rangkuman

advertisement
RANGKUMAN
HASIL BUSINESS FORUM MUNAS IV
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI
I.
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan rangkaian acara Business Forum dan Musayawarah Nasional
direncanakan dengan skenario sebagai berikut :
1. Business Forum mengambil tema yang sama dengan tema Musyawarah
Nasional IV Kamar Dagang dan Industri (Munas IV Kadin), yaitu : “Dunia
Usaha sebagai Solusi untuk Sekarang dan di Masa Depan” dengan SubTema : “Perluasan Kesempatan Kerja sebagai Fokus”.
2. Business Forum dimaksudkan selain sebagai forum temu muka antara
pelaku usaha, pemerintah, perbankan, dan masyarakat luas, juga sebagai
forum untuk mendapatkan masukan-masukan bagi pelaksanaaan Munas IV
Kadin, khususnya yang menyangkut substansi output dari Munas yang
mencakup :
a. Keorganisasian,
b. Program Kerja, dan
c. Pokok-Pokok Pikiran Kadin Indonesia Kedepan dan Agenda Aksi
Stratejik 2004 – 2008.
3. Dalam Business Forum dibahas topik-topik yang dipandang penting dan
yang berkaitan dengan tema Business Forum dan Munas, yaitu :
a. Kesiapan Dunia Usaha Indonesia dalam Forum WTO dan AFTA sekaligus
Menyongsong AEC 2020.
b. Perekonomian Nasional dan Program Kerja Prioritas Pemerintah Pasca
IMF.
c. Tindak lanjut pertemuan Tripartit KTI dan KBI antara Pemerintah,
Perbankan dan Pelaku Usaha sebagai Solusi untuk Meningkatkan
Investasi, Ekspor dan Perluasan Lapangan Kerja.
d. Paradigma Baru Dunia Usaha Untuk Menciptakan Good Corporate
Governance.
4. Selain dari hasil-hasil Business Forum, dalam sidang-sidang Komisinya
Munas IV Kadin juga memperhatikan bahan-bahan :
a. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kadin yang ditetapkan
dengan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2004 pada tanggal 18
Februari 2004.
b. Konsep Restrukturisasi dan Revitalisasi Kadin
c. Pandangan Kadin Indonesia 10 Tahun Kedepan, yang disampaikan oleh
Ketua Umum Kadin Indonesia Periode 1999 – 2004 pada waktu
menyampaikan Laporan dan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus
Kadin Indonesia Periode 1999 – 2004.
d. Sambutan-Sambutan dan bahah-bahan yang disampaikan dalam Munas
IV Kadin.
II.
BUSINESS FORUM
Berikut ini disampaikan rangkuman hasil-hasil Business Forum :
A. Kesiapan Dunia Usaha Indonesia dalam Forum WTO dan AFTA sekaligus
Menyongsong AEC 2020
1. Perdagangan internasional adalah salah satu instrumen penting dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara yang pada
gilirannya akan menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Agar semua
negara dapat merasakan manfaat yang sebesar-besarnya dari
perdagangan internasional, sistem perdagangan diatur sedemikian rupa
sehingga sifatnya transparan, predictable dan equitable, bebas dan
fair. Atas dasar ini pula, perdagangan internasional harus dilaksanakan
atas dasar nondiskriminasi, perlakuan yang sama di pasar domestik dan
saling memberikan konsesi atau resiprokal. Perundingan perlu
dilakukan dalam rangka mengintegrasikan kepentingan negara dengan
perjanjian internasional. Adapun tujuan negosiasi multilateral WTO
adalah untuk memproteksi pelaku usaha domestik dan pelaku usaha di
luar negeri.
