MEDSCUPE, Mesin Ergonomis Pencegah Sampel

advertisement
MEDSCUPE, Mesin Ergonomis
Pencegah Sampel Tertukar di
Rumah Sakit
UNAIR
NEWS
–
Sering
mendengar
kasus
tertukarnya
hasil
laboratorium, sampel darah, sampel jaringan, urin, fases, dsb
di rumah sakit? Berangkat dari kasus yang
Merugikan pasien itulah lima mahasiswa Universitas Airlangga
membuat karsa cipta alat “MEDSCUPE” sebuah mesin ergonomis
yang mampu mencegah tertukarnya sampel di rumah sakit.
Itulah karya tim Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Karsa
Cipta (PKM-KC) mahasiswa UNAIR yang dipimpin Mokhammad Dedy
Batomi (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), dengan anggota
Mokhammad Deny Basri (Otomasi Sistem Instrumentasi 2013),
Masunatul Ubudiyah (Keperawatan 2013), Pratama Bagus Baharsyah
(Otomasi Sistem Instrumentasi 2013), dan Sucowati Dwi Jatis
(Keperawatan 2014).
Mereka bersyukur dengan menjadi salah satu penerima dana hibah
PKM dari Kemenristek DIKTI tahun 2016, merupakan kebanggaan
tersendiri sebagai wujud kontribusi untuk almamaternya.
Apalagi jika kelak mendapat kesempatan berlaga di PIMNAS ke-29
di IPB Bogor.
“Mau tidak mau, suka tidak suka ini merupakan prinsip dalam
hidup kami sebelum masuk UNAIR. Jadi berkontribusi itu wajib
hukumnya, apalagi kami kuliah dibiayai oleh negara,” ujar
Dedy.
Sependapat dengan Dedy, Masunatul juga punya alasan kenapa ia
mengikuti kompetisi ini. “Sebenarnya kami semua tidak hanya
melulu ingin masuk nominasi PKM, namun lebih dari itu kami
ingin meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit
Indonesia melalui inovasi yang kita ciptakan ini,” tambah
Masunatul.
Menurut penelitian tim dengan judul “MEDSCUPE: (Medical
Specimens Cube Shipper) Alat Ergonomis Pengirim Dan Direct
Labelling Spesimen Pasien Berbasis Pengolahan Citra Solusi
Kasus Malpraktek Sampel Tertukar Di Laboratorium Medis”,
diterangkan bahwa saat ini mungkin masyarakat sudah tidak
asing lagi dengan kasus malpraktik, sampel uji
tertukar,
tidak valid, dan hasil uji lab yang lama tersampaikan, bahkan
hilang.
ALAT MEDSCUPE yang dibuat
untuk memisah-misah hasil
lab: sampel darah, fases,
urin, dsb di rumah sakit
agar tidak tertukar. (Foto:
Dok Tim)
Sebenarnnya semua itu disebabkan banyak faktor, bisa
dikarenakan tenaga kerjanya atau alat yang digunakan, namun
melihat semua itu pihak rumah sakit tak hanya tinggal diam.
Kini di sejumlah rumah sakit sudah mulai dibangun mesin pipa
penghantar specimen uji ke laboratorium.
Mengapa ini penting? Karena pada dasarnya specimen harus cepat
diuji agar komponen di dalamnya tidak berubah. Selain itu juga
menghindari peluang sampel tertukar saat semua dikerjakan
secara manual. Sayangnya, mesin ini belum secara penuh
mengontrol otomatis pengiriman sampel. Sesampainya sampel di
ruang laboratorium, petugas masih harus memilah-milah sampel
sesuai jenis untuk diantarkan ke tempat uji masiing-masing.
Banyak sekali jenisnya, ada darah, urin, feses, jaringan,
sputum dan lain-lain. Darah sendiri masih banyak jenis
pemeriksaannya, terdiri dari uji plasma, eritrosit, leukosit,
dan lain-lain.
“Hal ini membuka peluang tertukarnya sampel dan memakan waktu
yang lebih lama. Itulah yang mengilhami tim PKM kami membuat
sebuah terobosan baru dengan judul seperti diatas,” tambah
Dedy.
Medscupe (Medical Specimens Cube Shipper) merupakan alat yang
mempunyai sistem kendali dan kontrol spesimen berbasis
pengolahan citra warna. Alat ini mampu meningkatkan efisiensi
proses pelabelan maupun pengiriman spesimen pasien ke
laboratorium, sehingga diharapkan dapat meminimalisir
terjadinya kasus malpraktik sampel tertukar di laboratorium
medis.
Efisiensi Medscupe terletak pada bagian pipa terakhir yang
berhenti di ruang Lab medis rumah sakit. Medscupe memberikan
percabangan otomatis yang memiliki kamera scanning citra
solusi dan slot khusus pemisah sesuai warna yang dideteksi.
Dengan begitu, specimen dengan cepat akan terklasifikasi dan
sampai di tempat analisis jenis specimen masing-masing dengan
tepat.
Berbicara kendala, Deny mengatakan sejak awal dalam proses
pembuatan prototype alat ini memang sering ditemukan banyak
kendala, mulai dari pembelian komponen sampai tahapan akhir
yaitu programming dan scanning.
