasi dan UKM, Departemen Perdagangan, Depnakertrans, dan Departemen
Kesehatan. Ruang lingkup dari pemberian stimulus infrastruktur ini adalah
pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur bidang pekerjaan umum, perhubungan,
energi, perumahan rakyat, pasar; dan peningkatan sarana dan prasarana serta
pelatihan tenaga kerja.
KS
AN
AA
N
Kondisi Infrastruktur
AN
PE
LA
1. World Economic Forum (WEF) menyampaikan posisi Indonesia berdasarkan
peringkat indeks daya saing global kembali turun setelah sebelumnya sempat
mengalami kenaikan. Pada tahun 2005-2006 Indonesia berada pada posisi 69,
kemudian tahun 2006-2007 dan tahun 2007-2008 menjadi urutan 54 dan pada
tahun 2008-2009 turun menjadi urutan 55 (Ichsanudin Noorsy dan Adi setiyanto,
2009).
AN
G
G
AR
AN
D
2. Sejak otonomi daerah diberlakukan, pembangunan infrastruktur tampaknya bukan
lagi menjadi prioritas pembangunan. Setelah otda, daerah memiliki wewenang
penuh dalam pembangunan infrastruktur (terutama jalan) namun disayangkan
wewenang tersebut belum dapat dilaksanakan sepenuhnya.
BI
R
O
AN
AL
IS
A
3. Selain keterbatasan anggaran APBN dalam membiayai pembangunan dan
pemeliharaan infrastruktur, pembangunan infrastruktur pun tidak merata. Sebagian
besar pembangunan infrastruktur masih terpusat di bagian barat dan tengah
Indonesia. Pemerataan pembangunan infrastruktur tidak berarti menyamaratakan
pembangunan jenis infrastruktur, namun membangun dengan memperhatikan
kesesuaian kondisi daerah dan mampu mendorong berkembangnya sektor-sektor
ekonomi di daerah tersebut.
4. Jalan Raya
4.1. Ichsanudin Noorsy menyebutkan bahwa penyediaan jalan raya masih sangat
terbatas, yakni 1,7 km per 1000 penduduk dan tingkat kepadatan 126 km/ 1
juta penduduk. Dari tabel 1 tampak bahwa panjang jalan dari tahun 2004
sampai dengan perencanaan tahun 2009 tidak mengalami pertambahan. Jalan
dalam keadan rusak dari tahun 2004-2009 rata-rata sekitar 21%. Ketersediaan
3
R
I
jalan dan kondisi jalan yang ada menimbulkan kemacetan lalu lintas sehingga
secara tidak langsung dapat mengakibatkan tingginya biaya ekonomi dan biaya
sosial. Masalah lain yang tidak kalah penting dihadapi dalam pembangunan
infrastruktur jalan adalah kurang terintegrasinya perencanaan pembangunan
dengan sektor lain sehingga berdampak pada pelaksanaan fisik di lapangan
yang mengalami bongkar pasang.
2005
2006
2007
2008
%
Km
%
Km
%
Km
%
Km
Baik
12.813,8
37,0
17.037,4
49,2
10.956,6
31,6
34,4
17.200,9
Sedang
15.200,4
43,9
10.873,4
31,4
17.314,3
50,0
R. ringan
R. berat
Total
2.770,5
3.844,1
34.628,8
8,0
11,1
2.874,2
3.843,8
34.628,8
8,3
11,1
3.210,1
3.147,8
34.628,8
9,3
9,1
11.905.
4
16.565,
7
3.232,7
2.925,0
34.628,
8
%
49,7
18.092,8
52,2
11.620,1
33,6
12.055,9
34,8
13,3
3,4
4.480,1
34.628,8
12,9
-
TJ
SE
47,8
Km
D
Km
4.617,9
1.189,9
34.628,8
AP
BN
–
9,3
8,4
2009
%
EN
2004
Kondisi
jalan
PR
Tabel 1. Pencapaian Kondisi Jalan 2004-2008 dan Target 2009
KS
AN
AA
N
Sumber : Dept. Pekerjaan Umum
AR
AN
D
AN
PE
LA
4.2. Untuk jalan tol, jalan yang beroperasi baru sekitar 32,21 persen dari yang
direncanakan. Panjang jalan yang diharapkan bebas hambatan ini tidak
mengalami pertumbuhan nyata sejak dibangun pertama kali pada 1978.
