mode industri - IPB Repository

advertisement
RANCANG BANGUN MODEL
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN CERDAS
UNTUK SISTEM RANTAI PASOKAN BERAS
DI PROPINSI DKI JAKARTA
DADANG SURJASA
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :
RANCANG BANGUN MODEL SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN
CERDAS UNTUK SISTEM RANTAI PASOKAN BERAS DI PROPINSI
DKI JAKARTA
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
dari disertasi ini.
Bogor,
Agustus 2011
Dadang Surjasa
F 361 040 101
ABSTRACT
DADANG SURJASA. Model Design of Intelligent Decision Support System for
Rice Supply Chain System in DKI Jakarta Province. Guided by E. GUMBIRA
SA`ID, BUSTANUL ARIFIN, SUKARDI.
DKI Jakarta is the region which has a very large population but it is not
supported directly by rice field area that can meet the needs of rice for its
population. Cipinang rice market center (PIBC) managed by PT. Food Station
Tjipinang Jaya (FSTJ) is expected to be a party that can manage and control the
rice for food security, especially in the Jakarta area. There are several important
aspects to be considered by FSTJ in regulating and controlling food security.
These aspects are the supply of rice, rice price, rice supplier selection,
transportation and distribution aspects of rice as well as the performance aspect
of the rice supply chain.
The purpose of this study was to develop a model of intelligent decision
support system for rice supply chain that covers all these aspects effectively and ef
ficiently. There were several methods used in this study. Artificial neural network
was used to analyze aspects of the supply and price of rice, TOPSIS was
used to analyze the rice suppliers selection, simulated annealing was
used
to
analyze
the
distribution
and
transportation
of
rice and fuzzy inference system was used to analyze the performance of the
rice supply chain.
Analysis results showed that the accuracy of forecasting models to
forecast the supply of rice and to forecast rice prices have reached more than 90
percent. Rice supplier selection model is effectively able to sort the suppliers of
rice based on predetermined criteria. Transportation and distribution model has
effectively been able to make the shortest route to distribute the rice. This
model also has been able to make the sequence assignment
of vehicles to deliver the rice to its customers. Finally, the rice supply chain
performance model also effectively has been able to measure the performance of
supply chain that accommodates the input factors.
According to the results of analysis and experts opinion, there
were advantages and disadvantages of the model produced, but they can
be verified and they were also valid.
Keywords : Model, Intelligence Decision Support System, Rice, Supply Chain,
DKI Jakarta.
RINGKASAN
DADANG SURJASA. Rancang Bangun Model Sistem Pendukung Keputusan
Cerdas Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Propinsi DKI Jakarta. Dibimbing
oleh E. GUMBIRA SA`ID, BUSTANUL ARIFIN, SUKARDI.
DKI Jakarta adalah kota metropolitan yang memiliki jumlah penduduk
sangat besar tetapi tidak ditopang langsung oleh kemampuan daerah tersebut
dalam menghasilkan komoditas beras yang dapat memenuhi kebutuhan pangan
penduduknya. Keadaan tersebut membuat Pemerintah Daerah (Pemda) DKI
Jakarta harus selalu mengupayakan ketahanan pangan baik dari faktor kecukupan
pasokan beras maupun dari faktor harga beras yang stabil. Untuk itu Pemda DKI
Jakarta menugaskan PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) sebagai badan
hukum yang dapat mengatur dan menjaga ketahanan pangan, khususnya untuk
komoditas beras di wilayah DKI Jakarta.
FSTJ mencoba mewujudkan keinginan Pemda DKI Jakarta tersebut
melalui usaha yang dilakukan dengan cara mengkoordinir para pengusaha beras
yang berada di area pasar induk beras Cipinang (PIBC). Koordinasi FSTJ
terhadap para pengusaha beras di PIBC meliputi koordinasi dari sisi pasokan beras
maupun dari sisi harga beras. Dari sisi pasokan beras, FSTJ diharapkan dapat
mengatur kecukupan pasokan beras bagi warga penduduk DKI Jakarta dalam
memenuhi kebutuhan pangan setiap hari dan dari sisi harga beras, FSTJ
diharapkan dapat menjaga stabilitas harga beras sehingga warga penduduk DKI
Jakarta dapat memperoleh beras tersebut dengan harga yang terjangkau. Dalam
kondisi ketika pasokan beras yang masuk ke wilayah DKI Jakarta kurang atau
ketika harga beras melonjak di atas daya beli warga masyarakat, maka FSTJ
meminta bantuan badan urusan logistik (BULOG) DKI Jakarta untuk melakukan
operasi pasar beras supaya pasokan beras tercukupi atau harga beras dapat
terjangkau kembali oleh warga masyarakat DKI Jakarta.
Untuk menjaga pasokan beras yang dapat mencukupi kebutuhan warga
masyarakat DKI Jakarta dan dengan harga beras yang stabil, FSTJ perlu
melakukan prakiraan pasokan maupun prakiraan harga beras setiap waktu. Terkait
dengan jumlah pasokan beras, FSTJ perlu mengkoordinir para pengusaha beras di
PIBC agar selalu melakukan proses pengadaan beras secara efektif dan efisien
dari para pemasok beras. Terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan warga
masyarakat DKI Jakarta terhadap beras tersebut, FSTJ juga perlu mengkoordinir
para pengusaha beras di PIBC agar selalu dapat menyalurkan beras ke para
distributornya di seluruh wilayah DKI Jakarta secara efektif dan efisien. Terkait
dengan kinerja, FSTJ perlu memiliki ukuran kinerja yang dapat memonitor dan
mengevaluasi kinerja rantai pasokan berasnya setiap waktu.
Dari permasalahan perberasan di DKI Jakarta tersebut, terdapat beberapa
aspek penting yang perlu dikaji lebih lanjut khususnya yang berhubungan dengan
masalah rantai pasokan beras di Provinsi DKI Jakarta. Adapun aspek-aspek
penting yang diteliti tersebut adalah aspek pasokan beras, aspek harga beras,
aspek pemilihan pemasok beras, aspek distribusi dan transportasi beras serta aspek
kinerja rantai pasokan beras.
Sehubungan dengan permasalahan perberasan di Provinsi DKI Jakarta
tersebut, penelitian ini memiliki tujuan untuk menghasilkan model sistem
pendukung keputusan untuk rantai pasokan beras yang efektif dan efisien yang
mencakup model prakiraan pasokan beras, model prakiraan harga beras, model
pemilihan pemasok beras, model distribusi dan transportasi beras serta model
kinerja rantai pasok beras. Model dibangun melalui model konseptual yang
selanjutnya dikembangkan menjadi program komputasi dengan menerapkan tiga
buah metode artificial intelligence (AI) dan satu buah metode analitik. Metode AI
yang dipergunakan adalah metode jaringan syaraf tiruan (JST) untuk subsistem
prakiraan pasokan dan harga beras, metode simulated annealing untuk subsistem
distribusi dan transportasi beras dan metode fuzzy inference system (FIS) untuk
subsistem kinerja rantai pasokan beras, sedangkan metode analitik yang
dipergunakan adalah metode technique for order preference by similarity to ideal
solution (TOPSIS) untuk subsistem pemilihan pemasok beras.
Model dari subsistem yang pertama adalah model prakiraan pasokan beras
dan prakiraan harga beras yang dikembangkan dengan menggunakan metode
jaringan syaraf tiruan (JST). Data pasokan beras maupun data harga beras
diperoleh dari database FSTJ. Hasil prakiraan dari pasokan beras yang masuk ke
wilayah DKI Jakarta selanjutnya dibandingkan dengan kebutuhan beras dari
penduduk DKI Jakarta pada suatu waktu. Dari hasil perbandingan tersebut dapat
dinyatakan suatu peringatan dini (early warning system) yang menyatakan apakah
pasokan beras ke wilayah DKI Jakarta pada suatu waktu tersebut dalam kondisi
aman atau pasokan beras harus diwaspadai atau pasokan beras dalam kondisi
rawan. Demikian pula dengan hasil prakiraan dari harga beras pada suatu waktu
selanjutnya dibandingkan dengan harga beras rata-rata empat periode sebelumnya.
Hasil dari perbandingan tersebut juga berupa suatu peringatan dini apakah harga
beras di wilayah DKI Jakarta pada suatu waktu itu masuk ke dalam kondisi harga
beras aman atau harga beras harus diwaspadai atau masuk ke dalam kondisi harga
beras rawan. Dengan informasi peringatan dini tersebut, pihak yang
berkepentingan seperti FSTJ dapat melakukan antisipasi apabila prakiraan
pasokan maupun harga beras berada dalam kondisi rawan. Apabila prakiraan
pasokan beras maupun harga beras menunjukkan kondisi rawan, maka FSTJ
selanjutnya dapat menghubungi pihak Badan Urusan Logistik (BULOG) DKI
Jakarta untuk meminta agar dilakukan operasi pasar.
Model dari subsistem yang ke dua adalah model pemilihan pemasok beras.
Model tersebut dirancang untuk mendapatkan pemasok beras terpilih yang
memenuhi kriteria yang ditentukan oleh para pelaku usaha perberasan di PIBC.
Model dikembangkan dengan menggunakan metode TOPSIS. Metode TOPSIS
adalah salah satu metode yang dapat menyelesaikan persoalan multy criteria
decision making (MCDM). Input untuk model tersebut dapat berbentuk kuantitatif
maupun kualitatif. Input yang dipergunakan tersebut berupa jumlah alternatif dari
berbagai daerah yang memasok beras ke PIBC dan berbagai kriteria perberasan
baik kriteria dari pemasok beras maupun kriteria dari komoditas beras itu sendiri.
Hasil dari model tersebut adalah urutan peringkat pemasok beras dari peringat
pertama sampai peringkat terakhir yang sudah mempertimbangkan berbagai
kriteria perberasan tersebut. Dengan hasil urutan peringkat pemasok beras ini,
para pelaku usaha perberasan di PIBC dapat mengambil keputusan, beras dari
daerah mana saja yang dapat diambil untuk menjadi komoditas usahanya.
Model dari subsistem yang ke tiga yaitu model distribusi dan transportasi
beras yang dikembangkan dengan menggunakan metode simulated annealing.
Input untuk model pada subsistem distribusi dan transportasi beras tersebut adalah
jarak antar pelanggan yang merupakan distributor beras di seluruh wilayah DKI
Jakarta, banyaknya permintaan beras dari pasar tersebut serta kendaraan dan bobot
kendaraan yang dipergunakan. Hasil dari model tersebut adalah rute terpendek
dan banyaknya kendaraan yang dipergunakan untuk menyalurkan beras tersebut
ke pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta. Dengan hasil tersebut, para pelaku
perberasan dapat menyalurkan sejumlah beras ke berbagai pasar beras dengan
menggunakan jumlah kendaraan yang tepat dan dengan rute terpendek. Dengan
demikian para pelaku perberasan di PIBC khususnya dapat menyalurkan beras
tersebut dengan biaya transportasi yang lebih efisien.
Model subsistem ke empat yaitu model kinerja rantai pasokan beras.
Model tersebut diperoleh dengan menggunakan metode fuzzy inference system
(FIS). Input untuk model tersebut terdiri dari tiga subsistem sebelumnya yaitu
subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras
dan subsistem distribusi dan transportasi beras. Hasil dari model tersebut adalah
ukuran kinerja dari rantai pasokan beras. Dengan hasil tersebut, para pelaku usaha
perberasan di PIBC khususnya dapat mengukur kinerja rantai pasokannya apakah
masuk ke dalam kategori baik, cukup baik atau tidak baik. Dengan adanya ukuran
kinerja tersebut, para pelaku perberasan di PIBC dapat juga mengantisipasi apa
yang harus dipersiapkan dan dilakukan supaya kinerja rantai pasokannya di masa
mendatang lebih baik dari pada kinerja saat ini. Semua model dari ke empat
subsistem yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi kriteria efektifitas
dan efisiensi juga telah memenuhi prosedur verifikasi dan validasi, sehingga
semua model yang dihasilkan dapat diverifikasi (verified) dan valid.
Kata Kunci : Sistem Pendukung Keputusan, Rantai Pasokan, Jaringan Syaraf
Tiruan, TOPSIS, Simulated Annealing, Fuzzy Inference System,
Kinerja Rantai Pasokan Beras, DKI Jakarta.
.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
RANCANG BANGUN MODEL
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN CERDAS
UNTUK SISTEM RANTAI PASOKAN BERAS
DI PROVINSI DKI JAKARTA
DADANG SURJASA
Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Doktor
Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Marimin
2. Dr. Ir. Sri Hartoyo
Penguji Pada Ujian Terbuka :
1. Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE.
2. Prof. Dr. M. Husein Sawit, MSc.
Judul Disertasi
: Rancang Bangun Model Sistem Penunjang Keputusan
Cerdas Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Provinsi
DKI Jakarta
Nama
: Dadang Surjasa
No. Mahasiswa
: F 361 040 101
Program Studi
: Teknologi Industri Pertanian
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa`id, MA. Dev.
Ketua
Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MSc.
Anggota
Dr. Ir. Sukardi, MM.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Machfud
Tanggal Ujian : 15 Agustus 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
Tanggal Lulus :
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia Nya yang telah diberikan, sehingga disertasi yang berjudul Rancang
Bangun Model Sistem Pendukung Keputusan Cerdas Untuk Sistem Rantai
Pasokan Beras di Propinsi DKI Jakarta ini berhasil diselesaikan. Penulis sangat
menyadari penelitian dan penulisan disertasi pada program studi Teknologi
Industri Pertanian (TIP) di IPB ini tidak akan pernah dapat diselesaikan dengan
baik dan tuntas apabila tidak dibimbing dan tidak didukung oleh berbagai pihak
baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih yang sangat mendalam kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa`id, MA. Dev., Bapak Prof. Dr. Ir. Bustanul
Arifin, MSc. dan Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM., atas semua bimbingan, arahan,
semangat, motivasi dan petunjuk yang telah banyak diberikan kepada penulis.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. T. Yuri M. Zagloel, Bapak Dr. Ir. Tomy Perdana, Bapak
Dr. Ir. Rika A. Hadiguna, Bapak Setijadi, ST, MT, Bapak Drs. Nellys Sukidi,
MM., Bapak Suminta, SE., Bapak Dodiek Ary Setyono, MSc., Ibu Nurul
Shantiwardani, SE. serta Bapak Ayong Suherman Dinata, yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan menjadi responden pada
penelitian ini.
