BAB II - Perpustakaan IAIN Kendari

advertisement
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Peran Orang Tua
1. Pengertian Peran Orang Tua
Pada umumnya anak menjadi tanggung jawab orang tua oleh karena itu orang
tua berusaha memberikan perhatian kepada anak-anak yang terbaik demikian juga
anak-anak, begitu inginnya mendapatkan orang tua mereka berikan perhatian yang
negatif pun (peringatan dan kritikan) diinginkan oleh mereka untuk mempelajarinya
maka dari itu dukungan dari perhatian orang tua tentu mendukung belajar peserta
didik untuk mencapai tujuan kemudian hari. Menurut Suhardono makna dari kata
peran adalah “suatu penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu sosial, yang
mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki
suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial”.1
Menurut Warsley mengartikan “peran sebagai seperangkat alat-alat yang telah
dikembangkan oleh para sosiolog untuk menggarap hubungan-hubungan yang
kompleks”.2 Menurut Ahmadi, peran adalah “suatu kompleks pengharapan manusia
terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu
1
Edy Suhardono, Teori Peran (Konsep, Derivasi dan Implikasinya), (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1994), h. 3
2
Peter Warsley et.al (Alih Bahasa Hartono Hadi Kusumo), Pengantar Sosiologi Sebuah
Pembanding, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992), h. 25
8
9
berdasarkan status dan fungsi sosialnya”.3 Peran adalah “perangkat tingkah yang
diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat”. 4 Sedangkan
orang tua adalah “orang-orang yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup
anak”.5 Menurut Nasution, orang tua adalah “orang yang bertanggung jawab dalam
satu keluarga atau rumah tangga yang biasa disebut ibu/bapak”.6
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa peran orang tua merupakan
suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap
sebagai orang yang mempunyai tanggung jawab dalam satu keluarga, dalam hal ini
khususnya peran terhadap anaknya dalam hal pendidikan, keteladanan, kreatif
sehingga timbul dalam diri anak semangat hidup dalam pencapaian keselarasan hidup
di dunia ini. Sebagaimana pendapat Djamarah bahwa “orang tua pendidik pertama
dan utama dalam keluarga”.7 Bagi anak orang tua adalah model yang harus ditiru dan
diteladani. Sebagai model, orang tua harus memberikan contoh yang terbaik bagi
anak dalam keluarga. Shinta menyatakan: “Orang tua dan keluarga adalah
penanggung jawab pertama dan utama penanaman sopan santun dan budi pekerti bagi
3
Abu Ahmadi dkk, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 115
4
Luqman Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 751
5
Depag RI., Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama
Islam, 1982), h. 34
6
Thamrin Nasution dan Nurhalijah Nasution, Peranan Orang Tua Dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Anak, (Yogyakarta: Kanisius, 1985), h. 1
7
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta:
Rineka Cipta. 2004), h. 29
10
anak”.8 Baru kemudian, proses penanaman ini akan dilanjutkan oleh para guru dan
masyarakat hidup anak, yang memberikan bantuan serta tanggung jawab untuk
mengarahkan perkembangan anak menuju kedewasaan, karena sukses tidaknya anak
dalam menyesuaikan dengan lingkungan yang baik menuju kedewasaan itu adalah
bagian dari tugas, peranan dan kewajiban orang tua.
Sebuah keluarga, orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama.
Keutamaan yang ada pada dirinya bukan saja karena sebagai petunjuk jalan dan
bimbingan kepada anak tetapi juga karena mereka adalah contoh bagi anak-anaknya.
Dengan demikian orang tua dituntut untuk mengarahkan, menuntut/membimbing
anak karena anak pada kenyataannya bukanlah orang dewasa yang berbentuk kecil.
Sehingga sebagai orang tua mempunyai kewajiban memelihara keselamatan
kehidupan keluarga, baik moral maupun material.
Sebagaimana firman Allah surat At-Tahrim (Q.S 66:6):









  
     
   

Artinya; Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.
8
Sintha Ratnawati, Keluarga Kunci Sukses Anak, (Jakarta: Kompas Shinta, 2000), h. 43
11
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa peran orang
tua adalah aktivitas yang dilakukan orang tua dengan memberikan dorongan kepada
anaknya untuk bersikap menghadapi segala masalah yang dihadapi. Jadi lingkungan
keluarga terutama orang tua berperan besar, karena merekalah yang langsung atau tidak
langsung berhubungan dengan anak. Sehingga orang tua dapat didefinisikan segala hal
ikhwal, ucapan maupun sikap yang patut ditiru dan dimiliki oleh seseorang yang
bertanggung jawab pada kelangsungan hidup anak yang biasa disebut ibu/bapak.
2. Peran Orang Tua Terhadap Anak
Orang tua mempunyai kedudukan yang utama dalam sebuah keluarga karena dari
keluarga itu orang tua sebagai pendidik yang pertama bagi anak-anaknya. Begitu juga
dalam hal pengetahuan yang bersifat umum maupun khusus sangat diperhatikannya. Ini
artinya dalam keluarga orang tua memberikan bekal pada anaknya itu secara global. Peran
orang tua akan sangat dipengaruhi oleh peran-perannya atau kesibukannya yang lain.
Misalnya, seorang ibu yang disibukkan pekerjaannya akan berbeda dengan perannya ibu
yang sepenuhnya konsentrasi dalam urusan rumah tangga. Bagaimanapun peran seseorang
sebagai orang tua, ditentukan pula oleh kepribadiannya.
Secara umum orang tua mempunyai tiga peranan terhadap anak:
a. Merawat fisik anak, agar anak tumbuh kembang dengan sehat.
Proses tumbuh kembang sangat terkait dengan faktor kesehatan. Meskipun
tumbuh kembang anak berlangsung secara alamiah, tetapi sangat tergantung
pada orang tuanya. Pada awal kehidupan / masa balita, merupakan masa kritis
yang akan menentukan kemampuan intelektual, sikap, nilai dan perilaku anak
di kemudian hari. Pada masa ini, tumbuh kembang baik fisik, mental dan
sosial akan terwujud bila mendapatkan stimulasi dan perawatan yang tepat.
Pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development) sebenarnya
memiliki makna yang berbeda, tetapi antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
12
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, atau
ukuran, bisa diukur dengan ukuran berat (g , kg ) dan ukuran panjang (cm,
m), sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dari seluruh bagian tubuh
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
b. Proses sosialisasi anak, agar anak belajar menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya (keluarga, masyarakat, kebudayaan).
Anak memiliki potensi kepribadian sesuai dengan gaya pengasuhan dan
warna lingkungan. Sebagai orang tua sudah menjadi suatu keniscayaan untuk
bisa memberikan yang terbaik bagi anak -anaknya. Tidak hanya sekedar
mencarikan sekolah terbaik untuk anak, tapi memberikan kasih sayang
dengan membantu anak mencapai tugas perkembangannya. Salah satu tugas
perkembangan yang perlu dicapai adalah mengenal diri dan lingkungan.
c. Kesejahteraan psikologis dan emosional dari anak.
orang tua orang tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta
membina ank-anaknya baik dari segi psikologis maupun pisiologis. Kedua
orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan dan mendidik anaknya agar
dapat menjadi generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan hidup manusia.9
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini terlihat adanya orang tua yang
terjadi begitu memperhatikan perannya masing-masing. dengan meningkatnya pendidikan
dan perkembangan iptek membuka luas kesempatan bagi wanita untuk mendapatkan
profesi seperti juga kaum lelaki. Sehingga banyak terbukti istri/ibu yang bekerja penuh di
luar rumah. Ini berpengaruh terhadap peran-peran yang lain yang jelas bahwa jika peran
dari salah seorang anggota keluarga dalam hal ini ayah/ibu berubah, maka akan berubah
pula peran dari masing-masing. Dengan perkataan lain, bagaimana pengaruh orang tua
terhadap pembentukan perilaku anaknya, merupakan suatu yang sangat majemuk,
tergantung dari bermacam-macam faktor, antara lain:
a. Ciri-ciri orang tua:
1). Usia
2). Pendidikan
9
Lubis Salam, Keluarga Sakinah, (Surabaya: Terbit Terang, t.th), h. 76
13
3). Taraf sosial-ekonomi
4). Kepribadian dan sebagainya
b. Ciri-ciri anak
1). Penampilan fisik
2). Jenis kelamin
3). Kesehatan
4). Kepribadian dan lain sebagainya.10
Faktor-faktor ini akan mempunyai pengaruh terhadap sikap dan perilaku orang tua
pada anaknya. dengan demikian sulit bagi orang tua untuk memperlakukan sama terhadap
anaknya.
3. Peran orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa
Di era globalisasi saat ini, seluruh bidang kehidupan dihadapkan pada semakin
banyaknya tantangan dan tuntutan yang harus dipenuhi, disamping banyaknya kesempatan
dan harapan yang menjanjikan. Tidak setiap individu dapat berjalan dan berhasil dengan
baik dalam berbagai macam tantangan dan kesempatan itu. Bahkan banyak diantaranya
yang mengalami hambatan, kesulitan atau tidak berhasil sama sekali.
Begitu pula yang terjadi pada siswa disekolah, siswa dihadapkan pada berbagai
tantangan dan hambatan yang membuat siswa mengalami kesulitan dan tidak berhasil
mencapai prestasi yang diharapkan baik oleh dirinya sendiri, orang tua maupun pihak
sekolah.
Lingkungan keluarga merupakan dunia yang pertama sekali dikenal oleh anak.
Kemudian setelah itu anak mulai mengenal lingkungan teman sebaya . Yang mana
keadaan/ situasinya sangat jauh berbeda. Dalam lingkungan keluarga seorang anak
10
Ibid., h. 79
14
diperlakukan bak seorang raja, dimanja, disayang dan sebagainya. Sedangkan pada
lingkungan
teman
sebaya
dan
masyarakat
tentunya
tidaklah
seperti
itu.
Kiranya tidaklah berlebihan jika penulis mengatakan bahwa peranan keluarga dalam hal
ini orang tua sangatlah besar dalam mendidik anak terutama dalam upaya meningkatkan
prestasi belajarnya. Sehinggga orang tua dituntut untuk dapat menciptakan suasana rumah
yang nyaman, harmonis, dan terjalin komunikasi yang baik antara orang tua dan anakanaknya. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar anak ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh orang tua dalam mendidik anaknya sehingga dapat mencapai prestasi
yang membanggakan yakni;” memberi bimbingan, mengawasi, memotivasi dan memberi
teladan bagi anaknya”11
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, peranan orang tua dalam keluarga
sangat menentukan, mengingat sebagian besar waktu dalam keseharian anak adalah
bersama keluarga.
4. Fungsi Orang Tua terhadap Anaknya
Keluarga merupakan unit masyarakat kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.
tempat manusia mula-mula dididik. disitulah berkembangnya individu dan terbentuknya
tahap-tahap awal pemasyarakatan. Sekurang-kurangnya ada lima fungsi keluarga, yang bila
dilihat dari segi pendidikan akan sangat menentukan kehidupan seseorang:
a. Keluarga dibentuk untuk reproduksi, keturunan, ini merupakan tugas suci
agama yang dibebankan kepada manusia-transmisi pertama melalui fisik.
b. Perjalanan keluarga selanjutnya mengharuskan ia bertanggung jawab, dalam
bentuk pemeliharaan yang harus diselenggarakan demi kesejahteraan
11
Isca ayu, http://ciska93.blogspot.com/2011/12/peranan-orang-tua-dalam-meningkatkan.html, skses
tanggal 6 Desember 2013
15
keluarga, anak-anak perlu pakaian yang baik, kebersihan, permainan yang
sehat, makanan yang bergizi.
c. Lebih jauh keluarga berjalan mengharuskan ia menyelenggarakan sosialisasi,
memberikan arah pendidikan, pengisian jiwa yang baik danbimbingan
kejiwaan.
d. Referensi adalah fungsi selanjutnya, karena hidup adalah “just a matter of
choice” maka orang tua harus mampu memberikan referensi yang terbaik
untuk anggota keluarga, terutama anak-anaknya. freferensi adalah tindak
lanjut dari sosialisasi orang memberikan frefensi jalan mana yang harus
ditempuh dalam kehidupan anak.
