A. Faktor-Faktor Timbulnya Kekerasan Seksual a

advertisement
BAB II
FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA KEKERASAN SEKSUAL
TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR
A.
Faktor-Faktor Timbulnya Kekerasan Seksual
Sebelum penulis membahas faktor-faktor timbulnya kekerasan seksual, penulis
ingin membahas teori-teori sebab terjadinya kejahatan yang terdapat dalam
kriminologi,yaitu:
a)
Teori Biologi Kriminal
Cesare Lombroso (1835-1909), seorang dokter kedokteran kehakiman
merupakan tokoh penting dalam mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri
fisik (biologis) penjahat. Ajaran-ajaran yang dikemukakan yaitu:
1)
Penjahat adalah orang yang mempunyai bakat jahat.
2)
Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran yaitu diwariskan dari
nenek moyang.
3)
Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu seperti
muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek, dan sebagainya.
4)
Bakat jahat tersebut tidak dapat diubah, artinya bakat jahat tersebut
tidak dapat dipengaruhi.
b)
Teori Psikologi Kriminal
Usaha mencari ciri-ciri psikis pada prara penjahat didasarkan anggapan
bahwa penjahat merupakan orang-orang yang mempunyai ciri-ciri psikis
yang berbeda dengan orang-orang yang bukan penjahat dan ciri-ciri psikis
tersebut terletak pada intelegensinya yang rendah.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia di tingkat
individu dalam melakukan kejahatan.
c)
Teori Sosiologi Kriminal
Dalam teori iini, mempelajari, meneliti, dan membahas hubungan antara
masyarakat dengan anggotanya, antara kelompok baik karena hubungan tempat
maupun etnis dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok, sepanjang
Universitas Sumatera Utara
hubungan tersebut dapat menimbulkan kejahatan. Teori ini dapat dibagi atas dau
bagian antara lain:
1.
Non Class Oriented Theories
 Teori Ekologis
Teori ini mempersoalkan hubungan antara kejahatan dengan
faktor-faktor
kepadatan
penduduk,
mobilitas
penduduk,
perbedaan desa dengan kota, daerah delinkwen dengan
perumahan.
 Teori Konflik Kebudayaan
Teori ini mempersoalkan hubungan antara kejahatan dengan
konflik antara berbagai sistem nilai dalam suatu daerah.
 Faktor Ekonomi
Faktor ini mencoba mencari hubungan antara kejahatan dengan
kemiskinan dan penderitaan rakyat.
 Differential Association Theory (Sutherland)
Menurut teori ini kejahatan yang dilakukan seseorang adalah
hasil peniruan terhadap perbuatan kejahatan yang ada dalam
masyarakat dan ini terus berlangsung.
2.
Class Oriented Theory
 Teori Anomie
Teori ini menggambarkan keadaan suatu masyarakat dimana
himpunan-himpunan peraturan yang mengatur hubungan unsurunsur dalam sistem sosial menjadi kacau balau, akibatnya ialah
bahwa anggota masyarakat mengalami kebingungan sendiri.
 Teori Sub Kultur
Teori ini pada dasarnya membahas dan menjelaskan bentuk
kenakalan remaja serta perkembangan berbagai tipe geng.
Teori sub kultur ini sebenarnya dipengaruhi kondisi intelektual.
 Teori Labeling (teori label)
Universitas Sumatera Utara
Teori label ini diartikan dari segi pandangan pemberian nama
yaitu bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam
pemberian nama atau pemberian label dalam masyarakat untuk
mengidentifikasi anggota-anggota tertentu pada masyarakatnya.
Berdasarkan perspektif ini pelanggaran hukum tidak bisa
dibedakan dari mereka yang tidak melanggar hukum, terkecuali
bagi adanya pemberian nama atau label terhadap mereka yang
ditentukan demikian, oleh sebab itu maka kriminal dipandang
oleh teoritisi pemberian nama sebagai korban lingkungannya
dan kebiasaan pemberian nama oleh masyarakat.
 Teori Kontrol Sosial (Hirschi)
Teori ini memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi yang
mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada
penyelesaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat.
