BAB I - Digital Repository - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehadiran kejahatan adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan
bermasyarakat, dimana ada kehidupan sekelompok manusia maka kejahatan akan
berdampingan dengan kebaikan.
Kehadirannya dimulai sejak pertamakali
manusia lahir ke dunia melalui rahim ibu Hawa sampai ke jaman kita sekarang
ini, adalah Qobil pelaku pembunuhan terhadap korban Habil, saudara
kandungnya sendiri, dengan modus mendapatkan istri yang lebih cantik.
Kemudian bersamaan dengan berjalannya waktu semakin tua usia kejahatan
maka ia mengalami berbagai macam perubahan bentuk dan variasi, dari mulai
niat, modus, pelaku dan model penjeraan atau penghukumannya. Berdasarkan
perkembangan zaman maka perkembangan situasi keamanan dan ketertiban di
dalam masyarakat sangat berkaitan dengan perubahan sosial, dimana perubahan
sosial dan pembangunan selain berdampak positif juga dapat berdampak negatif
yang bersifat destruktif. Jadi kejahatan pada umumnya merupakan dampak
negatif dari perubahan sosial yang dapat menimbulkan kerugian bagi
masyarakat. 1
Kejahatan merupakan masalah sosial yang sering muncul dalam suatu
kehidupan suatu masyarakat, atas dasar tersebut Durheim menyatakan bahwa
kejahatan dianggap sebagai suatu gejala yang normal dalam setiap masyarakat
yang bercirikan heterogenitas dalam perkembangan sosial yang selanjutnya
1
Dahniel, Rico Amelda. Perubahan Sosial atau Evaluasi Sosial, UI, Jakarta, 2004, hlm 8.
2
kejahatan dan masyarakat mempunyai hubungan yang kuat dan unik artinya
dimana ada masyarakat disana ada juga ditemukan kejahatan 2. Dimana setiap
kali kejahatan terjadi maka kosekuensinya akan ada penegakan hukum yang
mencakup proses penyelidikan untuk mengetahui apakah benar kejahatan sudah
terjadi, sedangkan para ahli hukum mempunyai pendapat sendiri mengenai arti
penegakan hukum.
Menurut
Jimly
Asshiddiqie,
penegakan
hukum
adalah
proses
dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum
secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam pengertian lain
penegakan hukum merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum,
baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas,
sebagai pedoman perilaku dalam setiap
perbuatan hukum, baik oleh para subyek
1
hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi
diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya
norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. 3
Berdasarkan perkembangan manusia modern yang terus melakukan
perubahan dinamis dalam kehidupannya maka berbagai upaya dilakukan
masyarakat maupun pemerintah untuk mengantisipasi ataupun mencegah
terjadinya kejahatan, salah satunya dengan adanya suatu BUJP (Badan Usaha
Jasa Pengamanan).
2
Dirdjosiswoyo. Heterogenitas Masyarakat dalam Perkembangan Sosial. Sinar Grafika, Jakarta, 1984.
hlm 170.
3
Jimly Ashidiqi, Penegakan Hukum, http://www.solusihukum.com/artikel/artikel49.php
3
Badan usaha jasa pengamanan merupakan perusahaan jasa pengamanan
swasta yang didirikan secara swakarya untuk melayani pengamanan aset materiil
dan non materiil serta kepentingan pelanggan dengan imbalan tertentu, berkaitan
dengan pencegahan dari ancaman kejahatan dan kerugian yang diakibatkan oleh
lemahnya pengawasan. Badan usaha jasa pengamanan dalam konsep private
security industry yang artinya perusahaan swasta, organisasi atau badan yang
menyelenggarakan jasa yang berhubungan dengan keamanan yang sesuai dengan
kebutuhan klien dengan imbalan tertentu.
