Anak adalah Anugerah - Beranda • Pelindung Anak

advertisement
UNTUK
Pendamping
Anak
Anak adalah Anugerah:
STOP
Kekerasan terhadap Anak
KOMINFO
Anak adalah Anugerah:
Stop
Kekerasan Terhadap Anak
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIK
DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PENYEDIAAN INFORMASI
BUKU
Anak adalah Anugerah:
Stop Kekerasan Terhadap Anak
PENANGGUNG JAWAB
Freddy H. Tulung
(Dirjen Informasi dan
Komunikasi Publik)
REDAKTUR PELAKSANA
Siti Meiningsih
(Direktur Pengolahan dan
Penyediaan Informasi)
PENGARAH
(Menteri Komunikasi
dan Informasi)
(Sekretaris Jenderal Kemkominfo)
EDITOR
Wahyu Aji
PENULIS
Farida Dewi Maharani
Fera Setia
Aditya Ranadireksa
Fauzan Dwi Raharjo
Dewi Farida Simatupang
Aida Susilowati
Rosmiati
DESAIN
Elisa Putri Andini
Dyah Septiani
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
i ii
SAMBUTAN
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik
iv
SAMBUTAN
Deputi Bidang Perlindungan Anak
iv
vi
KATA PENGANTAR
Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi
iv
viii
BAB I
Hak Anak
1-7
BAB II
Jenis Kekerasan Anak
8-19
BAB III
Kejahatan Seksual terhadap Anak
20 -43
BAB IV
Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
44-64
BAB V
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
65-75
iii
SAMBUTAN
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik
Kementerian Komunikasi dan Informatika R.I.
Menentukan
K
ami panjatkan
puji dan syukur
ke hadirat Tuhan
Yang Maha Kuasa,
karena atas rahmat
dan ridho-Nya buku
“Anak adalah Anugerah:
STOP Kekerasan
Terhadap Anak” ini dapat
terbit untuk menjadi
pendamping kepada
masyarakat, khususnya
kepada orangtua,
tenaga pendidik,
pendamping anak-anak
yang kami hormati.
Anak merupakan
awal mata rantai yang
sangat menentukan
wujud dan kehidupan
suatu bangsa di masa
depan. Oleh karena itu,
mempersiapkan generasi
penerus sebagai pewaris
bangsa yang berkualitas
berarti membangun
dan mensejahterakan
kehidupan anak sedini
mungkin. Sehingga
setiap anak Indonesia
ii
iv
memiliki kesempatan
seluas-luasnya untuk
mengungkapkan diri
dalam berbagai
kegiatan positif.
Membangun anak
tanpa kekerasan pada
hakekatnya merupakan
momentum yang penting
untuk menggugah
kepedulian maupun
partisipasi seluruh
orangtua, tenaga pendidik,
guru, dan pendamping
anak. Terutama, dalam
menghormati dan
menjamin hak-hak
anak tanpa membedabedakan (diskriminasi),
memberikan
yang terbaik bagi
anak, menjamin
semaksimal mungkin
kelangsungan hidup dan
perkembangan anak
serta menghargai hakhak anak.
Buku bimbingan
untuk orang dewasa
ini dimaknai sebagai
momentum untuk terus
berupaya meningkatkan
sekaligus mengajak
seluruh komponen
bangsa yaitu orangtua
keluarga serta
masyarakat termasuk
pemerintah dan negara
untuk melaksanakan
kewajiban dan
tanggungjawabnya
sebagaimana yang
telah ditetapkan dalam
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan
Anak sehingga anak
kita merasa aman dan
terlindungi.
Buku bimbingan orang
dewasa ini sangat penting
mengingat kejahatan
seksual makin marak dan
anak-anak usia 3 – 12
tahun menjadi korban.
Pelaku kejahatan seksual,
biasanya, orang-orang
dekat dan mengenal
kebiasaan anak-anak
sehingga orangtua,
guru, kakek, nenek,
pendamping anak ekstra
ketat melindungi buah hati
tercinta.
Harapannya, buku ini
benar-benar dirasakan
kehadirannya dengan
dijadikan rujukan
atau referensi ketika
mendampingi anak-anak.
Semoga dengan kehadiran
buku ini, masyarakat
dapat meneguhkan
dalam melindungi
kekerasan anak.
Semoga.
Jakarta, Maret 2015
v
iii
SAMBUTAN
Deputi Bidang Perlindungan Anak
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Perlindungan Anak
Sebagai Prioritas
Pembangunan
K
asus kekerasan
terhadap anak
seakan tidak
ada habisnya sebagai
sorotan media karena
kasus kekerasan
terhadap anak ini
merupakan fenomena
sosial yang sangat
memprihatinkan.
Terbitnya Instruksi
Presiden (Inpres)
Nomor 5 Tahun 2014
tentang Gerakan
Nasional Anti Kejahatan
Seksual Terhadap
Anak (GN AKSA)
sebagai salah satu
respons kebijakan
dari Pemerintah yang
merupakan ‘alarm’ dari
kritisnya kondisi anak
Indonesia saat ini
Adanya bahan
Komunikasi, Informasi
dan Edukasi (KIE)
vi
bagi masyarakat
oleh Kementerian
Komunikasi dan
Informatika merupakan
salah satu media
kampanye yang efektif
dalam melakukan
asistensi publik
untuk tetap waspada
terhadap potensi yang
mengancam anak.
Pemerintahan
yang dipimpin oleh
Bapak Presiden RI,
Bapak Joko Widodo,
mempertegas
kepentingan
perlindungan anak
Indonesia menjadi
prioritas utama di setiap
bidang pembangunan.
Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak
mendapat mandat untuk
secara bersama-sama
dengan kementerian
dan lembaga lainnya
melakukan upaya
menyediakan informasi
untuk perlindungan
bagi anak termasuk
salah satunya dengan
terbitnya Buku “Anak
adalah Anugerah:
STOP Kekerasan
Terhadap Anak” oleh
Kementerian Komunikasi
dan Informatika. Bahan
bacaan ini dapat menjadi
bahan pembelajaran
bagi masyarakat
tentang pentingnya
perlindungan anak, yang
merupakan upaya primer
perlindungan anak.
Buku ini bertujuan
menambah edukasi
dan informasi yang
akurat dan relevan
terkait kasus kekerasan
terhadap anak khususnya
kekerasan seksual. Nilai
informasi yang ingin
disampaikan melalui
Buku ini agar kasus
kekerasan terutama
kekerasan seksual
dapat terminimalisir
di masyarakat
dengan langkahlangkah pencegahan,
serta memampukan
masyarakat untuk
dapat mengidentifikasi
terjadinya kasus
kekerasan seksual
di sekitarnya dan
menguatkan anak agar
dapat mendeteksi dan
memproteksi dirinya
dari potensi yang
membahayakan di
lingkungan sekitarnya.
Peran masyarakat
secara aktif melakukan
perlindungan anak
sangatlah diperlukan,
karena keluarga saja
tidak cukup untuk
melindungi anak dari
lingkungan yang kadang
tidak ramah atau layak
bagi pertumbuhan dan
keselamatan mereka.
Kami sangat menghargai
upaya menyusun buku in
sebagai referensi publik
yang Bapat digunakan
bagi siapa saja. Akhirnya,
saya menyampaikan
penghargaan dan
terima kasih kepada
Kementerian Komunikasi
dan Informatika beserta
seluruh jajarannya yang
tetap konsisten dalam
upaya melindungi anak
serta kerjasama yang
telah terjalin dengan baik
selama ini.
Jakarta, Maret 2015
DR . Wahyu Hartomo, M.Sc
VII
KATA PENGANTAR
Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi
Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik
Kementerian Komunikasi dan Informatika R.I.
Berpihak Pada Anak
P
uji dan syukur kami
panjatkan kehadirat
Yang Maha
Kuasa, berkat ridho-Nya
buku pendamping untuk
orang dewasa ini dapat
diterbitkan.
Jumlah kasus
kekerasan pada anak
Indonesia terus meningkat.
Kasus pelanggaran hak
anak meliputi kekerasan,
penelantaran, ekploitasi,
perdagangan anak, serta
penculikan. Ini sangat
mengkhawatirkan.
psikis, dan seksual
pada anak yang terjadi
merupakan fakta yang
tidak bisa disembunyikan.
Padahal secara yuridis
formal perintah melindungi
anak-anak dari kekerasan
sudah terpateri dalam
Undang-Undang Nomor
viii
iv
23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Dan
tindak kekerasan pada
anak sangat kompleks.
Guna mencari solusi
dibutuhkan keterlibatan
berbagai pihak, yakni
keluarga, pendidik,
masyarakat, dan
pemerintah.
Anggota keluarga,
masyarakat, dan
pemerintah harus
memahami hak anakanak dan semaksimal
mungin untuk
memenuhinya. Semua
harus paham bahwa anak
bukan hak milik yang bisa
diperlakukan seenaknya.
Mereka memiliki hak
yang perlu disosialiasi
dan diadvokasi terhadap
hak-hak anak.
Untuk itulah,
pemerintah telah
berupaya menangani
kasus kekerasan anak
dengan menerbitkan buku
pendamping untuk orang
dewasa sebagai langkah
yang berpihak pada anak
dan merupakan upaya
perlindungan kekerasan
terhadap anak Indonesia.
Sebagai contoh
tidak ada batasan yang
jelas antara menyiksa dan
mendisiplinkan pada anak
usia lima tahun. Anak
harus dihukum supaya
jera dan tidak mengulangi
perbuatan yang dilarang.
merasa terancam, merasa
gelisah, dan cemas juga
dialami oleh anak.
Nah, untuk kasus
tersebut, orangtua perlu
memahami perkembangan
anak. Di usia lima sampai
delapan tahun, anak
sedang berada pada
tahap ingin menunjukkan
kemampuan mereka ingin
berkreasi. Jadi tidak
semua tindakan anak
merupakan kenakalan,
mereka tidak tahu bahwa
tingkah lakunya salah
atau kurang tepat. Dengan
demikian, orang tua perlu
bijak melihat tindakan
anak. Kesemuanya itu
perlu kecerdasan
orang tua menyikapi
tingkah laku anak pada
usia-usia tertentu.
Dengan menularkan
pola asuh yang benar
di kalangan orang tua,
tenaga pendidik,
dan pendamping
diharapkan salah
satu akar persoalan
tentang kekerasan anak
dapat diobati. Tiada
gading yang tak retak.
Demikianlah ungkapan
untuk menerima kritik dan
masukan dari pembaca
yang budiman akan
kekurangan buku ini.
Jakarta, Maret 2015
ix
V
BAB I
Hak Anak
Setiap Anak
Harus Dilindungi
Perjuangan
Terhadap
Hak Anak
Prinsip Dasar
Hak Anak
Pentingnya
Pemenuhan
Hak Anak
BAB I Hak Anak
1
Setiap
Anak Harus
Dilindungi
A
nak merupakan
anugerah sekaligus
titipan Tuhan
yang sangat bernilai.
Karenanya mereka harus
dijaga, baik oleh keluarga,
masyarakat, maupun
negara. Untuk itulah masa
perkembangan anak
menjadi tanggungjawab
bersama.Hak-hak dasar
mereka harus terpenuhi.
Siapa yang harus
memenuhi? Orangtualah
yang paling utama yang
harus memenuhi hak
anak. Selain itu, setiap
orang dewasa serta
negara bertanggungjawab
terhadap pemenuhan hakhak dasar tersebut.
Anak perlu dilindungi
karena pada dasarnya
setiap anak terlahir
dengan segenap potensi
yang baik. Namun pola
asuh dan lingkungan
yang salah selama masa
perkembanganlah yang
dapat menghambatnya
dalam tumbuh dan berkembang.
Emosi anak yang
belum sekuat orang
“
Setiap anak juga
perlu dilindungi
karena mereka
merupakan makhluk
yang lemah.
“
2
BAB I Hak Anak
dewasa membuat mereka
rentan mengalami trauma.
Sedangkan anak yang
mengalami trauma akan
kesulitan memaksimalkan
potensi yang ada dalam dirinya.
Misalnya ketika orangtua
memaksa anak agar
cepat memahami
pelajaran sekolah
dengan membentak dan
mengeluarkan kata-kata
yang keras, maka akan
sangat mungkin anak
menjadi tertekan, minder,
atau justru kesulitan dalam belajar.
Padahal setiap anak
memiliki karakter unik
yang perlu dihadapi
dengan pendekatan yang
berbeda. Karena itu sangat
tidak bijak apabila kita
memaksakan standar
sebagai orang dewasa
kepada anak-anak yang
masih dalam tahap tumbuh
kembang. Standar kita
sebagai orang dewasa
misalnya: disiplin, belajar
dan berusaha dengan
keras, menggunakan waktu
seefektif dan seefisien
mungkin, dan hal-hal lain
yang penuh dengan aturan.
Anak masih belum
bisa dipaksa untuk
menyesuaikan dengan
semua standar tersebut.
Mereka masih perlu waktu
untuk bermain, mencoba
dan berbuat kesalahan,
serta belajar dengan caracara yang menyenangkan.
Perjuangan
Terhadap
Hak Anak
A
nak-anak akan
terus lahir di dunia.
Namun berbagai
bentuk kekerasan
terhadap anak masih
saja terjadi sejak dulu
sampai sekarang. Hal
ini menandakan masih
banyak yang kurang
bahkan tidak peduli
dengan hak anak.
Selama ini,
pemahaman yang umum
berkembang di masyarakat
adalah orangtualah yang
paling berhak dan wajib
memenuhi hak-hak anak.
Padahal, sesungguhnya
“
Anak-anak kita belum sepenuhnya
berada di lingkungan yang aman.
“
Selain itu, anak harus
dilindungi karena sifatnya
masih tergantung pada
orang dewasa. Artinya,
mereka rentan terhadap
berbagai perlakuan salah
antara lain eksploitasi,
kekerasan, diskriminasi,
pengabaian, hingga penelantaran.
Setiap orang harus
menjadi pihak yang peduli,
dan memastikan anak
tidak mengalami berbagai
ancaman tersebut. Karena
sekali saja terjadi, maka
yang dipertaruhkan adalah
masa depan mereka yang
masih panjang, yang
juga berarti masa depan
masyarakat dan bangsa.
kewajiban terhadap
pemenuhan hak tersebut
ada di setiap orang, dimulai
dari lingkungan keluarga,
sosial, hingga negara.
Pemahaman bahwa
kondisi anak adalah urusan
orangtua atau keluarganya
sendiri menyebabkan
dalam banyak kasus hak
anak masih terancam.
Misalnya, ketika kita
melihat anak tetangga
mengalami kekerasan
oleh keluarganya sendiri
atau ditelantarkan
oleh pembantu rumah
tangganya, biasanya reaksi
kita adalah menganggap
hal tersebut sebagai
urusan domestik orang lain,
sehingga tidak ingin ikut
mencampuri.
Padahal sesungguhnya
kita juga punya hak dan
kewajiban untuk tidak
membiarkan hak-hak anak
terenggut. Apabila melihat
kejadian seperti tadi, yang
seharusnya kita lakukan
adalah menegur atau
bahkan melaporkan kepada
pihak berwajib.
Meskipun hak-hak anak
telah dijamin sejak tahun
1923 ketika Eglantyne Jebb
memrakarsai konvensi
pertama tentang hak anak,
namun hingga saat ini
berbagai kekerasan dan
pengabaian terhadap hak anak masih kerap kita jumpai.
Konvensi tersebut
sejatinya diadakan untuk
membangun kesadaran
masyarakat dunia terhadap
hak anak yang dilandasi
oleh kepastian hukum.
Pada waktu itu, dunia baru
saja melalui Perang Dunia
I yang menyisakan dampak
kemanusiaan yang sangat
memilukan, termasuk yang
terjadi pada anak-anak dan perempuan.
Melalui konvensi ini
dibuat aturan-aturan
dasar terkait perlindungan
hak anak dalam
penyelenggaraan negara.
Hak anak diartikan sebagai
Eglantyne Jebb adalah seorang aktivis
kepedulian terhadap anak dan pendiri
yayasan Save The children dan juga
pembuat rancangan Deklarasi Hak Anak
(Declaration of the Right of The Child).
foto: en.wikipedia.org/wiki/Eglantyne_Jebb
BAB I Hak Anak
3
Hak Azasi Manusia untuk
anak. Sehingga Konvensi
Hak Anak adalah perjanjian
yang mengikat secara yuridis
dan politis di antara berbagai
negara yang mengatur
hal-hal yang berhubungan
dengan hak anak.
