AKTIVITAS ENZIM DIGESTI DAN EFISIENSI PAKAN

advertisement
AKTIVITAS ENZIM DIGESTI DAN EFISIENSI PAKAN PADA
IKAN LELE (Clarias gariepinus) YANG DIINDUKSI DENGAN
DAUR PEMUASAAN PEMBERIAN PAKAN KEMBALI
(The Activity of Digestive Enzymes and Feed Efficiency on Catfish
(Clarias gariepinus) Induced by cycles of fasting and refeeding)
Hidah Nur Afiyah, Untung Susilo* dan Farida Nur Rachmawati
Laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas Biologi Unsoed
* email : [email protected])
Abstract
The activity of digestive enzymes and feed efficiency of catfish, Clarias gariepinus,
wich induced by cycles of fasting and refeeding was carried out at the Laboratory of
Physiology Faculty of Biology, Unsoed, Purwokerto . Experimental design with three
treatments and six replications in completely randomized design (CRD) was used in this
study. The treatments tested include: fish fed every day (control, P0), fish in one week
were starved on Monday and Thursday and fed on the other days (P1) and fish of the
week was straved two days and five days were fed a normal (P2). Catfish with average
9.57 ± 0.66 g on individual body weight, wich obtained from D3 PSDP Laboratory of
Biology Faculty, Unsoed, has been used in this study. The results showed that the activity
of amylase, efficiency and retention of proteins differ significantly (P <.05), but protease
activity did not differ significantly (P> .05) between the treatment. Conclusion, amylase
activity and feed efficiency were changes, but not for protease activity in catfish after
exposed to fasting and refeeding .
Keywords: Clarias gariepinus, enzyme digestion, feed efficiency, fasting, re-feed
Pendahuluan
Budidaya
ikan
lele
telah
berkembang cukup pesat di beberapa
daerah di Indonesia, namun dengan
tingginya harga pakan ikan saat ini akan
beresiko mengurangi keuntungan petani
ikan, bahkan bisa menyebabkan
kerugian. Oleh karena itu, diperlukan
suatu strategi dalam pembesaran ikan
lele untuk mengurangi biaya produksi,
melalui strategi pemberian pakannya.
Strategi pemberian pakan yang
diharapkan
mampu
meningkatkan
efisiensi pakan dan optimalisasi
produksi ikan adalah melalui strategi
pemuasaan dan pemberian pakan
kembali.
Pengurangan
frekuensi
pemberian pakan atau penghentian
pakan secara periodik telah terbukti
dapat
meningkatkan
kecepatan
pertumbuhan
atau
menghasilkan
pertumbuhan
kompensatori.
Pertumbuhan
kompensatori
adalah
pertumbuhan yang sangat cepat setelah
ikan mengalami pemuasaan kemudian
diberi pakan lagi secara normal (Cho et
al., 2006).
Pertumbuhan yang cepat pada
ikan yang berada pada kondisi
pemberian pakan kembali setelah
mengalami periode pemuasaan erat
kaitannya dengan perubahan fisiologi
ikan tersebut. Salah satu aspek fisiologi
berkaitan
dengan
pertumbuhan
kompensatori adalah aktivitas enzim
digesti.
Beberapa studi aktivitas enzim
digesti berkaitan dengan pemuasaan
juga telah dilakukan. Pada ikan
Afiyah, H.N., Susilo, U., dan Rachmawati, F.N., Sains Akuatik 14 (1): 17 – 24
17
sturgeon, Acipenser naccarii, dan trout,
Onchorhynchus
myskiss,
memperlihatkan
respon
penurunan
aktivitas protease dan lipase yang
lambat, namun tidak untuk amilase.
Kapasitas digesti protein dan lipid ,
setelah 60 hari pemberian pakan kembali
menjadi pulih, dan tidak demikian
dengan
kemampuan
mendigesti
karbohidrat yang tetap rendah (Furne et
al., 2008). Aktivitas tripsin pada ikan
tilapia yang memperoleh perlakuan
pemuasaan periode pendek juga ternyata
lebih rendah daripada ikan yang diberi
pakan secara normal, sedangkan
aktivitas kemotripsin meningkat. Rasio
tripsin/kemotripsin
juga
menurun
dengan
meningkatnya
waktu
pemuasaan, dan diduga hal ini
menyebabkan
terhambatnya
pertumbuhan ikan tilapia. Pemberian
pakan kembali setelah pemuasaan
ternyata menghasilkan peningkatan
aktivitas tripsin dan kemotripsin (Chan
et al., 2008). Respon berbeda dijumpai
baik pada ikan gurami, Osphronemus
gouramy Lac., maupun ikan patin,
Pangasius sp. Pada kedua spesies ikan
ini yang memperoleh daur pemuasaan
satu dan dua hari dalam seminggu
menghasilkan aktivitas enzim digesti
baik protease maupun amilase yang
tidak berbeda dengan ikan yang diberi
pakan setiap hari (Yuwono et al., 2008;
Susilo et al., 2009). Studi aktivitas
enzim
pada
berbagai
metode
pembatasan pakan ini menunjukkan
bahwa perubahan keberadaan pakan di
lingkungan hidupnya juga menyebabkan
perbedaan respon aktivitas enzim yang
berkaitan dengan proses digesti, namun
hal ini belum dikaji pada ikan lele.
