Bab IV

advertisement
ISSN 0215 - 8250
33
MENCERMATI WACANA PENGEMBANGAN PROFESIONALISME
GURU MELALUI PROGRAM STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI
KOMPETENSI GURU
oleh
I Gst. Putu Sudiarta
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
Reformasi pendidikan terus bergulir. Beberapa wacana baru telah
dilontarkan oleh Depdiknas dalam rangka penyiapan dan peningkatan kualitas
tenaga kependidikan. Wacana tersebut meliputi paradigma baru dalam
peningkatan profesionalisme guru, terutama yang berkaitan dengan (a)
pengembangan standarisasi kompetensi guru, (b) pelaksanaan sertifikasi dan
resertifikasi kompentensi guru, serta (c) pemberian lisensi bagi tenaga
kependidikan. Terlepas dari maksud baik pemerintah (Depdiknas) untuk
meningkatkan profesionalisme guru, termasuk untuk mereposisikan guru sebagai
suatu profesi yang bermartabat, terdapat beberapa hal mendasar yang harus
dicermati, yaitu (1) pengertian dan dimensi tentang profesionalisme guru dan
indikator-indikatornya masih kabur, (2) Konsep dan kerangka implementasi
wacana program sertifikasi dan resertifikasi profesi guru belum jelas. Berkaitan
dengan kedua hal tersebut, tujuan dari artikel ini adalah untuk membahas secara
kritis tentang (1) pengertian dan dimensi profesionalisme guru, beserta indikatorindikatornya, dan (2) pemikiran konseptual program standarisasi, sertifikasi dan
resertifikasi kompetensi guru, beserta tantangan implementasinya. Beberapa saran
konstruktif tentang pengembangan profesi guru, terutama yang berkaitan dengan
program LPTK juga diberikan.
Kata kunci:
Profesionalisme Guru, Standarisasi Kompetensi Guru, Sertifikasi
Kompetensi Guru.
1. Pendahuluan
Ada beberapa wacana baru yang telah dicanangkan oleh Depdiknas dalam
rangka penyiapan dan peningkatan kualitas tenaga kependidikan. Wacana tersebut
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
34
meliputi paradigma baru dalam (a) pengembangan standarisasi kompetensi guru,
(b) pelaksanaan sertifikasi dan resertifikasi kompentensi guru, serta (c) pemberian
lisensi bagi tenaga kependidikan.
Jika selama ini lulusan LPTK otomatis mendapatkan sertifikat akta
mengajar, dengan demikian otomatis pula berhak menjadi guru, maka kini
diwacanakan bahwa suatu saat nanti lulusan LPTK adalah sarjana tenaga
kependidikan (misalnya pengembang kurikulum, tenaga administrasi
kependidikan, konselor sekolah, pengamat pendidikan, dst.). Sarjana
kependidikan, termasuk sarjana nonkependidikan dapat menjadi guru melalui
program lisensi dan sertifikasi yang akan dilaksanakan oleh konsorsium nasional
yang independen.
Di samping itu, beberapa rekomendasi di tingkat kebijakan telah diberikan,
sebagai berikut. (1) Ditjen Dikdasmen dan Ditjen Dikti secara bersama-sama
menentukan Standar Kompetensi memasuki profesi guru dan menerapkannya
dalam rekrutmen guru baru. (2) Pola pembinaan guru di sekolah (in-service
training) didasarkan pada hasil audit kompetensi oleh badan yang kompeten dan
difasilitasi di tingkat regional. (3) Ditjen Dikmenum berkolaborasi dengan LPTK
untuk bersama-sama mengembangkan pola program kemitraan yang kontekstual,
berkelanjutan (tidak ad-hoc) dan didasarkan atas konsep yang jelas tentang
pengembangan profesionalisme guru sepanjang kariernya. (5) Perlu ke hatihatian dalam mengembangkan program peningkatan mutu guru melalui program
S2/S3, antara lain untuk pencegahan potensi dislokasi guru bermutu. Hal ini bisa
dilakukan dengan sistem kontrak kerja. (6) Penghargaan dan karier guru
didasarkan pada kompetensi (merit) agar pendekatan mutu menjadi motivator
untuk inovasi dan kegiatan pengembangan diri ataupun kapasitas institusi. (7)
MGMP dijadikan forum sumber (resources forum) untuk peningkatan dan
pengayaan bidang studi, dengan melibatkan nara sumber, teknologi, dan media
yang efektif. (8) Inovasi dan kegiatan eksperimentasi yang dilakukan di sekolah
dikomunikasikan, dan keberhasilannya didiseminasikan dalam bentuk shared best
praktices agar ada dokumentasi dan apreasi (Sukamto, 2004).
