isu gender dalam pendidikan islam - journal-ums

advertisement
ISU GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Mardliyah
Guru PAI SMK Negeri 3 Pati
[email protected]
ABSTRACT
slamic education is a process in forming human being totally, and without to
differentiate between men and women. The existing of discrimination and the
forms of injustice of gender is the influence from the local culture and also from
interpreting method of Al-Qur’an verses that is less for women side. This is
because Al-Qur’an verses was understood partially and uncontectually. The
Solution to overcome that problem is by understanding Al-Qur’an verses and Hadits
Nabi/Prophet proportionally and giving opportunity to the women for getting better
education.
I
Keywords: Gender; Islamic education, Alquran and Hadist
PENDAHULUAN
Perjalanan sejarah Islam yang
harus bersentuhan dengan budaya
perluasan yang
masih
sangat
patriarkis (Persia, Asiria, dan
sebagainya) sangat mempengaruhi
penafsiran dan pemaknaan terhadap
ayat-ayat suci al-Qur’an yang telah
ada sehingga kesan dominasi lelaki
menjadi makin kental.
Umat Islam banyak yang
terjebak dengannya, sehingga hasil
ijtihad para ulama’ yang kemudian
terumuskan dalam theologi Islam,
fikih, ataupun keilmuan yang lain,
dianggap sebagai ajaran agama yang
tidak bias diubah dan diganggu
gugat. Padahal, tidak demikian
adanya. Oleh karena itu, perlu
kiranya dilakukan usaha-usaha untuk
membongkar pemahaman terhadap
teks agama yang selama ini dijadikan
sebagai alat legitimasi bagi pola pikir
yang bersifat patriarkis tersebut,
yang jauh dari keadilan gender.
Upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk mengembalikan
pemahaman agama guna menuju
tercapainya relasi kesetaraan antara
laki-laki
dan
perempuan
sebagaimana yang dikehendaki oleh
ajaran al-Qur'an dan Hadits Nabi
kiranya masih perlu digalakkan,
terutama dalam tataran ilmiah, dan
hasilnyapun bisa disosialisasikan ke
masyarakat.
Ketika
pemikiran
agama
terlanjur memberikan legitimasi
terhadap sistem kekerabatan patriarki
dan pola pembagian kerja secara
seksual, dengan sendirinya wacana
gender akan bersentuhan dengan
masalah keagamaan. Selama ini
agama dijadikan dalil untuk menolak
konsep kesetaraan laki-laki dan
perempuan. Bahkan, agama dianggap
sebagai salah satu faktor yang
menyebabkan langgengnya status
quo terhadap perempuan sebagai the
second sex.
Upaya
untuk
mengklasifikasikan
perbedaan
secara
genetik
antara
laki-laki
dan
perempuan perlu dibahas lebih
cermat dan hati-hati. Hal itu
disebabkan oleh kesimpulan yang
keliru, mengenai hal ini tidak hanya
akan berdampak pada persoalan asasi
kemanusiaan. Dengan menyimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
98
secara genetik berbeda, tanpa
memberikan
penjelasan
secara
tuntas, kesimpulan tersebut dapat
dijadikan sebagai legitimasi terhadap
realitas sosial yang memperlakukan
laki-laki sebagai jenis kelamin utama
dan perempuan sebagai jenis kelamin
kedua
Di sisi lain ada sebuah
tanggung jawab besar yang harus
dipikul oleh wanita. Salah satunya
yaitu mendidik anak-anak dimana
pendidikan itu menurut Mustafa alGhalayaini adalah termasuk kategori
"sesuatu yang agung dan mulia
serta besar atau mahal harganya”
Oleh karena itu seharusnya
wanita terkait dengan posisinya,
pandai, terdidik, berakhlak yang
mulia, terampil dalam urusan
keluarga dan mengetahui kewajibankewajibannya.
PENDIDIKAN ISLAM
Pada hakekatnya pendidikan
Islam tidak boleh dilepaskan begitu
saja dari ajaran Islam yang tertuang
dalam al-Qur'an dan Hadits. Karena
kedua sumber itu merupakan
pedoman autentik dalam penggalian
khazanah keilmuan apapun dalam
Islam. Dengan berpijak pada kedua
sumber
itu
diharapkan
akan
diperoleh gambaran yang jelas
tentang hakekat pendidikan Islam.
Berbagai
ahli
pendidikan
mengutarakan
pendapatnya
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Mushthafa al-Ghalayaini.