Menurut Hirschi, terdapat empat unsur kunci dalam teori sosial
mengenai perilaku kriminal, yaitu:
5)
Ikatan untuk para remaja yang dipandang penting
6)
Keterikatan dalam sub konvensional
7)
Berfungsi aktif dalam sub sistem konvensional
8)
Percaya pada nilai-nilai moral dari norma-norma dan nilainilai dari pergaulan hidup.
 Teori Psychoanalitical
Keinginan-keinginan yang ditekan karena tidak memenuhi
norma-norma, menimbulkan kejahatan. Sigmund Freud penemu
Psikoanalisa hanya tertuju pada neurosis dan faktor-faktor diluar
kesadaran yang tergolong ke dalam struktur yang lebih umum
mengenai tipe-tipe ketidak beresan atau penyakit.
 Teori Sobural
Sobural sebagai akronim dari nilai-nilai sosial, aspek budaya
dan faktor structural dari suatu masyarakat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan teori sobural bukan semata-mata untuk mencegah
kejahatan, melainkan merekayasa hukum dalam kebenaran dan
keadilan agar tercipta kedamaian dan kesejahteraan, maka hanya
polrilah yang dapat memberitahukan kepada semua aparat
pemerintah baik pusat maupun daerah bahwa timbulnya dan
semakin meningkatnya kejahatan atau tindak pidana.
Melihat dari teori-teori sebab terjadinya kejahatan menurut kriminologi,
maka terjadinya kekerasan terhadap anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor
yang memengaruhinya demikian kompleks, seperti yang dijelaskan oleh beberapa
pakar berikut ini. Menurut Suharto, kekerasan terhadap anak umumnya
disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari anak sendiri maupun faktor
eksternal yang berasal dari kondisi keluarga dan masyarkat, seperti:
1.
Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku,
autisme, anak terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak
akan hak-haknya, anak terlalu bergantung pada orang dewasa.
2.
Kemiskinan keluarga, orangtua menganggur, penghasilan tidak cukup,
banyak anak.
3.
Keluarga tunggal atau keluarga pecah, mislanya perceraian, ketiadaan ibu
untuk jangka panjang atau keluarga tanpa ayah dan ibu tidak mampu
memenuhi kebutuhan anak secara ekonomi.
4.
Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidaktahuan mendidik
anak, harapan orangtua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan,
anak yang lahir di luar nikah.
5.
Penyakit parah atau gangguan mental pada salah satu atau kedua orangtua,
misalnya tidak mampu merawat dan mengasuh anak karena gangguan
emosional dan depresi.
6.
Sejarah penelantaran anak. Orangtua yang semasa kecilnya mengalami
perlakuan salah cenderung memperlakukan salah anak-anaknya.
7.
Kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh, tergusurnya
tempat bermain anak, sikap acuh tak acuh terhadap tindakan eksploitasi,
pandangan terhadap nilai anak yang terlalu rendah, meningkatnya faham
Universitas Sumatera Utara
ekonomi upah, lemahnya perangkat hukum, tidak adanya mekanisme
kontrol sosial yang stabil.
Sementara itu, Rusmil menjelaskan bahwa penyebab atau risiko terjadinya
kekerasan dan penelantaran terhadap anak dibagi ke dalam tiga faktor, yaitu:
a.
Faktor orangtua/keluarga
Faktor orangtua memegang peranan penting terjadinya kekerasan dan penelantaran
pada anak. Factor-faktor yang menyebabkan orangtua melakukan kekerasan pada
anak diantaranya:
1)
Praktik-praktik budaya yang merugikan anak:
 Kepatuhan anak kepada orangtua
 Hubungan asimetris
2)
Dibesarkan dengan penganiayaan
3)
Gangguan mental
4)
Belum mencapai kematangan fisik, emosi maupun sosial, terutama
mereka yang mempunyai anak sebelum berusia 20 tahun
5)
b.
Pecandu minuman keras.
Faktor lingkungan sosial/komunitas
Kondisi lingkungan sosial juga dapat menjadi pencetus terjadinya kekerasan pada
anak. Factor lingkungan sosial yang dapat menyebabkan kekerasan dan
penelantaran pada anak di antaranya:
1)
Kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis
2)
Kondisi sosial-ekonomi yang rendah
3)
Adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orangtua
sendiri
c.
4)
Status wanita yang dipandang rendah
5)
System keluarga patriarchal
6)
Nilai masyarakat yang terlalu individualistis.