e. Pewarisan nilai kemanusiaan, yang minimal dikemudian hari dapat
menciptakan manusia damai, anak shaleh yang suka mendoakan orang tua
secara teratur, yang mengembangkan kesejahteraan sosial dan ekonomi umat
manusia yang mampu menjaga dan melaksanakan hak azasi kemanusiaan
yang adil dan beradab dan yang mampu menjaga kualitas dan moralitas
lingkungan hidup.12
Fungsi orang tua menurut Daradjat, adalah:
a. Pendidik yang harus memberikan pengetahuan, sikap dan ketrampilan
terhadap anggota keluarga yang lain di dalam kehidupannya,
b. Pemimpin keluarga yang harus mengatur kehidupan anggota,
c. Contoh yang merupakan tipe ideal di dalam kehidupan dunia, dan
d. Penanggung jawab di dalam kehidupan baik yang bersifat fisik dan materiel
maupun mental spiritual keseluruhan anggota keluarga13
Secara umum dapat dikatakan, bahwa; “bagaimana pengaruh orang tua terhadap
perkembangan perilaku kepribadian anaknya ditentukan oleh sikap, perilaku dan
kepribadian orang tua”.14 sehingga fungsi orang tua sangat dominan pada diri anak.
diantaranya sebagai pendorong kemajuan. contoh perilaku orang tua yang menerima anak:
a. Menunjukkan perhatian dan kasih sayang
12
Ramayulis, dkk., Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 5
13
Zakiah Daradjat, dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h.
14
Lubis Salam, Op.cit., h. 80
183
16
b. Berperan serta dalam kegiatan anak
c. Perhatian terhadap prestasi sekolah anak
d. Percaya pada anak
e. Tidak mengharapkan terlalu dari anak.
f. Memberi dorongan dan nasehat kebijaksanaan pada anak.15
Dengan demikian yang dihasilkan oleh anak-anak dari orang tuanya bukan hanya
berupa harta benda semata tetapi juga nilai-nilai yang bermanfaat dalam kehidupan yang
dinamis dan kreatif. Orang tua mempunyai peranan sangat besar dalam perkembangan
anak, orang tua mempunyai tanggung jawab terhadap keberhasilan belajar anak-anaknya.
Ikut berperannya orang tua dalam proses belajar anak akan membantu keberhasilan anak
dalam mencapai prestasi belajar yang baik. Dalam suatu keluarga adanya jarak antara anak
dan orang tua sehingga menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak.
Hal ini harus dicairkan dalam keluarga karena seperti kita ketahui bahwa pendidik yang
paling utama adalah orang tua. Keadaan seperti ini dapat menyebabkan terhambatnya
perkembangan kemandirian seorang anak dalam belajar.
B. Deskripsi Prestasi Belajar
1. Pengertian Belajar
Sebelum penulis menguraikan lebih jauh tentang prestasi belajar terlebih dahulu
penulis akan menguraikan tentang pengertian belajar. Beberapa ahli mengemukakan
pengertian belajar dalam memberikan gambaran tentang pengertian belajar. Menurut
Morgan et.al. dalam Catharina, menyatakan bahwa: “Belajar merupakan perubahan relatif
15
Ibid., h. 81
17
permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau pengalaman”.16 Menurut Slameto,
belajar adalah “Suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksinya dengan lingkungan”.17
Belajar merupakan suatu proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia
mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Dari berbagai pendapat
mengenai pengertian belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat diambil
pengertian bahwa belajar pada dasarnya belajar merupakan suatu kebutuhan bagi setiap
orang. Hampir semua kehidupan manusia diwarnai dengan kegiatan belajar. Belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang relatif permanen yang lingkungannya.
2. Pengertian Prestasi Belajar
Seseorang yang telah melakukan suatu pekerjaan tentunya mengharapkan untuk
memperoleh suatu hasil dari kegiatannya. Istilah prestasi belajar terdiri dari dua suku kata,
yaitu prestasi dan belajar. Istilah prestasi di dalam Kamus Ilmiah Populer didefinisikan
sebagai “hasil yang telah dicapai”18 Menurut Catharina, bahwa: “Prestasi belajar
merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajaran setelah mengalami aktivitas
16
Tri Anni Catharina, Psikologi Belajar, (Semarang: IKIP Semarang PRESS, 2006), h. 48
17
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Bina Aksara, 2003), h.
18
Adi Satrio. Kamus Ilmiah Populer, (Visi 7, 200), h. 467
19
18
belajar”.19 Tidak semua perubahan tingkah laku dapat dikategorikan sebagai suatu hasil
belajar.
Ada beberapa persyaratan, sehingga suatu perolehan perubahan tingkah laku baru
dapat diartikan sebagai hasil belajar. Persyaratan itu adalah bahwa hasil belajar itu
merupakan pencapaian dari suatu tujuan belajar. Prestasi belajar itu merupakan usaha dari
kegiatan yang disadari, belajar itu sendiri merupakan proses latihan yang berfungsi efektif
untuk jangka waktu tertentu dan hasil belajar itu perlu, karena berfungsi positif bagi
tingkah laku lain. Untuk mengetahui hasil belajar setiap siswa perlu dikatakan penilaian
atau evaluasi. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis,
dan menafsirkan data tentang proses yang berkesinambungan sehingga menjadi informasi
yang bermakna pengambilan keputusan. Penilaian proses dan hasil belajar bertujuan untuk
menentukan tingkat pencapaian tujuan pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan dalam kurikulum, garis-garis besar program pengajaran atau dalam perangkat
perencanaan kegiatan pembelajaran lainnya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan suatu perubahan tingkah
laku dikategorikan sebagai hasil belajar, jadi hasil belajar itu harus membawa perubahan
dan perubahan itu terdapat dalam keadaan sadar dan disengaja, dan bentuk dari hasil
belajar itu dapat berupa pengetahuan, keterampilan ataupun nilai-nilai hidup, namun dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan “Prestasi Belajar” adalah informasi nilai yang
menunjukkan tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam garisgaris program pembelajaran dalam hal ini prestasi belajar ditunjukkan dengan nilai raport
19
Tri Anni Catharina, Log.cit.
