Tata Laksana Sepsis Neonatorum pada

advertisement
Sepsis Neonatorum
Adhi Teguh P.I, Lily Rundjan , Rinawati Rohsiswatmo
Sepsis neonatorum merupakan salah satu bentuk penyakit infeksi pada bayi
baru lahir yang masih menjadi masalah utama dalam pelayanan dan perawatan
neonatus. Hampir 12.000 dari 350.000 bayi yang lahir setiap hari akan meninggal pada
bulan pertama kehidupannya (masa neonatal) dan 98% dari kematian tersebut terjadi di
negara berkembang1. Di negara berkembang seperti Indonesia, infeksi neonatal
memegang peranan utama (42%) penyebab kematian, diikuti trauma lahir (29%),
prematuritas dan berat lahir rendah (14%) serta kelainan kongenital (10%).1 Di unit
perinatal RSCM angka kematian neonatal sebesar 39,70 per 1000 kelahiran hidup dan
sepsis sebagai penyebab utama (33 %) dari kematian neonatal yang dirawat di ruangan
khusus maupun intensif.2
Case fatality rate sepsis neonatorum masih tinggi, yaitu sebesar 40%. Hal ini
terjadi karena banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat
ditanggulangi.3 Selain itu, dalam penatalaksanaan kasus sepsis neonatorum, kalaupun
berhasil disembuhkan, terkadang masih meninggalkan gejala sisa yang berat sehingga
mrencegah timbulnya sepsis neonatorum lebih baik daripada mengobatinya..
Definisi Severe Inflammatory Response Syndrom (SIRS) dan sepsis
Systemic inflammatory response syndrome (SIRS) didefinisikan sebagai
respons inflamasi sistemik terhadap berbagai keadaan klinis yang merusak (trauma,
luka bakar, pankreatitis, dan infeksi), sedangkan sepsis neonatorum adalah sindrom
atau sekumpulan gejala dari respon inflamasi sistemik (SIRS) terhadap proses infeksi
pada bulan pertama kehidupan.4,5
Keberadaan mikroorganisme patogen di dalam darah (bakteri, virus dan jamur)
dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan dari infeksi ke sepsis, sepsis berat,
syok sepsis, kegagalan multi organ, dan akhirnya kematian.6 Dari tabel di bawah ini
dapat dilihat secara jelas perjalanan penyakit sepsis pada neonatus.
1
Perjalanan Penyakit Infeksi pada Neonatus
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan:
Laju nafas >60x/m dengan/tanpa retraksi dan desaturasi O2
Suhu tubuh tidak stabil (<36ºC atau >37.5ºC)
Waktu pengisian kapiler > 3 detik
Hitung leukosit <4000x109/L atau >34000x109/L

SIRS

SEPSIS
Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal

SEPSIS BERAT
Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan resusitasi cairan

SYOK
CRP >10mg/dl
IL-6 atau IL-8 >70pg/ml
16 S rRNA gene PCR : Positif
Terdapat satu atau lebih kriteria SIRS disertai dengan gejala
klinis infeksi
SEPSIS
dan obat-obat inotropik
Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan
pengobatan optimal

SINDROM
DISFUNGSI
MULTIORGAN
↓ KEMATIAN
Sumber: Pediatr Crit Care Med 2005; 6(3): S45-9
Etiologi
Pada periode Januari-Juni tahun 2011, Divisi perinatologi FKUI-RSCM melakukan
kultur darah terhadap beberapa penyebab kuman infeksi yang hasil nya positif. Lima
mikroba tersering sebagai penyebab infeksi neonatus adalah Pseudomonas aeruginosa
28 kultur positif diikuti Enterobacter cloaca 20 kultur positif, Kandida tropicalis 18
kultur positif, Klebsiela pneumoniae 8 kultur positif.
2
Pembagian Sepsis Neonatorum
Berdasarkan onset timbulnya gejala dan etiologinya, Sepsis neonatorum dibagi menjadi
2 jenis yaitu sepsis neonatal awitan dini dan sepsis neonatal awitan lambat
Karakteristik
Awitan Dini
Waktu timbulnya gejala
Komplikasi kehamilan dan
persalinan
< 72 jam
+
Sumber mikroorganisme
Traktus genitalia ibu
Manisfestasi klinis
Fulminan,
Mortalitas
Awitan Lambat
≥ 72 jam
-
multi
lingkungan pasca natal
sistem, Progresif,
pneumonia
meningitis
15-50%
10-20%
lambat,
Faktor Risiko
Faktor Risiko untuk terjadinya SNAD
•
Prematuritas
•
Kolonisasi Group B Streptococcus pada jalan lahir
•
Ketuban pecah dini > 18 jam
•
Gejala korioamnionitis pada ibu
Gejala Chorioamionitis sangat mungkin bila ibu demam (S>38 C) dan ditambah 2 dari
gejala-gejala berikut :
•
Leukosit ibu > 15.000 sel
•
Ibu Takikardi (HR> 100 x/mnt)
•
Janin Takikardi (HR > 160 x/mnt)
•
Ketuban Hijau, Kental dan Berbau
•
Nyeri di daerah rahim
Gambaran Klinis
Gejala dan tanda yang tidak spesifik, menyerupai keadaan lain seperti kelainan
non infeksi, menjadikan diagnosis sepsis neonatorum tidak mudah. Hal ini dapat
menimbulkan penatalaksanaan yang berlebihan dan penggunaan antibiotik spektrum
luas jangka panjang yang dapat berdampak buruk berkaitan dengan pola resistensi
kuman. Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman
3
penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman.7 Di bawah ini menggambarkan
manifestasi klinis yang timbul pada sepsis neonatorum.
Gejala Klinis Umum