“Kita sekelompok tidak dari satu fakultas, yaitu dari dua
fakultas: Voaksi dan Keperawatan, sehingga bisa dipastikan jam
kuliah kami juga berbeda. Dampaknya, waktu untuk berkumpul
untuk sekadar diskusi atau menyelesaikan alat ini juga susah,
sehingga waktu ba’da salat maghrib sampai jam 22.00 malam
selalu kami sisihkan untuk membuat alat ini setiap minggunya,”
tambahnya.
Saat ditanya harapan kedepannya tentang prototype ini, Deny
mempunyai harapan besar untuk bisa menjalin mitra dan alatnya
bisa diterapkan mengingat urgency kebutuhan di pelayanan
kesehatan.
“Saya berharap alat ini nanti bisa dipatenkan dan terlebih
bisa digunakan di pelayanan kesehatan, dan juga semoga PKM KC
ini mempu menembus PIMNAS dan pulang membawa juara untuk
Universitas Airlangga,” katanya berharap. (*)
Penulis : Sucowati Dwi Jatis.
Editor : Bambang Bes.
Melatih Para Tuna Grahita
agar Hidup Sehat dan Mandiri
UNAIR NEWS – Barangkali sebagian masyarakat sudah mengetahui
kampung tuna grahita di Kabupaten Ponorogo. Di Jawa Timur,
populasi tuna grahita mencapai 500 orang, 323 diantaranya
tinggal di Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon, Ponorogo.
kemampuan yang terbatas baik dalam fungsi intelektual dan
beradaptasi, menjadikan para tuna grahita menggantungkan diri
kepada masyarakat sekitar dalam kehidupan sehari-hari.
Meski keberadaan mereka dilindungi undang-undang dan mendapat
dukungan dana dari berbagai pihak, para tuna grahita itu belum
bisa memaksimalkan kemampuan diri mereka. Salah satunya di
bidang kesehatan.
Sekelompok mahasiswa program studi S-1 Pendidikan Ners,
Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga mengajak para tuna
grahita itu untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). Keempat mahasiswa Ners itu adalah Fitria Budiarti
(ketua tim/tahun angkatan 2013), Enis Rezqi Maulida
(anggota/2013), Magita Novita Sari (anggota/2013), dan Putri
Mei Sundari (anggota/2014).
Implementasi PHBS itu mereka wujudkan melalui program
kreativitas mahasiswa bidang pengabdian masyarakat dengan
proposal berjudul “INSTING (Independent Skill Training) untuk
Meningkatkan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat Kampung
Idiot di Desa Sidoharjo, Jambon, Ponorogo”. Proposal PKM – M
‘INSTING’ itu berhasil lolos pendanaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Kemenristekdikti tahun 2016.
Tim INSTING memiliki delapan program kegiatan. Program-program
itu diantaranya sosialisasi kegiatan, pembuatan buku sadar
sehat, pemenuhan kebutuhan alat bahan sehat, pembelajaran dan
pelatihan secara langsung oleh tutor, pemantauan melalui
buklet, kunjungan ke rumah-rumah, dan pembuatan kaset
dokumenter.
Untuk
memudahkan
pelaksanaan
kegiatan,
tim
INSTING
mengaktifkan kembali kader-kader untuk mendampingi para tuna
grahita. Menurut Fitria, para kader itu terdiri dari orang
lanjut usia, dan anggota keluarga yang memiliki kerabat tuna
grahita. Agar koordinasi dengan pejabat setempat berjalan baik
dan metode pelaksanaan INSTING berjalan optimal, mereka
menyasar tuna grahita dari Dusun Klitik, Sidoharjo.
Praktik bercocok tanam di salah satu tempat tinggal tuna
grahita.(Foto: Istimewa)
“Karena lebih banyak pejabat dan perangkat desa yang tinggal
di Klitik, maka kami akhirnya memilih itu sebagai desa
sasaran. Di sana, kami mendampingi sepuluh tuna grahita agar
pelaksanaan lebih efektif. Kami matangkan sasaran ini. Kalau
seandainya berhasil, kami berharap itu bisa menjalar ke desa
lain,” tutur Fitria.
Para tuna grahita itu diajari untuk menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat, bercocok tanam dan memanen sayuran untuk
memenuhi kebutuhan gizi individu dan keluarga. Dengan adanya
rancangan kegiatan seperti itu, tim INSTING berharap rancangan
kegiatan ini diharapkan dapat membentuk sikap dan tingkah laku
tuna grahita yang berkarakter mandiri sehingga kehidupan yang
layak pun terwujud.
“Indikator keberhasilan program kami adalah ketika
ketergantungan mereka (tuna grahita) terhadap keluarga
berkurang. Kami selalu mengadakan evaluasi terkait dengan
program INSTING. Selain itu, ada juga program kami yang telah
diadopsi oleh warga setempat. Karena kader juga terus melatih
tuna grahita itu untuk menjadi mandiri. Dan, angka kesehatan
juga meningkat,” imbuh Fitria. (*)
Penulis: Defrina Sukma S.