‫اﻟﺘﺮﺑﯿ ﺔ ھ ﻲ ﻏ ﺮس اﻻﺧ ﻼق اﻟﻔﺎﺿ ﻠﺔ ﻓ ﻲ ﻧﻔ ﻮس اﻟﻨﺎﺷ ﺌﯿﻦ وﺳ ﻘﯿﮭﺎ ﺑﻤ ﺎء‬
‫اﻻرﺷﺎد واﻟﻨﺼﯿﺤﺔ ﺣﺘﻲ ﺗﺼﺒﺢ ﻣﻠﻜﺘﮫ ﻣﻦ ﻣﻠﻜﺎت اﻟﻨﻔﺲ ﺛﻢ ﺗﻜﻮن ﺛﻤﺮاﺗﮭﺎ‬
.‫اﻟﻔﻀﯿﻠﺔ واﻟﺨﯿﺮ وﺣﺐ اﻟﻌﻤﻞ ﻟﻨﻔﻊ اﻟﻮطﻦ‬
Pendidikan adalah menanam akhlak yang mulia pada jiwa seorang pemuda dan
menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat sehingga melekat pada jiwa
tersebut dan buahnya adalah suatu keutamaan kebaikan dan kecintaan beramal
untuk kemanfaatan bangsa.
2. Athiyyah al-Ibrasyi.
‫اﻟﺘﺮﺑﯿ ﺔ اﻻﺳ ﻼﻣﯿﺔ ﻋﻠ ﻲ اﻧ ﮫ ﻟ ﯿﺲ اﻟﻐ ﺮض ﻣ ﻦ اﻟﺘﺮﺑﯿ ﺔ واﻟﺘﻌﻠ ﯿﻢ وﺣﺸ ﻮ‬
‫اذھﺎن اﻟﻤﺘﻌﻠﻤﯿﻦ ﺑﺎﻟﻌﻠﻮﻣﺎت وﺗﻌﻠﯿﻤﮭﻢ ﻣﻦ اﻟﻤﻮاد اﻟﺪراﺳﯿﺔ ﺑﻞ اﻟﻐﺮض ان‬
‫ﻧﮭ ﺬب اﺧﻼﻗﮭ ﻢ وﻧﺮﺑ ﻲ ارواﺣﮭ ﻢ وﻧﺒ ﺚ ﻓ ﯿﮭﻢ اﻟﻔﻀ ﯿﻠﺔ وﻧﻌ ﻮدھﻢ اﻻداب‬
.‫اﻟﺴﺎﻣﯿﺔ وﻧﻌﺪھﻢ ﻟﺤﯿﺎة طﺎھﺮة‬
Tujuan pendidikan Islam bukan sebatas mengisi otak anak dengan ilmu
pengetahuan dan materi pelajaran akan tetapi jiwanya harus diisi dengan
akhlaq dan nilai-nilai yang baik dan dikondisikan supaya bisa menjalani hidup
dengan baik.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
99
3. Zakiyah Daradjat
Menyatakan hakekat pendidikan
Islam
mencakup
kehidupan
manusia seutuhnya, pendidikan
Islam yang sesungguhnya adalah
pendidikan yang tidak hanya
memperhatikan aspek aqidah,
ibadah dab akhlak tetapi lebih
luas lagi yaitu semua dimensi
manusia
sebagaimana
yang
ditentukan oleh ajaran Islam.
Menurutnya pendidikan Islam
diibaratkan seperti pertumbuhan
dan perkembangan bunga-bunga,
dimana potensi-potensi tersebut
berada pada benih, kemudian
berkembang menjadi bunga yang
mekar dan matang. Dengan
gambaran tersebut, anak didik
adalah
ibarat
benih
yang
mengandung
potensi-potensi
dasar yang tersembunyi dan tidak
kelihatan. Sedangkan guru dapat
diibaratkan seperti tukang kebun
yang dengan rasa kasih sayang,
tanggung
jawab
dan
pemeliharaannya dengan cermat
dapat membuka rahasia-rahasia
potensi
yang
tersembunyi
tersebut. Pendidikan adalah proses
berkebun itu sendiri. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa
hakekat pendidikan menurutnya
adalah pendidikan yang seimbang,
yaitu pendidikan yang bertujuan
menumbuhkan keadaan manusia
yang seimbang antara jasmani dan
rohaninya secara seimbang dalam
pemenuhan
kebutuhankebutuhannya, yaitu kebutuhan
fisik,
akal,
akhlak,
iman,
kejiwaan, estetika dan sosial
kemasyarakatan.
Dalam
pendidikan Islam, psikologi (jiwa,
rohani)
seseorang
sangat
berpengaruh untuk menentukan
hasil dari pendidikan tersebut.
4. Azyumardi Azra, yang mengutip
dari Yusuf Qardhawi,
Menjelaskan bahwa pendidikan
Islam adalah pendidikan manusia
seutuhnya, akal dan hatinya,
rohani dan jasmaninya, akhlak
dan
ketrampilannya.
Karena
pendidikan Islam menyiapkan
untuk menghadapi masyarakat
dengan berbagai tingkah lakunya
(perbuatan jahat dan baik)
Sehingga pendidikan Islam adalah
proses penyiapan generasi muda
untuk
mengisi
peranan,
memindahkan pengetahuan dan
nilai-nilai Islam yang diselaraskan
dengan fungsi manusia untuk
beramal di dunia dan memetik
hasilnya di akhirat.