Hampir 30 tahun terakhir ini hanya terjadi penambahan 603 km panjang jalan
tol (Ahmad Erani Yustika). Malaysia yang baru memulai pembangunan jalan tol
20 tahun lalu, telah berhasil membangun 1.230 km dan RRC juga telah memiliki
lebih dari 100.000 km jalan tol dan sekitar 1,7 km jalan arteri. Dari tabel 2 juga
terlihat bahwa pembangunan jalan tol belum tersebar merata, sebagian besar
jalan tol dibangun di pulau Jawa.
G
G
Tabel 2. Jalan Tol tahun 2005-2010 (Km)
Panjang (Km)
Operasi
Rencana
Sumatera
42,70
337,80
Jawa
600,37
1.612,45
Bali
7,50
Sulawesi
6,05
57,60
Indonesia
649,12
2.015,35
Sumber : Dept. Pekerjaan Umum
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
Pulau
4.3. Rendahnya tingkat pembangunan jalan tol, menurut Ichsanudin Noorsy
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pertama, belum adanya perencanaan
sistem jaringan jalan tol yang dapat mendorong terjadinya kompetisi antar
operator. Kedua, belum adanya regulasi, tata cara dan aturan yang mengatur
penyelenggaraan jalan tol oleh pihak swasta. Ketiga, belum ada prosedur
4
pemilihan investor yang kompetitif, pengadaan lahan rumit dan mahal, cost
sharing, masa konsesi dan dasar pembagian pendapatan.
D
PR
R
I
4.4. Selain dari segi pembangunan, dari segi pemeliharaan infrastruktur jalan pun
banyak pendapat yang menyatakan kurang baik. Jalan yang tidak terpelihara
dengan baik akan mudah rusak. Rendahnya kualitas infrastruktur jalan
disebabkan antara lain terbatasnya anggaran pemeliharaan infrastruktur, tidak
efisiennya pembiayaan pembangunan infrastruktur jalan sehingga kualitas
jalan yang terbangun rendah, beban jalan yang berlebih dan bencana alam.
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
5. Pelabuhan
5.1. Indonesia memiliki pantai sepanjang 81.000 km (lebih dari dua kali lipat jalan
raya nasional). Namun, dari panjang pantai ini hanya ada 18 pelabuhan, di
mana lima pelabuhan samudera, dan sisanya pelabuhan nusantara. Data ini
menunjukkan bahwa dalam 4.500 km panjang pantai, hanya ada satu
pelabuhan laut. Dibandingkan dengan Jepang, jumlah pelabuhan di Indonesia
masih tertinggal sekitar 7.364 pelabuhan laut, sebab setiap 11 km pantai di
Jepang, terdapat satu pelabuhan laut. Sementara itu, Thailand memiliki 52
pelabuhan dengan pantai sepanjang 2.600 km. Ini berarti setiap 50 km panjang
pantai terdapat satu pelabuhan laut (Afifi, 2005).
AN
D
AN
PE
LA
5.2. Ketua Depalindo, Toto Dirgantoro, menyebutkan bahwa kondisi infrastruktur
pelabuhan di Indonesia masih jauh dari memadai. Kondisi tersebut membuat
arus barang baik ekspor maupun impor terhambat. Padahal, perbaikan
infrastruktur pelabuhan memiliki dampak berantai yang sangat positif bagi
perekonomian Indonesia.
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
6. Irigasi
6.1. Irigasi merupakan infrastruktur yang lebih bertujuan kepada pembangunan
sektor pertanian. Namun dalam sepuluh tahun terakhir tidak ada irigasi
berskala besar yang dibangun, bahkan sebagian besar irigasi-irigasi yang ada
sekarang merupkan peninggalan zaman Belanda. Sedangkan untuk irigasi
tersier kurang mendapatkan perhatian dari Pemerintah Daerah dalam
pemeliharaannya (Fadhil Hasan). Sebaran pembangunan irigasi ini juga tidak
merata, sebagian besar berada di jawa dan kawasan barat Indonesia, seperti
tampak dalam tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Infrastruktur Irigasi menurut Pulau
A. Lintas Provinsi
B. Lintas Kabupaten/Kota
Sumatera
Jawa+Bali
Nusa Tenggara
Luas (Ha)
147.982
1.078.015
141.489
752.639
56.202
Jml Daerah Irigasi
64
7
39
7
5
R
PR
TJ
EN
234
76
70
26
4
46
9
3
I
1
10
D
6.000
121.685
1.652.115
541.049,00
590.943,34
100.667,00
15.090,00
349.181,00
41.534,84
13.650,00
–
SE
Kalimantan
Sulawesi
Maluku + Maluku Utara
Papua + Irjabar
C. Utuh Kabupaten/Kota
Sumatera
Jawa+Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku + Maluku Utara
Papua + Irjabar
Sumber : Dept. Pekerjaan Umum
KS
AN
AA
N
AP
BN
6.2. Dalam hal pemeliharaan juga belum dapat dikatakan baik, karena dari
kondisinya sekitar 40% irigasi dalam kondisi rusak. Sementara yang masih
berfungsi dengan baik kerap terkendala dengan debit air yang terus menurun
(Ahmad Erani Yustika).