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui aktivitas enzim digesti dan
efisiensi pakan ikan lele, Clarias
gariepinus, yang diinduksi dengan daur
pemuasaan dan pemberian pakan
kembali
Materi Dan Metode
A. Materi dan lokasi penelitian
Materi yang digunakan dalam
penelitian adalah ikan lele (Clarias
gariepinus) dengan berat rata-rata
9,57±0,66 g/ekor yang diperoleh dari
hasil pembenihan Stasiun Percobaan DIII PSDP fakultas Biologi Unsoed,
Purwokerto. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas
Biologi Unsoed, Purwokerto dan di
Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan
Teknik Unsoed, Purwokerto selama
enam bulan mulai bulan Mei 2009
hingga November 2009.
B. Rancangan percobaan
Penelitian
dilakukan
secara
eksperimental dengan rancangan dasar
berupa Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan tiga perlakuan dan
masing-masing
perlakuan
diulang
sebanyak enam kali. Perlakuan yang
dicobakan meliputi : (1.) Ikan lele diberi
pakan secara normal setiap hari (P0 atau
kontrol), (2.) Ikan lele tidak diberi
pakan pada hari senin dan kamis dan
diberi pakan pada hari lainnya (P1) dan
(3) ikan lele mengalami daur pemuasaan
secara periodik 2/5 yang artinya dalam
satu mingu ikan dipuasakan dua hari dan
lima hari diberi pakan. Parameter yang
diukur dalam penelitian ini adalah
aktivitas enzim digesti (protease dan
amilase) dan efisiensi pakan (efisiensi
protein dan retensi protein). Aktivitas
protease dan amilase diukur pada
minggu ke empat dan ke delapan,
sedangkan efisiensi pakan dikalkulasi
pada minggu kedelapan.
C. Preparasi saluran digesti untuk uji
aktivitas enzim
Sampel saluran digesti diperoleh
dari ikan uji pada minggu ke empat dan
kedelapan. Ikan yang akan diambil
saluran digestinya terlebih dahulu
dimatikan, lalu dilakukan pembedahan.
Setelah pembedahan saluran digesti
kemudian diisolasi. Saluran digesti yang
telah dipisahkan dari tubuh ikan segera
dibersihkan dengan akuades dingin.
Afiyah, H.N., Susilo, U., dan Rachmawati, F.N., Sains Akuatik 14 (1): 17 – 24
18
Preparasi saluran digesti dilakukan pada
suhu – 4 oC untuk menghindari
kerusakan enzim. Saluran digesti yang
telah dibersihkan kemudian dimasukkan
dalam tabung berlabel dan disimpan
dalam freezer bersuhu – 20 oC. Saluran
digesti selanjutnya dihancurkan dengan
homogeniser listrik dalam akuadest
dingin dengan rasio 1 : 2 . Homogenat
yang diperoleh lalu disentrifugasi
menggunakan sentrifuge bersuhu 4 oC
pada kecepatan 10.000 rpm selama 10
menit dan supernatan yang diperoleh
digunakan untuk uji kativitas enzim.
D. Pengukuran aktivitas enzim
Aktivitas
protease
diukur
menggunakan metode hidrolisis kasein
(Metode Walter, 1984 dalam Hidalgo et
al., 1999). Uji dilakukan menggunakan
buffer 0,1 M Tris-HCl (pH 8-9) pada
suhu 25 oC. Reaksi enzim dimulai
dengan cara mencampurkan 1 % (w/v)
kasein (0,2 ml), buffer (0,1 ml) dan
sampel enzim (0,1 ml) dan diinkubasi
selama 60 menit pada suhu 37 oC.