Dari berbagai pendapat para
ahli pendidikan Islam, di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa hakekat
pendidikan Islam meliputi lima
prinsip pokok yaitu :
1. Proses
transformasi
dan
internalisasi, yakni pelaksanaan
pendidikan Islam harus secara
bertahap, berjenjang dan kontinyu
dengan
upaya
pemindahan,
penanaman,
pengarahan,
pengajaran dan pembimbingan
yang dilakukan secara terencana,
sistematis dan terstruktur dengan
menggunakan pola dan system
tertentu.
2. Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai,
yakni upaya yang diarahkan
kepada
pemberian
dan
penghayatan serta pengamalan
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai.
3. Anak didik dan pendidik, yakni
pendidikan itu diberikan kepada
anak didik yang mempunyai
potensi rohani, dengan potensi ini
dimungkinkan akan dapat dididik,
sehingga kelak pada akhirnya
akan dapat menjadi mendidik.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
100
4. Penumbuhan dan pengembangan
potensi fitrahnya, karena tugas
pendidikan
Islam
adalah
menumbuhkan, mengembangkan,
memelihara dan menjaga potensi
laten manusia agar ia tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tingkat
kemampuan, minat dan bakatnya.
Sehingga
terciptalah
dan
aterbentuklah kreativitas dan
produktivitas anak didik.
5. Pencapaian
keselarasan
dan
kesempurnaan hidup dalam segala
aspeknya, yakni tujuan akhir dari
suatu proses pendidikan Islam
adalah terbentuknya insan kami
manusia
yang
dapat
menyelaraskan kebutuhan hidup
jasmani dan rohani, struktur
kehidupan dunia dan akhirat,
seimbang pelaksanaan fungsi
manusia sebagai hamba dan
khalifah Allah di muka bumi.
ISU GENDER
Pada hakekatnya, perbedaan
gender itu tidak menjadi persoalan
ketika memunculkan masalah. Yang
menjadi persoalan adalah perbedaan
itu
memunculkan
masalah
ketidakadilan
gender.
Masalah
ketidakadilan gender adalah masalah
yang muncul karena relasi yang
timpang
antara
laki-laki
dan
perempuan sehingga salah satu atau
keseluruhan di antara mereka merasa
dirugikan oleh proses "pembedaan"
yang dilakukan masyarakat.
1. Makna Gender
Kata gender tidak jarang
dimaknai dengan salah yaitu
dengan pengertian "jenis kelamin"
seperti halnya seks. Dilihat dari
artinya dalam kamus tidak secara
jelas dibedakan pengertian seks
dan gender. Kata ini termasuk
kosa
kata
baru
sehingga
pengertiannya belum ditemukan
dalam kamus besar bahasa
Indonesia, meskipun demikian
istilah tersebut sudah lazim
digunakan.
Walaupun
kata
gender
belum
masuk
dalam
perbendaharaan Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Istilah tersebut
sudah lazim digunakan, misalnya
di Kantor Menteri Negara Urusan
Peranan Wanita dengan ejaan
"Jender" dengan diartikan sebagai
"interpretasi mental dan cultural
terhadap perbedaan kelamin yakni
laki-laki
dan
perempuan.
Biasanya dipergunakan untuk
menunjukkan pembagian kerja
yang tepat bagi laki-laki dan
perempuan.
Gender secara terminologis
cukup banyak ditemukan oleh
pakar feminis dan pemerhati
perempuan.
AD.
Kusumaningtiyas mendefinisikan
gender adalah pengertian tentang
laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksikan oleh manusia,
melalui berbagai proses sosial
budaya. Bahwa laki-laki itu kuat,
tidak boleh cengeng, bertugas
mencari
nafkah,
harus
melindungi,
gagah
dan
sebagainya. Demikian pula bila
melihat perempuan itu lemah,
lembut,
cengeng,
bertugas
mengasuh anak dan sebagainya.
Kedua
penghayatan tersebut
adalah konstruksi kebudayaan.
Julia
Cleves
Mosse
mendefinisikan gender sebagai
sebuah peningkat peran yang bisa
diibaratkan dengan kostum dan
topeng pada sebuah acara
pertunjukan agar orang lain bisa
mengindentifikasi bahwa kita
adalah feminim atau maskulin.
Lebih lanjut lagi dijelaskan oleh
Ivan Illich (dianggap sebagai
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
101
orang pertama yang menggunakan
istilah gender) dalam analisis
ilmiahnya mengemukakan bahwa
kata gender dengan pembedabedaan tempat, waktu, alat-alat,
tugas-tugas, bentuk pembicaraan,
tingkah laku dan persepsi yang
dikaitkan dengan perempuan
dalam budaya sosial
Bermula dari definisi gender
secara etimologi dan terminology
dari beberapa pendapat pakarnya,
agar lebih mudah di pahami
bagaimana selama ini masyarakat
membuat definisi mengenai lakilaki
dan
perempuan
akan
dijelaskan dalam table sebagai
berikut :
Tabel 1
Definisi Laki-laki dan Perempuan
Jenis Kategori
Sifat
Ranah aktivitas/domain
Pekerjaan
Makna Kerja
Penghargaan terhadap
Kerja
Contoh Pekerjaan
Laki-laki
Maskulin
Contoh: kuat, gagah,
melindungi, berwibawa,
tegar, tidak boleh
menangis, keras, rasional,
dll.