3.
Bapak Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Syamil,
Bapak Prof. Dr. Ir. Nyoman Pujawan, Bapak Prof. Dr. M. Husein Sawit,
Bapak Dr. Ir. Taufik Djatna, Bapak Dr. Ir. Suprayogi, Ibu Dr. Ir. Docki
Saraswati, Ibu Dr. Ir. Didien Suhardini, Ibu Dr. Ir. Tiena G. Amran, Ibu Ir.
Dewi Cokorda, MM., Bapak Dr. Parwadi, Bapak Dr. Nofrisel, Bapak Dr. Ir.
Acep R. Jayaprawira, Bapak Dr. Suharjito, serta Bapak Ir. Alexie Herryandie
MT., yang telah memberi inspirasi tersendiri dalam penulisan disertasi ini.
4.
Ibu Dr. Pudji Astuti, MT., Ibu Ir. Triwulandari, MM., Ibu Ir. Dorina Hetharia,
MSc., Ibu Ir. Nora Azmi, MT., Bapak Ir. Sucipto Adisuwiryo, MM., Bapak
Ir. Andri Bagio, MT., Bapak Ir. Wawan Kurniawan, MT., Bapak Dedy
Sugiarto, SSi., MM., Ibu Ir. Iveline A. Marie, MT. serta Ibu Rina Fitriana,
ST., MM., selaku rekan seperjuangan pada Program Pascasarjana S3 TIP IPB.
5.
Seluruh rekan dosen dan staf pada Program Studi Teknik Industri di
Universitas Trisakti yang telah banyak memberikan dukungan, do’a dan
motivasi guna penyelesaian disertasi ini.
6.
Saudara kami Ibu Prof. Dr. Tiktik Sartika, Ibu Dra. Sri Wahyuni, MM. dan
keluarga, Bapak Ir. Syarif Hidayat, M.Eng Sc. MM., Bapak Budi Handaru,
Bapak Pitoyo dan keluarga, Bapak Ir. Idrus Kadir, SE. beserta Dina Indriyani
Nasution yang selalu mengikuti perkembangan dan turut berdo’a untuk
kelulusan saya pada program S3 ini.
7.
Sahabat setia Puthut Wibowo, ST., Roynaldo, ST., Rizky M. Sampurno, ST.
dan Muhammad Abrar yang telah menjadi teman diskusi dalam
menyelesaikan program komputasi yang banyak memakan waktu.
8.
Istri tercinta Tita Puspitasari, SSi. MSi., beserta semua anak-anak tersayang
Muhammad Zuhudi Suryasa, Maharani Afifah Putri Suryasa, Mahatma
Ridwan Suryasa dan Nisrina Marwa Putri Suryasa yang telah sabar dan
ikhlas mengijinkan suami dan ayahnya guna menyelesaikan program S3 TIP
di IPB ini.
9.
Yang tersayang dan tercinta, ayahanda Dadang Raisan (Alm.), Ibunda Siti
Djumiradj, Bapak H. Arim Muhali, SH., Ibu Hj. Etty Herliati beserta seluruh
adik, kakak dan adik ipar, Tedi Permadi, SS. MS., Rosita, SSi., Lina Marlina,
S.Pd., Nia Ratnaningsih, Purnama, SPd., Firman, SSi., Sri Pupung, ST., Oom
Komalasari dan Iwa Kustiwa, SH.
yang telah mendoakan dan mendukung
penulis guna menyelesaikan Program Doktor di TIP IPB ini.
10. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian studi
Program Doktor ini.
Semoga semua kebaikan dan kebajikan dibalas oleh Allah SWT. Penulis
menyadari kemungkinan masih ada kekurangan pada penulisan disertasi ini
sehingga penulis mengundang kritik dan saran yang membangun. Semoga
disertasi ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Bogor,
Agustus 2011
Dadang Surjasa
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada 27 Juni 1968 dari orang tua yang
bernama Dadang Raisan (Alm.) dan Siti Djumiradj. Penulis adalah anak pertama
dari tujuh bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Babakan
Surabaya X Bandung dan lulus tahun 1981, pendidikan tingkat menengah pertama
di SMPN 4 Bandung dan lulus tahun 1984 serta pendidikan tingkat menengah atas
di SMAN 3 Bandung dan lulus tahun 1987. Penulis lulus dari program sarjana
(S1) dari Jurusan Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1993.
Selanjutnya penulis menyelesaikan program Pascasarjana (S2) pada Program
Studi Teknik dan Manajemen Industri di Universitas Indonesia (UI) dan lulus
pada tahun 1998, sedangkan Program Pascasarjana (S3) diselesaikan oleh penulis
pada tahun 2011 dari Program Studi Teknologi Industri Pertanian di Institut
Pertanian Bogor (IPB).
Sejak tahun 2001, penulis bekerja sebagai dosen tetap pada Program Studi
Teknik Industri Universitas Trisakti dan sejak awal mengampu mata kuliah
Aljabar Linier, Metode Numerik, Kalkulus, Manajemen Logistik dan Manajemen
Rantai Pasokan. Saat ini penulis juga tercatat sebagai pengajar pada Program
Pascasarjana di Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti untuk mata kuliah
Manajemen Rantai Pasokan. Penulis juga pernah menjadi dosen tidak tetap pada
Program Pascasarjana Institut Teknologi Bisnis Kalbe untuk mata kuliah Metode
Kuantitatif Untuk Bisnis serta pernah menjadi dosen tidak tetap pada mata kuliah
Aljabar Linear pada Program Studi Teknik Industri Universitas Indonesia.
Sebelumnya penulis pernah bekerja di PT. Lucky Indah Keramik yang
menghasilkan produk keramik (tableware) dan pernah bekerja di EAN Indonesia
yang menghasilkan barcode untuk penomoran produk.
Penulis dengan arahan dan bantuan pembimbing telah mempublikasikan
tiga buah makalah yang merupakan bagian dari disertasi dalam seminar
internasional dan jurnal nasional. Publikasi ke tiga makalah tersebut adalah :
1. Surjasa, D., E. Gumbira-Sa`id. 2009. Model Design of Intelligent Decision
Support System For Supply Chain Management Of Rice In Indonesia (Case
Study at DKI Jakarta Province). Proceeding of 3rd International Seminar On
Industrial Engineering And Management (3rd ISIEM). Bali, Dec. 10 - 11.
2. Surjasa, D., E. Gumbira-Sa’id, B. Arifin, Sukardi. 2011. Rancang Bangun
Model Prakiraan dan Peringatan Dini Untuk Pasokan dan Harga Beras di
Propinsi DKI Jakarta Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal Teknik
Industri Universitas Trisakti. Volume 1 No 3. November. ISSN 1411-6340.
3. Surjasa, D., E. Gumbira-Sa’id, B. Arifin, Sukardi. 2011. Analisis Rantai
Pasokan Beras dan Rancang Bangun Model Pemilihan Pemasok Beras di
Propinsi DKI Jakarta. Jurnal Ilmiah Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin
Universitas Tarumanagara. Volume 1 No 2. November.
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Tabel ……………………………………………………………….
xviii
Daftar Gambar …………………………………………………………….
xx
Daftar Lampiran …………………………………………………………...
xxiii
Daftar Istilah ……………………………………………………………….
xxv
Bab I
Bab II
PENDAHULUAN …………………………………...................
1
1.1 Latar Belakang ………………………………………...........
1
1.2 Permasalahan Perberasan Nasional ………………………...
3
1.2.1 Masalah Harga Beras …………………………………
3
1.2.2 Masalah Non Harga Beras …………………………...
5
1.3 Perumusan Masalah Perberasan di Provinsi DKI Jakarta .....
7
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................
9
1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………….
9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ……………………………….....
10
TINJAUAN PUSTAKA …..………………………....................
13
2.1 Profil Beras Sebagai Komoditas Strategis ………..………...
13
2.2 Kondisi Perberasan Dunia ……..…………………………...
15
2.3 Kondisi Perberasan Nasional …………………...…………..
16
2.4 Kondisi Perberasan di Provinsi DKI Jakarta………………..
23
2.5 Manajemen Logistik ……………………………..…………
26
2.6 SCM (Supply Chain Management) ….……………………..
30
2.7 Pendekatan Sistem …………………………………………
32
2.8 Modal Sosial (Social Capital) ……………………………...
33
2.9 Definisi Prakiraan (Forecasting Definition) ..……………...
34
2.10 Pemilihan Pemasok (Supplier Selection) …………...…….
35
2.11 IDSS (Intelligent Decision Support System) ……..……….
36
2.12 Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) ……..
40
xv
Halaman
2.13 TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to
Ideal Solution) …………………………….………………
47
2.14 VRP (Vehicle Routing Problem) ………………………….
49
2.15 Simulated Annealing ……………………………………...
52
2.16 FIS (Fuzzy Inference System) ……………………………..
53
2.17 Posisi Penelitian Terhadap Penelitian Terdahulu …………
54
2.17.1 Penerapan Artificial Intelligent Pada Rantai
55
Pasokan …………………………….....……………
2.17.2 Penelitian Terdahulu Tentang Rantai Pasokan
57
Perberasan ………………………………………….
2.17.3 Penelitian Terdahulu Tentang IDSS Pada Rantai
Bab III
Pasokan ……………………..……………………...
57
2.18 Gambaran Umum PIBC dan FSTJ ………………………..
59
METODE PENELITIAN ….………………………...................
69
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ……..…………
69
3.2 Bagan Alir Dari Metode Yang Digunakan Dalam
Bab IV
Penelitian ……..……………………………………………
71
3.3 Pengumpulan dan Metode Analisis Data ……..……………
79
3.4 Konfigurasi Model IDSS Pada SCM Beras ………………...
80
RANCANG BANGUN MODEL PENELITIAN …...................
83
4.1 Subsistem Prakiraan Pasokan dan Harga Beras …..………..
84
4.2 Subsistem Pemilihan Pemasok Beras ……….……………..
96
4.3 Subsistem Distribusi dan Transportasi Beras ....……………
98
4.4 Subsistem Kinerja Rantai Pasokan Beras …………..............
100
4.5 Model Matematika Kinerja Rantai Pasokan Beras di
DKI Jakarta ............................................................................ 104
xvi
xvi
Halaman
Bab V
Bab VI
HASIL DAN PEMBAHASAN MODEL PENELITIAN ............ 107
5.1 Subsistem Prakiraan Pasokan dan Harga Beras …..………..
112
5.2 Subsistem Pemilihan Pemasok Beras ……….……………..
115
5.3 Subsistem Distribusi dan Transportasi Beras ....……………
118
5.4 Subsistem Kinerja Rantai Pasokan Beras …………..............
126
5.5 Model Sistem Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta ............
130
5.5.1 Rasionalitas Pemilihan Metode Dalam
Pengembangan Model ……………………………..
5.5.2 Penilaian Pakar Terhadap Model yang Dihasilkan ..
131
136
5.5.3 Proses Verifikasi dan Validasi Pada Model Yang
Dihasilkan …..……………………………………...
142
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………...................
145
6.1 Kesimpulan ………………………………………………… 145
6.2 Saran ………………………………………………………..
146
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………......
147
DAFTAR LAMPIRAN ……..…………………………………………......
163
xvii
xvii
xviii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1
Jenis Penggilingan Padi di Indonesia (Tahun 2002) …........
6
Tabel 2
Produksi Beras Dunia Tahun 2005 – 2008 ………….…......
15
Tabel 3
Perkembangan Impor Beras Dunia Tahun 2001 – 2004 ......
15
Tabel 4
Perkembangan Impor Beras Dunia Tahun 2005 – 2008 ......
16
Tabel 5
Data Perberasan Nasional 2004 – 2010 ……………………
16
Tabel 6
Produksi Padi 2006 – 2010 Menurut Propinsi ……………..
17
Tabel 7
Persyaratan Khusus Mutu Beras (SNI 01-6128-1999) …….
18
Tabel 8
Distribusi Beras Dari PIBC ke Luar PIBC, 2005 – 2009 .....
26
Tabel 9
Perbandingan Prakiraan Antara Metode JST dan Regresi ...
45
Tabel 10
Penelitian Terdahulu Mengenai Penerapan AI Pada Rantai
Pasokan …………………………………………………….
56
Tabel 11
Penelitian Terdahulu Tentang Rantai Pasokan Perberasan ..
58
Tabel 12
Penelitian Terdahulu Tentang IDSS Pada Rantai Pasokan ..
60
Tabel 13
Daftar Pemegang Saham PT. Food Statiun Tjipinang Jaya..
62
Tabel 14
Jumlah Tenaga Kerja FSTJ Berdasarkan Pendidikan ..........
67
Tabel 15
Model Penelitian, Jenis Data, Sumber Data dan Metode
Analisis Data ………………………………………………
Tabel 16
Pemilihan Fungsi Aktivasi dan Algoritma Pelatihan Untuk
JST …………………………………………………………
Tabel 17
80
90
Pemilihan Momentum Untuk JST Prakiraan Harga Beras
IR 64/ III …………………………………………………...
90
Tabel 18
Pemilihan Toleransi Error Untuk JST Terbaik ……………
91
Tabel 19
Pemilihan Jumlah Neuron Hidden Untuk JST Terbaik ……
91
Tabel 20
Arsitektur JST Terbaik Untuk Prakiraan Harga Beras
Tabel 21
xix
IR 64/ III …………………………………………………...
91
Aturan Peringatan Dini Untuk Harga Beras ……………….
94
xviii
Halaman
Tabel 22
Arsitektur JST Terbaik Dengan Metode Backpropagation ..
Tabel 23
Tingkat Akurasi Hasil Pengujian JST Terhadap Data
95
Aktual ……………………………………………………...
95
Tabel 24
Fuzzifikasi Tiga Input Data Untuk Fuzzy Inference System
102
Tabel 25
Fuzzifikasi Output Data Untuk Fuzzy Inference System …..
102
Tabel 26
Aturan Jika – Maka Untuk Fuzzy Inference System ……….
103
Tabel 27
Penghematan Yang Dihasilkan Dari Metode Simulated
Annealing ..............................................................................
