BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan pangan yang berkualitas di era modern ini mendapatkan perhatian yang cukup besar, khususnya sumber pangan asal hewani seperti daging dan susu. Menurut Hadi dan Ilham (2000) konsumsi daging sapi per kapita rata-rata meningkat dari 0,31 kg pada tahun 1990 menjadi 0,62 pada tahun 1996. Usaha perternakan di Indonesia terlebih perternakan sapi sebagai penghasil langsung dari daging dan susu sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala yaitu banyaknya penyakit infeksi salah satu penyakit yang harus diwaspadai adalah toksoplasmosis (Hardjopranjoto, 1995). Toksoplasmosis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit zoonosis, yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis selalu menghantui pada kaum wanita terutama ibu-ibu yang sedang hamil. Toksoplasmosis yang terjadi secara kongenital dapat menyebabkan hidrosefalus, mikrosefalus, gangguan psikologis pada bayi dan gangguan perkembangan mental pada anak setelah lahir. Infeksi toksoplasmosis banyak menimbulkan kerugian ekonomi khususnya pada hewan karena dapat menyebabkan abortus, kematian dini dan kelainan kongenital (Subronto, 2001). Telah diketahui hewan seperti kucing dan familinya (Felidae) berperan sebagai inang definitif, sedangkan manusia sebagai inang perantara. Hewan lain seperti: ayam, domba, sapi, kambing dan babi merupakan inang perantara yang dagingnya dikonsumsi 1 2 untuk manusia dan dapat menjadi sumber penularan toksoplasmosis. Penularan toksoplasmosis dapat melalui menelan oosista toksoplasma bersama makanan, melalui luka terbuka yang kemasukan oosista atau bermain dengan hewan kesayangan seperti kucing (Subronto, 2001). Kejadian toksoplasmosis di berbagai negara bervariasi, terlebih pada daerah yang beriklim lembab menunjukkan angka kasus yang lebih tinggi dibandingkan yang beriklim panas atau kering (Schwartzman, 2001). Menurut Jittapalapong et al. (2008) kasus toksoplasmosis pada sapi perah di Thailand mencapai 22,3 %, di Amerika 3,2%, di Brazil 1%, Iran 0%, China 2,3%, Vietnam 10,5% dan Ethiopia 6,6%. Toksoplasmosis pada hewan dapat berdampak pada penurunan ekonomi, reproduksi dan kesehatan umum sejak mengkonsumsi daging atau susu yang dapat memfasilitasi transmisi zoonosis (Hardjopranjoto, 1995). Menurut Radostits et al (2006) toksoplasmosis pada sapi dapat menyebabkan diare, anorexia, kekurusan, depresi, kelemahan, demam, dan kesulitan bernafas terlebih pada pedet. Tingkat kejadian toksoplasmosis memiliki tingkat prevalensi seropositif 75,6 % pada anjing dan 72,7 % pada kucing di Jakarta, 61 % pada kambing di Kalimantan, 51 % pada babi di Jawa Barat, 50 % di Irian Jaya (Ma’roef, 2003). Prevalensi toksoplasmosis pada domba, kambing, sapi dan babi di Yogyakarta berturutturut adalah: 50%, 18%, 2% dan 44%. Telah dilaporkan bahwa prevalensi toksoplasmosis di Rumah Potong Hewan (RPH) Surakarta adalah: domba 23%, kambing 21%, sapi 1% dan babi 25%, sedangkan pada perkerja RPH yang menangani domba/kambing 64%, sapi 55%, dan babi 32% (Sri-Hartati dan Wieklati, 1992). Menurut Hanafiah et al (2010) angka prevalensi toksoplasmosis pada ternak di Banda 3 Aceh berturut-turut berdasarkan tingkat prevalensi pada kambing, ayam, sapi, itik, kucing, kerbau, dan domba masing masing adalah 40%, 25%, 23%, 20%, 16%, 15%, dan 10%. Diperkirakan 30% dari anjing dan kucing sehat mempunyai antibody terhadap T.gondii (Nelson dan Couto, 2003). Prevalensi toksoplasmosis baik pada hewan maupun manusia sangat bervariasi dan proporsi populasi yang terinfeksi T. gondii pada manusia dan hewan tergantung pada letak geografis serta gaya hidup. Toksoplasmosis mendapatkan perhatian khusus dari kalangan medis, sehubungan dengan permasalahan yang sering terjadi pada individu immunocompromised (system kekebalannya lemah) seperti individu yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), menjalani transplantasi organ dengan terapi imunosupresif (Gandahusada, 2000). Toxoplasmic Encephalitis (TE) sering berakibat fatal pada penderita HIV/AIDS (Rajagopalan et al., 2009). Tujuan Penelitian Untuk mengetahui tingkat prevalensi toksoplasmosis secara serologis dengan menggunakan metode Latex Aglutinasi pada sapi betina di kelompok ternak Handini Mukti Kecamatan Seyegan dan di kelompok ternak Gumarang Jaya Kecamatan Bantul. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengetahui pola infeksi toksoplasmosis dalam tubuh sapi betina sehingga dapat mengurangi tingkat penularan toksoplasmosis melalui daging sapi.