Publik
Produktif
Profesi, Keahlian
Mendapatkan Upah
Politisi, Pengacara, hakim,
Jaksa, Pemuka Agama,
Birokrat, Dokter, dll.
2. Ketimpangan Gender
Sejak zaman dahulu hingga
sekarang manusia di dunia ini ada
yang membela wanita dengan
berprasangka baik terhadapnya,
tetapi tidak jarang juga yang
selalu membencinya. Sebagian
yang membela adalah yang
memuji dengan menghitunghitung kelebihan dan pengaruhnya
dalam keluarga serta masyarakat
dan sebagian lagi adalah yang
memandang wanita sebagai bibit
penebar kejahatan di dunia. Lebih
dari itu, mereka menganggap
wanita sebagai penyebab kesialan
yang menghancurkan martabat
manusia sejak diciptakannya nabi
Adam, karena menurut mereka
wanitalah yang merayu nabi
Adam untuk memakan buah
Perempuan
Feminim
Contoh: lemah lembut,
ringkih, penyayang suka
menangis/cengeng,
emosional, dll.
Domestik
Reproduktif
Sukarela, kewajiban
Tidak mendapatkan
upah/diupah rendah
Perawat, bidan, guru
(TK,SD) pramugari,
sekretaris, dll.
Khuldi dan melanggar larangan
Allah,
sehingga
Allah
mengusirnya dari surga.
Yang menjadi masalah dan
perlu digugat oleh mereka yang
menggunakan "analisis gender"
adalah struktur "ketidakadilan"
yang ditimbulkan oleh peran
gender
tersebut.
Menurut
beberapa hasil studi sebagaimana
dikutip Mansur Faqih, banyak
manifestasi ketidakadilan yang
dapat dilihat dari berbagai sudut,
yaitu :
a. Terjadinya
marginalisasi
(pemiskinan
ekonomi)
terhadap kaum perempuan.
b. Subordinasi pada salah satu
jenis seks yang umumnya pada
kaum perempuan.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
102
c. Stereotype (pelabelan negatif)
terhadap jenis kelamin tertentu
dan akibat dari stereotype ini
terjadi diskriminasi
d. Violence (kekerasan) terhadap
jenis
kelamin
tertentu,
umumnya perempuan yang
disebabkan perbedaan gender.
e. Double burden (peran ganda)
karena
peran
gender
perempuan adalah mengolah
rumah tangga, maka banyak
perempuan menanggung beban
kerja domestic. Beban kerja
tersebut menjadi dua kali lipat
terlebih lagi perempuan yang
juga bekerja di luar rumah.
Adanya ketimpangan yang
menimbulkan berbagai wacana
ketidakadilan
tersebut
tidak
terlepas dari pengaruh social,
budaya bahkan metode penafsiran
dari pemahaman terhadap teksteks keagamaan dalam kitab suci.
Analisis ini sejalan dengan
paradigma dasar animo bahwa AlQur'an sebagai sumber tertinggi
agama Islam tidak mensejajarkan
laki-laki dan perempuan . oleh
karena itu pesan-pesan Qudus
yang termaktub dalam Al-Qur'an
mestinya
ditafsirkan
dalam
konteks histories yang sangat
spesifik, tidak general. Dengan
kata lain situasi sosio cultural
ketika Al-Qur'an diturunkan harus
dicermati oleh seorang mufassir
ketika hendak menafsirkan AlQur'an.
3. Upaya Penyetaraan Gender
Keadilan
gender
tidak
menjadi
keharusan
zaman,
setidaknya
deklarasi
Beijing
mengenai upaya penyetaraan
antara laki-laki dan perempuan
masih sulit untuk diwujudkan jika
wacana publik yang antara lain
dipengaruhi sosial budaya tidak
berspektif gender. Salah satu
upaya tersebut adalah jika para
wanita terlibat dalam pergerakan
(keislaman) secara aktif dan
intens maka akan dapat memetik
faedah-faedah sebagai berikut :
a. Pergerakan
akan
menumbuhkan satu perasaan
harga dirinya dan betapa besar
nilainya ia dalam masyarakat.
b. Kaum wanita tidak akan
merealisasikan budaya dan
tradisi (islami) kecuali lewat
pergerakan.
c. Bekerja
pada
lingkungan
pergerakan
akan
banyak
menghilangkan
sikap/watak
wanita-wanita yang sering
malas-malasan.