Tabel 28
Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Pasokan
Beras ……………………………………………………….
Tabel 29
137
Nilai Positif dan Negatif Dari Model Pemilihan Pemasok
Beras ……………………………………………………….
Tabel 31
137
Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Harga
Beras ……………………………………………………….
Tabel 30
125
138
Nilai Positif dan Negatif Dari Model Distribusi dan
Transportasi Beras …………………………………………
139
Tabel 32
Nilai Manfaat Model Penelitian Menurut Pakar …………..
140
Tabel 33
Pembobotan Input Kinerja Rantai Pasokan Beras Menurut
Tabel 34
xix
Pakar ……..………………………………………………...
143
Hasil Verifikasi dan Validasi Dari Model Yang Dihasilkan
144
xx
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Pohon Industri Padi ...........................................................
Gambar 2
Keterkaitan Yang Perlu Dibangun Untuk Pengembangan
14
SAP di Indonesia …………………...................................
19
Gambar 3
Ilustrasi Rancangan SAP ………………...…………........
20
Gambar 4
Peta Sentra Produksi Padi ………………………………..
21
Gambar 5
Pola Distribusi Perdagangan Beras Pada 15 Provinsi ……
22
Gambar 6
Distribusi Beras Dari Tujuh Kabupaten Ke DKI Jakarta ... 23
Gambar 7
Pola Distribusi Beras di DKI Jakarta .................................
24
Gambar 8
Pola Distribusi Beras Dari Luar DKI Jakarta ke PIBC ......
25
Gambar 9
Pola Distribusi Beras Dari PIBC ke Luar DKI Jakarta ......
26
Gambar 10
Evolusi Manajemen Logistik Terpadu ...............................
27
Gambar 11
Sistem Logistik Secara Komprehensif ...............................
29
Gambar 12
Integrasi Manajemen Material dan Distribusi Fisik ........... 29
Gambar 13
Evolusi Logistik Dari Era 1960'an Sampai Tahun 2000'an
30
Gambar 14
Jaringan Dalam Modal Sosial ……………………………
34
Gambar 15
Siklus Dari Data, Informasi dan Keputusan Menjadi Aksi
37
Gambar 16
Struktur Dasar Decision Support System ...........................
38
Gambar 17
Karakteristik Decision Support System ..............................
39
Gambar 18
Komponen Decision Support System ............................
40
Gambar 19
Susunan Syaraf Pada Manusia ...........................................
42
Gambar 20
Jaringan Syaraf Tiruan Banyak Lapisan …………………
43
Gambar 21
Jaringan Syaraf Tiruan Tiga Lapis …….………..………..
43
Gambar 22
Pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan Terawasi …………. 44
Gambar 23
Arsitektur JST Backpropagation ……………………..….. 46
Gambar 24
Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian ...…….………..
69
Gambar 25
Model Aktifitas Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta …..
70
Gambar 26
Model Kinerja Rantai Pasokan Beras DKI Jakarta ………
70
xxi
xx
Halaman
Gambar 27
Bagan Alir Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation
Untuk Prakiraan Pasokan dan Harga Beras .......................
73
Gambar 28
Bagan Alir TOPSIS Untuk Pemilihan Pemasok Beras ......
75
Gambar 29
Bagan Alir Vehicle Routing Problem Dengan Simulated
Annealing Untuk Distribusi dan Transportasi Beras …….
Gambar 30
Bagan Alir Fuzzy Inference System Untuk Pengukuran
Kinerja Rantai Pasokan Beras di Propinsi DKI Jakarta ….
Gambar 31
78
Konfigurasi Model IDSS Pada SCM Beras Untuk DKI
Jakarta ……………………………………………………
Gambar 32
77
81
Tahapan Perancangan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk
Prakiraan serta Peringatan Dini Dari Pasokan dan Harga
Beras ……………………………………………………...
83
Gambar 33
Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar ……………………………
87
Gambar 34
Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner ………………………………
87
Gambar 35
Fungsi Aktivasi Identitas (Purelin) ………………………
87
Gambar 36
Tahap Pemilihan Pemasok Beras Menggunakan TOPSIS
98
Gambar 37
Proses FIS Untuk Mengukur Kinerja Rantai Pasokan
Beras di Provinsi DKI Jakarta ………………………….
101
Gambar 38
Input Data Untuk Proses FIS ……………………………..
102
Gambar 39
Input Data Untuk Basis Pengetahuan …………………….
104
Gambar 40
Model Prakiraan Harga Beras dan Pasokan Beras ……….
107
Gambar 41
Model Pemilihan Pemasok Beras ……………………......
109
Gambar 42
Model Distribusi dan Transportasi Beras ………………...
109
Gambar 43
Model Kinerja Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta ……
110
Gambar 44
Model Sistem Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta …….
112
Gambar 45
Tampilan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Prakiraan Pasokan
Beras dari PIBC Ke DKI Jakarta ………………………...
Gambar 46
Gambar 47
xxi
113
Tampilan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Prakiraan Harga
Beras Muncul III …………………………………………
114
Alternatif Daerah Para Pemasok Beras Ke PIBC ………..
115
xxii
Halaman
Gambar 48
Berbagai Kriteria Perberasan Yang Ditetapkan PIBC ......
Gambar 49
Penilaian Pada Kriteria Terhadap Alternatif Pemasok
Beras ……………………………………………………..
Gambar 50
116
117
Daerah Pemasok Beras Terpilih Hasil Perhitungan
TOPSIS …………………………………………………..
117
Gambar 51
Tampilan Menu Distribusi dan Transportasi Beras ……...
119
Gambar 52
Tampilan Menu Produk Beras …………………………...
120
Gambar 53
Tampilan Jarak Lokasi Antar Para Pelanggan Beras ……
121
Gambar 54
Tampilan Menu Pesanan Dari Para Pelanggan Beras ……
122
Gambar 55
Tampilan Menu Kendaraan Untuk Distribusi dan
Transportasi Beras ……………………………………….
Gambar 56
Tampilan Penugasan Kendaraan Pada Pendistribusian
Beras ……………………………………………………..
Gambar 57
122
123
Tampilan Rute Terpendek Pada Pendistribusian Beras
Dari PIBC Kepada Para Pelanggan ……………………… 123
Gambar 58
Model Kinerja Rantai Pasokan Beras Untuk DKI Jakarta .
127
Gambar 59
Tampilan Input Output Kinerja Rantai Pasokan Beras ….
128
Gambar 60
Tampilan Perubahan Input Output Pada Kinerja Rantai
Pasokan Beras ……………………………………………
Gambar 61
129
Tampilan Model Sistem Pendukung Keputusan Cerdas
Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Provinsi DKI
Jakarta ……………………………………………………
Gambar 62
Jumlah Pasokan Beras Rata-rata Per Minggu Dari PIBC
Ke DKI Jakarta ………………………………………….
Gambar 63
130
133
Harga Rata-rata Per Minggu Beras Jenis IR 64/ III dan
Muncul/ III di PIBC ……………………………………..
134
Gambar 64
Histogram Rata-rata Nilai Manfaat Menurut Pakar ……..
141
Gambar 65
Diagram Jejaring Rata-rata Nilai Manfaat Menurut Pakar
141
xxiii
xxii
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.1
Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang
Tahun 2005 ……………………………………………
Lampiran 1.2
Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang
Tahun 2006 ……………………………………………
Lampiran 1.3
165
Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang
Tahun 2008 ……………………………………………
Lampiran 1.5
164
Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang
Tahun 2007 ……………………………………………
Lampiran 1.4
163
166
Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang
Tahun 2009 ……………………………………………
167
Lampiran 2
Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation ......
168
Lampiran 3
Algoritma TOPSIS (Technique for Order Preference by
Similarity to Ideal Solution) …………………………… 171
Lampiran 4.1
Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Pasokan Beras
Pada Jaringan Syaraf Tiruan ……………………………
Lampiran 4.2
Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras
Muncul/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan ………………
Lampiran 4.3
Lampiran 7
xxv
181
Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data
Aktual Untuk Jenis Beras Muncul III ………………….
Lampiran 6.3
179
Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data
Aktual Untuk Pasokan Beras …………………………...
Lampiran 6.2
177
Hasil Pengujian 25 Pola Data Uji Menggunakan JST
Backpropagation …………………………………………….
Lampiran 6.1
175
Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras
IR 64/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan ………………...
Lampiran 5
173
181
Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data
Aktual Untuk Beras IR64/ III ………………………….
182
Jumlah Pasokan dan Rata-rata Harga Beras per Minggu
183
xxiii
Halaman
Lampiran 8.1
Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Utara ……
186
Lampiran 8.2
Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Pusat ……. 187
Lampiran 8.3
Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Barat ……. 190
Lampiran 8.4
Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Timur ….
191
Lampiran 8.5
Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Selatan ….
193
Lampiran 9
Tiga Skenario Distribusi dan Transportasi Beras
Dengan Simulated Annealing ………………………...
194
Lampiran 10
Kuesioner dan Jawaban Para Pakar Terhadap Kuesioner
201
Lampiran 11.1
Proses Verifikasi Untuk Jaringan Syaraf Tiruan Pada
Harga Beras Varietas Beras Muncul/ III ……………….
Lampiran 11.2
Proses Verifikasi Untuk Aturan Peringatan Dini Pada
Prakiraan Harga Beras Varietas Beras Muncul/ III …….
xxiv
210
216
xxvi
DAFTAR ISTILAH
NO
1.
2.
ISTILAH
Agriculture
Employment
Artificial Intelligence
3.
Algoritma Genetika
4.
ARIMA
5.
Asimetri
6.
If - Then Rule
7.
Axon
8.
Backpropagation
9.
Badan Sel
10.
Beras
11.
Best Management
Practice
12.
BPS
13.
Branch and Bound
14.
BULOG
PENGERTIAN
Orang yang bekerja pada bidang pertanian.
Kecerdasan yang ditunjukkan oleh suatu entitas buatan.
Kecerdasan diciptakan dan dimasukkan ke dalam suatu mesin
(komputer) agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang
dapat dilakukan manusia. Beberapa macam bidang yang
menggunakan kecerdasan buatan antara lain sistem pakar,
permainan komputer (games), logika fuzzy, jaringan syaraf
tiruan dan robotika.
Kelas khusus dari algoritma evolusioner dengan menggunakan
teknik yang terinspirasi oleh biologi evolusioner seperti
warisan, mutasi, seleksi alam dan rekombinasi (crossover).
Autoregressive Integrated Moving Average, model statistik
yang dipergunakan untuk analisis time series.
Penelitian empiris yang membuktikan bahwa keterkaitan
harga produksi pertanian di tingkat konsumen dan di tingkat
produsen (petani) tidak seimbang. Dari sifat tersebut fluktuasi
harga pertanian cenderung merugikan petani dan konsumen.
Aturan jika-maka yang mendeskripsikan aksi yang akan
dilakukan berdasarkan situasi dan kondisi.
Bagian dari sel saraf makhluk hidup yang berfungsi
menghantarkan sinyal ke sel saraf lainnya.
Algoritma pembelajaran dari jaringan syaraf tiruan yang
terawasi, biasa digunakan oleh perceptron dengan banyak
lapisan.
Bagian dari sel saraf makhluk hidup yang berfungsi
memproses sinyal yang masuk dan menghasilkan sinyal hasil
proses.
Bagian dari bulir padi (gabah) yang telah dipisahkan dari
sekam.
Metode atau teknik untuk mendapatkan cara yang paling
efektif dan praktis dalam mencapai tujuan dari suatu
pengelolaan.
Badan Pusat Statistik, Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang mempunyai fungsi pokok sebagai penyedia data statistik
dasar, baik untuk pemerintah maupun untuk masyarakat
umum, secara nasional maupun regional.
Salah satu metode penyelesaian Vehicle Routing Problem
dengan melakukan perhitungan pada setiap kemungkinan
solusi sampai diperoleh solusi terbaik.
Badan Urusan Logistik, lembaga pangan di Indonesia yang
mengurusi tata niaga beras. Bulog dibentuk pada tanggal 10
Mei 1967 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor
114/Kep/1967. Sejak tahun 2003, status Bulog menjadi
BUMN.
xxv
NO
15.
ISTILAH
C-H-S-P
16.
17.
18.
Cianjur Slyp
Cianjur Kepala
Clark and Wright
19.
20.
Council of Logistic
Management.
Computer Vision
21.
22.
23.
Crisp
CSCMP
CVRP
24.
Daihatsu Grandmax
25.
Data Pelatihan
26.
Data Pengujian
27.
D-C-H-S-P-G
28.
Defuzzifikasi
29.
Delivery Schedule
30.
Delphi
31.
Delta Rule
32.
Dendrite
33.
Distribusi dan
Transportasi
34.
35.
DOLOG
Delivery Time
36.
DSS
37.
Early Warning System
38.
Ekonometrik
xxvi
PENGERTIAN
Cleaner – Husker – Separator – Polisher, salah satu kombinasi
permesinan pada penggilingan padi.
Salah satu varietas beras yang diperdagangkan di PIBC.
Salah satu varietas beras yang diperdagangkan di PIBC.
Salah satu metode penyelesaian Vehicle Routing Problem
dengan metode heuristik.
Lembaga manajemen logistik dunia yang namanya berubah
menjadi Council of Supply Chain Management Professional.
Bidang kecerdasan buatan untuk membuat mesin dapat
"melihat", dalam arti mampu mengekstrak informasi dari suatu
citra.
Nilai tegas pada logika fuzzy.
Council of Supply Chain Management Professional.
Capacitated Vehicle Routing Problem, salah satu tipe Vehicle
Routing Problem di mana setiap kendaraan memiliki kapasitas
terbatas.
Jenis kendaraan di PIBC pengangkut pasokan beras dengan
kapasitas angkut 3000 kilogram.
Data yang digunakan dalam proses pelatihan jaringan saraf
tiruan supaya jaringan dapat mengenali pola data.
Data yang digunakan dalam proses pengujian dan validasi dari
jaringan saraf tiruan.
Dyer – Cleaner – Husker – Separator – Polisher – Grader,
salah satu kombinasi permesinan dalam penggilingan padi.
Proses perubahan dari himpunan fuzzy menjadi nilai crisp pada
inferensi fuzzy.
