G. IJEN, JAWA TIMUR

advertisement
G. IJEN, JAWA TIMUR
KETERANGAN UMUM
Nama Lain
: Gunung Kawah Ijen
Lokasi
a. Geografi Puncak
: 8°03' 30 Lintang Selatan dan 114°14' 30“ Bujur Timur.
b. Administratif
: Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Jawa Timur
Ketinggian
: Tepi kawah 2386 m dpl dan Danau Kawah 2145 m dpl
Kota Terdekat
: 33 km dari Banyuwangi
Tipe Gunungapi
: Strato
Pos Pengamatan
: Kampung Pangsungsari, Licin, Kecamatan Glagah
Kabupaten Banyuwangi. Geografi 08°08’ 48.72” Lintang
Selatan dan 114°15' 25.56” Bujur Timur.
PENDAHULUAN
Untuk mencapai Kawah Ijen dapat ditempuh dengan dua cara yaitu dari utara dan
dari selatan.
a. Lewat jalan utara
Dari Situbondo menuju Sempol (Bondowoso) lewat Wonosari kemudian dilanjutkan ke
Paltuding yang dapat dicapai dengan kendaraan bermotor roda dua atau roda empat.
Jarak Situbondo sampai Paltuding adalah 93 km dan kondisi jalan sampai Paltuding
boleh dikatakan sangat bagus sehingga dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam.
b. Lewat jalan selatan
Dari Banyuwangi menuju Licin yang berjarak sekitar 15 km, yang dapat dilewati dengan
kendaraan bermotor roda dua atau empat selama sekitar 30 menit. Dari Licin menuju
Paltuding yang berjarak sekitar 18 km perjalanan dapat diteruskan dengan kendaraan
bermotor terutama jenis jeep double gardan karena sekitar 6 km sebelum sampai di
Paltuding melewati jalan yang dinamakan tanjakan erek-erek yang berupa belokan
berbentuk S dan sekaligus menanjak, perjalanan memerlukan waktu sekitar satu jam,
karena jalanan sering rusak oleh air hujan maupun dilewati truk pengangkut Belerang
setiap hari.
Dari Paltuding ke kawah yang berjarak 3 km ditempuh dengan berjalan kaki melewati
pondok Pengairan/pondok Irigasi sekitar 90 menit. Lewat utara dengan kendaraan roda
empat atau dua.
Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi
G. Ijen memiliki sumberdaya gunungapi bervariasi dan sangat potensial yang meliputi :
a. Sublimat belerang.
Sublimat belerang merupakan produk G. Ijen yang sudah dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan dalam industri kimia. Belerang dihasilkan dari hasil sublimasi gasgas belerang yang terdapat dalam asap solfatara yang bersuhu sekitar 200 °C.
Kapasitas belerang rata-rata sekitar 8 ton/hari . Lapangan solfatara terletak di sebelah
tenggara danau Kawah Ijen.
b. Sumber mataair panas
Sumber mataair panas bertipe asam sulfat khlorida dengan suhu 70 °C dan pH sekitar
2, 6 terdapat didekat lapangan solfatara Ijen. Sedangkan air panas netral bertipe
bikarbonat dengan suhu sekitar 45 ° terdapat di dalam kaldera Ijen sebelah utara yaitu
di Blawan, Kabupaten Bondowoso.
c. Air Danau Kawah Ijen
Danau Kawah Ijen merupakan reaktor multi komponen yang didalamnya terjadi
berbagai proses baik fisika maupun kimia antara lain pelepasan gas magmatik,
pelarutan batuan, pengendapan, pembentukan material baru dan pelarutan kembali zatzat yang sudah terbentuk sehingga menghasilkan air danau yang sangat asam dan
mengandung bahan terlarut dengan konsentrasi sangat tinggi. Air danau kawah Ijen
dapat dibuat gipsum dengan cara menambahkan kapur tohor kedalamnya. Dari hasil
penelitian yang pernah dilakukan di BPPTK tiap 1 liter air kawah Ijen yang direksikan
dengan kapur tohor secara stokiometri menghasilkan 100 gram gipsum.
d. Lapangan Gipsum/anhidrit
Pembentukan gipsum/anhidrit terjadi di bawah dam Kawah Ijen yaitu di hulu Kali
Banyupait. Air danau kawah yang mengandung sulfat dengan konsentrasi tinggi
merembes dan atau melewati batuan sehingga terbentuk gipsum. Batuan disini
berfungsi sebagai sumber kalsium. Dengan adanya proses penguapan/pemanasan di
permukaan gipsum yang terjadi dapat kehilangan airnya sehingga membentuk anhidrit.
e. Batuan vulkanik terutama batu apung
Batu apung banyak ditemukan disekitar danau kawah Ijen terutama di hulu Kali
Banyupait.
f. Objek Wisata dan studi vulkanologi
G. Ijen selain menarik dijadikan sebagai objek wisata juga sangat menarik untuk studi
geologi dan geokimia.
Wisata
G. Ijen merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Jawa Timur yang selalu
ramai dikunjungi baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Alam pegunungan
yang indah dan sejuk sering mereka nikmati mulai dengan cara berkemah di Paltuding.
Dengan ditemuinya ayam hutan disepanjang jalan aspal menunjukkan bahwa. keasrian
gunung dan hutan masih terawat dengan baik.
Di Puncak G. Ijen terdapat danau kawah dengan airnya yang berwarna hijau toska
dan ber-pH sangat asam. Di sebelah tenggara danau terdapat lapangan solfatara yang
merupakan dinding danau Kawah Ijen dan di bagian barat terdapat Dam Kawah Ijen yang
merupakan hulu dari Kali Banyupait.
Lapangan solfatara G. Kawah Ijen yang selalu melepaskan gas vulkanik dengan
konsentrasi sulfur yang tinggi dan bau gas yang kadang menyengat dan mengiritasi
saluran pernafasan ini merupakan objek wisata yang tak pernah terlewatkan untuk
didatangi, bahkan tempat ini disiang hari tak pernah sepi karena selalu terdapat
penambang belerang yang mengambil dan mengangkut/memikul sublimat belerang
sampai di Paltuding.
Dam Kawah Ijen merupakan bagian dari objek wisata menarik tetapi tidak selalu
dikunjungi oleh wisatawan dikarenakan antara lain pencapaiannya yang sulit disebabkan
jalan menuju kesana sering rusak karena terjadi longsor. Dam Kawah Ijen adalah
bangunan beton yang dibangun sejak jaman penjajahan Belanda dan dimaksudkan untuk
mengatur level air danau agar tidak menyebabkan banjir air asam. Tetapi bendungan ini
sekarang tidak berfungsi karena air tidak pernah mencapai pintu air disebabkan terjadinya
rembesan/bocoran air danau di bawah dam.
Terjadinya rembesan yang terus menerus ini mengakibatkan terjadi proses
pembentukan gypsum dari hasil reaksi sulfat yang terkandung dalam air danau dengan
senyawa Kalsium baik dari air tersebut maupun dengan Kalsium dari batuan yang dilewati
dan proses penguapan yang juga mempercepat pembentukannya. Lapangan Gipsum
dapat menjadi salah satu objek wisata yang menarik bila dikelola secara professional.
SEJARAH LETUSAN
Erupsi yang tercatat dalam sejarah adalah sebagai berikut :
1796
: Merupakan letusan pertama yang tercatat, dan dianggap merupakan letusan freatik.
1817
: 16 Januari Penduduk sekitar Banyuwangi mendengar suara gemuruh dahsyat seperti
dentuman meriam, disertai dengan gempa bumi. Pada tanggal 15 Januari terjadi banjir Lumpur
menuju Banyuwangi, (Junghuhn,1853, p.1022), sedangkan Taverne (1926, p. 102) menduga
kemungkinan waktu letusan 1817, sebagian besar air danau dialirkan oleh K. Banyupait.