d. Menghindari
terjadinya
pembusukan pemikiran yang
"tidur" berawal dari adanya
sikap
egosentrisme
serta
apatisme social, politis serta
religius.
e. Aktivitas
pergerakan
menghindarkan wanita dari
rasa
jenuh
karena
dia
disibukkan dengan hal yang
bermanfaat.
f. Wanita kadang tidak pergi ke
masjid untuk menunaikan
shalat bahkan sering harus
tidak shalat karena dating
bulan.
g. Bekerja dalam sebuah jamaah,
akan mendidik wanita untuk
menyenangi amal-amal jama'iy
yang bermanfaat.
h. Aktivitasnya dalam organisasi
pergerakan
akan
menghindarkan
dia
dari
persoalan-persoalan sepele.
i. Gerakan
wanita
akan
mendorong kaumnya untuk
berani meluruskan pendapat,
tradisi dan budaya yang
merusak atau bertentangan.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
103
j. Sesungguhnya seorang wanita
manakala telah masuk dalam
gerakan wanita (Islam) di saat
itu ia telah menemukan
sandarannya kaum perempuan
(Islam) yang mendidik dan
membimbingnya
untuk
komitmen pada nilai-nilai
keislaman.
k. Wanita pergerakan akan selalu
belajar dan mendidik dirinya
dengan rasa malu dan sigap
menentang kemungkaran yang
menimpa
dirinya
atau
masyarakatnya.
l. Aktivitas
pergerakan
mengajarkan kaum wanita
ketentraman dalam hidup dan
secara otomatis menghindarkan
ia dari cara-cara hidup yang
tidak terprogram.
m. Sesungguhnya
organisasi
pergerakan akan menyingkap
inovasi dan kapasitas kaum
wanita dalam cara pikir
sehingga bisa terarahkan pada
porsinya yang sesuai dengan
kapabilitasnya.
n. Organisasi
pergerakan
menanamkan
kepribadian
independensi dalam diri wanita
(dalam batasan Islam) kecuali
dalam hal-hal yang sifatnya
minta
pertimbangan
dan
musyawarah.
Langkah-langkah tersebut
bukanlah
satu-satunya
penyetaraan gender, masih banyak
langkah-langkah lain sebagai
alternatif yang akan dibahas
secara spesifik dalam pembahasan
berikutnya.
PENDIDIKAN ISLAM DAN ISU
GENDER
a. Bentuk Bias Gender dalam
Pendidikan Islam
Makna
bias
dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah : simpangan atau belokan
arah dari garis tempuhan yang
menembus benda bening yang
lain (seperti cahaya yang
menembus kaca, bayangan yang
berada di air). Selanjutnya kata
bias adalah semacam prasangka
yakni pendapat yang terbentuk
sebelum adanya alas an untuk
itu, dalam penelitian ilmiah bias
dapat menyelinap ke dalam
pengamatan atau penafsiran data
eksperimen. Bias ini dapat
mengakibatkan
kurangnya
validitas dan nilai ilmiah dari
hadil yang diperoleh.
Jadi pengertian bias
dapat terjadi karena faktor-faktor
yang ada pada diri pengamat itu
sendiri
usaha
untuk
mencegahnya terjadi bias dapat
dilakukan latihan pada mereka
yang bertindak. Dari pengertian
bias
apabila
dihubungkan
dengan gender dan pendidikan
akan memberikan pemahaman
bahwa dalam pendidikan terjadi
penyimpangan atau ketimpangan
terhadap
jenis
kelamin
perempuan. Ketimpangan yang
terjadi
terutama
untuk
memberikan
kesempatan
mendapatkan pendidikan kepada
perempuan, isi materi pelajaran
terutama di tingkat pendidikan
dasar ditemukan bias gender.
Karena
tingkat
pendidikan
perempuan masih rendah maka,
untuk pengambilan keputusan di
bidang pendidikan terutama
perumusan
kurikulum,
pengambil kebijakan, dan kepala
sekolah secara umum masing
dipegang oleh laki-laki, kecuali
di tingkat taman kanak-kanak
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
104
yang
didominasi
oleh
perempuan.
Di dalam pendidikan itu
sendiri ternyata selama ini telah
dimasuki
pewarisan
ketimpangan gender, tetapi para
praktisi pendidikan tidak pernah
memahaminya
sebagai
permasalahan yang mendesak
untuk ditangani. Tidak sedikit
praktisi
pendidikan
yang
menanggapi
persoalan
ini
dengan dingin, hingga akhirnya
pendidikan lebih memainkan
fungsinya
sebagai
agen
sosialisasi ketimpangan gender,
meskipun sebenarnya ia sangat
berpeluang dijadikan media
untuk memutuskan ketimpangan
gender. Lebih tragis lagi banyak
praktisi
pendidikan
tidak
menyadari bahwa materi-materi
pendidikan yang disosialisasikan
berdasarkan teks pendidikan
kepada peserta didik dalam
proses belajar mengajar "seksis"
adalah hasil dari serangkaian
pertentangan
gender
yang
bergemuruh dalam masyarakat.