Faktor anak itu sendiri
1)
Penderita gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis
disebabkan ketergantungan anak kepada lingkungannya
Universitas Sumatera Utara
2)
Perilaku menyimpang pada anak.
Selanjutnya Moore dan Parton yang dikutip Fentini Nugroho mengungkapkan ada
orang yang berpendapat bahwa kekerasan terhadap anak lebih disebabkan oleh faktor
individual da nada juga yang menganggap bahwa faktor struktur sosial yang lebih
penting. Mereka yang menekankan faktor individual mengatakan bahwa orangtua yang
“berbakat” untuk menganiaya anak mempunyai karakteristik tertentu, yaitu:
1.
mempunyai latar belakang (masa kecil) yang juga penuh kekerasan, ia juga
sudah terbiasa menerima pukulan;
2.
ada pula yang menganggap anak sebagai individu yang seharusnya
memberikan dukungan dan perhatian kepada orangtua (role reversal)
sehingga ketika anak tidak dapat memenuhi harapan tersebut, orangtua
merasa bahwa anak harus dihukum;
3.
karakter lainnya adalah ketidaktahuan kebutuhan perkembangan anak,
misalnya usia anak belum memungkinkan untuk melakukan sesuatu tetapi
karena
sempitnya
pengetahuan
orangtua,
si
anak
dipaksa
untuk
melakukannya dan ketika ternyata anak memang belum mampu, orangtua
menjadi marah.
Sedangkan Richard J. Gelles mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak
terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor personal, sosial, dan kultural. Faktor-faktor
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori utama, yaitu:
1.
Pewarisan kekerasan antargenerasi
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh
menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya. Tetapi,
sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi
orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Beberapa
ahli yakin bahwa faktor yang mempengaruhi tindakan kekerasan di masa depan
yaitu apakah anak menyadari bahwa perilaku tersebut salah. Anak yang yakin
bahwa perilaku buruk dan layak mendapatkan tindakan kekerasan akan lebih sering
menjadi orangtua yang memperlakukan anaknya secara salah, dibandingkan anakanak yang yakin bahwa orangtua mereka salah untuk memperlakukan mereka
dengan tindakan kekerasan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Stres sosial
stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan
terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup:
 Pengangguran (nemployment);
 Penyakit (illness);
 Kondisi perumahan buruk (poor housing-conditions);
 Ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size);
 Kelahiran bayi baru (a new baby);
 Orang berkebutuhan khusus ( disabled person);
 Di rumah dan kematian (the death).
Penggunaan alkohol dan narkoba yang umum di antara orangtua yang melakukan
tindakan kekerasan mungkin memperbesar stres dan merangsang perilaku
kekerasan. Karakteristik tertentu dari anak-anak, seperti: kelemahan mental, atau
kecacatan perkembangan atau fisik juga meningkatkan stres dari orangtua dan
meningkatkan risiko tindakan kekerasan.
3.
Isolasi sosial dan keterlibatan masyarakat bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap
anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak
keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai
hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat. Kekurangan keterlibatan sosial
ini menghiangkan sistem dukungan dari orangtua yang bertindak keras, yang akan
membantu mereka menatasi stres keluarga atau sosial dengan lebih baik. Lagi pula,
kurangnya kontak dengan masyarakat menjadikan para orangtua ini kurang
memungkinkan mengubah perilaku mereka sesuai dengan nilai-nilai dan standarstandar masyarakat.
4.
Struktur keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan
tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih
memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan
orangtua utuh. Karena keluarga dengan orangtua tunggal biasanya berpendapatan
lebih kecil dibandingkan keluarga lain, sehingga hal tersebut dapat dikatakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai penyebab meningkatnya tindakan kekerasan terhadap anak. Keluargakeluarga yang sering bertengkar secara kronis atau istri yang diperlakukan salah
mempunyai tingkat tindakan kekerasan terhadap anak lebih tinggi.
B.
Akibat-akibat dari Kekerasan Seksual
Menurut Rusmil, anak-anak yang menderita kekerasan, eksploitasi, pelecehan dan
penelantaran mengahadapi resiko:
1.
Usia yang lebih pendek
2.
Kesehatan fisik dan mental yang buruk
3.