2. Peran dan posisi negara-negara berkembang di WTO belumlah cukup
memadai. Namun demikian jumlah negara berkembang di WTO
mencapai 2/3 dari semua anggota WTO, dengan demikian negaranegara berkembang merupakan kelompok mayoritas dari 148 anggota
WTO. Negara-negara berkembang memiliki kemampuan yang sangat
beragam dari segi sumber daya manusia dan integrasi ekonomi
sehingga memiliki ketidakseragaman dalam banyak hal. Negara-negara
berkembang sering dihadapi oleh masalah struktural yang dapat
mengurangi bargaining system-nya, disamping masalah komunikasi
dengan kapitalnya masing-masing dan human resources yang terbatas
dalam memperlajari dan menanggapi draft proposal yang sedang dan
akan dibahas. Oleh karena itu tidak heran kalau dalam perundingan
berbagai pertimbangan harus diambil oleh negara berkembang dalam
mencapai suatu kesepakatan.
3. Adapun berbagai persetujuan kepentingan negara-negara berkembang
meliputi akses pasar non pertanian, sektor pertanian, ATC, instrumen
pengamanan, dispute settlement mechanism/DSU, dan import
licensing. Berkaitan dengan akses pasar non pertanian atau produk
manufaktur, tarif negara maju turun sebesar 3,6% dan tarif negara
berkembang turun sebesar 15%; konversi non tarif ke tarif harus
dilakukan; dan perlu juga diketahui sejauh mana barang-barang dalam
negeri Indonesia telah mendorong ekspor Indonesia.
4. Berkaitan dengan sektor pertanian (agriculture), dilakukan
pengurangan subsidi baik domestik maupun ekspor, pembukaan pasar
yang cukup signifikan, dan penurunan tarif. Harus dipertanyakan
bagaimana kebijakan pertanian Indonesia menyikapi upaya tersebut
mengingat kebijakan pertanian Indonesia tidak lepas dari apa yang
sudah disetujui.
5. Untuk ATC, persetujuan berakhir pada tahun 2004. Pada 1 Januari
2005 diberlakukan NO QUOTA. Harus dipertanyakan apakah private
sector sudah mengambil langkah penyesuaian dan bagaimana merebut
pasar di tahun 2005 yang lebih ketat mengingat tidak adanya quota.
6. Instrumen pengamanan meliputi anti dumping, subsidy and
countervailing measures dan safeguards. Dalam hal ini, Indonesia
telah memiliki peraturan nasionalnya sesuai dengan perjanjian WTO.
Perlu diketahui sejauhmana Indonesia telah memanfaatkan ketentuan
tersebut dan bagaimana melindungi kepentingan Indonesia.
7. Dispute Settlement Mechanism/DSU merupakan prosedur penyelesaian
sengketa. DSB menangani kasus apapun yang terjadi. Perlu diketahui
sejauh mana Indonesia memanfaatkan instrumen ini dan bagaimana
instrumen ini bisa melindungi serta memperjuangkan Indonesia agar
terhindar dari hal-hal yang merugikan Indonesia.
8. Prinsip import licensing tidak mengganggu trade, bersifat transparan
dan tepat waktu. Berkaitan dengan hal ini, perlu diketahui apakah
Indonesia telah membuat assessement perijinan, monitoring dan
notifikasi.
9. Doha Development Agenda/Round (DDA/DDR) melakukan koreksi atas
ketidakseimbangan,
mengedepankan
dimensi
pembangunan,
menyeimbangkan kepentingan negara maju dan negara berkembang,
serta menekankan pentingnya program kerja 19 isu dalam 9 negosiasi
dan pengorganisasian kegiatan yang tercantum dalam Deklarasi
Menteri.
10. Adapun beberapa isu yang menjadi kepentingan negara berkembang
adalah implementation, agriculture, NAMA, S&DT, Trips and Public
Health, serta bantuan teknis dan capacity building.
11. Pasca KTM WTO IV, tepatnya pada KTM WTO V di Cancun, telah
dilakukan perundingan dengan nuansa “pembangunan” dan
pembahasan 4 prinsip umum tentang transaparansi & inclusiveness,
klausul S&DT di semua isu, mandate CTD, dan single undertaking.