19
bidang studi pendidikan agama Islam semester ganjil pada siswa di SMA 1 Lambuya. Jika
nilai raport > 65 berarti sudah mencapai ketuntasan, tetapi jika nilai raport < 65 maka
belum mencapai ketuntasan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar.
Arden N Frandsen dalam Suryabrata Sumadi, mengatakan bahwa:
Hal yang dapat mendorong manusia atau seseorang untuk belajar karena sifat
ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang luas, sifat yang kreatif yang ada
pada manusia dan keinginan untuk selalu maju, keinginan untuk mendapatkan
simpati dari teman-teman, orang tua dan guru, keinginan untuk memperbaiki
kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, adanya keinginan untuk
mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran dan ganjaran atau hukuman
sebagai akhir daripada belajar.20
Menurut Slameto, secara umum faktor yang mempengaruhi belajar adalah
“faktor intern dan faktor ekstern”.21 Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Faktor intern meliputi, faktor jasmaniah, kelelahan dan psikologis.
Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. Faktor kelelahan
meliputi kelelahan jasmani dan rohani, sedangkan faktor psikologis meliputi:
1). Intelegensi
Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis kecakapan, yaitu
“Kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan
cepat dan efektif, mengetahui/ menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif,
20
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 253
21
Slameto, Op.cit., h. 54.
20
mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat”.22 Jadi intelegensi yang berhubungan
dengan penelitian ini adalah kesanggupan seorang siswa untuk beradaptasi dalam berbagai
situasi dan dapat diabstraksikan pada suatu kualitas yang sama dalam belajarnya.
2). Minat
Menurut Hilgard dalam Slameto, minat adalah “Kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang,
diperhatikan terus menerus disertai dengan rasa senang dan dari situ diperoleh kepuasan.23
Jadi minat yang dimaksudkan peneliti adalah sesuatu yang timbul karena keinginan sendiri
(siswa itu sendiri) tanpa adanya paksan dari orang lain atau kecenderungan jiwa seseorang
kepada sesuatu yang biasanya disertai dengan perasaan senang.
3). Bakat
Menurut Hilgard dalam Slameto bakat adalah “Kemampuan untuk belajar”.24 Jadi
bakat adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa sejak lahir diperoleh melalui proses
genetik yang akan terealisasi menjadi kecakapan sesudah belajar. Anak dapat menyalurkan
bakat atau yang dimilikinya, sehingga hal ini dapat menggali potensi yang dimiliki agar
dapat meningkatkan potensi diri siswa.
4). Motivasi
22
Ibid.,
23
Ibid., h. 55
24
Ibid.,
21
Motivasi adalah “Motif yang sudah aktif, saat orang melakukan suatu aktivitas”.25
Jadi motivasi adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dalam kegiatan belajar sehingga tujuan
yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
b. Faktor ekstern meliputi faktor keluarga, sekolah, masyarakat.
Faktor keluarga meliputi:
1). Cara mendidik, orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah anak
sekolah akan menjadi siswa yang kurang bertanggung jawab dan takut
menghadapi tantangan kesulitan. Juga orang tua yang terlalu keras mendidik
anak mengakibatkan anak menjadi penakut.
2). Suasana keluarga, hubungan keluarga yang kurang harmonis, menyebabkan
anak kurang semangat untuk belajar. Suasana yang menyenangkan, akrab
dan penuh kasih sayang akan memberi motivasi yang mendalam.
3). Pengertian orang tua, anak dalam belajar perlu dorongan dan pengertian
orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu tugas-tugas rumah.
Apabila anak mengalami kesulitan di sekolah diharapkan orang tua untuk
membantu memecahkan kesulitan tersebut, orang tua memberi dorongan
semangat kepada anaknya.
4). Keadaan sosial ekonomi keluarga, anak dalam belajar kadang-kadang
memerlukan sarana yang kadang-kadang mahal. Bila keadaan ekonomi
keluarga tidak mencukupi, dapat menjadi penghambat anak dalam belajar.
5). Latar belakang kebudayaan, tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam
keluarga, mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu ditanamkan kepada
anak kebiasaan-kebiasaan yang baik agar mendorong semangat anak dalam
belajar. 26
Faktor yang berasal dari sekolah meliputi,
1). Interaksi guru dengan murid. Guru yang kurang berinteraksi dengan murid
menyebabkan proses belajar mengajar kurang lancar arena siswa merasa jauh
25
Max Darsono, dkk. Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: CV IKIP Semarang PRESS, 2000),
26
Slameto, Op.cit., h. 60-64
h. 41
22
dengan guru, sehingga siswa akan segan beradaptasi secara aktif dengan
guru.
2). Cara penyajian. Guru menggunakan beberapa metode dapat membantu
meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan kegiatan belajar
mengajar serta minat siswa untuk belajar.
3). Hubungan antar murid. Guru harus mengendalikan kelas supaya dapat
bekerja sama dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
4). Standar pelajaran di atas ukuran, maksudnya guru berpendirian untuk
mempertahankan wibawanya dengan memberikan pelajaran di atas ukuran
standar. Akibatnya, anak merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Guru
dalam menuntut penguasaan kepada murid harus sesuai dengan kemampuan
siswa masing-masing, yang penting tujuan yang dirumuskan dapat tercapai.
5). Media pendidikan. Jumlah alat bantu mengajar akan menentukan lancar
tidaknya kegiatan belajar mengajar. Antara lain seperti buku di perpustakaan,
peralatan alat laboratorium atau media lainnya.
6). Kurikulum. Sistem intruksional sekarang menghendaki proses belajar
mengajar yang mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu mendalami
materi dengan baik, harus mempunyai perencanaan agar dapat melayani
siswa secara individual.
7). Metode belajar, banyak siswa melakukan cara belajar yang salah. Kadangkadang siswa belajar tidak teratur. Belajar teratur setiap hari dengan
pembagian waktu yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil
belajar.
8). Tugas rumah, guru jangan terlalu banyak memberikan tugas rumah, sehingga
anak tidak mempunyai waktu untuk belajar ataupun kegiatan lain.
9). Keadaan gedung. Banyaknya siswa dalam satu ruang kelas dapat
mengakibatkan ketidak efektifannya kegiatan belajar mengajar berlangsung.