1917
: Taverne (1926, p. 102) Menulis bahwa waktu itu air danau kelihatan mendidih bercampur
lumpur dan uap kadang-kadang letusan terjadi di danau kawah, lumpur dilemparkan keatas
sampai 8 – 10 m diatas muka air. Hal yang sama terulang lagi pada 7 – 14 Maret. Neuman Van
Padang (1951, p 158), menganggapnya letusan pada danau kawah, dan letusan freatik pada
25 Februari dan 13 Maret.
1936
: Neuman van Padang (1936, p. 10 dan 1951, p. 158), menganggap pada 5 – 25 November
terjadi letusan freatik dan letusan pada danau kawah, menghasilkan lahar seperti dalam 1796
dan 1817. Korban manusia tidak ada.
1952
: Pada 22 April pukul 6.30, terjadi letusan asap setinggi 1 km dan suara guguran terdengar dari
Sempol. Di dalam kawah terjadi letusan Lumpur setinggi 7 m, hampir sama dengan peristiwa
letusan 1936. Korban tidak ada. (Hadikusumo, 1950 – 1957, p. 184).
1962
: Pada tanggal 13 April, dibagian tengah permukaan Danau Kawah Ijen terjadi bualan gas di dua
tempat yang masing-masing berdiameter sekitar 10 m. dan tanggal 18 April jam 07.42 terjadi
bualan air di bagian utara danau kawah berdiameter sekitar 6 m, kemudian bualan air tersebut
membesar menjadi 15 – 20 m. Pada jam 12.15 bualan air ini menyemburkan air setinggi sekitar
10 m. Warna air danau yang semula hijau muda berubah menjadi hijau keputihan.
1976
: 30 Oktober, jam 09.44 tampak bualan air pada dua tempat dekat Silenong selama 30 menit.
1991
: 15, 21 dan 22 Maret, terjadi bualan air berdiameter sekitar 5 m disertai perubahan warna air
kawah dari hijau muda menjadi coklat. Menurut para penambang belerang terjadi semburan
gas setinggi 25 – 50 m dengan kecepatan tinggi. Bualan ini tercacat oleh seismograf dalam
bentuk gempa tremor terus menerus dari 16 – 25 Maret 1991.
1993
: Tanggal 3 jam 08.45 terjadi letusanfreatik ditengah danau disertai tekanan kuat dan bunyi yang
keras dengan semburan setinggi 75 m, Warna air dari hijau keputihan berubah menjadi
kecoklatan dan permukaan danau menjadi gelap. Tanggal 4 Juli, jam 08.35 terjadi letusan
freatik ditandai dengan menyemburkan air setinggi sekitar 35 m. Tanggal 7 Juli jam 02.15
terjadi letusan freatik disertai suara yang cukup keras dan terdengar sampai sejauh 1 km. Pada
1 Agustus jam 16.35, terjadi letusan freatik disertai dua suara letusan yang terdengar sampai
sampai 1 km. Letusan ini didahului oleh gempa terasa disekitar puncak. Gumpalan asap
berwarna putih tebal dengan tekanan kuat terlihat mencapai tinggi sekitar 500 m.
1999
: Tanggal 28 Juni sampai tanggal 28 Juli terjadi kenaikan aktivitas di danau kawah yang ditandai
dengan kenaikan suhu air danau kawah mencapai 46 °C (3 Juli) dan pada waktu yang
bersamaan suhu solfatara 1 ,4 dan 5 masing-masing 198°C, 176 dan 168 °C .Pada tanggal 8
Juli terjadi penurunan suhu air danau kawah pada lokasi yang sama menjadi 40 °C sedangkan
suhu solfatara mengalami peningkatan masing-masing menjadi 210, 221 dan 207 °C
2000
: Tanggal 6 Juni 2000 terjadi peningkatan aktivitas yang ditandai dengan adanya kenaikan suhu
danau Kawah Ijen sampai mencapai 55 °C dan terjadi letusan freatik.
Dari data seismik tercatat adanya peningkatan jumlah gempa, terjadi juga gempa vulkanik dan
tremor yang kemudian jumlahnya meningkat pada akhir bulan Juli. Tinggi asap diatas kawah
yang semula 25 m, pada akhir pertengahan September naik menjadi 50 m diatas
kawah.Seminggu kemudian aktivitas menurun antara lain ditandai dengan tinggi asap yang
kembali menjadi 25 m dan air danau kawah turun menjadi kurang dari 40 °C.
2001
: Tanggal 8 januari terjadi peningkatan aktivitas vulkanik ditandai dengan adanya bualan air
danau seperti mendidih, bau gas solfatara sangat tajam, terdengar suara blaser yang nyaring
dan asap putih tebal dengan tekanan yang kuat (arah asap tegak lurus) dan pada lokasi
penambangan belerang terjadi kebakaran belerang, menurut pegawai solfatara telah terjadi
letusan di air danau kawah kemungkinan letusan freatik. Pada tanggal 14 Januari suhu
permukaan air danau kawah di Dam mencapai 48 °C.
2004
: Terjadi peningkatan peningkatan aktivitas vulkanik. suhu air danau mencapai 51 C, suhu
fumarola mencapai 240 oC. pH 0,4.
Dari data seismik tercatat adanya peningkatan jumlah gempa vulkanik dan tercatat juga gempa
tremor yang menerus. Peningkatan aktivitas ini tidak diikuti dengan letusan.
2005
: Pada bulan Agustus terjadi tembusan solfatara berintensitas kuat disertai sublimasi belerang di
tepi dasar kawah sebelah selatan-tenggara.
o
Karakter Letusan
Letusan yang pernah terjadi adalah freatik dan magmatik. Letusan freatik lebih
sering terjadi karena Gunungapi Ijen berdanau kawah sehingga adanya kontak langsung
atau tidak langsung antara air dengan magma membentuk uap yang bertekanan tinggi
yang menyebabkan terjadinya letusan.
Dari sejarah kegiatannya, sejak tahun 1991 letusan freatik terjadi setiap satu
sampai 3 tahun sekali. Sedangkan tahun 1917 sampai 1991 periode letusan tercatat 6
sampai 16 tahun sekali. Letusan besar yang menelan korban manusia adalah pada tahun
1817.
GEOLOGI
G. Ijen terletak di bagian ujung timur Pulau Jawa mulai dari selat Bali sampai
daerah Bondowoso meliputi luas 500 km2, terdiri dari endapan vulkanik antara lain abu
gunungapi, lapili, bom gunungapi dan leleran lava. Letusan yang menghancurkan puncak
gunungapi di pegunungan Ijen adalah G. Raung dan G. Ijen.
Peta Geologi Gunungapi Ijen (Syarifudin M. Z., 1978)
Morfologi
Daerah Ijen dan sekitarnya terdiri dari dataran tinggi, bukit-bukit gunungapi dalam
kaldera, lereng dan dataran yang merupakan daerah pengendapan. Kemmerling (1921,
hal 15) membagi morfologi Ijen menjadi lima satuan yaitu :
a. Runtuhan gunungapi Ijen tua, G. Kendeng dan G. Ringgih (2000 m).
b. Kelompok gunungapi sebelah timur, termasuk G. Merapi, Kawah Ijen, G. Papak,
Widodaren dan Pawenan.
c. Kelompok gunungapi sebelah selatan termasuk G. Rante, Cilik (1600 m).
d. Kelompok gunungapi sebelah barat termasuk Gunung Jampit, merupakan bendungan
jebol dari Gunungapi Raung dan Suket.
e. Dataran tinggi Ijen dengan kelompok gunungapi parasit yang terdiri dari kumpulan
gunungapi yang terletak ditengah-tengah. Dataran tinggi Ijen dan gunungapi kecil
seperti Gunung Kukusan, Deleman, Pendil dengan kawahnya sedalam 100 m; Gunung
Kenteng, Panduan, Anyar dan Gunung Lingker.