Di Indonesia, yang
secara Undang-Undang telah
menjamin pemenuhan hak
anak, namun kenyataannya
tingkat kekerasan terhadap
anak masih cukup tinggi. Hal
ini tentu mengkhawatirkan,
terutama bagi kita sebagai
orangtua. Bahwa ternyata
anak-anak kita belum
sepenuhnya berada di
lingkungan yang aman.
PRINSIP DASAR HAK ANAK
Setiap anak yang
terpenuhi hak-haknya akan
memiliki peluang lebih
besar untuk tumbuh
dan berkembang secara
optimal. Mereka akan
menjadi generasi yang
kuat, cerdas, pintar,
dan kreatif.
Sehingga apa yang akan
terjadi ketika setiap anak
di Indonesia tumbuh dan
berkembang dengan hakhak yang terpenuhi?
Maka, menjadi negara
yang hebat bukan lagi
impian. Ada empat prinsip
dasar hak anak yang
terkandung di dalam
Konvensi Hak Anak
yang perlu
kita ketahui.
4
BAB I Hak Anak
1
Non-diskriminasi. Setiap
anak punya hak untuk
tidak dibeda-bedakan
berdasarkan perbedaan
latar belakang, warna kulit,
ras, suku, agama, golongan,
keluarga, jenis kelamin,
kondisi fisik dan mental, dll.
2
Kepentingan yang terbaik
bagi anak. Setiap anak
berhak mendapatkan
yang terbaik.
3
Hak untuk hidup,
kelangsungan hidup,
dan perkembangan. Setiap
anak berhak untuk hidup
dan berkembang secara
normal, oleh karenanya setiap
anak berhak memperoleh
jaminan pertolongan,
penyelamatan dan perawatan
kesehatan dalam kondisi
sakit, berbahaya dan
mengancam jiwanya. Anak
juga berhak mendapatkan
tumpangan dan makanan
untuk kelangsungan
hidupnya, hak memperoleh
pelayanan kesehatan dalam
kondisi sakit maupun
sehat. Anak juga berhak
untuk mendapatkan
perkembangan fisik
dan mental termasuk
pendidikan rohani, dan hak
mendapatkan pengajaran
hal-hal yang baik.
4
Penghargaan terhadap
pendapat anak.
Setiap anak berhak untuk
dihargai pendapatnya dan
diberikan kesempatan untuk
berdiskusi atau tanya jawab.
Pejuang Pendidikan Hak Anak Indonesia,
dari dulu hingga Kini
Kyai Haji
Ahmad
Dahlan
Kyai Haji
Mohammad
Hasjim Asy’arie
Seorang Pahlawan
Nasional Indonesia
yang merupakan
pendiri Nahdlatul
Ulama, organisasi
massa Islam yang
terbesar di Indonesia.
Di kalangan Nahdliyin
dan ulama pesantren
ia dijuluki dengan
sebutan”Hadratus
Syeikh” yang bera
maha guru.
Pelopor
kebangkitan
ummat
Islam untuk
menyadari
nasibnya
sebagai
bangsa
terjajah yang
masih harus
belajar.
Ki Hadjar
Dewantara
Raden
Adjeng
Kar i
Tokoh
pendidikan
perempuan
dari suku Jawa
dan Pahlawan
Nasional
Indonesia.
Ka ni dikenal
sebagai pelopor
kebangkitan
perempuan dan
anak pribumi.
Anies Baswedan,
Rina
Niawaty
Sar ka
Dewi
Perin s
pendidikan
bagi kaum
perempuan. Pada
16 Januari 1904,
Dewi S ka
membuka Sakolah
Istri (Sekolah
Perempuan)
pertama seHindia-Belanda.
Pejuang Hak Anak
Down Syndrome.
memperjuangkan
hak akses dan
kesetaraan
terutama di
bidang kesehatan
dan pendidikan
anak-anak down
syndrome.
Ak vis pergerakan
kemerdekaan Indonesia,
kolumnis, poli si, dan
pelopor pendidikan bagi
kaum pribumi Indonesia
dari zaman penjajahan
Belanda. Ia adalah pendiri
Perguruan Taman Siswa,
suatu lembaga pendidikan
yang memberikan
kesempatan bagi para
pribumi jelata untuk bisa
memperoleh hak
pendidikan
sepe
halnya para
priyayi
maupun
orang-orang
Belanda..
Kak Seto
Tokoh perubahan
2008 versi
media Republika.
pejuang anak
yang gigih
memperjuangkan
hak anak atas
kehidupan dan
penghidupan
yang layak di
bumi nusantara.
Intelektual Muda Peduli
Bangsa. Anies mendirikan
gerakan pendidikan
baru yaitu INDONESIA
MENGAJAR. Sebuah
program yang merekrut
anak-anak muda terbaik
lulusan perguruan nggi di
Indonesia untuk mengabdi
sebagai guru di sekolahsekolah dasar yang ada di
pelosok Indonesia. se ap
orang indonesia, baik kaya
dan miskin, kota
dan desa,
agama
apapun, suku
apapun,
semua
wilayah
provinsi tanpa
terkecuali.
BAB I Hak Anak
5
Pentingnya
Pemenuhan
Hak Anak
A
nak adalah bagian
dari masa kini dan
pemilik masa depan
yang akan melanjutkan
estafet pembangunan
bangsa. Oleh karena
itu hak-haknya
harus dipenuhi.
Keuntungan yang paling
terasa adalah regenerasi,
yaitu menghasilkan
generasi yang kuat baik
maupun kecerdasan otak.
Bangsa-bangsa maju
sangat memperhatikan hal
ini, sehingga perlindungan
terhadap hak anak
menjadi perhatian yang
sangat serius. Karena
setiap anak dianggap
sebagai aset bagi
kemajuan bangsa.
Potensi yang ada
dalam diri anak-anak
dapat berkembang
maksimal jika mereka
diberi akses terhadap
berbagai aspek
kehidupan, seperti
pelayanan kesehatan,
pendidikan, partisipasi,
berkreasi, bermain,
mendapatkan
pengasuhan,
berpendapat,
hingga beribadah.
Anak-anak yang
tumbuh di lingkungan
yang ramah terhadap
mereka cenderung lebih
cerdas dan memiliki
kepribadian yang lebih
Mereka sama sekali
pernah memilih
untuk dilahirkan
di mana,
oleh siapa,
dan kapan.
6
BAB I Hak Anak
baik. Sebaliknya, anak
yang mendapatkan
banyak tekanan akan
mengalami berbagai
hambatan dalam
perkembangannya, baik
psikis. Secara medis,
anak-anak yang
mengalami tekanan
secara terus-menerus
sel otaknya akan
sulit berkembang
secara maksimal.
Lebih dari semua
itu, anak adalah titipan
Tuhan. Mereka sama
sekali tidak pernah
memilih untuk dilahirkan
dimana, oleh siapa, dan
kapan. Mereka dilahirkan
sebagai makhluk yang
lemah, dan Tuhan
menginginkan orangtua
dan lingkungannya untuk
merawat, menyayangi,
dan membesarkan
mereka. Apabila kita tidak
merawat, menyayangi,
dan membesarkan
mereka dengan
penuh kasih sayang,
sesungguhnya kita
sedang menyia-nyiakan
titipan Tuhan.
Untuk memudahkan
pemahaman mengenai
hak anak sebagaimana
yang terdapat dalam
Konvensi Hak Anak,
berikut adalah perincian
31 hak anak yang perlu
perlu dipenuhi:
31 Hak Anak
Untuk
1. Bermain
2. Berkreasi
3. Berpartisipasi
4. Berhubungan dengan orang tua bila terpisahkan
5. Bebas beragama
6. Bebas berkumpul
7. Bebas berserikat
8. Hidup dengan orang tua
9. Kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
Untuk
Mendapatkan
10. Nama
11. Identitas
12. Kewarganegaraan
13. Pendidikan
14. Informasi layak anak
15. Standar kesehatan paling tinggi
16. Standar hidup yang layak
Untuk Mendapatkan Perlindungaan
17. Pribadi
18. Dari tindakan/penangkapan sewenang-wenang
19. Dari perampasan kebebasan
20. Dari perlakuan kejam, hukuman dan perlakuan tidak manusiawi
21. Dari siksaan fisik dan nonfisik
22. Dari penculikan, penjualan dan perdagangan atau traficking
23. Dari eksploitasi seksual dan kegunaan seksual
24. Dari eksploitasi/penyalahgunaan obat-obatan
25. Dari eksploitasi sebagai pekerja anak
26. Dari eksploitasi sebagai kelompok minoritas/kelompok adat terpencil
27. Dari pemandangan atau keadaan yang menurut sifatnya belum layak untuk dilihat anak
28. Khusus dalam situasi genting/darurat
29. Khusus sebagai pengungsi/orang yg terusir/tergusur
30. Khusus jika mengalami konflik hukum
31. Khusus dalam konflik bersenjata atau konflik sosial
Sumber: UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.
BAB I Hak Anak
7
BAB II
JENIS
KEKERASAN
ANAK
Kekerasan Fisik
Kekerasan Seksual
Kekerasan Psikis
Penelantaran
Bullying
8
BAB II Jenis Kekerasan Anak
Data Kekerasan Pada Anak
Tahun
2012
Tahun
2011
Tahun
2010
62%
Tahun
2013
62%
58%
Tahun 2014
(Jan-jun)
42%
32%
Sumber data : kpai.go.id
Sumber: Data KPAI 2013 Kekerasan fisik terhadap anak paling sering terjadi, demikian juga dengan tindakan
kekerasan seksual
BAB II Jenis Kekerasan Anak
9
Kasus Pengaduan Anak Berdasarkan
Klaster Perlindungan Anak
2011 - 2014
KLASTER / BIDANG
Sosial dan Anak Dalam
Situasi Darurat
Keluarga dan Pengasuhan
Agama dan Budaya
Kesehatan dan Napza
Pendidikan
Cyber
Crime
Anak Bermasalah dengan
Hukum dan Kekerasan
Kekerasan Fisik
Kekerasan Psikis
Kekerasan Seksual
dan Eksploitasi
Lain-Lain
TOTAL
TAHUN
JUMLAH
2011
2012
2013
2014
92
79
246
66
483
416
633
931
239
2219
83
37
221
276
204
42
261
522
214
75
438
371
17
25
113
123
518
183
1.033
1.354
338
175
247
126
736
188
530
420
204
1.283
129
49
329
160
110
27
746
173
291
127
590
184
94
12
459
akan
76
621
215
2.124
593
10
10
173
68
2.178
3.512
4.311
1.622
261
11.623
Sumber: Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2014
10
BAB II Jenis Kekerasan Anak
BAB II Jenis Kekerasan Anak
11
12
BAB II Jenis Kekerasan Anak
S
ebagai orangtua,
wajar merasa
khawatir ketika
menemukan “perubahan”
atau “perbedaan” pada
perilaku anak. Oleh sebab
itu orangtua harus memiliki
kepekaan terhadap perilaku
anak, sehingga saat ada
perubahan pada perilaku
anak bisa mengetahuinya
lebih awal.
Anak adalah amanah
Tuhan YME yang harus
dilindungi, karena sifatnya
yang masih rentan dan
tergantung pada orang
dewasa. Anak-anak
juga menjadi generasi
penerus bangsa. Namun
kenyataannya, berbagai
kasus kekerasan pada anak
yang muncul belakangan ini
sangat mengkhawatirkan.
Begitu banyak anak yang
menjadi korban kekerasan
baik di dalam keluarga,
lingkungan, maupun
masyarakat.
Menurut UU No. 35
Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak,
kekerasan terhadap anak
adalah setiap perbuatan
kepada anak yang
mengakibatkan timbulnya
kesengsaraan atau
psikis, seksual, dan/atau
penelantaran, termasuk
ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan
kemerdekaan secara
melawan hukum.
Sementara itu
berdasarkan Pedoman
Penanganan Anak Korban
Kekerasan, yang terdapat
dalam Peraturan Menteri
Negara PPPA No. 2 Tahun
2011,kekerasan pada anak
dapat diartikan sebagai
setiap perbuatan terhadap
anak yang berakibat
timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara
psikologis, termasuk
penelantaran dan
perlakuan buruk yang
mengancam integritas
tubuh dan merendahkan
martabat anak yang
dilakukan oleh pihakpihak yang seharusnya
bertanggung jawab atas
anak tersebut, atau mereka
yang memiliki kuasa atas
si anak.
Sesuatu yang patut
menjadi keprihatinan
terkait kekerasan terhadap
anak adalah pelaku
kekerasan biasanya justru
adalah orang yang
memiliki hubungan
dekat dengan si anak.
Mereka yang seharusnya
menjadi pelindung,
kini justru menjadi
ancaman. Hal ini semakin
memperdalam dampak
trauma pada anak korban
kekerasan. Berikut adalah
jenis-jenis kekerasan yang
umumnya terjadi:
KEKERASAN FISIK
diketahui karena akibatnya
bisa dilihat langsung pada
tubuh korban. Menurut
UU KDRT No. 23 Tahun
2004, kekerasan pada
lain dipukul, ditendang,
ditampar, dilukai,dijambak,
dijewer, dicubit,
dibenturkan, dijemur di
bawah matahari, dan
sebagainya. Semuanya
mengakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit,
atau luka.
Dampak dari
kekerasan seperti ini
selain menimbulkan
luka dan trauma pada
korban, juga seringkali
membuat korban
meninggal dunia.
BAB II Jenis Kekerasan Anak
13
.Kasus: Yani (30 th)
sering menghukum
“kenakalan” anaknya
yang berusia lima tahun.
Bentuk kenakalan itu,
menurutnya, antara lain
menuang sabun di kamar
mandi, tak mau makan,
mengotori jemuran dan
mengganggu adik.
“Kalau nakalnya di
kamar mandi, ya saya
pukul pakai gayung. Kalau
tak mau makan, saya
pukul pakai sendok atau
piring. Kalau mengganggu
adiknya, saya pukul pakai
mainannya,” terang Yani.
Menurut Yani, anak
harus dihukum supaya
jera dan tidak mengulangi
perbuatan yang dilarang.
Yani tidak ingin disalahkan
suami karena tak mampu
mendidik anak.
Dampak fisik: Memar,
luka, patah tulang
terutama di daerah rusuk
dan gangguan-gangguan di
bagian tubuh lain seperti
kepala, perut, dan pinggul.
Hal ini dapat berdampak
jangka panjang pada fisik si
anak sampai ia besar nanti.
Dampak emosi:
• Merasa terancam,
tertekan, gelisah
dan cemas.
• Di usia dewasa, anak
akan menggunakan
pendekatan kekerasan
untuk mendisiplinkan
anak mereka.
14
BAB II Jenis Kekerasan Anak
KEKERASAN
SEKSUAL
Kekerasan seksual
adalah setiap perbuatan
pemaksaan hubungan
seksual, dengan cara
tidak wajar dan/atau
tidak disukai, pemaksaan
hubungan seksual dengan
orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau
tujuan tertentu.
Kejahatan seksual
belum tentu diawali dengan
tindakan kekerasan. Pelaku
bisa melakukannya dengan
merayu, berbohong,
memberikan janji-janji
yang menyenangkan, atau
memberi hadiah, sehingga
korban tidak merasa
dipaksa oleh pelaku.
Bentuk kekerasan seperti
ini biasanya dilakukan oleh
orang yang telah dikenal
anak, seperti keluarga,
tetangga, guru maupun
teman sepermainannya.
Bentuk kejahatan seksual
antara lain:
1
seperti
pencabulan atau
meraba-raba wilayah
terlarang (sekitar dada,
kemaluan, Bokong dan bibir),
memasukkan benda (alat
vital) ke dalam wilayah
terlarang, meminta anak
untuk memegang atau
15
nyaman, dan sebagainya.
Akibatnya, anak merasa
ketakutan, kehilangan
rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa
tidak berdaya, hingga
penderitaan psikis berat
pada anak.
