24 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada

advertisement
BAB 4
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Pada pengujian awal, terhadap 29 bakteri dilakukan pewarnaan Gram dan pengamatan
bentuk sel bakteri. Tujuan dilakukan pengujian awal adalah untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pengujian terhadap bakteri yang sama. Hasil pengujian awal dapat
dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram
Pewarnaan
Nama
Nama
Bentuk Sel
Bentuk Sel
Gram
Sampel
Sampel
Budaya
Negatif
Pager Maneh
Coccus
Coccus
Vila Roro
Negatif
Ciismun 4
Bacil
Coccus
Sukasirna
Negatif
Bandung 4
Coccus
Coccus
Seskau 2
Negatif
Ciismun 2
Coccus
Coccus
Jajaway 4
Negatif
MKS 1
Coccus
Coccus
TK Cibodas
Negatif
MKS 3
Coccus
Coccus
Bandung
Coccus
Negatif
MKS 5
Bacil
SCK
Positif
MKS 7
Coccus
Coccus
Sed cle 4LI1
Negatif
MKS 9
Bacil
Coccus
Negatif
MKS 11
SED STL II4
Bacil
Coccus
STLA 6A
Negatif
MKS 13
Coccus
Bacil
SEDAL cle II3
Positif
MKS 15
Bacil
Coccus
STLC 34
Negatif
MKS 17
Bacil
Bacil
BBK Bengkok
Negatif
MKS 4
Coccus
Coccus
BCD
Negatif
Coccus
Pewarnaan
Gram
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Hasil pengujian awal menunjukkan bahwa dari 29 bakteri yang diuji terdapat 25 bakteri
Gram positif dan 4 bakteri Gram negatif, serta terdapat 21 bakteri berbentuk coccus dan 8
bakteri berbentuk batang. Sebanyak 14 dari 29 sampel bakteri pada pengujian awal dipilih
dan ditumbuhkan pada media padat, kemudian dipindahkan ke media cair, diukur
kerapatan optiknya, diendapkan dan diekstrak proteinnya. Namun akibat adanya perbedaan
kecepatan pertumbuhan tiap bakteri pada media cair, maka dilakukan penumbuhan dengan
cara lain yakni dengan pengusapan stok gliserol bakteri ke permukaan media LB padat
dengan dan tanpa suplemen ion logam. Setelah diinkubasi inokulum dipanen dan
dipindahkan ke PBS steril. Kerapatan optik dihitung pada panjang gelombang 560 nm dan
24
25
hasil yang diharapkan adalah 0,4 sampai 0,6. Data pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada
Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Pertumbuhan Bakteri dan Kerapatan Optik
Kerapatan
Media Padat
Media Cair
Nama Sampel
Optik
Bakteri
NL
L
NA NL
L
PBS
NL
L
0,54
0,42
Sukasirna
0,55
0,54
Seskau 2
0,58
0,44
TK Cibodas
0,54
0,58
Bandung
SCK
0,46
0,52
0,48
SEDAL cle II3
BBK Bengkok
0,48
0,58
0,54
0,55
BCD
Ciismun 4
0,51
0,54
Ciismun 2
0,48
0,54
MKS 1
0,42
0,41
0,51
0,49
MKS 11
0,53
MKS 13
Keterangan : Tanda ( ) menandakan media dimana bakteri ditumbuhkan.
NL = media padat/cair LB tanpa ion logam, L = media padat/cair dengan
logam, NA = pertumbuhan pada media padat NA, sedangkan PBS =
pemindahan inokulum ke dapar PBS.
Pada penelitian ini diperoleh 13 bakteri yang berhasil ditumbuhkan dan menghasilkan nilai
kerapatan optik antara 0,4 hingga 0,6. Rentang kerapatan optik antara 0,4 hingga 0,6
menjadi penyetaraan kasar terhadap jumlah bakteri yang terkandung sebelum dilakukan
ekstraksi protein total dan perhitungan aktivitas SOD total.