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
35
Sistem Rekrutmen dan Pembinaan Guru
Wacana
Kenyataan
Lisensi dan Sertifikasi Ulang
Pembinaan dan pengembangan dalam
konteks pengakuan kompetensi guru
sampai pensiun
Sertifikasi oleh Konsorsium
Nasional Independen
Induksi
Lisensi
Pengangkatan
Program Pendidikan Guru
Program D2 / S1- LPTK
Entry: Program Bidang Studi
Ujian
(4 tahun)
sederajat
Masuk
(SPMB)
dari
SMU
Sumber: Sukamto (2004)
Terlepas dari maksud baik pemerintah (Depdiknas) untuk meningkatkan
profesionalisme guru, termasuk untuk mereposisikan guru sebagai suatu profesi
yang bermartabat, terdapat beberapa hal mendasar yang harus dicermati, yaitu
(1) pengertian dan dimensi tentang profesionalisme guru dan indikatorindikatornya masih kabur; (2) konsep dan kerangka implementasi wacana program
sertifikasi dan resertifikasi profesi guru belum jelas. Berkaitan dengan kedua hal
tersebut, tujuan dari artikel ini adalah untuk membahas secara kritis tentang (1)
pengertian dan dimensi profesionalisme guru, beserta indikator-indikatornya, dan
(2) pemikiran konseptual program standarisasi, sertifikasi dan resertifikasi
kompetensi guru, beserta tantangan implementasinya. Beberapa saran konstruktif
tentang pengembangan profesi guru, terutama yang berkaitan dengan program
LPTK juga diberikan.
2. Pembahasan
2.1 Dimensi Profesionalisme Guru dan Indikatornya
Banyak teori dan pemikiran yang berkembang tentang profesionalisme
guru. Beberapa pemikiran dari negara maju, seperti dari Australia dan beragam
pandangan dari negara-negara bagian di Amerika Serikat, seperti yang dipaparkan
dalam Sudarsono (2004), dapat dicermati sebagai berikut.
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
36
Australia misalnya, melalui The National Project on the Quality of
Teaching and Learning (NPQTL) pada tahun 1992, menyarankan lima hal tentang
kompetensi profesional guru, yaitu (a) mampu mempergunakan dan
mengembangkan nilai dan pengetahuan profesional (b) mampu berkomunikasi,
berinteraksi dan bekerja dengan siswa dan yang lain, (c) mampu merencanakan
dan mengelola proses pembelajaran, (d) mampu memantau kemajuan dan hasil
belajar siswa, dan (e) mampu merefleksi, mengevaluasi serta merencanakan
program untuk melakukan peningkatan secara berkelanjutan.
Di Amerika terdapat banyak variasi antara negara bagian yang satu dengan
yang lainya, tentang pemikiran dimensi profesionalitas guru. Penilaian dimensi
profesionalisme guru seperti berikut.
Florida Education Standards Commission 1994 merumuskan 10 macam
kompetensi utama guru, yaitu (a) mendemontrasikan keterampilan profesional
dalam mengintegrasikan strategi pembelajaran untuk semua siswa yang
merefleksikan kultur, gaya belajar, kebutuhan khusus dan latar belakang sosial ekonomi siswa; (b) mendemonstrasikan keterampilan profesional dalam
menggunakan strategi pemebelajaran untuk membantu perkembangan intelektual,
sosial, dan pifir siswa; (c) mendemonstrasikan keterampilan profesional dalam
menjalin hubungan antar pribadi untuk melaksanakan pembelajaran; (d)
mendemonstrasikan pemahaman tentang belajar dan perkembangan peserta didik
dengan menyediakan lingkungan belajar yang positif untuk mendukung
pertumbuhan intelektual, pribadi, dan sosial siswa; (e) mendemonstrasikan
keterampilan profesional yang meliputi kemampuan mengidentifikasi dan memilih
kebutuhan siswa serta dalam merencanakan, mengimplementasikan dan
mengevaluasi efektivitas pembelajaran dalam suatu lingkungan belajar yang
bervariasi; (f) mendemonstrasikan keterampilan dalam mempergunakan tehnik dan
strategi yang tepat untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berfikir
kritis, kreatif, dan kemampuan berfikir evaluatif siswa; (g) mendemonstrasikan
keterampilan profesional sebagai praktisioner dalam memprakarsai dan
merencanakan serta mengelola peningkatan kualitas secara berkelanjutan dengan
tepat, baik untuk siswa ataupun sekolah; (h) mendemonstrasikan keterampilan
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
37
profesional dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif yang mampu
menjaga interaksi sosial, belajar secara kooperatif, dan giat dalam pembelajaran,
serta motivasi belajar; (i) mendemonstrasikan keterampilan profesional dalam
bekerja dengan berbagai jenis profesi bidang pendidikan, orangtua siswa, dan
stakeholder lainnya dalam menyediakan pengalaman pendidikan siswa; (j)
mendemonstrasikan keterampilan profesional dalam mempergunakan teknologi
sebagai alat untuk merncapai produktivitas yang tinggi baik untuk guru ataupun
siswa.