Sementara
di
sisi
lain
pendidikan
menjustifikasinya
sebagai sebuah kebenaran etika.
Isu kesetaraan gender dalam
proses pendidikan Islam menjadi
bahasan yang sangat penting,
sebab isu ketidakadilan gender
yang selalu berpijak pada
persoalan hegemoni kekuasaan
jenis kelamin tidak hanya
dipengaruhi
oleh
faktor
kekuasaan, ataupun lingkungan,
tetapi agamapun juga ikut
menjustifikasi hal tersebut.
Salah satu contoh Hadis
yang dipandang senada . hal
tersebut adalah Hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim dari
Jabir diinformasikan bahwa nabi
SAW bersabda sebagai berikut:
‫ان اﻟﻤﺮأة ﺗﻘﺒﻞ ﻓﻲ ﺻ ﻮرة ﺷ ﯿﻄﺎن وﺗ ﺪاﺑﺮ ﻓ ﻲ ﺻ ﻮرة ﺷ ﯿﻄﺎن ﻓ ﺎذا اﺑﺼ ﺮ‬
.‫اﺣﺪﻛﻢ اﻣﺮءة ﻓﻠﯿﺄت أھﻠﮫ ﻓﺎن ذﻟﻚ ﻟﯿﺮد ﻣﺎ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﮫ‬
Artinya : "Perempuan Itu menghadap (dari arah depan) dalam bentuk
setan, dan membelakangi (dari arah belakang) dalam bentuk setan. Jika
salah seorang di antara kamu melihat perempuan, maka hendaklah ia
kemudian berkumpul dengan keluarganya, sesungguhnya yang demikian
itu dapat menolak gejolak jiwanya".
Kemudian dalam Al-Qur'an Allah telah berfirman :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah
Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. sebab itu Maka yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah
memelihara (mereka).wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka…di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar”
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
105
Dari paparan di atas jika
kita fahami sekilas kelihatan
sekali bahwa wanita tetap di
bawah laki-laki posisi kualitas
dan nilainya. Akan tetapi jika
menggunakan
pendekatan
metodologi pemahaman yang
lain (misalnya dengan tafsir bi
al-ma'tsur atau bi al-rakyi) maka
akan berbeda hasilnya. Karena
laki-laki dan perempuan diberi
kelebihan oleh Allah untuk
saling
melengkapi.
Dalam
pandangan Islam laki-laki diberi
kelebihan ketegaran fisik dan
perempuan diberi organ-organ
reproduksi
yang
keduanya
diarahkan untuk menjalankan
fungsi regenerasi. Karena secara
biologis
perempuan
harus
menjalani fungsi reproduksi,
maka
kebutuhan-kebutuhan
finansial dibebankan kepada
laki-laki. Oleh karena itu nafkah
harus diarahkan sebagai upaya
mendukung
regenerasi
dan
bukan
sebagai
legitimasi
superioritas laki-laki
b. Upaya Penanggulangan Bias
Gender Dalam Pendidikan
Islam
1. Pandangan Islam Tentang
Kodrat Wanita
Allah
menjadikan
wanita agak berlainan dalam
hal bentuk dan susunan
tubuhnya
menunjukkan
perbedaan antara mana yang
laki-laki dan mana yang
perempuan. Perbedaan itu
tentu mengandung hikmah
dan kepentingan yang setiap
orang
tidak
akan
membantahnya.
Dengan
perbedaan itu pula, mereka
merasa dapat saling cintamencintai,
sayang-menyayangi, saling mengambil
faedah satu kepada dan dari
yang lain. Saling dapat bahu
membahu
di
dalam
melakukan tugas memakmurkan
dunia
sebagai
khalifah Allah di muka bumi
ini.
Pernyataan
terakhir
mempertegas
adanya
perlakuan yang adil dari
Allah
kepada
semua
makhluknya bahwa Allah
tidak membeda-bedakan jenis
kelamin
dalam
perihal
kedudukan yang mulia bagi
mereka yang bertakwa. Islam
memberikan hak yang sama
kepada
laki-laki
dan
perempuan, yang artinya
masing-masing itu mempunyai kewajiban walaupun di
dalam beberapa hal sesuai
dengan kodratnya masingmasing ada perbedaannya
lantaran perbedaan jenisnya
(QS. An-Nahl ayat 97).
Di sini jelas bahwa
Islam tidak membedakan hak
asasi manusia berdasarkan
jenis kelaminnya,
sejauh
mereka mampu bertindak,
maka ia akan memperoleh
ganjaran yang setimpal.
2. Derajat Pria atas Wanita
Bagian yang paling
banyak disetir dalam isu
gender adalah derajat pria
atas wanita. QS. 2 : 228
menyebutkan bahwa kaum
pria itu satu derajat lebih
tinggi daripada kaum wanita.
