status gizi dan perkembangan bayi usia 6-12 bulan

advertisement
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 58-62
STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN BAYI USIA 6-12 BULAN
Ika Yudianti, Nur Hidayah Ning Tyas
Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang
E-mail: [email protected]
Abstract: Most of nutrition problem in Indonesia was caused by imbalance between need of energy and
protein that was consumed in long period. The goal of this research was to know correlation between
status of nutrition with development of 6-12 months old baby. Research design was correlational with
crossectional approach. Population of this research was 30 babies and sample that was used is 26
babies using purposive sampling technique. Distribution of frequency of nutrition status was almost
half (46%) of respondents were in normal status, and only (12%) in thin category, meanwhile almost all
of respondents (77%) passed and 23% failed in development test. Analysis using Spearman Rank in
level of mistake 5% got tcount (0,544) > ttable (0,390). It showed that H0 was rejected and H1 was accepted.
The conclusion is there was correlation between status of nutrition and baby development. Baby with
good nutrition status tent to have optimum development.
Keywords: status of nutrition, baby development.
Abstrak:Masalah gizi di Indonesia banyak disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan
asupan energi dan protein yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan
mengetahui hubungan status gizi dengan perkembangan bayi usia 6-12 bulan. Desain penelitian yang
digunakan adalah rancangan penelitian korelasional dengan pendekatan crossectional. Populasi
penelitian berjumlah 30 orang dan sampel yang digunakan sebanyak 26 orang dengan teknik
pengambilan sampel secara purposive. Distribusi frekuensi status gizi, hampir setengah (46%) responden
berstatus gizi normal, dan hanya (12%) berstatus gizi kurus, sedangkan perkembangan bayi hampir
seluruh responden (77%) dinyatakan pass/ lulus dan 23% fail/ gagal tes perkembangannya. Analisis
menggunakan uji korelasi Sperman Rank pada taraf kesalahan 5% didapatkan hasil thitung (0,544) >
ttabel (0,390). Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulannya ada hubungan antara
status gizi dengan perkembangan bayi. Bayi dengan status gizi baik cenderung memiliki perkembangan
yang optimal.
Kata kunci: status gizi, perkembangan bayi
PENDAHULUAN
pada umur 0-6 bulan, zat-zat gizi tersebut sudah
dapat mencukupi (Notoatmodjo, 2011).
Pertumbuhan merupakan bertambahnya
ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular,
berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur
tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat
diukur dengan satuan panjang dan berat. Sedangkan
perkembangan merupakan bertambahnya struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, dan
bahasa serta sosialisasi dan kemadirian (Depkes
RI, 2005). Untuk mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal pada bayi perlu di
Bayi berada didalam masa pertumbuhan dan
perkembangan paling pesat dalam siklus
kehidupan manusia. Bayi yang dilahirkan dengan
sehat, pada umur 6 bulan akan mencapai
pertumbuhan atau berat badan 2 kali lipat dari
berat badan pada waktu dilahirkan. Supaya bayi
tumbuh dengan baik, zat-zat gizi yang sangat
dibutuhkan adalah protein, kalsium, vitamin D,
vitamin A dan K, Fe (zat besi). Secara alamiah
sebenarnya zat-zat gizi tersebut sudah terkandung
dalam ASI (Air Susu Ibu). Oleh sebab itu, apabila
gizi makan ibu cukup baik, dan anak diberi ASI
58
ISSN 2460-0334
58
Yudianti, Status gizi dan perkembangan bayi
berikan asupan nutrisi sesuai dengan usianya. Bayi
yang usianya >6 bulan perlu tambahan makanan
pendamping ASI, karena semakin bertambahnya
usia, perkembangan bayi juga bertambah. Oleh
karena itu nutrisi perlu ditambahkan dengan
pemberian MP-ASI. Selain itu pemberian MP-ASI
juga disesuaikan dengan usianya, mengingat
penyerapan makanan oleh pencernaan bayi belum
sempurna, makanan tersebut akan mempengaruhi
status gizi nya.