Masalah pendidikan (termasuk drop-out dari sekolah)
4.
Kemampuan yang terbatas sebagai orangtua kelak
5.
Menjadi gelandangan
Gambaran yang lebih jelas tentang efek tindakan kekerasan pada anak juga
bisa dilihat dari penjelasan Moore dalam Fentini Nugroho yang mengamati
beberapa kasus anak yang menjadi korban penganiayaan fisik. Diungkapkannya
bahwa efek tindakan kekerasan tersebut demikian luas dan secara umum dapat
diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada yang menjadi negative dan agresif
serta mudah frustasi; ada yang menjadi sangat pasif dan apatis; ada yang tidak
mempunyai kepribadian sendiri, apa yang dilakukan sepanjang hidupnya hanyalah
memenuhi keinginan orangtuanya, mereka tidak mampu menghargai dirinya
sendiri; ada pula yang sulit menjalin relasi dengan individu lain; dan yang
tampaknya paling parah adalah timbulnya rasa benci yang luar biasa terhadap
dirinya karena merasa hanya dirinyalah yang selalu bersalah sehingga
menyebabkan penyiksaan terhadap dirinya , dan rasa benci terhadap dirinya
sendiri ini menimbulkan tindakan untuk menyakiti dirinya sendiri seperti bunuh
diri dan sebagainya. Selain akibat psikologis tersebut, Moore juga menemukan
adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh yang kurang normal, juga
rusaknya system saraf, dan sebagainya. Dari uraian di atas terlihat bahwa impak
dari tindakan kekerasan terhadap anak begitu menggenaskan. Mungkin belum
Universitas Sumatera Utara
banyak orang menyadari bahwa pemukulan bersifat fisik itu bisa menyebabkan
kerusakan emosional anak.
Ciri-ciri umum anak yang mengalami kekerasan seksual (sexual abuse) dalam
penjelasan Charles Zastrow dalam Suharto, yakni:
1.
Tanda-tanda perilaku
 Perubahan-perubahan mendadak pada perilaku: dari bahagia ke depresi
atau permusuhan, dari bersahabat ke isolasi, atau dari komunikatif ke
penuh rahasia.
 Perilaku ekstrim: perilaku yang secara komparatif lebih agresif atau pasif
dari teman yang lama.
 Gangguan tidur: takut pergi ke tempat tidur, sulit tidur atau terjaga dalam
waktu yang lama atau mimpi buruk.
 Perilaku regresif: kembali pada perilaku awal perkembangan anak
tersebut, seperti ngompol, mengisap jempol, dan sebagainya.
 Perilaku anti-sosial atau nakal: bermain api, mengganggu anak lain atau
binatang, tindakan-tindakan merusak.
 Perilaku menghindar: takut akan, atau menghindar dari orang tertentu
(orangtua, kakak, saudara lain, tetangga, pengasuh), lari dari rumah,
nakal atau membolos sekolah.
 Perilaku seksual yang tidak pantas: masturbasi berlebihan, berbahasa atau
bertingkah porno melebihi usianya, perilaku seduktif terhadap anak yang
lebih muda, menggambar porno.
 Penyalahgunaan NAPZA: alkohol atau obat terlarang khususnya pada
anak remaja.
 Bentuk-bentuk perlakuan salah terhadap diri sendiri: merusak diri sendiri,
gangguan makan, berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan berisiko tinggi,
percobaan atau melakukan bunuh diri
2.
Tanda-tanda kognisi
 Tidak dapat berkonsentrasi: sering melamun dan mengkhayal, fokus
perhatian singkat/terpecah.
Universitas Sumatera Utara
 Minat sekolah memudar: menurunnya perhatian terhadap pekerjaan
sekolah dibandingkan dengan sebelumnya.
 Respon/reaksi berlebihan: khususnya terhadap gerakan tiba-tiba dan
oranglain dalam jarak dekat.
3.
Tanda-tanda sosial-emosional
 Rendahnya kepercayaan diri: perasaan tidak berharga
 Menarik diri: mengisolasi diri dari teman, lari ke dalam khayalan atau ke
bentuk-bentuk lain yang tidak berhubungan.
 Depresi
tanpa
penyebab
jelas:
perasaan
tanpa
harapan
dan
ketidakberdayaan, pikiran dan pernyataan-pernyataan ingin bunuh diri.