Perundingan tidak berjalan mulus dan semua batas waktu terlampaui.
Kulminasi terjadi pada KTM WTO V dengan kegagalan.
12. Isu perundingan yang menonjol meliputi MANAP (NAMA), sektor
pertanian (agriculture), Singapore issues dan jasa/services.
13. Untuk isu MANAP (NAMA), negara maju meminta “genuine market
access” sementara untuk negara berkembang, prinsip “less than full
reciprocity” ditetapkan. Untuk formula penurunan tarif, harus hatihati melihatnya sebelum masuk ke perdagangan. Indonesia akan
berupaya agar penurunan tarif dapat dilakukan. Isu MANAP (NAMA)
juga berkaitan dengan sectoral elimination dan S&DT. Dalam hal
simulasi penerapan formula NAMA untuk Indonesia, Indonesia belum
menyentuh koefisien applied sebesar 7,2.
14. Isu pertanian (agriculture) merupakan isu yang sangat sensitif dan
paling alot. Ada 3 pilar untuk sektor pertanian yaitu market access,
domestic support, dan export subsidy. Isu ini didominasi oleh Amerika
Serikat, Uni Eropa, CG, G-20, G-33 (SP/SSP Alliance), G-4, G-10 dan
African Group. Amerika Serikat dan Uni Eropa menetapkan penurunan
subsidi yang tidak signifikan, akses pasar yang lebih luas, pengurangan
dukungan domestik untuk blue and amber box dan tidak ada green
box. Perlu dipertanyakan bagaimana Amerika Serikat dan Uni Eropa
bisa menyelesaikan masalah tetapi merugikan negara-negara lain. Bagi
Amerika Serikat diberlakukan subsidi ekspor dengan date end/time
frame. Sedangkan bagi Uni Eropa, tidak ada date end, ekspor kredit
dikurangi, subsidi tidak dihapus dan tidak ada trade concerns.
15. Isu-isu Singapura merupakan isu kontroversial yang berkaitan dengan
investasi, competition policy, government procurement, dan trade
facilitation. Keempat isu tersebut tidak lagi satu paket tetapi bisa
sendiri-sendiri. Dalam negosiasi harus ada explicit consensus. Setelah
perundingan, yang ada hanya satu isu yaitu Trade Facilitation yang
merupakan isu paling penting dalam menunjang perdagangan.
16. WTO dengan seluruh persetujuan di dalamnya telah menjadi bagian
integral dari sistim hukum Indonesia dengan adanya UU No. 7 tahun
1994 tentang Ratifikasi Final Act Embodying the Results of the
Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations. UU tersebut telah
menjadi dasar pijakan bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama di
bidang perdagangan multilateral dan mengambil manfaat sebesarbesarnya dari kerjasama tersebut untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi bagi rakyat Indonesia.
17. Atas dasar tersebut, dalam setiap negosiasi perdagangan multilateral
khususnya Doha Development Agenda yang saat ini sedang
berlangsung, Indonesia harus berpartisipasi aktif di semua bidang
untuk mengamankan kepentingan Indonesia sekaligus memanfaatkan
segala peluang yang dihasilkannya, seperti akses pasar, pengamanan
pasar dalam negeri baik untuk barang maupun jasa.
18. Kadin sebagai organisasi sentral seluruh sektor swasta mempunyai
peran strategis dalam menentukan sejauhmana kesiapan sektor swasta
dalam menghadapi liberalisasi perdagangan yang akan dihasilkan oleh
Perundingan Doha. Untuk itu, peran serta Kadin bersama Pemerintah
untuk menentukan posisi Indonesia dalam perundingan merupakan
suatu yang imperatif. Kadin beserta seluruh asosiasi dibawahnya harus
mulai menyesuaikan dengan alam perdagangan bebas dengan cara
melakukan efisiensi sehingga Indonesia tidak akan terjebak pada
kebijakan proteksionistis yang pada akhirnya tidak menghasilkan
sektor industri yang mandiri dan kompetitif di pasar domestik maupun
global.