Sementa Salt Lake City (1982) mengembangkan kompetensi guru, yang (a)
mampu menentukan standar harapan kinerja siswa dengan melakukan, evaluasi
diagnostik, menetapkan standar harapan sesuai dengan jenjangnya, menentukan
kebutuhan individual siswa, tujuan harapan untuk pencapaian prestasi siswa, dan
melakukan evaluasi, (b) mampu menyediakan lingkungan belajar sesuai dengan
ketersediaan sumber personel, ketersediaan berbagai ragam sumber dan materi
belajar, organisasi dalam proses belajar, sikap positif terhadap siswa, memberikan
contoh sikap bahwa semua siswa dapat belajar, guru menunjukkan sikap antusias
dan komitmennya untuk mata pelajaran yang diampunya, dan perilaku siswa yang
menggambarkan penerimaan pengalaman belajar, (c) mendemonstrasikan
pengawasan siswa dengan tepat dengan memberikan bukti bahwa siswa
mengetahui apa yang harus dilakukan, bukti bahwa siswa bekerja melakukan
tugasnya, menunjukkan kejujuran, penerimaan, respek dan keluwesan, melakukan
pengawasan secara tepat dalam situasi sulit, dan mengantisipasi serta
menghindarkan dari krisis, (d) mendemonstrasikan secara tepat strategi
pembelajaran dengan tehnik yang tepat, sesuai dengan taraf belajar, menyesuaikan
tehnik untuk berbagai gaya belajar, mempergunakan tehnik untuk mengajarkan
konsep atau keterampilan khusus, memberikan arahan dengan jelas, padat berisi,
dan tepat untuk berbagai taraf belajar, membangun komunikasi dua arah dengan
siswa dan mempergunakan umpan-balik untuk menentukan strategi belajar,
menunjukkan maksud tujuan yang telah ditentukan dan memberikan bukti
efektivitas pembelajaran.
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
38
Negara bagian Texas, mengembangkan indikator kompetensi yang
mencakup, yakni (a) strategi pembelajaran dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dan berhasil, mengevaluasi dan
menyediakan umpan-balik tentang kemajuan siswa selama pembelajaran, (b)
organisasi dan manajemen kelas dalam mengorganisasi materi pelajaran dan siswa,
memaksimalkan waktu yang tersedia untk pembelajaran, dan mengelola perilaku
siswa, (c) penyajian mata pelajaran dengan mengajarkan dan mentransfer
pengetahuan, afektif dan psikomotor dalam pembelajaran, (d) menciptakan
lingkungan belajar dengan mempergunakan strategi guna memotivasi siswa untuk
belajar , dan menjaga lingkungan yang mendukung, (e) mengembangkan
profesionalisme dan tanggung jawab dengan merencanakan dan terlibat dalam
pengembangan profesionalisme, berkomunikasi dan berinteraksi dengan orangtua
siswa, melaksanakan kebijakan, prosedur operasi, dan ketentuan persyaratan, dan
meningkatkan serta mengevaluasi pertumbuhan siswa.
Di Indonesia pun terdapat variasi rumusan tentang profesionalisme guru,
misalnya; Komisi Kurikulum IKIP/FKg/FIP bersama P3G tahun 1982
merumuskan 10 kompetensi guru yang meliputi; (a) menguasai bahan bidang studi
dalam kurikulum sekolah dan bahan pendalaman materi, (b) mengelola program
belajar-mengajar dengan merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan dapat
menggunakan metode mengajar, memilih dan menyusun prosedur instruksioanl
yang tepat, melaksanakan program belajar-mengajar, mengenal kemampuan awal
anak didik, merencanakan dan melaksanakan pengajaran remidial, (c) mengelola
kelas, mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran dan menciptakan iklim belajarmengajar yang sesuai, (d) menggunakan media/sumber dengan mengenal, memilih
dan menggunakan media, membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana,
menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar-mengajar,
mengembangkan laboratorium, menggunakan perpustakaan dalam PBM dan
menggunakan unit pengajaran mikro dalam program pengalaman lapangan, (e)
menguasai landasan kependidikan, (f) mengelola interaksi belajar-mengajar, (g)
menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, (h) mengenal fungsi dan
program bimbingan penyuluhan dengan mengenali fungsi dan program pelayanan
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
39
bimbingan di sekolah dan menyelenggarakan program pelayanan bimbingan di
sekolah, (j) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan (k)
memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengajaran.
Konsorsium Ilmu Pendidikan menuntut kompetensi guru dalam: (a)
memperlihatkan integritas pribadi, (b) memperlihatkan kepemimpinan yang
produktif, (c) memahami konsep dasar keilmuan dan mampu berfikir ilmiah, (d)
bersikap profesional, (e) memahami siswa dan berperilaku empatik, (f) memahami
hakikat dan penyelenggaraan sekolah, (g) memahami proses pengembangan
kurikulum, (h) menguasai bahan ajar, (i) mampu merancang program belajarmengajar, (j) mampu mengaktualkan proses belajar-mengajar secara produktif, (k)
mampu menilai proses dan hasil belajar, (l) melaksanakan peranan guru dalam
bimbingan, (m) melaksanakan peranan guru dalam penyelenggaraan administrasi
sekolah, (n) mampu memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar-mengajar,
dan (o) melaksanakan penelitian sederhana untuk mengembangkan dan
memperbaiki kemampuannya.
