BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia merupakan cabang dari ilmu
manajemen yang mengkhususkan perhatiannya pada bidang yang berhubungan
dengan tenaga kerja manusia. Manajemen sumber daya manusia adalah suatu
proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai,
buruh, manajer, dan tenaga kerja yang lainnya untuk dapat menunjang aktivitas
organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan
(Hilda:2012). Adapun menurut Marwansyah (2010:3) manajemen sumber daya
manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam
organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya
manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia,
perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan,
keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial.
2.1.2 Pengertian Kinerja
Menurut Sedarmayanti (2011:260) mengungkapkan bahwa kinerja
merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja,
sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil
kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur
(dibandingkan dengan standart yang telah ditentukan).
Indikator Kinerja
Mangkunegara (2009:75) mengemukakan bahwa indikator kinerja yaitu :
1. Kualitas
Kualitas kerja adalah seberapa baik seseorang karyawan mengerjakan apa
yang seharusnya dikerjakan.
2. Kuantitas
Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu
harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap
pegawai itu masing-masing.
3. Pelaksanaan Tugas
Pelaksanaan tugas adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan
pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.
4. Tanggung Jawab
Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban
karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan.
Menurut Supardi (1999) (dalam Ginting, 2012), indikator penilaian kinerja
ada tujuh poin, yaitu
1. Kualitas kerja: Kualitas kerja meliputi akurasi ke-telitian, kerapian,
melaksanakan pekerjaan, memper-gunakan dan memelihara alat kerja,
keterampilan dan kecakapan melaksanakan tugas.
2. Kuantitas Kerja: Kuantitas kerja meliputi keluaran dan target dari pekerjaan.
3. Pengetahuan:
Pengetahuan
adalah
kemam-puan
seorang
karyawan
sehubungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan tugas dan prosedur
kerja, penggunaan alat-alat kerja maupun kemampuan teknis atau pekerjaan.
4. Penyesuaian pekerjaan: Penyesuaian pekerjaan ditinjau dari kemampuan
karyawan dalam melaksanakan tugasnya di luar pekerjaan maupun adanya
tugas baru serta kecepatannya berpikir dan bertindak dalam bekerja.
5. Keandalan: Keandalan adalah kemampuan karyawan dalam melaksanakan
tugas, misalnya saat melaksanakan prosedur, peraturan kerja, inisiatif,
kedisiplinan, dan lain-lain.
6. Hubungan kerja: Hubungan kerja dapat dilihat dari sikap karyawan terhadap
lainnya, sikap karyawan terhadap aturan, dan kesedian dalam menerima
perubahan-perubahan kerja.
7. Keselamatan kerja: Keselamatan kerja menyangkut bagaimana perhatian
karyawan pada keselamatan kerja.
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan faktor kunci dalam mengembangkan potensi
karyawan secara efektif dan efisien karena adanya kebijakan yang lebih baik atas
sumber daya manusia yang ada di dalam suatu Perusahaan. Penilaian kinerja
individu sangat bermanfaat bagi pertumbuhan organisasi secara keseluruhan.
Menurut Sedarmayanti (2011:261), mengemukakan bahwa penilaian kinerja
adalah sistem formal untuk memeriksa/mengkaji dan mengevaluasi secara berkala
kinerja seseorang.
Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Sedarmayanti (2011:262) menjelaskan bahwa tujuan penilaian
kinerja adalah
1.
Meningkatkan kinerja karyawan dengan cara membantu mereka agar
menyadari dan menggunakan seluruh potensi mereka dalam mewujudkan
tujuan organisasi
2.
Memberikan informasi kepada karyawan dan pimpinana sebagai dasar untuk
mengambil keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan.
2.1.3
Pengertian Motivasi
Motivasi didefinisikan oleh Stanford (dalam Mangkunegara, 2009:93)
bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu
tujuan tertentu. Menurut Hariandja (2009:320) berpendapat bahwa motivasi
adalah sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau
keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam
bentuk usaha keras atau lemah. Menurut Robbins dan Judge (2009:209) motivasi
sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu
untuk mencapai tujuannya.