10). Waktu sekolah. Akibat meledakanya jumlah anak yang masuk sekolah dan
penambahan gedung sekolah yang kurang, akibatnya ada pembagian dalam
kelas yaitu kelas pagi dan kelas sore.
11). Pelaksana disiplin. Untuk mengembangkan motivasi yang kuat, proses
belajar siswa perlu disiplin.27
Faktor yang datang dari masyarakat meliputi :
1). Media massa, kadang anak membaca buku selain buku pelajaran, sehingga
lupa akan tugas belajar. Maka bacaan anak perlu diawasi dan diseleksi.
2). Teman bergaul, untuk mengembangkan sosialisasinya, anak perlu bergaul
dengan anak lain, tetapi perlu diawasi agar jangan sampai mendapatkan
27
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek), (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2003), h. 162
23
teman bergaul yang kurang baik pengaruhnya, karena perbuatan yang
kurang baik akan mudah menular pada orang lain.
3). Cara hidup lingkungan, cara hidup lingkungan sekitar besar pengaruhnya
pada pertumbuhan anak.28
Dalam penelitian ini peneliti mengambil salah satu faktor yang mempengaruhi
peningkatan prestasi belajar siswa yaitu faktor keluarga yaitu peran orang dalam
meningkatkan prestasi belajar PAI siswa di SMA 1 Lambuya Kecamatan Lambuya
Kabupaten Konawe.
C. Konsep Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pada umumnya pendidikan agama Islam merupakan proses dinamis dari usaha
manusia melakukan pembinaan, bimbingan dan pengajaran kepada peserta didik secara
baik untuk mencapai kepribadian peserta yang berahlak mulia. Terciptanya pribadi peserta
didik yang berahlak mulia dimaksud hanya dapat diperoleh melalui pendidikan agama
Islam, sebab pendidikan agama Islam-lah yang secara dinamis, konsisten mengembangkan
kepribadian anak didik secara utuh.
Menurut Daradjat menjelaskan bahwa:
Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap
anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa
yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan
maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta
menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai
pandangan hidupnya, sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan
akhirat kelak.29
28
Slameto, Op.cit., h. 72
24
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan agama
Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan
atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan Nasional. Hal ini sangat berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan agama Islam
di sekolah, sebab dalam kegiatan belajar mengajar harus dilakukan dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan agar
peserta didik secara pragmatis dapat melaksanakan ajaran agama Islam dalam
kehidupannya sehari-hari. Untuk lebih jelasnya dirumuskan beberapa pengertian tentang
pendidikan agama Islam, yakni:
1. Pendidikan Islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuan terhadap anak
didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan
mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan
hidup (way of life).
2. Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasar ajaran
Islam.
3. Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran
agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar
nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di
akhirat kelak.30
Berdasarkan ketiga defenisi pendidikan agama Islam di atas, aspek-aspek penting
yang dapat di tarik adalah bahwa pendidikan agama Islam hanya didasarkan kepada ajaran
29
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 197
30
I b i d., h. 86
25
agama Islam dan materi inilah yang ditransformasikan guru ke otak peserta didik dan di
tanamkan kedalam jiwa mereka agar benar-benar dihayati, diyakini dan di amalkan secara
penuh dalam kehidupannya sehari-hari tanpa keraguan, yaitu suatu keyakinan yang teguh
bahwa Islam adalah agama yang benar, tetapi pada saat yang sama secara manusiawi harus
menghormati orang lain yang beragama non Islam. Penghormatan dan penghargaan
tersebut bermaksud untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa menuju kesatuan
nasional.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Di setiap jenjang dan jenis pendidikan, tujuan pendidikan agama Islam dirumuskan
berdasarkan jenis dan jenjang pendidikan tersebut, meskipun secara umum terdapat
patokan dasar berupa tujuan umum pendidikan yakni tujuan pendidikan Nasional.
Pendidikan agama Islam bertujuan memberikan kemampuan dasar kepada siswa tentang
agama Islam untuk mengembangkan kehidupan beragama sehingga menjadi manusia
muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta berahlak mulia sebagai
pribadi, anggota masyarakat, warga Negara dan anggota umat manusia serta untuk
mengikuti pendidikan menengah.
Perkembangan kehidupan beragama bagi peserta didik dilaksanakan melalui
pendidikan, bimbingan dan pengajaran secara sistematis dan berkelanjutan sebagai usaha
sadar bagi pendidik untuk memberikan bekal dan kemampuan dasar yang berguna bagi
pembentukan pribadi peserta didik menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT. Manusia Muslim yang dimaksud adalah manusia yang berkepribadian
Muslim.
26
Berahlak mulia menjadi ciri dari orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT, yaitu akhlak yang muncul dari kesadaran rohaniah. Menurut pendapat
Kusumamiharjda, menyebutkan bahwa: “Kesadaran ahlak yakni kesadaran manusia
tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai
berhadapan dengan baik dan buruk”.31 Munculnya kesadaran peserta didik tentang diri
sendiri akan menjadi landasan bagi perkembangan hubungan peserta didik dengan sesama
manusia, lingkungannya yakni flora dan fauna yang dilandasi oleh nilai- nilai akhlak
Islami. Kemampuan peserta didik mengembangkan kebajikan horizontal melalui
ketaatan sosial menjadi tangga baginya untuk memperoleh gelar terbaik dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, bahkan akan menjadi pemicu bagi
pematangan diri melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. Tujuan
pendidikan agama Islam juga dapat dilihat dari segi terciptanya sifat- sifat yang baik
bagi setiap manusia.