Reaksi dihentikan melalui penambahan
0,6 ml dari 8 % (w/v) asam tricloroasetat
(TCA). Campuran reaksi diendapkan
selama minimal satu jam dalam lemari
pendingin, kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 6000 rpm selama 10 menit.
Absorbansi dicatat pada panjang
gelombang 280 nm. Tirosin digunakan
sebagai standard dan satu unit aktivitas
enzim didefinisikan sebagai jumlah
enzim
yang
diperlukan
untuk
mengkatalisis pembentukan 1 µg
tirosine permenit. Untuk kontrol
dilakukan penambahan TCA ke dalam
ekstrak sebelum penambahan substrat.
Aktivitas protease dihitung dalam
jumlah µg tirosine yang dilepas dalam 1
ml ekstrak permenit.
Aktivitas
amilase
diukur
menggunakan metode hidrolisis pati
(metode Somogi-Nelson dalam Hidalgo
et al., 1999). Campuran reaksi terdiri
atas 2 % (w/v) larutan pati (1,0 ml),
ekstrak enzim (0,1 ml), NaCl 0,85 %
(0,1 ml), campuran lalu diinkubasi pada
temperatur 37 oC selama 30 menit.
Setelah inkubasi pada campuran
ditambahkan H2SO4 2/3 N (0,2 ml), NaWolframat 10 % (0,2 ml), lalu
disentrifugasi pada kecepatan 10.000
rpm selama 10 menit. Setelah
sentrifugasi,
supernatan
dicuplik
sebanyak 0,2 ml, pada supernatan
tersebut kemudian ditambahkan 0,2 ml
C2+alkalis , lalu dimasukkan dalam air
mendidih selama 20 menit, selanjutnya
ditambah 0,2 ml larutan arsenomolibdat.
Ukur
absorbansinya
dengan
spektrofotometer
pada
panjang
gelombang 660. Penentuan kadar gula
reduksi yang dihasilkan menggunakan
kurva standar glukosa.
E. Penghitungan efisiensi pakan
Efisiensi pakan yang dihitung
meliputi efisiensi protein dan retensi
protein. Efisiensi protein dikalkulasi dari
pertambahan berat ikan lele selama
pemeliharaan dibagi jumlah protein
pakan yang dikonsumsi (Haiqing dan
Xiqin, 1994). Retensi protein dilakulasi
dari pertambahan protein tubuh dibagi
jumlah protein pakan yang dikonsumsi
kali 100 (Watanabe et al., 2001). Jumlah
protein
pakan
yang
dikonsumsi
dikalkkulasi dari jumlah pakan yang
dikonsumsi kali kadar protein pakan.
Pertambahan protein tubuh dikalkulasi
dari protein tubuh ikan akhir percobaan
dikurangi protein tubuh ikan awal
percobaan.
F. Analisis data
Data aktivitas enzim dan efisiensi
pakan yang diperoleh selanjutnya
dianalisa dengan one way analysis of
variance (anova) (Steel dan Torrie,
1981)
Hasil Dan Pembahasan
Hasil
pengamatan
aktivitas
protease pada minggu ke empat dan ke
delapan pada ikan yang memperoleh
perlakuan strategi pemberian pakan
berbeda tertera pada gambar 1a. Pada
ikan yang diberi pakan terus menerus
Afiyah, H.N., Susilo, U., dan Rachmawati, F.N., Sains Akuatik 14 (1): 17 – 24
19
(P0) pada minggu keempat memiliki
aktivitas
protease
sebesar
0,78
µg/ml/menit dan pada minggu kedelapan
memiliki aktivitas protease 1,65
µg/ml/menit, sedangkan pada ikan yang
dipuasakan pada hari senin dan kamis
(P1) pada minggu keempat memiliki
aktivitas
protease
sebesar
1,17
µg/ml/menit dan pada minggu kedelapan
memiliki aktivitas protease sebesar 1,47
µg/ml/menit. Pada ikan yang dipuasakan
dua hari dalam seminggu (P2) di minggu
keempat memiliki aktivitas protease
sebesar 0,67 µg/ml/menit dan pada
minggu kedelapan memiliki aktivitas
protease sebesar 1,31 µg/ml/menit
a.
(Gambar 1a.). Hasil analisis varians
terhadap aktivitas protease ikan lele
yang memperoleh strategi pemberian
pakan berbeda pada masing-masing
waktu pengamatan yaitu minggu
keempat dan kedelapan menunjukkan
tidak adanya perbedaan yang signifikan
(P >.05). Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan strategi pemberian pakan
yang berupa pemuasaan dan pemberian
pakan yang diterapkan pada ikan lele
tidak menghasilkan perubahan aktivitas
protease, namun aktivitas protease yang
teramati pada minggu kedepan sedikit
lebih tinggi dari pada minggu keempat.
b.