Jenis-Jenis Motivasi
Menurut Sukmadinata (2009:63) motivasi berdasarkan sifatnya dapat
dibedakan atas tiga macam yaitu:
1. Motivasi takut atau fear motivation, individu melakukan sesuatu karena
2. Motivasi intensif atau intensive motivation, individu melakukan perbuatan
untuk mendapat suatu insentif.
3. Sikap atau attitude motivation atau self motivation. Motivasi ini lebih
bersifat instrinsik, muncul dari dalam individu, berbeda dari motivasi
sebelumnya yang bersifat ekstrinsik dan datang dari luar diri.
Teori-teori Motivasi
Teori-teori motivasi ini dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan
untuk dapat menggerakkan, mendorong dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepada para karyawan. Berikut ini akan dijelaskan beberapa teori
motivasi yang akan dikemukakan oleh benerapa ahli adalah
1. Teori Motivasi Abraham maslow
Teori motivasi Maslow dinamakan A Theory of human Motivation atau
teori hierarki kebutuhan maslow. Abraham Maslow dalam Suwanto (2011:176)
menyatakan bahwa : “kebutuhan yang diinginkan seseorang berjenjang, artinya
jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi kebutuhan yang kedua akan muncul
menjadi yang pertama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi,
muncul kebutuhan ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima.
Hasibuan (2011:154) menemukakan jenjang/hierarki kebutuhan menurut
Abraham Maslow, yakni:
a. Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis)
Kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk dalam
kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara dan
lain sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang
seseorang berperilaku atau bekerja dengan giat.
b. Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan)
Kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari
ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.
c. Affiliantion or Acceptance Needs (kebutuhan sosial)
Kebutuhan sosial, teman, afisilasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta
diterima
dalam
pergaulan
kelompok
pekerja
dan
masyarakat
lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak akan mau hidup
menyendiri seorang diri di tempat terpencil. Ia selalu membutuhkan
kehidupan berkelompok.
d. Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise)
Kebutuhan akan penghargaan diri dan pergaulan serta penghargaan
prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise
timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan
tetapi, perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam
organisasi, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status
dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu
e. Self Actualization (aktualisasi diri)
Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan,
ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang
sangat memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap
potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai
kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainnya.
Pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan
dengan menyelenggarai pendidikan dan pelatihan.
Dari kesimpulan di atas dapat disimpulkan, sangat penting untuk
memuaskan kebutuhan manusia, ini terlihat jelas pada perusahaan modern yang
selalu memperhatikan kebutuhan karyawannya.
2. Teori motivasi prestasi dari Mc Clelland
Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement
Motivation theory atau teori Motivasi Prestasi Mc Clelland. Menurut Mc Clelland
yang dikutip oleh hasibuan (2011) teori ini berpendapat bahwa karyawan
mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan
digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi
serta peluang yang tersedia.
Menurut Mc Clelland yang dikutip oleh Hasibuan (2011:162) hal-hal yang
memotivasi seseorang yaitu:
a. Kebutuhan akan prestasi (needs for ac hievement = n Ach)
Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja
seseorang.
Karena
itu.
N
Ach
mendorong
seseorang
untuk
mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan
serta energi yang dimiliki demi mencapai prestasi kerja yang
maksimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan
kemungkinan untuk itu diberikan kesempatan. Seseorang menyadari
bahwa mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh
pendapatan yang besar.
Dengan pendapatan yang besar akhirnya
memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Kebutuhan akan afiliasi (needs for affiliation = n Af)
Merupakan daya tarik penggerak yang memotivasi semangat bekerja
seseorang. Seseorang karena kebutuhan n Af akan memotivasi dan
mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya.
c. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power = n Pow)
Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat karyawan. N
Pow akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta
mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau
kedudukan yang terbaik.
