tinjauan pustaka

advertisement
5
TINJAUAN PUSTAKA
New Tank Syndrome
New tank syndrome biasanya terjadi pada akuarium, yang umum
digunakan sebagai wadah budidaya untuk ikan hias. Hal ini yang membuat istilah
new tank syndrome lebih dikenal pada budidaya ikan hias. New tank syndrome
adalah sindrom yang digambarkan dengan kematian ikan yang terjadi secara
massal pada wadah yang baru digunakan karena belum sepenuhnya mapan (not
yet fully cycled), sementara akumulasi ammonia di wadah tersebut mencapai
konsentrasi yang mematikan bagi ikan.
Umumnya new tank syndrome terjadi pada kepadatan ikan yang tinggi
yang menggunakan wadah budidaya yang baru, tanpa ada indikasi serangan
penyakit dan terjadi walaupun kadar oksigen dalam perairan cukup. Ketiadaan
koloni bakteri nitrifikasi membuat konsentrasi ammonia (yang terutama
diekskresikan oleh ikan) meningkat ke level toksik. Namun new tank syndrome ini
dapat pula terjadi pada wadah yang telah lama digunakan. Selain karena ketiadaan
bakteri nitrifikasi, juga akibat dari pemberian pakan yang berlebih atau kepadatan
ikan yang sangat tinggi.
Ammonia dalam budidaya perikanan terutama berasal dari limbah
metabolisme yang diekskresikan oleh ikan. Ammonia yang bersifat toksik berasal
dari bentuk yang tidak terionisasi (NH3). Spotte (1970) menyatakan ammonia
yang tidak terionisasi (NH3) yang tampaknya menjadi racun bagi organisme
perairan. Hal ini dimungkinkan karena NH3 dapat melewati jaringan penghalang
(tissue barriers). Pada saat pH perairan lebih tinggi dari pH dari cairan
intraseluler (dalam darah), jaringan dengan pH yang lebih rendah (dimana
konsentrasi ion H+ lebih banyak) menarik NH3.
Tingkat toksisitas ammonia terutama dipengaruhi oleh pH dan oksigen
terlarut (Spotte, 1970). Pada perairan dengan pH yang lebih tinggi, jumlah
ammonia (NH3) yang terdapat pada perairan itu juga cenderung lebih tinggi. Pada
saat konsentrasi NH3 air meningkat, aliran NH3 dari sel epithelium insang dapat
terbalik (Lovell 1989). Selanjutnya nitrogen ammonia akan diikat oleh
hemoglobin darah dan akan menjadi racun, serta dapat mengganggu
keseimbangan metabolisme ikan.
6
Merkens dan Downing (1957) melakukan penelitian terhadap ikan air
tawar dalam rangka menguji hubungan toksisitas ammonia dengan kandungan
oksigen terlarut. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan toksisitas
ammonia seiring dengan menurunnya kandungan oksigen terlarut di air.
Durborow et al. (1997) menyatakan kadar oksigen terlarut yang tinggi dapat
meningkatkan aktivitas bakteri aerobik sehingga berdampak terhadap penurunan
kadar TAN di perairan. Hal ini juga diperkuat oleh Camargo dan Alonso (2006)
yang menyatakan reduksi nilai oksigen terlarut di perairan dapat meningkatkan
resiko ikan terhadap toksisitas ammonia.
Bakteri Nitrifikasi
Nitrifikasi merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat
yang dilakukan oleh bakteri AOB (ammonia oxidizing bacteria) dan NOB (nitrite
oxidizing bacteria). Kedua kelompok bakteri ini secara umum digolongkan
sebagai bakteri kemoautotrof, karena kemampuannya memanfaatkan energi dari
bahan anorganik (Hagopian dan Riley, 1998).
Tahapan proses nitrifikasi (Boyd, 1979), digambarkan sebagai berikut :
NH4+ + 1,5O2
NO2- + 2H+ + H2O (1)
NO2- + 0,5O2
NO3-
NH4+ + 2O2
NO3- + 2H+ + H2O (keseluruhan tahapan)
(2)
Tahap pertama disebut nitritation (Rheinheimer, 1991) yang dilakukan oleh
bakteri AOB dan tahap kedua disebut nitratation (Rheinheimer, 1991) oleh
bakteri NOB. Organisme ini, membutuhkan substrat anorganik (NH4 dan NO2)
sebagai sumber energi dan menggunakan karbon dioksida sebagai sumber
karbonnya (Spotte, 1970; Boyd, 1979). Hasil dari metabolisme AOB adalah nitrit,
dan hasil dari metabolisme NOB adalah nitrat.
Avnimelech (2009) menyatakan proses nitrifikasi dipengaruhi oleh
beragam parameter, diantaranya adalah konsentrasi oksigen terlarut. Jika
konsentrasi oksigen berkurang, NH4 masih dapat dioksidasi, namun NO2 dapat
terakumulasi di perairan. Hal ini biasanya terjadi ketika aerasi berjalan tidak
efisien. Selain itu, rendahnya konsentrasi oksigen dapat pula menyebabkan
terbentuknya N2O pada tahap nitritation (Rheinheimer, 1991).
7
Ammonium klorida dan Sodium nitrit
Ammonium klorida (NH4Cl) adalah garam yang tidak berwarna dan
mudah larut dalam air. Ammonium klorida merupakan bahan anorganik yang
dapat dijadikan sumber energi bagi bakteri nitrifikasi. Di dunia pertanian,
ammonium klorida merupakan sumber nitrogen dalam pupuk. Sodium nitrit
merupakan bahan anorganik dengan rumus kimia NaNO2. Warnanya putih hingga
kekuningan dan mudah larut dalam air. Selain itu, bahan ini bersifat higroskopik.
Sebagai bahan anorganik, ammonium klorida dan sodium nitrit dapat
digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri nitrifikasi kemoautotrof. Bakteri
kemotrof mendapatkan sumber energinya dari oksidasi senyawa anorganik
(Pelczar dan Chan, 2008). Dwidjoseputro (2010) dan Boyd (1979) menyatakan
bahwa kebutuhan bakteri nitrifikasi akan nitrogen diperoleh dari ion-ion NH4 dan
NO2.
Download