Editor: Nuri Hermawan
83 Persen Remaja Tidak Bisa
Lepas
dari
Media
Sosial
Barang Sehari Pun
UNAIR NEWS – Lima “Srikandi” Fakultas Keperawatan (FKp)
Universitas Airlangga merasa prihatin terhadap perkembangan
teknologi komunikasi yang sedang berkembang dengan munculnya
beragam media sosial (medsos). Sebab pada hakikatnya medsos
itu mampu “mendekatkan yang jauh” namun akhir-akhir ini juga
“menjauhkan yang dekat”. Karena itulah kelima mahasiswa ini
mengkaji tentang psikologi perkembangan manusia dan merasa
terpanggil untuk mencari tahu sejauh mana fenomena medsos ini
mempengaruhi proses berfikir dan bersosialisasi kaum muda.
Lima mahasiswa Fak. Keperawatan UNAIR tersebut adalah Siska
Kusuma Ningsih, Dinda Salmahella, Evi Nur Laili Rahma Kusuma,
Fenny Eka Juniarty, dan Fitria Kusnawati. Hasil kajiannya
mereka jadikan proposal Program Kreativitas Mahasiswa –
Penelitian Sosial Humaniora (PKMP Soshum) berjudul
“Pengenyampingan Interaksi Sosial secara Langsung oleh
Masyarakat sebagai Dampak Munculnya Jejaring Sosial (Medsos)”.
Bahkan hasil kajian tersebut lolos dan meraih dana hibah
dari Dirjen Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi (Kemenristek Dikti) tahun 2016.
Mereka tak bisa memungkiri bahwa hadirnya medsos punya
pengaruh luar biasa terhadap proses sosialisasi masyarakat di
era global sekarang ini. “Mendekatkan yang jauh” merupakan
kalimat yang mencerminkan betapa medsos ini mampu menjadi
wadah yang menghubungkan orang-orang dari berbagai belahan
dunia menjadi sangat mudah untuk berkomunikasi.
”Namun bagaimana dengan quote “Menjauhkan yang dekat.” Apakah
Anda pernah berpikir lebih lanjut tentang ini? Tentu, ini
muncul sebagai momok yang sangat menyakitkan bagi sekelompok
yang peduli terhadap sosialnya,” kata Siska Kusuma Ningsih,
ketua kelompok tim ini.
KELIMA mahasiswa Fakultas Keperawatan yang meneliti tentang
gadget dan lingkungan sosialnya. (Foto: Istimewa)
TAK BISA LEPAS DARI SOSMED
Yang menarik, jawaban atas kuesioner terhadap remaja usia
13-25 di kawasan Kelurahan Mulyorejo Kota Surabaya, dalam
intensitas penggunaan medsos selama 24 jam, sebanyak 83%
responden menyatakan tidak bisa lepas dari media sosial
miliknya, walau hanya sehari saja. Kemudian 57% responden
menyatakan sangat setuju dan pernah mengalami “dicuekin”
(tidak diperhatikan) oleh teman terdekatnya gara-gara asyik
bermain media sosial di gadget-nya.
“Fenomena yang sering terjadi pada saat berkumpul, kebayakan
hanya terfokus pada gadget–nya masing-masing tanpa
memperhatikan apa yang terjadi dan yang sedang diperbincangkan
orang-orang di sekelilingnya. Sungguh memiriskan, namun jelas
ini banyak terjadi di lingkungan terdekat kita. Artinya, tanpa
kita sadari sedikit demi sedikit medsos telah mampu
menumbuhkan dampak negatif dan berkembang cepat akhir-akhir
ini,” tambah Siska.
Pada orang seperti ini, komunikasi secara langsung tak lagi
memiliki esensi yang bermakna. Mereka beranggapan bahwa
mengekspresikan sesuatu yang sedang dirasakannya saat ini
melalui sosmed, akan jauh lebih nyaman dan menyenangkan jika
dibandingkan harus menyatakan secara verbal kepada orang-orang
di sekitarnya. Bahkan parahnya, hanya demi melihat sesuatu
yang sedang terjadi dan apa yang sedang nge–hit saat ini,
mereka rela untuk tidak bersatu dalam lingkungan sosialnya.
Dalam
konteks
lebih
lanjut,
peneliti
tidak
menyalahkan
penggunaan media sosial bagaimaapun bentuknya. Namun yang
menjadi perhatian peneliti adalah bagaimana orang-orang bijak
mampu menggunakan sosmed secara bijak pula. Berkomunikasi
sesuai yang perlu dikomunikasikan melalui sosmed, namun
percayalah bahwa berkomunikasi secara langsung dalam lingkup
sosial akan jauh memberikan keterkaitan hubungan yang
harmonis.
“Update jejaring sosial boleh sih, tapi tetap ingatlah bahwa
Anda hidup dalam suatu lingkungan social,” ujar Evi Nur Laili
Rahma Kusuma, menambahkan.
Kelima mahasiswa Fak Keperawatan itu berharap adanya
penelitian ini dapat tercapainya keseimbangan sosial dari
penggunaan sosmed di era yang sedang berkembang saat ini.
Seperti contoh akan lebih memahami arti interaksi sosial yang
berintelegensi baik dan dapat mengembangkan kualitas
kehidupan, baik untuk dirinya maupun untuk lingkup sosialnya.
