i. pendahuluan

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada
masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang
bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik dan perubahan
lingkungan ekonomi internasional. Dalam era liberal, berbagai kebijakan
tarif dan non-tarif yang menghambat perdagangan internasional dimasa
lalu secara bertahap akan diminimunkan (dihapuskan). Kebijakan
penghapusan hambatan dalam perdagangan tersebut ternyata berdampak
pada semakin ketatnya persaingan dalam dunia usaha. Dengan
diminimumkannya tarif perdagangan, maka pasar produk agribisnis pada
setiap negara akan semakin terbuka, sehingga persaingan antar produsen
produk agribisnis semakin ketat.
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), perubahan lingkungan
ekonomi internasional yang ditandai oleh liberalisasi perdagangan dan
menguatnya globalisasi ekonomi (produksi, keuangan, investasi) juga
membawa perubahan dalam konsep keunggulan bersaing. Menguatnya
globalisasi ekonomi memungkinkan terjadinya aliran faktor produksi,
seperti tenaga kerja dan modal antar negara, atau pemanfaatan
keunggulan faktor sumberdaya bawaan (endowment factor) negara lain
melalui
perusahaan
global
(global
firm),
korporasi
multinasional
(multinational coorporation) dan atau strategi aliansi (strategic alliances).
1
Konsep
keunggulan
bersaing
mutakhir
adalah
kemampuan
perusahaan untuk menyerahkan barang dan jasa pada waktu dan tempat
yang diinginkan oleh pelanggan, dalam pasar domestik maupun pasar
internasional, pada harga yang terbaik dibandingkan dengan perusahaan
lain. Dalam menghasilkan barang dan jasa perusahaan tersebut
menggunakan biaya dan sumberdaya yang paling efisien (Sharples dan
Milham dalam Saragih, 2001).
Berdasarkan fenomena yang terjadi di negara-negara maju,
terutama yang dialami oleh perusahaan multinasional (Indrajit dan
Djokopranoto, 2003) maka kunci dari peningkatan kinerja perusahaan
terletak pada kemampuan perusahaan dalam bekerjasama dengan para
mitra bisnisnya, yang dalam hal ini adalah mereka yang memberikan
pasokan-pasokan
kebutuhan
perusahaan
dalam
berbagai
bentuk.
Pengintegrasian secara optimal antara proses-proses internal dalam
perusahaan dengan proses-proses pada mitra bisnis tidak sekedar untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas internal semata, namun
lebih jauh lagi kerjasama di atas dapat menciptakan suatu keunggulan
kompetitif tertentu bagi perusahaan terkait.
Sejalan dengan tingkat persaingan usaha yang semakin tinggi,
maka strategi perusahaan yang diterapkan harus dapat mempertahankan
pemasok, distributor dan konsumen menjadi mitra bagi perusahaan.
Penerapan Supply Chain Management (SCM) atau diterjemahkan menjadi
manajemen rantai pasokan, merupakan salah satu strategi perusahaan
dalam mempertahankan pemasok, distributor dan konsumennya. SCM
2
adalah suatu praktek pendistribusian produk yang menggeser pola
pendistribusian tradisional, dan juga merupakan suatu strategi yang lebih
maju untuk merebut dan menciptakan loyalitas konsumen.
Suwignjo (2000) memaparkan bahwa Supply Chain Management
(SCM) adalah pendekatan terpadu yang berorientasi pada proses
menyediakan, memproduksi, mengirim produk-produk serta jasa kepada
konsumen/pelanggan. Keterpaduan SCM meliputi seluruh proses material,
informasi maupun aliran dana. Dalam SCM setiap perusahaan merupakan
pemasok sekaligus pelanggan dari rantai pasok (supply chain) tertentu.
Proses pemenuhan kebutuhan pelanggan dalam supply chain adalah
suatu mata rantai nilai tambah (value adding) yang tidak hanya berhenti
pada batas dinding suatu perusahaan, tetapi terus menerobos dinding
batas antar perusahaan yang menjadi anggota supply chain. Keberhasilan
suatu perusahaan tidak hanya ditentukan oleh kinerja perusahaan itu
sendiri, tetapi juga ditentukan oleh kinerja keseluruhan mata rantai.
Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis
(industri pangan), menurut Word Grain dan APTINDO (2004), PT. ISM
Bogasari Flour Mills Tbk merupakan perusahaan penggilingan gandum
yang memiliki pabrik dengan kapasitas terbesar di dunia, yaitu sebesar
7.400 metrik ton/hari (Bogasari Jakarta) dan 4.366 metrik ton/hari
(Bogasari Surabaya). Gandum yang digiling diperoleh dengan cara
mengimpor dari beberapa negara seperti Australia, Amerika Serikat,
Argentina, Kanada, serta negara-negara Eropa Barat. Gandum yang
didatangkan dari berbagai negara tersebut disortasi kemudian dilakukan
3
proses penggilingan. Dari proses penggilingan tersebut dihasilkan tepung
terigu yang bermanfaat sebagai bahan makanan.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN, 2000), tepung terigu
merupakan salah satu pilihan bahan pokok selain beras dalam rangka
diversifikasi pangan. Hal tersebut berdasar pada Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-3751-2000). Standar tersebut disusun dalam rangka
membantu program pemerintah dalam meningkatkan gizi masyarakat,
yaitu dengan menambahkan zat besi, seng, vitamin B1, B2 dan asam
folat. Standar di atas selain untuk melindungi konsumen juga melindungi
produsen, serta mendukung perkembangan industri hasil pertanian.