G. Ijen dibagi menjadi tiga satuan morfologi Reksowirogo (1971), yaitu ;
1. Tanah Tinggi Ijen
Tanah tinggi Ijen terdiri dari puncak-puncak gunung, dataran dan bukit-bukit. Di dalam
daerah ini terdapat gunungapi yang masih aktif maupun yang sudah padam (tidak ada
lagi kegiatan volkanik). Gunungapi yang masih aktif diantaranya Kawah Ijen dan
Gunung Raung, sedangkan gunungapi padam disantaranya Gunung Blau, Pawenan,
Papak, Widodaren, Lempuyangan, Rante, Lebu agung, Kukusan, Delaman, Pedot,
Cilik, Pendil, Jampit, Genteng, Anyar, Lingker, Melaten dan Merapi.
Dataran di tanah tinggi
Batas-batas dataran tersebut adalah disebelah utara Gunung Pendil, Blawan, Blau dan
Gunung Rante disebelah barat laut. Dataran ini sebagian besar terdiri dari perkebunan
kopi Blawan, Jampit dan Kali Sat.
Bukit-bukit di Tanah Tinggi
Terdiri dari puncak-puncak tinggi dab hulu sungai. Puncak tinggi hampir semuanya
gunungapi parasit yang terjadi setelah terbentuknya kaldera Ijen yang meliputi Kawah
Ijen, Gunung Ranti, Pawenan, Merapi, Ringgih, Widodaren, Kukusan dan Papak.
Sungai yang berhulu langsung di tepi kawah Ijen adalah sungai Banyupait dan Bendo.
2. Daerah sekitar Lereng
Merupakan daerah pengikisan yang letaknya sebelah utara gunung antara ketinggian
1550 m sampai 150 m, sebelah timur dari ketinggian 800 m sampai dengan 100 m dan
sebelah selatan dari ketinggian 1400 m sampai 300 m.
3. Daerah dataran
Merupakan daerah pengendapan yang terdiri dari pesawahan, perkampungan, tegalan,
perkebunan, kota dan sungai.
Batuan G. Ijen
Erupsi G. Ijen mengeluarkan gas, material piroklastik yang terdiri dari pasir, abu
dan bom gunungapi yang semuanya bersifat batuapungan. Jenis batuan gunungapi Ijen
menurut Brouwer (dalam Kemmerling,1921) terdiri dari andesit augit hipersten.
Struktur Geologi
Kawah Ijen dan G. Merapi merupakan dua gunungapi kembar (Taverne, 1926,
hal.99), sedangkan Neuman Van Padang (1951, hal. 157) menulis bahwa Kawah Ijen
dibentuk oleh gunungapi kembar dengan G. Merapi yang telah padam, yang terdapat di
tepi timur dari pinggir kaldera besar Ijen. Kawah Ijen berbentuk elips karena perpindahan
pipa kepundan. Dinding kawah yang terendah terletak di sebelah barat dan merupakan
hulu Kali Banyupait. Sekarang kawah berukuran 1160 m x 1160 m pada ketinggian antara
2386 dan 2148 m diatas muka laut.
Danau kawah Ijen berukuran 910 m x 600 m pada ketinggian 2148 dan kedalaman 200 m.
Volume air danau sekitar 30 juta m3 (Takano,dkk, 1996).
Komplek Solfatara
Komplek solfatara G. Ijen terdapat di sebelah tenggara dan merupakan bagian dari
dinding danau itu sendiri. Batuan yang terdapat di areal solfatara sudah teraltrasi secara
intensif yang didominasi warna putih sampai kuning. Suhu gas solfatara yang diukur
dengan thermokopel pada bulan Agustus 2001 mencapai 200 – 202 °C.
Di komplek solfatara G. Ijen yang semula terdapat lima lubang solfatara besar, yaitu
solfatara I, II, III IV dan IV (Penomoran Vulkanologi). Sekarang, Agustus 2001, jumlah
solfatara bertambah menjadi delapan buah. Pegawai solfatara PT Candi Ngrimbi memberi
nama solfatara menjadi solfatara Kodim, Tahar, Goblog, Tugu dan Taham serta untuk satu
solfatara baru diberi nama Sarinem dan yang dua belum diberi nama
GEOFISIKA
Seismik
Metoda seismik digunakan sebagai ujung tombak pemantauan aktivitas kawah Ijen.
Semula digunakan seismograf elektromagnetik satu komponen yang hanya dapat
menganalisa jenis gempa. Alat ini ditempatkan di pos Pengamatan lama yaitu di Paltuding.
Pada tahun 1985 peralatan seismik tersebut rusak karena transducer terkena petir.
Pada tahun 1985 Direktorat Vulkanologi bekerja sama dengan USGS (United
States Geological Survey). memasang RTS (Radio Tele Seismografh) PS-2 yang
ditempatkan di puncak Kawah Ijen. Sistem telemetri dan seismometer dipasang pada
terowongan di puncak Kawah Ijen, terletak di tepi selatan bibir kawah pada ketinggian
2380 m. Radio receiver dan seismograf PS-2 ditempatkan di Pos Ijen (Licin). Jarak
transmitter dengan receiver sekitar 12 km. Sistim penangkap gempa jarak jauh (RTS) di
Kawah Ijen dapat mencatat gempa G. Ijen dan gempa tektonik jauh.
Gaya Berat
Berdasarkan interpretasi data gaya berat, Untung dkk (1978), menyusun peta
struktur Pulau Jawa antara lain disebutkan bahwa arah umum anomali Pulau Jawa adalah
barat timur, dimana di daerah Jawa Barat membelok kearah barat laut sementara di Jawa
bagian tengah dan timur membelok ke arah tenggara.
Pada zona kendeng di Jawa timur mempunyai anomali negatif lebih besar dari 60
mgal dan busur anomali negatif ini masih dapat dilacak sampai selat Madura.
Berdasarkan peta anomali Bouguer yang disusun oleh Untung (1974), Sukardi dkk
(1976 dalam Untung, 1978), menggambarkan sesar-sesar di Jawa yaitu sesar-sesar
berarah barat laut tenggara yang kurang lebih mengarah ke Sumatera, Sesar-sesar timur
laut- barat daya terdapat di Jawa bagian timur dan Kalimantar Timur. Sistem sesar yang
berarah timur - barat juga ditemukan di daerah Jawa Timur.
Penyelidikan gaya berat G. Ijen telah dilakukan pada tahun 1992 oleh Yohana,
T.dkk, menyimpulkan bahwa pada daerah amblasan terjadi perubahan nilai residual
secara tiba-tiba Pada daerah kaldera tua nilai residualnya rendah.
Geomagnet
Penyelidikan geomagnit yang telah dilakukan oleh Palgunadi dkk, (1992) bertujuan
untuk melihat struktur Kaldera Ijen, dimana struktur dan variasi batuan yang ada akan
menimbulkan suatu anomali. Di dalam peta magnit total, G. Ijen terletak diantara 45.000 46.000 gamma dengan sudut inklinasi sebesar kurang lebih 35 o – 20 o dan sudut deklinasi
04o. Dari hasil penyelidikan didapatkan bahwa kawah Ijen mempunyai harga negatif
sedangkan harga yang relatif tinggi mendominasi bagian barat laut dan tenggara. Secara
kualitatif dapat diperkirakan bahwa bagian barat daya terdapat suatu body magnetik, di
bagian tengah(Kawah Ijen) terdapat suatu intrusi dan di Kreter G.Ijen dan sekitarnya
terdapat suatu pengaruh panas sedangkan ke arah tenggara kembali terdapat suatu body
magnetik serta kemungkinan adanya struktur patahan.
Potensial Diri
Hasil perngukuran potensial diri (Mulyana,dkk 2005) menunjukan:
1. Perolehan pengukuran anomali positif (33,55 – 55,65 mV) dan anomali negatif (-33,65
– (-50,70)mV ) dari sejumlah titik sangat dimungkinkan karena lokasi pengukuran
ditempatkan pada morfologi hasil bentukan endapan piroklastik bersifat urai dan
sebagian longsor sehingga potensial diri terekam tidak stabil.