Rumusan kompetensi guru yang paling baru dari Depdiknas (2004) dalam
hal ini diwakili oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan
Ketenagaan Perguruan Tinggi memuat 4 rumpun kompetensi utama, yaitu (1)
penguasaan substansi bidang studi, (2) pemahaman karakteristik peserta didik,
(3) melaksanakan pembelajaran yang mendidik, dan (4) mengembangkan
kepribadian dan meningkatkan komitmen profesional secara berkelanjutan.
Berikut ini adalah paparan tentang keempat rumpun kompetensi tersebut,
dimodifikasi dari Draf SKGP 2004 oleh Direktorat P2TK dan KPT.
Rumpun Kompetensi Penguasaan Substansi Bidang Studi. Indikator
penguasaan bidang studi ini meliputi pemahaman karakteristik dan substansi ilmu
sumber bahan ajaran, pemahaman disiplin ilmu yang bersangkutan dalam konteks
yang lebih luas, penggunaan metodologi ilmu yang bersangkutan untuk
memverifikasikan dan memantapkan pemahaman konsep yang dipelajari, dan
penyesuaian substansi ilmu yang bersangkutan dengan tuntutan dan ruang gerak
kurikuler, serta pemahaman tata kerja dan cara pengamanan kegiatan praktik. Hal
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
40
ini menjadi penting dalam memberikan dasar-dasar pembentukan kompetensi dan
profesionalisme guru di sekolah. Dengan menguasai isi bidang studi yang
diajarkan guru dapat memilih, menetapkan, dan alternatif strategi berinteraksi dari
berbagai sumber belajar yang gayut dengan kompetensi lulusan yang akan dicapai
dalam pembelajaran.
Pemahaman Karakteristik Peserta Didik. Pemahaman tentang karakteristik
peserta didik meliputi pemahaman berbagai ciri peserta didik, pemahaman tahaptahap perkembangan peserta didik dalam berbagai aspek dan penerapannya (aspek
kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik) dalam mengoptimalkan
perkembangan dan pembelajaran peserta didik. Guru dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya sihadapkan pada suatu komunitas individu yang memiliki variasi
karakteristik yang sebanding dengan jumlah individu dalam komunitas tersebut.
Komunitas yang dimaksud dapat berupa kelompok pebelajar (kelas). Pemahaman
terhadap aspek ini oleh para guru menjadi prasyarat dapat melakukan strategi
pembimbingan, pelatihan yang sesuai dengan karkateristik individu pebelajar
yang difasilitasi.
Melaksanakan Pembelajaran yang Mendidik. Penguasaan pembelajaran
yang mendidik terdiri atas pemahaman konsep dasar proses pendidikan dan
pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta penerapannya dalam
pelaksanaan dan pengembangan proses pembelajaran yang mendidik. Ciri
pembelajaran yang mendidik adalah pembelajaran yang dapat mengakomodasi
dan memfasilitasi perbedaan perkembangan dan potensi individu secara optimal
meliputi semua ranah perkembangan (kognitif, afektif, psikomotorik). Upaya
memfasilitasi setiap aspek tersebut dalam pembelajaran selalu mengacu pada
pembentukan kemampuan individu yang utuh dalam kompetensi kecakapan hidup
yang bermartabat, bermoral, dan bertanggung jawab.
Pengembangan Kepribadian dan Keprofesionalan. Pengembangan
kepribadian dan keprofesionalan mencakup pengembangan intuisi keagamaan,
intuisi kebangsaan yang berkepribadian, sikap dan kemampuan mengaktualisasi
diri, serta sikap dan kemampuan mengembangkan profesionalisme kependidikan.
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
41
Keempat rumpun kompetensi guru tersebut tertuang dalam SKGP (Standar
Kompetensi Guru Pemula) yang dikembangkan sejak tahun 2003 oleh Depdiknas
melalui Direktorat P2TK dan KPT, dengan tujuan: (1) mewujudkan standar
nasional kompetensi lulusan sebagai guru pemula yang merupakan bagian integral
dari standar nasional pendidikan, (2) memberikan acuan dalam merumuskan
kriteria, kerangka dasar pengendalian dan penjaminan nasional guru pemula, (3)
meningkatkan profesionalisme guru pemula melalui standarisasi secara nasional
dengan tetap memperhatikan tuntutan kontekstual. SKGP ini diharapkan dapat
dijadikan rujukan oleh LPTK dalam rangka: (1) pengembangan kurikulum
program studi/jurusan, (2) penyediaan sarana dan prasarana pendukung
perkuliahan, (3) pemberian izasah atau sertifikat kompetensi.
Kompetensi tersebut diperoleh seseorang melalui program pendidikan yang
diselenggarakan secara concurrent (terintegrasi) bagi mereka yang sejak awal
berkeinginan menjadi guru. Mereka yang setelah lulus dari universitas dalam
bidang ilmu murni, kemudian bermaksud menjadi guru, dapat mengambil program
akta mengajar atau program pembentukan kemampuan mengajar di LPTK.