AN
D
AN
PE
LA
7. Infrastruktur Energi (listrik)
7.1. Listrik menjadi masalah krusial yang dihadapi Indonesia untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Maraknya berita pemadaman bergilir yang ada di
media massa belakangan ini dapat dijadikan indikator yang menunjukkan
pertumbuhan suplai listrik kurang mampu memenuhi naiknya permintaan. Bila
kondisi ini tidak diperbaiki, maka dalam jangka panjang akan memperlambat
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
7.2. Pada tahun 2002, produksi listrik (menunjukkan penyediaan listrik) oleh PLN
sempat mengalami surplus sebesar 0,98 gigawatt. Namun tahun-tahun
selanjutnya kenaikan penyediaan listrik oleh PLN tidak mampu mengimbangi
kenaikan kebutuhan/konsumsi listrik sehingga terus mengalami defisit. Pada
tahun 2005, meski masih terjadi defisit pasokan listrik, namun bila dilihat dari
pertumbuhan konsumsi listrik mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya. Hal ini dapat dikaitkan dengan kebijakan Pemerintah menaikkan
BBM. Kenaikan harga BBM yang kemudian diikuti oleh kenaikan BI rate ke
level 12,75 persen membuat ekonomi melambat. Akibatnya, pertumbuhan
konsumsi listrik pun mengalami penurunan cukup signifikan.
Krisis pasokan listrik kemudian menyebabkan pemadaman bergilir sering
terjadi tidak hanya di kawasan permukiman, tetapi juga di kawasan industri
(terutama industri kecil).
6
Produksi
Konsumsi
∆ produksi
0,98
(0,39)
(6,98)
(8,86)
(10,95)
2,25
3,41
5,44
3,55
3,66
∆
konsumsi
3,85
10,68
6,93
5,21
6,67
EN
D
PR
2002
88.068
87.089
2003
90.046
90.441
2004
93.113
100.097
2005
98.177
107.032
2006
101.664
112.609
Rata-rata
Sumber : Harian Republika, 28 Mei 2009
Surplus/Defisit
R
Tahun
I
Tabel 4. Neraca Listrik PLN (dalam gigawatt)
SE
TJ
Pembahasan
AP
BN
–
Mengingat pentingnya infrastruktur sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, maka
pembangunan infrastruktur menjadi mutlak. Untuk mempercepat pembangunan
infrastruktur tersebut, maka pemerintah menggulirkan anggaran stimulus infrastruktur.
KS
AN
AA
N
Beberapa catatan yang perlu diperhatikan terhadap paket stimulus fiskal sektor
infrastruktur:
1. Penyerapan Anggaran
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
Data realisasi pelaksanaan program stimulus infrastruktur yang dikeluarkan
Departemen Keuangan menunjukkan belanja stimulus infrastruktur akhir Oktober
2009 baru mencapai Rp4.422,3 milyar, atau 36,2% dari total alokasi Rp12.200 milyar.
Membaik setelah sebelumnya, per akhir Mei dan Juni 2009, BPS menyebutkan
bahwa realisasi stimulus infrastruktur baru mencapai 2%. Tingkat penyerapan
tertinggi dengan kapasitas melebihi 50% alokasi anggaran dilakukan oleh dua K/L
yaitu Departemen Kesehatan sebesar 76,7% atau Rp115 milyar dari total alokasi
Rp150 milyar, dan Kementerian Perumahan Rakyat sebesar 50,8% atau Rp203,3
milyar dari total Rp400 milyar (ditunjukkan pada tabel 5).