Kasus:
Dampak:
Ayu (29 tahun), sangat
“krea f” dalam
menakut-naku putranya,
Bisma (4 tahun). “Jangan
main di kamar mandi, nan
digigit kecoa!, Jangan keluar
rumah sendirian, nan
diculik hantu blau!, Ayo
cepat dur, nan tokeknya
datang, kamu digigit!”
Nina (35 tahun) kerap
meneriaki anaknya,
Dido (7 tahun). “Aduh,
dasar bego! Sudah ratusan
kali ibu bilang, kembalikan
barang di tempat semula!
Bikin ibu darah nggi.”
Firdaus, kelas 1 SD,
kerap pulang sekolah
dengan perasaan sedih.
Yovita, gurunya, sering
mengatainya pemalas,
pelupa dan jorok saat
Firdaus pilek.
Bermaksud
memo vasi anak,
Meta malah sering
mencela anaknya,
“Memangnya kamu
bisa? Kamu itu
bisanya apa,
sih? Ini nggak
bisa, itu nggak
bisa! Paling
pintar nangis.”
Meta juga
sering memarahi
anaknya di
tempat umum.
• Masa kanak-kanak adalah
masanya meniru dan mulai
tertanam norma-norma
yang akan dia iku . Katakata dan perilaku kasar
yang diterima anak, akan
di runya. Kekerasan psikis
yang diterima akan
1
2
3
4
16
BAB II Jenis Kekerasan Anak
lagi mengetahui mana
g
Demikian pula pemberian
“label/sebutan” yang
dapat menyebabkan
anak memiliki konsep
diri bahwa ia adalah
anak sep
apa yan
dikatakan orang padanya.
• Anak merasa terancam,
ketakutan, merasa
bersalah, rendah diri
karena terkikis
harga dirinya.
• Bila sering ditakut-taku ,
anak benar-benar akan
menjadi penakut.
PENELANTARAN
Penelantaran adalah
perbuatan orang dewasa
atau orang tua atau wali
(yang secara hukum
bertanggung jawab akan
kesejahteraan si anak
selama pengasuhannya)
yang tidak memberi atau
menyediakan kebutuhan
dasar anak, meskipun
sebenarnya sumber untuk
memenuhi kebutuhan
tersebut tersedia.
Kebutuhan dasar
anak dari orang dewasa
(orangtua maupun wali)
yang paling utama adalah
kebutuhan mendapatkan
asah-asih-asuh.
Penelantaran juga
merupakan salah satu
bentuk kekerasan yang
kerap tidak terlihat.
Meskipun begitu,
dampaknya tidak kalah
serius dibandingkan
dengan kekerasan
secara psikis.
Kasus: Tidak lama setelah
menikah, Vira (24 tahun)
memiliki anak. Ia merasa
menjadi bahan tertawaan
yang menyebabkannya
dak bebas lagi berkumpul
dengan teman-temannya.
“Real life (kehidupan nyata)
tak seroman s yang saya
bayangkan. Kebebasan saya
terampas,” ujarnya.
Maka, pengasuhan bayi
sepenuhnya diserahkan
pada baby-si er. Vira
sendiri selalu pulang tepat
sebelum suaminya ba
di rumah, seolah seharian
mengurus anak. Padahal
dur, mandi, makan, susu,
bahkan uang belanja harian
dan bulanan, ia serahkan
sepenuhnya pada babysi er/pengasuh anak.
Ia dak mau jadi bahan
tertawaan teman-temannya.
Dampak emosi: Secara
alami, anak memilih ibu
untuk melekat. Didekap,
disentuh, dibelai dan dipeluk
adalah kebutuhan bayi.
Dari pengalaman ini bayi
menumbuhkan cinta di ha ,
membangun rasa percaya
di dalam diri terhadap
orang lain, dan yang
utama adalah tumbuhnya
rasa aman. Itu sebabnya
anak-anak dengan riwayat
diabaikan dan ditelantarkan
berisiko mengalami
masalah-masalah emosi
bahkan kejiwaan
sepe berikut:
• Mudah cemas, depresi,
sulit percaya pada orang
lain dan merasa
dak aman.
• Peneli an Dante Cicche ,
ahli psikopatologi dari
University of Minessota
(AS)menyebutkan, 80%
bayi yang ditelantarkan
menunjukkan perilaku
kelekatan yang dak jelas.
• Di usia muda anak
menolak dan melawan
pengasuhnya, bingung,
gelisah, atau cemas. Di usia
enam tahun, anak dak
be ngkah laku layaknya
anak, ia ingin mendapat
perha an dengan cara
melayani orang tuanya.
Dampak fisik: Asupan
gizi yang dak memadai.
Sumber kasus didapat dari
laman web ayahbunda.co.id
BAB II Jenis Kekerasan Anak
17
BULLYING
Bullying adalah tekanan
serta intimidasi secara
terus-menerus yang
dilakukan untuk menyakiti
maupun emosional.
Aksi bully atau tekanan
dan intimidasi dapat terjadi
di mana saja.Namun pada
kelompok usia anakanak, biasanya terjadi di
sekolah dan lingkungan
sepermainan. Aksi bully di
sekolah dapat terjadi pada
anak yang menjadi
korban dari sekelompok
anak lainnya.
Aksi bully biasanya
mencakup:
• Penyerangan dan
kebencian yang disengaja
• Korban yang lebih lemah
dari pelaku
• Hasil atau dampak yang
selalu menyakitkan serta
membuat korban tertekan
18
BAB II Jenis Kekerasan Anak
Aksi bully dapat berupa :
• Fisik: mendorong,
menendang, meninju,
menyubit dan bentuk
kekerasan fisik lainnya.
• Verbal/psikis: menyebar
gosip, ancaman, mengejek
atau meledek.
• Emosional: pengucilan
(mengabaikan atau
menolak berbicara
pada korban), menyiksa
atau menyengsarakan
(menyembunyikan
barang milik korban,
menunjukkan sikap
tubuh mengancam),
menyemooh,
mempermalukan.
• Seksual: kontak fisik yang
dak diinginkan korban,
komentar-komentar yang
melecahkan.
• Online/dunia maya:
membuat
situs-situs
yang
menyebar kebencian,
mengirim SMS, email,
atau “menyiksa”
seseorang melalui telepon
selular dan dunia maya.
Tanda-tanda
kemungkinan menjadi
korban in midasi
(Bullying)
• Sering meminta uang
(untuk diberikan kepada
pelaku bully).
• Sering merasa sakit di pagi
hari.
• Menolak pergi ke sekolah,
bolos, atau pergi ke
sekolah dengan rute yang
berbeda.
• Sering kehilangan buku
atau benda miliknya yang
lain.
• Mengalami mimpi buruk
atau suka menangis
hingga t dur.
Sumber: Semai
BAB II Jenis Kekerasan Anak
19
BAB III
Kejahatan Seksual
Bagian Tubuh
yang Tidak
Boleh Disentuh
Orang Lain
Waspadai
Proses
Terjadinya
Kejahatan
Seksual
Waspadai
Pelaku dan
Ciri-cirinya
Ciri-ciri Anak
yang Menjadi
Korban
Kejahatan
Seksual
Dampak
Kejahatan
Seksual
terhadap
Otak Anak
Menghadapi
Anak yang
Mengalami
Kejahatan
Seksual
Tangkis!
22
20
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
23
21
n
Sumber
Sumberdata
data: KPAI,
: KPAI,Oktober
Oktober2013;
2013;Kemenkes,
Kemenkes,Oktober
Oktober2013.
2013.
22
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
9
Data Kekerasan Terhadap Anak
DATA KEJAHATAN SEKSUAL
TERHADAP ANAK DI INDONESIA
*Sumber: Komnas PA 2013
*Sumber: Komnas PA 2013
BAB II Kejahatan Seksual Terhadap anak
23
24
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
Sumber:
Psikolog Indonesia. 2014
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
25
26
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
27
BAGIAN TUBUH
YANG TIDAK BOLEH
DISENTUH
ORANG LAIN
Salah satu cara untuk
melindungi anak-anak
dari pelecehan maupun
kejahatan seksual adalah
dengan mengajarkan
kepada mereka bahwa
diri dan tubuhnya adalah
sesuatu yang sangat
berharga baginya, bagi
orangtua, dan bagi
seluruh keluarga.
Bagian tubuh yang
tidak boleh disentuh
orang lain tersebut
adalah daerah mulut,
daerah leher, daerah
dada, daerah alat kelamin
(vagina/penis serta daerah
sekitar paha) dan daerah
untuk buang air besar.
Bagian-bagian tersebut
harus dijaga dan tidak
boleh disentuh orang lain
kecuali orang tuanya,
dokter dan pengasuh
dengan didampingi
orangtua.
WASPADAI PROSES
TERJADINYA
KEJAHATAN
SEKSUAL
Sebagai orangtua, kita
harus memahami bahwa
kejahatan seksual bisa
terjadi tidak hanya melalui
perbuatan fisik, namun juga
dalam perbuatan seperti
berikut ini:
28
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
Kejahatan seksual
dengan kata-kata
Kepemilikan piranti berupa
telepon genggam/selular
bagi anak saat ini sudah
merupakan hal yang biasa.
Namun orangtua harus
tetap mengawasi anak
apakah peruntukan piranti
tersebut sudah benar atau
justru disalahgunakan.
Hal ini terkait dengan
kejahatan seksual dengan
kata-kata, misalnya
berbicara, memberi
komentar, SMS/mengirim
pesan, mengirim pesan
atau mengajak melakukan
kegiatan seksual dengan
kata-kata yang tidak
senonoh. Sebagai contoh:
• Komentar ketika
melihat foto: “Kamu
seksi deh, aku gak bisa
nahan diri ngeliat kamu”.
• Komentar beserta
kiriman gambar atau foto
porno: “Mana yang
kamu suka?
• Telepon: berbicara jorok.
1
Perilaku seksual
menyimpang
• Memperlihatkan
kemaluannya.
• Menggosok
atau menekan
alat kelaminnya
kepada orang lain
di tempat umum
seperti di bis, kereta
api, dan lain-lain.
• Mengintip orang
telanjang sedang mandi,
pakai baju, dan lain-lain.
2
Pemaksaan
untuk melakukan
kegiatan seksual
• Pemerkosaan
(memaksa orang lain
dengan ancaman
untuk melakukan
hubungan seksual).
• Pelecehan seksual
pada anak (membelai,
mengelus dan
melakukan hubungan
seks dengan anak).
3
WASPADAI PELAKU
DAN CIRI-CIRINYA
Psikolog Anna Surti Ariani
memberikan pesan, orangtua
perlu mewaspadai orangorang yang memiliki
ciri-ciri aneh, antara lain:
• Bersikeras memeluk dan
menciumi anak
• Sangat tertarik pada
perkembangan
seksual anak
• Bersikeras untuk
meminta waktu berduaan
dengan anak
• Kurang tertarik bersama
orang dewasa, hanya
tertarik pada anak
• Memaksa menawarkan
diri menjaga anak
• Sering memberikan
hadiah kepada anak
tanpa alasan yang jelas
• Sering menemani anak
ke WC
Menurut Asep Haerul
Gani, psikolog dari
Trauma Healing Volunteer
Coordinator, berikut adalah
tahapan yang dilakukan
oleh pelaku hingga
korban mau saja menuruti
kemauannya:
Membangun keintiman
dengan para korban
atau yang dinamakan
accessing, seperti:
• Menemani anak main di
rumahnya
• Menemani anak belajar
• Membantu anak
mengerjakan PR
• Mengajarkan anak
membuat mainan
• Membuatkan mainan
untuk anak
• Bermain gundu
• Bermain petak-umpet
• Bermain pura-pura
• Bermain di kolam
• Melakukan gerakangerakan silat
• Menjanjikan memberikan
uang/mainan
• Menjanjikan membelikan
mainan/makanan/barang
Ada beberapa hal yang
bisa memperbesar
kemungkinan
terjadinya kejahatan
seksual terhadap anak
di tingkat keluarga
yaitu:
dinamakan silencing seperti:
a.Mendongeng bahwa ia
punya kesaktian
b.Memberikan ancaman
mencubit, mencekik,
membenturkan kepala
c.Memberikan ancaman
verbal misalnya: “Kalau
kamu lapor ke ibumu,
ia akan mati”
Pengetahuan dan
keterampilan
pengasuhan yang buruk
•
Tingkat pendidikan
yang rendah
•
Penyalahgunaan
alkohol dan narkotika
•
Adanya kejahatan
dalam rumah tangga
•
Catatan kejahatan
sebelumnya
•
Penyakit kejiwaan
•
Pengangguran dan
kemiskinan
1
•
Jam kerja orang tua
yang panjang
•
Stres
•
Isolasi sosial, misalnya
berasal dari kelompok
minoritas
•
Kurangnya pengawasan
kegiatan dalam rumah
tangga
•
Ketidakpedulian
diantara anggota
rumah tangga
2
Setelah membangun
keintiman, kemudian
pelaku akan meningkatkan
ketakutan atau yang
Arist Merdeka Sirait,
Ketua Komisi Nasional
Perlindungan Anak
menyebutkan bahwa
kejahatan terhadap anak
dapat terjadi ketika ada
peluang terjadinya kejahatan
tersebut. Selain itu,
kurangnya pengawasan
atau ada pencetus dari
anak atau pelaku.
Misalnya ketika anak
ditinggal orangtuanya
bekerja dan hanya dengan
pembantu/ayah tiri/ibu tiri/
paman, anak sendirian di
kamar dengan baju terbuka,
anak bermain dengan orang
dewasa sambil dipeluk
atau dipangku, atau tidur
bersama di satu kamar.
Pada situasi demikian
anak berpeluang menjadi
korban kejahatan seksual,
meskipun pelaku
adalah orang terdekat.
Siapa saja yang dimaksud
dengan orang terdekat?
Mereka bisa saja ayah, ibu,
kakak, paman, kakek atau
orang dewasa lainnya yang
dipercayai anak seperti
teman, pengasuh, pendidik
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
29
DAMPAK
JANGKA PENDEK DAN
JANGKA PANJANG
dan tenaga kependidikan,
pelatih, aparat penegak
hukum, majikan, dan
lainnya. Kejahatan seksual
terhadap anak juga
mungkin dilakukan oleh
orang yang tidak dikenal.
Kejahatan seksual
terhadap anak dapat terjadi
di semua tempat termasuk
di rumah, rumah singgah,
panti asuhan, tempat
pengasuhan/penitipan
anak, sekolah atau
pesantren, jalanan, tempat
kerja, tahanan kepolisian,
lembaga pemasyarakatan,
pusat rehabilitasi, maupun
di ruang publik lainnya
seperti di kendaraan umum,
terminal, taman, tempat
rekreasi, dan lain-lain.
Orang dewasa yang
berpotensi menjadi
pelaku bisa terjadi karena
kepribadiannya yang
otoriter, kaku, kasar, agresif
ataupun di bawah tekanan
pekerjaan, ekonomi, dan
memiliki masalah keluarga.
Selain itu juga mungkin
karena adanya konsep
keliru yang dianut, misalnya
pelaku menganut aliran
sesat atau ilmu hitam.
Namun banyak juga yang
Pertanyaan selanjutnya
adalah apakah yang
menjadi pelaku selalu orang
dewasa? Ternyata tidak.
Dari kasus-kasus kejahatan
seksual yang mengemuka,
banyak di antaranya
30
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
dilakukan oleh anak-anak,
artinya pelakunya adalah
anak di bawah umur.
Mengapa hal ini bisa
terjadi? Dari penuturan
pelaku, mereka mengetahui
aktivitas seksual dari
keluarga sendiri, meniru
orang tua/teman/TV/Video
game/Film. Penyebab
lainnya, mungkin ia pernah
menjadi korban kejahatan
seksual oleh orang lain
atau sesama teman.
Lingkungan juga sangat
mempengaruhi sikap si
pelaku, jika ia berada di
antara kelompok yang
memiliki pengaruh negatif,
otomatis si pelaku juga
butuh diakui di kelompok
tersebut dengan melakukan
apa yang menjadi kebiasaan
buruk kelompok tersebut.
CIRI-CIRI ANAK
YANG MENJADI
KORBAN
KEJAHATAN
SEKSUAL
Umumnya anak yang
menjadi korban kejahatan
seksual tidak langsung
melapor pada orangtua
atau guru. Oleh karena itu
kita sebagai orangtua atau
orang dewasa harus jeli
melihat tanda-tandanya,
Selain itu kita juga perlu
mewaspadai efek jangka
pendek maupun jangka
panjang pada anak.