Secara umum, masalah gizi di Indonesia
banyak disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara kebutuhan asupan energi dan protein yang
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.
Berdasarkan data dari Direktorat Bina Gizi
Kementerian Kesehatan diketahui sampai tahun
2011 ada sekitar 1 juta anak di Indonesia yang
mengalami gizi buruk. Pada tahun 2010, tercatat
jumlah balita gizi buruk di Indonesia sebanyak
43.616 balita atau sebesar 4.9%. Angka ini lebih
kecil jika dibandingkan tahun 2009 dengan jumlah
balita gizi buruk sebanyak 56.941 balita. Namun,
angka penderita gizi buruk pada tahun 2010 ini
masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun
2008 yang berjumlah 41.290 balita. Presentase
kasus balita gizi buruk tertinggi di Pulau Jawa pada
tahun 2010 terjadi di Provinsi Jawa Timur dengan
angka sebesar 4,8% (Depkes, 2010).
Selain itu, masih tingginya angka kejadian
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada
anak usia balita khususnya gangguan perkembangan motorik didapatkan 23,5 (27,5%) / 5 juta
anak mengalami gangguan. Sedangkan masalah
perkembangan anak seperti keterlambatan
motorik, berbahasa, perilaku, autisme, hiperaktif,
dalam beberapa tahun terakhir ini semakin
meningkat, angka kejadian di Amerika serikat
berkisar 12-16,6%, Thailand 24%, Argentina
22,5% dan di Indonesia antara 13-18% (UNICEF,
2005 dalam Dhamayanthi, 2006). Hal tersebut
menunjukkan bahwa status gizi yang kurang atau
buruk pada anak, akan memengaruhi tumbuh
kembangnya. Peran orang tua juga sangat penting
dalam perbaikan gizi bayi dengan memerhatikan
jenis pemberian makanaan, frekuensi, dan waktu
pemberian makanannya supaya status gizi bayi dan
tumbuh kembangnya baik.
ISSN 2460-0334
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah
dilakukan oleh peneliti di Posyandu Mawar Merah
Kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing Kota
Malang, hasil presentase bayi usia 6-12 bulan
dengan status gizi kurus sekali sebanyak 14%,
status gizi kurus 21%, status gizi gemuk 21%, dan
status gizi normal 42% dengan menggunakan tabel
berat badan/ tinggi badan (Direktorat Gizi
Masyarakat, 2002). Dengan variasi status gizi
tersebut saat dinilai perkembangannya dengan cara
wawancara kepada orangtua bayi, didapatkan ada
yang sesuai dengan usia nya, ada juga yang lambat
perkembangannya.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah
mengetahui hubungan status gizi dengan
perkembangan bayi usia 6-12 bulan. Sedangkan
tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain: 1)
mengidentifikasi status gizi bayi, 2) mengidentifikasi
perkembangan bayi usia 6-12 bulan, dan 3)
menganalisis hubungan status gizi dengan
perkembangan bayi usia 6-12 bulan.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian menggunakan rancangan
penelitian korelasional yang bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel, yaitu
hubungan status gizi dengan perkembangan bayi
usia 6-12 bulan. Pendekatan yang dilakukan dalam
mengumpulkan data adalah secara cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan
waktu pengukuran/ observasi data variabel
independen (status gizi) dan dependen (perkembangan bayi usia 6-12 bulan) hanya satu kali pada
satu saat (Nursalam, 2008).
Populasi yang digunakan adalah seluruh bayi
yang ada di Posyandu Mawar Merah berjumlah
30 orang pada bulan April-Mei 2014. Sampel dalam
penelitian ini adalah sebagian bayi yang berusia
6-12 bulan di Posyandu Mawar Merah sebanyak
26 orang menggunakan teknik sampling purposive dengan kriteria inklusi: 1) berusia 6-12 bulan
pada saat penelitian, 2) terdaftar dalam cohort
bayi, 3) disetujui oleh orang tuanya. Kriteria
eksklusi sebagai berikut: 1) bayi dalam keadaan
sakit, 2) bayi meninggal, 3) bayi pindah tempat
tinggal. Variabel independen pada penelitian ini
59
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 58-62
adalah status gizi, dan variabel dependen adalah
perkembangan bayi usia 6-12 bulan.