2. Perolehan pengukuran anomali negatif sebesar (-126,4mV) dari sejumlah titik sangat
dimungkinkan karena lokasi pengukuran ditempatkan pada morfologi hasil bentukan
endapan piroklastik bersifat urai yang terkena pengaruh sesar normal berarah
timurlaut-baratdaya.
3. Perolehan pengukuran potensial diri yang relatif stabil terdapat mulai dari titik -200
(1150mdpl) hingga titik -282 (730dpl, lokasi PGA Panggungsari).
DEFORMASI
Pemantauan deformasi G. Ijen secara temporer dengan metoda GPS telah
dilaksanakan sejak Juni 2002. Pengukuran GPS dilaksanakan di delapan titik pemantau
yang lokasi dan distribusinya ditunjukkan pada Gambar dibawah. Tiga titik GPS, yaitu
IJ01, IJ02 dan IJ03, terletak di bibir kawah aktif. Titik DAM terletak di pinggir danau kawah
di dekat hulu sungai Banyupahit. Titik PDBR terletak di jalan menuju kawah, tepatnya di
Pondok Bundar (PDBR), titik PLTA di kawasan pembangkit listrik Sungai Banyupait
(PLTA), titik POSL terletak di tebing kawah sebelah Utara. Titik PALT terletak di kawasan
Paltuding yang merupakan pos kehutanan dan pos permulaan di pinggir jalan raya untuk
mendaki ke kawah Ijen. Sebagai titik referensi digunakan titik
POS di halaman Pos
Pengamatan G. Ijen.
UTARA
POSL
DAM
IJ01
0
PLTA
IJ03
IJ02
PDBR
PALT
Survei-1 : Juni 2002
Survei-2 : April 2004
Survei-3 : Juni 2004
Survei-4 : Agt. 2005
POS
Lokasi dan distribusi titik-titik pengamatan GPS di Gunung Ijen.
DAM
5.0 cm
PLTA
IJ03
PDBR
PALT
IJ01
Gunungapi Ijen
Pergeseran Horisontal (cm)
Juni 2004 – Agustus 2005
Vektor pergeseran horisontal pada periode (Juni 2004 – Agustus 2005).
km
2
4
2
IJ03
0
IJ01
DAM
PALT
PDBR
PLTA
-2
-4
Perubahan tinggi (cm)
Danau
Kawah
DAM
-0.6
-1 .0
PLTA
IJ03
.2
+0
- 0 .9
+0
.0
PDBR
-7
.8
-5.0
+
Kawah
-6 .
2
IJ01
2.3
+0 .0 Perubahan jarak
horisontal (cm)
PALT
Perubahan tinggi dan jarak horisontal pada periode (Juni 2004 – Agustus 2005)
Selain pemantauan deformasi dengan metoda GPS, pengamatan deformasi G.Ijen
dilakukan juga dengan metode tiltmeter. Alat ini dipasang satu lokasi dengan stasiun
seismometer permanen, yang terletak di pinggir kawah di daerah puncak.
Suhu (C)
12
Suhu
10
8
6
MicroRadian
Sep 1
30
Sep 15
Sep 29
Oct 13
Oct 27
Nov 10
Sep 29
Oct 13
Oct 27
Nov 10
Sep 29
Oct 13
Oct 27
Nov 10
Radial
20
10
Sep 1
90
Sep 15
MicroRadian
Tangensial
85
80
75
70
Sep 1
Sep 15
2008
W aktu (tanggal)
Rekaman tiltmeter Gunungapi Ijen dari September – November 2008
Pada tiltmeter terdapat dua sumbu Y (radial), sumbu X (tangensial) dan satu sensor
suhu. Pemasangan sumbu Y diarahkan ke kawah aktif (puncak) sedangkan sumbu X
dipasang tegaklurus dengan sumbu Y (tangensial) untuk mendeteksi adanya perubahan
(inflasi atau deflasi) yang disebabkan oleh aktivitas G. Ijen.
Data tilt ini dikirim secara telemetri ke pos PGA G. Ijen dengan menggunakan
gelombang radio. Gambar berikut memperlihatkan perubahan tilt sejak September –
November 2008. Grafik sumbu Y (radial) dan sumbu (X) menunjukkan kenaikan gradasi
sejak pertengahan September 2008. Sementara itu, suhu yang tercatat pada tiltmeter
menunjukkan adanya fluktuasi pada kisaran 7 – 10 oC. Pada akhir Oktober, terjadi
ungkitan yang signifikan pada arah radial (sumbu Y).
GEOKIMIA
Pada saat ini aktivitas vulkanik G. Ijen yang tampak di permukaan adalah berupa
komplek solfatara dengan suhu mencapai 200°C, air danau kawah yang sangat asam dan
mataair panas Sibenteng yang muncul dekat solfatara sebagai bagian dari manifestasi
panasbumi. Geokimia G. Ijen meliputi : gas , air dan batuan.
Kimia Batuan
Lava-lava yang diambil dari dalam kaldera G.Ijen bervariasi dari basalt, basaltik
andesit sampai andesit. Berwarna abu-abu hitam sampai abu-abu terang, bertekstur
hipokristalin porfiritik. Fenokris berkisar antara 32 – 60 % dari volume batuan. Fenokris
umumnya terdiri dari plagioklas, olivin klinopiroksin, orto piroksin dan oksida besi. Olivin
terdapat melimpah dalam basalt dan makin berkurang dalam basaltik andesit. Biotit hanya
terdapat dalam andesit gunung Gelaman sebagai fenokris. Hampir seluruh kristal-kristal
dalam keadaan segar, hanya sebagian kecil nampak ada altrasi berupa kloritisasi,
kaolinitisasi dan senoentisasi. Plagioklas merupakan fenokris utama pada lava-lava
gunungapi Ijen, komposisi berkisar antara andesit – labradorit (An34 – An40).
Kandungan Silika berkisar antara 48,21 – 62,32 % berat. Hampir semua major
elemen mempunyai hubungan negatif dengan SO2, kecuali K2O, Na2O dan P2O5.
Kandungan trace elemen seperti Rb, Ba, Zr relatif meningkat dengan bertambahnya SiO2,
sedangkan kandungan V dan Ni relatif menurun. Rendahnya harga-harga trace elemen
(Ni, Sr, Cr) mencirikan magma G. Ijen berasal dari magma turunan.
Batuan Lain
Sebagian batuan beku ada yang sudah terubah menjadi batuan ubahan/ altrasi.
Proses altrasi yang paling intensif terjadi di areal solfatara karena adanya pengaruh gas
solfatara bersuhu tinggi. Di G. Ijen juga dijumpai batu apung dan belerang mrica sering
terdapat di permukaan air danau Kawah Ijen. Komposisi kimia batuan tersebut disajikan pada
tabel dibawah ini.
Tabel Komposisi kimia batuan beku dan lainnya Gunungapi Ijen (dalam satuan % berat).