AN
AL
IS
A
AN
Tabel 5. Pelaksanaan program Stimulus Fiskal Bidang Infrastruktur tahun 2009
(Realisasi 30 Oktober)
Kementerian/lembaga
Alokasi stimulus
(Rp milyar)
BI
R
O
No
1
2
3
4
5
6
7
Dept. Pertanian
ESDM
Dept. Perhubungan
Depnakertrans
Dept. Kelautan dan Perikanan
Dept. Pekerjaan Umum
Dept. Koperasi dan UKM
260,0
500,0
2.198,8
300,0
100,0
6.601,2
100,0
Anggaran
terserap
(Rp milyar)
%
penyerapan
0,0
213,2
800,9
60,7
30,9
2.903,9
29,9
0,0
42,6
36,4
20,2
30,9
44,0
29,9
7
8
9
10
11
Dept. Perdagangan
Kementerian Perumahan
Rakyat
Dept. Kesehatan
Bendahara Umum Negara
Total
335,0
64,5
19,3
400,0
150,0
1255,0
12.200,0
203,3
115,0
0,0
4.422,3
50,8
76,7
0,0
36,2
PR
R
I
Sumber : Departemen Keuangan
BN
–
SE
TJ
EN
D
Salah satu penyebab lambannya penyerapan stimulus infrastruktur adalah pertama,
proses tender yang membutuhkan waktu lama sehingga pelaksanaan proyek tidak
bisa berjalan cepat dan kedua masih tertahannya anggaran stimulus di Departemen
Keuangan. Hambatan ini juga yang umumnya terjadi pada penyerapan anggaran
reguler di tiap kementerian/ lembaga, sehingga penyerapan anggaran biasanya akan
lebih tinggi terjadi pada akhir tahun.
AN
PE
LA
KS
AN
AA
N
AP
Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program stimulus fiskal tahun
2009, Pemerintah sepakat untuk memberikan sanksi kepada K/L termasuk provinsi
dan kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus fiskal
tahun 2009. Sanksi yang diberikan berupa pengurangan pagu belanja tahun
anggaran 2010 maksimum sebesar sisa anggaran stimulus fiskal 2009 yang tidak
terserap. Untuk satuan kerja pusat/ vertikal K/L, pengurangan tersebut dibebankan
pada alokasi anggaran pada Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SAPSK)/ DIPA satuan
kerja pusat/ vertikal K/L yang bersangkutan. Berikut simulasi perhitungan
penyerapan anggaran stimulus infrastruktur:
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
Disebutkan sebelumnya bahwa penyerapan stimulus infrastruktur sampai
dengan akhir Oktober 2009 sebesar 36,2%. Diasumsikan anggaran stimulus
infrastruktur yang terserap secara rata-rata adalah sama besar setiap bulannya
yaitu 5,17% dan penyerapan untuk 2 bulan berikutnya mempunyai tingkat
penyerapan yang relatif sama dengan sebelumnya. Tambahan penyerapan
dalam dua bulan terakhir diperkirakan sekitar 11%, maka total perkiraan
penyerapan sampai dengan akhir tahun 2009 sekitar 47% atau sama dengan Rp
5.734 milyar. Dengan demikian anggaran belanja kementerian/lembaga akan
terpotong sebesar Rp 6.466 milyar, dan total anggaran belanja tersebut menjadi
Rp 333.683 milyar.
Adapun perhitungan perkiraan untuk tiap Kementerian/ lembaga hingga akhir
Desember sebagai berikut:
8
Tabel 6.
Simulasi Perhitungan Realisasi Stimulus Infrastruktur per
Kementerian/Lembaga (Rp milyar)1
Pagu Definitif
APBN 2010
(SE2679/MK.02/2009)
% Perkiraan
Realisasi Akhir
Desember
Pekiraan Pagu
Belanja Setelah
Pemotongan
Anggaran
21389
400,0
150,0
PR
7.804,9
7.559
14.666
2.651,6
3.131,2
31.781,9
673,24
997,3
748,6
EN
D
10, 34
52,40
46,74
30,54
41,24
54,34
40,24
29,64
61,14
TJ
SE
–
260,0
500,0
2.198,8
300,0
100,0
6.601,2
100,0
335,0
BN
8.038
7.797
15.838
2.860
3.190
34.796
733
1.233
904
AP
Dept. Pertanian
ESDM
Dept. Perhubungan
Depnakertrans
Dept. Kelautan dan Perikanan
Dept. Pekerjaan Umum
Dept. Koperasi dan UKM
Dept. Perdagangan
Kementerian Perumahan
Rakyat
Dept. Kesehatan
R
I
Kementerian/lembaga
Alokasi
Stimulus
87,04
21.369,56
KS
AN
AA
N
Sumber : SE-2679/MK.02/2009 tentang Pagu Definitif Kementerian Negara/lembaga Tahun 2010 dan
Departemen Keuangan, diolah
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
Mengikuti rata-rata pola penyerapan anggaran negara tiap tahun, dimana
penyerapan terbesar baru akan terjadi pada beberapa bulan menjelang
berakhirnya tahun anggaran, maka tampaknya pemerintah berusaha
mempercepat pencairan anggaran stimulus agar dapat terserap setidaknya 90%.