Jadwal pengantaran, pengantaran beras dari pasar induk beras
Cipinang (PIBC) kepada para pelanggan/ distributor beras di
seluruh wilayah DKI Jakarta.
Lingkungan
pengembangan
aplikasi
untuk
bahasa
pemrograman Object Pascal.
Aturan pembelajaran berdasarkan penurunan gradien untuk
perubahan bobot pada perceptron single layer.
Bagian dari sel saraf makhluk hidup yang berfungsi menerima
sinyal dari sel saraf lainnya ke badan sel.
Salah satu aktifitas logistik/ rantai pasokan dalam
mengantarkan barang/ jasa dengan menggunakan armada secara
efektif dan efisien.
Depot Logistik.
Waktu pengantaran, ukuran yang dihitung berdasarkan waktu
ketepatan pengantaran beras dari pemasok sampai masuk ke
PIBC.
Decision Support System (Sistem Penunjang Keputusan),
sistem yang berfungsi mentransformasikan data dan informasi
menjadi alternatif keputusan dan prioritasnya.
Sistem peringatan dini.
Salah satu metode statistik yang dapat digunakan untuk
prakiraan.
NO
39.
ISTILAH
El Nino
40.
41.
Epoch
Error
42.
Exact Method
43.
44.
Expert System
FAO
45.
FIS
46.
47.
Fisher and Jaikumar
Focal Company
48.
49.
Food Station
Forecasting
50.
Forward propagation
51.
FSTJ
52.
Fungsi Aktivasi
53.
Fungsi Identitas
54.
Fuzzifikasi
55.
56.
Fuzzy Mamdani
GDP
57.
58.
59.
GERBANG
KERTASUSILA
GIS
Goal
60.
Google Maps
PENGERTIAN
Gejala penyimpangan (anomali) pada suhu permukaan Samudra
Pasifik di pantai Barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi
daripada rata-rata normalnya.
Satu iterasi pada proses pelatihan pada jaringan saraf tiruan.
Galat, perbandingan antara hasil prakiraan dengan hasil yang
sesungguhnya.
Metode pasti, yaitu metode penyelesaian VRP yang melakukan
perhitungan pada setiap kemungkinan solusi sampai diperoleh
solusi terbaik.
Lihat Sistem pakar.
Food and Agriculture Organization, organisasi pangan dan
pertanian internasional di bawah naungan PBB.
Fuzzy Inference System, teknik pengambilan keputusan
menggunakan logika fuzzy.
Salah satu metode penyelesaian VRP dengan metode heuristik.
Perusahaan inti yang dijadikan acuan dalam jaringan rantai
pasokan.
Tempat penampungan komoditas perdagangan bahan makanan.
Salah satu aktifitas logistik/ rantai pasokan dalam
memperkirakan suatu keadaan di masa mendatang.
Perambatan maju, tahapan pada proses pembelajaran jaringan
saraf tiruan.
PT. Food Station Tjipinang Jaya, perusahaan pengelola dan
pembina PIBC.
Fungsi pada jaringan saraf tiruan yang mentransformasikan
penjumlahan sinyal berbobot yang masuk untuk menentukan
sinyal keluaran.
Salah satu fungsi aktivasi yang memiliki nilai output yang sama
dengan nilai inputnya.
Proses perubahan dari nilai crisp menjadi himpunan fuzzy pada
sistem inferensi fuzzy.
Proses fuzzifikasi ketika input dan output juga berbentuk fuzzy.
Gross Domestic Product, produk domestik bruto, merupakan
jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh
unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara
(domestik) selama satu tahun.
Daerah sentra produksi beras yang meliputi Gresik, Jombang,
Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan.
Geographic Information System, sistem informasi geografis.
Target tingkat error yang ingin dicapai pada proses
pembelajaran jaringan saraf tiruan.
Aplikasi peta dunia berbasis web yang dikembangkan oleh
Google.
xxvii
xxvii
NO
61.
ISTILAH
Harga
62.
Hebb Rule
63.
64.
Heuristics
Hidden Layer
65.
H-P
66.
67.
HPP
IDSS
68.
Inbound Logistics
69.
Input Layer
70.
71.
72.
IPDSS
IR 64/ III
Jarak
73.
Jaringan Saraf
Tiruan
74.
Kadar Air
75.
Kinerja
76.
77.
Kinerja Rantai
Pasokan Beras
Knowledge Base
78.
Kuantitas
79.
80.
81.
KOPPIC Jaya
Korelasi
Kotoran
82.
LCA
83.
Learning Rate
84.
Logika Fuzzy
xxviii
PENGERTIAN
Salah satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok
beras.
Aturan pembelajaran yang menentukan seberapa banyak bobot
dari suatu koneksi dua unit harus dinaikkan atau diturunkan
berdasarkan hasil kali aktivasi keduanya.
Teknik pemecahan masalah yang berbasiskan pada pengalaman.
Lapisan tersembunyi pada jaringan saraf tiruan yang terletak
antara lapisan input dan lapisan output.
Husker – Polisher, salah satu kombinasi permesinan pada
penggilingan padi.
Harga Pembelian Pemerintah.
Intelligent Decision Support System, sistem pendukung
keputusan yang dikembangkan dengan cara menambahkan
komponen kecerdasan buatan/ artificial intelligent (AI) ke dalam
sistem manajemen basis model dengan tujuan membuat DSS
menjadi cerdas.
Logistik masuk, hal-hal yang terkait dengan perpindahan atau
pengadaan barang dari para pemasok ke perusahaan.
Lapisan pada jaringan saraf tiruan yang menerima masukan
untuk diproses.
Intelligent Predictive Decision Support System.
Salah satu varietas beras yang terdapat di PIBC.
Salah satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok
beras.
Suatu sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik
performansi khusus yang dapat disamakan dengan cara kerja
jaringan syaraf manusia.
Banyak kandungan air yang terdapat pada butiran beras, salah
satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok beras.
Ukuran output dari suatu pengelolaan (management) yang dapat
mengukur suatu hal seperti tingkat produktifitas atau kualitas.
Evaluasi ukuran kinerja dari rantai pasok beras di PIBC untuk
suatu waktu tertentu.
Basis Pengetahuan, salah satu komponen DSS yang digunakan
untuk pengambilan keputusan.
Jumlah pasokan, salah satu kriteria yang dipergunakan dalam
memilih pemasok beras.
Koperasi Pedagang Pasar Induk Cipinang, mitra kerja FSTJ.
Hubungan antara dua variable dalam suatu sistem.
Bagian asing yang tercampur ke dalam beras. Salah satu kriteria
yang dipergunakan dalam memilih beras.
Life Cycle Assesment, salah satu metode dalam penelitian
mengenai rantai pasokan perberasan.
Laju pembelajaran, salah satu parameter pelatihan jaringan saraf
tiruan yang mengendalikan perubahan nilai bobot dan bias
selama pelatihan.
Alat yang memiliki kemampuan untuk menghitung dan untuk
memodelkan proses berpikir kualitatif manusia dalam analisis
sistem dan pengambilan keputusan yang kompleks.
NO
85.
86.
ISTILAH
Logsig
Machine Learning
87.
MADM
88.
Manajemen Rantai
Pasokan
89.
Marketplace
90.
Matlab
91.
MDVRP
92.
Meta-heuristics
93.
MIT
94.
95.
96.
Model
Model Matematika
Momentum
97.
98.
Monev
MSE
99.
Multidimensional
Scaling
100.
101.
102.
103.
Multilayer Net
Muncul/ III
NCPDM
Nearest Neighbour
104.
105.
106.
Neural Network
Neuron
NLRM
107.
108.
Novelty
Nucleus
PENGERTIAN
Fungsi aktivasi sigmoid biner pada jaringan syaraf tiruan.
Cabang dari kecerdasan buatan, disiplin ilmu yang berhubungan
dengan
desain
dan
pengembangan
algoritma
yang
memungkinkan komputer untuk berperilaku berdasarkan
pengalaman atau data empiris.
Multi Attribute Decision Making, pengambilan keputusan banyak
atribut melibatkan banyak alternatif dan banyak kriteria.
Konsep bisnis yang mengintegrasikan semua pelaku usaha yang
secara umum terdiri dari pemasok, produsen, distributor, ritel
sampai konsumen.
Pasar, tempat komoditas atau produk diperjualbelikan ke
konsumen.
Program aplikasi yang mendukung permodelan, simulasi,
perhitungan matematis, serta pemrograman untuk pengembangan
aplikasi berbasis scientific dari Mathwork Ltd.
Multiple Depot VRP, salah satu tipe VRP di mana pemasok
menggunakan lebih dari satu depot untuk memasok konsumen.
Metode komputasi yang mengoptimalkan solusi dari suatu
permasalahan secara iteratif, dan mencoba mengembangkan
kandidat solusi berdasarkan ukuran kualitas tertentu.
Massachussets Institute of Technology, salah satu perguruan
tinggi terkemuka di bidang teknologi di Amerika Serikat.
Representasi dari dunia nyata
Representasi dari dunia nyata yang dinyatakan secara matematis
Parameter pada jaringan saraf tiruan yang digunakan untuk
mencegah sistem dari konvergen ke minimum lokal atau titik
pelana.
Monitoring dan evaluasi.
Mean Square Error, fungsi kinerja yang sering digunakan untuk
jaringan syaraf tiruan backpropagation.
Sekumpulan teknik-teknik statistik yang saling berkaitan yang
sering digunakan untuk visualisasi informasi untuk menemukan
kemiripan atau ketidakmiripan pada data.
Struktur jaringan saraf tiruan dengan banyak lapisan.
Salah satu varietas beras yang terdapat di PIBC.
National Council of Physical Distribution Management.
Masalah optimisasi untuk menemukan solusi optimal dengan
mencari titik terdekat pada ruang metrik.
Jaringan saraf tiruan.
Sel saraf.
Non Linear Regression Model, model regresi taklinear, salah satu
bentuk analisis regresi di mana data observasi dimodelkan
dengan suatu fungsi yang merupakan kombinasi taklinear dari
parameter model dan bergantung pada satu atau lebih variabel
yang independen.
Kebaruan dalam suatu penelitian (research).
Inti sel pada suatu sel saraf (neuron).
xxix
NO
109.
ISTILAH
OECD
110.
111.
Off-farm
Oligopsoni
112.
113.
On-farm
Outbound Logistics
114.
Output Layer
115.
Patahan Beras
116.
117.
Pemasok Beras
Pemrosesan Bahasa
Alami
118.
Perceptron
119.
120.
Peringatan Dini
PIBC
121.
Playing Game
122.
Pohon Industri
123.
Prakiraan Pasokan
dan Harga Beras
124.
125.
126.
127.
Procurement Loop
Prototype
Purelin
PVRP
128.
129.
130.
131.
132.
Recurrent Neural
Network
RMSE
RMU
RPH
SAP
133.
SDVRP
xxx
PENGERTIAN
The Organisation for Economic Co-operation and Development,
Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan
Internasional.
Kegiatan pertanian pada tahap setelah budidaya.
Suatu sistem perdagangan di mana pembeli berjumlah sedikit
dibandingkan dengan penjual.
Kegiatan pertanian pada tahap budidaya.
Logistik masuk, hal-hal yang terkait dengan perpindahan atau
pengadaan barang dari para pemasok ke perusahaan.
Lapisan pada jaringan saraf tiruan yang menghasilkan output
hasil proses.
Ukuran banyaknya butir beras yang patah pada suatu volume
beras tertentu, salah satu kriteria yang dipergunakan dalam
memilih pemasok beras.
Pihak-pihak yang memberi pasokan beras ke PIBC.
Bidang ilmu komputer dan linguistik yang berhubungan dengan
interaksi antara komputer dan bahasa manusia, membuat
komputer mampu mengenali bahasa alami atau bahasa manusia.
Bentuk paling sederhana dari JST yang digunakan untuk
pengklasifikasian jenis pola khusus yang biasa disebut linearly
separable.
Sistem pemberian peringatan berdasarkan hasil prakiraan.
Pasar Induk Beras Cipinang, pasar induk perberasan yang
dimiliki Provinsi DKI Jakarta.
Bidang penerapan kecerdasan buatan yang membuat komputer
dapat memainkan suatu game sebagaimana pemain manusia.
Diagram yang menjelaskan hirarki produk-produk hasil industri
pertanian.
Subsistem untuk memperkirakan jumlah pasokan beras dari PIBC
ke berbagai daerah di Propinsi DKI Jakarta serta untuk
memperkirakan harga beras di PIBC.
Putaran proses pengadaan pada suatu manajemen logistik.
Rancangan awal suatu sistem untuk diimplementasikan.
Fungsi aktivasi pada jaringan syaraf tiruan.
Periodic VRP, salah satu tipe VRP di mana pengiriman dapat
dilakukan per periode waktu.
Jenis jaringan saraf tiruan di mana hubungan antar unit
membentuk siklus berarah.
Root Mean Square Error, akar kuadrat dari MSE.
Rice Milling Unit , salah satu teknologi dalam penggilingan padi.
Rumah Pemotongan Hewan.
Sentar Agribisnis Perberasan, suatu gagasan yang mengemuka
dari Badan Urusan Logistik (BULOG) yang diharapkan dapat
mengatasi berbagai permasalahan seperti pola rantai distribusi
gabah dan beras yang masih lemah, mutu beras yang cenderung
lebih rendah dari mutu beras impor dan tingkat harga beras yang
cenderung fluktuatif.
Split Delivery VRP, salah satu tipe VRP di mana konsumen dapat
dilayani oleh kendaraan yang berbeda.
NO
134.
ISTILAH
Sigmoid Biner
135.
Sigmoid Bipolar
136.
SIM
137.
Simulated
Annealing
138.
139.
Single Layer Net
Sistem Dinamik
140.
Sistem Inferensi
Fuzzy
141.
Sistem Pakar
142.
Sistem Pengolahan
Dialog
Sistem Pengolahan
Problematik
143.
144.
145.
Sistem Penunjang
Keputusan
Sistem Rantai
Pasokan
146.
SMBD
147.
SMBM
148.
SNI
149.
Software Agent
PENGERTIAN
Salah satu fungsi aktivasi yang memiliki nilai output dengan
interval antara 0 sampai 1.