Selain itu juga dapat menilai pola penggunaan sosmed yang
sedang berkembang, sehingga dapat membentuk pola-pola
pemikiran yang kreatif dan berpendidikan dalam mengatasi
problematika yang muncul. (*)
Penulis : Tim PKM Sosial Humaniora
Editor : Bambang Bes
Mahasiswa
Pengabdian
Tambaksari
FKp
Adakan
Masyarakat
di
UNAIR NEWS – Pengabdian masyarakat sekarang banyak diwujudkan
oleh mahasiswa dalam berbagai bentuk kegiatan. Salah satunya
adalah GBGC (Gelar Bakti GEN Corps) yang dilaksanakan oleh
BSO GEN Corps dari Fakultas Keperawatan (FKp) UNAIR. Kegiatan
GBGC ini merupakan salah satu progam kerja yang diadakan oleh
GEN Corps setiap tahunnya. Tahun 2016 ini, GBGC berhasil
dilaksanakan di Jalan Bogen kelurahan Ploso kecamatan
Tambaksari RT.07 RW.04, Surabaya.
Daerah Bogen menjadi salah satu sasaran pada kegiatan ini
karena rerata masyarakat di daerah tersebut adalah golongan
ekonomi menengah kebawah. Selain itu, angka kejadian Diabetes
Mellitus, Asam Urat dan Hipertensi di daerah tersebut termasuk
tinggi.
“GBGC adalah kegiatan pengabdian masyarakat tahunan dan
merupakan pengaplikasian dari pembelajaran di organisasi kami.
Selain itu, kegiatan ini bertujuan untuk selangkah lebih dekat
dengan masyarakat, saling membantu dan berbagi,” ungkap Amalia
Khasanah selaku ketua GEN Corps.
Kegiatan ini berlangsung Selama dua hari pada tanggal 21- 22
Mei 2016. Hari pertama, kegiatan yang diadakan yakni
penyuluhan mengenai “Hidup sehat bebas hipertensi, asam urat
dan diabetes melitus”. Materi ini disampaikan oleh Ery Yannata
S.Kep.,Ns. Pada penyuluhan tersebut, sekitar 93 warga Bogen
turut hadir dan aktifnya bertanya pada pemateri maupun
fasilitator tentang materi yang disampaikan. Kegiatan
dilanjutkan dengan pemeriksaan gratis yang terdiri dari
pemeriksaan gula darah, asam urat dan juga pendididkan
kesehatan. Warga juga terlihat mengantri dengan sabar untuk
mendapatkan pemeriksaan dan juga pendidikan kesehatan.
“Antusias warga terlihat dari banyaknya yang bertanya mengenai
hasil pemeriksaaan dan juga pendidikan kesehatan yang
diberikan sewaktu acara berlangsung,” imbuhnya.
Di hari kedua,
GEN Corps bersama warga Bogen melaksanakan
Jalan Sehat. Kegiatan ini diikuti hampir semua warga Bogen
termasuk anak kecil pun ikut meramaikan kegiatan jalan sehat.
Endri, salah satu warga Bogen menyampaikan bahwa
kegiatan
yang diadakan oleh Anak GEN Corps FKp UNAIR ini sangat
bermanfaat bagi warga, baginya dengan adanya penyuluhan dan
pemeriksaan gratis warga bisa tahu tanda gejala penyakit yang
sering dialami warga.
“Kalau kami sudah tahu gejala dari awal kan bisa segera
periksa ke rumah sakit,” jelasnya.
Mewakili RT.07 Endri juga menyampaikan bahwa semisal jika ada
kegiatan lagi, ia berharap dilakukan disini lagi. Hal ini
dikarenakan warga Bogen merasa senang dengan adanya kegiatan
tersebut.
“Saya selaku perwakilan RT 07 mengucapkan terimakasih kepada
GEN Corps atas dua hari acara di daerah kami,” ungkapnya. (*)
Penulis : Winahyu, Mahasiswa Fakultas Keperawatan UNAIR
Editor
: Nuri Hermawan
Komunitas Saman FKp Gigih
Berlatih,
Bermimpi
Go
Internasional
UNAIR NEWS – Bung Karno pernah berkata, “Kemerdekaan barulah
kemerdekaan sejati, jikalau dengan kemerdekaan itu kita
menemukan kepribadian kita sendiri”. Kutipan tersebut secara
tidak langsung menjadi pengingat bagi para pemuda agar selalu
menjaga dan melestarikan kebudayaan pertiwi.
Keinginan untuk terus “merawat” warisan budaya itu mengilhami
UKF (Unit Kegiatan Fakultas) Seni Fakultas Keperawatan (FKp)
Universitas Airlangga (UNAIR) mendirikan Santana (Sanggar Tari
Ners Airlangga). Sanggar ini ini menjadi wadah bagi mahasiswa
FKp untuk mengembangkan minat dan bakat di bidang seni
tradisional.
Sejak awal didirikan sekitar 2015 lalu, sudah terdapat dua
peminatan di Santana. Yakni, tari Saman dan tari Jejer Jaran
Dawuk. Meskipun tergolong sebagai cabang UKF yang masih muda,
Santana sudah mampu menunjukkan eksistensinya. Terbukti, sudah
6 kali Santana menampilkan tari Saman dalam sejumlah event.