 Ketakuan berlebihan: kecemasan, hilang kepercayaan terhadap oranglain.
 Keterbatasan perasaan: tidak dapat mencintai, tidak riang seperti
sebelumnya atau sebagaimana dialami oleh teman sebayanya.
4.
Tanda-tanda fisik
 Perasaan sakit yang tidak jelas: mengeluh sakit kepala, sakit perut,
tenggorokan tanpa penyebab jelas, menurunnya berat badan secara
drastis, tidak ada kenaikan berat badan secara memadai, muntah-muntah.
 Luka-luka pada alat kelamin atau mengidap penyakit kemaluan: pada
vagina, penis, atau anus yang ditandai dengan pendarahan, lecet, nyeri
atau gatal-gatal di seputar alat kelamin.
 Hamil.
C.
Kekerasan Seksual terhadap Anak di bawah umur ditinjau dari Sudut
Kriminologi
Kekerasan seksual sering terjadi kepada anak-anak dan perempuan, selain itu juga
dimuat di dalam surat kabar maupun lewat media-media lain, dan ini sering terabaikan
oleh lembaga-lembaga kompeten dalam sistem peradilan pidana, yang seharusnya
memberikan perhatian dan perlindungan yang cukup berdasarkan hukum, misalnya
adalah seorang siswa kelas III SMP diperkosa olehayah tirinya. Hal tersebut tidak
seharusnya terjadi, sebab bagaimanapun korban tetap mempunyai hak untuk diperlakukan
adil, dan dilindungi hak-haknya.
Universitas Sumatera Utara
Siapapun orangnya, menjadi korban kejahatan adalah sesuatu hal yang tidak pernah
diinginkannya. Dalam kasus kekerasan seksual seringkali pelakunya adalah orang yang
dekat dengan kehidupan sehari-hari, dengan kata lain orang yang telah dikenalnya atau
jadi anggota keluarga.
Sebagaimana yang diketahui, dampak dari perilaku kekerasan seksual terhadap
anak-anak
cenderung
merusak
mental
korban
bahkan
seringkali
mengalami
keterbelakangan mental. Untuk itu sungguh beralasan jika terus mencari solusi terbaik
guna pencegahan dan penanggulangannya.
Hukum positif di Indonesia saat ini memang sudah mulai mau mengatur secara
khusus bentuk perlindungan untuk pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual
terhadap anak-anak. Meskipun demikian, dari sudut hukum acara, korban tetap
mempunyai kedudukan yang sangat pasif, dan dalam hal ini sebatas diwakilkan
kepentingannya oleh jaksa penuntut umum. Bahkan, seringkali kita tahu bahwa masih ada
aparat hukum yang menolak untuk menegakkan hukum apabila kejahatan itu terjadi
dalam lingkup domestik. Teori yang berkaitan dengan kekerasan seksual terhadap anak di
bawah umur ini adalah sebagai berikut :
1.
Teori Containment
Menurut Reckless, teori Containment menerangkan terjadinya kejahatan
dari posisi individu (pelaku kejahatan) diantara presi sosial (social
pressures) dan tarikan sosial (social pulls). Posisi individu di dalam dan
diantara kedua faktor tersebut sangat menentukan bentuk pola tingkah laku
yang akan terjadi. Kejahatan adalah kelemahan baik kendali (didalam)
pribadi seseorang (internal control) dan kurangnya kendali dari luar atas diri
orang yang bersangkutan (external control) di dalam menghadapi baik presi
sosial maupun tarikan sosial tadi. Kaca mata kriminologi melalui teori ini
melihat terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur adalah
disebabkan karena bukan hanya semata-mata masalah lemahnya kendali
internal melainkan jua lemahnya kendali eksternal atau kendala-kendala
struktural (pendidikan kesusilaan dalam keluarga, lingkungan, kediaman
pelaku dan mekanisme peradilan pidana dalam kasus kekerasan seksual
terhadap anak di bawah umur).
Universitas Sumatera Utara
2.
Teori Labeling
Menurut Becker, teori Labeling menerangkan dua hal, yaitu 1) tentang
bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label; 2)
bagaimana efek lebaling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya
pada diri seseorang terhadap mana ia memperoleh cap.