Salah satu fungsi aktivasi yang memiliki nilai output dengan
interval antara -1 sampai 1.
Sistem Informasi Manajemen, sistem yang berorientasi pada
dukungan tidak langsung seperti memberikan laporan.
Teknik pencarian acak yang menggunakan analogi bagaimana
pendinginan besi dan membekukannya ke dalam struktur energi
kristalisasi minimum (proses annealing) dan mencari nilai
minimum pada sistem secara keseluruhan, membentuk basis
teknik optimasi untuk permasalahan kombinatorial dan
permasalahan lainnya.
Struktur jaringan saraf tiruan dengan lapisan tunggal.
Metodologi untuk rnemahami suatu masalah yang kompleks.
Metodologi ini dititikberatkan pada pengambilan kebijakan dan
bagaimana kebijakan tersebut menentukan tingkah laku masalahmasalah yang dapat dimodelkan oleh sistem secara dinamik.
Proses merumuskan pemetaan dari suatu masukan menuju ke
suatu keluaran dengan menggunakan logika fuzzy. Proses tersebut
melibatkan : fungsi keanggotaan, operasi logis dan aturan ”JikaMaka”.
Sistem komputer yang menyimpan pengetahuan seorang pakar
tentang suatu domain permasalahan yang spesifik dan
menyediakan fasilitas untuk pemecahan masalah berdasarkan
pengetahuan itu.
Salah satu komponen penyusun Decision Support System (DSS)
yang berhubungan langsung dengan pengguna.
Salah satu komponen penyusun DSS yang menerima dan
memberi data dari/ ke sistem pengolahan dialog dan
meneruskannya ke sistem manajemen basis data dan sistem
manajemen basis model secara bolak-balik.
Lihat DSS.
Sistem yang mengintegrasikan semua pelaku usaha yang secara
umum terdiri dari pemasok, produsen, distributor, ritel sampai
konsumen.
Sistem Manajemen Basis Data, salah satu komponen DSS yang
berhubungan dengan basis data untuk menyimpan dan
mengambil data.
Sistem Manajemen Basis Model, salah satu komponen DSS yang
berhubungan dengan model domain permasalahan.
Standar Nasional Indonesia, standar yang berlaku secara nasional
di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan
oleh Badan Standardisasi Nasional.
Bidang kecerdasan buatan, yaitu entitas perangkat lunak yang
didedikasikan untuk tujuan tertentu yang memungkinkan user
untuk mendelegasikan tugasnya secara mandiri. Agen bisa
memiliki ide sendiri mengenai bagaimana menyelesaikan suatu
pekerjaan tertentu atau agenda tersendiri.
xxxi
xxxi
NO
150.
ISTILAH
Solusi Inferior
151.
152.
153.
154.
SOP
Speech
Understanding
SRI
Statistika Deskriptif
155.
Supervised Learning
156.
Supplier Selection
157.
SVRP
158.
Tabu Search
159.
Tahap Pengecekan
160.
161.
Tansig
TFN
162.
164.
Third-party
Logistics
Third-party Reverse
Logistics Providers
Time Series
165.
Tingkat Keputihan
166.
TOPSIS
167.
Toyota Dyna
163.
xxxii
PENGERTIAN
Solusi yang tidak melakukan perbaikan pada simulated
annealing.
Standard Operating Procedure, prosedur operasi standar.
Bidang kecerdasan buatan yang membuat mesin dapat
memproses dan memahami suara bicara manusia.
System Rice Intensification, salah satu metode budidaya padi.
Metode-metode statistik yang berkaitan dengan pengumpulan dan
penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang
berguna. Statistika deskriptif tidak menarik kesimpulan, tetapi
hanya memberikan informasi.
Proses pembelajaran terawasi, yaitu pembelajaran dengan cara
memberikan pasangan masukan dan keluaran yang sesuai
terhadap suatu jaringan.
Pemilihan pemasok, proses untuk mendapatkan pemasok yang
tepat yang dapat menyediakan pihak pembeli mutu barang
maupun jasa yang tepat dengan harga yang tepat, pada waktu dan
jumlah yang tepat.
Stochastic VRP, salah satu tipe VRP di mana beberapa nilai
seperti jumlah konsumen, permintaan konsumen, dan waktu
perjalanan adalah bersifat acak.
Metode optimisasi matematis metaheuristik yang menuntun
prosedur local search untuk melakukan eksplorasi di daerah
solusi di luar titik optimum lokal. Termasuk metode yang
berbasiskan trajectory.
Tahap dalam simulated annealing untuk mengecek variabel T
(suhu) akhir dan iterasi maksimum. Pengecekan ini bertujuan
untuk menentukan apakah proses pencarian solusi sudah dapat
dihentikan.
Implementasi fungsi sigmoid bipolar pada program Matlab.
Triangular Fuzzy Number, salah satu fungsi derajat keanggotaan
pada sistem inferensi fuzzy.
Pihak penyedia jasa logistik dari pihak ketiga seperti yang
menyediakan transportasi atau sarana pergudangan.
Pihak penyedia jasa logistik balik.
Deret waktu, rangkaian data yang berupa nilai pengamatan yang
diukur selama kurun waktu tertentu, berdasarkan waktu dengan
interval yang sama.
Ukuran warna butiran beras. Semakin putih biasanya semakin
baik, ukuran warna dapat dikategorikan dalam bentuk skala likert
1 – 5. Jadi pilihannya adalah 5 = putih jernih, 4 = putih, 3 =
cukup putih, 2 = kurang putih, 1 = buram.
Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution,
salah satu metode untuk penyelesaian permasalahan pengambilan
keputusan atau memilih sesuatu dari berbagai alternatif dan
berbagai kriteria.
Jenis kendaraan pengangkut pasokan beras di PIBC dengan
kapasitas angkut 8000 kilogram.
NO
168.
ISTILAH
Traingd
169.
Traingdm
170.
Traingdx
171.
Trainlm
172.
Trainrp
173.
174.
Treshold
Trial and Error
175.
176.
Unsupervised
Learning
USDA
177.
User Interface
178.
Validasi
178.
179.
Van Breedam
VECM
180.
Verifikasi
181.
182.
Virtual
Visual Basic
183.
VRP
184.
VRPPD
185.
VRPTW
186.
Waktu
Pengiriman
187.
Web
PENGERTIAN
Fungsi pelatihan jaringan pada program Matlab yang memperbaharui
bobot dan nilai bias sesuai dengan penurunan gradien
Fungsi pelatihan jaringan pada program Matlab dengan metode
penurunan gradien dengan penambahan momentum.
Fungsi pelatihan jaringan pada program Matlab yang memperbaharui
bobot dan nilai bias sesuai dengan penurunan gradien momentum
dan learning rate adaptif.
Fungsi pelatihan jaringan pada program Matlab yang memperbaharui
bobot dan nilai bias sesuai dengan optimasi Levenberg-Marquadt.
Fungsi pelatihan jaringan pada program Matlab yang membagi arah
perubahan bobot menjadi dua bagian yang berbeda. Ketika
menggunakan penurunan tercepat, yang diambil hanya arahnya saja.
Batasan nilai ambang suatu informasi akan diterima oleh sel saraf.
Proses pemecahan masalah dengan mencoba-coba berbagai
kemungkinan sampai ditemukan solusi yang paling baik.
Pembelajaran tidak terawasi, yaitu pembelajaran di mana suatu unit
keluaran dilatih untuk merespon sekelompok pola masukan.
United States Department of Agriculture, departemen eksekutif
federal Amerika Serikat yang mengurusi bidang pertanian.
Antar muka pengguna, bagian dari DSS yang berhubungan langsung
dengan pengguna.
Proses membandingkan hasil model dengan hasil nyata, apabila
diperoleh kesesuaian antara hasil model dan hasil nyata, maka model
disebut valid.
Salah satu metode penyelesaian VRP dengan metode heuristic.
Vector Error Correction Model, sistem dinamik multivariate yang
memungkinkan relasi jangka panjang antara variabel-variabel dan
tren stokastik umum.
Proses yang menyatakan bahwa variabel dalam model yang
dikembangkan sudah sama dengan variable dari situasi nyata.
Tidak nyata, maya, tersimulasi.
Lingkungan pengembangan aplikasi untuk bahasa pemrograman
yang dikembangkan oleh Microsoft.
Nama generik yang diberikan kepada seluruh masalah yang terkait
dengan sejumlah rute untuk sejumlah armada kendaraan yang harus
ditentukan untuk sejumlah kota atau pelanggan yang terpisah secara
geografis yang didasarkan pada satu atau beberapa depot pengisian.
VRP with Pick-up and Delivery, salah satu tipe VRP di mana
konsumen dapat mengembalikan barang ke depot.
VRP with Time Windows, salah satu tipe VRP di mana setiap
konsumen dipasok pada waktu tertentu.
Waktu yang dibutuhkan untuk pengiriman beras dari pemasok
sampai PIBC, salah satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih
pemasok beras.
Jaringan internet yang menghubungkan komputer-komputer di
seluruh dunia dengan berbagai jalur komunikasi.
xxxiii
xxxiii
Inna Allaaha Laa Yughayyiru Maa Biqawmin
Hattaa Yughayyiruu Maa Bi-Anfusihim
(Al Qur`an, Surah Ar-Ra`d : 11)
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri
Dalam Rantai Pasokan Berlaku Aturan
Barang siapa yang mempersulit urusan orang lain,
sesungguhnya dia sedang mempersulit urusan dirinya sendiri dan
Barang siapa yang mempermudah urusan orang lain,
sesungguhnya dia sedang mempermudah urusan dirinya sendiri
(Dadang Surjasa, 2011)
xxxiv
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengadaan beras nasional dari dulu sampai sekarang masih menjadi
permasalahan nasional yang sangat pelik. Salah satu diantaranya terjadi karena
masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok yang
harus ada dalam pola pangan sehari-hari. Dengan demikian sebagai komoditas
pangan utama, permasalahan beras bukan hanya merupakan permasalahan
ekonomi saja tetapi juga bersifat politis (Gumbira-Sa'id, 2007).
Petani padi di Indonesia menurut Adiratma (2004) adalah petani yang
memiliki lahan rata-rata kurang dari 0.5 Ha dan termasuk kelompok masyarakat
yang memiliki tingkat kesejahteraan yang masih rendah. Hasil produksi padi dari
pertanian rakyat sering tidak mencukupi kebutuhan seluruh penduduk,
kekurangan padi tersebut biasa diatasi dengan cara mengimpornya. Menurut
Balitbang Deptan (2005a)), di Jawa, sekitar 88 persen rumah tangga petani
menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 hektar dan sekitar 76 persen menguasai
lahan sawah kurang dari 0,25 hektar. Menurut Arifin (2007), kebijakan
pemerintah tentang harga beras adalah salah satu instrumen yang perlu didukung
oleh kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu padi. Kebijakan tersebut perlu
didukung juga oleh pemanfaatan sumber daya lahan dan air secara efisien,
memperbaiki penanganan pasca panen dan melaksanakan kebijakan perdagangan
internasional. Apabila seluruh instrumen tersebut mampu dilaksanakan maka
tidak akan ada lagi diskrepansi antara volume produksi dan konsumsi beras yang
seringkali bergulir ke ranah politik.
Menurut Nainggolan (2007), ekonomi pasar yang menganggap bahwa
pasar dapat mengalokasikan sumber daya yang paling efisien terbukti gagal dalam
ekonomi beras. Kegagalan tersebut disebabkan karena ekonomi beras nasional
bersifat oligopsonis sehingga petani berada dalam posisi tawar yang tidak
menguntungkan. Harga di tingkat internasional mudah ditransmisikan ke dalam
negeri sehingga petani menghadapi ketidakpastian harga dan akibatnya harga
dasar berupa harga pembelian pemerintah (HPP) menjadi tidak efektif.
2
Menurut Krishnamurti (2008) sejak 1998 stok biji-bijian dunia terus
menurun. Pada tahun 2006, stok bijian-bijian dunia bahkan hanya separuh dari
stok tahun 2000 karena dampak terpaan El Nino tahun 1997/1998 yang belum
sepenuhnya terpulihkan. Gejolak pasar pangan dunia menjadi semakin kuat,
dengan masuknya para investor di pasar komoditas dan menjadikan komoditas
pangan sebagai investasi terbaik. Saat ini beras menjadi komoditas utama yang
paling diincar para investor di bursa komoditas seperti di bursa Chicago AS. Hal
tersebut membuat pasar pangan dunia menjadi tidak terkendali dan masingmasing negara berlomba menyelamatkan persediaan pangannya.
Hal lain yang mempengaruhi kondisi perberasan nasional menurut
Krishnamurti (2008) adalah adanya permintaan bahan pangan yang semakin
meningkat khususnya dari Cina, India dan Indonesia yang merupakan tiga dari
empat negara di dunia yang terbanyak penduduknya. Selain itu adanya dorongan
politik yang bergaung keras di dunia untuk menyikapi perubahan iklim dan hal
tersebut diwujudkan dengan gerakan mengurangi penggunaan energi dari fosil
untuk beralih ke biofuel yang berbahan baku biji-bijian. Dengan demikian
permintaan dunia terhadap biji-bijian meningkat. Welirang (2008) menyatakan
bahwa telah terjadi perebutan beras di tingkat dunia. Banyak negara produsen
beras dunia menahan produksinya untuk kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu
setelah Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyatakan agar setiap negara
mewaspadai perubahan struktur pasar komoditas biji-bijian.
Untuk mengatasi masalah gejolak harga dan pasokan beras regional,
menurut Suswono (2011), Indonesia mengusulkan perubahan konsep cadangan
beras dalam skema ASEAN dan tiga mitranya (ASEAN Plus Three Emergency
Rice Reserve/APTERR). Dengan skema tersebut, beras tidak hanya sebagai
cadangan di kala darurat, tapi dapat dipergunakan pula ketika terjadi masalah
panen atau harga. Total cadangan beras yang disiapkan sebesar 787 ribu ton yang
komposisinya berasal dari ASEAN 87 ribu ton, Jepang 250 ribu ton, China 300
ribu ton, dan Korea Selatan 150 ribu ton. Indonesia sebagai bagian dari ASEAN
berkewajiban memasok beras 12 ribu ton, rencana APTERR diluncurkan dalam
pertemuan Menteri Pertanian ASEAN+3 pada bulan Oktober 2011.