Tiap minggu, di hari Senin, anggota Santana, peminatan tari
Saman berlatih selama 3 jam. Mulai pukul 16.00 WIB hingga
19.00 WIB. Tiap pertemuan terdiri dari dua sesi. Pertama,
mengulangi hafalan gerakan yang sudah dikuasai di pertemuan
sebelumnya. Kedua, menghafal gerakan baru dari pelatih.
Seperti yang terlihat Senin lalu (16/5) di RK SC Roy Gd. Timur
Lt. 3 FKp UNAIR. Sejumlah 26 orang penari tampak gigih
berlatih menghafalkan dan mempraktikkan langsung gerakan yang
diajarkan pelatih. Tak hanya tepukan dan gerakan badan, mereka
juga berlatih vokal nada tinggi untuk menyanyikan beberapa
bait lagu. Semua elemen bergerak secara dinamis dan
beriringan.
“Seorang penari Saman dituntut untuk bergerak dan menghafal
dengan cepat,. Tak hanya itu, mereka juga harus disiplin,
kompak, memperkuat memori dan memiliki stamina yang baik.
Semua faktor tadi merupakan satu kesatuan untuk memberikan
penampilan yang mengagumkan” kata Savira Octaviana, pelatih
Saman FKp UNAIR.
Berlatih tari Saman, imbuh dia, ibarat mengilhami ilmu
keperawatan. Kekompakan dengan tenaga medis lain (misalnya,
dokter), kecepatan menangani masalah,
kedisiplinan waktu adalah kunci utama.
mengingat,
dan
Bila diperhatikan, anggota Saman dilatih mulai ketahanan fisik
hingga attitude. Ada pula sejumlah tips khusus. Misalnya,
untuk menghindari cidera pada kaki, mereka harus memakai kaos
kaki berlapis pada tungkai. Tak hanya itu, beberapa anggota
diajarkan untuk menggigit daun sambil tersenyum. Tujuannya,
agar memiliki kebiasan tersenyum saat menari.
Beberapa pekan belakangan, anggota Saman semakin giat
berlatih. Terkadang, waktu latihan diperpanjang. Rencananya,
bulan depan Santana mendapatkan tawaran “manggung”. Otomatis,
tari Saman akan dihadirkan.
Salah seorang penari Saman bernama Ika lusdiana mengatakan,
meskipun latihan ini melelahkan, para anggota tetap bahagia.
“Harapannya, dengan dikembangkannya Santana, khususnya,
peminatan Saman, masyarakat umum dan civitas UNAIR bisa lebih
dekat dengan budaya asli Indonesia,” kata dia. “Jangan sampai,
di era modern ini, para pemuda justru lupa dengan identitas
bangsa. Itulah yang menjadi PR kita sebagai seorang mahasiswa”
tambah Ika Anggreita, Penanggung Jawab UKF Seni BEM FKp Unair.
Santana, kata Ika, ingin ikut mewarnai prestasi di kampus
UNAIR. Bahkan, hingga level internasional. (*)
Penulis: Sucowati Dwi Jatis, Mahasiswa FKp UNAIR
Editor: Rio F. Rachman
Cegah Diabetes Melitus dengan
Bentuk Kader Kesehatan
UNAIR NEWS – Diabetes merupakan salah satu penyakit yang
menjadi momok di Indonesia. Berdasarkan data yang dilansir
oleh International Diabetes Federation Atlas pada tahun 2015,
Indonesia menempati peringkat ketujuh dengan pengidap diabetes
terbanyak di dunia. Untuk menekan jumlah penyakit tersebut,
maka diperlukan sebuah kesadaran diri dan kelompok untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan tubuh sejak dini.
Berangkat dari hal tersebut, keempat mahasiswa Universitas
Airlangga menggagas ide baru untuk mencegah penyebaran
penyakit diabetes. Ide bernama SI MANIS atau Siaga Masyarakat
Anti Diabetes Melitus dengan metode self check up digagas oleh
Aldini Yunita Mia Diantami (Ners/2013), Anjar Ani (Ners/2013),
Dewi Permata Lestari (Ners/2013), Yolanda Eka Maulida
(Ners/2014), Oktaviani Indah Puspita (Ilmu Hubungan
Internasional/2015).
Ide tersebut mereka sampaikan melalui Proposal Program
Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M).
Proposal yang mereka ajukan berhasil lolos dan mendapatkan
pendanaan dari Kemenristekdikti pada tahun 2016, untuk
kemudian digunakan dalam mewujudkan gagasan yang sudah dibuat.
Bentuk Kader
Melalui program kemanusiaan tersebut, tim SI MANIS menyasar
para ibu rumah tangga di wilayah Desa Sidokterto, Kecamatan
Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Dewi, salah satu anggota tim SI
MANIS, mengatakan bahwa kelompok pengidap diabetes terbanyak
di Indonesia adalah usia di atas 35 tahun. Oleh karena itu,
terkait dengan langkah pencegahan, tim SI MANIS membentuk
kader berjumlah sepuluh orang yang berasal dari kelompok
Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) setempat.
“Kami mendatangi para anggota PKK untuk mengenalkan program SI
MANIS. Kami memberikan pengetahuan kepada mereka tentang
diabetes melitus. Terkait dengan proses seleksi kader, kami
memberikan tes tentang diabetes. Bagi mereka yang lolos, kami
mengajari penggunaan alat-alat kesehatan yang digunakan untuk
pengecekan gula darah, misalnya menggunakan jarum suntik,
setrip, dan sebagainya,” tutur Dewi.
