PNPK Limfoma - Komite Penanggulangan Kanker Nasional

advertisement
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Panduan Nasional Penanganan Kanker
Limfoma
Non-Hodgkin
Komite Nasional
Penanggulangan Kanker
(KPKN)
2015
Versi 1.0 2015
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
DAFTAR ISI
Daftar isi……………………………………………………………….ii
PANDUAN NASIONAL
Pendahuluan………………………………………........…………….1
PENANGANAN LIMFOMA NON-HODGKIN
Diagnostik..……..............…………………………........…………...2
Klasifikasi Histologik dan Stadium.............………………….…….3
Penatalaksanaan…………………………...……...........…………...5
Referensi.......................................................................................6
Disetujui oleh:
Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik
Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN)
Algoritma.......................................................................................7
Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)
Ikatan Ahli Patologi Anatomi Indonesia (IAPI)
Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI)
ii
PENDAHULUAN
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah
•
Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
bening dan jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma
•
Demam 38oC >1 minggu tanpa sebab yang jelas
dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Limfoma Non
•
Keringat malam banyak
Hodgkin dan Hodgkin. Pada protokol ini hanya akan dibatasi pada
•
Cepat lelah
limfoma non-hodgkin.
•
Penurunan nafsu makan
•
Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
•
Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di
Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar
keganasan primer kelenjar getah bening, yang dapat berasal dari
limfosit B, limfosit T, dan terkadang sel NK. Saat ini terdapat 36
entitas penyakit yang dikategorikan sebagai LNH dalam klasifikasi
WHO. LNH merupakan keadaan klinis yang kompleks dan bervariasi
dalam hal patobiologi maupun perjalanan penyakit. Insidennya
berkisar 63.190 kasus pada tahun 2007 di AS dan merupakan
penyebab kematian utama pada kanker pada pria usia 20-39 tahun.
Di Indonesia, LNH bersama-sama dengan limfoma Hodgkin dan
leukemia menduduki urutan peringkat keganasan ke-6.
Manifestasi Klinis
leher, ketiak atau pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2
cm); atau sesak napas akibat pembesaran kelenjar getah bening
mediastinum maupun splenomegali.
Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan
prognosis yang kurang baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky
Disease (KGB berukuran > 6-10 cm atau mediastinum >33%
rongga toraks).
Menurut Lymphoma International Prognostic Index, temuan klinis
yang mempengaruhi prognosis penderita LNH adalah usia >60
tahun, keterlibatan kedua sisi diafragma atau organ ekstra nodal
(Ann Arbor III/IV) dan multifokalitas (>4 lokasi).
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada
umumnya non-spesifik, diantaranya:
1
PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
representatif, superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar
pemeriksaan penunjang.
superfisial/perifer yang paling representatif, maka tidak perlu
1.
Anamnesis Umum:
biopsi intraabdominal atau intratorakal. Spesimen kelenjar
•
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ
diperiksa:
•
Malaise umum
•
Berat badan menurun 10% dalam waktu 3 bulan
•
Demam tinggi 38˚C selama 1 minggu tanpa sebab
•
Keringat malam
•
Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar)
•
Penggunaan obat-obatan tertentu
a. Rutin:
Histopatologi: sesuai kriteria REAL-WHO
b. Khusus
Imunohistokimia
2. Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan
tidak cukup hanya dengan sitologi. Pada kondisi tertentu
Khusus:
dimana KGB sulit dibiopsi, maka kombinasi core biopsy
•
Penyakit autoimun (SLE, Sjorgen, Rheuma)
FNAB bersama-sama dengan teknik lain (IHK, Flowcytometri
•
Kelainan Darah
dan lain-lain) mungkin mencukupi untuk diagnosis
•
Penyakit Infeksi (Toxoplasma, Mononukleosis,
3. Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparotomi
Tuberkulosis, Lues, dsb)
2.
3.