Gambar 1. Aktivitas protease (a.) dan amilase (b.) ikan lele pada minggu ke 4 dan ke 8 pada
berbagai perlakuan
Hasil penelitian ini tidak berbeda
dengan yang dijumpai pada ikan patin,
Pangasius sp., yang memperoleh
perlakuan perbedaan strategi pemberian
pakan yang hampir sama juga
menghasilkan aktivitas protease yang
tidak berbeda pula (Susilo et al., 2009).
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang
terjadi pada ikan lele Clarias gariepinus,
yang
memperlihatkan
peningkatan
Afiyah, H.N., Susilo, U., dan Rachmawati, F.N., Sains Akuatik 14 (1): 17 – 24
20
aktivitas protease pada ikan yang diberi
pakan
kembali
setelah
periode
pemuasaan (Uys et al., 1987). Hasil
penelitian ini juga berbeda dengan hasil
penelitian Eroldogan et al. (2008) pada
ikan sea bream, Sparus aurata. Pada ikan
sea bream pembatasan pakan hingga 50
% selama dua hari dan pemberian pakan
lagi selama dua hari menunjukkan
aktivitas protease total lebih tinggi dari
pada ikan yang tidak memperoleh
pembatasan pakan. Pada ikan gurami
yang dipuasakan sehari dan diberi pakan
sehari juga memiliki aktivitas protease
lebih tinggi dari pada ikan yang diberi
pakan setiap hari (Yuwono et al., 2008).
Perbedaan hasil penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya diduga karena
perbedaan strategi pemberian pakan
yang diterapkan dan juga spesies ikan
yang diuji.
Hasil
pengamatan
aktivitas
amilase ikan lele yang memperoleh
strategi pemberian pakan yang berbeda
tertera pada gambar 1b. Pada ikan yang
diberi pakan terus menerus (P0) pada
minggu keempat memiliki aktivitas
amilase sebesar 1,55 mg/ml/menit dan
pada minggu kedelapan memiliki
aktivitas
amilase
sebesar
1,89
mg/ml/menit, sedangkan pada ikan yang
dipuasakan pada hari senin dan kamis
(P1) pada minggu keempat memiliki
aktivitas
amilase
sebesar
2,28
mg/ml/menit
dan
pada
minggu
kedelapan memiliki aktivitas amilase
sebesar 2,40 mg/ml/menit. Pada ikan
yang dipuasakan dua hari dalam
seminggu (P2) di minggu keempat
memiliki aktivitas amilase sebesar 1,87
mg/ml/menit
dan
pada
minggu
kedelapan memiliki aktivitas amilase
sebesar 1,35 mg/ml/menit (Gambar 1b.).
Hasil analisis varians terhadap aktivitas
amilase ikan lele yang memperoleh
strategi pemberian pakan berbeda pada
masing-masing waktu pengamatan yaitu
minggu keempat dan
kedelapan
menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan (P<.05). Hal ini menunjukkan
bahwa perbedaan strategi pemberian
pakan yang berupa pemuasaan dan
pemberian pakan yang diterapkan pada
ikan lele
menghasilkan perubahan
aktivitas amilase, dan pada ikan yang
dipuasakan hari senin dan kamis (P1)
memiliki aktivitas
amilase tertinggi
dibanding ikan yang diberi pakan setiap
hari (P0) atau ikan yang dipuasakan
selama dua hari dalam seminggu (P2).
Fenomena perubahan aktivitas
amilase pada penelitian ini tidak berbeda
dengan yang diamati pada ikan patin
(Susilo et al., 2009). Eroldogan et al.
(2008) juga melaporkan adanya
perubahan aktivitas amilase pada ikan
yang mengalami pemberian pakan
kembali setelah adanya pembatasan
pakan pada ikan sea bream, Sparus
aurata. Pada ikan sturgeon, Acipencer
naccarii,
dan tout, Onchorhynchus
myskiss, perubahan amilase juga nampak
pada ikan yang dipuasakan (Furne et al.,
2008). Adanya peningkatan aktvitas
amilase yang dijumpai pada penelitian
ini diduga berkaitan dengan peningkatan
asupan pakan setelah pemberian pakan
kembali. Sebab pada umumnya ikan
yang mengalami pemuasaan, akan
menjadi hiperfagia ketika menemukan
pakan setelah periode pemuasaan.