Program semacam itu disebut consecutive model atau model bersambungan.
Kiranya patut direnungkan peringatan yang diberikan oleh tokoh pendidikan yang
tidak asing bagi LPTK, yaitu T. Raka Joni (2003) tentang uji akhir penguasaan
kompetensi lulusan, beliau mengatakan bahwa tanpa mekanisme uji akhir yang
transparan, di negara kita secara dengan sendirinya (by default) mutu lulusan
sudah "disertifikasi’ meskipun banyak bernuansa administratif, berupa pengakuan
oleh BKN. Selanjutnya dikatakan bahwa sertifikasi formal ini pun sudah menjadi
semakin kehilangan gigi, karena sebagai wali amanat masyarakat, pemerintah
daerah apa pun alasannya secara de facto tidak lagi terlalu menghiraukan
pemenuhan standar mutu itu. Instansi yang menangani kebijakan dan implementasi
pembinaan guru, sampai sekarang ini sepertinya belum sepenuhnya menyadari
peranan kunci dari standar kompetensi guru (SKG – SD/MI 2003 p.3).
Di samping berbagai uraian tentang konsep kompetensi guru di depan,
empat pilar pendidikan yang dianjurkan oleh Komisi Internasional UNESCO,
dapat pula dijadikan cerminan dalam merefleksikan kompetensi guru. Guru
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
42
hendaknya memiliki kompetensi yang baik dalam merancang dan melaksanakan
segala aktivitas pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk learning to
know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Keempat pilar
tersebut menuntut guru untuk bekerja keras dan kreatif, serta tekun dalam
meningkatkan kemampuannya. Lebih jauh, guru akhirnya dituntut untuk belajar
sepanjang hayat, berperan lebih aktif dan lebih kreatif, terutama untuk (1) tidak
hanya menguasai ilmu pengetahuan sebagai produk, tetapi terutama sebagai
proses; (2) memahami disiplin ilmu pengetahuan sebagai ways of knowing.
Karena itu lebih dari sarjana pemakai ilmu pengetahuan tetapi harus menguasai
epistimologi dari disiplin ilmu tersebut; (3) mengenal peserta didik dalam
karakteristiknya sebagai pribadi yang sedang dalam proses perkembangan, baik
cara pemikirannya, perkembangan sosial dan emosional, ataupun perkembangan
moralnya; dan (4) memahami pendidikan sebagai proses pembudayaan sehingga
mampu memilih model belajar dan sistem evaluasi yang memungkinkan terjadinya
proses sosialisasi berbagai kemampuan, nilai, sikap, dalam proses memperlajari
berbagai disiplin ilmu.
2.2 Standarisasi, Sertifikasi dan Resertifikasi Kompetensi Guru
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyiratkan perlunya sertifikasi guru. Disebutkan pula bahwa bahwa guru
hendaknya merupakan sebuah profesi yang menuntut kemampuan profesional,
mirip seperti profesi lain, misalnya, dokter, pengacara, serta akuntan.
Di luar negeri, misalnya di Amerika Serikat hal ini sudah lama
berlangsung. Calon guru belum bisa mengajar bila belum memiliki sertifikat
mengajar. Persyaratan ini sama seperti profesi dokter, pengacara, atau profesi lain
yang membutuhkan kompetensi khusus yang tidak bisa digantikan orang lain.
Sementara di Indonesia, sampai saat ini tuntutan tentang adanya sertifikasi
guru baru merupakan wacana. Akta mengajar (bisa Akta II, III, dan IV) yang
biasanya didapat otomatis setelah menempuh pendidikan keguruan (LPTK) atau
mengikuti program akta mengajar secara khusus bagi tamatan non LPTK, masih
menjadi izin legal untuk bisa melamar menjadi guru. Program Akta itu berbeda
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
43
dari sertifikasi, sebab mendapatkan sertifikasi perlu dilengkapi dengan syaratsyarat keprofesian lainnya, sedangkan Program Akta II, III dan IV sangat melekat
dengan produsen yang mengeluarkan calon guru tersebut, yakni universitas yang
memiliki fakultas ilmu kependidikan dan pengajaran (dahulu IKIP). Kemudian
untuk sertifikasi, dibutuhkan lembaga khusus untuk menilai apakah kompetensi
yang dimiliki seorang calon guru itu telah layak atau tidak untuk menjadi guru
(profesional). Dengan demikian, tujuan utama sertifikasi adalah untuk menguji
apakah guru telah memiliki kemampuan profesional dan akademik yang memadai
atau belum. Dengan sertifikasi guru, sekolah bisa membedakan antara guru yang
baik, dengan yang belum baik dilihat dari kemampuan profesionalnya.