Dalam konteks kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, teori ini
cenderung memberikan justifikasi atas kebenaran keterlibatan unsur
pemaksaan kehendak disertai dengan cara kekerasan pada setiap kasus
kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Melekatnya cap atau label
mengenai eksistensi unsur ini di dalam setiap tindak kekerasan seksual
terhadap anak di bawah umur telah menghilangkan kemungkinan untuk
menghadirkan unsur non-kekerasan di dalam kasus tersebut.
Setelah diketahui teori yang berkaitan dengan kekerasan seksual tersebut,
alangkah baiknya juga mengetahui macam-macam tipe tindak perkosaan yang
dapat terjadi terhadap anak di bawah umur, yaitu :
a.
Sadistic Rape (perkosaan sadis), yang memadukan seksualitas dan agresi
dalam bentuk kekerasan destruktif. Dimana pelaku menikmati kesenangan
erotis bukan melalui hubungan seksualnya, melainkan melalui serangan
yang mengerikan atas kelamin dan tubuh korban.
b.
Anger Rape, yaitu perkosaan sebagai pelampiasan kemarahan atau sebagai
sarana menyatakan dan melepaskan perasaan geram dan amarah yang
tertahan. Dimana tubuh korban seakan dijadikan objek terhadap siapa
pelaku memproyeksikan pemecahan kesulitan, kelemahan, frustasi, dan
kekecewaan hidupnya.
c.
Domination Rape, yaitu perkosaan karena dorongan keinginan pelaku
menunjukkan kekuasaan atau superioritasnya sebagai lelaki terhadap
perempuan dengan tujuan utama penaklukan seksual.
d.
Seductive Rape, yaitu perkosaan karena dorongan situasi merangsang yang
diciptakan kedua belah pihak. Dimana mulanya korban memutuskan untuk
membatasi keintiman personal, dan sampai batas-batas tertentu bersikap
permissive (membolehkan) perilaku pelaku asalkan tidak sampai melakukan
Universitas Sumatera Utara
hubungan seksual. Namun karena pelaku beranggapan bahwa perempuan
umumnya membutuhkan paksaan dan tanpa itu dia merasa gagal, maka
terjadilah perkosaan.
e.
Exploitation Rape, yaitu perkosaan yang terjadi karena diperolehnya
keuntungan atau situasi di mana perempuan bersangkutan dalam posisi
tergantung padanya secara ekonomi dan sosial.
Setelah
diketahui
tipe-tipe
perkosaan,
maka
dilakukan
upaya
penanggulangannya. Dimana ini dibagi ke dalam dua hal, yaitu :
1.
Upaya yang bersifat Preventif, dimana upaya ini dilakukan jauh sebelum
kejahatan itu terjadi, yaitu:
a.
Peran individu
Yang harus dilakukan oleh setiap individu adalah berusaha untuk terus
mencoba agar tidak menjadi korban kejahatan, khususnya kekerasan
seksual, salah satunya adalah tidak memberikan kesempatan atau
ruang kepada setiap orang atau setiap pelaku untuk melakukan
kejahatan. Salah satunya yaitu menghindari pakaian yang dapat
menimbulkan rangsangan seksual terhadap lawan jenis, ataupun tidak
tidur bersama dengan anggota keluarga yang berlainan jenis yang
telah dewasa.
b.
Peran orang tua
Anak
yang
dididik
dengan
baik
dalam
keluarga
harmonis
memungkinkan mereka memperoleh kepercayaan diri tinggi dan
berdaya tahan lebi tangguh sehingga mereka tidak mudah menjadi
korban seksual berkepanjangan. Keterbukaan anak terhadap orang tua
dalam hal berkomunikasi, membuat anak dapat mengatakan apa saja
secara bebas tentang apa yang mereka alami.
Eratnya relasi orang tua-anak membantu orang tua memantau
pergaulan anaknya mencegah lebih banyak problem yang terkait
dengan masalah relasi sosial anaknya. Selain itu, teladan kehidupan
seksualitas orangtua yang bersih adalah unsur positif yang memberi
Universitas Sumatera Utara
arah bagi anak sehingga anak mampu mengembangkan kehidupan
seks yang bebas pula.
c.