Belanger et al. (2003) juga mennyatakan
bahwa peningkatan konsumsi pakan
setelah ikan dipuasakan akan diikuti
oleh peningkatan aktivitas enzim digesti.
Hasil penghitungan efisiensi
protein ikan lele yang memperoleh
strategi pemberian pakan berbeda tertera
pada gambar 2a. Pada ikan yang diberi
pakan setiap hari (P0) memiliki efisiensi
protein sebesar 0,9, sedangkan pada ikan
yang dipuasakan setiap hari senin dan
kamis (P1) memiliki efisiensi protein
sebesar 1,02 dan pada ikan yang
dipuasakan selama dua hari dalam
seminggu (P2) memiliki efisiensi protein
sebesar 1,00 (Gambar 2.a.). Analisis
varians menunjukkan bahwa perbedaan
strategi
pemberian
pakan
yang
diterapkan pada ikan lele menghasilkan
Afiyah, H.N., Susilo, U., dan Rachmawati, F.N., Sains Akuatik 14 (1): 17 – 24
21
perbedaan yang signifikan (P<.05) pada
efisiensi protein. Jadi pemuasaan dan
pemberian pakan kembali secara
signifikan
meningkatkan
efisiensi
protein pada ikan lele. Ada dugaan
bahwa pada keterbatasan pakan ikan
menggunakan pakan yang diperoleh
dengan
efisien
sehingga
tidak
menurunkan pertumbuhannya.
Hasil penghitungan retensi protein
ikan lele yang memperoleh strategi
pemberian pakan berbeda tertera pada
gambar 2b. Pada ikan yang diberi pakan
setiap hari (P0) memiliki retensi protein
a.
sebesar 38,71 %, sedangkan pada ikan
yang dipuasakan setiap hari senin dan
kamis (P1) memiliki efisiensi protein
sebesar 48,90 % dan pada ikan yang
dipuasakan selama dua hari dalam
seminggu (P2) memiliki efisiensi protein
sebesar 47,78 % (Gambar 2.b.). Analisis
varians menunjukkan bahwa perbedaan
strategi
pemberian
pakan
yang
diterapkan pada ikan lele menghasilkan
perbedaan yang signifikan (P<.05) pada
retensi protein. Jadi pemuasaan dan
pemberian pakan kembali mampu
meningkatkan retensi protein ikan lele.
b.
Gambar 2. Efisiensi protein (a.) dan retensi protein (b.) ikan lele yang dipelihara dengan strategi
pemberian pakan berbeda
Pada penelitian ini ikan yang
dipuasakan dan diberi pakan kembali
memiliki efisiensi pakan lebih tinggi
dari pada ikan yang diberi pakan setiap
hari. Efisiensi pakan yang tinggi
menunjukkan pola siklus pakan yang
efektif sehingga mampu memacu respon
pertumbuhan kompensasi (Turano et al.,
2007). Fenomena peningkatan efisiensi
pakan juga dijumpai pada ikan sea
bream dengan pembatasan pakan
sebanyak 50 % selama dua hari dan
diberi pakan penuh selama dua hari
berikutnya (Eroldogan et al., 2008), ikan
Afiyah, H.N., Susilo, U., dan Rachmawati, F.N., Sains Akuatik 14 (1): 17 – 24
22
patin Thai, Pangasius hypothalmus,
(Amin et al., 2005). Peningkatan
efisiensi pakan pada penelitian ini
berkaitan dengan adanya pertumbuhan
kompensasi pada ikan lele yang
dipuasakan, sebab pada penelitian ini
berat tubuh akhir ikan lele yang
memperoleh daur pemuasaan dan
pemberian pakan kembali dan yang
diberi pakan setiap hari hampir sama.
Pada umumnya ikan yang dipuasakan
untuk mencapai berat tubuh yang sama
di akhir pemeliharaan maka ikan harus
mempercepat pertumbuhannya ketika
memperoleh pakan kembali atau
mengalami pertumbuhan kompensasi.
Kesimpulan
Aktivitas amilase dan efisiensi
pakan mengalami perubahan, namun
tidak untuk aktivitas protease pada ikan
lele yang memperoleh induksi daur
pemuasaan dan pemberian pakan
kembali.