Keberadaan guru yang telah lulus sertifikasi perlu dipertahankan dan
dipromosikan, sedangkan guru yang belum lulus sertifikasi perlu mendapat
pembinaan melalui berbagai program, seperti pelatihan, penataran, bimbingan,
atau penyetaraan. Semangat sertifikasi harus diikuti oleh perbaikan sistem
pendukung keprofesian yang lain, seperti, peningkatan sarana pendukung tugastugas profesi guru, dan perbaikan kehidupan guru. Sebab, faktor kualitas dan
jaminan kehidupan guru itu sendiri tak boleh dilupakan ketika kualitas
profesionalisme guru dituntut.
Sertifikasi dan uji kompetensi dapat diharapkan menjadi instrumen untuk
standarisasi profesionalisme guru. Hal ini sangat positif, walaupun masih
diperlukan kehati-hatian, terutama dalam perencanaan implementasinya.
Depdiknas merumuskan tiga tujuan utama standardisasi kompetensi guru sebagai
berikut. (1) Memformulasikan peta kemampuan guru secara nasional yang
diperuntukkan bagi perumusan kebijakan program pengembangan dan
peningkatan tenaga kependidikan khususnya guru. (2) Memformulasikan peta
kebutuhan pembinaan dan peningkatan mutu guru sebagai dasar bagi pelaksanaan
peningkatan kompetensi, peningkatan kualifikasi, dan diklat-diklat tenaga
kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan. (3) Menumbuhkan kreatifitas guru
yang bermutu, inovatif, terampil, mandiri, dan tanggungjawab, yang dijadikan
dasar bagi peningkatan dan pengembangan karir tenaga kependidikan yang
profesional.
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
44
Diharapkan pula bahwa standarisasi kompetensi guru ini dapat bermanfaat
dalam memberikan informasi tentang peta kemampuan guru yang berkelayakan
dan tidak berkelayakan baik secara individual, kelompok, Kecamatan, Kabupaten,
Propinsi, Regional ataupun Nasional yang dapat diperuntukkan sebagai (1) bahan
perumusan kebijakan program pembinaan, (2) peningkatan kompetensi dan
kualifikasi, melalui diklat-diklat sesuai dengan hasil uji kompetensi (skill audit),
dan (3) peningkatan dan pengembangan karir dan profesi guru (Depdiknas, 2004).
Depdiknas (2004) melalui Direktorat P2TK dan KPT mewacanakan
kerangka pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi guru, baik untuk lulusan S1
kependidikan ataupun lulusan S1 nonkependidikan diwacanakan sebagai berikut.
(1) Lulusan program sarjana kependidikan sudah mengalami pembentukan
kompetensi mengajar (PKM). Oleh karena itu, mereka hanya memerlukan uji
kompetensi yang dilaksanakan oleh pendidikan tinggi yang memiliki Program
Pengadaan Tenaga Kependidikan (PPTK) terakreditasi dan ditunjuk oleh Ditjen
Dikti, Depdiknas (Depdiknas, 2004). (2)
Lulusan program sarjana nonkependidikan harus terlebih dahulu mengikuti proses pembentukan kompetensi
mengajar (PKM) pada perguruan tinggi yang memiliki PPTK secara terstruktur.
Setelah dinyatakan lulus dalam pembentukan kompetensi mengajar, baru lulusan
S1 non-kependidikan boleh mengikuti uji sertifikasi. Sedangkan lulusan program
sarjana kependidikan tentu sudah mengalami proses pembentukan kompetensi
mengajar (PKM), tetapi tetap diwajibkan mengikuti uji kompetensi untuk
memperoleh sertifikat kompetensi. (3) Penyelenggaraan program PKM
dipersyaratkan berstatus lembaga LPTK yang terakreditasi. Sedangkan untuk
pelaksanaan uji kompetensi sebagai bentuk audit atau evaluasi kompetensi
mengajar guru harus dilaksanakan oleh LPTK terakreditasi yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh Ditjen Dikti, Depdiknas (Depdiknas, 2004). (4) Peserta uji
kompetensi yang telah dinyatakan lulus, baik yang berasal dari lulusan program
sarjana kependidikan ataupun sarjana non-kependidikan diberikan sertifikat
kompetensi sebagai bukti yang bersangkutan memiliki kewenangan untuk
melakukan praktik dalam bidang profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan
tertentu. (5) Peserta uji kompetensi yang berasal dari guru yang sudah
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
45
melaksanakan tugas dalam interval waktu tertentu (10—15) tahun sebagai bentuk
kegiatan penyegaran dan pemutakhiran kembali sesuai dengan tuntutan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta persyaratan dunia kerja. Di samping itu, uji
kompetensi juga diperlukan bagi yang tidak melakukan tugas profesinya sebagai
guru dalam jangka waktu tertentu. Bentuk aktivitas uji kompetensi untuk
kelompok ini adalah dalam kategori resertifikasi. Termasuk dipersyaratkan
mengikuti resertifikasi bagi guru yang ingin menambah kemampuan dan
kewenangan baru (Depdiknas,2004; bandingkan juga dengan Mukadis, 2004).