Setelah ekstrak protein total didapatkan melalui sonikasi, sampel protein dipekatkan
hingga setengah volume awal dan diuji aktivitasnya dengan metode spektrofotometri. Nilai
absorbansi antara sampel protein dan pembanding serta persen inhibisi reduksi sampel
dapat dilihat pada Tabel 1.4. Semakin tinggi kandungan SOD total dalam ekstrak protein
total maka nilai absorbansinya akan semakin kecil karena terjadi pencegahan pembentukan
warna biru dari NBT oleh SOD total yang berada dalam ekstrak protein total secara
bermakna. Semakin kecilnya nilai persen inhibisi reduksi menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang besar antara ekstrak protein yang diuji dan pembanding, yang berarti
terdapat aktivitas SOD yang cukup bermakna dibandingkan dengan NBT pada
26
pembanding. Dari hasil perhitungan persen inhibisi reduksi, terdapat 6 sampel protein yang
memiliki aktivitas SOD tinggi yakni sampel SEDAL cle II3, Seskau 2, TK Cibodas, MKS
11, MKS 13 dan Ciismun 4.
Tabel 1.4 Persen Inhibisi Reduksi
A sampel
A pembanding
% Inhibisi reduksi
Nama Sampel
Protein
NL
L
NL
L
NL
L
Sukasirna
Seskau 2
TK Cibodas
0,22
0,12
0,10
0,28
0,13
0,15
0,34
0,33
0,27
0,32
0,31
0,28
65,16
34,66*
35,75*
86,70
41,36
52,31
Bandung
0,17
0,13
0,33
0,25
52,44
50,22
SCK
0,16
0,17
0,34
0,32
47,84
53,04
SEDAL cle II3
0,08
-
0,30
-
25,15*
-
BBK Bengkok
0,73
0,69
0,77
0,77
95,30
89,48
BCD
0,12
0,13
0,28
0,27
42,74
48,23
Ciismun 4
0,17
0,12
0,27
0,31
65,11
38,67*
Ciismun 2
0,13
0,11
0,30
0,27
43,59
40,28
MKS 1
0,26
0,29
0,32
0,30
81,78
95,46
MKS 11
0,12
0,21
0,32
0,30
36,31*
70,76
MKS 13
0,11
-
0,28
-
37,50*
-
Keterangan : Tanda NL dan L menunjukkan asal penumbuhan bakteri, dengan
atau tanpa logam. Tanda (*) menunjukkan nilai – nilai persen inhibisi reduksi
terendah. Tanda (-) menunjukkan pengukuran tidak dilakukan karena ekstrak
protein gagal diperoleh.
Selain metode pengujian aktivitas SOD total dengan perhitungan persen inhibisi reduksi,
dilakukan pengujian lain yakni zimografi. Zimografi yang dilakukan adalah zimografi
nondenaturing sehingga ukuran protein tidak dapat diketahui. Dari hasil zimografi
nondenaturing didapatkan pita yang jelas terlihat pada ekstrak protein SEDAL cle II3,
Seskau 2, TK Cibodas, dan MKS 13, sedangkan pada ekstrak protein Ciismun 4 terlihat
dua pita samar pada bagian atas gel dan tidak terlihat pita pada ekstrak protein MKS 11.
Hasil dapat dilihat pada Gambar 1.6.
Perbedaan metode zimografi dengan metode spektrofotometri adalah pada jumlah NBT
yang digunakan sebagai pembanding serta pada proses visualisasi. Pada metode
spektrofotometri, jumlah NBT yang digunakan sebagai pembanding sama dengan jumlah
sampel protein total, selain itu aktivitas juga diketahui dengan perhitungan absorbansi.
27
Pada metode zimografi, penambahan NBT dilakukan untuk mewarnai latar belakang
sehingga bercak transparan yang menunjukkan aktivitas SOD terlihat.
13
4
6
26
27
18
Gambar 1.6 Hasil Zimografi Sampel Protein Total. Keterangan : 13 = SEDAL cle II3, 4
= Seskau 2, 6 = TK Cibodas, 26 = MKS 11, 27 = MKS 13, 18 = Ciismun
4. Pita transparan ditandai dengan lingkaran.
Kelemahan metode zimografi adalah karena perbandingan antara NBT dan sampel protein
total cukup besar, aktivitas SOD pada ekstrak protein total kurang dapat terlihat secara
jelas, lain halnya dengan metode spektrofotometri yang proses identifikasi aktivitasnya
dilakukan dengan bantuan spektrofotometer yang lebih sensitif. Enam bakteri dengan
aktivitas SOD total tertinggi dari pengujian aktivitas secara spektrofotometri dan zimografi
diisolasi DNA kromosomnya menggunakan kit pereaksi Wizard. Elektroforesis dari hasil
isolasi DNA dapat dilihat pada Gambar 1.7.