Jangka Pendek:
FISIK:
Luka lecet pada daerah
vagina atau dubur, rasa
gatal di alat kelamin, sulit
duduk maupun berjalan,
patah tulang, terbakar,
dan infeksi.
PSIKIS:
Traumatik, rasa takut
(takut masuk kamar, takut
tidur sendiri), cemas,
sulit makan, gangguan
tidur, minder, mudah
menjadi benci, cuek,
pendendam, mudah
mengambil jalan pintas,
gampang menyerah,
sensitif dan mudah marah,
tiba-tiba lengket dengan
orangtuanya dan sikapnya
menjadi lebih
kekanak-kanakan.
Jangka panjang:
PERTUMBUHAN:
Pertumbuhan badan
menjadi terhambat, kurang
gizi, infeksi dan cacat.
PERKEMBANGAN:
Terganggu emosinya,
sulit membedakan antara
hal baik dan hal buruk,
prestasi akademik rendah,
tidak kreatif dan
tidak produktif.
SIFAT DI MASA DEPAN:
Depresif, agresif, psikopat,
anarkis dan kriminal.
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
31
32
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
33
DAMPAK
KEJAHATAN
SEKSUAL TERHADAP
OTAK ANAK
Selain berdampak pada
seksual juga dapat
mempengaruhi otak anak.
Hal ini dikarenakan otak
anak masih dalam tahap
perkembangan sehingga
mudah sekali terpengaruh
oleh lingkungan, termasuk
jika ia pernah mengalami
trauma kejahatan seksual.
Secara medis, akibat
dari kejahatan seksual
adalah otak anak akan
mengalami penyusutan
volume terutama pada
bagian hipokampus (bagian
34
BAB
34III BAB
Kejahatan
III Kejahatan
Seksual
Seksual
Terhadap
Terhadap
AnakAnak
yang mempengaruhi
memori dan navigasi
ruangan). Penyusutan
inilah yang menjadi
salah satu penjelasan
kenapa seorang anak
yang mengalami
masalah cenderung akan
berperilaku menyimpang
psikogenik lanjutan.
Contohnya depresi,
ketergantungan obat,
bahkan masalah
kesehatan mental.
Sejauh ini belum
ada catatan tentang
penelitian mengenai hal
ini di Indonesia. Namun
penelitian yang dilakukan
oleh Universitas Harvard
pada 193 individu yang
berusia 18 - 25 tahun
menggunakan Magnetic
Resonance Imaging (MRI),
membuktikan bahwa
ada bagian tertentu dari
hipokampus responden
yang mengalami masalah
semasa kecilnya (berupa
kejahatan) mengalami
penyusutan ukuran
sekitar 6% dibandingkan
mereka yang tidak
mengalami penyimpangan.
Penelitian ini serupa
dengan yang pernah
dilakukan oleh King
College London dan
FIDMAG Sisters Hospitaller
Foundation for Research
and Teaching di Spanyol,
yang dipublikasikan
dalam American Journal
of Psychiatry. Hasil
dari penelitian mereka
menyebutkan bahwa
kejahatan pada anak dapat
mengurangi volume otak
(mengecil), tepatnya
bagian otak yang
bertanggung jawab untuk
memproses informasi.
Bagian otak yang paling
konsisten menyusut pada anak
yang mengalami kejahatan
terletak di ventrolateral
prefrontal dan daerah
limbik-temporal. Daerah
ini memiliki perkembangan
yang relatif terlambat,
yaitu setelah mengalami
kejahatan. Akibatnya
adalah terpengaruhnya sifat
mereka setelah dewasa,
terutama jika dilihat dari sisi
afektif (emosi) dan kognitif
(kemampuan berpikir).
MENGHADAPI
ANAK YANG
MENGALAMI
KEJAHATAN
SEKSUAL
Mencegah lebih baik dari
pada mengobati. Tetapi ada
kalanya musibah terlanjur
terjadi. Pada saat anak sudah
menjadi korban kejahatan
seksual, bukan berarti
semuanya sudah berakhir.
Inilah hal-hal yang perlu
dilakukan oleh orangtua:
• Dari segi kesehatan,
lakukan pemeriksaan
untuk menanggulangi
masalah fisik. Periksa
secara menyeluruh sebagai
pengobatan dan antisipasi
akan penyakit yang
mungkin ditularkan.
• Ajak anak berkonsultasi
ke psikolog untuk
mengetahui gangguan
emosi yang dialami anak,
juga untuk mendapatkan
terapi yang sesuai.
• Jauhkan anak dari
pelaku, dan pastikan anak
tidak berada di lingkungan
yang sama dengan pelaku.
• Ajak anak berlibur
agar dapat menjauh sesaat
dari trauma kejahatan.
Hal ini menjadi penting
terutama apabila kasus
yang terjadi sudah menjadi
konsumsi publik.
• Ciptakan rasa aman
dan berikan dukungan
emosional untuk anak. Yang
terpenting adalah JANGAN
pernah menyalahkan anak
atas kejadian yang sudah
terjadi. Yakinkan padanya
bahwa kejahatan tersebut
tidak akan pernah terjadi
lagi, dan bahwa selama dia
waspada maka ia akan aman
untuk selamanya.
blogspot.com/2010/05/wajib-
38
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
35
Bokong
Anus
36
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
37
38
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
sumber data: Drs. Asep Haerul Gani, Psychologist, Trauma Healing Volunteer Coordinator
& CISM for family victim from Emon / AS’s case.
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
39
orangtua
40
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
PENDIDIKAN MENGHADAPI KEKERASAN SEKSUAL O – 5 TAHUN
sumber data: semai2045.org
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
41
42
sumber data: semai2045.org
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
43
BAB IV
Penyebab
Terjadinya
Kekerasan
terhadap Anak
Budaya Patriarki
Pola Asuh yang Salah
Rendahnya Kontrol Diri
Menganggap Anak Sebagai Milik Diri atau
Milik Orangtua
Kurangnya Kesadaran Melaporkan adanya
Tindak Kekerasan
Pengaruh Media dan
Maraknya Pornografi
Disiplin yang Identik dengan Kekerasan
Merosotnya Moral
Penelantaran terhadap
Anak
44
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
adinya Kekerasan terhadap Anak
45
M
eskipun
setiap anak
membutuhkan
perlakuan penuh kasih
sayang dan perhatian dari
orangtua dan orang-orang
dewasa di sekitarnya,
tidak semua anak
seberuntung itu. Sebagian
dari mereka mendapatkan
perlakuan yang salah
dan sangat tidak
manusiawi, misalnya tindak
kekerasan, diskriminasi,
diperdagangkan,
hingga ditelantarkan.
Tindakan-tindakan yang
salah tersebut tentunya
memiliki dampak negatif
bagi perkembangan
jasmani maupun rohani
anak. Bukan hanya dampak
saat ini, tetapi juga sangat
mungkin mereka bawa
hingga dewasa.
Bahkan anak-anak
tersebut berpotensi
mengulang perbuatan yang
diterimanya saat masih
kecil kepada anak-anak
mereka atau anak-anak
kecil lainnya sehingga
menjadi lingkaran setan
yang sulit terputus.
Pokok bahasan di
bagian ini akan lebih
fokus bercerita mengenai
penyebab terjadinya
kekerasan terhadap anak.
Tujuannya adalah agar
orangtua dapat mengambil
pelajaran dan tidak
melakukan kesalahan
dalam memperlakukan
anak-anaknya.
Budaya
Patriarki
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Patriarki
adalah tata kekeluargaan
yang sangat mementingkan
garis keturunan bapak.
Patriarki berkaitan dengan
sistem sosial dimana
ayah menguasai seluruh
anggota keluarganya, harta
miliknya, serta sumbersumber ekonomi. Dialah
juga yang membuat semua
keputusan penting
bagi keluarga.
Dalam sistem budaya
(juga keagamaan), patriarki
muncul sebagai bentuk
kepercayaan bahwa laki-laki
lebih tinggi kedudukannya
dibanding perempuan, dan
bahwa perempuan harus
dikuasai bahkan dianggap
sebagai milik laki-laki.
Budaya patriarki yang
melihat garis keturunan dari
ayah, secara tidak langsung
Budaya patriarkhi
menyebabkan
relasi yang
k
seimbang
(Anak berada dalam hierarki
terbawah, sehingga rentan
menjadi korban kekerasan)
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
45
menimbulkan pemikiran
bahwa perempuan
mempunyai posisi yang
lebih rendah daripada
laki-laki (subordinat).
Perempuan dianggap
sebagai makhluk lemah
yang tidak mampu untuk
melakukan apapun,
dan karenanya mudah
dilecehkan, dikucilkan dan
dikesampingkan, serta
tidak mempunyai hak untuk
menyuarakan apa yang ada
dalam pikirannya.
Perempuan juga sering
disalahkan atas setiap
kejadian buruk yang terjadi
di keluarga dan rumah
tangganya. Perempuan
pun pasrah apabila
mendapat perlakuan
yang kasar dari suaminya
karena menganggap wajar
suami berbuat seperti
itu. Perempuan selalu
dituntut untuk meladeni
apapun yang suaminya
inginkan. Sementara lakilaki dianggap sebaliknya,
yakni sebagai makhluk
yang kuat dan bisa
melakukan apapun.
Lalu mengapa patriarki
dapat menyebabkan
kekerasan terhadap
anak? Hal ini disebabkan
karena budaya patriarki
memicu timpangnya
kekuasaan antara lakilaki dan perempuan.
Sehingga dalam rumah
tangga anak berada pada
tingkat terbawah. Karena
berada dalam tingkatan
atau hierarki paling bawah,
umumnya anak tidak dapat
melindungi dirinya sendiri
apabila mendapatkan
tindak kekerasan. Selain
itu, pelaku tindak kekerasan
seringkali merupakan orang
yang sangat dekat
dengan anak.
Upaya untuk mencegah
hubungan yang tidak
Pola asuh
juga harus
disesuaikan
dengan usia,
kebutuhan,
serta
kemampuan
sang anak.
46
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
seimbang ini antara
lain adalah dengan
menanamkan nilai-nilai
kehidupan berkeluarga
yang saling terbuka,
dimulai semenjak rumah
tangga akan atau
baru terbentuk.
Suami dan istri juga
perlu saling memahami
posisi dan tanggung jawab
mereka dalam rumah
tangga. Oleh karena itu
sangat penting bagi mereka
untuk saling mengasihi,
menghormati, membantu,
menghargai, dan
menjaga perasaan satu
sama lain.
Pola Asuh
yang Salah
Setiap orangtua pasti
memiliki harapan dan
keinginan terhadap anak
mereka, sehingga segala
cara diusahakan untuk
mencapainya. Namun
terkadang cara yang
ditempuh atau pola
asuh yang diterapkan
terlalu berlebihan.
Pola asuh tersebut bisa
dalam bentuk perlakuan
tercermin dalam tutur
kata, sikap, perilaku dan
tindakan yang diberikan.
Padahal, apa yang
diberikan oleh orangtua
sejak anak dilahirkan
hingga usia remaja akan
membentuk kepribadian
sang anak.
yang otoriter karena dapat
membuat anak takut
dan akhirnya menjadi
tidak berkembang.
Dalam mendidik,
sebaiknya orangtua
juga harus konsisten dan
mengajarkan kepada
anak bahwa setiap
perbuatan harus bisa
dipertanggungjawabkan
serta ada konsekuensi
atau akibatnya. Orangtua
sebaiknya juga membangun
harga diri anak, tidak sering
membanding-bandingkan,
mencela, atau menghakimi
anak. Sehingga pada
akhirnya anak dapat
menghargai dirinya sendiri
serta orang lain.
Menurut Diana Baumrind (1989),
terdapat tiga tipe pola asuh
yang diterapkan orangtua
terhadap anak, yaitu:
● Pola asuh
otoriter,
orangtua banyak
melarang dengan
mengorbankan
kebebasan anak.
Anak yang hidup
di dalam keluarga
dengan pola asuh
otoriter berpotensi
memiliki kepribadian
yang keras, mudah
tersinggung, cemas
dan ketakutan.
● Pola asuh yang
demokratis,
biasanya ditandai
dengan adanya
sikap terbuka antara
orangtua dan anaknya.
Pola asuh demokra s
akan menghasilkan
karakteris k anakanak yang mandiri,
Dalam penerapannya,
sebaiknya orangtua tidak
kaku atau terbatas pada
pola asuh yang itu-itu saja.
Pilihan pola asuh dapat
diterapkan berdasarkan
situasi yang terjadi
saat itu. Bahkan bisa
saling dikombinasikan.
Pola asuh juga harus
disesuaikan dengan
dapat mengontrol diri,
mempunyai hubungan
baik dengan teman,
mampu menghadapi
stres, mempunyai
minat terhadap hal-hal
baru, dan koopera f
terhadap orang lain.
● Pola asuh yang
permisif,
ditandai dengan
adanya kebebasan
tanpa batas pada
anak untuk berbuat
sekehendak ha nya.
Pola asuh permisif
akan menghasilkan
karakteris k anak-anak
yang agresif, dak
patuh, manja, kurang
mandiri, mau menang
sendiri, kurang percaya
diri, dan kurang
matang secara sosial.
Pola Asuh
Efektif
usia, kebutuhan, serta
kemampuan sang anak.
Misalnya, dalam kondisi
berbahaya orangtua
sebaiknya menggunakan
pola asuh yang otoriter,
untuk mencegah anak
terkena dampak bahaya
tersebut. atau misalnya
saat belajar seni, jangan
menggunakan pola asuh
1. Dinamis
2. Sesuai Kebutuhan dan
Kemampuan Anak
3. Ayah dan Ibu
Konsisten
4. Teladan Posi f
5. Komunikasi yang baik
6. Berikan Pujian
7. Berpikir Ke Depan
8. Libatkan anak
9. Sabar
10. Beri Penjelasan
11. Realis s
12. Jaga Kebersamaan
(Sumber: Soedibyo Alimoesa
dalam paparan Menjadi
Orangtua Hebat, 2014)
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
47
Ketika melarang
anak berbuat sesuatu,
sebaiknya orangtua juga
menjelaskan alasannya.
Sebab sering kali anak
jusru ingin mencoba
apa yang dilarang untuk
dilakukannya. Dengan
memberikan pengertian
mengapa ia tidak boleh
melakukan sesuatu
tersebut, maka anak akan
lebih memahami dan
dapat menerima
larangan tersebut.
Rendahnya
Kontrol Diri
Kekerasan pada anak juga
dapat terjadi karena faktor
kepribadian orang tua,
yaitu rendahnya kontrol
diri. Rendahnya kontrol diri
orangtua dapat berupa
perasaan negatif dan emosi
kemarahan yang berlebihan
kepada anak.
48
Beberapa faktor yang
menjadi sebab rendahnya
kontrol diri adalah
orang tua yang terlalu sibuk
hingga mengalami stres,
ketergantungan pada
obat-obatan, pernah
mengalami kekerasan
yang menyebabkan trauma,
dan terpengaruh perilaku
kekerasan dari
dunia hiburan.
Orangtua dengan
kognitif (kemampuan
berpikir) yang bagus tetapi
tidak mampu mengelola
emosinya akan sangat
mungkin melakukan
perbuatan kekerasan
terhadap anak. Sebaliknya,
orangtua dengan
kemampuan kognitif yang
tidak terlalu tinggi, namun
bisa mengelola emosinya
dengan baik lebih kecil
kemungkinan melakukan
kepada anaknya.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
Selain orangtua yang
perlu tetap menjaga kontrol
terhadap dirinya sendiri.
Anak juga perlu diajari
untuk mengendalikan
dirinya. Hal ini selain baik
untuk diri sang anak,
juga untuk menghindarkan
agar anak tidak
berbuat kekerasan
terhadap temannya.
Ada beberapa upaya
pencegahan rendahnya
kontrol diri pada
anak, yaitu:
● Beri contoh tentang
pengendalian diri.
Cara terbaik anak dalam
belajar tentang moralitas
adalah dengan melihat
contoh dari orangtuanya.
Anak yang sering melihat
orangtuanya marah
disebabkan oleh hal-hal
kecil akan sangat sulit
untuk dak mencontohnya
dalam kesehariannya.