2.3 Tantangan dan Implikasi Bagi LPTK
Beberapa hal yang telah dikemukakan tentang dimensi profesionalitas
guru, terutama tentang wacana sertifikasi dan resertifikasi kompetensi guru masih
merupakan wacana yang dapat diperdebatkan, dan sering dipandang beberapa
kalangan sebagai isu yang kontroversial, apalagi jika sudah dihadapkan pada
masalah implementasi wacana tersebut secara riil di lapangan. Beberapa
pertanyaan kritis bisa diajukan sebagai berikut. (1) Jika lisensi guru benar-benar
dilakukan secara terbuka yang bisa diikuti oleh semua sarjana baik kependidikan,
mau pun non-kependidikan, bukankah nasib lulusan LPTK semakin suram?
Apakah ini berarti kehancuran total bagi LPTK?, Di pihak lain, jika profesi guru
dibuka begitu saja kepada sarjana nonkependidikan plus program lisensi yang
dilakukan secara terpisah dari bidang studi itu sendiri untuk mendapat lisensi guru
(sertifikasi/akta mengajar), siapa yang menjamin mereka memiliki kompetensi
keguruan yang memadai? Kemampuan profesionalitas guru, misalnya menyangkut
pemahaman dan pengembangan peserta didik, tidak bisa dilakukan secara terpisah
dari anak didik itu sendiri, juga tidak bisa terpisah dari karakteristik bidang studi,
apalagi hanya dengan program sertifikasi dan lisensi dalam waktu singkat. (2)
Siapa yang berwenang menyelenggarakan program lisensi dan sertifikasi guru itu,
apakah badan itu bisa dijamin kredibilitasnya, apakah potensi membuka lahan baru
bagi tindak penyelewengan malah lebih besar, dibandingkan manfaat peningkatan
kualitas profesionalitas guru yang diharapkan? (3) Jika sertifikasi dilakukan oleh
suatu badan nasional, dengan standar nasional pula, bukankan hal ini bertentangan
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
46
dengan semangat otonomi pendidikan? Di samping itu, besar kemungkinan
kompetensi guru yang direkomendasikan di tingkat nasional, belum tentu cocok
atau dibutuhkan di daerah. (4) Jika dilakukan resertifikasi kembali terhadap guruguru sekarang, maka dapat dipastikan, bahwa sebagian guru akan lulus, dan
sebagian guru tidak lulus sehingga harus dilakukan tindakan bagi mereka.
Tindakan pendidikan dan pelatihan kembali akan sangat mahal, baik dari (a) segi
biaya penyelenggaraan, (b) pelaksanaan tugas guru di kelas bisa terabaikan dan
siswa menjadi korban. Terus bagaimana pula nasib guru yang setelah pendidikan
dan pelatihan ternyata belum lulus atau belum memenuhi standar kompetensi yang
diharapkan? (Jumlah ini bisa banyak sekali, karena kecenderungan guru senior
akan bersifat retensif terhadap program ini). Jika diberhentikan, siapkah
pemerintah menggantinya? Atau dianggap lulus saja semua, dan program
resertifikasi menjadi sia-sia?
Tentu banyak pertanyaan yang bisa diajukan dan perdebatan pun masih
bisa dilanjutkan, tetapi yang jelas Depdiknas, dalam hal ini tampaknya telah
mempersiapkan langkah-langkah ke arah implementasi program itu. Hal ini dapat
dilihat misalnya, dari rekomendasi kebijakan yang dikeluarkan oleh Prof. Sukamto
selaku direktur P2TK Dirjen Dikti, juga oleh Ditjen Dikdasmen, Bapak Indrajati
Sidi dalam berbagai kesempatan. Hal konkret menyangkut pola pengembangan
tenaga kependidikan terintegrasi telah dan sedang dilakukan di pusat, yang mereka
sebut sebagai Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan (SPTK), misalnya terdiri
atas (a) pengembangan kurikulum-KBK yang berbasis (standar) kompetensi, (b)
Standar Minimum Laboratorium LPTK, Pengembangan Staf, PTK, RII, (c)
Standar Kompetensi Guru Pemula (Standar Kompetensi Lulusan LPTK), Pedoman
Sertifikasi Kompetensi, dan lain sebagainya.
Terlepas dari kenyataan bahwa beragamnya pemahaman tentang dimensi
kompetensi profesional guru, serta adanya kontroversi berkaitan dengan wacana
program sertifikasi dan resertifikasi kompetensi guru di Indonesia, perlu kiranya
disepakati bahwa segala wacana reformasi yang mengarah pada perbaikan kualitas
profesionalitas guru perlu didukung dengan penuh. Untuk itu, LPTK sebagai
lembaga “pencetak“ guru harus memandang wacana ini sebagai tantangan untuk
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
47
bergegas menjemput bola perubahan itu, misalnya dengan melakukan konsulidasi
dan penataan manajemen peningkatan mutu dan relevansi terhadap semua program
pendidikan guru yang dimilikinya, dari tingkat jurusan sampai dengan tingkat
lembaga yang melibatkan semua unit dan staf pimpinan dengan satu tujuan, yaitu
membangun LPTK yang dapat menghasilkan tenaga kependidikan yang mampu
menghadapi dan memenangkan persaingan yang semakin ketat di masa datang,
terutama persaingan yang berkaitan dengan program sertifikasi kompetensi
keguruan. LPTK perlu bergegas untuk menyusun profil standar kompetensi
lulusannya, yang bersifat dinamik,
sebagai pedoman bersama dalam
mengembangkan segala aktivitas instruksional yang mengacu pada peningkatan
daya saing lulusannya. Adanya pemahaman bersama tentang standar kompetensi
lulusan guru akan memberikan manfaat dalam (1) pengembangan kurikulum
program studi/jurusan, (2) penyediaan sarana dan prasarana pendukung
perkuliahan, dan (3) pemberian izasah atau sertifikat kompetensi.