Dengan adanya pembentukan kader, tim SI MANIS akan mudah
memantau terhadap implementasi program kreativitas. Dewi
berharap, para kader bisa menularkan pengetahuan yang dimiliki
kepada masyarakat sekitar.
Tim SI Manis berfoto bersama dengan kader dan anggota PKK di
wilayh Sidokerto, Sidoarjo. (Foto: Istimewa)
Selain pembentukan kader, tim SI MANIS juga mengadakan
penyuluhan kepada para anggota PKK setempat. Tim menghadirkan
salah satu staf pengajar Ners UNAIR untuk memberikan
pengetahuan umum tentang diabetes melitus. Penyuluhan itu
dilangsungkan pada Sabtu (7/5) di lokasi pengabdian.
Antusiasme peserta dapat dilihat dari suasana tanya jawab yang
dilontarkan oleh peserta dan pembicara. Pada saat yang sama,
tim SI MANIS juga mengadakan pemeriksaan kadar gula darah
secara gratis kepada para anggota PKK setempat.
Kegiatan tak berhenti pada level penyuluhan. Tim SI MANIS
berencana memberikan alat-alat kesehatan kepada PKK setempat
agar bisa melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Hanya
saja, menurut Dewi, pemberian ini baru bisa dilaksanakan
sesuai dengan cairnya anggaran PKM – M dari Dikti.
Langkah pencegahan ala tim SI MANIS sudah disambut respon
positif oleh masyarakat sekitar. Retno, salah satu kader,
mengatakan bahwa dirinya senang bisa membantu mengecek
kesehatan warga di tempat ia tinggal. Meski ia merasa sedikit
grogi, tapi ia telah mendapat cukup pengetahuan.
“Kalau memeriksa tensi, dari mbak-mbaknya (tim SI MANIS)
sendiri. Kalau periksa gula darah, dari kader. Kami diajari
cara periksa, pasang jarum, dan setrip. Nanti kami juga harus
memberitahu kepada warga bahwa jarum yang dipakai itu masih
baru. Semua sudah diajari,” tutur Retno.
Ia berharap dengan adanya program pencegahan diabetes itu,
warga di sekitarnya bisa merasakan manfaat hidup sehat salah
satunya dengan mengatur kadar gula darah dalam tubuh. Selain
itu, dengan adanya program SI MANIS, PKK setempat berencana
mengalokasikan anggaran untuk pembelian alat-alat tersebut dan
memeriksa kesehatan secara swadaya. (*)
Penulis: Defrina Sukma S.
Editor: Nuri Hermawan
Fakultas Keperawatan UNAIR
Jadi Tuan Rumah Konferensi
Internasional
UNAIR
NEWS
–
Para
pengajar
Fakultas
Keperawatan
(FKp)
Universitas Airlangga bekerjasama dengan 14 institusi
pendidikan keperawatan seluruh Indonesia menyelenggarakan
konferensi internasional bertajuk ‘The 7 t h International
Nursing Conference: Global Nursing Challenge in Free Trade
Area’. Seminar yang dilaksanakan di Aula Garuda Mukti, Kantor
Manajemen UNAIR, pada Jumat (8/4) tersebut diikuti oleh 325
peserta yang terdiri dari mahasiswa jenjang S-1 hingga S-3,
dosen, dan para perawat klinis.
Dalam sambutannya, Dekan FKp UNAIR Prof. Nursalam, S.Kp.,
M.Nurs, menjelaskan bahwa perawat adalah salah satu profesi
tenaga medis yang terkena dampak perdagangan global, termasuk
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Oleh karena itu, perguruan
tinggi memiliki tanggung jawab untuk mencetak lulusan
keperawatan yang berdaya saing global.
“Perguruan tinggi melakukan riset dan menghasilkan berbagai
publikasi internasional yang berdampak pada pemeringkatan
kampus kelas dunia. Perguruan tinggi dengan iklim riset yang
memadai mampu menghasilkan perawat yang berkualitas, sehingga
pelayanan publik di bidang kesehatan bisa terus meningkat,”
tutur Prof. Nursalam.
Wakil Rektor IV UNAIR Junaedi Khotib, S.Si., M.Kes., Ph.D.,
Apt., mewakil Rektor UNAIR berharap agar
internasional bisa lebih acap dilaksanakan.
konferensi
“Saya berharap agar kolaborasi penelitian, seminar, dan
konferensi internasional semacam ini bisa lebih sering
dilaksanakan. Dengan kegiatan semacam ini, kita bisa
mewujudkan masyarakat global yang sehat sesegera mungkin,”
tutur Wakil Rektor IV UNAIR.
Pada konferensi internasional kali ini, sebanyak empat sesi
diskusi panel dilaksanakan, yakni pada Jumat dan Sabtu (8 – 9
April 2016). Konferensi diikuti oleh 325 peserta yang terdiri
dari 115 tim dan individu pemakalah lisan, serta 72 peserta
lomba poster. Dari seluruh makalah yang dipresentasikan, akan
dipilih lima makalah terbaik untuk diterbitkan di jurnal
‘Ners’ milik FKp UNAIR.