Indikator – indikator motivasi
Menurut Suwanto (2011:177), bahwa motivasi kerja karyawan dipengaruhi
oleh kebutuhan fisik, kebutuhan akan keamanan, keselamatan, kebutuhan sosial,
kebutuhan akan penghargaan diri dan kebutuhan perwujudan diri. Kemudian dari
faktor tersebut diturunkan menjadi indikator – indikator untuk mengetahui tingkat
motivasi kerja karyawan, yaitu
1. Kebutuhan fisik, ditujukan dengan kebutuhan untuk makan, minum,
perlindungan fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan
tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan paling dasar.
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman
bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup, tidak dalam arti fisik semata,
akan tetapi juga mental, psikologi dan intelektual.
3. Kebutuhan sosial, yakni kebutuhan untuk merasa memiliki yaitu
kebutuhan untuk diterima dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan
kebutuhan untuuk dicintai serta mencintai
4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai
oleh orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan
kemampuan, skill, potensi, kebutuhan untuk berpendapat, dengan
menggunakan ide – ide, memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.
2.1.4
Pengertian Komitmen Organisasional
Menurut Gibson (2009:315) komitmen terhadap organisasi melibatkan tiga
sikap yaitu
a) Identifikasi dengan tujuan organisasi
b) Perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi
c) Perasaan loyalitaas terhadap organisasi
Sehingga dimaknai bahwa komitmen organisasi merupakan suatu bentuk
identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap
organisasi (Gibson, 2009:315). Menurut Lee dan Marthur dalam Gunawan (2012),
karyawan dengan komitmen organisasional yang tinggi memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Bangga terhadap perusahaan.
2. Merasa memiliki prospek bersama dengan perusahaan.
3. Menganggap perusahaan adalah tempat terbaik untuk bekerja.
4. Mau berkorban demi kebaikan perusahaan.
Menurut Luthans (2009:249) bahwa komitmen organisasi merupakan:
1) Keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dalam satu kelompok
2) Kemauan usaha yang tinggi untuk organisasi
3) Suatu keyakinan tertentu dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuantujuan organisasi.
4) Komitmen juga dapat diartikan keinginan yang abadi untuk memelihara
pengaruh yang bernilai.
Meyer dan Allen dalam Luthans (2009:250) mengemukakan tiga dimensi
komitmen organisasi yaitu:
a. Komitmen Afektif adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi,
dan keterlibatan dalam organisasi
b. Komitmen Kelanjutan adalah komitmen berdasarkan kerugian yang
berpengaruh dengan keluarnya karyawan dari organisasi.
c. Komimen Normatif adalah perasan wajib untuk tetap berada dalam
organisasi, karena memang harus begitu, tindakan tersebut merupakan hal
benar yang harus dilakukan.
Tiga komponen utama mengenai komitmen organisasi (Ikhsan,2010:55)
yaitu:
1. Affective commitmen (komitmen afektif), terjadi apabila pegawai ingin
menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional atau
psikologis terhadap organisasi.
2. Continuance commitmen (komitmen berkelanjutan) muncul apabila
pegawai tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji
dan keuntungan – keuntungan lain, atau pegawai tersebut tidak
menemukan pekerjaan lain. Dengan kata lain, pegawai tersebut tinggal di
organisasi tersebut karena dia membutuhkan organisasi tersebut.
3. Normative commitmen (komitmen normatif) timbul dari nilai-nilai diri
pegawai. Pegawai bertahan manjadi anggota suatu organisasi karena
mamiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi tersebut
merupakan hal memang harus dilakukan. Jadi, pegawai tersebut tinggal di
organisasi itu karena ia merasa berkewajiban untuk itu.
Indikator – indikator Komitmen Organisasional
Porter et al. (1974) (dalam Amin et al, 2013) mengemukakan mengenai
indikator dari komitmen organisasional. Indikator tersebut ada tiga, yaitu
1. A strong belief in and acceptance of the organization’s goals and values
(Acceptance). Penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi, artinya adalah
ada kesesuaian antara nilai yang dianut oleh karyawan dengan organisasi.