●
Mendorong anak untuk
dapat mem vasi
dirinya sendiri
Salah satu tugas terberat
adalah mendidik anak agar
percaya diri. Meskipun kita
pas mendorong anak agar
berhasil, pada akhirnya
mereka sendirilah yang
harus mempunyai keinginan
untuk itu. Tujuannya adalah
membuatnya sadar bahwa
ia dapat mengontrol hidup
dan pilihannya.
● Ajarkan untuk berfikir
sebelum ber
k
Dengan belajar berfikir
sebelum b ndak, anak
akan memahami se ap
konsekuensi atau akibat
dari ndakannya, baik
yang akan menguntungkan
maupun merugikannya.
Menganggap
Anak sebagai
Milik Diri
atau Milik
Orangtua
Kasih sayang terhadap
anak seringkali diartikan
keliru oleh para orangtua.
Anak sering kali dianggap
mutlak milik orangtuanya.
Sehingga dalam pola
pengasuhan, anak kerap
tidak memiliki suara dan
hanya dituntut untuk mau
mendengarkan orangtua.
Sedangkan orangtua tidak
mau mendengarkan pikiran
dan aspirasi/pendapat serta
pandangan anak-anak.
Orangtua pun
masih banyak yang
enggan mengucapkan
maaf dan menunjukkan
penyesalannya kepada
anak-anaknya ketika
berbuat salah (misalnya
tidak menepati janji). Hal
ini terjadi karena orangtua
menganggap dirinya selalu
benar, sedangkan anak
adalah pihak yang belum
bisa berpikir dengan baik
dan karenanya selalu salah.
Dalam proses
penerapannya
jarang sekali
pelaku
kejahatan
dijatuhi
hukuman
maksimal.
Agar orangtua tidak
menganggap anak sebagai
“milik”nya saja, maka
terlebih dahulu orangtua
harus menyadari bahwa
anak sebenarnya adalah
makhluk yang merdeka
dan merupakan titipan
Tuhan. Karena itu mereka
patut dihargai. Begitu
juga ketika melakukan
kekeliruan, seharusnya
orangtua juga mau
mengakui kesalahannya
dan mengucapkan maaf
kepada anak-anaknya.
Dengan demikian, anak akan
semakin menghargai dan
menghormati orang tuanya.
Mengasihi anak
sesungguhnya juga berarti
menghormati anak sebagai
pribadi yang utuh, yang
memiliki harkat dan
martabat kemanusiaan.
Kurangnya
Kesadaran
Melaporkan
adanya
Tindak
Kekerasan
Kurangnya kesadaran
orangtua ataupun orang
dewasa lainnya untuk
melaporkan kekerasan
terhadap anak kepada
pihak yang berwajib turut
mempersulit penanganan
terhadap korban kekerasan.
Akibatnya, kekerasan
berlangsung lama dan
berulang-ulang.
Padahal dengan
melaporkan kepada pihak
berwajib dapat membuka
tabir tentang bentuk
kekerasan yang dialami
oleh si anak. atau bahkan
menemukan adanya
korban lainnya. Selain itu,
laporan kita kepada
pihak berwajib diperlukan
untuk bisa menangkap dan
memberi pelaku hukuman
yang setimpal.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
49
Kenyataan yang
belum sepenuhnya
menggembirakan terkait
dengan kekerasan terhadap
anak adalah masih relatif
ringannya hukuman
kepada pelaku.
Pasal 81 dan 82
Undang-undang No.
35 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undangundang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak
sebenarnya telah mengatur,
bahwa setiap orang yang
melakukan kekerasan atau
mengancam anak, maka
pelakunya dapat dihukum
minimal lima tahun dan
maksimal 15 tahun penjara,
serta dengan denda paling
banyak Rp 5 miliar.
Bahkan, jika pelakunya
adalah orangtua, wali,
pengasuh anak, pendidik,
atau tenaga kependidikan,
maka pidananya ditambah
sepertiga dari ancaman.
Namun hukuman ini
dirasa belum sebanding
dengan kerugian yang
dialami korban, karena
dalam penerapannya
jarang sekali pelaku dijatuhi
hukuman maksimal.
Oleh karena itu,
diperlukan langkah
progresif/maju dari aparat
penegak hukum untuk
memberikan tuntutan dan
putusan yang berkeadilan
bagi korban sehingga
memberi efek jera bagi
pelaku kekerasan
terhadap anak.
50
Selain itu, kendala
yang dihadapi dalam
penegakan hukum
terhadap kekerasan anak
adalah masih kurangnya
kesadaran masyarakat
dan petugas kesehatan
untuk melaporkan kejadian
kekerasan terhadap
anak kepada pihak
yang berwajib.
Oleh sebab itu, perlu
disadari bersama bahwa
pada dasarnya semua
pihak dapat berperan
untuk mencegah terjadinya
kekerasan pada anak.
Dan peran masyarakat
untuk segera melaporkan
kejadian dapat mencegah
terulangnya kasus
kekerasan pada anak.
Pengaruh
Media dan
Maraknya
ke
ekaan terhadap
kekerasan dan penderitaan
korban atau orang lain.
Tayangan kekerasan
dapat meningkatkan
perilaku meniru.
3
Anak-anak yang kerap
menonton tayangan
kekerasan dari televisi
atau media lainnya juga
rentan mengalami masalah
pada perkembangan
kepribadiannya. Masalah
tersebut antara lain adalah
meningkatnya sifat jahat
pada anak; menjadi
penakut dan semakin sulit
memercayai orang lain;
menjadi kurang atau tidak
peduli pada kesulitan orang
lain; dan meningkatnya
keinginan untuk melihat
atau melakukan kekerasan
dalam mengatasi setiap
persoalan. (Sumber: Ron Solby
dari Universitas Harvard,dalam
Paparan Peranan Media Terhadap
Kekerasan pada Anak, KPAI, 2014.)
Bahaya kekerasan dalam
media: (Sumber : hasil riset
pada tahun 1995, dalam Paparan
Peranan Media Terhadap Kekerasan
pada Anak, KPAI, 2014.)
Tayangan dengan
unsur kekerasan
dapat meningkatkan
perilaku agresif
1
Memperlihatkan
secara berulang
tayangan kekerasan
dapat menyebabkan
2
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
Selain itu, media
ternyata turut menyumbang
terhadap meningkatnya
kasus kekerasan seksual
pada anak.
Hal ini disebabkan
karena orang dewasa
bahkan anak-anak semakin
mudah mengakses konten
pembunuhan. Tayangantayangan tersebut dibuat
menarik lewat berbagai
media (Koran, majalah,
tabloid, komik, novel, TV,
DVD, games dan internet).
Meskipun telah ada
pembatasan menonton
televisi di rumah oleh
orangtua, juga pelarangan
dan pengaturan tayangan
namun anak-anak tetap
dengan berbagai cara. Salah
satunya melalui telepon
genggam/selular.
Hasil penelitian
Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia
(LIPI) menyebutkan,
dampak tayangan
meningkatnya kasus
kehamilan tidak
dikehendaki di kalangan
anak dan remaja,
meningkatnya kekerasan
seksual, bahkan aborsi.
Sementara itu, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia
pada tahun 2013 pernah
melakukan penelitian dengan
hasil cukup mengejutkan,
yaitu 95% anak di Indonesia
pernah mengakses
dilakukan pada siswa SD
• Dopamin adalah sebuah neurotransmiter
(senyawa) yang membantu mengontrol pusat
kepuasan dan kesenangan di otak. Dopamin juga
membantu mengatur ndakan dan tanggapan
kelas 4, 5 dan 6 dengan
jumlah 2016 siswa). Ini
berarti, anak usia 10 sampai
11 tahun sudah terpapar
Mungkin pada awalnya
mereka menemukan
tayangan tersebut secara
tidak sengaja, sekadar
penasaran, terpengaruh
teman atau bahkan iseng.
Namun apa yang akan
terjadi jika anak seusia itu
sudah disuguhkan dengan
lihat gambar di bawah ini:
emosional, sehingga memungkinkan kita untuk
dak hanya mengapresiasi penghargaan, tetapi
juga mengambil ndakan untuk meraihnya.
Dalam gambar terlihat, ketika sudah sampai pada “tingkat porno meningkat”, anak mulai
merasakan keinginan untuk mencoba apa yang sudah dilihatnya. Dan karena dorongan
seksual mereka tidak tersalurkan, inilah yang dapat mengakibatkan kekerasan seksual.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
51
52
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
BAGIAN OTAK YANG RUSAK DR. DONALD HILTON JR
5 Bagian
Otak
Faktor
Perusak
Orbitofrontal
Midfrontal
Insula
Hippocampus
Cocain
(BioPsy 2002)
X
X
X
Methamphetamine,
Narkoba
(NeuPsyPhar 2005,
JNeurosc 2004)
X
X
X
Obesitas
(Neuroimage 2006)
Sex (Phedhopilia)
(JPsycRes 2007)
Dari tabel diatas,
dapat dilihat bahwa:
● Cocain merusak bagian
otak Orbitofrontral
Midfrontal, Insula
Hippocampus Tempral,
dan Cingalute
● Methapetamine
merusak bagian otak
Orbitofrontral Midfrontal,
Insula Hippocampus
Temporal, dan Cingalute.
● Obesity merusak bagian
otak Orbitofrontral
X
X
Nucleus
Accumbens
Patumen
X
X
X
Midfrontal dan Nucleus
Accumbens Patumen
● Sex (Film Porno) merusak
lima bagian otak yaitu
Orbitofrontral Midfrontal,
Insula Hippocampus
Temporal, Nucleus
Accumbens Patumen,
Cingalute, dan Cerebelum.
Jika terpapar oleh
sebagian saja otak kita
yang terkena imbasnya,
namun di setiap bagian
Cingalute
X
Cerebellum
X
otak kita Adiksi/ketagihan
narkoba akan merusak 3
bagian otak, sedangkan
merusak 5 bagian otak.
Ke-5 bagian otak itu
yang berperan dalam
kontrol perilaku yang
menimbulkan perbuatan
berulang–ulang terhadap
pemuasan seksual.
Dr. Donald Hilton
Jr mengatakan, bahwa
merupakan penyakit
karena mengubah struktur
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
53
dan fungsi otak, atau
dengan kata lain
merusak otak.
Bagian yang
paling rusak adalah
prefrontal cortex (PFC)
yang membuat anak
tidak bisa membuat
perencanaan,
mengendalikan hawa
nafsu dan emosi,
serta mengambil
keputusan dan berbagai
peran otak sebagai
pengendali tindakan.
Bagian inilah yang
membedakan antara
manusia dan binatang.
(Sumber: female.kompas.com/
read/2012/11/07/09592136/
Pornografi
bukan hanya
membuat
anak menjadi
korban
kekerasan
seksual,
tetapi
mereka juga
berpotensi
menjadi
pelaku.
Bagaimana.Pornografi.Merusak.
Otak.Anak)
Nah, kemudian, apa
yang akan terjadi jika
otak anak sudah rusak
karena pornografi?
● Anak tidak dapat
mengontrol diri
● Anak tidak bisa
menjaga emosi
● Anak tidak memiliki
rasa bersalah
● Anak tidak memiliki
konsep tentang
konsekuensi
atau akibat dari
perbuatannya, dan
● Anak tidak bisa
mengambil keputusan
Dan yang lebih
mengkhawatirkan,
pornografi bukan hanya
membuat anak menjadi
korban kekerasan
54
seksual, tetapi mereka
juga berpotensi menjadi
pelaku.Hampir semua
anak pelaku kekerasan
seksual selalu didahului
oleh terpaan pornografi.
Kini, kasus kejahatan
seksual pada anak terjadi
dan cenderung meningkat
seiring dengan tingginya
pemakaian internet dan
telepon pintar.
Pada umumnya anak
menerima informasi
tentang pornografi
dari luar rumah seperti
dari teman-teman
sebayanya. Sangat
sedikit yang memperoleh
informasi pornografi dari
lingkungan rumah. Salah
satu alasan mengapa
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
anak mencoba melihat
pornografi adalah karena pornografi
membuat mereka
terangsang, ada
keasyikan tersendiri bila
menonton pornografi
apalagi ada adiksi/
ketagihan, sehingga
walaupun ada larangan
yang diterapkan
keluarga, terkadang
anak tetap berupaya
melihat pornografi
secara sembunyisembunyi. Anak tidak
mengetahui dan tidak
percaya, bahwa dalam
jangka panjang tindakan
tersebut akan merugikan
diri sendiri.
Oleh karena itu, anak
sejak dini perlu diberikan
penjelasan tentang
bahaya pornografi.
Penjelasan kepada anak
harus dapat diterima
oleh akal sehat/logika,
bukan dengan cara
menakut-nakuti tanpa
alasan yang jelas.
Buatlah pernyataan
yang jelas, benar dan
spesifik, berikan contoh
orang yang suka melihat
pornografi cenderung
melakukan kekerasan,
malas belajar, bermental
porno, mengkhayal/
melamun dan tidak bisa
berkonsentrasi serta kecenderungan
untuk melakukan
kejahatan seksual
kepada orang lain.
m
Sumber:
Sumber: Semai
Semai
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
55
digunakan untuk
mencegah dibukanya
situs-situs porno
di internet atau
saluran-saluran
khusus dewasa di
televisi. Pasanglah
software tersebut
di rumah sebagai
pengamanan.
Kiat-kiat menjauhkan
anak dari bahaya
1
2
3
56
56
Tunjukkan
wewenang Anda
sebagai orangtua.
Lakukan hal ini
secara bijaksana dan
lembut. Tunjukkan
bahwa orangtua
tetaplah orangtua
walaupun hubungan
dengan anak terjalin
seperti sahabat.
Orangtua yang
berhak mengambil
keputusan akhir
tentang segala
sesuatu yang
berkaitan dengan
keamanan anak.
Anda berhak
mengetahui siapa
saja temannya, di
mana ia berada, dan
apa yang sedang
ia lakukan.
Berikan contoh yang
baik. Orangtua
adalah yang pertama
kali akan dicontoh
anak di rumah.
Jika ingin anak
berperilaku baik,
orangtua juga harus
melakukan hal
yang sama.
4
5
Pasang pengaman
di komputer atau
televisi. Saat ini
tersedia banyak
software yang bisa
BAB
BABIV
IV Penyebab
PenyebabTerjadinya
TerjadinyaKekerasan
Kekerasanterhadap
terhadapAnak
Anak
Kontrol “password”
internet. Jangan
berlakukan sistem
otomatis pada
sambungan internet
di rumah, melainkan
terapkan sistem
manual. Saat anak
masih kecil, yang
boleh mengetahui
password ini hanya
orangtua. Ganti
password secara
teratur supaya
keamanannya
terjaga.
Letakkan komputer
atau televisi di ruang
publik dimana
keluarga bisa
berkumpul, misalnya
ruang keluarga.
Dengan demikian
orangtua dapat
mengawasi apa saja
yang sedang ditonton
atau diakses anak.
Hindari memberikan
komputer atau
televisi pribadi
sepanjang
anak belum
membutuhkannya.
6
Beri penjelasan
secara baik dan
dengan tenang.
Jika anak ketahuan
sedang melihat
materi pornografi,
jangan langsung
marah. Tanyakan
baik-baik alasannya.
Berilah penjelasan
mengapa hal
itu tidak
pantas untuknya.
7
Jangan berikan
ponsel canggih.
Kalau anak memang
membutuhkan
ponsel/telepon
genggam, berikan
yang paling
sederhana, tanpa
kamera, video,
ataupun internet.
Ponsel seperti
itulah yang mereka
butuhkan saat ini.
Katakan padanya
bahwa fungsi utama
ponsel adalah untuk
berkomunikasi.
Jika memerlukan
internet, ia bisa
gunakan komputer
di rumah.
8
Dampingi saat
menonton televisi
atau menggunakan
internet, terutama
untuk anak yang
masih kecil.
Sebaiknya orangtua
yang memegang
remote control-nya.
Setiap kali muncul
adegan yang kurang
pantas, segera
ganti salurannya
dan tunjukkan
ketidaksukaan
orangtua. Tujuannya
agar anak menjadi
terbiasa dan tahu
bahwa yang seperti
itu memang tidak
pantas. Ia pun tak
akan tertarik pada
hal-hal semacam
itu meskipun
sedang tidak berada
dalam pengawasan
orangtua. Lakukan
tindakan yang sama
pada media lain.