Sejumlah riset yang akan dipresentasikan dalam panel diskusi
tersebut antara lain berjudul “Effectiveness of Lavender
Aromatherapy on Axiety Level: A Literature Review” yang
ditulis oleh mahasiswa jenjang S-2 FKp UNAIR, dan “Application
Relations Professional Nursing Care Model (FGM) Tim with
Hospital Patient Satisfaction in Jombang” yang ditulis oleh
mahasiswa S-1 asal Universitas Darul Ulum Jombang.
Ke-14 institusi pendidikan yang hadir dalam konferensi
internasional itu antara lain berasal dari delegasi
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Politeknik Kesehatan –
Kemenkes Surabaya, Politeknik Kesehatan – Kemenkes Malang,
Universitas Darul Ulum Jombang, STIKES Ngudia Husada Madura,
dan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Pada salah satu sesi diskusi, pembicara asal JICA menyampaikan
hasil risetnya berjudul ‘Advanced Nursing Practice in The
Global Nursing’. Ikuko mengatakan bahwa konsep global nursing
sudah mengemuka sejak tahun 1990. Meski demikian, tidak ada
penjelasan khusus mengenai konsep global nursing.
“Saya pernah tinggal dan bekerja di tiga negara di Afrika,
seperti Malawi, Kenya, dan Burundi. Mereka sama seperti di
Indonesia, saya telah menghadapi situasi global nursing. Oleh
karena itu, saya ingin memberikan pandangan saya untuk bidang
penelitian yang berkembang dengan pesat ini,” tutur Ketua
Penasihat JICA.
Konferensi internasional kali ini dihadiri pula oleh pembicara
Kristen Graham, RN, RM, MNg, MPH&TM, MPEd&Tr, GDipMid, GdipHSc
asal Universitas Flinders – Australia, SEKI Ikuko MPH, R.N,
R.M.W, P.H.N., asal Japan International Cooperation Agency
(JICA), dan Madiha Mukhtar, RN, MScN, BScN, RM asal Institut
Penelitian dan Rumah Sakit Ibn-e-Seina Pakistan. (*)
Penulis: Defrina Sukma S.
Editor
: Binti Q. Masruroh
Soroti Penderita Kusta, Nur
Maziyya
Jadi
Wisudawan
Terbaik Keperawatan
UNAIR NEWS – Stigma masyarakat terhadap penderita kusta masih
negatif. Ada yang merasa miris saja, menghindar, bahkan
mengucilkannya. Menjadikan penderitanya sangat kasihan. Tetapi
sebagai seorang perawat (ners), Nur Maziyya membuang jauh-jauh
stigma buruk tersebut, kemudian melakukan penelitian terhadap
kehidupan para penderita kusta.
Hasil penelitiannya kemudian ia tuangkan ke dalam skripsinya.
Jadilah karya tulis ilmiah bertajuk “Analisis Faktor yang
Berhubungan dengan Kualitas Hidup Penderita Kusta Berbasis
Teori Health Belief Model (HBM) di Puskesmas Surabaya Utara”,
yang sekaligus ikut mengantarkan Nur Maziyya meraih predikat
membanggakan, yakni wisudawan terbaik S1 Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga dalam wisuda edisi Maret 2016. Ia
membukukan IPK 3,91.
Anak nomer tiga dari lima bersaudara ini memutuskan untuk
meneliti kehidupan penderita kusta karena angka kejadian kusta
di Provinsi Jawa Timur masih cukup tinggi. Nur meneliti
tentang kualitas hidup penderita kusta, yang kebetulan juga
masih relatif sedikit yang menelitinya.
”Itulah alasan mengapa saya tertarik mengambil penelitian
tentang pehidupan penderita kusta,” kata mahasiswa yang
berasal dari alih jenis kelahiran Kota Surabaya, 17 Maret 1993
ini.
Selain menekuni kuliah, Nur Maziyya juga banyak mengoleksi
prestasi. Antara lain pernah meraih peringkat I (pertama)
dalam evaluasi belajar tahap I tahun 2014. Kemudian sempat
juga mengikuti student exchange di Thailand. Prestasinya di
bidang non-akademik juga tergolong bagus, antara lain turut
mengantarkan tim basketnya menjadi Juara II kejuaraan basket
putri Dekan Cup 2014.
”Kalau perlombaan-perlombaan saya jarang ikut, bahkan hampir
tidak pernah ikut. Ya maklum karena program B, jadi saya
fokusnya kuliah dan kuliah,” tambah Nur.
Ditanya mengenai resepnya untuk menjadi wisudawan terbaik,
mahasiswa yang memiliki kelompok belajar bernama “Funt4stic”
ini, mengaku selama menempuh studi di Fakultas Keperawatan
UNAIR, selama ini hanya berusaha melakukan yang terbaik.
Tetapi tidak pernah berpikir untuk menjadi yang terbaik.
“Selain itu kami berusaha semaksimal mungkin, berdoa, selalu
minta restu kepada kedua orang tua. Tidak hanya untuk belajar
tetapi juga dalam segala urusan,” kata Nur Maziyya. (*)
Penulis : Nuri Hermawan
Editor
: Bambang Bes
FKp Siap Menyongsong WCU
dengan Semangat Dies Natalis
ke-17
UNAIR NEWS- Fakultas Keperawatan (FKp) memulai rangkaian Dies
Natalis ke-17 dengan sejumlah kegiatan Kamis (17/3).