Apabila karyawan merasakan tujuan organisasi dapat memenuhi ke-
inginannya, maka karyawan akan memberikan sepenuhnya komitmen
terhadap organisasi.
2. A willingness to exert considerable effort on behalf of the organization
(Willingness). Berkaitan dengan kesediaan untuk berusaha sungguh - sungguh
atas nama organisasi artinya adalah karyawan dapat merasa bertanggung
jawab untuk membangun organisasi dan merasa senang dengan organisasi.
3. A strong desire to maintain membership in the organization (Maintain).
Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi atau
menjadi bagian dari organisasi, artinya adalah karyawan bersedia terlibat
dalam organisasi dan memperkokoh kedudukannya supaya merasakan dirinya
diperlukan dan dihargai. Hal ini akan memberikan komitmen kerja yang
tinggi dalam diri karyawan.
2.1.5
Pengertian OCB (Organizational Citizenship Behavior)
Huang (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu
1. Berpartisipasi, terikat dan berada dalam suatu organisasi
2. Harus menyelesaikan suatu pekerjaan dan bertindak sesuai dengan prinsipprinsip yang diatur oleh organisasi
3. Melakukan aktivitas yang inovatif dan spontan melebihi persepsi perannya
dalam organisasinya.
Kategori terakhirnya yang sering disebut Organizational Citizenship Behavior
(OCB) atau the extra-role behavior (Huang, 2012).
Shweta dan Srirang (2009) menyatakan bahwa Organization Citizenship
Behavior ditandai dengan usaha dalam bentuk apapun yang dilakukan
berdasarkan kebijaksanaan pegawai yang memberikan manfaat bagi organisasi
tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Kumar et al. (2009) menyatakan bahwa Organizational Citizenship
Behaviour merupakan:
1) Perilaku bebas pekerja yang tidak diharapkan maupun diperlukan, oleh
karena itu organisasi tidak dapat memberikan penghargaan atas
munculnya perilaku tersebut ataupun memberikan hukuman atas
ketiadaan perilaku tersebut,
2) Perilaku individu yang memberikan manfaat bagi organisasi akan tetapi
tidak secara langsung maupun eksplisit diakui dalam sistem
penghargaan formal organisasi,
3) Perilaku yang bergantung pada setiap individu untuk memunculkan
ataupun menghilangkan perilaku tersebut dalam lingkungan kerja,
4) Perilaku yang berdampak pada terciptanya efektifitas dan efisiensi kerja
tim dan organisasi, sehingga memberikan kontribusi bagi produktifitas
organisasi secara keseluruhan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, Organizational Citizenship
Behavior (OCB) merupakan perilaku kerja karyawan yang melebihi tugas dan
tanggung jawabnya yang bermanfaat bagi organisasi yang dilakukan secara
sukarela tanpa adanya paksaan dari siapapun.
Dimensi Organizational Citizenship Behavior
Keuntungan OCB dapat dirasakan oleh organisasi itu sendiri dan para
karyawan yang berada di organisasi tersebut. Chen et al., (dalam Jin-Liang dan
Hai-Zhen, 2012) mengatakan bahwa dimensi OCB terutama altruism,
conscientiousness, dan spotrmanship dapat menurunkan tingkat turnover
karyawan. Dan dua bentuk OCB lainnya courtesy dan civic virtue dapat membuat
karyawan lebih lama berada di dalam pekerjaan, kualitas yang tinggi dalam
perusahaan, dan membantu kesuksesan perusahaan.
Dalam penelitian ini, komponen Organizational Citizenship Behaviour
yang digunakan merupakan komponen yang dikemukakan oleh Konovsky dan
Organ (1996); Jahangir et al. (2004); Organ et al. (2006:22); Dipaola dan Neves
(2009); Ahmed et al. (2012), Chiang dan Hsieh (2012), yaitu: a) Altruism, b)
Courtesy, c) Sportsmanship, d) Conscientiousness, dan e) Civic Virtue.
1. Altruism
Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami
kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi, baik mengenai tugas dalam
organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah
kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang
ditanggungnya.
