Teliti Faktor Risiko Dermatofitosis, Natanael Raih Doktor di UGM

advertisement
Teliti Faktor Risiko Dermatofitosis, Natanael Raih Doktor di
UGM
Senin, 01 Februari 2016 WIB, Oleh: gloria
Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang banyak ditemukan di negeri tropis beriklim
panas dan lembab seperti Indonesia. Di Samarinda, Kalimantan Timur, dermatomikosis menduduki
tempat ke-2 dari 10 besar penyakit kulit dan kelamin. Selain itu, dermatofitosis menjadi infeksi
terbanyak yang dapat ditemukan di daerah rural maupun urban, baik di kalangan pekerja industri
tambang batubara, sopir, pelajar, mahasiswa, atau golongan masyarakat lain. Tipe klinis
dermatofitosis yang paling banyak ditemukan adalah tinea kruris yang umumnya diderita oleh lakilaki, dengan penyebab utama adalah Trichophyton rubrum.
“Infeksi T. rubrum merupakan infeksi kronik, sering kambuh, dan sulit disembuhkan,” ujar dr.
Natanael Shem, Dip Derm, DDSc, MSc.Derm., saat mengikuti ujian terbuka program doktor di Fakultas
Kedokteran UGM, Sabtu (30/1). Menurutnya, keadaan tersebut dapat mengganggu kualitas hidup
penderita, membatasi kegiatan untuk mencari nafkah, serta menimbulkan masalah ekonomi yang
berkaitan dengan biaya pengobatan. Infeksi ini pun mudah ditularkan dari orang ke orang.
Penelitian yang dilakukan berbagai peneliti terhadap faktor resiko infeksi ini menunjukkan hasil yang
bervariasi. Beberapa penelitian menghubungkan infeksi kronik T. rubrum dengan golongan darah,
khususnya golongan darah A yang memiliki isoantigen yang mirip dengan glikoprotein yang
ditemukan pada dinding sel T. rubrum. Sementara itu, penelitian lain menyatakan tidak terdapat
hubungan antara golongan darah dan kronisitas infeksi T. rubrum. Studi lain pun menunjukkan
terdapat pengaruh lain, salah satunya aktivitas genetik, yang berhubungan dengan kerentanan untuk
mendapatkan infeksi kronik T. rubrum.
Ketidakjelasan ini melahirkan gagasan bagi dosen Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman ini
untuk mempelajari sistem lain yang mengatur respons imun tubuh terhadap antigen, yakni sistem
Human Leucocyte Antigens (HLA) yang ditemukan dalam darah dan jaringan dengan kajian khusus
pada masyarakat di Samarinda. Sistem HLA sendiri merupakan sistem genetik yang paling polimorfik
jika dibandingkan dengan sistem genetik lain.
Dalam penelitiannya ia menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara polimorfisme HLADR4 dan HLA-DR6 gen pada kromosom 6 dengan kasus sebagai faktor resiko yang meningkatkan
kemungkinan terjadinya dermatofitosis kronik karena T. rubrum. Sementara itu, tidak terdapat
hubungan antara HLA-DR4 dan HLA-DR6 golongan darah ABO dengan kasus sebagai faktor risiko
yang meningkatkan dermatofitosis kronik T. rubrum.
“Hasil penelitian ini akan memberi informasi dan edukasi kepada masyarakat, penderita maupun
keluarga. Dermatofitosis kronik karena T. rubrum berhubungan dengan faktor genetik (polimorfisme
HLA) dan golongan darah tertentu sebagai faktor risiko terjadinya penyakit tersebut agar dapat
dilakukan pencegahan dengan menghindari faktor-faktor pencetus sehingga penyakit ini tidak sering
kambuh,” jelasnya. (Humas UGM/Gloria)
Berita Terkait
●
●
●
●
●
Teliti Gena FTO Penderita DM tipe 2, Pugud Raih Doktor
Teliti Diagnosis Etiologi KNF, Awal Prasetyo Raih Doktor
Raih Doktor Setelah Berhasil Identifikasi Genetik Stroke Iskemik
Dosen Unibraw Raih Doktor Usai Teliti Virus Dengue
Teliti Kadar Cd Darah dalam Prostat, Nendyah Raih Doktor
Download