Daradjat, merumuskan tujuan pendidikan agama Islam adalah menciptakan
manusia yang berahlak Islam, beriman, bertakwa dan meyakininya sebagai suatu
kebenaran serta berusaha dan mampu membuktikan kebenaran tersebut melalui
akal, rasa, filing di dalam seluruh perbuatan dan tingkah lakunya sehari-hari.32
Penjelasan di atas, tujuan pendidikan agama Islam mencerminkan nilai yang
terbatas pada aspek “ritual”, karena disitu ada kata- kata “akhlak’, “iman” yang
diyakini menjadi suatu kebenaran, kemudian diusahakan untuk dibuktikan melalui
akal, rasa dan filingnya dalam perilaku sehari-hari. Sehingga penulis mengambil
31
Kusumamiharjda Supan, Studia Islamika, (Bandung: Girimuksi Pusaka, 2000), h. 307
32
Zakiah Daradjat, dkk, Op. cit., h. 137
27
kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam bertujuan menjadikan peserta didik
cenderung bermental apologis kepada kebenaran-kebenaran agama, tetapi tidak
mendorong kepada pencapaian kemajuan peradaban yang sedang gencar- gencarnya
berlangsung saat ini. Kreatifitas yang dilakukan anak didik hanya terbatas pada
“pembenaran” suatu yang ada dan yang tidak “menemukan” sesuatu yang baru. Itu
hanyalah tujuan keagamaan dan bukan tujuan pendidikan agama Islam seutuhnya
melainkan sebagian saja dari padanya. Tujuan pendidikan agama Islam berkaitan erat
dengan penciptaan manusia dimuka bumi ini, yaitu untuk membentuk manusia sejati
yang menyembah atau mengabdi kepada Allah SWT sebagaimana disebutkan di
dalam Q.S Adzzariyat ayat 56 sebagai berikut:
    
 
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.
Menjadi manusia abdi menjadi salah satu tuntutan tujuan pendidikan agama
Islam. Beribadat disini mencakup aspek yang cukup luas. Quthub memfomulasikan
bahwa:
Beribadat itu tidak terbatas hanya pada berbagai tata cara peribadatan yang telah
ditentukan, melainkan mempunyai makna yang lebih menyeluruh dan luas
sekali, meliputi seluruh aktivitas dan bidang kehidupan, dan mencakup seluruh
perbuatan, karsa dan rasa.33
Menurut Daradjat mengemukakan bahwa; “semua aktifitas hidupnya itu
ditujukan buat Tuhan, diperhatikan sekali apa yang diperbolehkannya, menjaga diri dari
33
Quthub Muhammad, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Maarif, 2004), h. 21-22
28
segala yang membuat-Nya marah dan mengerjakan segala apa yang disenangi-Nya”.34
Termasuk didalam ibadah adalah mengembangkan sifat- sifat Allah pada diri manusia
petunjuk Allah SWT. Dalam konteks pendidikan, sifat- sifat Allah yang dimaksud adalah
seperti Rahman, rahim dan sebagai Raba atau pendidik, menjadi bagian yang harus
dilakonkan peserta didik secara utuh dan sinergis dalam kehidupannya sehari- hari.
Sementara itu, Zakiah Daradjat secara khusus mengemukakan: “tujuan khusus
pendidikan agama Islam, yaitu:
a. Pembinaan ketaqwaan dan akhlakul karimah yang dijabarkan didalam
pembinaan kompetensi enam aspek keimanan, lima aspek keislaman dan
multi aspek keihsanan.
b. Mempertinggi kecerdasan dan kemampuan anak didik.
c. Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta manfaatnya dan
aplikasinya.
d. Meningkatkan kualitas hidup.
e. Memelihara, mengembangkan dan meningkatkan “budaya” dan lingkungan.
f. Memperluas pandangan hidup sebagai manusia yang berkomunikasi terhadap
keluarganya, masyarakat, bangsanya, sesama manusia dan makhluk lainnya.35
Tujuan ini secara khusus menegaskan bahwa pendidikan agama Islam juga
berusaha mengembangkan segala aspek pada diri anak didik, baik kognitif, efektif maupun
psikomotorik. Salah satu kegiatan dalam pendidikan agama Islam adalah melatih fisik
(jasmani), pikiran dab jiwa manusia dengan menerapkan berbagai ilmu kauliyah berkenaan
dengan konsep- konsep keilmuan yang bersifat dogmatis, sudah ditetapkan oleh Allah
SWT (dituangkan dalam Al-Qur’an dan Hadis),dan manusia tinggal memanfaatkan atau
menginterpretasikan kedalam dimensi keilmuan yang lebih rinci. Sedang ilmu kauniyah
34
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-Nilai Di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 140
35
Daradjat, dkk, Op.cit., h. 140
29
merupakan ilmu yang harus digali oleh manusia sendiri dan berkenaan dengan peradaban
manusia. Ilmu kauniyah merupakan hasil interaksi antara manusia dengan sesama manusia
dan manusia dengan alam beserta kejadian- kejadian dan kandungan yang terdapat
didalamnya.
Terlepas dari konsepsi tersebut, tujuan pendidikan agama Islam yang menjadi
penekanan dalam penelitian ini adalah tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek
yang secara optimal terinternalisasikan kedalam diri dan pribadi peserta didik, berupa nilai
yang membangkitkan untuk memiliki semangat keagamaan yang tinggi dan nilai- nilai
yang mampu mendorong kea rah perbuatan yang mulia berdasarkan nilai- nilai agama
Islam.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam memiliki fungsi- fungsi yang mengarahkan peserta
didik hidup berdasarkan nilai- nilai ajaran agama Islam. Fungsi- fungsi tersebut
selaras dengan tujuan dan materi yang ditetapkan diajarkan disekolah. Menurut
Zakiah Daradjat, fungsi-fungsi pendidikan agama Islam, antara lain fungsi
pengembangan, fungsi penyaluran, fungsi perbaikan, fungsi pencegahan, fungsi
penyesuaian, fungsi sumber nilai, dan fungsi pengajaran.36
Adapun fungsi pendidikan agama Islam dari pendapat di atas dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Fungsi pengembangan.
36
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bualan Bintang, 2000), h. 85
30
Setiap peserta didik pada prinsipnya sebelum mengecap pendidik disekolah, telah
memperoleh pendidikan atau pengalaman keagamaan dilingkungan keluarga. Karenanya
fungsi pengembangan ini merupakan upaya peningkatan keimanan dan ketaqwaan
peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
b. Fungsi penyaluran.
Setiap peserta didik memiliki bakat dan minat keagamaan yang amat potensial
untuk disalurkan. Dalam hal ini fungsi penyaluran adalah memberikan kesempatan
kepada anak- anak yang memiliki bakat dan kemampuan khusus dalam bidang agama
untuk menyalurkannya agar bakat tersebut terus berkembang secara optimal.
c. Fungsi perbaikan.