Bertepatan dengan HUT Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI) ke-42, acara hari itu ditandai dengan upacara bendara.
Lantas, dilanjutkan prosesi bagi-bagi bunga pada masyarakat
umum di sekitar kampus UNAIR. Sementara itu, di area fakultas,
diadakan sejumlah pertandingan atau lomba bagi mahasiswa. Tak
ketinggalan, lomba memasak. Pastinya, dalam lomba itu, aspek
kehigienisan diperhatikan paling utama.
Dekan FKp Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) mengutarakan,
kegiatan Dies Natalis akan dilangsungkan hingga 10 April 2016
mendatang. Penutupan akan dilaksanakan dengan event jalan
sehat. “Pada 8 hingga 9 April nanti, kami juga mengadakan
International Nursing Conference,” kata pria yang juga Ketua
DPW PPNI Jatim tersebut.
Dia mengatakan, semua civitas akademika FKp sudah memiliki
semangat yang sama untuk menyongsong cita-cita World Class
University (WCU). Momentum Dies Natalis kali ini dijadikan
salah satu pemantik gairah untuk meraihnya.
Konferensi internasional adalah sebuah cara untuk merangsang
budaya penelitian para dosen. Pengembangan aspek ini merupakan
faktor fundamental untuk menggapai mimpi menjadi WCU.
Di samping itu, selama ini jurnal keperawatan milik FKp
merupakan satu-satunya yang terakreditasi nasional di bidang
tersebut. Akreditasi FKp secara keseluruhan juga sudah
tergolong sangat baik dan akan dipertahankan. Mereka sudah
tancap gas untuk menyukseskan program rektorat menuju WCU.
“Kami punya jadwal konferensi untuk mahasiswa S1 dan S2 dua
kali tiap tahun,” kata lelaki yang juga menjabat Ketua Bidang
Dklat DPP PPNI tersebut. (*)
Penulis: Rio F. Rachman
79 Perawat Baru Lulusan UNAIR
Siap
Mengabdi
untuk
Masyarakat
UNAIR NEWS – Universitas Airlangga kembali meluluskan perawat
yang siap berkontribusi pada bidang kesehatan Indonesia.
Sebanyak 79 perawat baru dilantik dan diambil sumpahnya di
Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen UNAIR, pada Selasa (1/3).
Acara pengambilan sumpah dan pelantikan ini disaksikan oleh
Ketua Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) Provinsi Jawa Timur Ahmad Yusuf, S.Kp, M.Kes,
Dekan Fakultas Keperawatan UNAIR Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs
(Hos), Wakil Rektor I UNAIR Prof. Djoko Santoso, dr., Ph.D.,
Sp.PD., K-GH., FINASIM, Direktur Rumah Sakit UNAIR Prof. Dr.
Nasronudin, dr., Sp.PD-KPTI, FINASIM, dan kerabat para
lulusan.
Setelah pelantikan dan pengambilan sumpah janji perawat baru,
Ketua Dewan Pengurus Wilayah PPNI Jatim, secara simbolis
menyematkan tanda keanggotaan organisasi kepada perwakilan
lulusan yang ditunjuk. Acara dilanjutkan dengan pemberian
kenang-kenangan dari alumni kepada Dekan FKp, serta pemberian
penghargaan kepada lulusan berprestasi.
Pada kesempatan ini, Prof. Nursalam memberikan ucapan selamat
kepada seluruh perawat baru. Dalam sambutannya, Dekan FKp
menyampaikan kabar prestasi bahwa program studi Profesi Ners
(perawat), dan program studi Pendidikan Ners memperoleh
akreditasi A dari LAM-PTKes (Lembaga Akreditasi Mandiri –
Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia) pada awal Januari 2016.
Prof. Nursalam yang juga lulusan Universitas Wollongong ini
juga memberikan semangat kepada perawat baru agar dapat
bersaing di era MEA.
“Ners harus mempunyai keberanian untuk berbuat dan berubah
yang lebih baik dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
dan meningkatkan nasib profesi keperawatan. Keberanian
bukanlah ketidaktahuan terhadap semua hal, tetapi kemenangan
dalam mengatasi ketakutan pada diri sendiri,” terang Prof.
Nursalam.
Direktur RS UNAIR Prof. Nasronudin juga turut memberikan
sambutan. Menurut Prof. Nasron, perawat baru harus siap
beradaptasi dengan kemajuan teknologi kesehatan dan
pengembangan kualitas pelayanan yang profesional.
“Saat
ini
tuntutan
masyarakat
terhadap
mutu
pelayanan
kesehatan dari para perawat juga semakin meningkat. Seiring
dengan tuntutan tersebut maka para perawat harus membekali
diri dengan ilmu dan pengalamannya,” papar Guru Besar Bidang
Penyakit Tropik tersebut.
Dalam penutupan acara pelantikan perawat baru, Wakil Rektor I
UNAIR, Prof. Djoko menuturkan agar para perawat baru aktif
berkontribusi pada upaya pemecahan masalah kesehatan
sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Millenium Development
Goals. (*)
Penulis: Binti Q. Masruroh
Editor: Defrina Sukma S
Download