Dengan tingkat penyerapan sebesar 90% atau Rp 10.980 milyar maka anggaran
belanja kementerian/lembaga hanya akan terpotong sebesar Rp 1.220 milyar.
Dengan demikian total anggaran belanja kementerian/lembaga menjadi Rp
338.929 milyar. Namun penyerapan sebesar yang diharapkan ini memiliki
beberapa kendala, antara lain dalam hal pengadaan dimana realisasi kontrak
kerja sama sesuai aturan (keppres 80/2003) membutuhkan waktu yang relatif
panjang. Penyerapan anggaran stimulus, terutama infrastruktur, memang masih
dibutuhkan dalam situasi ekonomi yang belum pulih, namun penyerapan
anggaran stimulus yang besar dalam rentang waktu hanya dua bulan akan
menimbulkan tekanan inflasi yang cukup besar (Drajad Wibowo, Kompas 12
November 2009)2.
Berdasarkan data terbaru dari Departemen Keuangan, didapatkan realisasi
belanja stimulus infrastruktur hingga akhir Desember 2009 sebesar 97,1%
(Rp11.846 milyar). Bila dibandingkan dengan tingkat penyerapan per Oktober
2009 sebesar 36,2%, maka terjadi percepatan penyerapan hingga 60,9% hanya
dalam jangka waktu dua bulan.
Tingkat penyerapan sebesar 97,1%
1
Diasumsikan semua K/L penerima dana stimulus infrastruktur tidak memberikan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
2
Sampai dengan tulisan ini selesai, waktu penyerapan anggaran stimulus infrastruktur hanya tinggal kurang
dari 1 bulan efektif.
9
mengakibatkan anggaran belanja kementerian/lembaga hanya akan terpotong
sebesar Rp 354 milyar.
R
EN
D
PR
%
penyerapan
98,1
99,0
93,5
98,2
94,5
97,5
95,9
99,0
400,0
150,0
1.240,0
11.846,0
100,0
100,0
98,8
97,1
TJ
255,0
495,0
2.055,9
294,6
94,5
6.433,4
95,9
331,7
SE
BN
AP
400,0
150,0
1255,0
12.200,0
AN
PE
9
10
11
260,0
500,0
2.198,8
300,0
100,0
6.601,2
100,0
335,0
KS
AN
AA
N
Dept. Pertanian
ESDM
Dept. Perhubungan
Depnakertrans
Dept. Kelautan dan Perikanan
Dept. Pekerjaan Umum
Dept. Koperasi dan UKM
Dept. Perdagangan
Kementerian Perumahan
Rakyat
Dept. Kesehatan
Bendahara Umum Negara
Total
LA
1
2
3
4
5
6
7
8
Anggaran
terserap
(Rp milyar)
Alokasi stimulus
(Rp milyar)
Kementerian/lembaga
–
N
o
I
Tabel 7. Pelaksanaan program Stimulus Fiskal Bidang Infrastruktur tahun 2009
(Realisasi 31 Desember)
AN
D
Sumber : Departemen Keuangan
G
AR
Adapun perhitungan perkiraan untuk tiap Kementerian/ lembaga hingga akhir
Desember sebagai berikut:
IS
A
AN
G
Tabel 8.