Prosedur yang ditempuh oleh peneliti dalam
pengumpulan data yaitu peneliti mendapat surat
pengantar dari institusi untuk melakukan penelitian
yang ditujukan kepada Badan Kesatuan Bangsa
dan Politik Kota Malang dan Dinas Kesehatan
Kota Malang. Selanjutnya surat balasan dari Dinas
Kesehatan Kota Malang diberikan ke Puskesmas
Pandanwangi. Setelah mendapat persetujuan lalu
peneliti meminta ijin kepada ibu RW selaku
penanggung jawab Posyandu Mawar Merah.
Peneliti menyeleksi calon responden sesuai dengan
kriteria inklusi untuk dijadikan sampel pada saat
penelitian, kemudian memberikan penjelasan
tentang tujuan dari penelitian kepada ibu calon
responden. Apabila bersedia untuk menjadi
responden kemudian diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent).
Langkah selanjutnya melakukan pengukuran
DDST, yang hasilnya diinterpretasi dengan
penimbangan berat badan dan pengukuran panjang
badan responden disesuaikan dengan tabel berat
badan/ tinggi badan (Direktorat Gizi Masyarakat,
2002) untuk mengetahui status gizi nya.
Responden yang tidak hadir pada saat posyandu,
peneliti melakukan kunjungan rumah responden
yang bersedia untuk diteliti.
Tempat penelitian adalah Posyandu Mawar
Merah Kecamatan Blimbing Kelurahan Polowijen
Kota Malang. Waktu penelitian adalah bulan AprilMei 2014.
Hubungan status gizi dengan perkembangan
bayi usia 6-12 bulan dianalisis secara komputerisasi
dengan menggunakan uji Spearman Rank.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik hasil penelitian meliputi,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, status
gizi responden, perkembangan responden.
Tabel 1. Pendidikan orang tua responden
Pendidikan
n
%
Perguruan Tinggi
8
31
SMA
13
50
SMP
3
11
SD
2
8
Jumlah
26
100
60
Tabel 1 menunjukkan bahwa setengahnya
(50%) orang tua responden berpendidikan SMA
dan yang berpendidikan SD hanya sedikit (8%).
Artinya orang tua memiliki pengetahuan yang
cukup dalam penyajian asupan gizi untuk bayinya.
Hasil penelitian juga menunjukkan hampir
sebagian (65%) orang tua responden tidak bekerja,
dan hanya (35%) yang bekerja. Artinya orangtua
khususnya Ibu mempunyai waktu yang cukup
banyak untuk merawat dan menyediakan
makanan yang bergizi.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hampir
setengah (46%) responden memiliki kategori status gizi normal, dan hanya (12%) berstatus gizi
kurus. Sedangkan pada status perkembangan
berdasarkan DDST didapatkan sebagian besar
responden berkategori pass/ lulus yaitu sebanyak
20 responden (77%), dan yang mempunyai
kategori fail/ gagal sebanyak 6 responden (23%).