Menurut APTINDO (2004), Konsumsi terigu di Indonesia yang
besarnya 15 kg per kapita per tahun, masih sangat rendah bila
dibandingkan
dengan
kg/kapita/tahun),
Filipina
Singapura
(25
(50
kg/kapita/tahun),
kg/kapita/tahun),
Malaysia
(35
RRC
(75
kg/kapita/tahun) serta Australia (diatas 100 kg/kapita/tahun). Dilain pihak,
bila ditinjau berdasarkan penggunaan tepung terigu di Indonesia,
penggunaan tepung terigu sangat bervariasi, akan tetapi lebih banyak
digunakan untuk pembuatan
mie. Selain digunakan untuk pembuatan
mie, tepung terigu juga diperlukan sebagai bahan pembuatan kue, roti,
gorengan dan lain sebagainya. Persentase penggunaan tepung terigu di
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Sumber: APTINDO (2004)
Gambar 1. Penggunaan Tepung Terigu di Indonesia Tahun 2004
Penghapusan monopoli tepung terigu sesuai dengan ketentuan
IMF pada tahun 1998 memiliki dampak positif terhadap perkembangan
industri tepung terigu di dalam negeri. Penghapusan tataniaga terigu
sekaligus membuka pintu bagi berlakunya perdagangan bebas (free trade)
dan pasar bebas (free market). Oleh karena itu, PT. ISM Bogasari Flour
Mills yang selama ini hanya bertugas untuk menggiling gandum dari
Badan Urusan Logistik (Bulog), mulai dapat melakukan penyediaan bahan
baku, produksi hingga pemasaran produknya sendiri. Sumber bahan baku
utama gandum saat ini tidak hanya diimpor dari Australia, AS, dan
Kanada, tetapi terbuka kesempatan bagi pemasok gandum Eropa,
Argentina dan negara-negara Asia untuk meningkatkan efisiensi biaya dan
bahan baku perusahaan.
5
Saat ini terdapat empat industri tepung terigu nasional terbesar
yang beroperasi di Indonesia yaitu PT. ISM Bogasari Flour Mills Tbk, PT.
Berdikari Sari Utama Flour Mills, PT. Sriboga Raturaya, dan PT.
Panganmas Inti Persada. Pangsa pasar keempat produsen tepung terigu
pada tahun 2004 adalah 70 persen untuk Bogasari, 6 persen untuk
Berdikari, 6 persen untuk Sriboga, dan 5 persen untuk Panganmas,
sedangkan sisanya sebesar 13 persen merupakan tepung terigu impor
(APTINDO, 2004). Data perkembangan penjualan tepung terigu di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Perkembangan Penjualan Tepung Terigu di Indonesia
Tahun
Bogasari
Berdikari
Sriboga
2000
2001
2002
2003
2004
1,990
1,700
2,010
2,115
2,295
221
250
255
267
263
104
145
150
180
192
Pangan
Mas
99
143
140
160
135
Tepung
Impor
57
367
458
256
316
(000 mton)
Total
Nasional
2,471
2,605
3,013
2,978
3,200
Sumber: PT. ISM Bogasari Flour Mills (2004)
Tampak dalam tabel bahwa sejak tahun 2000 hingga tahun 2004,
penjualan tepung terigu di Indonesia masih didominasi oleh PT. ISM
Bogasari Flour Mills. Pesaing utama PT. ISM Bogasari Flour Mills adalah
perusahaan-perusahaan asing maupun perusahaan lokal yang bergerak
dibidang impor terigu.
6
1.2
Rumusan Masalah
Kunci keberhasilan suatu perusahaan adalah terletak pada
kemampuan perusahaan tersebut untuk memiliki dan mempertahankan
keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui
berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan penerapan Supply
Chain Management (SCM) secara efektif dan efisien. Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka rumusan permasalah yang dikaji secara
mendalam pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana strategi rantai pasokan pada PT. ISM Bogasari
Flour Mills.
b. Bagaimana kinerja manajemen pembelian gandum pada PT.
ISM Bogasari Flour Mills.
c. Bagaimana efektifitas dan efisiensi pengelolaan persediaan
gandum pada PT. ISM Bogasari Flour Mills.
1.3
Tujuan Penelitian
a. Mengidentifikasi strategi rantai pasokan pada PT. ISM Bogasari
Flour Mills.
b. Menganalisa kinerja manajemen pembelian gandum pada PT.
ISM Bogasari Flour Mills.
c. Menganalisa efektifitas dan efisiensi pengelolaan persediaan
gandum pada PT. ISM Bogasari Flour Mills.
7
Untuk Selengkapnya Tersedia Di Perpustakaan MB-IPB
8
Download