2. Conscientiousness
Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi dari apa yang
diharapkan perusahaan. Perilaku ini merupakan tindakan sukarela yang
bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan.
3. Sportmanship
Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal
dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan – keberatan. Seseorang
yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam spotmanship akan
meningkatkan iklim yang positif diantara karyawan, karyawan akan lebih
sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan
lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.
4. Courtesy
Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari
masalah – masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini
adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain.
5. Civic Virtue
Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan
organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif
untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur – prosedur
organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber – sumber yang
dimiliki oleh organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab
yang diberikan organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas
bidang pekerjaan yang ditekuni.
2.1.6
Pengertian Disiplin Kerja
Menurut Handoko (2010) disiplin adalah kegiatan manajemen untuk
menjalankan
standar-standar
organisasional.
Menurut
Malayu
Hasibuan
(2010:193) disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati
semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku.
Macam-macam kedisiplinan
Menurut Mangkunegara (2011:129) ada dua bentuk kedisiplinan, yaitu:
1) Disiplin Preventif
Adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai mengikuti dan
mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh
perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan karyawan
berdisiplin.
2) Disiplin Korektif
Adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam menyatukan suatu
peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan
pedoman yang berlaku pada perusahaan. Pada disiplin korelatif,pegawai
yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki pegawai
pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan pelajaran
kepada pelanggar.
Pendekatan kedisiplinan
Menurut Mangkunegara (2009:130-131) menyebutkan tiga pendekatan
kedisiplinan, yaitu:
a. Pendekatan Disiplin Modern
Yaitu mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru diluar
hukuman, menghindarkan secara fisik dan memperbaiki semua keputusabn
tentang pelanggaran kedisiplinan, dengan mengadakan proses penyuluhan
dengan fakta-faktanya, dan memperbaiki keputusan yang berat sebelah
pihak.
b. Pendekatan Disiplin Tradisi
Yaitu pendekatabn disiplin dengan cara memberikan hukuman, yaitu
menegakkan kedisiplinan dilakukan oleh atasan terhadap bawahannya
langsung yang melanggar dan menghukumnya sesuai dengan tingkat
kesalahannya. Dan bagi karyawan yang melakukan kesalahan yang ke dua
kalinya maka hukuman akan diberikan ddengan seberat-beratnya.
c. Pendekatan Disiplin Bertujuan
Yaitu pemahaman tentang bagaimana semua karyawan mengerti dan
mengetahui tentang kedisiplinan dan memperbaiki perilakunya untuk
berdisiplin dan mau bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
Tujuan disiplin kerja
Tujuan disiplin kerja menurut Sutisno (2009:126) mengemukakan bahwa
tujuan disiplin kerja adalah sebagai berikut:
1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan
2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan untuk
melaksanakan pekerjaan
3. Besarnya rasa tanggung jawab pada karyawan untuk melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya
4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di kalangan
karyawan
5. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja para karyawan.
Berdasarkan tujuan disiplin kerja maka disiplin kerja pegawai harus ditegakkan
dalam suatu organisasi.
Indikator – indikator Disiplin Kerja
Hasibuan (2009:194) mengemukakan bahwa kedisiplinan diartikan jika
pegawai selalu datang dan pulang tepat waktunya, mengerjakan pekerjaan dengan
baik, mematuhi semua peraturan organisasi dan norma – norma yang berlaku.
1. Selalu datang dan pulang tepat pada waktunya
Ketepatan pegawai datang dan pulang sesuai dengan aturan dapat dijadikan
ukuran disiplin kerja dengan selalu datang dan pulang tepat dengan
waktunya, atau sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan maka dapat
mengindikasikan baik tidaknya tingkat kedisiplinan dalam organisasi
tersebut.
2. Mengerjakan pekerjaan dengan baik
Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik menjadi salah satu indikator
kedisiplina, dengan hasil pekerjaan yang baik dapat menunjukkan
kedisiplinan pegawai suatu organisasi dalam mengerjakan tugas yang
diberikan
3. Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma – norma yang berlaku.
Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma – norma yang berlaku
merupakan salah satu sikap disiplin pegawai sehingga apabila pegawai
tersebut tidak mematuhi aturan dan melanggar norma – norma yang berlaku
maka itu menunjukkan adanya sikap tidah disiplin.
2.1.7
Hubungan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
Dalam suatu perusahaan atau organisasi ada motivasi yang diberikan
kepada karyawan berupa material, insentif, belum cukup kiranya untuk
mempengaruhi kinerja karyawan. Di lain pihak agar perusahaan dapat terus
berusaha agar kinerja karywan dapat ditingkatkan. Sehubungan dengan hal itu, di
dalam meningkatkan kinerja karyawan atau pun kinerja organisasi seharusnya
mencari jalan keluar berupa penciptaan kondisi-kondisi yang mendorong motivasi
karyawan. Kondisi yang diberikan harus sesuai dengan keahlian dan tingkat
pendidikan yang dimiliki karyawan yaitu yaitu penciptaan kondisi yang berbentuk
insentif non materil seperti pembinaan karir karyawan. Dengan adanya jenjang
karir inilah perusahaan mengaharapkan adanya suatu reaksi karyawannya agar
dapat meningkatkan prestasi kerja dan disiplin yang tinggi sehingga diharapkan
dapat menunjang kinerja karyawan. Menurut Buchari Zainun faktor motivasi
merupakan hal yang perlu dikembangkan pada diri karyawan agar dapat
memperkuat usaha dalam mencapai tujuan yang diharapkan perusahaan. Motivasi
dan kemampuan kerja merupakan syarat pokok yang istimewa bagi manusia yang
berpengaruh terhadap tingkah laku, dan mutu kerja.
2.1.8
Hubungan Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja Karyawan
Konsep tentang komitmen organisasi berkembang pada studi awal
mengenai loyalitas individu yang diharapkan ada pada diri karyawan. Keterikatan
kerja yang sangat erat merupakan suatu kondisi yang dirasakan para karyawan,
sehingga menimbulkan perilaku positif yang kuat terhadap organisasi kerja yang
dimiliki. Menumbuhkan sikap loyal terhadap perusahaan sangat membantu untuk
menumbuhkan komitmen terhadap organisasi perusahaan ditempat bekerja.
Menumbuhkan rasa bangga terhadap perusahaan tempat bekerja, menumbuhkan
rasa memiliki tujuan bersama dengan perusahaan untuk maju, dan juga
menumbuhkan sikap rela berkorban demi kemajuan perusahaan dengan
menganggap perusahaan tempat bekerja adalah tempat yang terbaik untuk
berkarya. Dengan begitu komitmen organisasi dapat mendongkrak kinerja
karyawan untuk berkarya di perusahaan. Sehingga secara tidak langsung
perusahaan yang pada akhirnya juga menikmati kemajuan perusahaannya
2.1.9
Hubungan OCB terhadap Kinerja Karyawan
Dalam kehidupan berorganisasi diperlukan perilaku - perilaku individu
yang bermanfaat bagi organisasi. OCB yang disebut juga sebagai perilaku bebas
sangat efektif untuk kehidupan organisasi. Dengan tingginya OCB dalam suatu
organisasi maka diharapkan bisa meningkatkan performa karyawan dan juga
performa organisasi. Tingginya OCB juga bisa menjadikan kesetiakawanan antar
karyawan didalam organisasi tersebut. Sehingga kesulitan dan masalah yang ada
di organisasi akan terselesaikan dengan baik. Juga dapat menumbuhkan rasa
saling memiliki dan saling menghargai antar karyawan dalam suatu organisasi.
Perilaku OCB sendiri merupakan perilaku yang tumbuh atas kesadaran diri sendiri
untuk kebaikan kehidupan organisasi.