Masyarakat terutama sekali masyarakat perkotaan yang kegiatan
perekonomiannya semakin maju, padat dan dinamis akibat tuntutan globalisasi,
menjadi semakin individual satu dengan yang lain. Ditengah perkembangan
masyarakat perkotaan yang semakin meningkat maka tindak kejahatan juga
semakin meningkat maka yang namanya privat security juga berkembang yang
dikenal dengan private security professional. Keberadaan badan usaha jasa
pengamanan dianggap sebagai suatu keamanan swakarya di Indonesia yang
ditujukan sebagai tempat yang berguna untuk pencegahan atau pengantisipasian
terhadap tindak kejahatan yang berbentuk pelayanan keamanan privat atau
kegiatan bisnis. 4
Badan usaha jasa pengamanan merupakan bagian dari pengamanan
swakarya yang diselenggarakan oleh masyarakat dari unsur swasta. Dasar
didirikannya badan usaha jasa pengamanan yaitu operasional badan usaha di
bidang jasa pengamanan yang diberikan POLRI berdasarkan Pasal 12 huruf f
4
Gopinant, Michael dan Wilson Lim, Keterkaitan Pengelolaan Keamanan dan Penyebab Kejahatan,
Jurnal Security Vol III No 4 April 2006.
4
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang berbunyi:
“Berwenang memberikan izin operasional melakukan pengawasan terhadap
badan usaha di bidang pengamanan yang kemudian Pasal 12 huruf g UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 memberi petunjuk, mendidik dan melatih aparat
kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarya dalam bidang teknis
kepolisian. Maka penyelenggaraan jasa pengamanan harus dijalankan dengan
baik dalam pengelolaan operasionalnya guna mencegah terjadinya gangguan
keamanan terhadap lingkungan dan kepentingannya. 5
Selain berdasarkan pada kekuatan hukum pada Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian di atas juga berdasarkan Peraturan Kapolri
Nomor
24
Tahun
2007
tentang
Sistem
Pengamanan
Organisasi
Pemerintah/Perusahaan, yang menyebutkan pengelolaan Badan Usaha Jasa
Pengamanan meliputi: usaha jasa konsultasi keamanan (security consultancy),
usaha jasa penerapan peraturan peralatan keamanan (security devices), usaha jasa
pelatihan keamanan (security training), usaha jasa kawal angkut uang dan surat
berharga (valuables security transport), usaha jasa penyediaan tenaga
pengamanan (guard service) dan penyediaan swasta untuk keamanan.
Berdasarkan hal di atas badan usaha jasa pengamanan telah mendapat
pengukuhan formal sebagai pihak yang membantu POLRI dalam mengemban
fungsi kepolisian terbatas yang bertujuan untuk memelihara keamanan dan
5
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
5
ketertiban masyarakat dalam ruang lingkup pengantisipasian atau pencegahan
terhadap tindak kejahatan terbatas kepentingannya. 6
Paradigma
penanggulangan
kejahatan
dengan
mengedepankan
penindakan represif yaitu penghukuman sudah mulai ditinggalkan, alih-alih
menurunkan tingkat kejahatan, penjara malah menjadi sekolah bagi pelaku
kejahatan untuk menimba ilmu dan mendapatkan relasi partner in crime,
kapasitas penjarapun menjadi berlebihan dan menimbulkan problem baru bagi
pemerintah. Belum lagi menumpuknya kasus-kasus kejahatan baik di tingkat
penyidikan kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan. Indonesia sendiri sudah
menganut pola pengayoman dan pembinaan melalui lembaga pemasyarakatan
dengan harapan pelaku kejahatan dapat diterima kembali di masyarakat, restituo
in integrum.
Menurut Soerjono Soekamto inti dan arti penegakan hukum terletak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidahkaidah yang mantap dan mengejawantah sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai-nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan
kedamaian
pergaulan
hidup.
Lebih
lanjut
Soekamto
menyatakan bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti
yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktorfaktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
6
Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang System Pengamanan Organisasi
Pemerintah/Perusahaan.
6
1. Faktor hukumannya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada
undang-undang saja.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 7
Kepolisian sebagai aparat penegak hukum dituntut oleh keadaan masyarakat
yang semakin kompleks untuk mengedepankan paradigma peran aktif
masyarakat dalam penanggulangan tindak kejahatan. Paradigma peran aktif
masyarakat itu diterjemahkan menjadi perpolisian masyarakat atau community
policying yang lebih menekankan pada upaya pencegahan dan pengantisipasian
terhadap tindak kejahatan, sebelum kejahatan terjadi, ketika potensi yang
mengarah ke tindak kejahatan sudah tercium dan sebelum timbul kerugian moril
maupun materiil masyarakat. POLRI jelas mempunyai fungsi preventif atau
pencegahan terhadap kejahatan dan gangguan keamanan, namun karena
keterbatasan dari dalam tubuh kepolisian dan di dorong adanya kesesuaian
dengan amanat undang-undang maka terbukalah peluang bagi masyarakat untuk
secara swakarya melakukan pencegahan atau pengantisipasian. Secara umum
yang bertanggungjawab atas usaha pencegahan kejahatan adalah kepolisian.