B. Perekonomian Nasional dan Program Kerja Prioritas Pemerintah Pasca
IMF
1. Setelah 6 tahun berada di bawah kerjasama dengan IMF, ada 2 hal
yang sudah dipersiapkan sejak awal 2003 apabila lepas dari IMF yaitu :
a. Masalah pembiayaan hutang sejumlah US$ 3 milyar per tahun
berikut financial sustainability bangsa, dan
b. Upaya bagaimana kita tidak kehilangan kepercayaan dari pasar di
bidang fiskal, moneter, keuangan dan perdagangan.
2. Tantangan yang muncul setelah menyelesaikan kerja sama dengan IMF
adalah (1) Gap pembiayaan/defisit anggaran (financing gap), dan (2)
gap kredibilitas, yaitu kemampuan menyelesaikan masalah dengan
IMF. Untuk mengatasinya, maka ditetapkanlah sebuah Paket Kebijakan
Ekonomi berupa Inpres No. 5/2003, yang dikenal dengan nama White
Paper.
3. Tiga pilar utama dalam Inpres No. 5/2003 sebagai Paket Kebijakan
Ekonomi pasca program IMF adalah :
a. Program stabilitas ekonomi makro
b. Program restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan
c. Program peningkatan investasi, ekspor dan penciptaan lapangan
kerja
4. White Paper yang telah dipersiapkan merupakan paket interim
(sementara) untuk 2004. Tim Ekonomi Gotong Royong menjamin
bahwa implementasi White Paper akan berjalan dengan baik. Paket
Ekonomi Interim bermaksud untuk menjaga ekonomi kita agar tidak
terganggu di masa peralihan ini. Pemerintahan yang akan datang akan
menghadapi masalah yang sama. Untuk itu, Pemerintah perlu
menciptakan lapangan kerja baru bagi para anak muda dan memacu
kegiatan ekonomi. Lapangan kerja bisa tercipta apabila ada kegiatan
ekonomi. Kegiatan ekonomi berasal dari investasi. Tidak ada kegiatan
ekonomi tanpa investasi. Untuk itu, Pemerintah mendatang harus
mendorong investasi sebagai salah satu elemen pokok dari program
Pemerintahan yang akan datang. Harus dipikirkan bagaimana cara yang
paling efektif untuk menciptakan investasi yang lebih baik. Untuk
memperbaiki iklim investasi diharapkan Pemerintah jangan mengambil
alih peran dunia usaha. Pemerintah mendatang harus memikirkan
action program/white paper yang jelas dan yang bisa menimbulkan
confidence. Harus dilakukan penjabaran dari platform Presiden yang
akan datang.
5. Fungsi White Paper dalam konteks sinergi antara dunia usaha dan
Pemerintah adalah agar melalui White Paper, pihak dunia usaha dapat
mengetahui apa yang menjadi prioritas pemerintah dan
memonitornya, sehingga dunia usaha dapat berperan aktif dalam
pembentuk sejumlah kebijakan. Dengan demikian, dunia usaha dapat
menjadi stakeholder/mitra sejajar dengan Pemerintah.
6. Sementara, dalam konteks Pemerintah sendiri, White Paper
diharapkan dapat meningkatkan fungsi koordinasi dari masing-masing
Menteri Koordinator yang terlibat di dalamnya.
7. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting dalam memperbaiki
perekonomian Indonesia yaitu :
a. Stabilitas Ekonomi dengan fasilitas ekspor
b. Harus dilakukan terobosan dengan lebih baik dan konsisten
c. Fokus memperbaiki iklim investasi
d. Harus diperhatikan masalah perbankan perpajakan.