2.1.10 Hubungan Disiplin Kerja dan Kinerja Karyawan
Kehidupan berorganisasi membutuhkan sikap disiplin kerja dari para
karyawan. Dengan meningkatnya rasa disiplin kerja dari karyawan maka tugas tugas yang diemban karyawan itu sendiri akan terselesaikan dengan baik.
Sehingga tujuan dari pencapaian organisasi bisa maksimal dan tercapai deengan
sangat memuaskan. Hal ini juga akan berdampak secara tidak langsung terhadap
karyawan itu sendiri. Tingkat efektif dalam berkerja karyawan dan produktivitas
karyawan akan tinggi yang mana hal ini akan menumbuhkan rasa bangga dan
semangat karyawan dalam bekerja. Disiplin kerja penting untuk ditumbuhkan dan
terus ditingkatkan demi tujuan bersama antara organisasi dan karyawan.
2.1.11 Penelitian Terdahulu
1. Fitrianstuti, (2013) dengan judul Pengaruh Kecerdasan Emosional, Komitmen
Organisasional, dan Organization Citizenship Behavior Terhadap Kinerja
Karyawan, hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan
Multiple Regression Analysis komitmen organisasional memiliki pengaruh
positif signifikan terhadap kinerja karyawan dan OCB mampu meningkatkan
kinerja karyawan. Hasil penelitian ini menunjukkan seluruh variabel
independen berpengaruh signifikan terhadap kinerja, hipotesis 1 didukung (β
= 0,307; p <0,05). Kecerdasan emosional memiliki banyak fungsi de-ngan
mengetahui kapan dan bagaimana mengekspresikan emosi sehingga hal
tersebut dapat menjadi kontrol untuk setiap individu dalam menjalankan
aktivitas dan tuntutan pekerjaan pada organisasi. Pengujian hipotesis kedua
menunjukkan, bahwa komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap
kinerja, hipotesis 2 didukung (β = 0,400; p <0,05). Komitmen organisasional
merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai
kecenderungan karyawan bertahan sebagai anggota organisasi. Hasil
pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa OCB berpengaruh positif
terhadap kinerja, hipotesis 3 didukung (β = 0.220; p <0,05). Aktivitas
menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesain tugas rekan
kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas kinerja rekan
tersebut.
2. Kasim, (2012) dengan judul Pengaruh Motivasi Dan Kemampuan Serta
Komitmen Terhadap Kinerja Pengurus UPK PNPM Mandiri Perdesaan Di
Kabupaten Lumajang, hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
menggunakan uji t dan uji F motivasi dan kemampuan serta komitmen secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengurus UPK PNPM
Mandiri Perdesaan di Kabupaten Lumajang dapat diterima. Sedangkan
berdasarkan hasil Uji Hipotesis 2 atau Uji t, Variabel Motivasi (X1) dan
Variabel Kemampuan (X2) serta Variabel Komitmen (X3) secara parsial
berpengaruh nyata terhadap Kinerja (Y) Pengurus UPK PNPM Mandirir
Perdesaan di Kabupaten Lumajang. Hasil Uji Hipotesis 3 atau variabel yang
dominan, dari hipotesis yang diajukan yaitu variabel motivasi berpengaruh
dominan terhadap kinerja pengurus UPK PNPM Mandiri Perdesaan di
Kabupaten Lumajang dapat diterima.
3. Nimpuno, (2015) dengan judul Pengaruh Disiplin Kerja dan Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan UD. Pustaka Pelajar Yogyakarta,
hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan regresi berganda
disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan di UD. Pustaka
Pelajar Yogyakarta. Hasil penelitian pada taraf signifikansi 5% menunjukkan
bahwa disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan, yang ditunjukkan dari hasil β = 0,464 (**p<0.01; p=0.000),
dengan ΔR2 disiplin kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 0,209)
2.2
Rerangka Pemikiran
Memperhatikan kajian teori seperti di atas, maka pengelolaan kinerja
pegawai merupakan hubungan antara input, proses dan output. Pelaksanaan tugas
karyawan sebagai suatu proses harus sesuai dengan inputnya yaitu tugas dan
wewenang pegawai. Dengan demikian maka output yang akan didapatkan adalah
kinerja pegawai yang dapat dilihat dari penampilan kerja pegawai, sementara itu
dalam penelitian ini akan dilihat pada prosesnya, yaitu pelaksanaan kinerja
pegawai yang dalam kerja
ini dipengaruhi oleh faktor Motivasi, Komitmen
Organisasional, OCB dan Disiplin Kerja.