Unsur
Batuan Beku
M.A.P. Sibanteng
SiO2
55,26
Al2O3
15,44
Fe2O3
8,41
CaO
8,57
MgO
2,51
Na2O
4,25
K2O
2,89
MnO
0,14
TiO2
0,90
P2O5
0,00
H2O
0,77
HD
1,44
Waktu sampling
: Juni 2001
Batuan Altrasi
M.A.P. Sibanteng
0,00
39,09
0,03
0,13
0,05
5,02
1,96
0,00
0,00
0,00
2,24
51,13
Belerang Mrica
D. Kawah ujen
15,54
1,67
0,37
0,40
0,09
0,19
0,21
0,00
0,32
0,00
4,88
76,30
Batu apung
66,41
12,15
3,23
1,87
0,89
1,94
2,52
0,07
0,56
0,14
1,24
4,73
Pembentukan Gipsum
Pembentukan gypsum di hulu K. Banyupait (bawah Dam K. Ijen terjadi mulai dari
jarak 25 m dari dam sampai pada jarak sekitar 2 km dari dam.. Komposisi kimia gypsum
(dalam satuan % berat) dari sekitar 12 contoh sangat bervariasi seperti di bawah ini :
Unsur
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
Na2O
K2O
MnO
TiO2
P2O5
H2O
HD
SO3
Gipsum
0.- 9,09
0,18 – 13,19
0,03 – 0,64
40 – 54,03
0,00 – 1,86
0,03 – 0,95
0,01 – 0,27
0,00 – 0,07
0,00 – 0,10
0,03 – 0,07
3,47 – 12,71
11,66 – 60,04
30,26 – 45,15
Kedalaman Danau Kawah Ijen
Topografi puncak danau kawah Ijen. Garis A-B dan CD menunjukan lintasan
pengambilan data menggunakan echo shonder. Tanda P menunjukan lokasi di banyupait
tempat keluarnya sulfur dan mata air panas.
Topografi Puncak Gunungapi Ijen
Rekaman Echo-sounding hasil pengukuran pada garis A_B.
Peta Kedalaman Kawan Ijen pada Agustus, 1996. Kedalaman maksimum adalah 180m
Penampang melintang dari kawah Ijen dari barat ke timur.(diambil dari tahun 1922, 1925, 1938 dan 1996).
Kimia Air
Geokimia air di G. Ijen dapat meliputi air danau kawah dan hulu Kali Banyupait,
mataair panas serta mataair dingin.
Hasil pemeriksaan air panas/air dingin di sekitar Gunungapi Ijen tahun 2006-2008.
LOKASI
Warna
Bau
AS. Banyupait
Hijau
kekuningan
Bau gas
AP. Kapuran
Jernih
AD. Kalisat
Rasa
Suhu air (oC)
pH
Suhu
o
Udara ( C)
2006
2008
2006
2008
2006
2008
Rasa Kesat
0.43
1.62
21.7
21.6
22
22
Tdk berbau
Tdk berasa
6.23
6.11
46.8
48.3
24
Agak
Keruh
Tdk berbau
Tdk berasa
8.08
7.82
20.9
20.9
21.6
21.6
AP. Hombo
Blawan
Jernih
Tdk berbau
Tdk berasa
6.20
6.19
48.6
48.5
23.6
23.6
Kalisengon
Agak
Keruh
Tdk berbau
Tdk berasa
7.83
7.54
22.9
22.5
22.6
22.5
AP. Terjun
Hombo
Jernih
Tdk berbau
Tdk berasa
6.47
6.54
44.4
44.4
23.8
23.8
Tdk berbau
Tdk berasa
2.89
4.79
21.7
21.7
22.6
22.6
Tdk berbau
Tdk berasa
7.20
7.20
21.5
21.5
22.4
22
Bau gas
Rasa Kesat
0.12
0.40
45.8
30.0
21
20.5
Bau gas
Rasa Kesat
0.14
0.99
43.5
28.5
21
20.5
Kali Blawan
AD. Blawan
ADK. IJEN
ADK. DAM
Agak
Keruh
Jernih
Hijau
kekuningan
Hijau
kekuningan
22
Kimia Gas
Analisis di laboratorium terdiri dari gas tidak terlarut dan gas terlarut. Gas terlarut
dianalisis dengan metode konvensional, volumetri dan gravimetri, yaitu: H2, O2+Ar, N2 ,CH4
, CO, CO2, H2S, NH3, HCl, dan SO2, serta gas tidak terlarut dianalisis dengan
menggunakan alat Kromatografi Gas., yaitu : H2, O2+Ar, N2 ,CH4 dan CO.
Hasil Analisis Kimia Gas pada Solfatara Gunungapi Ijen,Tahun 2008
Unsur
Solfatara Kawah Ijen
% mol (2006)
0.005
0.15
1.90
41.53
9.18
1.03
0.37
0.02
46.63
H2
O2 + Ar
N2
CO2
SO2
H2S
HCl
HF
H2O
Solfatara Kawah Ijen
% mol (2008)
0.005
2.37
42.37
13.95
3.30
40.65
Grafik Variasi Komposisi Gas G. Ijen dari Tahun 2005-2008
60
50
Komposisi (% mol)
H2
O2 + Ar
40
N2
CO2
30
SO2
H2S
HCl
20
HF
H2O
10
0
2005
2006
2008
Tahun
Komposisi gas Gunungapi Ijen dari tahun 2005 – 2008.
MITIGASI BAHAYA GUNUNGAPI
Sistem pemantauan kegiatan vulkanik G. Ijen dilakukan dengan cara visual dan
instrumental.
Visual
Pengamatan visual dilakukan dari Pos PGA yang meliputi pengamatan terhadap
suhu udara, curah hujan, arah angin, bau gas belerang, serta tinggi dan warna hembusan
asap kawah. Pengamatan secara visual kawah puncak dilakukan secara rutin setiap
minggu oleh pengamat G. Ijen yang meliputi pengamatan terhadap warna air danau
kawah, suhu udara, suhu air permukaan danau, warna, tinggi dan tekanan uap air danau
kawah serta bau gas solfatara. G. Ijen mempunyai danau kawah dengan derajat
keasaman air sangat rendah (pH < 1) dan bersuhu antara 20º sampai 50º C.
Danau Kawah Ijen, dilihat dari bibir kawah sebelah timur
Pada kondisi normal air danau berwarna hijau muda bersuhu kurang dari 40º C,
uap air tipis dan kadang-kadang terdapat gelembung-gelembung kecil terutama dekat
solfatara serta di beberapa tempat di permukaan terdapat belerang merica. Asap solfatara
berwarna putih tipis kekuningan, hembusan gas cukup kuat kadang-kadang bau gas
tercium tajam. Kenaikan suhu air danau kawah yang mendadak secara signifikan sampai
10º C dapat menunjukkan adanya kenaikan aktivitas vulkanik, terutama bila kenaikan
tersebut terjadi pada musim hujan.
Temperature dan pH Air Danau Kawah Ijen
55
Temperatur (oC)
3.5
3
45
2.5
40
2
35
1.5
30
1
25
0.5
20
0
pH
50
Jan-04
Feb-04
Mar-04
Apr-04
May-04
Jun-04
Jul-04
Aug-04
Sep-04
Oct-04
Nov-04
Dec-04
Jan-05
Feb-05
Mar-05
Apr-05
May-05
Jun-05
Jul-05
Aug-05
Sep-05
Oct-05
Nov-05
Dec-05
Jan-06
Feb-06
Mar-06
Apr-06
May-06
Jun-06
Jul-06
Aug-06
Sep-06
Oct-06
Nov-06
Dec-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
May-07
Jun-07
o
Temperature ( C)
pH
Waktu
Temperatur dan pH air Danau Kawah Ijen (Januari 2004–Maret 2007)
Seismik
Pemantauan kegempaan G. Ijen yang dilakukan secara menerus menggunakan
seismograf Analog PS-2 sIstem pancar radio. Peralatan seismometer (penangkap gempa)
dipasang di bagian selatan pinggir danau kawah (08° 03’ 44,06’' LS dan 114° 14’ 22,31’'
BT, ketinggian 2427.95 m dpl), untuk alat perekam gempa ditempatkan di Pos
Pengamatan G. Ijen yang berada di Kampung Pangsungsari, Desa Licin, Kecamatan
Glagah Kabupaten Banyuwangi, (08° 08’ 08,60'’ LS dan 114° 15’ 25,45’' BT, ketinggian
730 m dpl.
UNIT LAPANGAN
Transmitter (164,5 Hz)
Receiver
Seismometer L4-C
VCO (2040)
1 Komponen
Power Supply +/- 4 V
Rekorder PS-2
Baterry
Solar panel
Sistem pemantauan kegempaan secara telemetri
Jenis gempa yang terekam di Gunung Ijen adalah gempa-gempa tektonik (jauh dan
lokal), vulkanik (dalam dan dangkal), hembusan dan tremor.