8. Berkaitan dengan peranan Kadin, diharapkan Kadin bisa senantiasa
menjadi partner Pemerintah. Dalam bekerjasama, kegiatan investasi
harus lebih ditingkatkan. Hubungan Pemerintah dengan dunia usaha
seyogyanya dekat tetapi jangan sampai dicampuradukan. Pemerintah
berperan di public policy. Konsultasi, komunikasi dan dialog antara
dunia usaha dan Pemerintah harus lebih ditingkatkan.
9. Terdapat 5 kriteria untuk menciptakan linkungan investasi yang
kondusif yaitu:
a. Hak-hak property (Property Rights)
b. Penegakan kontrak (Contract Enforcement)
c. Interaksi dengan Pemerintah
d. Peraturan dan proses pasar tenaga kerja
e. Kebutuhan-kebutuhan infrastruktur.
10. Masa depan Indonesia terletak pada sektor swasta dan perlu
transparansi dialog antara Pemerintah dan sektor swasta yang sangat
tinggi. Lima hal penting yang perlu diperhatikan pemerintah Indonesia,
yaitu :
a. Bagaimana menciptakan lapangan kerja yang baik
b. Bagaimana membangun kembali infrastruktur
c. Bagaimana membuat keuangan Indonesia kembali bekerja
d. Bagaimana membuat pendidikan dan jasa kesehatan di Indonesia
sebagai sesuatu yang dapat dibanggakan
e. Bagaimana agar Pemerintah dapat lebih efektif, termasuk juga
Pemerintah Daerahnya.
C. Tindak lanjut Pertemuan Tripartit KTI dan KBI antara Pemerintah,
Perbankan dan Pelaku Usaha sebagai Solusi untuk Meningkatkan
Investasi, Ekspor dan Perluasan Lapangan Kerja
1. Pertemuan Tripartit telah dilaksanakan 5 kali, yaitu KTI I di Makassar,
KBI I di Bukit Tinggi, KTI II di Mataram, KTI III di Manado, dan KTI IV di
Ambon. Pada pertemuan-pertemuan tersebut dibahas masalah
perkreditan. Adanya Tripartit dikarenakan belum bergeraknya sektor
riil secara baik. Tanpa dunia usaha yang kuat, tidak ada negara yang
kuat. Untuk itu competitiveness dunia usaha harus terus ditingkatkan.
Pihak Pemerintah menekankan adanya 2 masalah penting yaitu :
2. Masalah program sektor
Untuk itu harus mendorong usaha untuk bergerak serta melakukan
pengembangan infrastruktur dan pengembangan SDM.
3. Masalah deregulasi dan regulasi
Diharapkan terwujudnya perekonomian yang kondusif
4. Ada 5 pertimbangan dalam Pertemuan Tripartit yaitu :
a. perlu adanya kegiatan sektoral
b. kewenangan Pemerintah Daerah
c. kebijakan khusus Maluku dan Maluku Utara
d. pelayanan publik
e. kemitraan investasi publik dan swasta.
5. Adapun isu-isu pokok yang dibahas antara lain :
a. keharmonisan tata ruang
b. pengembangan kawasan perbatasan
c. jaringan
d. pelabuhan
e. transportasi dan akomodasi
f. komoditi unggulan
g. kebijakan peningkatan investasi dan ekspor
6. Dalam hal deregulasi/regulasi, langkah-langkah yang sudah dicapai
adalah :
a. penanganan dekonsentrasi dan desentralisasi
b. penanganan investasi satu atap
c. penanganan tumpang tindih kebijakan sektoral
d. pemberian insentif/keringanan perpajakan
e. perpajakan di KTI.
7. Isu-isu pokok dukungan regulasi sektor meliputi :
a. kemudahan perpajakan
b. PP perpajakan
c. ketenagakerjaan
d. kemudahan ekspor
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
perluasan akses pasar
pelabuhan daerah
penurunan biaya transportasi
izin angkutan kayu
penciptaan peraturan daerah yang kondusif
pengembangan kelistrikan
usaha pertambangan.