Keterbatasan jumlah petugas polisi publik dibandingkan jumlah warga
masyarakat yang harus dilayani dan diberikan pengamanan, dikaitkan dengan
keterbatasan kemampuan suatu negara untuk membiayainya merupakan faktor
utama terbentuknya satuan-satuan pengamanan swasta dan masyarakat. Rasio
7
Soerjono Soekamto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali Pers,
2007, hlm 5 dan 8.
7
polisi publik dengan jumlah penduduk yang ideal merujuk UN rasio adalah 1:
400. Sedangkan rasio polisi publik dengan penduduk Indonesia saat ini adalah 1 :
600 lebih. 8
Namun karena keterbatasan personil, sarana dan prasarana yang dimiliki
Polri maka tidak mungkin untuk mencapai tahap ideal dalam pemenuhan sarana
dan prasarana yang berkaitan dengan usaha pencegahan atau pengantisipasian
terhadap tindak kejahatan maka peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan
menjadi hal yang sangat diharapkan.
Dengan keterbatasan jumlah aparat kepolisian dalam menanggulangi
berbagai gangguan kamtibmas, maka upaya penangkalan (pre-emptif) dan
pencegahan (preventif) gangguan kamtibmas dilakukan dengan pemberdayaan
program perpolisian masyarakat dan pengamanan swakarsa (salah satunya yaitu
jasa pengamanan). Jasa pengamanan ini pada dasarnya tidak terlepas dari
konseps pembinaan keamanan dan ketertiban yang memiliki korelasi langsung
terhadap pemberdayaan masyarakat. Masyarakat didorong agar lebih peduli
untuk memelihara kamtibmas dilingkungannya.
Kata dibantu disalahartikan karena jika itu terjadi melemahkan fungsi unsurunsur di atas, hal ini disebabkan karena konsep tersebut bersifat bantuan
fungsional dan tidak bersifat struktur hierarkies dengan kepolisian maka dari itu
keberadaan bentuk-bentuk keamanan swakarya berada setara dengan kepolisian
hal ini dimaksudkan agar pengamanan swakarsa atau badan usaha jasa
8
Surya Dharma, Rycko A. Dahniel, Manajemen Sumberdaya Manusia Sektor Jasa Tenaga Security,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2013 hlm 7
8
pengamanan swata ini diadakan untuk kepentingan perlindungan non publik dari
fungsi kepolisian atau private security. 9
Manajemen security fisik yang ada di suatu badan usaha jasa pengamanan
sudah diterapkan oleh pihak perusahaan, akan tetapi perusahaan masih
mengalami kerugian yang disebabkan adanya pihak internal maupun orang luar
yang melakukan kejahatan. Dimana peneliti menganggap masalah pencegahan
kejahatan ini sangat penting karena sudah banyak kasus yang terjadi.
a.
b.
c.
Perampokan bersenjata api di Jalan Raya Gulon, Muntilan, Magelang,
Selasa (15/9) petang terhadap mobil jasa pengiriman uang milik PT
Kelola Jasa Arta (Kejar) dengan nomor polisi B 8399 MW. Tiga korban
tewas Agus Sutrisno, pegawai PT Kejar dan rekannya Arif Wira Hadi dan
Brigadir Polisi Murdiyono, petugas pengawal dari Brimob Kepolisian
Daerah Yogyakarta. Sebelum terjadinya perampokan, ketiganya baru saja
mengambil uang dari Bank Danamon Kota Magelang dan Muntilan. 10
Perampokan terhadap sebuah mobil yang bertugas mengirimkan uang di
Nganjuk Jawa Timur kendaraan pengangkut uang dari Bank BRI Ngawi
ke Bank BRI Nganjuk yang mengakibatkan supir tewas dan 2 pengawal
menjadi korban dengan luka berat. 11
Perampokan terhadap sebuah mobil milik bank BNI di Medan yang
sedang melakukan pengiriman uang dari bank BNI Cabang Kota Medan
ke Bank BNI Cabang Binjai, tidak ada korban jiwa akan tetapi bank
tersebut menderita kerugian materil mencapai 3 milyar rupiah. 12
Dengan banyak modus perampokan yang telah peneliti uraikan di
atas maka peneliti akan melakukan penelitian dengan permasalahan
bagaimana badan usaha jasa pengamanan mencegah terhadap tindak pidana
pencurian dengan kekerasan saat melakukan pengelolaan dan mengiriman
uang tunai.