3. Penutup
Hal itu disepakati, bahwa reformasi pendidikan harus menyentuh reformasi
pendidikan guru, karena guru memegang peran sentral dalam seluruh rangkaian
pendidikan. Dapat pula dipahami bahwa reformasi pendidikan guru harus tertuju
pada usaha untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugastugasnya. Namun, pemahaman tentang profesionalisme guru dan indikatornya
sangat beragam. Wacana tentang program sertifikasi dan resertifikasi kompetensi
guru dalam rangka meningkatkan profesionalitas kinerja guru, masih
kontroversial. Apalagi jika wacana tersebut dihadapkan dengan masalah-masalah
realitas yang dihadapi guru-guru di Indonesia, seperti masalah kekurangan guru,
tidak meratanya penyebaran guru, kurangnya sarana pendukung aktivitas guru di
kelas, serta rendahnya penghargaan dan gaji guru, dan sebagainya.
Walaupun demikian, sikap positif tetap perlu dikembangkan untuk
mendukung setiap usaha peningkatan profesionalisme guru. LPTK sebagai
pendidik guru, misalnya dapat meletakkan dasar awal, dengan selalu memacu
inovasi-inovasi yang mengarah kepada peningkatan kompetensi calon-calon guru,
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
48
misalnya dengan (1) mengembangkan silabus perkuliahan yang memberikan bobot
berimbang antara teori dan praktik, yang berorintasi pada pencapaian standar
kompetensi guru yang berkualitas; (2) merumuskan indikator-indikator secara
jelas dan terukur yang mencerminkan pencapaian standar kompetensi lulusan
calon guru tersebut; (3) mengembangkan sistem asesmen dan evaluasi yang
sistematik untuk mengukur pencapaian kompetensi yaitu pencapaian standar
kompetensi lulusan calon guru; (4) memperkenalkan mahasiswa calon guru
secara dini dan berkelanjutan terhadap dinamika kehidupan peserta didik dan
budaya sekolah; (5) memanfaatkan hasil-hasil penelitian, dan kajian konseptual
inovatif untuk meningkatkan kualitas perkuliahan, dengan mencermati atau
mengadopsi berbagai isu inovasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi,
misalnya mengembangkan model-model perkuliahan inovatif yang berbasis
aktvitas mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2002. Pola Kebijakan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Jakarta: P2TK Ditjen Dikti.
Depdiknas. 2004. Draft Naskah Akademik Sertifikasi Kompetensi Pendidik dan
Tenaga Kependidikan. Jakarta: P2TK Ditjen Dikti.
Depdiknas.2004. Draf Standar Kompetensi Lulusan PGSMP/SMA. Jakarta: P2TK
Ditjen Dikti.
Depdiknas.2004. Standarisasi Kompetensi Guru. Tersedia
http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/index-tendik.htm.
online
pada:
Depdiknas.2004. Pengembangan Profesi Guru SMK. Tersedia online pada
http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/index-tendik.htm.
Depdiknas.2004. Peningkatan Kemampuan Profesional dan Kesejahteraan Guru.
Tersedia online pada di http://www.depdiknas.go.id/sikep/Issue/
SENTRA1/F31.html.
Depdiknas.2004. Pengendalian Tenaga Kependidikan. Tersedia online pada:
http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/index-tendik.htm.
DIKTI, (2003). Higher Education Long Term Strategy.
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
ISSN 0215 - 8250
49
Marsh.Collin, 1996. Handbook for Beginning Teachers. Sydney: Longman
Mendiknas, 1998. Keputusan Meneri Pendidikan dan kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 013/U/1998, Tentang Program Pembentukan
Kemampuan Mengajar.
Mukadis, A. 2004. Standar dan Sertifikasi Kompetensi Representasi Penjaminan
Mutu Profesionalisme Guru di Indonesia pada Abad Pengetahuan.
Makalah pada Konaspi V Surabaya.
Presiden Republik Indonesia, 2003. Undang Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sudarsono, F.X. 2004.
Penjaminan Kualitas Guru Melalui Sertifikasi,
Resertifikasi dan Lisensi, makalah pada Konaspi V Surabaya.
Sukamto, 2004. Pengembangan Sistem Penilaian Sertikasi Guru.
UNESCO. 1997. Training of Teacher / Trainers in Technical and Vocational
Education Section for Technical and Vocational Education.
____ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVII Desember 2004
Download