Suhu tubuh tidak stabil (>37,5 C atau < 36,5 C)

Laju nadi > 180 kali/menit, < 100 kali/menit

Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen

Letargi

Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L )

Intoleransi minum
Gangguan Hemodinamik

TD < 2 SD menurut usia bayi

TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari )

TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )
Gangguan Perfusi Jaringan

Pengisian kembali kapiler > 3 detik

Asam laktat plasma > 3 mmol/L
Marker Inflamasi

Leukositosis ( > 34000x109/L )

Leukopenia ( < 5000 x 109/L )

Neutrofil muda > 10%

Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2

Trombositopenia <100000 x 109/L

C Reactive Protein > 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal

Procalcitonin > 8,1 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal

IL-6 atau IL-8 >70 pg/mL
4
Berdasarkan sistem organ, gejala sepsis yang mungkin timbul :
SSP
Letargi, refleks hisap buruk, limp, tidak dapat
dibangunkan, poor or high pitch cry, iritabel, kejang
Kardiovaskuler
Pucat, sianosis, dingin, clummy skin
Respiratorik
Takipnu, apnu, merintih, retraksi
Saluran pencernaan
Muntah, diare, distensi abdomen
Hematologik
Pendarahan, jaundice
Kulit
Ruam, purpura, pustule
Diagnosis
Untuk mendiagnosis sepsis neonatal minimal terdapat 2 gejala klinis dan 1 gejala
laboratorium dibawah ini
Gejala Klinis
 Suhu tubuh inti > 38.5 C atau
kurang dari 36 C










Bradikardia (Denyut jantung kurang
d ari persentil 10 berdasarkan usia
tanpa disebabkan stimulus vagal,
obat beta bloker, penyakit Jantung
Bawaan atau berlangsung secara
persisten lebih dari ½ jam)
Takikardia (denyut jantung diatas 2
SD nilai normal berdasarkan usia ,
bukan disebabkan oleh stimulus
eksternak seperti nyeri, obat@an
atau berlangsung secara persisten
lebih dari ½ jam
Produksi urine kurang dari 1
mL/KgBB/jam
Hipotensi (tekanan rerata arterial
kurang dari 5 th persentil sesuai
usia
Kutis marmorata
Pemanjangan waktu pengisian
kapiler
Petechie, rash atau sklerem
Apneu
Tachipnea ( RR lebih dari 2 SD
nilai normal sesuai usia
Peningkatan kebutuhan oksigen
Gejala Laboratorium
9

Leukosit < 4000 x 10 sel/L

o >20000 x 10 sel/L
IT ratio > 0.02

Trombosit < 100.000 x 10 sel/L

BE < 1-0

Laktat serum > 2 mmol/L


Hiperglikemia ( > 180 mg/dL)
Hipoglikemia (< 45 g/dL)