Peran masyarakat
Masyarakat merupakan suatu komunitas manusia yang memiliki
watak yang berbeda-beda satu sama lainnya, sehingga kehidupan
masyarakat sangat penting dalam menentukan dapat atau tidaknya
suatu kejahatan dilakukan. Dalam kehidupan bermasyarakat perlu
adanya pola hidup yang aman dan tentram sehingga tidak terdapat
ruang atau untuk terjadinya kejahatan, khususnya kejahatan di bidang
asusila terutama kekerasan seksual terhadap anak. Upaya yang
dilakukan agar mencegah hal itu yaitu dengan menciptakan suasana
yang tidak menyimpang dengan tata nilai yang dianut oleh
masyarakat. Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat
yaitu mengadakan silahturahmi antara anggota masyarakat yang diisi
dengan ceramah-ceramah yang dibawakan oleh tokoh masyarakat
dilingkungan tempat tinggal.
d.
Pengawasan peredaran film porno dan kaset porno
Peredaran film porno yang semakin banyak beredar di masyarakat
luas sangat berdampa terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya,
karena dengan begitu akan sangat mudah seorang anak-anak untuk
mendapatkan film tersebut dari kawannya maupun orang yang tidak
dikenalnya. Akibatnya, seseorang yang sudah mempunyai hasrat
birahinya namun tidak mempunyai kesempatan melampiaskan kepada
wanita dewasa akhirnya melampiaskan kepada anak tetangga, anak
saudara, maupun anaknya sendiri.
Sehingga dalam hal ini pihak
kepolisian telah mengambil sikap dalam meniadakan pengawasan
terhadap peredarannya.
e.
Pemakaian internet
Sehubungan
dengan
pemakaian
internet,
pihak
kepolisian
menambahkan, banyak rental-rental di kota Medan selain memberikan
pelayanan peminjaman pemakaian internet kepada penyewa, pemilik
Universitas Sumatera Utara
rental juga memasukkan film-film yang tidak layak ditonton oleh
penyewanya termasuk anak-anak yang dibawah umur, sehingga filmfilm tersebut dapat diakses dengan mudah di dalam internet. Hal itu
dilakukan oleh para pemilik rental sebagai salah satu upaya yang
dilakukan untuk menarik penyewa ke rental internet mereka. Para
pemilik rental tidak tahu efek negatif yang dapat terjadi akibat
kemudahan akses terhadap hal-hal yang berbau porno ini, salah
satunya dapat merusak moral masyarakat terlebih anak-anak. Oleh
karena itu, untuk menanggulanginya aparat kepolisian harus
melakukan
penyidikan
kepada
rental-rental
internet
yang
mempertontonkan adegan tersebut, dan memberikan sanksi yang tegas
agar tidak terjadi kembali.
2.
Upaya yang bersifat Represif
Penanggulangan yang dilakukan secara represif adalah upaya yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum, berupa penjatuhan dan pemberian
sanksi pidana kepada pelaku kejahatan, dalam hal ini dilakukan oleh
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan.
Tindakan represif yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan dan atas perintah atasan tertinggi kepolisian tersebut. Tindakan
tersebut harus mendapat perintah dari atasan dikarenakan jika terjadi
kesalahan prosedur dan lain sebagainya yang mengakibatkan kerugian bagi
pelaku ataupun masyarakat, hal tersebut menjadi tanggung jawab atasan.
Sehingga aparat yang bekerja dilapangan dalam melakukan tindakan tidak
sewenang-wenang. Tindakan tersebut dapat berupa pelumpuhan terhadap
pelaku, melakukan penangkapan, penyelidikan, penyidikan, dan lain
sebagainya.
Sementara bagi pihak kejaksaan adalah meneruskan penyidikan dari
kepolisian dan melakukan penuntutan dihadapan majelis hakim pengadilan
negeri.
Sementara di pihak hakim adalah pemberian pidana maksimal kepada
pelaku diharapkan agar pelaku dan calon pelaku mempertimbangkan
Universitas Sumatera Utara
kembali untuk melakukan dan menjadi takut dan jera untuk mengulangi
kembali.
Sementara bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan memberikan pembinaan
terhadap narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan berupa
pembinaan mental agama, penyuluhan hukum serta berbagai macam
keterampilan.
Universitas Sumatera Utara
Download