Pemeriksaan Fisik
B. Laboratorium:
•
Pembesaran KGB
1. Rutin
•
Kelainan/pembesaran organ
Hematologi:
•
Performance status: ECOG atau WHO/karnofsky
•
trombosit, LED, hitung jenis
Pemeriksaan Diagnostik
A. Biopsi:
Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht, leukosit,
•
Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah
Analisis urin : urin lengkap
2
F. Cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor
Kimia klinik:
•
serebrospinal)
SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein
Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara
total, albumin-globulin
cytospin, disamping pemeriksaan rutin lainnya.
•
Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin
•
Gula Darah Sewaktu
Minimal dilakukan pemeriksaan imunohitstokimia (IHK) untuk CD
•
Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
20 dan akan lebih ideal bila ditambahkan dengan pemeriksaan
•
HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg)
CD45, CD3 dan CD56 dengan format pelaporan sesuai dengan
2. Khusus
•
Gamma GT
•
Serum Protein Elektroforesis (SPE)
•
Imunoelektroforesa (IEP)
•
Tes Coomb
•
B2 mikroglobulin
G. Imunofenotyping
kriteria WHO (kuantitatif).
H. Konsultasi jantung
Menggunakan echogardiogram untuk melihat fungsi jantung
KLASIFIKASI STADIUM DAN HISTOLOGIK
C. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2
sisi spina illiaca dengan hasil spesimen 1-2 cm
D. Radiologi
KLASIFIKASI STADIUM
Penetapan stadium penyakit harus dilakukan sebelum pengobatan
Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan
dan setiap lokasi jangkitan harus didata dengan cermat baik jumlah
thorak/abdomen. Bila hal ini tidak memungkinkan, evaluasi
dan ukurannya serta digambar secara skematis. Hal ini penting
sekurang-kurangnya dapat dilakukan dengan : Toraks foto PA dan
dalam menilai hasil pengobatan. Disepakati menggunakan system
Lateral dan USG seluruh abdomen.
staging menurut Ann-Arborr
E. Konsultasi THT
Bila Cincin Waldeyer terkena dilakukan laringoskopi.
3
A. B-cell chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic
lymphoma
B. B-cell prolymphocytic leukemia
C. Lymphoplasmacytic lymphoma
D. Mantle cell lymphoma
E. Follicular lymphoma
F. Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type
G. Nodal marginal zone B-cell lymphoma
H. Splenic marginal zone lymphoma
I. Hairy cell leukemia
Keterangan :
J. Plasmacytoma/ plasma cell myeloma
A : Tanpa gejala konstitusional
K. Diffuse large B-cell lymphoma
B : Dengan gejala konstitusional
L. Burkitt’s lymphoma
E : Keterlibatan ekstranodal
T Cell and putative NK Cell Neoplasm
KLASIFIKASI HISTOLOGIK
I.
Precursor T-cell neoplasms: Precursor T Acute Lymphoblastic
Penggolongan histologic Limfoma Non Hodgkin merupakan
Leukaemia/Lymphoblastic Lymphoma
masalah yang rumit. Perkembangan terkhir klasifikasi yang banyak
II. Peripheral T Cell and NK Cell Neoplasm
digunakan dan diterima oleh pusat-pusat kesehatan adalah
berdasarkan Formulasi praktis IWF dan REAL/WHO.
B Cell Neoplasm
I . Precursor B-cell neoplasm : Precursor B-Acute Lymphoblastic
Leukemia/lymphoblastic lymphoma
II. Peripheral B-cell neoplasms
A. T Cell chronic lymphocytic leukemia/prolymphocytic
leukemia
B. T-cell granular lymphocytic leukaemia
C. Mycosis fungoides / Sézary syndrome
D. Peripheral T-cell lymphoma, not otherwise characterized
E. Hepatosplenic gamma/delta lymphoma
F. Subcutaneous panniculitis-like T-cell lymphoma
4
G. Angioimmunoblastic T-cell lymphoma
H. Extranodal NK/T cell lymphoma, nasal type
I. Enteropathy-type intestinal T-cell lymphoma
J. Adult T-cell leukaemia/lymphoma
K. Anaplastic large-cell lymphoma primary systemic type
L. Anaplastic large-cell lymphoma primary cutaneus type
M. Aggressive NK cell leukaemia
B. LNH INDOLEN STADIUM II, III, IV
Standar pilihan terapi
1. Tanpa terapi
2. Rituximab dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama
yaitu R-CVP. Pada kondisi dimana Rituximab tidak dapat
diberikan maka kemoterapi kombinasi merupakan pilihan
pertama misalnya : COPP, CHOP dan FND.
