Tugas OL 1 - fahmiaffandi

advertisement
Tugas OL.1
Nama
: Fahmi Affandi
NIM
: 2012 71 070
Mata Kuliah
: Manajemen Stres
==================================================================================
ANALISA JURNAL INTERNATIONAL
JUDUL
: Stres dan Relaksasi dalam hubungannya dengan Tipe Kepribadin
( “Stress and Relaxation in Relation to Personality” )
LATAR BELAKANG
Relaksasi memainkan peranan penting dalam menghadapi stress. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah pola kepribadian menentukan kemampuan Individu untuk bersantai. Sebagai
reaksi terhadap stress, coping adalah cara terbaik untuk menangani stress yang membutuhkan pemikiran
yang rasional serta kesadaran (consciousness ). Study di dalam jurnal ini ingin mengetahui apakah
kemampuan bersantai (relaksasi ) ini membantu kemampuan melakukan coping.
LANDASAN TEORI
1. Stres.
- Stress merupakan masalah serius dalam kehidupan setiap individu. Hal ini terkait dengan hambatan
dalam pemenuhan kebutuhan. Hal ini bisa berbentuk frustasi, konflik, atau tekanan, tetapi dirasakan
menjadi tekanan baik secara psikologis maupun secara fisiologis. (Atkinson et.Al., 1988 )
- Stress sebagai proses dimana tubuh berada di bawah keadaan tertentu yang disebut sebagai “fight”
or “flight” untuk menanggapi krisis ( Cannon, 1932 ).
- Stress sebagai pembakaran berlebihan sumber daya energy ( Selye.,1956;1976b)
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa stress adalah pengalaman ketika ada
keadaan darurat atau masalah, atau ketika diperlukan beberapa upaya ekstra untuk menagani situasi.
2. Relaksasi
- Relaksasi adalah upaya sadar untuk membawa perubahan fisiologis dan gairah otak ke tingkat yang
normal. Definisi ini menunjukkan relaksasi sebagai respon untuk mengurangi gairah di tingkat
fisiologis dan psikologis. Bagaimanapun juga, relaksasi juga bisa muncul secara spontan ketika
masalah yang menyebabkan stress tersebut berakhir.
TUJUAN PENELITIAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Untuk mengetahui hubungan antara gairah korteks dengan tipe kepribadian.
Untuk mengetahui hubungan antara gairah korteks dengan kecerdasan ( intelegensi )
Untuk mengetahui hubungan antara kemampuan untuk berelaksasi dengan tipe kepribadian.
Untuk mengetahui hubungan antara kemampuan berelaksasi dengan kecerdasan
Untuk mengetahui hubungan kemampuan coping dengan kecerdesan
Untuk mengetaui hubungan antara tingkat gairah otak dengan coping.
Untuk mengetahui hubungan antara kemampuan relaksasi dengan coping
HIPOTESA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ekstravert memiliki gairah korteks yang lebih rendah disbanding introvert.
Tidak ada hubungan antara gairah korteks dan kecerdasan.
Ekstravert dapat berrelaksasi dengan mudah dibandingkan introvert.
Tidak ada hubungan anatara kemampuan berelaksasi dan kecerdasan
Kecerdasan mempengaruhi reaksi coping.
Gairah otak mempengaruhi reksi coping.
Kemampuan untuk berelaksasi mempermudah reaksi coping.
METODE dan ALAT UKUR
 Penelitian menggunakan metode eksperiment.
 Sample diambil dari 100 orang mahasiswa SBS Government College, berusia 18 – 21 tahun yang
dipilih secara acak. Peserta adalah mahasiswa dari tingkat 2 dan tingkat 3, hidup di wilayah
pedesaan,dan belum menikah. Laki – laki berjumlah 62 orang dan perempuan berjumlah 38 orang.
 Alat ukur yang digunakan antara lain :
- Biofeedback Apparatus ( Respon kulit Galvanik ) untuk mengukur tingkat stress.
- Raven’s Standard progressive matrices (SPM) untuk mengukur tingkat kecerdasan.
- Eysenck Personality Inventory, untuk mengetahui tipe kepribadian.
- Self made test, untuk mengidentifikasi coping / reaksi pertahanan.
 Prosedur
Sampel dibagi dalam lima kelompok yang berbeda. Pengujian dilakukan dalam 2 hari. Pada hari
pertama diberikan dilakukan pengukuran pada tingkat kecerdasan dan tipe kepribadian
menggunakan test Raven dan tes Eysenck. Untuk kedua tes tersebut membutuhkan waktu hingga 3
jam. Pada Hari kedua, peserta diberikan self made test untuk mengidentifikasi coping / reaksi
pertahanan dengan menjawab pertanyaan dalam dua sampai tiga baris,dan harus dilakukan dengan
cepat. Waktu yang diperlukan adalah 20 – 25 menit perkelompok. Setelah diberi istirahat, kemudian
dipanggil satu persatu untuk diukur tingkat stressnya menggunakan Biofeedback Apparatus dengan
menanamkan elektroda pada dua jari alternative tangan dengan skor ditampilkan mulai dari awal.
Selanjutnya diberikan waktu bersantai dalam waktu 5 menit dan setelahnya diminta berhenti dan
membaca skor yang ditampilkan di layar. Setelah dilakukan pada semua kelompok, pencatatan skor
dilakukan lagi untuk mendapatkan skore pada putaran kedua.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Perbedaan gairah korteks untuk masing masing tipe kepribadian.