8. Dari segi perbankan berbagai realisasi sudah dilakukan sejak awal
tahun 2002. Hasil tindak lanjut bidang perbankan meliputi :
a. Meningkatkan fungsi intermediasi
Bank Indonesia mendorong Bank Umum Kredit UMKM untuk
membuat business plan. Diketahui bahwa bagian debet untuk KTI
lebih baik dari KBI. Sementara untuk perkembangan kredit umum,
KTI meningkat lebih tinggi daripada KBI.
b. Meningkatkan akses pembiayaan UMKM
Perlu ditingkatkan kerjasama Bank Umum dengan BPR. Beberapa
bank telah mendirikan Unit Layanan Mikro, namun belum bisa
didirikan di beberapa cabang. Juga perlu didirikan bazar-bazar
intermediasi di beberapa daerah baik KTI maupun KBI. Linkage
Program Bank Umum dengan BPR juga perlu ditingkatkan.
Kerjasama yang dilakukan dengan Kantor Menko Ekuin adalah
Program Pemberdayaan KKMB dan Satgas Daerah di 11 Propinsi .
Juga didirikan Pusat Pengembangan Pendamping UKM di Jawa
Barat.
c. Skim Khusus Kredit Mikro
Pada tahun 80-an, terdapat skim KKPA dan KKP untuk pembiayaan
sektor pertanian. Skim Khusus Kredit Mikro perlu disosialisasikan
kepada masyarakat pengguna dana.
d. Meningkatkan infrastruktur perbankan dengan
konsultasi dan pelatihan kepada perbankan
mengadakan
e. Meningkatkan kewenangan memutus kredit Kantor Cabang
f. Skim Khusus Sektor Pertanian
Skim Khusus Sektor Pertanian menyangkut skim KKPA Kelapa Sawit,
pembiayaan kredit dan mapping potensi daerah.
g. Lembaga Penjaminan Kredit
Berkaitan dengan pembentukan LPK, kendala yang dihadapi adalah
terbatasnya tenaga professional dan permodalah sertifikasi sebagai
agunan
h. Program Sertifikasi /Tindak Lanjut Sertifikasi
i. Masih ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh
perekonomian Indonesia, yang bisa dikelompokkan ke dalam empat
kategori :
Pertama adalah arah sistem ekonomi yang belum jelas, sehingga
menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku ekonomi. Sistem
ekonomi Indonesia seharusnya mendasarkan pada Pancasila dan
UUD 1945 yang mengandung nilai-nilai moral, etik, kemanusiaan,
demokrasi, persatuan dan kesatuan, hajat hidup orang banyak, dan
keadilan sosial.
Kedua, krisis ekonomi yang terjadi telah membawa dampak trauma
bagi pelaku ekonomi yang hingga kini masih meragukan situasi
keamanan dan ketertiban di Indonesia.
Ketiga, penerapan standar internasional tentang prudential
banking masih dirasakan sulit bagi perbankan nasional, sehingga
belum sepenuhnya terpenuhi.
Terakhir, masalah otonomi daerah dan pembangunan regional.
j. Saat ini, sektor perbankan, sektor birokrasi dan sektor usaha
berjalan sendiri-sendiri. Pemerintah seharusnya banyak berperan
dan mengatasi berbagai persoalan seperti masalah keamanan.
Dengan tidak jelasnya peran Pemerintah, kita akan sulit untuk
keluar dari permasalahan yang dihadapi.
k. Dalam hal perbankan, BPR agar diberikan ke bank-bank daerah.
Banyak orang daerah yang datang ke Jakarta tidak mengetahui
tentang Bank Indonesia. Untuk itu, harus diperhatikan bagaimana
mengurus perizinan.