Ketika ia sudah lebih
besar, orangtua
dapat berdiskusi
tentang fungsi
organ reproduksi
dan memberikan
penjelasan lebih
mendalam.
9
Sediakan waktu
untuk keluarga.
Banyak orang
mengakses
pornografi karena
merasa bosan dan
tidak memiliki
kegiatan lain.
Inilah sebabnya
keluarga sebaiknya
meluangkan waktu
bersama, setidaknya
sekali seminggu.
Ajak anak ke taman,
makan di luar, atau
yang lainnya supaya
ia terhibur. Dengan
demikian, ia tidak
hanya berpaling
ke televisi atau
internet untuk
mencari hiburan.
10
11
Sertakan mereka
dalam kegiatan
bermanfaat.
Daftarkan anak
dalam aktivitas/
kegiatan
ekstrakurikuler
di sekolahnya.
Pilihan lain adalah
bekerjasama
dengan para
orangtua di sekolah
atau lingkungan
rumah. Orangtua
dapat menyediakan
aktivitas kecilkecilan untuk
mereka, misalnya,
mendirikan klub membaca atau melukis.
Periksa teman
anak. Bukan tidak
mungkin anak
mendapatkan
materi pornografi
dari temannya. Jadi,
tidak ada salahnya
jika orangtua
cermat memilih
dengan siapa ia bisa
bergaul. Kalau tahu
bahwa teman anak
suka dengan hal-hal
berbau pornografi,
bicaralah dengan
orangtua teman
anak tersebut.
Katakan bahwa
orangtua
menginginkan yang
terbaik untuk masa
depan anak. Apabila cara ini
tidak berhasil,
jauhkan anak dari sang teman.
12
13
Libatkan diri dalam
kegiatan akademis/
sekolah anak.
Cari tahu apa saja
yang diajarkan
dan yang sedang
terjadi di sekolah.
Bekerjasamalah
dengan wali kelas
dan orangtua
lainnya untuk
mencegah muridmurid terekspos
pornografi di
lingkungan sekolah.
Buat aturan soal
internet. Selain
menentukan
waktu pemakaian
internet, tentukan
juga apa yang
boleh dan tidak
boleh dilakukan
saat menggunakan
internet. Selalu ikuti
aturan penggunaan
internet dari
orangtua.
Sumber: http://health.kompas.com/
read/­‑­2010/11/20/15080050/13.
tips.jauhkan.anak.dari.
pornografi)
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
57
Hal-hal yang perlu
dipesankan ke ka anak
mulai kenal internet
● Tidak memberikan
informasi pribadi di
forum umum.
● Tidak membalas e-mail/
surat elektronik,
obrolan, atau diskusi
yang membuatnya
merasa dak nyaman.
● Tidak memberikan
informasi atau foto
kepada orang tak
dikenal.
● Tidak memberikan
password (kata sandi)
kepada orang lain,
kecuali orangtua.
● Jangan klik tautan
apapun dari orang tak
dikenal.
● Tidak langsung
memercayai orang
yang baru saja dikenal.
Mereka bisa saja
berbohong. Anak harus
selalu berha -ha .
● Tidak mau diajak
bertemu secara langsung
oleh orang yang dikenal
lewat internet.
● Jangan membeli
barang apa pun atau
memberikan informasi
tentang kartu kredit
tanpa seizin orangtua.
● Selalu beri tahu orang
tua jika ada seseorang
atau suatu hal di internet
yang membuatnya dak
nyaman.
Sumber: www.protectyourkids.
info
58
Disiplin
yang Identik
dengan
Kekerasan
Sikap disiplin memang
penting diajarkan kepada
anak. Disiplin yang
tertanam sejak dini akan
membuat kehidupan
mereka di masa mendatang
lebih tertib dan teratur.
Dengan bekal tersebut,
anak dapat meraih cita-cita
dan kesuksesan.
Disiplin merupakan
perasaan taat dan patuh
terhadap nilai-nilai maupun
peraturan. Seringkali,
dalam proses pendisiplinan
terdapat unsur hukuman
bagi yang melanggar nilainilai maupun peraturan
tersebut.
Penerapan disiplin
dapat dilakukan dengan
paksaan, namun juga
Pada dasarnya
masa anakanak adalah
masa paling
efek f untuk
membentuk
dan
mengarahkan
perilaku anak.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
bisa dilakukan dengan
suka rela.
Untuk usia dini,
bentuk disiplin sebaiknya
dilaksanakan secara
suka rela dan melalui
cara-cara bermain. Guru,
masyarakat, dan orangtua
adalah faktor-faktor yang
paling berpengaruh untuk
mendisiplinkan anak.
Namun sayangnya,
kekerasan terhadap
anak-anak baik di sekolah
maupun di dalam rumah
masih banyak terjadi
karena alasan ingin
mengajarkan kedisiplinan.
Para pelaku kekerasan
sering berdalih bahwa
yang mereka lakukan
adalah cara untuk
mendisiplinkan anak.
Padahal disiplin jelas
sekali berbeda dengan
kekerasan. Namun
pemahaman yang kurang
tepat dari para guru dan
orangtua mengenai
disiplin telah menjadi
penyebab terjadinya
kasus-kasus kekerasan
terhadap anak. Mereka
cenderung menyamakan
disiplin dengan pemberian
hukuman dalam
bentuk kekerasan.
Pada dasarnya
masa anak-anak adalah
masa paling efektif
untuk membentuk
dan mengarahkan
perilaku anak.
Setiap anak memiliki
potensi memahami
aturan yang berkembang
pada setiap tahap
kehidupannya. Disiplin
juga diperlukan untuk
membantu penyesuaian
pribadi dan sosial anak.
Melalui disiplin anak dapat
belajar berperilaku sesuai
dengan cara yang disetujui,
dan sebagai imbalannya
mereka dapat dengan
mudah diterima oleh
lingkungan sosialnya.
Namun pendisiplinan
yang sewenangwenang, terutama
dengan menggunakan
hukuman yang keras
tidak dapat dibenarkan.
Masih banyak metode
yang bisa digunakan
guna menerapkan atau
mengembangkan sikap
disiplin pada anak.
Berikut adalah beberapa
hal yang perlu kita ketahui
tentang penerapan disiplin
pada anak-anak
Secara umum
penerapan disiplin
pada anak adalah masa
mengajarkan. Karena anak
membutuhkan batasanbatasan karena masih
belum dapat mengontrol
dirinya sendiri. Batasan
orangtua membuat anak
merasa nyaman dan aman.
Beberapa hal yang perlu
diingat dalam menerapkan
disiplin pada anak:
1
Jika anak-anak usia
dini kerap membuat
ulah, jangan dulu berpikir
mereka nakal. Mereka
hanya mencoba dengan
dunianya. Hindari memberi
label/sebutan, karena label
membuat anak merasa
yakin mereka nakal dan
mengembangkan perilaku
mereka sesuai label/
sebutan.
2
Paling penting dalam
menerapkan disiplin
adalah konsistensi. Jika
sekali orangtua mengatakan
sampah harus dibuang
Tujuan Disiplin untuk anak usia
dini
Tujuan disiplin adalah
membentuk perilaku
sedemikan rupa sehingga
ia akan sesuai dengan
peran-peran yang
ditetapkan oleh kelompok
budaya dan tempat si anak
berada. Orangtua maupun
guru diharapkan dapat
menerangkan terlebih
dahulu apa kegunaan
atau manfaat disiplin bagi
anak sebelum mereka
melakukan mendisiplinkan
anak.
Hal ini dilakukan supaya
anak memahami maksud
dan tujuan berdisiplin.
di tempat sampah, maka
sampai kapan pun,
orangtua harus konsisten
dengan peraturan tersebut.
Aturan yang berubah-ubah
membuat anak bingung,
sehingga peraturan
tersebut tidak lagi berarti
bagi anak.
5
Anak-anak memiliki
daya ingat yang
pendek. Kita tidak bisa
mengharapkan mereka
langsung memahami apa
yang kita ajarkan dalam
sekejap. Orangtua perlu
mengulangi berkali-kali
hingga anak mengikuti
aturan yang sudah dibuat.
6
Terlalu banyak kata
“tidak” atau “jangan”
membuat aturan justru
tidak efektif, karena anak
tidak berani melakukan apa
pun. Cobalah menawarkan
alternatif untuk setiap kata
“tidak”. Misalnya dengan
mengatakan, “Sayang, buku
ayah jangan dimainkan. Ayo
kita cari bukumu sendiri dan
kita lihat isinya! Pasti asyik!”
7
Jika anak berbuat
kesalahan atau
melanggar aturan,
sekali-sekali biarkanlah
mereka menanggung
risikonya, tentu saja jika
hal tersebut tidak terlalu
membahayakannya.
Dengan cara ini anak
berkesempatan belajar dari
kesalahannya.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
59
LIMA KESALAHAN
yang Seharusnya Tidak Dilakukan oleh Orangtua Ketika Mengajarkan Disiplin:
1
Menyuap.
Jangan memberi
hadiah kepada anak
sambil memintanya
berjanji agar tidak
melakukan apa yang
tidak orangtua inginkan.
Misalnya, “Janji ya gak
ganggu adik. Ibu sudah
siapkan hadiahnya lho.”.Ini
artinya orangtua mencoba
menyuap. Menyuap
hanya akan menghentikan
kebiasaan buruk anak
saat itu saja, tapi tidak
mengajarkan pemahaman
bahwa memukul adalah
sikap buruk. Sebaiknya
berikan hadiah kepadanya
sebagai bentuk
penghargaan atas prestasi
yang berhasil dicapai.
Misalnya, terapkan
akumulasi perilaku baik
dengan hadiah stiker
setiap kali anak berhasil
tidak menyakiti adiknya.
Stiker yang terkumpul
dapat ditukar dengan
mainan di akhir minggu.
5
Membuat Target
Terlalu Tinggi.
Orangtua perlu menghindari
sikap menuntut anak untuk
bisa menjalani disiplin
dengan sempurna. Misalnya,
menuntut anak berjalan
dengan tenang mengikuti
orangtua yang sedang
60
2
Berbohong. Orangtua
pasti pernah menghadapi
rengekan anak, misalnya saat
mereka harus segera pergi ke
suatu tempat. ‘Jurus’ bohong
biasanya dipilih agar masalah
cepat selesai. “Mama harus
menolong teman Mama karena
di rumahnya ada harimau
besar!” Cara ini mungkin berhasil
membuat anak mengurungkan
niat kerasnya untuk ikut. Namun
berbohong juga akan membuat
anak kehilangan kepercayaan
langsung mengajarkan anak untuk
melakukan hal yang sama.
3
Boleh Melanggar.
Sebaiknya beri anak
peringatan secara bertahap
ketika melanggar disiplin.
Ketika tidak mempan dengan
peringatan, berikan hukuman
misalnya jangan ijinkan dia
menonton film kesukaannya.
Daripada memarahi, lebih baik
tunjukkan contoh atau sikap
yang seharusnya dilakukan
oleh anak.
memilih belanjaan. Hal
tersebut jelas tidak
mungkin. Sebaiknya pahami
situasi dari sudut pandang
anak. Misalnya, ketika
mengajaknya belanja ke
supermarket, mampirlah ke
rak mainan anak-anak
dan biarkan ia bermain
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
Mengancam
dan
Memarahi. Mengancam
4
anak saat dia tidak mau
menuruti perkataan
bukanlah cara yang tepat.
“Kalau kamu nggak mau
tidur, bonekanya Bunda
buang lho!”. Mengancam
tapi kemudian tidak
sungguh-sungguh
membuang bonekanya
akan membuat ia merasa
dibohongi. Lain kali anak
tahu bahwa orangtuanya
tidak akan menghukum.
Penanaman disiplin dengan
cara ini akan gagal.
Sebaiknya beri anak
peringatan secara bertahap
ketika melanggar disiplin.
Ketika tidak mempan
dengan peringatan, berikan
hukuman misalnya jangan
ijinkan dia menonton film
kesukaannya. Daripada
memarahi, lebih baik
tunjukkan contoh atau
sikap yang seharusnya
dilakukan oleh anak.
sejenak. Lanjutkan kembali
kegiatan belanja. Bila dia
bosan dan kemudian rewel,
beri dia pengertian bahwa
kita masih perlu mengambil
barang belanjaan,
setelah itu dia boleh pilih
satu mainan untuk
dibawa pulang.
Merosotnya
Moral
Menurut Kriminolog dari
Universitas Indonesia,
Prof. Bambang Widodo
Umar, nilai-nilai etika dan
moral yang sebelumnya
dipegang masyarakat
kini sudah tidak lagi
begitu dianggap. Dengan
demikian tidak ada lagi
patokan-patokan yang
menentukan suatu hal
boleh atau tidak boleh
dilakukan, sehingga
menyebabkan orang saling
tidak peduli terhadap
perbuatan orang lain.
“Nilai yang lama
mengalami kemerosotan,
atau juga dianggap usang,
sementara tidak ada
lagi nilai-nilai baru untuk
dijadikan pegangan. Hal ini
dalam istilah sosial disebut
dekadensi moral,” ujarnya.
Dekadensi atau
kemerosotan moral terjadi
di tengah masyarakat.
Kemerosotan moral yang
terjadi di masyarakat
tidak terlepas dari efek
globalisasi di mana arus
teknologi informasi lewat
media cetak, televisi dan
internet menyebarkan virus
kebudayaan Barat.
Aspek yang
dikorbankan dari efek
globalisasi dan teknologi
adalah peradaban
dan gaya hidup
yang berkembang di
masyarakat. Secara tidak
langsung, gaya hidup dan
peradaban pun turut ditiru
oleh bangsa kita. Semakin
lama budaya dan norma
yang berlaku tergerus oleh
kebudayaan luar yang pada
dasarnya berbeda dengan
budaya bangsa timur.
Di sinilah pentingnya
pendidikan, baik pendidikan
di lingkungan keluarga
maupun pendidikan
formal yang berperan
untuk menyaring dominasi
kebudayaan Barat.
Anak-anak kita perlu
mendapatkan pendidikan
moral yang membentuk
generasi penerus bangsa
sebagai pribadi yang
berakhlak mulia, jujur
dan bertanggung jawab.
Pendidikan moral inilah
salah satu modal untuk memperbaiki kondisi bangsa.
Lalu, bagaimana
memberikan pendidikan
moral bagi anak-anak kita?
Pendidikan
Moral Sejak
Dini.
Anak usia dini berada
pada masa keemasan
perkembangan kognisi
(kemampuan berpikir),
afeksi (emosi), dan konasi
(perilaku). Di usia inilah
anak sudah mulai belajar
mana yang benar dan yang
salah. Dengan pendidikan
moral yang dilakukan sejak
dini, diharapkan pada tahap
perkembangan selanjutnya
anak mampu membedakan
baik-buruk dan benar-salah
serta menerapkannya
dalam kehidupan seharihari. Hal ini juga kelak akan
berpengaruh pada mudah
tidaknya ia diterima oleh
masyarakat sekitarnya
dalam hal bersosialisasi.
Pembiasaan
Dalam
Perilaku.
Penanaman nilai moral
dilakukan melalui
pembiasaan dalam
keseharian, misalnya
berdoa sebelum dan
sesudah belajar, berdoa
sebelum makan dan
minum, mengucap salam
kepada teman dan orang
yang lebih tua, merapihkan
mainan, dan lain
sebagainya. Pembiasaan
ini hendaknya dilakukan
secara konsisten. Jika anak
melanggar, segera diberi
peringatan. Pembiasaan
yang konsisten lamakelamaan akan menjadi
karakter anak hingga ia dewasa.
Teladan.
Secara kodrati
manusia
merupakan makhluk
peniru. Itu sebabnya
manusia suka mengikuti
tren. Apalagi anak-anak,
ia sangat mudah meniru
sesuatu yang baru dan
belum pernah dikenalnya,
baik itu perilaku atau
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
61
ucapan orang lain. Sebagai
orangtua dan orang
terdekat, mau tak mau
kita adalah teladan bagi
mereka. Karena itu, orang
tua harus menjadi teladan
yang baik bagi anak-anak.