13 4
6 26 27 18
Gambar 1.7 Elektroforesis Hasil Isolasi DNA. 13 = SEDAL cle II3, 4 = Seskau 2, 6 = TK
Cibodas, 26 = MKS 11, 27 = MKS 13, 18 = Ciismun 4.
DNA yang didapatkan dari proses isolasi DNA digunakan sebagai cetakan pada reaksi PCR
gen 16S rDNA. Pita produk PCR 16S rDNA terletak pada marka 1 kilo basa (kb) dan 2 kb,
kemudian melalui perhitungan manual dengan menggunakan regresi logaritmik antara jarak
sumur ke marker dan jarak sumur ke pita produk PCR didapatkan hasil ukuran produk PCR
adalah sebesar 1516 pasangan basa (pb). Hal ini sesuai dengan ukuran gen 16S rDNA yang
28
memiliki variasi rentang antara 1400 hingga 1600 pb. Ukuran gen 16S rDNA tiap bakteri
berbeda – beda, namun perbedaan tersebut sangat kecil, yakni hanya sekitar beberapa
pasang basa saja sehingga penggunaan gel agarosa dengan konsentrasi 1% saja tidak cukup
sensitif dalam mendeteksi perbedaan tersebut. Hasil PCR 16S rDNA dapat dilihat pada
Gambar 1.8. Penentuan besar gen 16S rDNA dan identifikasi spesies dari gen 16S rDNA
dilakukan dengan penentuan urutan nukleotida.
Gambar 1.8 Elektroforesis Produk PCR 16S rDNA. Tanda 1 kb dan 2 kb menunjukkan
marka 1 kilo basa dan 2 kilo basa. Tanda (-) menunjukkan kontrol negatif.
13 = SEDAL cle II3, 4 = Seskau 2, 6 = TK Cibodas, 26 = MKS 11, 27 =
MKS 13, 18 = Ciismun 4.
Setelah PCR 16S rDNA berhasil dilakukan, dilakukan penentuan urutan nukleotida dari
gen 16S rDNA tersebut. Kelemahan dari alat penentu urutan nukleotida adalah kemampuan
pembacaan nukleotida per satu reaksi dengan satu primer adalah hanya sepanjang 700
hingga 800 pb. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka proses PCR dalam penentuan
urutan nukleotida dilakukan dua arah dengan menggunakan kedua primer BactF1 dan
UniB1.
Dilakukan beberapa cara dalam memeriksa kualitas hasil penentuan urutan nukleotida,
yakni dengan penentuan daerah tumpang tindih, penentuan rantai sense/antisense, dan
pemeriksaan beberapa parameter pada program BLAST. Cara pertama, yakni penentuan
daerah tumpang tindih hasil dari penentuan urutan nukleotida menggunakan kedua primer
dilakukan dengan program Sequencher. Ukuran gen 16S rDNA juga dapat diketahui
29
dengan cara ini. Salah satu hasil analisa penentuan urutan nukleotida dengan cara ini dapat
dilihat pada Gambar 1.9.
Pada Gambar 1.9 dapat dilihat bahwa pada hasil penentuan urutan nukleotida gen 16S
rDNA sampel MKS 13 terdapat daerah tumpang tindih pada nukleotida bernomor 547
hingga 946, dan panjang gen 16S rDNA utuh adalah 1466 pb. Selain itu sampel yang
menghasilkan daerah tumpang tindih pada analisa ini adalah sampel Seskau 2 dan TK
Cibodas pada nukleotida 539 hingga 919 dan 536 hingga 910, dengan panjang gen 16S
rDNA utuh adalah 1454 dan 1448 pb. Hasil sekuensing produk PCR 16S rDNA dari
sampel – sampel lain tidak memberikan daerah tumpang tindih, karena kualitas hasil
penentuan nukleotida yang kurang baik pada bagian akhir urutan nukleotida.
Gambar 1.9
Hasil Penentuan Daerah Tumpang Tindih dengan Program Sequencher.
Daerah tumpang tindih ditandai dengan lingkaran.