Pembinaan pribadi anak dilingkungan keluarga dapat saja terjadi kesalahan.
Perbaikan tersebut merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta
didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran agama Islam dalam
kehidupan sehari- hari.
d. Fungsi pencegahan.
Dalam kehidupan peserta didik sama sekali tidak dapat terhindar dari kondisi
sosial yang sangat beragama dan kompleks sifatnya serta pengaruhnya juga cukup
besar bagi pembinaan dan pengembangan pribadi peserta didik. Untuk menjaga
peserta didik dari pengaruh negatif lingkungan hidupnya dibutuhkan pembinaan
pendidikan agama Islam secara kontinyu.
e. Fungsi penyesuaian.
31
Pendidikan agama Islam dapat member kemungkinan pada peserta didik
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran
agama Islam.
f. Fungsi sumber nilai.
Pendidikan agama Islam pada hakekatnya adalah mengajarkan pada peserta
didik untuk mengetahui agama Islam. Agama merupakan sumber nilai yang
memberikan pedoman hidup bagi pelakunya dalam mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat, sekolah tentunya berfungsi menanamkan nilai- nilai kepada
peserta didik.
g. Fungsi pengajaran.
Pendidikan agama Islam juga berfungsi sebagai pengajaran, yaitu untuk
menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik dalam kegiatan proses belajar
mengajar.
Salah satu fungsi pendidikan secara umum yaitu proses memanusiakan
manusia dalam rangka mewujudkan budayanya. Manusia di ciptakan dalam keadaan
fitrah (Al-Qur’an). Fitrah dalam Al-Qur’an pada dasarnya memiliki arti potensi yaitu
kesiapan manusia untuk menerima kondisi yang ada di sekelilingnya dan mampu
menghadapi tantangan serta mempertahankan dirinya untuk survive dengan tetap
berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah.
32
Sejalan dengan pandangan di atas, merupakan pijakan pengembangan dan
pelaksanaan pendidikan agama Islam, maka fungsi pendidikan agama Islam menurut
Muhaimin, mencakup:
a. Pengembangan, yaitu menumbuh kembangkan dan meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT. Yang telah ditanamkan dalam
lingkungan keluarga.
b. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan peserta didik yang memiliki bakat khusus
yang ingin mendalami bidang agama, agar bakat tersebut dapat berkembang
secara optimal, sehingga dapat bermanfaat pada dirinya sendiri dan bagi orang
lain.
c. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan peserta didik dalam
keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
d. Pencegahan, yaitu mencegah hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari
budaya asing yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat
perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
e. Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya dan dapat mengarahkannya
untuk dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
f. Sumber nilai sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
g. Pengajaran, yaitu kegiatan pendidikan agama berusaha untuk menyampaikan
pengetahuan keagamaan secara fungsional.37
Fungsi pendidikan agama Islam diarahkan pada pengembangan keimanan dan
ketaqwaan siswa dan nilai-nilai agama Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan
Hadist menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari peserta didik, sehingga mampu
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari
lingkungan dan budaya setempat, kemudian harus mampu mengubah lingkungan dan
budaya setempat dengan nilai-nilai ke-Islaman
4. Pendekatan Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
37
Muhaimin, Paradigma pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001), h. 11-12
33
Pelaksanaan pendidikan agama Islam digunakan beberapa pendekatan mampu
membawa peserta didik seimbang antara kemampuan mengetahui agama dengan
melaksanakan ajaran agamanya. Pendekatan tersebut; pendekatan pengalaman, pendekatan
pembiasaan, pendekatan emosional, pendekatan rasional serta pendekatan fungsional.
Kelima pendekatan tersebut saling berkaitan, berintegrasi dan memperkuat. Selanjutnya,
secara ringkas pendekatan pendidikan agama Islam tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendekatan Pengalaman
Menanamkan nilai-nilai keagamaan pada peserta didik, disekolah pelaksanaan
pendidikan agama Islam diberikan pengalaman keagamaan secara sistematis, terprogram
dengan arah penciptaan suatu kondisi riil yang dapat diamati dan dialami peserta didik
dalam dunia nyata. Dalam hal ini Daradjat menegaskan:
Supaya pembinaan jiwa agama yang telah dimulai di rumah dapat dipupuk dan
diteruskan disekolah. Dalam peningkatan pendidikan agama di sekolah itu yang
dimaksud dengan pendidikan agama bukanlah yang berikan oleh guru saja, akan
tetapi oleh seluruh staf pengajar, staf pimpinan sekolah, pegawai, alat serta
peraturan dan tat tertib yang berlaku di sekolah.38
Lingkungan sekolah yang religius, peserta didik dapat memperoleh
pengalaman keagamaan yang baik dan pada tahap ini peserta didik dapat
mengadaptasian diri dengan pengalaman keagamaan.
b. Pendekatan Pembiasaan
Disekolah anak didik diberi kesempatan untuk senantiasa mengamalkan ajaran
agama Islam. Dalam hal ini, guru agama dapat mengarahkan peserta didik
38
Zakiah Daradjat, Op. cit., h. 68
34
menyelenggarakan kegiatan keagamaan baik sendiri-sendiri atau kelompok. Menyatakan
bahwa:
Di setiap sekolah harus terjamin pelaksanaan ajaran agama. Hendaknya ada
mushola tempat anak didik bersembahyang, apabila waktu belajar menyebabkan
terlewatkan waktunya sembahyang. Tentunya harus ada air untuk berwudhu dan
sebagainya. Pelaksanaan kegiatan sekolah lainnya, hendaknya dijaga waktu
sembahyang. Misalnya jam pelajaran antara jam 6-7 sore, harus ada istirahat ½
jam untuk sembahyang. Dalam latihan, pertemuan, rapat atau apapun macam
kegiatan, harus diatur sedemikian rupa, sehingga ada kesempatan bagi anak
didik untuk bersembahyang.39
Tersedianya fasilitas dan waktu ibadah tersebut member kesempatan pada peserta
didik untuk melaksanakan ajaran agama dan dengan demikian semua peserta didik terbiasa
dengan aktifitas keagamaan.
c. Pendekatan Emosional
Pendekatan emosional yaitu usaha untuk menggugat perasaan dan emosi siswa
dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya. Disini dibutuhkan
kemampuan guru agama merangsang daya pikir, emosi dan penghayatan peserta didik
terhadap ajaran agama dengan menggunakan metode didaktik atau secara persuasif.
d. Pendekatan Rasional
Pelaksanaan pendidikan agama Islam juga dapat digunakan pendekatan rasional,
yakni “usaha untuk memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami dan menerima
kebenaran ajaran agamanya”. Pendekatan rasional ini juga dijelaskan dalam Q.S Ali- Imran
ayat 190 sebagai berikut:
39
I b I d., h. 69
35









 
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.