9
Dermawan, Moh. Kemal. Strategi Pencegahan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994,
hlm 23.
10
Tiga Orang Tewas Ditembak Perampok, dalam http://news.liputan6.com, diakses 15 Maret 2014
11
Siswoyo, Tindak Kejahatan Mengancam Seluruh Wilayah Indonesia, dalam http://www.sergap.com,
diakses 15 Maret 2014
12
Purnama, Perampokan Uang terjadi di Medan, dalam http://www.kompas.com, diakses 15 Maret
2014.
9
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola pencegahan terhadap tindak pidana pencurian dengan
kekerasan
yang dilakukan oleh badan usaha jasa pengamanan saat
melakukan pengiriman uang tunai ?
2. Apa saja yang menjadi kendala/hambatan dalam proses pencegahan
terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan saat melakukan
pengelolaan dan pengiriman uang tunai?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pola pencegahan terhadap tindak pidana
pencurian dengan kekerasan
yang dilakukan oleh badan usaha jasa
pengamanan saat melakukan pengiriman uang tunai.
2. Untuk mengetahui kendala/hambatan dalam proses pencegahan terhadap
tindak pidana pencurian dengan kekerasan saat melakukan pengelolaan
dan pengiriman uang tunai.
D. Kerangka Teori
1. Pengertian Pencegahan Kejahatan
Konsep pencegahan kejahatan (crime prevention) adalah proses
antisipasi, identifikasi dan estimasi resiko akan terjadinya kejahatan dan
melakukan inisiasi atau sejumlah tindakan untuk menghilangkan atau
mengurangi kejahatan. Menurut Robetr L Block menyatakan bahwa
10
kejahatan adalah masalah sosial, maka usaha pencegahan kejahatan yang
merupakan usaha yang melibatkan berbagai pihak.
Untuk
menanggulangi
kebijakan
13
kriminal
terkait
dengan
pencurian atau perampokan pada saat pengiriman atau pengamanan uang
maka diperlukan kebijakan kriminal. Menurut Hoefnagels, sebagaimana
dikutip Barda Nawawi Arief, upaya penanggulangan kejahatan dapat
ditempuh dengan:
1. Criminal law application;
2. Prevention without punishment; dan
3. Influencing views of society on crime and punishment/mass media. 14
Dari pendapat Hoefnagels tersebut di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa kebijakan kriminal secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Pada butir 1 merupakan kebijakan kriminal dengan menggunakan
sarana hukum pidana (penal policy); dan
2. Pada butir 2 dan 3 kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana
di luar hukum pidana (nonpenal policy).
Kedua sarana (penal dan nonpenal) tersebut di atas merupakan
suatu pasangan yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, bahkan
dapat
dikatakan
keduanya
saling
melengkapi
dalam
usaha
penanggulangan kejahatan di masyarakat. 15
13
O’block L, Robert. Security and Crime Prevention. CV. Mosby Company, St. Louis, 1981. hlm 1-3
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996,
hlm. 48.