Cara kedua dalam menganalisis hasil penentuan urutan nukleotida yakni penentuan
polaritas rantai dari hasil kedua primer, yang diketahui dengan menggunakan program
BLAST dari NCBI. Hasil penentuan urutan nukleotida menggunakan primer forward
menghasilkan rantai plus/plus yang berarti rantai yang dihasilkan adalah rantai sense,
sedangkan hasil penentuan urutan nukleotida menggunakan primer reverse menghasilkan
rantai plus/minus yang berarti rantai yang dihasilkan adalah rantai antisense dari rantai
DNA. Hasil penentuan polaritas rantai dapat dilihat pada Tabel 1.5.
Cara ketiga dalam menganalisis hasil penentuan urutan nukleotida adalah pemeriksaan
parameter BLAST. Parameter BLAST yang diperiksa adalah query coverage dan
maximum identity. Melalui parameter query coverage dapat diketahui berapa persen dari
30
total panjang urutan nukleotida sampel yang cukup baik untuk disejajarkan dengan urutan
nukleotida yang dimiliki oleh bank data NCBI, sedangkan dengan parameter maximum
identity dapat diketahui persen kesamaan antara urutan nukleotida sampel yang
disejajarkan dengan urutan nukleotida bank data. Tabel 1.6 menunjukkan hasil analisis
melalui parameter BLAST.
Tabel 1.5 Penentuan Polaritas Rantai Sense/Antisense
Nama Sampel
Polaritas Rantai Hasil
Polaritas Rantai Hasil
Gen 16S rDNA
Primer BactF1
Primer UniB1
SEDAL cle II3
plus/plus
plus/minus
Seskau 2
plus/plus
plus/minus
TK Cibodas
plus/plus
plus/minus
MKS 11
plus/plus
plus/minus
MKS 13
plus/plus
plus/minus
Ciismun 4
plus/plus
plus/minus
Tabel 1.6 Analisis Parameter BLAST
Query
Maximum
Identitas pada Bank
Coverage (%) Identity (%)
Data NCBI
SEDAL cle II3F
91
92
Bacillus subtilis
SEDAL cle II3R
97
93
Bacillus subtilis
Seskau 2F
97
98
Enterobacter cloacae
Seskau 2R
92
97
Enterobacter cloacae
TK CibodasF
98
99
Shigella boydii
TK CibodasR
98
99
Shigella boydii
MKS 11F
91
78
Escherichia coli
MKS 11R
89
93
Escherichia coli
MKS 13F
97
99
Bacillus subtilis
MKS 13R
97
97
Bacillus subtilis
Ciismun 4 F
90
93
Escherichia coli
Ciismun 4R
93
87
Escherichia coli
Keterangan : Tanda F atau R di sebelah nomor sampel menandakan pengujian
dilakukan dari hasil pengurutan nukleotida menggunakan primer forward BactF1
atau primer reverse UniB1
Nama Sampel
Selanjutnya dilakukan pencocokan data morfologi antara data pengujian dan data dari
pustaka. Data yang dicocokkan adalah data pewarnaan Gram, data pengamatan bentuk sel
bakteri, dan data bentuk koloni bakteri. Data bentuk koloni bakteri dapat dilihat pada Tabel
1.7. Pewarnaan Gram yang sebelumnya dilakukan dalam pengujian awal menunjukkan
hasil yang sama dengan data dari pustaka. Namun terdapat perbedaan dari pengamatan
bentuk sel bakteri, dinyatakan dalam data pustaka bahwa keseluruhan bakteri memiliki
bentuk batang namun pada pengamatan hanya sampel SEDAL cle II3 dan MKS 13 yang
31
teridentifikasi sebagai B. subtilis yang berbentuk batang. Untuk mengkonfirmasi kebenaran
bentuk sel dan data morfologi maupun data fisiologi lainnya, disarankan untuk dilakukan
identifikasi spesies dengan metode biokimia.
Nama
Sampel
SEDAL cle
II3
Seskau 2
Tabel 1.7 Perbandingan Gambar Koloni Hasil Pengujian dan
Gambar Koloni dari Pustaka
Gambar Koloni Hasil
Gambar Koloni dari
Identitas
Pengujian
Pustaka
Bacillus subtilis
Enterobacter
Koloni bulat kuning
cloacae
transparan
TK Cibodas
Shigella boydii
MKS 11
Escherichia coli
MKS 13
Bacillus subtilis
Ciismun 4
Escherichia coli
Download