CRP > 15 mg/L
Prokalsiton >= 2.5 mmol/L
9
9
5
Tata laksana sepsis neonatorum
Pilihan utama dalam tata laksana sepsis neonatorum adalah eliminasi kuman
penyebab dengan pemberian antibiotik. Penggunaan antibiotika secara empiris dapat
dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab tersering serta pola resistensi
kuman yang ditemukan di tempat perawatan tersebut. Segera setelah didapatkan hasil
kultur darah, maka jenis antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola
resistensinya. Bila hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari
dan bayi secara klinis baik, pemberian antibiotika harus dihentikan. 7,10
Penggunaan antibiotika yang berlebihan akan menimbulkan masalah resistensi
di kemudian hari. Antibiotika spektrum luas lebih sering menimbulkan resistensi
daripada antibiotika spektrum sempit.11 Upaya untuk menurunkan resistensi bakteri
memerlukan dua strategi utama yaitu, mengontrol infeksi dan mengontrol pemakaian
antibiotika.12
Di unit perinatologi RSCM terdapat kesepakatan penggunaan antibiotik
berjenjang. Antibiotik lini pertama adalah kombinasi amoksisilin asam klavulanat dengan
gentamisin. Antibiotik lini kedua adalah kombinasi piperasillin tazobaktam dengan
amikasin. Antibiotik lini ketiga adalah meropenem.
6
Tatalaksana Sepsis Neonatorum
Gejala klinis sepsis (+)
Gejala klinis sepsis (-)
Antibiotik (+)
(sebelumnya dilakukan septic
workup)
Faktor risiko (+)
1 mayor atau 2 minor
Faktor risiko (-)
Observasi
Periksa septic marker
Normal
Ulangi septic marker*
12-24 jam
Normal
Meragukan
Abnormal
(min. 2 septic marker* (+))
Ulangi septic marker*
12-24 jam
Normal
Abnormal
Kultur
Observasi
AB
BB
Stop bila
Kultur (-)
Keterangan:

*Septic markers  jumlah leukosit, jumlah trombosit, CRP, IT ratio

**Septic Workup : septic markers + kultur darah

Urinalisis / kultur urin : hanya dikerjakan pada Sepsis Neonatorum Awitan Lambat

AB = antibiotic

Pungsi lumbal : hanya dikerjakan pada SNAL atau pada Sepsis Neonatorum Awitan Dini
(SNAD) dengan hasil kultur darah (+)