D. Paradigma Baru Dunia Usaha Untuk Menciptakan Good Corporate
Governance (GCG)
1. Corporate Governance yang merupakan tata kelola yang mengindahkan
keterbukaan harus bersifat universal. Adapun penerapan Corporate
Governance yang baik bermanfaat untuk terlaksananya Corporate
Governance yang baik. Hal tersebut adalah untuk mengatasi
kekurangan-kekurangan yang terdapat di sektor swasta dan
masyarakat madani dalam upaya menciptakan kebijakan ekonomi dan
dunia usaha.
2. Ada 4 komponen norma Corporate Governance yaitu :
a. Fairness
b. Accountability
c. Transparancy
d. Responsibility.
3. Pengembangan Corporate Governance
membangun citra dan kepercayaan.
sangat
penting
untuk
4. Peran-peran Komite Khusus GCG Kadin Indonesia sebagai berikut :
a. meningkatkan sosialisasi tentang manfaat Corporate Governance
b. mendorong dan memfasilitasi Komite Khusus Penadbiran Korporasi
tingkat Kadin
c. mendorong
pembangunan-pembangunan
di
daerah
untuk
pembentukan Corporate Governance
d. meningkatkan pemahaman akan Corporate Governance
e. membangun jaringan informasi Corporate Governance
5. Sehubungan dengan penggunaan kekuasaan, ada sejumlah lingkungan
yang mempengaruhi GCG, yaitu (1) informal values, membutuhkan
ratusan tahun untuk mengubah perilaku yang berkaitan dengan hal ini;
(2) law enforcement, membutuhkan waktu puluhan tahun; (3)
persaingan yang wajar, membutuhkan waktu tahunan; dan (4)
strategizing, membuat good governance sebagai identitas perusahaan,
atau dikenal sebagai internalisasi. Tidak membutuhkan waktu yang
lama untuk melakukan hal ini, bisa dilakukan sesegera mungkin.
6. Untuk mempercepat implementasi GCG diperlukan hal-hal sebagai
berikut :
a. perubahan paradigma dari hanya sekedar pemenuhan peraturan
menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi
b. implementasi GCG merupakan tanggung jawab bersama semua
stakeholder, tidak terkecuali Pemerintah
c. implementasi GCG dan Good Public Governance (GPG) harus
dilaksanakan secara parallel
d. Gerakan good corporate governance harus sinergis dengan good
public governance yang pada gilirannya model tatanan masyarakat
yang kita impikan bisa segera terwujud. Untuk itu dibutuhkan
koalisi yang hidup.
7. Adapun konsep pelaksanaan GCG yang efektif bagi kondisi Indonesia
adalah sebagai berikut :
a. Diperlukannya lembaga penjaga moral yang dapat mengarahkan
kebenaran. Lembaga penjaga moral ini merupakan lembaga
independen yang kredibel dan committed dalam memperjuangkan
corporate governance.
b. Diperlukannya pendekatan regulasi yang dilaksanakan sekaligus
dengan program edukasinya. Pada tahap awal, pendekatan regulasi
sangat efektif, karena dikaitkan dengan perizinan dan ancaman
terkena sanksi.
c. Perlu digerakkannya partisipasi penuh dari semua stakeholders,
seperti investor publik, kreditor, pegawai, pemasok, dan
masyarakat pada umumnya. Pemegang saham publik seringkali
dalam posisi lemah, tidak saja kurang memiliki informasi yang
cukup, namun juga kurangnya kemampuan untuk meramu
informasi sekaligus memainkan ketentuan hukum yang relevan.
Sebagai tahap awal pemberdayaan, pemegang saham publik agar
dapat melaksanakan kontrol sosial terhadap pengurus perusahaan.
Sampai saat ini belum ada dukungan penuh untuk mewujudkan
pembentukan Lembaga Advokasi dan Proteksi Investor yang bisa
membangun kepercayaan di pasar modal.
d. Para pengusaha perlu mencanangkan Gerakan Anti Suap secara
bersama dan konsisten.
e. Pemerintah harus melakukan perbaikan public governance secara
parallel.
Download