3
1.2 Permasalahan Perberasan Nasional
Masalah utama yang terkait dengan perberasan nasional adalah masalah
harga dan non harga beras. Masalah yang paling kontroversial terkait dengan
masalah harga beras adalah fluktuasi harga beras (Nainggolan, 2007). Harga beras
akan meningkat pada musim paceklik yang merugikan konsumen dan akan
menurun pada musim panen raya yang merugikan petani. Menurut Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian
(Ditjen PPHP, 2008), masalah utama perberasan lainnya adalah masalah susut
bobot pada penanganan panen dan pasca panen yang mencapai 11,27%. Menurut
Arifin (2010), masalah impor beras adalah “puncak gunung es” dari besarnya
persoalan kebijakan perberasan di Indonesia. Persoalan perberasan tersebut
sebenarnya membentang dan mengakar dari mulai usaha tani padi, pengolahan
dan pasca panen, pengadaan, penyimpanan, distribusi, perdagangan, manajemen
persediaan, stabilisasi harga, pemasaran dan konsumsi beras atau diversifikasi
pangan.
1.2.1 Masalah Harga Beras
Harga beras seringkali muncul dan menjadi masalah kontroversial antara
kepentingan petani dan kepentingan konsumen. Di satu sisi pemerintah sebagai
regulator ingin menjaga kepentingan dan ingin memberikan kesejahteraan yang
optimal bagi petani, tetapi di sisi lain pemerintah juga ingin memberikan
perlindungan agar harga beras dapat terjangkau oleh sebagian besar konsumen,
bahkan dapat terjangkau oleh petani padi sendiri yang pada waktu tertentu harus
menjadi konsumen beras (Suhardi, 2009). Untuk itu, menurut Malian (2004),
kebijakan harga gabah dan beras merupakan salah satu instrumen yang penting
dalam menciptakan ketahanan pangan nasional, walaupun menurut Suparmin
(2005) kebijakan stabilitas harga selama ini lebih difokuskan kepada upaya
menjaga stabilitas harga beras di tingkat konsumen dari pada stabilitas harga
gabah di tingkat petani.
Pertimbangan
pemerintah
lebih
memprioritaskan
kebijakan
harga
dibandingkan dengan kebijakan non harga karena selain kebijakan tersebut
bersifat jangka pendek juga karena perilaku harga beras sangat fluktuatif dari
waktu ke waktu, yang seringkali memunculkan kecemasan dan merugikan baik
4
kepada pihak petani maupun kepada pihak konsumen. Menurut Sawit (2010),
sejak tahun 2004, kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) lebih banyak
ditentukan oleh biaya produksi dan tidak lagi mengacu pada perbandingan harga
beras internasional sehingga harga beras nasional tidak kompetitif dibandingkan
dengan harga beras internasional. Selain itu, menurut Sawit (2010), perbedaan
HPP antar daerah tidak akan mampu memecahkan masalah perbaikan mutu beras/
gabah, tetapi justru akan memperlemah usaha peningkatkan daya saing industri
padi/ beras secara nasional.
Menurut Khudori (2008), penelitian empiris membuktikan bahwa
keterkaitan harga produksi pertanian di tingkat konsumen dan di tingkat produsen
(petani) bersifat asimetri. Dari sifat tersebut berarti peningkatan harga beras di
tingkat konsumen ditransmisikan tidak sempurna dan lambat ke harga gabah di
tingkat petani, sedangkan penurunan harga beras di tingkat konsumen
ditransmisikan sempurna dan cepat ke harga gabah di tingkat petani. Sebaliknya,
peningkatan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan dengan sempurna dan
cepat ke harga beras di tingkat konsumen, sedangkan penurunan harga gabah di
tingkat petani ditransmisikan tidak sempurna dan lambat ke harga beras di tingkat
konsumen. Dengan demikian, fluktuasi harga beras atau gabah cenderung
merugikan petani dan konsumen.
Menurut Nainggolan (2007) fluktuasi harga beras selalu terjadi setiap
musim. Pada saat musim panen raya (Februari – April) yang mencapai 60 – 65
persen produksi nasional, harga akan merosot dan merugikan petani. Di lain pihak
pada saat musim paceklik (Oktober – Januari) harga beras akan melonjak dan
merugikan konsumen. Masalah harga lainnya adalah masalah harga beras nasional
yang masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras internasional. Data
dari Departemen Perdagangan pada Januari 2011 harga rata-rata beras dalam
negeri lebih tinggi 35% dari pada harga rata-rata beras internasional, dengan
demikian menurut Alimoeso (2011) kebijakan impor beras merupakan kebijakan
yang tepat untuk menurunkan harga beras di dalam negeri. Masalah tersebut
mengakibatkan daya saing Indonesia di pasar beras internasional menjadi rendah.
5
1.2.2 Masalah Non Harga Beras
Masalah utama lain adalah masalah non harga beras. Permasalahan
tersebut adalah perlunya pengembangan industri benih padi yang mengarah ke
selera pasar seperti menyiapkan benih padi untuk industri tepung tertentu,
mengembangkan benih padi dengan kandungan gizi tertentu serta membuat benih
padi yang dapat menjadi beras dengan pengolahan yang sangat efisien (Hadi,
2004). Masalah lain adalah tingkat hasil kehilangan padi pada saat panen dan
pasca panen seperti tingkat kehilangan padi pada saat perontokan, penggilingan,
pengeringan, penyimpanan dan pengangkutan (Patiwiri, 2004). Petani Indonesia
yang menggarap komoditas beras pada tahun 2003 berjumlah 25,4 juta rumah
tangga, dimana separuh dari jumlah tersebut adalah petani gurem yang memiliki
lahan di bawah 0,5 Ha. Sebagian besar petani di Indonesia tergolong lanjut usia
sedangkan keturunan petani yang masih muda lebih senang bekerja di sektor
industri di perkotaan. Sebagian besar petani di dalam mengembangkan usaha
taninya sangat hati-hati dalam menerapkan inovasi baru, mereka berusaha dengan
cara melihat petani lain yang telah berhasil karena takut dengan resiko gagal
panen (Patiwiri, 2006).
Masalah lain yang mempengaruhi perberasan nasional adalah masalah
perbankan. Menurut Glenardi (2004) dalam melakukan pembiayaan terkait
dengan perberasan umumnya petani tidak bernaung dalam suatu lembaga yang
baku seperti koperasi. Dari sisi permodalan, sebagian besar petani kurang layak
secara perbankan (bankable) baik dari persyaratan legalitas maupun kemampuan
dalam menyediakan agunan serta lahan yang dimiliki petani umumnya bukan
merupakan lahan sendiri. Selain itu terhadap
skim-skim perbankan yang
disediakan untuk para petani, masih belum tersedia pihak yang bertindak sebagai
penanggung jawab (off-taker) atas apa yang diusahakan oleh petani, baik dari sisi
ketersediaan sarana produksi maupun atas hasil usahanya.
Menurut Patiwiri (2004), teknologi pengolahan padi di Indonesia masih
sangat sederhana dan sebagian besar untuk proses perontokkan, pengeringan dan
pengangkutan masih mengandalkan tenaga manusia serta proses pengeringan
masih menggunakan sinar matahari. Untuk proses teknologi penggilingan padi
masih
didominasi
oleh
teknologi
sederhana
yaitu
dengan
penggunaan
6
penggilingan padi kecil (PPK) sebesar 35,3% dan Rice Milling Unit (RMU)
sebesar 34.4%, sedangkan penggunaan penggilingan padi besar (PPB) hanya
sebesar 4,5%. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa penggunaan penggilingan padi
kecil dan RMU memiliki porsi terbesar yaitu sebesar 69,7 % dengan kapasitas
produksi riil sebesar 0,3 – 0,7 ton beras/ jam.
Menurut Damardjati (1981) dalam Hasbullah (2007), penggunaan
kombinasi mesin penggiling merupakan salah satu faktor yang menentukan
rendemen beras dan mutu beras giling selain faktor bahan baku gabah, varietas
gabah, derajat kematangan dan cara penanganan awal (pre handling). Kombinasi
mesin penggilingan padi untuk penggilingan padi sederhana yang menggunakan
husker – polisher (H-P) menghasilkan rendemen rata-rata 55,71 % dengan mutu
beras kepala 74,25 % dan beras patah 14,99 %. Pada penggilingan padi dengan
kombinasi cleaner – husker – separator – polisher (C-H-S-P) menghasilkan
rendemen rata-rata 59,69 % dengan mutu beras kepala 75,73 % dan beras patah
12,52 %. Pada penggilingan padi besar (PPB) yang menggunakan kombinasi dyer
– cleaner – husker – separator – polisher – grader (D-C-H-S-P-G) menghasilkan
rendemen rata-rata 61,48 % dengan mutu beras kepala 82,45 % dan beras patah
11,97 %, Hadiutomo (2006) dalam Hasbullah (2007).
Tabel 1. Jenis Penggilingan Padi di Indonesia (Tahun 2002)
PPB
PPK
Sumatera
1.291
5.047
Jenis Penggilingan Padi (Unit)
Huller
PP
RMU
MasyaEngelberg
rakat
12.318
391
1.842
Jawa
2.739
28.112
11.056
129
Bali & NT
353
632
2.818
Kalimantan
205
3.051
Sulawesi
Maluku &
Irian
423
Propinsi
Indonesia
Penyosoh
/Polisher
Jumlah
1.614
22.503
10.049
9.440
61.525
3
235
525
4.566
1.634
1.107
834
800
7.631
2.022
10.155
878
361
284
14.123
-
148
115
-
-
-
263
5.011
(4.5%)
39.012
(35.3%)
38.096
(34.4%)
2.508
(2.3%)
13.321
(12.1%)
12.663
(11.4%)
110.611
(100%)
Sumber : Patiwiri (2004)
Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS, 1996) dalam Hasbullah
(2007), susut volume pada penanganan panen dan pasca panen padi dapat
7
mencapai 20,42 %. Susut volume tersebut terjadi pada saat panen sebesar 9,5 %,
proses perontokkan 4,8 %, pengeringan 2,1 %, penggilingan 2,2 %, penyimpanan
1,6 % dan pengangkutan 0,2 %. Menurut Ditjen PPHP (2008), susut volume pada
penanganan panen dan pasca panen padi secara menyeluruh telah menurun
menjadi sebesar 11,27%. Penyusutan tersebut terjadi pada saat panen sebesar
1,571 %, proses perontokkan 0,981 %, pengeringan 3,592 %, penggilingan 3,072
%, penyimpanan 1,68 % dan pengangkutan 0,38 %.
Menurut Malian (2004) dan Hasan (2008) kebijakan harga dasar gabah
tidak akan efektif apabila tidak diikuti dengan kebijakan nonharga seperti jaminan
ketersediaan pupuk, benih bermutu, irigasi, dan transportasi pascapanen. Bila
faktor-faktor nonharga tersebut dipenuhi, komponen biaya produksi beras akan
dapat ditekan dan akan berimbas pada harga di tingkat konsumen.
1.3 Perumusan Masalah Perberasan di Provinsi DKI Jakarta
Dari permasalahan perberasan nasional tersebut terdapat beberapa aspek
penting yang perlu dikaji lebih lanjut khususnya yang berhubungan dengan
masalah rantai pasokan beras di Provinsi DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta
memiliki pasar induk perberasan bernama Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC)
yang dikelola oleh PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ). Pengelola PIBC yaitu
FSTJ yang berada di bawah Pemda DKI Jakarta diharapkan dapat menjadi pihak
yang dapat mengatur dan mengendalikan ketahanan pangan khususnya untuk
komoditas beras di wilayah DKI Jakarta.
Untuk wilayah DKI Jakarta, masalah utama yang terkait dengan masalah
perberasan adalah jumlah kebutuhan beras bagi penduduk DKI Jakarta yang
sangat besar yang setiap saat harus tersedia dengan harga terjangkau namun tidak
didukung langsung oleh produksi beras secara mandiri yang dapat mencukupi
kebutuhan penduduknya. Untuk menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan
pasokan beras dengan harga yang terjangkau bagi penduduknya tersebut, maka
terdapat beberapa aspek penting yang perlu dikaji. Adapun aspek-aspek tersebut
adalah sebagai berikut
1. Aspek pasokan beras. Aspek pasokan beras sangat berperan penting dalam
menjaga ketersediaan beras bagi warga penduduk DKI Jakarta. Untuk itu,
8
Pemda DKI Jakarta yang diwakili oleh pihak PIBC perlu mengelola pasokan
beras baik yang masuk ke PIBC maupun pasokan beras yang ke luar dari
PIBC khususnya ke lima wilayah di DKI Jakarta. Dalam hal tertentu ketika
pasokan beras kurang pihak PIBC dapat meminta bantuan kepada pihak Badan
Urusan Logistik (BULOG) DKI Jakarta untuk melakukan operasi pasar.
2. Aspek harga beras. Aspek harga beras merupakan aspek yang juga sangat
penting dalam menentukan pengambilan keputusan pada berbagai institusi
dalam rantai pasokan, khususnya di PIBC. Untuk itu pihak PIBC perlu
mengantisipasi harga beras yang berfluktuasi guna menjaga harga yang dapat
terjangkau sehingga kelangsungan pasokan beras kepada warga DKI Jakarta
dapat terjaga. Dalam hal tertentu ketika harga beras meningkat tajam, pihak
PIBC dapat meminta bantuan pihak BULOG DKI Jakarta untuk melakukan
operasi pasar.
3. Aspek pemilihan pemasok beras. Aspek pemilihan pemasok beras dari pihak
petani maupun kelompok tani, merupakan aspek yang penting yang selalu
dilakukan oleh para pelaku bisnis perberasan di PIBC dalam menjaga
ketersediaan pasokan beras.
4. Aspek distribusi dan transportasi beras. Aspek distribusi dan transportasi yang
terkait dengan rute pengiriman dan armada pengiriman dari PIBC ke pasarpasar di wilayah DKI Jakarta dan kepada konsumen beras lainnya perlu
mendapatkan perhatian dari para pelaku bisnis di PIBC. Aspek distribusi yang
tidak mempertimbangkan rute terpendek pada suatu pengiriman dapat
menimbulkan biaya transportasi yang tinggi, sedangkan proses pengiriman
yang tidak memperhatikan jumlah armada yang sesuai dengan kapasitas
angkut dapat menimbulkan pemborosan.