Foto roentgen dada : pada neonatus dengan gejala sindrom Gawat Napas.
7
Selain pemberian antibiotik sebagai tata laksana utama sepsis neonatorum,
berbagai upaya pengobatan tambahan (adjunctive therapy) banyak dilaporkan dalam
upaya memperbaiki mortalitas bayi13, diantaranya:
1. Pemberian Inotropik, yang sering digunakan adalah dopamine dengan dosis
pemberian 2-20 mcg/kg/menit dan dobutamin dengan dosis pemberian 5-20
mcg/kg/menit. Pemberian dobutamin dimulai dengan 5 mcg/kg/menit, bila perlu
dapat ditingkatkan setelah 10 menit. Keduanya dapat digunakan secara sendiri
maupun bersamaan. Inotropik lain yang dapat digunakan adalah epinephrine
dengan dosis pemberian 0,05-1 mcg/kg/menit14
2. Pemberian Nutrisi, dalam keadaan sepsis tubuh mengalami stress yang dapat
mengakibatkan perubahan metabolik tubuh diantaranya terjadi hipermetabolisme,
hiperglikemia, resistensi insulin, lipolisis, dan katabolisme protein. Dalam keadaan ini
kebutuhan energi meningkat, sehingga pada keadaan sepsis, minimal 50% dari
energy expenditure pada bayi sehat harus dipenuhi atau minimal sekitar 60
kal/kg/hari. Kebutuhan protein sebesar 2,5-4 g/kg/hari, karbohidrat 8,5-10 g/kg/hari
dan lemak 1 g/kg/hari. Pemberian nutrisi dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu
parenteral dan enteral. Pada bayi sepsis, dianjurkan untuk tidak memberikan nutrisi
enteral pada 24-48 jam pertama. Pemberian nutrisi enteral diberikan setelah bayi
lebih stabil (suhu, ventilasi dan sirkulasi)7,15
3. Pemberian Produk Darah, bayi dengan sepsis seringkali terjadi gangguan koagulasi
berupa
Koagulasi
Diseminasi
Intravaskular/KID
(Disseminated
Intravascular
Coaagulation/DIC), sehingga dalam kondisi ini biasanya diberikan Fresh Frozen
Plasma (FFP)7,13
4. Transfusi Tukar, adalah prosedur untuk menukarkan sel darah merah dan plasma
resipien dengan sel darah merah dan plasma donor. Tujuan pemberian transfusi
tukar pada sepsis adalah untuk memutuskan rantai reaksi inflamasi sepsis dan
memperbaiki keadaan umum pasien.16 Darah yang digunakan adalah darah lengkap,
dengan volume darah yang diperlukan sebanyak 80-85 ml/kgBB untuk bayi cukup
bulan atau 100 ml/kgBB untuk bayi prematur dan ditambah lagi 75-100 ml untuk
priming the tubing. Metode yang paling disukai untuk prosedur TT adalah
isovolumetric exchange, yaitu mengeluarkan dan memasukkan darah yang
dilakukan
bersama-sama
melalui
mengeluarkan darah pasien)
kateter
arteri
umbilikalis
(dipakai
untuk
dan kateter vena umbilikalis (dipakai untuk
memasukkan darah donor).16
8
5. Khusus:
a.
Pemberian Steroid, pada pasien sepsis lebih ditujukan untuk mengatasi
kekurangan kortisol endogen akibat insufisiensi renal. Kortikosteroid dosis
rendah bermanfaat pada pasien syok sepsis karena dapat memperbaiki
status hemodinamik, memperpendek masa syok, memperbaiki respons
terhadap katekolamin, dan meningkatkan survival. Pada keadaan ini dapat
diberikan hidrokortison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari.17
b. Pemberian Imunoglobulin Intravena (IVIG), dilakukan untuk memberikan
antibodi spesifik yang berguna pada proses opsonisasi dan fagositosis
organisme bakteri dan juga untuk mengaktivasi komplemen serta proses
kemotaksis neutrofil pada neonatus.18 Manfaat pemberian IVIG sebagai
tatalaksana tambahan pada penderita sepsis neonatal masih bersifat
kontroversi, akan tetapi pemberiannya terbukti memiliki keuntungan untuk
mencegah kematian dan kerusakan otak bila diberikan pada sepsis
neonatorum onset dini. Dosis yang dianjurkan adalah 500-750mg/kgBB IVIG
dosis tunggal.19
Infeksi Jamur
Infeksi berkepanjangan, penggunaan antibiotik spektrum luas dan kortikosteroid
jangka panjang merupakan faktor risiko utama timbulnya infeksi jamur yang dapat
memperberat manifestasi klinis sepsis. Faktor risiko lain terjadinya infeksi jamur
adalah: bayi berat lahir rendah, nutrisi parenteral total, infeksi aliran darah
sebelumnya dan Necrotizing enterocolitis (NEC).20 Gejala dan tanda klinis infeksi
jamur sistemik pada neonatus bervariasi dan tidak khas (sangat mirip dengan sepsis
bakteri), diantaranya: suhu tidak stabil, perubahan perilaku, perfusi jelek, sianosis,
mottled, pucat, petekie, rash, sclerema atau ikterik, masalah pemberian minum,
takipneu, distres pernapasan (merintih, retraksi), apneu, takikardi, hipotensi,
hipoglikemi, hiperglikemi atau asidosis metabolik.21
Hasil studi prospektif di Unit Neonatal RSCM (Juli 2004-Mei 2005), dari 2609
neonatus dengan klinis sepsis terdapat 192 neonatus yang telah diberikan antibiotik
sesuai kultur namun tidak mengalami perbaikan secara klinis, kemudian dilakukan