Eysenck menyatakan bahwa ekstroverts memiliki tingkat gairah yang lebih rendah daripada introvert
dalam kondisi normal. Hasil yang diperoleh dan ditunjukkan pada table 1 ( terlampir) mengkonfirmasi
teori tersebut.
Tingkat gairah diukur dengan menggunakan biofeedback. Skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat
gairah yang lebih rendah dan sebaliknya. Pada table 1, ekstravert memperoleh skor rata – rata 250,10
dan introvert 187,70. Ada perbedaan 62,4 poin, dan ditemukan signifikan pada tingkat 05, yang
artinya Tingkat gairah pada kepribadian ekstrovert lebih rendah daripada introvert. Dengan
demikian, kepribadian merupakan penentu yang sangat penting dan kepribadian introvert lebih
rentan dengan stress. Dengan demikian, hasil pada table 1 menyetujui hipotesis pertama bahwa
kepribadian ekstrovet dan introvert memiliki tingkat gairah yang berbeda.
2. Hubungan antara tingkat gairah dan kecerdasan
Hipotesa kedua adalah bahwa tidak ada hubunan antara gairah dengan tingkat kecerdasan, namun
Pada tabel 2 dan 3 dapat dilihat adanya perbedaan tingkat gairah yang cukup jauh antara individu
dengan kecerdasan rata – rata dengan kecerdasan rendah. Namun untuk tingkat gairah individu
dengan kecerdasan tinggi dan kecerdasan rata – rata tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa
ketika tingkat kecerdasan menurun dari tingkat rata – rata, maka kesigapan otak juga meningkat.
Dengan demikian, sebagian dari hipotesa ini benar, namun tetap memerlukan penelitian lebih lanjut
3. Ekstravert dapat berelaksasi lebih mudah dibandingkan introvert.
Sementara melakukan penelitian, peserta diminta untuk bersantai secara cepat, untuk melihat
perbedaan dalam relaksasi antara ekstravert dan introvert. Hasil penelitian pada tabel 4
menunjukkan bahwa ekstravert mampu menurunkan gairah mereka dengan cepat untuk bersantai. (
ekstravert mampu bersantai dengan 388 poin, sedangkan introvert mampu untuk bersantai 187.55
poin. Dengan dmikian, hasil penelitian sesuai dengan hipotesa, yakni ekstravert dapat berelaksasi
lebih mudh dibangdingkan introvert.
4. Tidak ada hubungan antara kemampuan berelaksasi dan kecerdasan.
Hasil penelitian ini dapat dilihat di tabel 5 dan tabel 6 untuk melihat apakah kecerdasan membantu
orang untuk bersantai. Selisih relaksasi diantara para peserta pada tingkat kecerdasan berbeda
diamati. Tidak ada perbedaan yang signifikn pada tingkat kecerdasan yang berbeda tersebut yang
menunjukkan bahwa kecerdasan tidak membantu orang untuk bersanti, Hasil penelitian ini
mengkonfirmasi hipotesa ke-4 bahwa tidak ada hubungan antara kemampuan berelaksasi dan
kecerdasan.
5. Kecerdasan mempengaruhi reaksi coping.
Pada tabel 7 dan tabel 8 menunjukkan bahwa kecerdasan tidak membantu individu untuk
berelaksasi namun berperan penting dalam memberikan bantuan untuk melakukan coping (
mengatasi stress ). Pada penelitian ini, jumlah coping yang dibuat oleh peserta pada tingkat
kecerdasan yang berbeda diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahw pada individu dengan
kecerdasan rata – rata hingga individu dengan tingkat kecerdasan tinggi tidak membuat perubahan
signifikan dalam memberikan reaksi coping ini. Namun ketika kecerdsan menurun dari tingkat rata –
rata, terdapat perubahan yang signifikan dalam memberikan reaksi coping. Dengan demikian hasil
penelitian mengkonfirmasi hipotesa ke-5 yakni kecerdasan mempengaruhi reaksi coping. JIka tingkat
kecerdasan rendah, maka kemungkinan besar orng tersebut akan membuat reaksi pertahanan yang
tidak rasional dan realistis.
6. Gairah Otak mempengaruhi reaksi coping.
Penelitian dilakukan pada individu dengan kecerdasan dengan tingkat skore tinggi dan rata – rata.
Pada tabel 9 dan 10 menunjukkan bahwa kemampuan memberikan reaksi coping terbaik terjadi
ketika gairah otak berada di level medium, dan sebaliknya terjadi perbedaan yang signifikan ketika
gairah otak menyimpang di level yang rendah ataupun terlalu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
kapasitas intelektual maksimum individu akan terwujud pada pada tingkat gairah menengah. Dengan
demikian , hasil penelitan mengkonfirmasi bahwa gairah otak mempengaruhi reaksi coping.
7. Kemampuan untuk berelaksasi mempermudah reaksi coping.
Pengamatan dilakukan pada tingkatan relaksasi yang berbeda levelnya ( high, medium, low ). Pada
tabel 11 dan 12 menunjukkan bahwa peserta dengan kemampuan relaksasi di tingkat menengah dan
tinggi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam memberikan reaksi coping, yakni cukup
maksimal di skore 8.44 dan 9.46 Namun hal yang sebaliknya terjad pada peserta dengan tingkat
kemampuan relaksasi yang rendah. Dengan demikian penelitian ini mengkonfirmasi hipotesa bahwa
Kemampuan untuk berelaksasi mempermudah reaksi coping.
Download