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa
seluruh responden dengan status gizi normal
(100%) dapat menyelesaikan tes perkembangan
dalam lembar DDST dengan baik (pass/ lulus),
sebaliknya responden yang tidak dapat
menyelesaikan tes perkembangan dalam lembar
DDST (fail/ gagal) berasal dari status gizi kurus,
sangat kurus, dan gemuk
Berdasarkan pada hasil uji korelasi Spearman
Rank, didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,544
dengan signifikansi sebesar 0,004. Nilai signifikansi
lebih kecil dari  = 0,05, yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara status
gizi dengan perkembangan bayi. Koefisien korelasi
sebesar 0,544 menunjukkan bahwa hubungan yang
cukup kuat dengan arah positif. Semakin tinggi
status gizi, maka perkembangan bayi usia 6-12
bulan semakin baik
Tabel 2. Status gizi responden
Status Gizi
Normal
Gemuk
Kurus
Sangat kurus
Jumlah
n
12
6
5
3
26
%
36
23
19
12
100
ISSN 2460-0334
Yudianti, Status gizi dan perkembangan bayi
Tabel 3. Tabel silang status gizi dengan perkembangan bayi
Status gizi
Normal
Kurus
Sangat kurus
Gemuk
Perkembangan
Fail/ gagal
Pass/ lulus
F
%
F
%
12
100
0
0
3
60
2
40
1
33,33
2
66,67
4
66,67
2
33,33
Total
F
12
5
3
6
%
100
100
100
100
PEMBAHASAN
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena
merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya
kesakitan dan kematian (Universitas Sumatera,
2010). Sedangkan menurut Maryunani (2010), status gizi merupakan keadaan yang ditunjukkan
sebagai konsekuensi dari keseimbangan antara zat
gizi yang masuk ke tubuh dan yang diperlukan.
Hasil penelitian berdasarkan pendidikan
orang tua terhadap perkembangan bayi adalah bayi
dapat menyelesaikan tes dalam lembar DDST
(pass/ lulus) dengan pendidikan orangtua SMA
(50%), sebaliknya yang perkembangannya (fail/
gagal) dengan pendidikan orangtua perguruan tinggi
(16,67%). Pendidikan merupakan cerminan dari
diri seseorang mengenai pengetahuan, sikap, dan
perilaku orangtua dalam mengasuh anaknya.
Orangtua yang yang aktif akan nampak pada
perkembangan anaknya, karena sikap, perilaku
orangtua, sebagian besar menurun keanaknya.
Pada saat penelitian, orangtua yang berpendidikan
SMA sebagian besar tidak bekerja sehingga dapat
melatih perkembangan anaknya dengan waktu
yang lebih banyak. Sebaliknya orangtua yang
berpendidikan tinggi sebagian besar bekerja,
sehingga waktu untuk melatih perkembangan anak
lebih sedikit.
Perkembangan adalah bertambahnya struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, dan
bahasa serta sosialisasi dan kemandirian (Depkes
RI, 2005). Sedangkan menurut Herawati (2009),
perkembangan adalah perubahan-perubahan yang
dialami individu atau organisme menuju ke tingkat
kedewasaannya atau kematangannya (matura-
ISSN 2460-0334
tion) yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan, baik
menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis
(rohaniah).
Hasil penelitian berdasarkan pekerjaan orang
tua terhadap perkembangan bayi adalah bayi dapat
menyelesaikan tes dalam lembar DDST (pass/
lulus) dengan orangtua tidak bekerja (82,35%) dan
yang perkembangannya (fail/ gagal) (17,64%).
Sebaliknya orang tua bayi yang bekerja dengan
perkembangan (pass/ lulus) (66,67%) dan yang
perkembangannya (fail/ gagal) (33,33%).
Pada saat penelitian, responden ada yang di
asuh oleh orang tua nya sendiri dan ada yang di
asuh oleh baby sitter atau neneknya, karena
pekerjaan orang tua yang tidak sepenuhnya dapat
mengasuh anaknya sendiri sehingga menggunakan
jasa baby sitter atau neneknya. Orang tua yang
tidak bekerja dapat mengasuh anak dengan waktu
yang lebih banyak daripada ibu yang bekerja.
Sehingga perkembangan bayi lebih optimal diasuh
dengan orangtua tidak bekerja daripada orang tua
yang bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat
dibuktikan bahwa hipotesis yang diterima yaitu
terdapat hubungan status gizi dengan perkembangan bayi usia 6-12 bulan. Hal ini sesuai dengan
tinjauan teori, bahwa tumbuh kembang bayi, selain
dipengaruhi oleh faktor keturunan juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Gizi/ nutrisi salah satu faktor
lingkungan dan penunjang agar proses tumbuh
kembang tersebut dapat berjalan dengan
memuaskan. Hal ini berarti, pemberian makanan
yang berkualitas dan kuantitasnya baik menunjang
tumbuh kembang, sehingga bayi dapat tumbuh
normal dan sehat serta terbebas dari penyakit
(Maryunani, 2010).