Daftar Pustaka
Amin, R., A.K.M., Bapary, M.A.J.,
Islam, M.S., Shahjahan, M., and
M.A.R. Hossain, 2005. The Impacts
of Compensatory Growth on Food
Intake, Growth Rate and Efficiency
of Feed Utilization in Thai Pangas
(Pangasius hypothalmus). Pakistan
Journal of biological Sciences. 8
(5) : 766-770.
Belanger, F., P.U. Blier and J.D. Dutil,
2003. Digestive Capacity and
Compensatory Growth in Atlantic
Cod (Gadus morhua). Fish
Physiology and Biochemestry. 26 :
121-128.
Chan, C-R., D-N. Lee, Y-H. Cheng, D.JY. Hsieh and C-F. Weng, 2008.
Feed Deprivation and Re-feeding
on Alterations of Proteases in
Tilapia, Oreochromis mossambicus.
Zoological Studies, 47 (2) : 207 –
214.
Cho, S. H., S. M.Lee; B. H. Park, , S. C.
Ji, J. Lee,; J. Bae, and S. Y. Oh,
2006. Compensatory growth of
Juvenile
Olive
Flounder,
Paralichthys olivaceus, L., and
Changes in Proximate Composition
and Body Condition Indices during
Fasting and after Refeeding in
Summer Season. Journal of the
World Aquaculture Society. 37,
2:168-174.
Eroldoğan, O.T., C. Suzer, O. Taşbozan,
and S. Tabakoğlu, 2008. The
Effects of Rate-Restricted Feeding
Regimes in Cycles on Digestive
Enzymes of Gilthead Sea-bream,
Sparus aurata. Turkish Journal of
Fisheries and Aquatic Sciences. 8 :
49 – 54.
Furne, M., G.M. Gallego, M.C. Hidalgo,
A.E. Morales , A. Domezain, J.
Domezaine and A. Sanz, 2008.
Effect of Starvation and Refeeding
on Digestive Enzyme Activities in
Sturgeon (Acipencer naccari) and
Trout (Oncorhynchus mykiss).
Compararative Biochemistry and
Physiology. Part A. 149(4) : 420425.
Haiqing, S. and H. Xiqin, 1994. Effect
of Dietary Animal and Plant Protein
Ratios and Energy Levels on
Growth and Body Composition of
Bream, Megalobrama skolkovii
Dybowski,
Fingerlings.
Aquaculture 127 : 189 -196.
Hidalgo, M.C., E. Urea, and A. Sanz,
1999. Comparative Study of
Digestive Enzymes in Fish with
Different
Nutritional
Habits.
Proteolytic and Amylase Activities.
Aquaculture. 170 : 267 – 283.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie, 1981.
Principles and Procedures of
Statistic a Biometrical Approach2
nd. Mc Graw Hill Book Company,
Singapore.
Susilo, U., E. Yuwono dan F.N.
Rachmawati, 2009. Status Fisiologi
pada Pertumbuhan Kompensatori
yang Diinduksi Dengan Pemuasaan
Secara Periodik Untuk Optimasi
Afiyah, H.N., Susilo, U., dan Rachmawati, F.N., Sains Akuatik 14 (1): 17 – 24
23
Produksi Ikan Patin (Pangasius
hypothalmus). Laporan Penelitian.
Fakultas
Biologi
Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Turano, M.J., R.J. Borski, and H.V.
Daniels,
2007.
Compensatory
Growth of Pond Reared Hybrid
Striped Bass, Morone chrysops x
Morone
saxatilis,
Fingerling.
Journal of the World Aquaculture
Society, 38 (2): 250-261.
Uys, W., T. Hecht and M. Walter, 1987.
Changes in Digestive Enzyme
Activities of Clarias gariepinus
(Pisces : Claridae) After Feeding.
Aquaculture. 63(1-4): 243-250.
Watanabe, W.O., S.C. Ellis and J.
Chaves, 2001. Effects of Dietary
Lipid and Energy to Protein Ration
on Growth and Feed Utilization of
Juvenile Mutton Snapper, Lutjanus
analis fed Isonitrogenous Diets at
Two Temperatures. Journal of The
Aquaculture Sociaty. 32 (1) : 30-40.
Yuwono, E., P. Sukardi dan U. Susilo,
2008. Kondisi Fisiologis pada
Pertumbuhan Kompensatori yang
Diinduksi dengan pembatasan
Pakan Sebagai Upaya Optimalisasi
Produksi Ikan Gurami. Laporan
Penelitian.
Fakultas
Biologi
Unsoed, Purwokerto.
Afiyah, H.N., Susilo, U., dan Rachmawati, F.N., Sains Akuatik 14 (1): 17 – 24
24
Download