Kesalahan dalam memahami
ayat ini timbul lantaran
potongan ayat ini dipisahkan
dari konteks permasalahan
yang sesungguhnya, yakni
dalam
hal
terjadinya
perceraian.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
106
Oleh
karena
itu
pemahaman atas "ketinggian"
derajat pria atas wanita tidak
cukup difahami secara verbal
dan parsial, tetapi harus
difahami secara relasional
dan fungsional karena hal
tersebut berhubungan dengan
masalah tanggung jawab
sebagai konsekuensi dari
sebuah amanat yang harus
dipikul masing-masing. Di
sinilah pentingnya untuk
memahami berbagai peran
dan kedudukan wanita (multi
fungsional
dan
multi
posisional) dalam kehidupan
konkret.
3. Pentingnya Pendidikan Bagi
Wanita
Sebagaimana halnya
penciptaan,
hak
dan
kewajiban perempuan juga
menjadi penting. Tuntutan
atas persamaan hak bagi
perempuan
(Indonesia
khususnya) didasarkan atas
pasal 27 UUD 1945 tentang
persamaan hak bagi setiap
warga Negara. Atas dasar ini
kaum perempuan menuntut
hak-hak mereka dalam bidang
politik, pekerjaan, pendidikan
dan lain-lain.
Sehubungan dengan
tuntutan atas persamaan hak,
termasuk yang penting dicatat
adalah kasus konggres wanita
mendesak pemerintah untuk
membentuk
panitia
pendidikan wanita dalam
merancang
system
pendidikan wanita menuju
kemerdekaan ekonomi dan
social yang sesuai dengan
kepribadian wanita.
Di
dalam
Islam
tentang pendidikan tidak ada
diskriminasis antara laki-laki
dan perempuan, keduanya
sama-sama mempunyai hak
untuk
mengenal
ban
mengenyam
pendidikan
seperti yang dijelaskan dalam
Al-Qur'an
Surat
AlMujadalah ayat: 1, Al-Zumar
ayat: 9 dan ayat lainnya.
Mengenai
arti
pentingnya pendidikan bagi
wanita (muslimah) ada dua
pendapat yaitu:
1.
Pendapat
yang
membatasi pendidikan
wanita hanya seputar
(membaca) Al-Qur'an
dan pendidikan Islam
(syari'at Islam) tidak
boleh lebih dari itu
termasuk tidak boleh
belajar menulis dan
bersyair.
2.
Pendapat
yang
membolehkan wanita
muslimah
belajar
sebagaimana
yang
dipelajari oleh laki-laki
(muslim).
Kitab suci Al-Qur'an
memebrikan keterangan yang
sangat
jelas
bahwa
perempuan
mempercayai
suatu individualnya sendiri
dan tidak diperlakukan hanya
sebagai pelengkap bagi ayah,
suami atau saudara lakilakinya. Mereka mendapatkan
semua hak-hak individunya
sebagai ibu, isteri atau anak
perempuan.
Baik sebagai anak
perempuan, isteri maupun
ibu,
semuanya
memiliki
konsekwensi yang berat,
mulya dan strategis dimana
ibu melalui perhatiannya
kepada
anak
serta
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
107
keteladannya serta perhatian
anak
kepadanya
dapat
menciptakan
pemimpinpemimpin dan bahkan dapat
membina umat. Sebaliknya
jika yang melahirkan seorang
anak tidak berfungsi sebagai
umm, maka ummat akan
hancur dan pemimpin (imam)
yang
wajar
untuk
diteladanipun tidak akan
lahir.
Untuk itu sangat tepat
bila wanita itu seharusnya
(dalam
hal
pendidikan)
adalah seperti pada pendapat
kedua di atas sehingga
diharapkan
nama-nama
seperti Aisyah, Zabidah,
Harun Rasyid, Aliyah Binti
Mahdi, Zainab al-Ghazali,
Fatimah Mernissi, dan lainlain
bermunculan
terus
sepanjang zaman. Hal ini
sesuai dengan :
1). Sabda Nabi SAW.