Melalui pendekatan rasional peserta didik dapat mengetahui dan memahami ajaran
agama Islam lewat rasio, selanjutnya merangsang anak didik meyakini ajaran agama
dengan baik dan benar.
e. Pendekatan Fungsional
Pendidikan agama Islam pelaksanaannya ada dua bentuk, yakni pendidikan dan
pengajaran teoritis serta kegiatan praktek. Dalam hal ini guru agama berusaha menyajikan
ajaran agama Islam dengan penekanan pada segi pemanfaatannya bagi peserta didik dalam
kehidupan sehari- hari sesuai dengan tingkat ajaran agama yang diketahuinya. Dengan
jalan ini peserta didik akan semakin paham dan cinta kepada agama yang dianutnya.
D. Peran Orang Tua dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama dan terpenting, karena
keluargalah pondasi utama pembentukan intelligence quotient (IQ) dan
emotional quotient (EQ). Pada masa inilah peletakan fondasi belajar harus tepat
dan benar. Jika pada fase ini orang tua salah dalam memformat semangat belajar
anak, maka kelak akan berpengaruh terhadap sikap anak menghadapi fase
sekolah, karena pada dasarnya setiap anak terlahir dalam keadaan jenius,
36
orangtualah
yang
membuat
anak
tidak
mampu
mengakumulasikan
kejeniusannya.
Di sisi lain, peralihan dari pendidikan informal ( keluarga ) ke pendidikan
formal (sekolah) memerlukan kerjasama antara orangtua dan sekolah / pendidik .
Kesalahan orang tua yang fatal adalah menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab
pendidikan anaknya kepada sekolah / pendidik, karena waktu anak berada di
sekolah lebih kecil dibanding dengan waktu anak di luar sekolah( rumah /
masyarakat). Selain itu, orang tua beranggapan bahwa sekolahlah yang
bertanggungjawab terhadap perkembangan IQ dan EQ anaknya . Anggapan
tersebut sangat keliru, karena membangun kecerdasan IQ dan EQ anak
diperlukan perlakuan yang sinergi dan kongruen antara sekolah dan orang tua
juga masyarakat. Kerjasama antara sekolah dan orangtua sangat perlu dan telah
disadari oleh banyak pihak, sehingga dalam merancang kebijakan manajemen
berbasis sekolah ( MBS ) menempatkan peranan orangtua sebagai salah satu
pilar keberhasilannya. Ada banyak peranan orang tua yang dapat dikembangkan
dalam upaya menopang prestasi belajar anaknya, antara lain;
memberi motivasi, Memberi makanan yang bergizi, Menyediakan fasilitas
belajar yang memadai Membelikan buku dan alat-alat tulis. Memberitahu
bagaimana mengatur jadwal kegiatan belajar. Menandatangani buku konsultasi
/ PR. Memberitahu langkah - langkah yang harus dilakukan dalam belajar .
Mengecek apakah anak sudah belajar / mengerjakan tugas - tugasnya.
Menanyakan nilai / hasil belajar anak. Menanyakan kesulitan - kesulitan yang
dihadapi anak . Menjelaskan mengapa anak perlu belajar dan sekolah dengan
rajin . Memberitahukan hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak
37
di sekolah dan rumah dalam belajar .Menegur bila anak lalai tugas / tanggung
jawab Memberi contoh teladan40
Prestasi belajar seorang anak bukanlah semata tanggungjawab seorang
guru. Orangtua juga punya konstribusi besar dalam menopang prestasi belajar
anaknya. Karena sumber belajar bukan hanya guru. Guru adalah salah satu
sumber belajar diantara sekian banyak sumber belajar.
E. Hasil penelitian yang Relevan
Penulis menggunakan beberapa sumber yang sekiranya relevan dengan
permasalahan yang dibahas dalam pembuatan penelitian ini. Hasil penelitian
yang terdahulu yang terdapat kesamaan dengan penelitian ini antara lain adalah
karya:
1. Efektifitas Metode Resitasi Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas
XI IPA SMA Islam Buana Kroya Pada Mata Pelajaran PAI Bab Dosa Besar
Tahun pelajaran 2012-2013
yang di teliti oleh Mardiya pada tahun 2009.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pelaksanaan pembelajaran PAI bab
Dosa Besar melalui metode resitasi pada siswa kelas XI IPA SMA Buana
Kroya Cilacap yang dilaksanakan pada beberapa siklus dapat diketahui
perubahan-perubahan baik hasil belajarnya maupun keaktifan belajarnya.
Prestasi belajar yang ditandai rata-rata nilai hasil tes sesuai KKM 70
sebanyak 90% dari jumlah siswa dan adanya peningkatan keaktifan belajar
40
Purnawanto , id.netlog.com/smpn2tebingtinggi/blog/blogid=2950, akses tanggal 13 oktober 2013
38
siswa pada kategori baik dan baik sekali yang mencapai 90,9% terpenuhi.
Dengan adanya peningkatan hasil belajar mata pelajaran PAI materi pokok
Dosa Besar siswa XI IPA SMA Buana Kroya Cilacap setelah menerapkan
metode resitasi, maka dapat dikatakan efektif.
2. Peran Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa . yang di teliti oleh
Sukri Anto pada tahun 2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pertambahan pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan
taraf disukainya guru itu oleh murid. Jadi guru yang disukai, yang ramah,
yang suka bergaul dengan murid dalam kegiatan rekreasi, yang sering dimintai
nasehatnya mengenai soal-soal pribadi, ternyata bukan guru yang efektif
dalam menyampaikan ilmu.
Download