61
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 58-62
Hasil penelitian ini juga mendukung hasil riset
yang dilakukan sebelumnya, antara lain oleh
Ivanovic, et.al., (2004), yang mengemukakan
bahwa status nutrisi dan ukuran otak anak
berkorelasi positif dengan intellectual quotient
(IQ) dan scholastic achievement (SA). Penelitian
lainnya yang dilakukan oleh Zulaikah (2010)
menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikansi antara status nutrisi dengan
perkembangan anak usia 2-3 tahun.
Orangtua yang bekerja akan sedikit waktu
bersama anaknya dibandingkan orangtua yang
tidak bekerja. Saat penelitian dilaksanakan
orangtua responden mengatakan bahwa sebagian
besar orang tua yang tidak bekerja, waktu bersama
anak lebih lama dan dapat melatih perkembangan
anak seperti merangkak, berdiri dan berjalan
dengan berpegangan, dan lainnya. Oleh karena
itu peran orangtua sebagai pengasuh penting.
Selain itu asupan nutrisi juga sangat penting. Bayi
usia 6–12 bulan perkembangannya sangat pesat,
dan mulai diperkenalkan dengan makanan
pendamping ASI (MP-ASI). Namun pemberiannya tidak boleh sembarangan mengingat akan
mempengaruhi status gizinya.
Menurut Soekirman (2000), mengatakan
bahwa seseorang yang memiliki status gizi yang
baik dan normal maka refleksi yang diberikan
adalah pertumbuhan normal, tingkat perkembangan sesuai dengan usianya, tubuh menjadi
sehat, nafsu makan baik dan mudah menyesuaikan
diri dengan lingkungan.
PENUTUP
Dari penelitian ini dapat disimpulkan: 1) status gizi dari 26 responden dengan status gizi
normal sebanyak 12 responden (46% ), status gizi
gemuk sebanyak 6 responden (23%), status gizi
kurus sebanyak 5 responden (19%), dan status
gizi sangat kurus sebanyak 3 responden (12%),
2) perkembangan dari 26 responden dengan
perkembangan pass/ lulus sebanyak 20 responden
(77%), dan perkembangan fail / gagal sebanyak
62
6 responden (23%), 3) terdapat hubungan
signifikan dengan arah positif antara status gizi
dengan perkembangan bayi. Semakin tinggi status gizi, maka perkembangan bayi akan semakin
baik.
Walaupun dalam penelitian ini terdapat nilai
pengaruh yang signifikan, peneliti menyadari
bahwa masih didapatkan beberapa keterbatasan
dalam pelaksanaan penelitian ini, antara lain: 1)
kurang dapat melakukan pengontrolan terahadap
faktor yang mempengaruhi status gizi, misalnya
pendapatan keluarga dan budaya, 2) adanya
keterbatasan media yang digunakan dalam
penilaian DDST secara door to door.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.
Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur
2010. Jakarta
Dhamayanti, Meita.2006. Kuesioner Perkembangan
Praskrining Anak. Sari Pediatri. Vol. 8 No.1
Ivanovic DM, Leiva BP, Perez HT, Olivares MG, Diaz
NS, Urrutia MS, et al. 2004. Head size and intelligence, learning, nutritional status and brain development. Head, IQ, learning, nutrition and
brain. Neuropsychologia.42(8):1118-31
Mansur, Herawati. 2012. Psikologi Ibu Dan Anak
Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam
Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media
Notoatmodjo, Soekidjo,. 2011. Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodelogi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional.
Universitas Sumatra. 2010. Status Gizi. (Http://
repository.usu.ac.id., diakses tgl 22 januari 2014)
Zulaikhah, S. 2010. Hubungan Status Nutrisi dengan
Perkembangan Anak Usia 2-3 Tahun di
Puskesmas Gambirsari-Surakarta. KTI D-IV
Kebidanan Universitas Sebelas Maret.
ISSN 2460-0334
Download