‫طﻠﺐ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﺮﯾﻀﺔ ﻋﻠﻲ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ وﻣﺴﻠﻤﺔ‬
2). Pendapat Al-Ibrosy
‫ﺗﻌﻠﯿﻢ اﻟﻤ ﺮأة اﻟﻤﺴ ﻠﻤﺔ واﻟﻜﺘﺎﺑ ﺔ ﺣﺘ ﻲ وﺻ ﻠﺖ اﻟﻤ ﺮأة إﻟ ﻲ أﺳ ﻤﻲ درﺟ ﺎت‬
‫اﻟﻌﻠﻢ واﻟﺜﻘﺎﻓﺔ وﻧﺎﻟﺖ اﻛﺒﺮ ﻗﺴﻂ ﻣﻦ اﻟﺘﺮﺑﯿﺔ واﻟﺘﻌﻠﯿﻢ ﻓ ﻲ اﻟﻌﺼ ﻮر اﻟﺬھﺒﯿ ﺔ‬
‫اﻻﺳﻼم‬
3). Musthafa al-Ghalayain
‫ﻓﻌﻠﯿﻜﻢ اﯾﮭﺎ اﻟﻨﺎﺷﺌﯿﻦ أن ﺗﺮﺑﻮا ﺑﻨﺎﺗﻜﻢ ﻣﺘﻲ ﺻﺮﺗﻢ ارﺑﺎب ﺑﯿﻮت‬
.‫ﺗﺮﺑﯿﺔ ﻓﺎﺿﻠﺔ وﺗﻌﻠﻤﻮھﻦ ﺗﻌﻠﯿﻤﺎ ﻣﻔﯿﺪا ﯾﻨﮭﺾ اﻟﻮطﻦ وﺗﺸﺮف اﻻﻣﺔ‬
KESIMPULAN
Dari paparan pembahasan
makalah tentang Pendidikan Islam
dan Isu Gender tersebut dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pendidikan Islam adalah suatu
proses
transfusi
ilmu
pengetahuan kepada anak didik
untuk
pengembangan
filter
menuju tercapainya insan kamil
yang selaras dan seimbang tanpa
membedakan antara laki-laki
dan perempuan.
2.
3.
4.
Menyatukan pengertian gender
agar tidak rancu dan salah tafsir
yang akhirnya menimbulkan
konotasi diskriminatif terhadap
gender.
Adanya
diskriminasi
dan
bentuk-bentuk
ketidakadilan
gender adalah perngaruh dari
budaya dan metode bagi
penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an
yang kurang memihak kepada
wanita.
Islam adalah agama yang
menjunjung tinggi harkat dan
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
108
martabat wanita sejajar dengan
pria serta yang memberi
kelebihan dan kekurangan yang
berbeda
untuk
saling
melengkapi.
5.
Dalam bidang pendidikan wanita
berhak menikmatinya sebagaimana
halnya
kaum
pria
menikmatinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddidn Nata.2005.Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta: Raja Grafindo Perkasa
AD. Kusumaningtiyas.2008. Kesetaraan Gender dan Keadlian Gender dalam
Perspektif Islam, dalam Diklat Model Pembelajaran PAIS. ACT
Rahima
Al-Nawawi, Shahih Muslim bi Syeckh AL-Nawawi, Juz IX, Beirut Dar Al-Fikr, tt.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka
Asghar Ali Engineer.1994. Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, Yogyakarta:
Bulan Bintang
Azyumardi Azra.2006. Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam.
Jakarta: Logos.
Departemen Agama Republik Indonesia.2005.Al-Qur’an Terjemahan. Jakarta: PT.
Syamil Cipta Media
Fahmi Muqoddas.1999. Relasi dan Wanita Dalam Perspektif Islam Sebuah
Telaah Kritis Tentang Gender dalam Mukaddimah, Jurnal Studi
Islam, No. 8 Th. V
Ivan Illich.1998. Gender.Terjemah Omi Intan dengan judul Gender. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Jajat Burhanuddin dan Oman Fathurrahman (Penyunting).2004. Perempuan
Islam dan Wacana dan Gerakan. Jakarta: Gama Media
John M. Echols dan Hasan Shadily.1996. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:
Gramedia
Julia Cleves Mosse.1996. Half The World, Half a Chance, terjemaahan Hastian
Silawati dengan judul Gender dan Pembangunan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
109
Mansour Faqih.1996. Posisi Perempuan dalam Islam, Tinjauan dan Analisis
Gender dalam Tim Risalah Gusti (penyunting) membincang
Feminisme; Diskursus Gender Persfektif Islam, Surabaya: Risalah
Gusti
Muhammad Ath-Thiyah al-Abrasyi, At-Tarbiyah Al-Islamiyah wa Falsafatuhu,
Darul Fikri, tt.
Musthafa al Ghalayaini .1949. Idhatun Nasyi'in, al-Maktabah al-Islamiyah, Beirut
Nasaruddin Umar.2007. Argumen Kesetaraan Gender, Perspektif Al-Qur'an dan
Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir Al-Qur'an, Yogyakarta:
Pustaka Insani
Nasaruddin Umar.2001. Argumentasi Kesetaraan Gender, Perspektif Al-Qur'an,
Jakarta: Paramadina
Nasaruddin Umar.2002. Dekonstruksi Pemikiran Islam tentang Persoalan Jender
dalam Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Jender, Sri
Suhandjati (Editor) Yogyakarta: Pustaka Insani, Gama Media.
Rukmina Gonibala.2007. Fenomena Gender dalam Pendidikan Islam, dalam Iqra'
Volume 4.
Sholah Hasan.1999. Menuju Gerakan Muslimah Modern, Jakarta: Pustaka alKautsar
Siti Ruhaini Dzuhayatin dkk.2002. Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan
Gender dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 25, No.2, Desember 2015, ISSN: 1412-3835
110
Download