15
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas
14
11
2. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana yang digunakan di negara Indonesia
merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaar feit, yang
sebenarnya merupakan istilah resmi dalam wet boek van straaf recht atau
Kitab Undang-Undang Hukum pidana atau juga dikenal dengan istilah
Delict. Menurut Simons “Strafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang
diancam dengan pidana, yang sifat melawan hukum, yang berhubungan
dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu
bertanggungjawab”. 16 Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang oleh
aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang
siapa yang melanggar larangan tersebut. 17 Menurut Wirjono Prodjodikoro
“tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan
hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan sebagai subjek tindak
pidana”. 18
VOS mengemukakan bahwa delict sebagai “Tatbestandmassigheit” dan
delict sebagai “Wasenschau”. Makna “tatbestandmassigheit” merupakan
kelakuan lukisan ketentuan yang dirumuskan dalam undang-undang yang
bersangkutan, maka di situ telah ada delict. Sedangkan makna
“wasenschau” merupakan kelakuan yang mencocoki ketentuan yang
dirumuskan dalam undang-undang yang bersangkutan, sehingga suatu
kelakuan itu disebut sebagai delict jika suatu kelakuan itu ‘den wasen
nach” yaitu menurut sifatnya telah cocok dengan makna dari ketentuan
yang dirumuskan dalam undang-undang yang bersangkutan. 19
Diponegoro, 1995, hlm. vii.
16
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Reneka Cipta, Jakarta, 1993, hlm. 56.
17
Bambang Purnomo, Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia, Amarta,Yogyakarta, 1984, hlm.
131.
18
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, hlm. 55.
19
Bambang Purnomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hlm. 90.
12
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, yang dikeluarkan oleh
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
memberikan
pengertian
mengenai istilah delik atau tindak pidana yaitu perbuatan yang dapat
dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undangundang tindak pidana. 20
Van Hamel mengemukakan bahwa “delik adalah suatu serangan atau suatu
ancaman terhadap hak-hak orang lain. Simon mengemukakan bahwa suatu
tindakan melanggar hukum yang telah dapat dipertanggungjawabkan atas
tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu
perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum.” 21
Pompe mengemukakan bahwa delik menurut teori adalah suatu
pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar
dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan
menyelamatkan kesejahteraan umum. Menurut Hukum Positip delik adalah
suatu kejadian (feit) yang oleh peraturan perundang-undang dirumuskan
sebagai perbuatan yang dapat dihukum. 22
Dalam menentukan suatu perbuatan itu termasuk dalam kategori
tindak pidana atau bukan, harus ada dasarnya yaitu yang dikenal dengan asas
legalitas (principle of legality). Asas legalitas dalam hukum pidana terdapat
dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi “tidak ada perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana, jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam
perundang-undangan. 23 Asas legalitas itu dalam bahasa latinnya disebut
sebagai Nullum delictum noella poena sine pravia lege poenalle. 24
20
Laden Marpaung, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik), Sinar Grafika, Jakarta,
1991, hlm. 3
21
Ibid., hlm. 4
22
Bambang Purnomo, Op. Cit., hlm. 91.
23
Hartono Hadisoeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993,
hlm. 145.
24
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1991,
hlm. 77.
13
Dalam hukum pidana dikatakan bahwa, kelakuan atau tingkah laku itu
ada yang positif dan ada yang negatif, yang dimaksud dari kelakuan yang
positif adalah terdakwa berbuat sesuatu, dan yang dimaksud dengan kelakuan
yang negatif adalah dia tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dilakukan.25
Menurut pendapat dari Pompe, menyatakan bahwa kelakuan itu dapat
ditentukan oleh 3 (tiga) syarat:
a.
Suatu kejadian yang dilakukan oleh orang.
b.
Kejadian yang nampak dari luar.
c.
Kejadian yang diarahkan kepada tujuan menjadi objek hukum. 26
Tindak pidana adalah perbuatan atau tindakan yang melanggar aturan-
aturan hukum. Di masyarakat aturan-aturan hukum itu ada 2 (dua) macam,
yaitu aturan hukum yang tertulis dan aturan hukum yang tidak tertulis atau
disebut sebagai norma-norma. Norma-norma yang ada di masyarakat ada
beberapa macam, yaitu norma hukum, norma agama, norma kebiasaan, norma
kesusilaan dan ada norma yang berasal dari hukum adat. Norma hukum adalah
segala peraturan yang hidup dalam masyarakat dan dipaksakan kepada orangorang untuk menjalankannya yang berwenang (dalam hal ini adalah
Pemerintah), sedangkan yang dimaksud dengan norma agama, kebiasaan,
kesusilaan dan yang berasal dari hukum adat adalah aturan-aturan yang hidup
dalam masyarakat, dihormati dan dijunjung tinggi oleh warganya dan
dijalankan secara sukarela, kalau dilanggar akan mendapat sanksi yang berupa
tidak disukai oleh masyarakat atau disisihkan dari kehidupan masyarakat yang
25
26
Ibid., hlm. 83
Ibid., hlm. 18
14
bersangkutan (celaan). 27 Norma-norma yang hidup di masyarakat tersebut
dijunjung dan dihormatinya oleh masyarakat, dikarenakan masyarakat sangat
mendambakan kehidupan yang rukun dan damai. 28
Untuk dapat mengetahui apakah suatu perbuatan itu merupakan suatu
tindak pidana, maka suatu perbuatan tersebut harus memenuhi syarat-syarat
sebagai suatu perbuatan pidana, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
Kelakuan dan akibat (perbuatan).
Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan.
Keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
Unsur melawan hukum yang objektif.
Unsur melawan hukum yang subjektif. 29
Menurut Simon bahwa suatu perbuatan itu dapat dikatakan sebagai
perbuatan atau tindak pidana jika suatu perbuatan tersebut memenuhi unsurunsur tindak pidana, yaitu:
a) Suatu perbuatan manusia.
b) Perbuatan itu dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang.
c) Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggung
jawabkan. 30
2. Pengertian Tindak Pidana Pencurian
Tindak pidana pencurian pertama yang diatur dalam KUHP di dalam
Buku II KUHP adalah tindak pidana dalam bentuk pokok-pokok yang memuat
27
Nanik Widiyati dan Panji Anoraga, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya, Pradya
Pratama, Jakarta, 1987, hlm. 21.
28
Ibid., hlm. 22.
29
Moeljatno,op.cit, hlm.63
30
Laden Marpaung , op.cit, hlm. 63
15
semua unsur dari tindak pidana pencurian Pasal 362 s.d. Pasal 367, meliputi
beberapa jenis tindak pidana pencurian sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
Pencurian biasa Pasal 362;
Pencurian dengan pemberatan atau pencurian dengan kualifikasi Pasal 363;
Pencurian ringan Pasal 364;
Pencurian dengan pemberatan Pasal 365;
Pencurian dalam keluarga Pasal 367. 31
Rumusan tersebut adalah jenis-jenis tindak pidana pencurian dalam
bentuk pokok adalah tindak pidana pencurian biasa Pasal 362 KUHP.
Sedangkan tindak pidana pencurian yang lainnya merupakan pencurian biasa
yang disertai dengan keadaan-keadaan khusus.
3. Badan Usaha Jasa Pengamanan
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/28/PBI/2006
tentang Kegiatan Usaha Pengiriman Uang dinyatakan bahwa:
(1) Pihak yang dapat melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang terdiri dari:
a. Perorangan Warga Negara Indonesia;
b. Badan usaha yang berbadan hukum, yang didirikan oleh Warga Negara
Indonesia, Badan Hukum Indonesia, Warga Negara Asing dan/atau Badan
Hukum Asing; dan/atau
c. Badan usaha yang tidak berbadan hukum, yang didirikan berdasarkan
hukum Indonesia, dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan
usaha lainnya.
(2) Pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dapat
melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang jika:
a. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar atau
persetujuan/izin yang diberikan oleh instansi yang berwenang dapat
melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang; dan
b. Tidak dilarang melakukan kegiatan usaha Pengiriman Uang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang mengatur badan usaha tersebut.
31
Soesilo, R., 1988. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia, Bogor., hlm 249-255.
16
Pasal 1 ayat (8) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan Dan/Atau
Instansi/ Lembaga Pemerintah dinyatakan bahwa Badan Usaha Jasa Pengamanan
adalah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang
penyediaan tenaga pengamanan, pelatihan keamanan, kawal angkut uang/barang
berharga, konsultasi keamanan, penerapan peralatan keamanan, dan penyediaan
satwa untuk pengamanan
Sistem Manajemen Pengamanan yang selanjutnya disingkat SMP adalah
bagian dari manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan pengamanan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan usaha guna mewujudkan lingkungan yang aman,
efisien dan produktif.
Satuan Pengamanan yang selanjutnya disingkat Satpam adalah satuan atau
kelompok petugas yang dibentuk oleh instansi/badan usaha untuk melaksanakan
pengamanan dalam rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan
kerjanya.