Motivasi kerja merupakan suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke
arah suatu tujuan tertentu. Motivasi timbul dari diri sendiri maupun dari dorongan
orang lain. Tetapi tujuan yang paling baik adalah dari diri sendiri karena
dilakukan tanpa paksaan dan setiap individu memiliki motivasi yang berbeda
untuk mencapai tujuannya. Tujuan motivasi kerja karyawan dapat dipengaruhi
dengan adanya dorongan seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan
mengerahkan semua kemampuan yang dimiliki demi mencapai prestasi kerja
yang maksimal, dapat mengembangkaan dirinya untuk menyelesaikan tugas –
tugasnya serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan
atau kedudukan yang terbaik.
Komitmen organisasional merupakan bentuk identifikasi, loyalitas dan
keterlibatan
yang
diekspresikan
oleh
karyawan
terhadap
organisasi.
Menumbuhkan sikap loyal terhadap perusahaan sangat membantu untuk
menumbuhkan komitmen terhadap organisasi perusahaan ditempat bekerja.
Menumbuhkan rasa bangga terhadap perusahaan tempat bekerja, menumbuhkan
rasa memiliki tujuan bersama dengan perusahaan untuk maju, dan juga
menumbuhkan sikap rela berkorban demi kemajuan perusahaan dengan
menganggap perusahaan tempat bekerja adalah tempat yang terbaik untuk
berkarya. Dengan begitu komitmen organisasi dapat mendongkrak kinerja
karyawan untuk berkarya di perusahaan.
OCB merupakan perilaku kerja karyawan yang melebihi tugas dan
tanggung jawabnya yang bermanfaat bagi organisasi yang dilakukan secara
sukarela tanpa adanya paksaan dari siapapun. OCB yang disebut juga sebagai
perilaku bebas, sangat efektif untuk kehidupan organisasi. Dengan tingginya OCB
dalam suatu organisasi maka diharapkan bisa meningkatkan performa karyawan
dan juga performa organisasi. Tingginya OCB juga bisa menjadikan
kesetiakawanan antar karyawan didalam organisasi tersebut. Sehingga kesulitan
dan masalah yang ada di organisasi akan terselesaikan dengan baik.
Disiplin merupakan kegiatan manajemen untuk menjalankan standar –
standar organisasional dan karyawan dapat mentaati semua peraturan perusahaan
dan norma-norma yang berlaku. Dengan meningkatnya rasa disiplin kerja dari
karyawan maka tugas - tugas yang diemban karyawan itu sendiri akan
terselesaikan dengan baik. Sehingga tujuan dari pencapaian organisasi bisa
maksimal dan tercapai deengan sangat memuaskan.
Kerangka konsep pada pengelolaan kinerja pegawai dapat digambarkan sebagai
berikut:
Motivasi
(X1)
H1
Komitmen
Organisasional
(X2)
H2
Kinerja Karyawan
(Y)
H3
OCB
(X3)
Disiplin Kerja
(X4)
H4
Gambar 2.1
KERANGKA KONSEP
Keterangan:
Pengaruh Parsial X1, X2, X3 dan X4 terhadap Y
2.3
Perumusan Hipotesis
Dari uraian landasan atau konstruksi teoretisnya maka hipotesis yang
dikemukakan adalah :
1) Motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan bagian call center
pada PT Infomedia Nusantara
2) Komitmen organisasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan
bagian call center pada PT. Infomedia Nusantara.
3) OCB berpengaruh terhadap kinerja karyawan bagian call center pada PT.
Infomedia Nusantara.
4) Disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan bagian call center
pada PT. Infomedia Nusantara.
Download