5. Aspek kinerja dari rantai pasokan beras. Aspek ini perlu mendapat perhatian
dari para pelaku usaha perberasan di PIBC agar kinerja rantai pasokan beras
PIBC setiap waktu dapat diukur dan dievaluasi sejauh mana kinerja rantai
pasokan beras yang sudah dilakukan dan kinerja rantai pasokan beras yang
akan dicapai di masa mendatang.
9
1.4 Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan perberasan di Provinsi DKI Jakarta
tersebut, penelitian ini memiliki tujuan menghasilkan rancang bangun model
sistem pendukung keputusan cerdas untuk sistem rantai pasokan beras yang
efektif dan efisien yang mencakup model di bawah ini :
1. Model prakiraan pasokan dan prakiraan harga beras.
2. Model pemilihan pemasok beras.
3. Model distribusi dan transportasi beras.
4. Model kinerja rantai pasokan beras.
Pada penelitian ini, rancangan model dianggap efektif apabila model dapat
menjadi alternatif pertimbangan dari para pelaku perberasan di PIBC untuk dapat
dimanfaatkan sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Demikian pula,
rancangan model dianggap efisien apabila model dapat menunjukkan hasil yang
lebih cepat dari segi waktu, lebih murah dari segi biaya dan lebih sedikit dari
penggunaan aset serta lebih mudah dijelaskan secara rasional kepada masyarakat
umum.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang berupa suatu paket program dari sistem pendukung
keputusan rantai pasokan beras untuk
Provinsi DKI Jakarta, diharapkan
bermanfaat bagi berbagai pihak di bawah ini :
1.
Bagi Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Hasil penelitian dapat dipergunakan
sebagai suatu prototype untuk sistem peringatan dini (early warning system)
dalam menjaga ketersediaan, kesiapan dan kelancaran pasokan beras serta
dapat dimanfaatkan sebagai antisipasi tindakan akibat dari fluktuasi harga
beras. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, pada tahun 2010
jumlah penduduk DKI Jakarta adalah 9.588.198 orang (BPS Jakarta, 2011).
Dengan jumlah penduduk tersebut maka untuk satu tahun diperlukan beras
sekitar satu juta ton, padahal produksi beras dari wilayah DKI Jakarta sendiri
pada tahun 2010 hanya 11.164 ton (Departemen Pertanian, 2011). Dengan
demikian Pemda DKI Jakarta harus selalu waspada dan cepat tanggap dalam
10
hal ketersediaan, kesiapan, keterjangkauan dan kelancaran penyaluran beras
sampai ke tangan konsumen.
2.
Bagi para praktisi. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai prototype
yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan lebih lanjut di lapangan. Pada
penelitian ini dihasilkan suatu prototype program aplikasi komputasi yang
mencakup model prakiraan dan peringatan dini (early warning) pasokan
beras, model prakiraan dan peringatan dini (early warning) harga beras,
model pemilihan pemasok beras (supplier selection) dan model distribusi dan
transportasi beras.
3.
Manfaat bagi masyarakat umum. Bagi masyarakat umum seperti petani,
pedagang perantara atau pihak lain yang tidak langsung terkait, hasil
penelitian diharapkan dapat memberikan suatu efisiensi teknis yang secara
tidak langsung dapat mendukung kepada efisiensi ekonomis. Efisiensi
ekonomis diharapkan dapat mendukung suatu sistem ekonomi yang lebih
ekonomis. Dengan sistem ekonomi yang lebih ekonomis maka masyarakat
umum dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik atau mengeluarkan
biaya yang lebih murah.
4.
Bagi para akademisi. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan
pemikiran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pengembangan penelitian
lebih lanjut mengenai pengelolaan rantai pasokan perberasan di wilayah DKI
Jakarta atau di wilayah lainnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.
Penelitian membahas masalah yang mencakup proses prakiraan pasokan dan
harga beras, pemilihan pemasok beras, distribusi dan transportasi untuk
komoditas beras serta kinerja dari rantai pasokan beras di Provinsi DKI
Jakarta.
2.
Penelitian membahas komoditas beras. Beras yang diteliti untuk model
prakiraan pasokan, model pemilihan pemasok serta model distribusi dan
transportasi adalah semua jenis beras yang terdapat di Pasar Induk Beras
Cipinang (PIBC), sedangkan beras yang diteliti pada model prakiraan harga
11
dibatasi hanya untuk jenis beras varietas IR 64 mutu III (IR 64/ III) dan jenis
beras varietas Muncul mutu III (Muncul/ III). Untuk model prakiraan harga,
jenis beras hanya dibatasi untuk dua varietas tersebut karena selain jenis
beras ini adalah jenis beras yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat
karena harganya adalah harga medium, tetapi juga untuk model prakiraan
harga, setiap varietas memiliki harga tersendiri sehingga model prakiraan
harga satu varietas berbeda dengan varietas lainnya.
3.
Kasus penelitian dilakukan di Provinsi DKI Jakarta dengan focal company
pada rantai pasokan adalah PT. Station Food Tjipinang Jaya (FSTJ) yang
pengelolaannya berada di bawah naungan Pemerintah Daerah DKI Jakarta
serta menangani para pengusaha beras di PIBC.
4.
Para pemasok beras yang memasok ke PIBC berasal dari berbagai daerah
sentra produksi beras yang berada di beberapa Provinsi. Provinsi yang
dimaksud adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan
dan Lampung, sedangkan pihak konsumen sebagai ritel beras yang menjadi
titik distribusi dari PIBC dibatasi pembahasannya hanya sampai ke pasarpasar beras yang dikelola oleh PD. Pasar Jaya yang juga berada di bawah
pengelolaan Pemda DKI Jakarta.
5.
Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara dan data sekunder yang
dilaksanakan selama 12 bulan, dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan
Agustus 2010.
6.
Data sekunder mengenai harga beras dan pasokan beras yang digunakan
adalah data dari bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2010 yang
diperoleh dari FSTJ.
13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Beras Sebagai Komoditas Strategis
Beras adalah bagian dari bulir padi (gabah) yang telah dipisahkan dari
sekam. Tanaman padi yang menghasilkan gabah tersebut, dalam sistematika
tumbuhan diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophyta, sub divisio
Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Poales, famili Graminae, genus
Oryza Linn, dan speciesnya adalah Oryza Sativa L. Tanaman padi dapat
dibedakan dalam dua tipe, yaitu padi kering yang tumbuh di lahan kering dan padi
sawah
yang
memerlukan
perkembangannya.
air
menggenang
dalam
pertumbuhan
dan
Genus Oryza Linn meliputi lebih kurang dua puluh lima
spesies, tersebar di daerah tropik dan sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika,
dan Australia. Padi yang ada sekarang merupakan hasil persilangan antara
Oryza Officinalis dan Oryza Sativa f Spontania. Tanaman padi yang dapat tumbuh
baik di daerah tropis ialah tipe Indica, sedangkan yang tumbuh baik di daerah sub
tropis adalah tipe Japonica (Hanum, 2008).
Penggunaan beras dalam industri tidak hanya untuk industri makanan
seperti roti, kue, dan bihun, tetapi juga untuk industri non-makanan seperti
industri kosmetik dan tekstil. Secara umum pemanfaatan beras, baik untuk
makanan maupun non-makanan, dapat dilakukan dengan mengolah beras secara
langsung, mengolah beras menjadi tepung beras, atau mengolah beras menjadi
pati (Balitbang Deptan, 2005b) ). Gambar 1 menunjukkan aliran pemanfaatan padi
menjadi berbagai macam produk.
Menurut Sawit (2005), industri yang berbasis pada padi dan beras adalah
salah satu industri yang strategis dan penting. Sumbangan industri tersebut
terhadap Gross Domestic Product (GDP) pertanian mencapai 28,8%. Jumlah
orang yang bekerja pada industri tersebut mencapai 12,05 juta orang (jumlah
terbesar dibandingkan dengan industri lainnya di tanah air) atau mencapai 28,79%
dari total orang yang bekerja di bidang pertanian (agriculture employment). Oleh
karena itu mengabaikan pembangunan industri yang berhubungan dengan padi
dan beras dapat berakibat buruk terhadap pembangunan desa dan ketahanan
pangan, serta usaha mengentaskan kemiskinan.
14
Menurut Balitbang Deptan (2005b)), beras merupakan komoditas strategis,
primadona dan utama dalam mendukung pembangunan sektor ekonomi dan
ketahanan pangan nasional, serta menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian
di masa mendatang.
JERAMI
(+ 50%)
•
•
•
•
•
•
Kompos
Pakan/Silase
Bahan bakar
Media jamur
Kertas
Papan Pertikel
PANGAN
POKOK
PANGAN
FUNGSIONAL
•
PADI
BERAS
( + 61%)
• MENIR
( + 10%)
BERAS
PECAH
KULIT
(+80%)
•
•
•
•
•
PANGANAN
Beras Kepala
Beras Giling Berkualitas
Beras Arimatik
Beras Instan
Beras Kristal
• Beras Yodium
• Beras IG Rendah
• Beras Nutrisi Tinggi
• Beras Berlembaga
• Beras Fe Tinggi
• Kue Basah
• Kue Kering
TEPUNG
BAHAN
BAKU
INDUSTRI
GABAH
(+ 50%)
DEDAK
(+ 9%)
SEKAM
(+20%)
•
•
•
•
•
• Pakan
• Pangan Serat
• Minyak
•
•
•
•
Tepung BKP
Tepung Instan
Industri Tekstil
Pangan Olahan
BIHUN
EKSTRUDAT
PATI
• Pangan Olahan
• Modified Starch
• Gum/ Perekat
Arang Sekam
Abu Gosok
Bahan bakar
Silikat
Karbon aktif
INDUSTRI
TEKSTIL
Gambar 1. Pohon Industri Padi (Balitbang Deptan, 2005b) )
Menurut Departemen Perdagangan (2006), komoditas beras berperan
sangat strategis terhadap upaya mewujudkan ketahanan pangan, ketahanan
ekonomi, dan stabilitas politik nasional. Peran strategis tersebut terbukti pada
tahun 1966 dan 1998 ketika terjadi goncangan politik akibat krisis politik yang
serius yang disebabkan oleh harga pangan yang melonjak tinggi dalam waktu
singkat. Menurut Seminar (2010), pangan (terutama beras) merupakan komoditas
strategis, sehingga ketersediaan pangan secara langsung atau tidak langsung juga
berperan dalam menjaga stabilitas nasional.
15
2.2 Kondisi Perberasan Dunia
Menurut USDA (2008) Indonesia adalah produsen beras ke tiga terbesar di
dunia dengan kontribusi (share) produksi 8,43 % dari total produksi beras dunia
yang rata-rata jumlahnya sebesar 416,96 juta ton. Republik Rakyat Cina (RRC)
adalah negara dengan kontribusi produksi terbesar yaitu 30,51 % dari total
produksi beras dunia dan kemudian diikuti oleh India dengan kontribusi produksi
sebesar 21,82 %. Informasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Produksi Beras Dunia Tahun 2005 – 2008 (000 ton)
Negara
2005
125.363
83.130
34.830
25.600
22.716
17.360
92.299
401.298
Cina
India
Indonesia
Bangladesh
Vietnam
Thailand
Lainnya
Total
(USDA, 2008)
Tahun
2006
2007
126.414
127.200
91.790
93.350
34.959
35.300
28.758
29.000
22.772
22.922
18.200
18.250
95.431
94.162
418.324
420.184
2008
129.840
95.680
35.500
28.600
23.922
18.500
95.978
428.020
Persentase
(%)
30.51
21.82
8.43
6.71
5.54
4.34
22.70
100
Dari tahun 2001 sampai tahun 2004, Indonesia adalah importir beras
terbesar dunia dengan impor sekitar 9% dari jumlah impor dunia. Namun dari
tahun 2005 sampai 2008 peringkat impor Indonesia menurun menjadi peringkat
ke-5 dengan kontribusi impor sebesar 3.49 %. Data tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Perkembangan Impor Beras Dunia, Tahun 2001 – 2004 (000 ton)
Negara
Indonesia
Nigeria
Filipina
Iraq
EU-25
Iran
Lainnya
Total
(Deptan, 2005)
Tahun
2001
1.500
1.906
1.175
959
1.189
765
16.929
24.423
2002
3.500
1.897
1.250
1.178
1.173
964
17.905
27.867
2003
2.750
1.600
1.300
672
1.189
900
19.239
27.650
2004
1.238
1.425
992
1.100
1.008
963
18.454
25.179
Persentase
(%)
9
6
4
4
4
3
70
100
16
Tabel 4. Perkembangan Impor Beras Dunia, Tahun 2005 – 2008 (000 ton)
Negara
Filipina
Nigeria
Arab Saudi
EU-27
Indonesia
Iran
Lainnya
Total
(USDA, 2008)
2005
1.890
1.777
1.357
1.058
500
983
21664
29.229
Tahun
2006
2007
1.791
1.900
1.600
1.600
1.448
958
1.083
1.114
539
2.000
1.251
900
23020.7
23118
29.483
31.590
2008
2.400
1.600
1.015
1.100
1.100
900
20278
28.393
Persentase
(%)
6.72
5.54
4.03
3.67
3.49
2.35
74.21
100
2.3 Kondisi Perberasan Nasional
Sejak tahun 2004 sampai dengan 2010, jumlah produksi beras nasional
terus mengalami peningkatan dengan rata-rata per tahun sebesar 3,10 %,
sedangkan peningkatan rata-rata luas panen per tahun adalah 1,65 % dan
peningkatan rata-rata produktifitas padi per hektar per tahun adalah 1,43 %.
Peningkatan rata-rata produksi, luas panen dan produktifitas tersebut dapat dilihat
pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Data Perberasan Nasional 2004 - 2010
Tahun
2004
2009
2010
Produksi
(000 ton)
54.088 54.151 54.455 57.157 60.326 64.399
66.411
Luas Panen
(000 Ha)
11.922 11.839 11.786 12.148 12.327 12.884
13.244
Produktifitas
(Ku/Ha)
45,36
2005
45,74
2006
46,20
2007
47,05
2008
48,94
49,99
50,14
(Deptan, 2011a))
Jumlah produksi beras nasional tersebut, diperoleh dari seluruh propinsi di
Indonesia, mulai dari propinsi Nangroe Aceh Darussalam sampai dengan propinsi
Papua. Data produksi padi dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dapat
dilihat pada Tabel 6.