Tidak hanya orangtua,
orang-orang terdekat di
lingkungan rumah, seperti
kakek, nenek, asisten
rumah tangga, hendaknya
diteladani tingkah lakunya
oleh anak.
Dongeng.
Mendongeng
atau bercerita
dapat dijadikan metode
62
untuk menyampaikan
nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat.
Melalui dongeng dapat
ditanamkan berbagai nilai
moral, nilai agama, nilai
sosial, nilai budaya, dan
sebagainya. Agar dongeng
lebih menarik, orangtua
dapat menggunakan alat
peraga untuk mengatasi
keterbatasan anak yang
belum mampu berpikir
secara abstrak. Alat peraga
yang digunakan dapat
berupa boneka, tanaman,
dan benda-benda tiruan
lain. Olah vokal juga bisa
membuat cerita lebih hidup
dan menarik.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
Bermain.
Dalam bermain
banyak sekali
terkandung nilai moral,
di antaranya kerja sama,
tolong-menolong, mau
mengalah, budaya antri,
dan menghormati teman.
Ketika anak kita berebut
mainan dengan temannya,
di situ terdapat nilai moral
mau mengalah, budaya
antri, dan menghormati
teman. Bahkan ketika
anak kita kalah dalam
suatu permainan, ia
belajar nilai moral
menerima kekalahan dan
menerima kemenangan
orang lain.
Penelantaran
Terhadap
Anak
Mengabaikan dan
menelantarkan anak
adalah termasuk bentuk
penyiksaan. Karena
dengan mengabaikan
maupun menelantarkan,
anak tidak mendapatkan
hak-hak mereka. Kita
tidak bisa mengecilkan
dampak pengabaian
maupun penelantaran
dibandingkan kekerasan
dalam bentuk yang lain,
karena sama-sama
punya potensi merusak
dan membahayakan
kelangsungan hidup anak.
Sebelumnya, kita
perlu tahu apa bedanya
mengabaikan dengan
menelantarkan. Keduanya
memang mirip, tetapi
menelantarkan memiliki
kadar lebih berat dari pada
mengabaikan.
Tindakan mengabaikan,
misalnya, orangtua
sibuk dengan urusan
atau pekerjaannya
sendiri sementara anak
dibiarkan bermain game
seharian agar tidak
menganggu. Atau orangtua
asyik dengan telepon
genggamnya, sementara
anak tidak diperhatikan.
Hal-hal tersebut
termasuk pengabaian.
Sementara itu,
penelantaran lebih berat
lagi. Misalnya anak benarbenar ditelantarkan dan
tidak diurus, anak dibuang,
atau anak ditinggalkan
begitu saja tanpa
diperhatikan kesehatan
dan keselamatannya.
Perlu diingatkan, bahwa
anak juga mempunyai hak
asasi. Dalam UUD 1945
pasal 28b ayat 2, dengan
jelas mengamanatkan
bahwa setiap anak berhak
atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak
atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Hak Anak yang Masih sering
diabaikan
Hak untuk
mendapatkan
MAKANAN
Hak untuk
mendapatkan
KESAMAAN
Hak untuk
mendapatkan
akses
KESEHATAN
Hak untuk
mendapatkan
NAMA dan
IDENTITAS
Hak untuk
mendapatkan
PENDIDIKAN
Hak untuk
MENYATAKAN
dan DIDENGAR
PENDAPATNYA
Hak untuk
BERMAIN
Hak untuk
mendapatkan
REKREASI
Hak untuk
mendapatkan
PERLINDUNGAN
Hak untuk
mendapatkan
status
KEBANGSAAN
Hak untuk
memiliki
PERAN dalam
PEMBANGUNAN
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
63
Dan pasal 34 ayat 1
menyebutkan, fakir miskin
dan anak-anak telantar
dipelihara oleh negara.
Jadi, sudah jelas
bahwa negara dalam hal
ini pemerintah (pusat dan
daerah) dan masyarakat
mempunyai kewajiban
untuk memerhatikan dan
memelihara anakanak tersebut.
Namun sayangnya,
masih banyak kita
jumpai anak yang
belum sepenuhnya
mendapatkan
perhatian.
Agar tidak sampai melakukan tindakan pengabaian atau
bahkan penelantaran, sebaiknya setiap orangtua atau
pendamping anak melakukan hal-hal sebagai berikut:
Sumber: www.ibudanmama.com/topik-hangat/topik-umum/hari-anak-internasional-sudahkah-andamemenuhi-hak-anak/
1
Membuat Akta
Kelahiran Setelah
Anak Lahir.
Nama memiliki
yang sangat besar bagi
seseorang. Karena itu
orangtua berkewajiban
untuk memberikan
nama untuk anaknya.
Tidak cukup dengan
nama,perlu juga
dibuatkan akta kelahiran.
Segera buatkan akta
kelahiran dengan
menyematkan nama
yang baik dan jelas untuk
anak.
2
Memberikan
Makanan yang
Bergizi.
Makanan merupakan
bagian pen ng
dalam mendukung
tumbuh kembang
anak. Memasakkan
dan/atau menyajikan
makanan untuk anak
64
juga merupakan salah
satu kewajiban orangtua.
3
Memperha kan
Kesehatan Anak.
Kesehatan menjadi
salah satu hak yang
harus dipenuhi oleh
orangtua maupun orang
dewasa terhadap anak.
Salah satunya dengan
pemberian imunisasi
secara teratur untuk
mencegah berbagai
penyakit. Selain itu,
mengajarkan anak
untuk hidup sehat juga
merupakan salah satu
cara dalam memenuhi
hak kesehatannya.
Penuhi kebutuhan
makannya dengan
memberikan makanan
yang bergizi sehingga
tubuhnya sehat dan kuat
4
Memilihkan Sekolah
yang Tepat Bagi Anak.
Salah satu hak anak
adalah mendapatkan
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
pendidikan. Mencari
dan memilihkan sekolah
yang tepat bagi anak
merupakan cara orangtua
untuk memenuhi haknya.
Pilihlah sekolah yang
sesuai dengan minat
dan bakat anak sehingga
mereka dapat mengasah
potensi yang dimilikinya.
dalam memenuhi hak
anak.
5
Bermain Bersama
Si Kecil.
Bermain merupakan
hak se ap anak. Melalui
permainan, anak-anak
bisa bereksplorasi dengan
alat bermainnya dan
mendapatkan hiburan.
Bermain bersama juga
akan menciptakan
hubungan yang
berkualitas antara
orangtua dengan anak.
BAB V
Pencegahan
Kekerasan
terhadap Anak
Rumahku…
Sekolahku…
Tempat Bermainku…
Peran Orangtua
Peran Sekolah
Peran Pemerintah
Peran Media
Peran Masyarakat
Hukuman bagi Pelaku
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
65
Rumahku…
Sekolahku…
Tempat
Bermainku…
Data menunjukkan,
sebagian besar anak
yang menjadi korban
kekerasan seksual adalah
anak-anak dari keluarga
yang berekonomi lemah.
Kedua orangtua yang
harus bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan,
minimnya pengetahuan,
dan lingkungan tempat
tinggal yang tidak
mendukung membuat anakanak dari kalangan miskin
lebih rentan menjadi korban.
Namun sebenarnya
kejadian ini bisa menimpa
anak siapa saja, baik di
lingkungan yang serba
berkelimpahan maupun
anak-anak yang ada di
gang sempit. Semuanya
rentan menjadi korban
kejahatan seksual.
Sementara itu dunia
anak-anak adalah dunianya
bermain. Tidak mungkin
melarang mereka bermain
“hanya” karena ingin
melindunginya. Karena
justru dalam bermain
anak akan belajar, melatih
sel saraf tubuh yang
berhubungan dengan
fungsi dan sikap gerakan
tubuh, mengembangkan
kreativitas, dan mengasah
fungsi belajar, mengingat
dan fokus.
66
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
Sehingga yang bisa
dilakukan oleh orangtua
adalah mengawasi anakanak dalam bermain.
Untuk mempermudah
pengawasan, hendaknya
area bermain dan
beraktivitas anak berada
dalam lingkungan yang
terbuka dan mudah diawasi
oleh orang sekitar yang
dipercayai.
Peran Orang Tua
Orang tua adalah pihak
yang paling berperan
membentuk anak dalam
proses tumbuh kembang,
mulai dari proses
pendidikan, perkembangan
akhlak atau budi pekerti
serta perkembangan
motoriknya.
Satu hal yang patut
dipahami oleh orangtua
adalah mengetahui karekter
masing masing anak, karena
setiap anak meskipun dalam
satu keluarga yang sama
selalu memiliki keunikan
masing-masing.
Sudah seharusnya
setiap orang tua maupun
para pendidik memiliki sikap
“3 P” ketika mendampingi
perkembangan anak,
yaitu Peka, Peduli
dan Percaya. Sikap
ini juga perlu
ditanamkan
kepada
diri anak.
Peduli
Peduli adalah sikap atau
tindakan seseorang
untuk memperhatikan,
mengindahan atau
menghiraukan orang lain.
Orang tua maupun
orang dewasa harus
menunjukkan kepedulian
kepada anak, sekaligus
mengajarkan anak untuk
dapat peduli.
Peduli berarti menerima
kelebihan dan kekurangan
orang lain. Agar tumbuh
sifat pedulinya, orang tua
bisa mengajak anak untuk
bersosialisasi, misalnya
dengan menjenguk kerabat
atau saudara yang sedang
sakit atau mengunjungi
rumah yatim piatu. Bisa
juga anak diajak untuk
mengunjungi anak lain
yang memiliki kebutuhan
khusus, misalnya
autistik, down syndrome,
dan anak dengan kebutuhan
khusus lainnya.
Memelihara binatang juga
dapat menjadi cara untuk
mengajarkan rasa peduli. Beri
contoh bagaimana anak harus
memberi makan dan merawat
binatang peliharaannya.
Namun orangtua harus
tetap memilih binatang yang
mudah perawatannya.
Orangtua juga bisa
mengajak anak untuk
membayangkan apa
yang dirasakan orang
lain dalam peristiwa yang
tidak menyenangkan.
Misalnya, bagaimana
seandainya ia tidak diajak
bermain oleh temannya,
bagaimana seandainya
binatang kesayangannya
hilang. Dengan pertanyaanpertanyaan seperti itu
anak akan berpikir dan
membayangkan perasaan,
sehingga berbuah rasa peduli.
Mengajari peduli juga
bisa dari hal-hal kecil di
rumah, misalnya berbicara
sopan kepada asisten
atau pembantu di rumah
(pembantu, supir, tukang
kebun, dan lainnya).
Ketika anak menunjukkan
kepedulian, orangtua
sebaiknya memberi
penghargaan dengan
memuji, memeluk, acungan
jempol dan lainnya. Anak
akan mengulangi perbuatan
yang sering mendapatkan
penghargaan sosial
seperti ini.
Peka
Peka adalah
kemampuan menangkap
dan menilai gejalagejala yang muncul
di lingkungannya dan
dilanjutkan dengan
tindakan positif untuk
segera bertindak
dan membantu
menyelesaikannya
ketika ada yang
perlu dibantu.
Sikap peka adalah
suatu sikap yang
mestinya selalu ada
dalam diri orangtua
maupun pendidik, yaitu
ketika seorang anak
menunjukkan sikap atau
tingkah laku yang tidak
seperti biasanya.
Misalnya, anak yang
biasa bercerita tiba-tiba
suatu hari cemberut
dan mengurung diri.
Orangtua harus
berusaha mencari tahu
apa sebabnya, bahkan
apabila perlu mencari
tahu ke teman
atau gurunya.
Ketika sikap peka
ditunjukkan oleh orang
tua, anak pun akan
tumbuh menjadi pribadi
yang lebih baik dan
percaya kepada
orangtuanya. Anakpun
akan dengan lebih mudah
menafsirkan gejala
emosinya maupun
emosi orang lain.
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak BAB V
67
Percaya
Percaya adalah suatu
sikap untuk mengakui
atau meyakini bahwa
sesuatu memang benar
atau nyata, juga bisa
berarti menganggap atau
yakin bahwa seseorang itu
jujur (tidak jahat,
dan sebagainya).
Sikap ini akan tumbuh
saat seorang anak
diberi kesempatan untuk
mengerjakan sesuatu yang
mampu ia kerjakan sendiri
dengan kemampuan yang
dia miliki tanpa bantuan
orang lain.
Misalnya ketika
seorang anak cemas
akan menghadapi ujian
di sekolahnya. Orangtua
bisa menyemangati
dengan sikap yang lembut.
“Ibu percaya kamu pasti
mampu, kalau kamu mau
Ibu bisa menemanimu
belajar,” dibarengi dengan
tepukan pada bahu
anak sebagai pendorong
semangat. Kalimat dan
tindakan seperti itu
akan membangkitkan
rasa percaya diri
seorang anak akan
kemampuan yang dimiliki.
Ketika orangtua
bersikap percaya terhadap
anaknya, maka dengan
sendirinya anak akan
merasa percaya diri.
JANGAN CEPAT
MENYALAHKAN ANAK
Orang tua sebaiknya tidak
mudah menyalahkan anak,
apalagi ketika mereka
mengalami hal yang buruk.
Kebiasaan menyalahkan
dengan mengatakan hal
yang terjadi akibat dari
perbuatan atau kelalaian
si anak sendiri perlu mulai
dihilangkan dari diri
orang tua.
Dan yang paling
penting, sebelum
“menyalahkan” anak,
terlebih dahulu kita
lihat apa yang menjadi
penyebabnya. Beberapa
kemungkinan penyebab
antara lain:
1
Faktor Eksternal, yang
berasal dari lingkungan
atau tempat bergaul
mereka.
2
Faktor internal, kondisi
perkembangan psikis
dan biologis anak tersebut.
3
Faktor keluarga,
kurangnya perhatian,
pengawasan dan
pemahaman
orangtua terhadap
kondisi anak.
68
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
Dari faktor-faktor tadi,
bisa saja penyebab anak
berbuat kesalahan adalah
faktor keluarga. Dan
apabila ini terjadi, berarti
orangtua sangat berperan
dalam memunculkan
kesalahan tersebut. Karena
itu, orangtua harus mampu
mengevaluasi terlebih
dahulu faktor-faktor yang
mungkin menjadi penyebab
dari kesalahan anak.
Ketika anak berbuat
salah atau tertimpa
kejadian yang buruk,
orangtua juga harus
semakin memberi perhatia
sekaligus kasih sayang
kepada mereka. Perhatian
dan pemahaman orangtua
sangat diperlukan dan
dinantikan oleh mereka,
apalagi ketika mereka
sedang mengalami situasi
yang sulit.
MEMBANGUN
KOMUNIKASI DUA ARAH
YANG EFEKTIF
Komunikasi nonverbal juga
bisa digunakan dengan
cara memberi sentuhan,
pelukan, menatap,
memberi senyuman atau
meletakkan tangan di bahu
untuk menenangkan atau
memberi semangat kepada
si anak, sehingga anak
akan merasa nyaman
untuk mengungkapkan
apa yang dipikirkan
atau dirasakannya.
MEMAHAMI
PERKEMBANGAN
ANAK, TERMASUK
PUBERTAS
6 Kiat Komunikasi Menghindarkan
Anak Dari Tindak Kekerasan:
Hargai Anak dan
1Bersikap
Adil
Dengan menciptakan suasana
hangat dan penuh kasih
sayang. Berilah penghargaan
bila anak melakukan
perbuatan terpuji, dan beri
tahu kesalahannya jika ia
melakukan ndakan dak
baik. Dengan demikian anak
belajar menghargai orang
lain, terutama orangtuanya.
Dengarkan
2Keluhan
Anak
Bila anak berperilaku buruk,
sep
melawan, suka
memukul atau berbohong,
maka pahamilah perasaanya
dan dengarkanlah penolakan
dan keluhannya terlebih
dahulu sebelum
memberi nasehat.
Ungkapkan
3
dengan Jelas
ke
ksetujuan Anda
ke ka anak berprilaku dak
baik. Hindari ungkapan
yang memojokan dan
menyalahkan anak.
Ke mbang mengatakan
“Ayo, cepat mandi, mama
dak suka punya anak bau
dan pemalas!” Lebih baik
katakan, “Yuk mandi sayang,
supaya wangi dan bersih”.