Simulasi Perhitungan Realisasi Stimulus Infrastruktur per
Kementerian/Lembaga (Rp milyar)3
BI
R
O
AN
AL
Kementerian/lembaga
Dept. Pertanian
ESDM
Dept. Perhubungan
Depnakertrans
Dept. Kelautan dan Perikanan
Dept. Pekerjaan Umum
Dept. Koperasi dan UKM
Dept. Perdagangan
Pagu Definitif APBN
2010 (SE2679/MK.02/2009)
8.038
7.797
15.838
2.860
3.190
34.796
733
1.233
Alokasi
Stimulus
260,0
500,0
2.198,8
300,0
100,0
6.601,2
100,0
335,0
% Realisasi
Akhir
Desember
Pekiraan Pagu
Belanja Setelah
Pemotongan
Anggaran
98,1
99,0
93,5
98,2
94,5
97,5
95,9
99,0
8.033,06
7.792
15.695,08
2,854,6
3,184,5
34.630,97
728,9
1.229,7
3
Diasumsikan semua K/L penerima dana stimukus infrastruktur tidak memberikan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
10
Kementerian Perumahan
Rakyat
Dept. Kesehatan
904
400,0
150,0
21389
100,0
-
100,0
-
Sumber : SE-2679/MK.02/2009 tentang Pagu Definitif Kementerian Negara/lembaga Tahun 2010 dan
Departemen Keuangan, diolah
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Salah satu sebab terjadinya penumpukan realisasi anggaran stimulus
infrastruktur di akhir tahun adalah sebagian besar K/L yang bersangkutan baru
mencairkan anggaran pada akhir tahun untuk me-reinburse anggaran kegiatan
yang sebelumnya ditalangi oleh pihak ketiga pelaksana kegiatan4. Sementara
untuk kegiatan lain dimungkinkan berjalan tidak sesuai rencana. Faktor birokrasi
yang lemah, seperti proses pengadaan barang dan jasa yang cukup lama, juga
menjadi sumber tidak efektifnya realisasi stimulus infrastruktur ini.
LA
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
Selain itu, penyaluran anggaran stimulus yang dilakukan dengan sistem
desentralisasi juga mempengaruhi kelancaran stimulus Infrastruktur dari
pemerintah, hal ini dimungkinkan karena daya serap di daerah ikut
memperlambat realisasi stimulus tersebut. Kecuali untuk Departemen
Perhubungan dan Departemen Pekerjaan Umum, semua anggaran harus lewat
daerah. Setelah dana dialirkan ke daerah, pemerintah pusat tidak lagi melakukan
kontrol. Maka karena itu, pelaksanaannya sangat bergantung pada daya absorbsi
setiap daerah yang membutuhkan.
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
2. Pasal 14 ayat (3) poin a Undang-undang No.47/2009 menyebutkan bahwa
pengurangan pagu belanja tahun anggaran 2010 hanya dikenakan jika K/L yang
bersangkutan tidak dapat memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dibatasi hanya pada 1) efisiensi
pelaksanaan program, misalnya, terjadi penghematan dalam pembiayaan
pelaksanaan kegiatan. Dan 2) kegiatan yang dilakukan merupakan kewenangan
pemerintah daerah dan bukan kewenangan pemerintah pusat sehingga K/L tidak
dapat melaksanakan kegiatan sesuai perencanaan.
Dalam pelaksanaannya
diperlukan ketegasan pemerintah sehingga pada akhirnya mengenakan atau tidak
mengenakan sanksi bagi K/L yang bersangkutan karena tanpa hal itu maka ayat ini
seperti membuka peluang bagi K/L yang tidak dapat melaksanakan sepenuhnya
belanja stimulus untuk tidak dikenakan sanksi.
BI
R
O
3. Melihat pola penyerapan anggaran stimulus infrastruktur, terlihat lambatnya
penyerapan yang terjadi. Kalaupun pada akhirnya tercapai penyerapan sampai
dengan 97,1%, semata karena percepatan penyerapan pada dua bulan sebelum
tahun 2009 berakhir. Dalam pasal 14 Undang-undang No 47 tahun 2009
menyebutkan bahwa paling lambat tanggal 26 Februari 2010, Menteri Keuangan
akan menetapkan surat edaran pengurangan pagu kepada K/L yang tidak dapat
sepenuhnya melaksanakan program stimulus fiskal dan menyampaikannnya dalam
4
Yonathan Setyanto, disampaikan dalam diskusi dengan Dirjen Anggaran mengenai “Outlook Ekonomi
Makro dan Realisasi ABN-P 2009”, bertempat di Sekretariat Jenderal DPR RI tanggal 4 januari 2010.
11
PR
R
I
APBN-Perubahan dan atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Padahal
sebagaimana diketahui, Pemerintah juga tengah menyiapkan anggaran stimulus
fiskal (infrastruktur) untuk tahun 20105. Diakui, percepatan pembangunan
infrastruktur sudah menjadi kebutuhan mendesak saat ini, namun sebaiknya
diperlukan tujuan yang lebih fokus dan mengingat pola penyerapan anggaran yang
telah terjadi.