kultur jamur. Dengan hasil, 122 neonatus positif mengalami infeksi jamur Candida sp
(64%). Dalam studi lain oleh Rozaliyani di Unit Neonatal RSCM (2001-2003),
penyebab infeksi jamur terbanyak adalah Candida sp (80,9%) dengan rincian
9
spesies penyebab sebagai berikut: C. Tropicalis sebanyak 48.5%, C. Guilliermondii
sebanyak 14.7%, C. Albican sebanyak 11.8%, C. Glabrata sebanyak 4.46% dan C.
Lusitaniae sebanyak 1.51%.22 Dalam studinya, Rozaliyani melaporkan bahwa
Candida sp lebih sensitif terhadap flukonazol daripada itrakonazol.22 Pengobatan
infeksi jamur dapat diberikan amfoterisin B i.v selama 14-21 hari dosis 0,25-0,5
mg/kg/hari atau flukonazol i.v 6-12 mg/kg/dosis.14
Kesimpulan
Sepsis neonatorum merupakan salah satu bentuk penyakit infeksi pada bayi baru
lahir yang masih menjadi masalah utama dalam pelayanan dan perawatan neonatus.
Menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus tidak mudah karena gejala dan tanda
yang tidak spesifik, dapat menyerupai keadaan lain yang disebabkan oleh non infeksi.
Pemberian antibiotik masih merupakan tata laksana utama pengobatan sepsis
neonatorum, berbagai upaya pengobatan tambahan (adjunctive therapy) banyak
dilaporkan dalam upaya memperbaiki mortalitas bayi. Infeksi berkepanjangan,
penggunaan antibiotik spektrum luas dan kortikosteroid jangka panjang merupakan
faktor risiko utama timbulnya infeksi jamur yang dapat memperberat manifestasi klinis
sepsis, sehingga hendaknya penggunaan antibiotik diberikan tepat sesuai hasil kultur,
pola resistensi kuman, serta tidak diberikan dalam jangka panjang.
10
Kepustakaan
1.
Davey S. The 10/90 Report on Health Research 1999.
Diunduh dari:
www.globalforumhealth.org/filesupld/1090_report_99/99ex_summary.PDF
2.
Laporan Fetomaternal RS Cipto Mangunkusumo, 2006.
3.
Child Health Research Project Special Report : Reducing Perinatal and Neonatal
mortality, Report of a meeting, Baltimore, Maryland, 1999; 3(1):6-12.
4.
Short MA. Linking the Sepsis Triad of Inflammation, Coagulation, and Suppressed
Fibrinolysis to Infants. Adv Neonatal Care 2004; 5: 258-73.
5.
Bone RC, Balk RA, Cerra FB, et al. Definitions for Sepsis and Organ Failure and
Guidelines for the Use of Innovative Therapies in Sepsis. AACP/SCCM Consensus
Conference. Chest 1992; 101: 1644-55.
6.
Haque KN. Definitions of Bloodstream Infection in the Newborn. Pediatr Crit Care
Med 2005; 6: S45-9.
7.
Tim Ahli Kajian Sepsis Neonatorum. Sepsis Neonatorum. HTA Indonesia 2008.
8.
Philip AG, Hewitt JR. Early Diagnosis of Neonatal Sepsis. Pediatrics 1980; 65;
1036-41.
9.
Rohsiswatmo R. Pathogenesis & Diagnostic Aspect of Neonatal Sepsis.
Disampaikan dalam seminar KPPIK bulan April 2004 di hotel Shangrila Jakarta.
10. Yurdakok M. Antibiotic use in neonatal sepsis. Turk J Pediatr 1994; 40(1): 17-33.
11. Schuchat A, Zywicki SS, Dinsmoor MJ, Mercer B, Romaguera J, O’Sullivan MJ, et
al. Risk Factors and Opportunities for Prevention of Early-onset Neonatal Sepsis: A
Multicenter Case-Control Study. Pediatrics 2000; 105: 21-26
12. Gould IM. A review of the role antibiotics policies in control of antibiotic resistance. J
Antimicrob Chemother 1999; 43: 459-65.
13. Weiss MD.;. Burchfield DJ. Adjunct Therapies to Bacterial Sepsis in the Neonate
NBIN 2004, 4 (1): 46-50.
14. Neonatal pharmacopoeia 2nd Ed. Pharmacy Departement, The Royal Women’s
Hospital, Carlton. 2005.
15. Hendarto A, Prawitasari T. Dukungan Nutrisi pada Sepsis Neonatorum. In: Update
in Neonatal Infection. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2005. hlm
111-6.
16. Rohsiswatmo R. Indikasi Transfusi Tukar pada sepsis neonatorum. Dalam: Update
in neonatal infection. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2005. hlm 9298.
11
17. Seri I, Tan R, Evans J, et al. Cardiovascular effects of hydrocortisone in preterm
infants with pressor-resistant hypotension. Pediatrics 2001;107:1070-1074.
18. Andersen-Berry, AL. Neonatal Sepsis. Available in: www.emedicine.com. Last
updated August 18th 2006. cited at December 13th 2006.
19. Jenson HB, Pollock BH. Meta-analyses of the effectiveness of intravenous immune
globulin for prevention and treatment of neonatal sepsis. American Academic of
Pediatrics 1997; 99(2).
20. Rohsiswatmo R. Paediatrica Indonesiana, Vol. 46, No. 1-2 . January - February
2006
21. Gomella TL.5th edition . New York: McGraw-Hill Companies. Inc.2004:h.435-6
22. Rozaliyani A. Profile of neonatal candidemia and resistency of Candida sp to azol
derivates [thesis]. Jakarta: Parasitology Departement, Medical Faculty, Cipto
Mangunkusumo Hospital, Univ. Indonesia; 2004
12
Download