Analisis spektral gempa Vulkanik Dalam (VA) dan Vulkanik Dangkal (VB)
menunjukkan secara umum kandungan frekuensi Vulkanik Dalam berkisar 3.5 Hz dan
untuk Vulkanik Dangkal berkisar 2,3 hingga 2,9 Hz (Iyan Mulyana, 2005).
Seismogram Gempa Vulkanik Dalam (VA) di Gunungapi Ijen yang terekam bulan Mei 2006 dan Spektralnya
Contoh Rekaman Digital Gempa Vulkanik Tipe B dan Spectralnya yang terekam di STA.IJ01 Tanggal 25
Nov’05 Pukul 13:02:29 WIB
Contoh Rekaman Digital Gempa Vulkanik Tipe B dan Spectralnya yang terekam di STA.IJ02 Tanggal 25
Nov’05 Pukul 13:02:29 WIB
Contoh Rekaman Digital Gempa Vulkanik Tipe B dan Spectralnya yang terekam di STA.IJ03 Tanggal 25
Nov’ 05 Pukul 13:02:29 WIB
Pada kondisi normal jumlah gempa vulkanik A (dalam) maupun B (dangkal)
masing-masing kurang dari 5 kejadian dalam sehari. Aktivitas vulkanik Gunungapi Ijen
dianggap meningkat bila jumlah gempa vulkanik baik dangkal maupun dalam masingmasing lebih dari 10 kejadian sehari, terutama bila diikuti oleh munculnya gempa tremor
yang tercatat secara menerus.
KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI
Bahaya Erupsi Kawah Ijen
Aliran Piroklastika
Pelamparan aliran piroklastika Kawah Ijen memiliki potensi kuat untuk melanda
Banyupahit, celah antara kerucut Blau dan Pawenan, celah antara Pawenan dan gunung
Merapi, dan Kali Bendo sebagai lembah antara gunung Rante dan tubuh gunung Merapi.
Jatuhan Piroklastika
Prakiraan bahaya jatuhan piroklastika dapat dikelompokkan menjadi hujan abu dan
lontaran batu pijar. Kedua produk erupsi gunungapi ini terbentuk melalui mekanisme dan
waktu yang sama. Pergerakan dan sebaran abu vulkanik sangat dipengaruhi oleh arah
dan kecepatan angin, sedangkan lontaran batu (pijar) tidak dipengaruhi angin sehubungan
berat batuannya.
Erupsi gunungapi Komplek Ijen pada masa prasejarah kehidupan
manusia sering kali menghasilkan lontaran batu dan hujan abu lebat.
Identifikasi
singkapan lontaran batu yang berasal dari erupsi prasejarah banyak dijumpai di lereng
barat dan kawasan puncak.
Aliran Lava
Aliran lava Komplek Ijen terbentuk selama prasejarah dengan jarak pelamparan
berkisar antara 5 km – hampir 17 km dari sumber erupsi. Kawah Ijen menghasilkan aliran
lava dengan jangkauan antara 4 – 15 km. Aliran lava prasejarah Kawah Ijen berkomposisi
basaltis. Sehubungan dengan viskositasnya yang encer, pelamparan aliran lava dapat
mencapai jarak beberapa kilometer dari sumber erupsinya. Meskipun demikian,
pengalirannya dikontrol oleh kondisi morfologi.
Prakiraan ancaman bahaya aliran lava dari Kawah Ijen pada erupsi yang akan
datang didasarkan atas perpaduan data deterministik dan simulasi dengan parameter
aliran lava basaltis yang diadopsi dari beberapa sumber pustaka dan kondisi morfologi di
Komplek Ijen. Prakiraan bahaya aliran lava mengarah ke utara melalui Kali Banyupahit
dan Kali Senon dan berhenti mendekati celah kaldera di sekitar Blawan.
Jarak
pelamparan aliran lava ini mendekati 13 km. Sementara itu, kecenderungan aliran lava ke
arah selatan melalui Kali Bendo dapat mencapai kira – kira mendekati 9 km dari sumber
erupsi.
Lahar Letusan
Lahar letusan merupakan lahar yang terbentuk sebagai akibat letusan pada
gunungapi berdanau kawah. Volume air danau dengan jarak pelemparan lahar letusan
memiliki hubungan yang sangat signifikan. Semakin besar volume air cenderung semakin
jauh jarak pelamparan lahar letusan, dan sebaliknya.
Sedikitnya terjadi 3 kali
pembentukan lahar letusan di Kawah Ijen, yaitu tahun 1817, 1936, 1952 (Kusumadinata,
1979).
Lahar letusan menyebar ke beberapa arah uatara dan selatan melalui Kali
Banyupait dan kali Bendo. Sebagian informasi menyebutkan lahar letusan ke arah selatan
mendekati Banyuwangi pada tahun 1817 (Junghuhn,1853, dalam Kusumadinata, 1979).
Lahar
Lahar hujan di gunungapi Komplek Ijen kemungkinan terjadi setelah terjadi erupsi
berdasarkan data deterministik geologi pada masa lampau. Material potensi lahar yang
berasal dari endapan aliran piroklastika dan abu letusan memiliki potensi untuk menjadi
lahar melalui Kali Banyupait dan Kali Sengon. Sementara itu, material potensi lahar yang
berasal dari abu letusan memiliki potensi untuk menjadi lahar melalui sungai – sungai
yang berpola radial yang berhulu di kawasan puncak.
Bahaya Gunungapi Lainnya
Ancaman bahaya yang berasal dari Kawah Ijen selain meterial hasil erupsi
gunungapi adalah air danau kawah dengan derajat keasaman yang sangat tinggi (pH 0.2).
Kondisi keasaman air danau (hyper-acid water) disebabkan adanya interaksi antara air
dan gas magma (Sumarti, 1998). Fumarola dengan kandungan SO2, HCl, HF, dan lain
sebagianya menghasilkan kandungan sulfat klorida dan fluorida yang sangat pekat pada
air danau kawah.
Tingkat kerawanan bencana G. Ijen dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, dinyatakan
dalam urutan angka dari tingkat kerawanan terendah ke tingkat kerawanan tertinggi yaitu:
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III), Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II), dan
Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I).
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III)
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III) G. Ijen ada dua pengertian, yaitu: 1) dalam
kondisi aktif normal, dan 2) dalam kondisi meletus.
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III) Dalam Kondisi Aktif Normal
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III) dalam kondisi normal dibuat dengan tujuan
untuk mengingatkan dan melindungi masyarakat, bahwa dalam status normal, daerah
kawah merupakan kawasan yang berbahaya karena kemungkinan dapat terkena gas
racun. Di samping itu KRB-III dimaksudkan untuk mengantisipasi agar daerah kawah
seyogyanya tidak dikembangkan atau dibudidayakan untuk tujuan komersial yang
berbentuk bangunan permanen, karena apabila terjadi letusan dapat membahayakan jiwa
manusia yang menghuninya.
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III) ditampilkan dalam warna merah tua yang
sebarannya terkonsentrasi di sekitar kawah G. Ijen.
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III) Dalam Kondisi Letusan
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III) G.Ijen terdiri atas dua bagian, yaitu
kawasan yang akan selalu terlanda :
1. Aliran massa (awan panas dan surge, aliran lava, dan lahar letusan), dan gas racun.
2. Material lontaran batu (pijar) seperti bom gunungapi, dan jatuhan piroklastik/hujan abu
lebat.
Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II)
Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II) adalah kawasan yang berpotensi terlanda
awan panas, lahar letusan, aliran lava, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan
ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa berupa awan panas, base surge,
aliran lava dan aliran lahar (letusan).
b. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan seperti lontaran batu
(pijar), dan hujan abu lebat.