4Peringatkan
Lebih Awal
Ke ka Anda ingin
anak melakukan
sesuatu, cobalah
ingatkan lebih awal
dan berikan pilihan serta
penjelasan. Misalnya,
“Nak, sepuluh menit
lagi waktunya dur
ya, supaya besok pagi
kamu dak terlambat
bangun dan dak
mengantuk di sekolah”.
5Menghindar
Ke ka Marah
Ke ka Anda ingin marah
karena perilaku anak, ada
baiknya dak langsung
menumpahkan kemarahan.
Ambilah waktu untuk
menenangkan diri, baru
setelah itu berdialog dengan
anak dan memberi tahu
kenapa Anda marah.
6Berupaya
Lebih Akrab
Binalah hubungan yang lebih
hangat dan akrab dengan
anak, sehingga anak akan
menjadi lebih terbuka pada
orang tua. Jadilah contoh bagi
anak dalam menanamkan
nilai-nilai moral dan sosial
yang berlaku. Dunia anak
adalah dunia
yang penuh
kegembiraan
dan keceriaan,
karena itu
kekerasan
bukanlah cara
yang tepat untuk
menghadapi
anak-anak.
Salah satu tahapan
dalam masa tumbuh dan
berkembangnya anak
adalah pubertas. Orang
tua harus mengetahui
kapan anaknya memasuki
masa ini, agar tidak salah
dalam memperlakukan
anak yang beranjak
remaja. Masa pubertas
adalah masa ketika
seorang anak mengalami
dan pematangan
fungsi seksual.
Sebagian anak
menunjukkan sebagian
dari tanda-tanda pubertas
lebih cepat. Gejala
ini disebut sebagai
pubertas dini parsial.
Pada sejumlah anak
perempuan, payudara
malah bisa muncul di
antara usia enam bulan
hingga tiga tahun,
yang kemudian
menghilang kembali.
biologis tersebut
menimbulkan berbagai
permasalahan yang
erat kaitannya dengan
perasaan dan pikiran
serta perkembangan
sosialnya. Masalah psikis
yang biasa dialami oleh
anak remaja di antaranya
adalah seringnya mereka
berkhayal. Melamun
merupakan salah satu
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak BAB V
69
70
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
MEMBERI KESEMPATAN
CURHAT KEPADA ANAK
Anak juga perlu waktu
untuk mencurahkan
perasaan mereka. ketika
ia mampu dan mau
mencurahkan apa yang
ada di dalam hati dan
pikirannya, maka ia akan
merasa “plong’’.
Ketika seorang anak
curhat kepada orangtuanya,
hal ini merupakan hal yang
sangat positif.
“
Anak yang terbuka
dan senang
berbicara dengan
orang tuanya
menunjukkan
orang tua berhasil
dalam menciptakan
suasana nyaman
bagi mereka.
“
bentuk pemenuhan
sederhana terhadap
berbagai keinginan dan
kecenderungan diri yang
tidak mampu dipenuhi di
alam nyata.
Khayalan ini bisa
mendatangkan semacam
perasaan bahagia dan puas
dalam diri anak. Namun,
ketika ia tersadar kembali,
maka hal-hal yang berada
di dalam alam lamunan
tersebut akan hilang
meninggalkan dirinya.
Sehingga ia merasakan
kembali perasaan gundah
dan kesedihan melihat
realitas-realitas yang
ada di hadapannya.
Anak remaja juga
memiliki sifat kritis dan
rasional, yaitu rasa ingin
tahu tentang apapun
yang belum dipahaminya.
Karena itu orangtua harus
mengerti dan memahami
gejala ini. Orangtua
pun perlu bijaksana dalam
memberikan pengertian
tentang tata nilai
atas masalah yang
dihadapi anak.
Selain itu, usaha yang
dapat dilakukan adalah
dengan memberikan
mereka kegiatan-kegiatan
positif, membimbing
memperdalam ilmu
agama, membatasi waktu
berpergian keluar rumah,
dan jangan terlalu ketat
atau terlalu lunak dalam
memberi peringatan
kepada anak.
Karena itu orangtua
perlu mendengarkan
dengan sungguh-sungguh,
berusaha memahami,
dan mengerti perasaan
dan pikiran anak,
meskipun kadang apa
yang dicurhatkannya
terdengar remeh.
Pada saat curhat,
jangan sampai orangtua
yang justru mendominasi
pembicaraan sebelum
ia benar-benar selesai
bercerita. Karena apabila
orangtua bersikap
dominan dan memotong
pembicaraan, sang anak
akan menjadi enggan
untuk bercerita kepada
orangtuanya. Akibatnya,
ia akan mencari orang lain
yang enak diajak bicara.
Orangtua sebaiknya
menyediakan waktu yang
cukup bagi anak untuk
menceritakan apa saja
yang dialaminya selama
dia berada di luar rumah.
Karena anakpun bisa
mengalami stres dengan
apa yang dialami di
sekolah atau di luar rumah.
Anak yang terbuka dan
senang berbicara dengan
orangtuanya menunjukkan
orangtua berhasil dalam
menciptakan suasana
nyaman bagi mereka.
Hal ini merupakan
modal yang sangat baik
untuk menangkal anak
dari berbagai tindakan
kekerasan, baik mereka
sebagai korban maupun
sebagai pelaku.
Peran Sekolah
Orangtua sebaiknya
tidak ragu dan segan
untuk bertanya kepada
pihak sekolah, apakah
pihak sekolah mempunyai
rencana-rencana strategis
dalam hal menciptakan
keamanan dan kenyaman
selama proses belajar
mengajar. Misalnya,
bagaimana pengawasan
pihak sekolah terhadap
tindakan (tekanan atau
intimidasi), maupun tindak
kekerasan yang dilakukan
oleh guru terhadap murid
ataupun murid terhadap
murid. Sekolah yang
baik tentu saja
sudah mempunyai
langkah-langkah
guna mengatisipasi
hal tersebut.
Upaya Mencegah Kekerasan Anak di Sekolah:
1
Lapor segera pada
kepala sekolah
apabila muncul
ancaman atau kondisi
yang mengundang
maupun dapat
mendorong
terjadinya kekerasan.
2
Ajak siswa membuat
aturan tentang
norma perilaku di
kelas yang menolak
terjadinya kekerasan.
3
Lakukan dialog
ru n dengan
orangtua tentang
perkembangan anak
mereka.
mereka menjadi
pendidik
bagi adik-adik
kelasnya.
4
Ajak orangtua
mengapresasi prestasi
anak.
5
Pelajari tanda-tanda
anak yang berIsiko
terhadap kekerasan dan
bagaimana menggunakan
sumber daya sekolah
untuk membantu mereka.
6
Beri mo vasi pada anakanak untuk bersikap
an kekerasan, misalnya
dengan mengajari
7
Ak f
mengembangkan
dan melaksanakan
“Sekolah Ramah
Anak”, termasuk
bagaimana merespon
jika dalam
keadaan darurat.
8
Tegakkan kebijakan
sekolah dalam
mengurangi risiko
terjadinya kekerasan.
Bagaimana Guru Menanganai Kasus Kekerasan pada Anak?
• Perha
kan tanda-tanda kekerasan
pada fisik dan perubahan perilaku
• Mendengarkan anak di tempat yang
tenang dan tersendiri agar anak bebas
bercerita dan dak takut
• Tunjukkan sikap memercayainya,
hindari memperlihatkan keraguan
akan ceritanya
• Beri dukungan, jangan memarahinya
menghakimi, bahwa kejadian tersebut
terjadi karena kelalaiannya
• Tanyakan dengan perlahan apa yang
dialaminya, kapan, dan siapa pelakunya
• Laporkan ke kepolisian jika kasusnya
perlu dilanjutkan ke proses hukum
• Usahakan kasusnya jangan beredar
dulu di masyarakat untuk memudahkan
pengusutan dan penangkapan pelaku
dengan pertanyaan yang bernada
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak BAB V
71
Tanda-Tanda Pubertas pada Anak
Masa puber biasanya
dialami oleh anak
praremaja, yaitu ketika
anak berusia antara
10 - 12 tahun. Tetapi
dalam sejumlah kasus
ada pula anak yang
menunjukkan tandatanda pubertas
sebelum waktunya.
Menurut para ahli, yang
disebut pubertas dini
adalah gejala pubertas
yang muncul sebelum
usia delapan tahun pada
anak perempuan dan
sebelum umur sembilan
tahun pada anak
laki-laki.
k la ki-lak
Pada ana
testis
i:
ran
arnya uku
• Membes is.
k,
serta pen but di bawah ketia
m
ra
h
u
a
a pad
• Tumb
penis, sert
di sekitar
wajah.
g gi dan
kas menin aktu singkat.
le
h
u
b
u
T
•
r dalam w
membesa erat dan mulai
emb
• Suara m rawat.
muncul je au ”khas” seperti
erb
• Tubuh b asa.
d
g
oran ew
72
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
Pada ana
k
pe rem
puan:
• Tumbuh
payudara.
• Tumbuh
ram
dan di sek but di bawah ketia
k
• Tubuh le itar vagina.
kas menin
g gi dan
membesa
• Menstru r dalam waktu sing
ka
a
• Tubuh b si dan muncul jeraw t.
erbau ”kh
as” sepert at.
orang dew
i
asa.
Peran Pemerintah
Perhatian pemerintah
terhadap nasib anakanak tercermin dalam
berbagai peraturan
perundang-undangan,
mulai dari Undang-Undang,
Keputusan Presiden
sampai Peraturan Menteri.
Selain membuat peraturan
hukum, pemerintah
juga mengambil bagian
dalam menciptakan
lingkungan yang aman
dan nyaman untuk anakanak beraktivitas. Antara
lain dengan penyediaan
taman-taman bermain
dengan penerangan yang
memandai, taman bacaan,
dan arena olahraga.
Kegiatan sosial bersama
dalam masyarakat seperti
kerja bakti, perayaan hari
besar, olahraga dalam
lingkup RT dan RW
juga bisa menimbulkan
kedekatan yang akhirnya
menjadi peduli terhadap
anak - anak sekitar.
Beberapa di antaranya
adalah sebagai berikut:
Regulasi Terkait Perlindungan Anak
• UU Nomor 35 Tahun
2014 Perubahan
Atas Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan
Anak
• UU Nomor 23
Tahun 2004 tentang
Penghapusan
Kekerasan dalam
Rumah Tangga
(PKDRT)
• UU Nomor 21
Tahun 2007 tentang
Pemberantasan
Tindak Pidana
Perdagangan Orang
(PTPPO)
• UU Nomor 44
Tahun 2008 tentang
Pornografi
• UU Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana
Anak
• Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 5
Tahun 2014 tentang
Gerakan Nasional
Anti Kejahatan
Seksual terhadap
Anak
• Peraturan Menteri
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak
Nomor 1 Tahun 2010
tentang Standar
Pelayanan Minimal
(SPM) Bidang
Layanan terpadu Bagi
Perempuan dan Anak
Korban Kekerasan
• Peraturan Menteri
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak
Nomor 11 Tahun 2011
tentang Kebijakan
Pengembangan
Kabupaten/Kota
Layak Anak
• Peraturan Menteri
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak
Nomor 6 Tahun 2013
tentang Pelaksanaan
Pembangunan
Keluarga
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak BAB V
73
Peran Media
Media pun dapat
berperan. Misalnya dalam
memberitakan kasus-kasus
kekerasan terhadap anak,
baik anak sebagai korban
maupun pelaku, hendaknya
identitas atau gambar si
anak tidak ditampilkan. Hal
tersebut guna melindungi
kepentingan dan masa
depan anak tersebut.
Dalam hal pencegahan,
media massa secara aktif
membantu menyebarkan
informasi dan materi
yang bermanfaat terkait
bahaya kejahatan seksual
agar orangtua serta
pendidik bisa waspada.
Pemberitaan mengenai
kejahatan seksual yang
terjadi hendaknya lebih
ditekankan pada unsur
informatif dan edukasi
agar kejadian tersebut
tidak terulang. Bukan
sekadar memburu rating
pemberitaan semata.
Peran Masyarakat
Payung hukum guna
melindungi anak dari
pelaku kekerasan seksual
telah dibentuk oleh
pemerintah. Kini menjadi
tanggung jawab kita untuk
berperan serta sebagai
bagian dari masyarakat.
Setiap orang dewasa
seharusnya peduli
terhadap lingkungan
sekitar, sekaligus menjadi
74
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
pelindung dan
pengawas anak di
lingkungan sekitarnya.
Apabila menemukan
dan psikis di luar tumbuh
kembang anak yang
normal, sudah sewajarnya
kita mencari tahu dan
memberikan perhatian
khusus. Jangan sampai
beranggapan bahwa hal
tersebut adalah urusan
rumah tangga keluarga lain
dan karena itu kita
diamkan saja.
Menurut hukum yang
berlaku, orang dewasa
yang mengetahui mengenai
adanya tindak kejahatan
kekerasan seksual, wajib
melaporkan hal tersebut
kepada pihak berwajib.
Pengaduan terhadap tindak
kejahatan ini bisa dilakukan
oleh pihak keluarga korban
atau orang lain tetapi atas
suruhan si korban atau
dalam hal ini yaitu orangtua
korban.
Ketika terjadi
laporan atau pengaduan
terjadinya tindak kejahatan
seksual terhadap anak,
aparat penegak hukum
berkewajiban melakukan
respon cepat guna
menanggapi, menangani
dan mengambil tindakan.
Personel polisi wanita
juga telah diperbanyak
pada Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak
(UPPA), sehingga ibu
dan anak bisa lebih
nyaman melaporkan kasus
kekerasan seksual kepada
petugas perempuan.
Hukuman
bagi Pelaku
Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dan
Undang-Undang Perlindungan
Anak Nomor 23 Tahun 2002
Pasal 76D
Se ap Orang dilarang
melakukan Kekerasan
atau ancaman
Kekerasan memaksa
Anak melakukan
persetubuhan
dengannya atau dengan
orang lain.
Pasal 76E
Se ap Orang dilarang
melakukan Kekerasan
atau ancaman
Kekerasan, memaksa,
melakukan u
muslihat, melakukan
serangkaian
kebohongan, atau
membujuk Anak
untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan
perbuatan cabul.
Pasal 81
(1) Se ap orang yang
melangggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76D
dipidana dengan
pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan
denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berlaku
pula bagi Se
rang
yang dengan sengaja
melakukan u
muslihat, serangkaian
yang telah dilakukan
perubahan dengan UndangUndang Nomor 35 Tahun
2014 telah dijelaskan
bahwa pelaku tindak
kekerasan terhadap anak
dikenakan sanksi pidana.
kebohongan, atau
membujuk Anak
melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan
orang lain.
(3) Dalam hal
k
pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Orangtua
Wali, pengasuh Anak,
pendidik, atau tenaga
kependidikan,
maka pidananya
ditambah 1/3 (seper ga)
dari ancaman pidana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 82
(1) Se
rang yang
melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76E dipidana
dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun
dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
k
(2) Dalam hal
pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Orangtua
Wali, pengasuh Anak,
pendidik, atau
tenaga kependidikan,
maka pidananya
ditambah 1/3 (seper ga)
dari ancaman pidana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Lembaga pelayanan
bagi anak korban
kekerasan yang bisa
di hubungi oleh
masyarakat:
Kementerian
Pemberdayaan Perempuan
dan Perlinduangan Anak
Republik Indonesia
Jalan Medan Merdeka
Barat No 15 Jakarta Pusat;
Pengaduan 08212575123
; h p://www.kemenpppa.
go.id
Komisi Perlindungan
Anak Indonesia
Jalan Teuku Umar No. 10-12
Menteng Jakarta Pusat; 02131901446; Kpai.go.id.
Komisi Nasional
Perlindungan Anak
Jalan TB Simatupang No. 33
Jakarta Timur Hotline Services:
8779 1818; Telp. 021-8416157;  
komnaspa.or.id
Komnas Perempuan
Jalan Latuharhari No. 4
B, Jakarta Pusat; Telp:
021-3903963; Email:
komnasperempuan@cbn.
net.id
Lembaga Bantuan Hukum
APIK
Jalan Raya Tengah No.31
Rt. 01/09, Kramatja ,
Jakarta Timur;  Telp.  02187797289;  lbh-apik.or.id 
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak BAB V
75
Download
Study collections