Pasal 6 ayat (1) Perkapolri Nomor 24 Tahun 2007 dinyatakan bahwa
tugas pokok Satpam adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban di
lingkungan/tempat kerjanya yang meliputi aspek pengamanan fisik, personel,
informasi dan pengamanan teknis lainnya. Fungsi Satpam adalah melindungi dan
17
mengayomi lingkungan/tempat kerjanya dari setiap gangguan keamanan, serta
menegakkan peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungan kerjanya.
Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengemban fungsi kepolisian
terbatas, Satpam berperan sebagai:
a. Unsur pembantu pimpinan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/ lembaga
pemerintah, pengguna Satpam di bidang pembinaan keamanan dan ketertiban
lingkungan/tempat kerjanya;
b. Unsur pembantu Polri dalam pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan peraturan perundang-undangan serta menumbuhkan kesadaran
dan kewaspadaan keamanan (security mindedness dan security awareness) di
lingkungan/tempat kerjanya.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif atau penelitian
hukum kepustakaan. Penelitian normatif adalah penelitian hukum yang
meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang
dimaksud
adalah
mengenai
asas-asas,
norma,
kaidah
dari
peraturan
perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). 32
2. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di wilayah Hukum DI Yogyakarta
32
Mukhti Fajar, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, Yogyakarta, Fakultas Hukum
Muhammadiyah Yogyakarta, 2007, hlm. 34.
18
3. Narasumber
a. Bapak Supriyanto Staf Brimob Polda DIY
b. Bapak Petrus Edi Purnomo selaku Supervisor PT G4S (Group 4 Securicor)
Area Yogyakarta.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari:
1. Bahan hukum primer, berupa Peraturan Perundang-undangan yang terdiri
dari:
a) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
b) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Acara
Pidana.
c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
d. Peraturan Kapolri Nomor 24 Tahun 2007 tentang Sistem Pengamanan
Organisasi Pemerintah/Perusahaan
e. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/28/PBI/2006 tentang Kegiatan
Usaha Pengiriman Uang
2. Bahan hukum sekunder
Berupa buku-buku hukum, hasil penelitian, dokumen-dokumen,
makalah-makalah, putusan pengadilan, artikel-artikel, media massa, dan
website yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.
19
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Yakni melakukan penelitian yang dilakukan dengan mengkaji pada
pustaka, Perundang-undangan, buku hukum dan literatur pendukung yang
berkaitan dengan materi penelitian serta pengumpulan data dari dokumendokumen yang ada dan berkaitan dengan obyek penelitian.
b. Wawancara
Yakni dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber baik secara bebas
maupun terpimpin.
6. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah secara kualitatif yaitu proses
pengolahan data dapat meliputi kegiatan editing, coding dan penyajian dalam
bentuk narasi serta data yang diperoleh di analisis melalui kegiatan
menguraikan, membahas, menafsirkan temuan-temuan penelitian dengan
perspektif atau sudut pandang tertentu yang disajikan dalam bentuk narasi.
Kegiatan analisis ini merupakan proses untuk merumuskan kesimpulan atau
generalisasi dari pertanyaan penelitian yang diajukan.
20
F. Sistematika Penulisan
BAB I
Pendahuluan, berisi tentang latar, latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika
penulisan
BAB II Tinjauan tentang tindak pidana pencurian, tinjauan umum tindak pidana
pencurian, unsur-unsur tindak pidana pencurian, upaya penanggulangan
tindak pidana pencurian.
BAB
III Tinjauan tentang Badan usaha Jasa Pengamanan, menguraikan tentang
pengertian badan usaha jasa pengamanan, pengaturan tentang badan
usaha jasa pengamanan, macam-macam pelayanan badan usaha jasa
pengamanan, metode kerja jasa pengamanan, prosedur ketika ada tindak
kejahatan.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan yang berisi tentang pola pencegahan
terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan oleh badan usaha
jasa pengamanan dalam melakukan pengiriman uang dan hambatan
dalam proses pencegahan terhadap tindak pidana pencurian dengan
kekerasan saat melakukan pengelolaan dan pengiriman uang tunai
BAB V Penutup, berisi tentang Kesimpulan dan saran
Download