Penarikan batas Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II) didasarkan pada morfologi
gunungapi tersebut terutama di daerah sekitar puncak dan lereng, dan sejarah kegiatan
gunungapi pada masa lalu.
Perluasan awan panas kemungkinan dapat terjadi apabila letusan di masa datang
lebih besar dari letusan terakhir atau terjadi percampuran (magma mixing), sehingga
terjadi letusan hebat yang merubah morfologi gunungapi secara drastis. Kawasan Rawan
Bencana-II (KRB-II) mencakup daerah seluas 80 km2.
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Awan Panas
Data geologi dan sejarah kegiatan masa lalu menunjukkan bahwa produk letusan G.
Ijen banyak didominasi oleh awan panas, bahkan hingga kegiatan magmatik terakhir
masih menghasilkan aliran piroklastik (awan panas) dan menutup total lereng barat,
baratdaya, baratlaut dan selatan-tenggara.
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Base Surge
Adanya daerah alterasi dan bekas kawah yang terisi air/berupa danau di daerah
puncak memungkinkan terjadinya erupsi freatik yang dapat menyebabkan terjadinya base
surge. Sebagaimana awan panas ataupun lava, sebaran base surge juga sering
mengikuti daerah rendah atau mengikuti lembah/hulu sungai di bagian lereng atas.
Kesamaan pola sebaran antara potensi bahaya awan panas dan base surge dan erupsi
freatik/preato-magmatis yang biasanya tidak sekuat erupsi magmatis, sehingga sebaran
base surge tidak akan lebih jauh dari awan panas.
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Aliran Lava
Aliran lava di Gunungapi Ijen, terdapat hanya di sekitar daerah puncak dan di
bagian lereng berupa produk erupsi samping. Berdasarkan keadaan morfologi daerah
puncak dan kawah G. Ijen saat ini (2005), apabila pada letusan akan datang terjadi aliran
lava maka sebarannya diperkirakan hanya terbatas di sekitar daerah puncak.
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Lahar Letusan
Dengan adanya air yang saat ini mengisi Kawah Ijen, maka apabila terjadi letusan
akan menghasilkan lahar letusan. Namun demikian jauhnya sebaran lahar letusan dari
pusat erupsi sangat tergantung kepada besar/kecilnya volume air danau kawah pada saat
terjadi letusan. Berdasarkan perhitungan Sumailani (1984) bahwa, luas danau kawah Ijen
adalah 67,00 ha. Adanya kontrol struktur sesar yang melalui daerah puncak (kawah)
kemungkinan dapat mempengaruhi volume air danau saat terjadi peningkatan kegiatan.
Tekanan magma ke atas mungkin dapat mempengaruhi bidang sesar dan meloloskan air
(meningkatkan) porositas permukaan dasar danau, sehingga volume air menjadi
berkurang. Naiknya magma ke permukaan akan bersentuhan dengan massa air dan
mengakibatkan letusan freatik serta penguapan cepat sehingga volume air akan semakin
mengecil, akibatnya air yang dilontarkan bersama material letusan hanya tinggal sedikit.
Dengan demikian jarak yang ditempuh lahar letusan semakin pendek atau bahkan hanya
tersebar di sekitar puncak saja.
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Bahan Lontaran dan Hujan Abu Lebat
Bahan lontaran adalah semua jenis bahan letusan yang dilontarkan ke semua arah
pada saat terjadi letusan berupa bom vulkanik (kerak roti) berasal dari magma dan juga
pecahan batuan tua (fragmen litik). Material lontaran ini tidak terpengaruh oleh arah
tiupan angin saat letusan terjadi, karena berukuran besar-besar. Berdasarkan letusan
terdahulu, jarak lontaran dapat mencapai 4 km untuk ukuran bom vulkanik, dan untuk
fragmen batuan ukuran 4 cm dapat mencapai jarak 6 km dari pusat letusan.
Hujan abu lebat adalah material letusan berukuran kecil (pasir hingga abu) yang
dilontarkan ke atas lalu jatuh bebas, sedangkan yang berbutir halus biasanya jatuh sesuai
dengan arah tiupan angin saat letusan. Sebaran hujan abu lebat biasanya sangat tebal di
dekat sumber erupsi dan semakin jauh semakin menipis.
Kawasan Rawan Bencana I (KRB-I)
Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I) adalah kawasan yang berpotensi terlanda
lahar/banjir dan kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas. Selama letusan
membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu dan
lontaran batu (pijar). Kawasan ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Kawasan
rawan
bencana
terhadap
aliran
massa
berupa
lahar/banjir,
dan
kemungkinan penyimpangan dan perluasan awan panas. Kawasan ini terletak di
sepanjang sungai/di dekat lembah sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di
daerah puncak.
b. Kawasan Rawan Bencana terhadap jatuhan piroklastik/lontaran berupa hujan abu
tanpa memperhatikan arah
tiupan angin dan kemungkinan dapat terkena lontaran
batu (pijar).
Apabila terjadi erupsi/kegiatan gunungapi dan atau hujan lebat masyarakat dalam
Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I) perlu meningkatkan kewaspadaan, dengan
memperhatikan perkembangan kegiatan gunungapi yang dinyatakan oleh Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sambil menunggu perintah dari Pemerintah
Daerah setempat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Luas Kawasan Rawan
2
Bencana-I (KRB-I) (warna kuning) ini mencapai 60 km .
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Aliran Massa
Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa berupa lahar, dan kemungkinan
perluasan/ penyimpangan awan panas.
Lahar kemungkinan besar terjadi di sebagian besar sungai yang berhulu di Kawah Ijen, Di
sebelah timur: Kali Binau (Rogojampi), Kali Jambu, Kali Banyuwangi, Kali Sukawidi (Kec.
Banyuwangi), Kali Klatak (Kec. Ketapang). Di sebelah utara: Kali Banyupait, Kali
Banyuputih (Assembagus), dan Kali Bajulmati (Kec. Banyuputih). Perluasan lahar dan
atau perluasan/penyimpangan awan panas kemungkinan dapat melanda kawasankawasan sungai tersebut, tergantung dari besar kecilnya letusan.
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Bahan Lontaran
Berdasarkan letusan G. Ijen menunjukkan bahwa, bom vulkanik dan material
lontaran batu (pijar) lain berukuran lebih besar dari 4 cm dapat mencapai jarak 4 km dari
kawah pusat, sedangkan bahan lontaran berdiameter lebih kecil 4 cm mencapai jarak 6
km dari kawah pusat (Katili & Sudradjat, 1984). Sementara jatuhan abu letusan dapat
mencapai puluhan km dari pusat letusan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka batas
sebaran material lontaran ditentukan dengan radius 5 km dari pusat letusan, dan untuk
butiran lebih halus berupa pasir dan abu diperkirakan hingga 8 km dari pusat letusan.
Berdasarkan data satelit meteorologi, bahwa sebaran abu letusan terakhir Gunungapi Ijen
menuju arah barat dari pusat letusan dalam waktu 4 jam 22 menit, sementara kecepatan
angin pada saat itu adalah 20 km/jam. Ketebalan abu mencapai 1 cm.
Apabila terjadi letusan kembali di kawah pusat G. Ijen, maka skala letusannya bisa
lebih kecil, menengah atau lebih besar dari skala letusan di masa silam. Besar/kecilnya
skala letusan pada waktu mendatang, akan sangat bergantung kepada besar/kecilnya
akumulasi energi yang dikumpulkan selama G. Ijen beristirahat. Untuk mengantisipasi hal
tersebut maka sebaran bahan lontaran (berbutir antara 2-6 cm) dibatasi pada radius 5 km
dari pusat letusan, sedangkan untuk butir lebih halus (lebih kecil dari 2 cm) diperkirakan
dapat mencapai jarak hingga 7 km dari pusat erupsi. Radius sebaran bahan lontaran
bisa saja lebih besar lagi manakala skala erupsi G. Ijen lebih besar dari skala letusan
sebelumnya.