TATALAKSANA
Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe
limfoma (jenis histologi), stadium, sifat tumor (indolen/progresif),
usia, dan keadaan umum pasien.
I. LNH INDOLEN (FOLIKULAR)
A. LNH INDOLEN STADIUM I DAN II
Radioterapi memperpanjang disease free survival pada
beberapa pasien. Standar pilihan terapi :
1. Iradiasi
2. Kemoterapi + radiasi
3. Extended (regional) iradiasi
4. Kemoterapi (terutama pada stadium ≥2 menurut kriteria
GELF)
3. Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer
4. Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi
kombinasi tidak dapat diberikan/ditoleransi ( (cyclofosfamid,
chlorambucil)
5. Rituximab maintenance dapat dipertimbangkan
6. Kemoterapi intensif ± Total Body irradiation (TBI) diikuti dengan
stem cell resque dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu
7. Raditerapi paliatif, diberikan pada tumor yang besar (bulky)
untuk mengurangi nyeri/obstruksi.
C. LNH INDOLEN RELAPS
Standar pilihan terapi
1. Radiasi paliatif
2. Kemoterapi
3. Transplantasi sumsum tulang
5. Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi
5
II. LNH AGRESIF (DIFFUSE LARGE B CELL LYMPHOMA)
A.
LNH STTADIUM I DAN II
Pada kondisi tumor non bulky (diameter tumor< 10 cm)
dengan kriteria: pasien muda risiko rendah atau rendahmenengah (aaIPI score ≤1) dan risiko tinggi atau menengahtinggi (aaIPI ≥2), bila fasilitas memungkinkan, kemoterapi
KEPUSTAKAAN:
1. Lymphoma Non Hodgkin treatment. National Cancer Institute
(NCI). 2008.
2. PERHOMPEDIN. Panduan Tata Laksana PERHOMPEDIN:
Penatalaksanaan Limfoma Non Hodgkin. November 2010
kombinasi R-CHOP 6-8 siklus merupakan protokol standar
saat ini serta dapat dipertimbangkan pemberian radioterapi
(untuk konsolidasi).
B.
LNH STADIUM I-II (BULKY), III DAN IV
•
Bila memungkinkan, pemberian kemoterpi RCHOP 6-8
siklus ± radioterapi konsolidasi, dipertimbangkan pada
stadium I dan II
•
C.
Uji klinik pada stadium II dan IV
LNH REFRAKTER/RELAPS
•
Pasien LNH refrakter yang gagal mencapai remisi,
dapat diberikan terapi salvage dengan radioterapi jika
area yang terkena tidak ekstensif. Terapi pilihan bila
memungkinakan adalah kemoterapi salvage diikuti
dengan transplantasi sumsum tulang
•
Kemoterapi salvage seperti R-DHAP maupun R-ICE
•
High dose chemotherapy plus radioterapi diikuti
dengan transplantasi sumsum tulang
6
Panduan Nasional Penanganan Kanker
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Limfoma Non-Hodgkin
Versi 1.0 2015
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN)
Panduan Nasional Penanganan Kanker
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Limfoma Non-Hodgkin
Versi 1.0 2015
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN)
Panduan Nasional Penanganan Kanker
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Limfoma Non-Hodgkin
Versi 1.0 2015
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN)
Panduan Nasional Penanganan Kanker
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Limfoma Non-Hodgkin
Versi 1.0 2015
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN)
Panduan Nasional Penanganan Kanker
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Limfoma Non-Hodgkin
Versi 1.0 2015
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN)
Panduan Nasional Penanganan Kanker
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Limfoma Non-Hodgkin
Versi 1.0 2015
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN)
Panduan Nasional Penanganan Kanker
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Limfoma Non-Hodgkin
Versi 1.0 2015
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN)
Download