EN
D
Bentuk Stimulus di Negara Asia Lainnya
BN
–
SE
TJ
Sementara itu, beberapa negara juga telah mengeluarkan paket stimulus fiskal yang
cukup substansial dan ditujukan untuk mendorong permintaan masyarakat, peningkatan
pengeluaran infrastruktur, serta pemotongan sementara pajak yang terkait dengan
investasi swasta.
PE
LA
KS
AN
AA
N
AP
Tujuan pemberian paket stimulus di beberapa negara kawasan Asia tidak jauh berbeda.
Negara seperti China, India dan Indonesia mengeluarkan paket stimulus ekonomi dalam
bentuk peningkatan pengeluaran Infrastruktur dan pengurangan pajak, sedangkan paket
stimulus ekonomi di negara Malaysia, Taiwan, dan Korea lebih diarahkan kepada
peningkatan pengeluaran infrastruktur (tabel 9). Paket Stimulus Cina senilai USD 586
milliar telah berhasil menjadi penggerak ekonomi, sehingga perekonomian China bisa
tumbuh 7,5-8 persen pada tahun 2009.
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
Berdasarkan perkiraan IMF, dengan berbagai paket stimulus yang dikeluarkan oleh
negara maju dan negara berkembang diperkirakan defisit fiskal di negara maju akan
semakin besar hingga mencapai kisaran 7% terhadap PDB pada tahun 2009, jauh lebih
tinggi dibanding dengan negara berkembang yang diperkirakan hanya sebesar 2% PDB.
5
Alokasi stimulus tahun depan diperkirakan akan kurang dari Rp60 triliun, turun dari anggaran 2009 ini
sebesar Rp73,3 triliun. Ini dibawah 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sementara 2009 sebesar 1,4%
dari PDB.
12
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Tabel 9. Stimulus fiskal di negara negara Asia
KS
AN
AA
N
AP
Sumber: BI dan berbagai artikel media.
Penyerapan Tenaga Kerja dari Anggaran stimulus Infrastruktur
D
AN
PE
LA
Stimulus fiskal merupakan kebijakan countercyclical yang dilakukan dalam rangka
mempertahankan daya beli masyarakat, memperbaiki daya saing, daya tahan sektor
usaha dan juga menangani dampak PHK serta dapat mengurangi tingkat pengangguran
melalui peningkatan belanja infrastruktur padat karya.
IS
A
AN
G
G
AR
AN
Perbaikan Infrastruktur di berbagai sektor akan memberikan multiplier effect yang
besar bagi perekonomian setempat/daerah dan nasional sehingga mempercepat
pergerakan ekonomi, khususnya di luar jawa yang sebenarnya memiliki potensi besar.
Setidaknya dengan adanya dana stimulus yang diberikan pemerintah pada bidang
infrastruktur ini diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja, sehingga dapat
meningkatkan daya beli mereka.
BI
R
O
AN
AL
Pada tahun 2009 , diprediksi tingkat pengangguran akan mencapai 8,87 % dari jumlah
angkatan kerja yang mencapai 107 juta orang. Dengan adanya stimulus fiskal,
penganguran terbuka diharapkan dapat ditekan sehingga ditargetkan stimulus ini dapat
menciptakan sebanyak 1.013.851 lapangan kerja baru. Dari 11 K/L yang mendapatkan
stimulus Infrasruktur tersebut hanya 4 K/L yang mencatat target dalam pencapaian
lapangan kerja baru, antara lain : Dep.PU, Dephub, Dep Kelautan&Perikanan dan
Dep.Koperasi & UKM (Tabel 10).
13
Tabel 10. Target dan Penyerapan Tenaga Kerja dari Stimulus Infrastruktur per Oktober 2009
I
R
PR
D
TJ
EN
675.160
31.403
8.435
6.943
5.000
0
2.976
4.746
19.094
423
0
0
754.180
SE
944.170
45.962
0
12.450
0
0
5.720
0
0
0
0
0
1.013.851
–
Dept. Pekerjaan Umum
Dept. Perhubungan
ESDM
Dept. Kelautan dan Perikanan
Kementerian Perumahan Rakyat
Dept. Pertanian
Dept. Koperasi dan UKM
Dept. Perdagangan
Depnakertrans
Dept. Kesehatan
Menneg BUMN (untuk KUR)
Bendahara Umum Negara
Total
AP
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Naker terserap
(orang)
KS
AN
AA
N
Kementerian/lembaga
BN
Target naker
terserap (orang)
No
Sumber : Bappenas (dikutip dari harian Kompas: Stimulus Serap 754.180 Tenaga Kerja, oleh Raja Hendrik
Napitupulu dan Thomas E. Harefa)
AN
D
AN
PE
LA
Sesuai dengan catatan Bappenas per 30 Oktober 2009, total tenaga kerja yang terserap
baru mencapai 754.180 orang. Seperti yang terlihat pada tabel 10, penyerapan
terbanyak terjadi di Departemen PU sebanyak 675.160 orang, dari target semula
675.160 orang.