Usaha Penanggulangan Bencana
Berbagai usaha telah dilakukan untuk menanggulangi bencana letusan G. Ijen
yang dilakukan sebelum terjadinya letusan. Usaha ini terutama untuk mengetahui lebih
dini
tentang
kenaikan
kegiatan
Gunungapi
Ijen,
sehingga
penduduk
yang
berada/bermukim tetap di Kawasan Rawan Bencana-I dan II (KRB-I dan KRB-II) dapat
segera dievakuasi. Evakuasi dini penduduk sebelum terjadi letusan, dimaksudkan agar
korban jiwa akibat letusan langsung (karena terlanda/tertimpa produk letusan primer) atau
akibat tidak langsung (karena terlanda produk sekunder) dapat ditekan semaksimal
mungkin bahkan ditiadakan.
Secara umum usaha untuk menekan jumlah korban jiwa manusia dan kerusakan
bangunan vital serta lahan pertanian/perkebunan akibat letusan G. Ijen, diantaranya
dengan cara :
1. Mengurangi volume air danau kawah.
2. Melakukan penyuluhan/sosialisasi Peta Kawasan Rawan Bencana G. Ijen.
3. Memberikan panduan usaha penyelamatan diri dan atau penanggulangan bencana
yang mungkin dihadapi sehubungan dengan letusan G. Ijen.
4. Menghindari membuat bangunan vital dan tidak mengembangan unit pemukiman di
Kawasan Rawan Bencana (KRB-I, KRB-II, dan KRB-III).
6. Kemiringan atap bangunan harus curam agar tidak terjadi penumpukan material
letusan yang dapat menyebabkan robohnya bagian atap bangunan.
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Ijen
DAFTAR PUSTAKA
Abidin H.Z., dkk., 2007, Karasteristik Deformasi Gunungapi Ijen dalam Periode
2002-2005 Hasil Estimasi metode Survey GPS.
Brosur “Cagar Alam/Taman Wisata, Kawah Ijen” Balai Taman Nasional Alas
Purwo, Banyuwangi.
Kaswanda, O., Wikartadipura, S. Djuhara, A.,Martono, A. dan Sumpena, AD.,
1993, Peta daerah bahaya Gunungapi Ijen, Jawa Timur. Direktorat
Vulkanologi, Bandung.
Kusumadinata, K., Hadian R., Hamidi, S., dan Reksowirogo, L., D., 1979, “Data
Dasar Gunungapi Indonesia”, Direktorat Vulkanologi, Direktorat Jenderal
Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan
Energi, RI.
Mawardi,R dan Irianto, 1993, “Laporan Petrokimia Batuan Kaldera Ijen, Jawa
Timur”, Proyek Penyelidikan Gunungapi dan Panasbumi, Direktorat
Vulkanologi, Bandung.
Mulyadi E. Dan Wahyudin D. 1998, G. Ijen, Sejarah kegiatan, potensi bahaya
dan wisata gunungapi, Direktorat Vulkanologi, Bandung.
Mulyana A.R., dkk 2005 Inventarisasi/Pemetaan Kawasan Rawan Bencana
Gunungapi Ijen Jawa Timur, PVMBG.
Palgunadi dkk, 1992, “Penyelidikan struktur Gunung Ijen dengan menggunakan
Metode Magnit”, Laporan Proyek Penyelidikan Gunungapi dan
Panasbumi, Direktorat Vulkanologi, Bandung.
Purwanto, H. B dkk, 1999 – 2001, Catatan Pengamatan aktivitas Gunung Kawah
Ijen, Jawa Timur.
Rau H., Kutty T.R.N. and Guedes De Carvalho J.R.F., 1973, "Thermodynamics
of Sulfur Vapor” J. Chem. Thermodynamiccs 5.833 – 844.
Simatupang, Y. S. Dkk, 1984, Geodinamika Gunungapi Komplek Gunungapi
Kendeng (Ijen) – Raung, Jawa Timur, Laporan proyek Pengembangan
Laboratorium Gunungapi, Direktorat Vulkanologi, Bandung
Sitorus, K., 1990, ” Volcanic Stratigraphy and Geochemistry of Ijen Caldera
complex, East-Java, Unpublished, Master Thesis, Victoria University of
Welington, New Zealand.
Sumarti, S., 1998, “Volcanogenic Pollutants in Hyperacid River Discharge from
Ijen Crater Lake, East Java, Indonesia”, Thesis of Doctorandus-Degree in
Geochemistry, Faculty of Earth Sciences, Utrecht University.
Sundoro, H., 1990, “A Study of The Stratigraphy , Volcanology and Geochemistry
of Pyroclastic Rocks from The Ijen Caldera Complex East Java
Indonesia”, M.Sc. Thesis in Geology, Victoria University of Welington, New
Zealand.
Sutaningsih N.E. , Marina S., Hartiyatun S dan Sukarnen, 2001, “Pengolahan Air
Kawah Ijen menjadi gipsum dan Aluminium Hidroksida”, Prosiding
Seminar Nasional Kejuangan Teknik Kimia UPN “Veteran, Yogyakarta,
ISBN 979-9637-0-1
Sutaningsih N.E. dkk, 2000, “Penyelidikan Geokimia di Gunung Ijen dan
sekitarnya”,
Proyek
peningkatan
Penyelidikan
Kegunungapian
Yogyakarta, BPPTK, Direktorat Vulkanologi, Yogyakarta.
Sutaningsih, N. E. dkk , 2000, “Penyelidikan Geokimia Air Kawah Ijen di Kali
Banyupait, Gunung Ijen, Jawa Timur”, Laporan Proyek, BPPTK, Direktorat
Vulkanologi, Yogyakarta.
Sutaningsih, N. E. dkk , 2000, “Penyelidikan Geokimia Di Gunung Ijen dan
Sekitarnya”, Laporan Proyek, BPPTK, Direktorat Vulkanologi Yogyakarta.
Sutaningsih, N. E. dkk , 2001, “Penyelidikan Pengaruh Unsur Vulkanik G. Ijen,
(Penyelidikan Kimia Gas dan Survey Kependudukan Awal DI Gunung
Ijen)”, Laporan Proyek, BPPTK, Direktorat Vulkanologi, Yogyakarta.
Sutaningsih, N. E. dkk , 2001, “Penyelidikan Pengaruh Unsur Vulkanik G. Ijen,
(Penyelidikan Kimia Gas dan Survey Kependudukan Awal DI Gunung
Ijen)”, Laporan Proyek, BPPTK, Yogyakarta.
Sutaningsih, N. E. dkk , 2001, Penyelidikan Geokimia di Gunung Ijen dan
Sekitarnya ( Pemetaan Geokimia air di Belawan), Laporan Proyek BPPTK,
Direktorat Vulkanologi, Yogyakarta.
Sutawidjaya, I.S. dan Supartono, H, 1987, “Laporan Pengamatan dan
Pemasangan RTS di Gunung Ijen", Proyek PPGPV, Direktorat
Vulkanologi, Bandung.
Syarifudin M. Z., 1978, Pemetaan Geologi Teliti Dataran Tinggi Ijen Jawa Timur,
Laporan Proyek Penyelidikan Pengawasan Gunungapi, Bagian Proyek
Penelitian dan Pemetaan Gunungapi, Direktorat Vulkanologi, Bandung.
Takkano, B, dkk, 2000, “Bathimetric and Geochemical study on Kawah Ijen
Crater lake, in Java, Indonesia”, Abstract and address, General Assembly
2000, IAVCEI, Bali, Volcanological Survey of Indonesia.
Wikartadipura, S., 1971, “Laporan Pemeriksaan Daerah bahaya/waspada
sementara Kawah Ijen pada lereng utara – timur, Dinas Vulkanologi,
Bandung.
Yohana, T. dkk, 1992, Penyelidikan gaya berat Gunung Ijen, Laporan proyek
Penyelidikan Gunungapi dan panasbumi, Direktorat Vulkanologi, Bandung.
Download