G
AR
Kesimpulan
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
1. Jika anggaran stimulus infrastruktur yang terserap secara rata-rata adalah sama
besar setiap bulannya yaitu 5,17%, maka total perkiraan penyerapan sampai dengan
akhir tahun 2009 sekitar 47% atau sama dengan Rp 5.734 milyar. Dengan demikian
anggaran belanja kementerian/lembaga akan terpotong sebesar Rp 6.466 milyar,
dan total anggaran belanja tersebut menjadi Rp 333.683 milyar.
2. Terjadi penumpukan realisasi penyerapan anggaran stimulus infrastruktur pada
akhir tahun, meskipun pada akhirnya mampu terserap sebesar 97,1% atau Rp11.846
milyar. Dengan tingkat penyerapan sebesar itu maka anggaran belanja
kementerian/lembaga hanya akan terpotong sebesar Rp 354 milyar.
3. Dibandingkan dengan tingkat penyerapan per Oktober 2009 sebesar 36,2%, maka
terjadi percepatan penyerapan hingga 60,9% hanya dalam jangka waktu dua bulan.
4. Jika implementasi dari program-program kebijakan pemerintah yang berspektrum
jangka pendek terutama implementasi stimulus fiskal, tidak berjalan optimal dan
tepat waktu , maka terdapat kemungkinan proses pemulihan ekonomi Indonesia
akan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan. Kondisi ini selanjutnya
14
D
PR
R
I
berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah ke lintasan
yang lebih rendah dari perkiraan semula.
5. Dari 11 K/L yang mendapatkan stimulus Infrasruktur tersebut hanya 4 K/L yang
mencatat target dalam pencapaian lapangan kerja baru. Sesuai dengan catatan
Bappenas per 30 Oktober 2009, total tenaga kerja yang terserap baru mencapai
754.180 orang. penyerapan terbanyak terjadi di Departemen PU sebanyak 675.160
orang, dari target semula 675.160 orang.
TJ
EN
Rekomendasi
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
SE
1. Pemerintah diharapkan agar lebih fokus dan lebih terencana dalam menggulirkan
anggaran stimulus fiskal tahun 2010, terutama stimulus infrastruktur, untuk
menghindari terjadinya keterlambatan penyerapan seperti pada tahun sebelumnya.
Karena penumpukan penyerapan yang terjadi di akhir tahun membuka peluang
terjadi penyalahgunaan anggaran.
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
2. Untuk penyerapan anggaran secara normal, Pemerintah hendaknya melakukan
penyerderhanaan proses lelang terutama yang terkait dengan belanja stimulus
fiskal, himbauan untuk melakukan tender di akhir tahun anggaran sebelumnya,
sehingga pada awal tahun berjalan, kegiatan tersebut sudah dapat dilaksanakan.
3. Guna mendorong implementasi paket stimulus fiskal, terutama stimulus
Infrastruktur, diperlukan adanya sinergi antara Pemerintah pusat dan daerah melalui
sinkronisasi anggaran belanja pusat dan daerah, perbaikan penataan regulasi atau
kebijakan yang mendorong perekonomian daerah melalui penghilangan aturan yang
kontraproduktif
dan
dukungan
daerah
dalam
melaksanakan
tugas
pembantuan/dekonsentrasi stimulus fiskal bersama dengan kementrian/lembaga
terkait.
IS
A
Daftar Literatur
AN
AL
Departemen Keuangan :Yonathan Setianto; Outlook Ekonomi Makro dan Realisasi
APBN-P 2009, Januari 2010
BI
R
O
Bank Indonesia-Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Krisis Ekonomi Global
dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia, Januari 2009
Kompas: Raja Hendrik Napitupulu dan Thomas E. Harefa, Stimulus Serap 754.180
Tenaga Kerja
Berbagai artikel Media lainnya.
15
Download