17
Tabel 6. Produksi Padi 2006 – 2010 Menurut Propinsi (ton)
Tahun
No
Propinsi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8
9
10
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
Nanggroe Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Riau Kepulauan
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
N. T. Barat
N. T. Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua
Irian Jaya Barat
Indonesia
2006
2007
2008
2009
2010
1.350.748
3.007.636
1.889.489
429.380
544.597
2.456.251
378.377
2.129.914
16.506
332
6.197
9.418.572
8.729.291
708.163
9.346.947
1.751.468
840.891
1.552.627
511.911
1.107.661
491.712
1.636.840
541.171
454.902
739.777
3.365.509
349.429
192.583
301.616
49.833
59.215
68.319
27.073
1.533.369
3.265.834
1.938.120
490.087
586.630
2.753.044
470.469
2.308.404
24.390
343
8.002
9.914.019
8.616.855
709.294
9.402.029
1.816.140
839.775
1.526.347
505.628
1.225.259
562.473
1.953.868
567.501
494.950
857.508
3.635.139
423.316
200.421
312.676
57.132
48.531
28.204
81.678
1.402.287
3.340.794
1.965.634
494.260
581.704
2.971.286
484.900
2.341.075
15.079
404
8.352
10.111.069
9.136.405
798.232
10.474.773
1.818.166
840.465
1.750.677
577.895
1.321.443
522.732
1.954.284
586.031
520.193
985.418
4.083.356
405.256
237.873
343.221
75.826
51.559
39.537
85.699
1.556.858
3.527.899
2.105.790
531.429
644.947
3,125.236
510.160
2.673.844
19.864
430
11.013
11.322.681
9.600.415
837.930
11.259.085
1.849.007
878.764
1.870.775
607.359
1.300.798
578.761
1.956.993
555.560
549.087
953.396
4.324.178
407.367
256.934
310.706
89.875
46.253
36.985
98.511
1.582.468
3.582.432
2.211.248
574.864
628.828
3.272.451
516.869
2.807.791
22.249
1.246
11.164
11.737.683
10.110.830
823.887
11.643.773
2.048.047
869.161
1.774.499
533.268
1.343.888
648.872
1.842.089
588.112
583.458
931.379
4.374.432
454.644
253.563
362.900
83.109
55.401
34.254
102.610
54.454.937
57.157.435
60.325.925
64.398.890
66.411.469
b)
(Deptan, 2011 )
Sejak tahun 2005 sampai 2009, tiga propinsi yang paling banyak
menghasilkan produksi beras nasional berturut-turut adalah Jawa Barat, Jawa
Timur dan Jawa Tengah walaupun pada tahun 2008 dan tahun 2009, jumlah
produksi beras dari propinsi Jawa Timur sudah melampaui jumlah produksi beras
dari propinsi Jawa barat.
18
Dalam hal pengadaan beras nasional, Badan Urusan Logistik (BULOG)
telah membuat standar pembelian beras dalam enam jenis mutu yaitu BG I dan
BG II dengan mutu masing-masing A, B dan C. BG I adalah beras giling dengan
derajat sosoh 1/1, sedangkan BG II adalah beras giling dengan derajat sosoh 3/4.
Mutu A, B dan C masing-masing menunjukkan persentase maksimum beras
patah (Winarno, 2004). Pada tahun 1999 terbit SNI No. 01-6128-1999 tentang
standar mutu beras giling yang meliputi definisi, istilah, klasifikasi, syarat mutu,
cara pengambilan contoh, cara uji, penandaan, pengemasan dan rekomendasi.
Beras giling digolongkan ke dalam lima kelas mutu yaitu I, II, III, IV dan V yang
dinyatakan dengan persyaratan umum bebas hama dan penyakit, bebas bau apek,
asam atau bau asing lainnya, bebas dari campuran bekatul dan bebas dari tandatanda adanya bahan kimia yang membahayakan, sedangkan persyaratan
khususnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :
Tabel 7. Persyaratan Khusus Mutu Beras (SNI 01-6128-1999)
No
MUTU
Komponen Mutu
Satuan
I
II
III
IV
V
2
Derajat Sosoh (min)
Kadar Air (maks)
%
%
100
14
100
14
100
14
95
14
85
15
3
Beras kepala (min)
%
100
95
84
73
60
4
Butir utuh (min)
%
60
50
40
35
35
5
Butir patah (maks)
%
0
5
15
25
35
6
Butir menir (maks)
%
0
0
1
2
5
7
Butir merah (maks)
%
0
0
1
3
3
8
Butir kuning/rusak (maks)
%
0
0
1
3
5
9
Butir mengapur (maks)
%
0
0
1
3
5
10
Benda asing (maks)
%
0
0
0.02
0.05
0.2
11
12
Butir gabah (maks)
Campuran varietas lain (maks)
Btr/100 gr
%
0
5
0
5
1
5
2
10
3
10
1
(Winarno, 2004)
Sentra Agribisnis Perberasan (SAP), adalah suatu gagasan yang
mengemuka
dari
BULOG
yang
diharapkan
dapat
mengatasi
berbagai
permasalahan seperti pola rantai distribusi gabah dan beras yang masih lemah,
mutu beras yang cenderung lebih rendah dari mutu beras impor dan tingkat harga
beras yang cenderung fluktuatif.
SAP juga diharapkan mampu memperbaiki
19
kondisi ketahanan pangan yaitu mampu menyediakan tingkat produksi beras
dalam upaya memenuhi jumlah konsumsi dan persediaan akhir (Gumbira-Sa'id
dan Dewi, 2004). Selanjutnya menurut Gumbira-Sa'id dan Dewi (2004), untuk
mengoptimalkan SAP diperlukan usaha integrasi atau keterkaitan antara fungsi
pengolahan dan penanganan gabah/ beras di lini off-farm serta penyediaan bibit,
pupuk, alat/ mesin dan pestisida di lini on-farm dengan fungsi kegiatan pemasaran
(future trading), standarisasi dan sertifikasi serta pemanfaatan limbah terpadu.
Keterkaitan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Keterkaitan Kegiatan Yang Perlu Dibangun Untuk Pengembangan
SAP di Indonesia (Gumbira-Sa'id dan Dewi, 2004).
Selain itu, menurut Gumbira-Sa'id dan Dewi (2004), dalam pengembangan
SAP diperlukan juga integrasi antara unit-unit penggilingan padi dengan industri
pengguna lainnya seperti dengan unit penyedia faktor produksi, industri pangan,
industri pengguna limbah, penyedia jasa logistik, bank serta asuransi. Dengan
demikian SAP tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para petani dan
kelompok tani. Ilustrasi integrasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
20
Unit-Unit Penyedia Faktor
Produksi
- Produsen Bibit
- Produsen Alsintani
- Produsen Pupuk, Kompos
- Produsen Pestisida
Industri Pangan (produk
beras instant, nasi kaleng,
produk kering beras, produk
fermentasi beras, dll.)
Unit-unit Penggilingan
Padi Terintegrasi
(Integrated Rice
Milling Unit, RMU)
Penyedia Jasa
Logistik
Industri Pengguna Limbah
RMU
- Industri Pakan Ternak
- Industri Kompos
- Industri Bangunan
- Produsen Hortikultura dll
Bank dan Asuransi
Petani/ Kelompok Tani
Gambar 3. Ilustrasi Rancangan SAP (Gumbira-Sa'id dan Dewi, 2004).
Pada Tahun 2009 produksi beras dalam negeri mencapai 38,04 juta ton, di
mana terjadi peningkatan sebesar 2,17 juta ton (6,04%) bila dibandingkan
produksi tahun 2008. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan
luas panen seluas 515,31 ribu hektar (4,18%) dan produktivitas sebesar 0,77
kwintal/hektar (1,57%) (Badan Pusat Statistik, 2009).
Berdasarkan analisa prospektif diketahui bahwa ada tujuh faktor kunci
atau faktor dominan yang sangat berpengaruh dalam sistem ketersediaan beras
yaitu produksi, produktivitas, konversi lahan, pencetakan sawah, kesesuaian
lahan, konsumsi per kapita dan jumlah penduduk. Nilai Indeks ketersediaan Jawa
67,23 dan Sumatera 56,13 dengan status cukup, sedangkan Sulawesi 39,38 dan
Kalimantan 36,79 dengan status kurang (Nurmalina, 2008).
Jumlah produksi beras di Indonesia selama ini lebih banyak dipasok oleh
propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sentra produksi beras untuk
Jawa Barat adalah kabupaten Cianjur, Karawang, Indramayu, Subang dan
Cirebon. Sentra produksi beras untuk Jawa Tengah diantaranya adalah kabupaten
Tegal, Brebes, Pemalang, Demak dan Kudus, sedangkan untuk Jawa Timur
daerah sentra produksi berasnya disebut GERBANG KERTASUSILA yaitu
21
Gresik, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan (Badan Pusat
Statistik, 2009).
Sebagian besar beras yang dikonsumsi penduduk Indonesia merupakan
hasil produksi dari Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat (6,77 juta ton), Jawa Timur (6,65
juta ton), Jawa Tengah (5,83 juta ton). Kemudian Sulawesi Selatan (2,72 juta ton),
Sumatera Utara (2,1 juta ton), Sumatera Selatan (1,82 juta ton), Lampung (1,55
juta ton), Sumatera Barat (1,28 juta ton), Banten (1,1 juta ton), Nusa Tenggara
Barat (1,04 juta ton), Bali (529,6 ribu ton), Nusa Tenggara Timur (296,9 ribu ton),
Kalimantan Barat (74,2 ribu ton), Papua (55,5 ribu ton), dan Maluku (50,7 ribu
ton). Sebagian daerah dari sentra produksi padi tahun 2009 di Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 4 berikut :
Gambar 4. Peta Sentra Produksi Padi (Badan Pusat Statistik, 2009).
Berdasarkan hasil survei
Badan Pusat Statistik (2009) tentang pola
distribusi perdagangan enam belas komoditas di lima belas Provinsi, pola saluran
distribusi perdagangan beras menunjukkan beberapa pola, ada yang mempunyai
rantai pendek atau sederhana dan ada pula yang mempunyai rantai yang cukup
panjang atau kompleks. Semakin dekat dengan lokasi produsen maka rantai
distribusi perdagangan semakin pendek, sebaliknya jika semakin jauh dari lokasi
produsen maka rantainya semakin panjang.
22
Secara umum, pola distribusi perdagangan beras dari lima belas provinsi
dapat dilihat pada Gambar 5. Pola distribusi perdagangan beras pada lima belas
provinsi tersebut dimulai dari produsen beras kemudian didistribusikan ke
eksportir, distributor, agen, grosir, supermarket, pengecer, konsumen akhir (rumah
tangga, rumah sakit pemerintah, panti asuhan dan panti sosial), industri
pengolahan (industri makanan seperti kue-kue basah, ketupat, krupuk dan industri
tepung beras), serta didistribusikan kepada kegiatan usaha lain seperti rumah
makan, hotel, restoran dan katering (Badan Pusat Statistik, 2009).
Gambar 5. Pola Distribusi Perdagangan Beras Pada 15 provinsi
(Badan Pusat Statistik, 2009)
Menurut Perdana (2008), sistem rantai pasokan industri perberasan
merupakan suatu siklus tertutup yang terdiri atas umpan balik aliran material
berupa gabah, beras, uang dan aliran informasi berupa permintaan yang terjadi
pada interaksi pelaku dari mulai petani, pedagang gabah, penggilingan beras
(RMU), pedagang beras di sentra produksi sampai dengan pedagang beras di
pasar induk perkotaan. Setiap aliran material dan informasi yang terjadi
merupakan hasil keputusan yang dilakukan oleh setiap pelaku rantai pasokan
industri perberasan.
23
2.4 Kondisi Perberasan di Provinsi DKI Jakarta
Menurut Rusastra et al. ( 2004), secara umum petani dari tujuh kabupaten
di Indonesia yaitu kabupaten Indramayu, Majalengka, Klaten, Kediri, Agam,
Sidrap dan Ngawi menjual gabahnya melalui pedagang pengumpul, penggilingan
padi dan Koperasi Unit Desa (KUD), sedangkan beras yang dihasilkan
selanjutnya dijual melalui pedagang besar, pasar propinsi dan Depot Logistik
(DOLOG). Sebagian jalur pemasaran beras dari tujuh kabupaten pemasok yang
memasuki pasar konsumen DKI Jakarta ada yang masuk langsung menuju ke kios
pengecer dan konsumen, misalnya dari kabupaten Agam, Sidrap dan Ngawi,
sedangkan dari kabupaten Indramayu, Majalengka, Klaten dan Kediri, beras
dipasarkan ke konsumen terlebih dahulu melalui pasar induk beras Cipinang
(PIBC). Ilustrasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Distribusi Beras Dari Tujuh Kabupaten Ke DKI Jakarta.
(Rusastra et al., 2004)
Menurut Badan Pusat Statistik (2009), pengadaan beras untuk DKI
Jakarta, baik di tingkat distributor maupun pedagang pengumpul berasal dari
produsen yang berada di provinsi lain, sedangkan importir mendapat pasokan dari
importir langsung. Proses penjualan beras untuk wilayah DKI Jakarta memiliki
24
pola distribusi perdagangan yang cukup panjang dari tingkat distributor sampai
dengan pedagang eceran. Sebagian besar distribusi beras di tingkat distributor
dijual ke pedagang grosir (49,48%), kemudian ke agen (24,82%), ke pedagang
eceran (17,19%), ke sub distributor (6,30%), ke supermarket (1,62%), ke
konsumen akhir (0,57%), dan sebagian kecil ke kegiatan usaha lainnya (0,02%).
Menurut pimpinan Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Penggilingan Padi
dan Pengusaha Beras Indonesia (DPP Perpadi) DKI Jakarta, impor beras yang
terjadi pada tahun 2009 adalah impor beras ketan dan beras kelas premium yang
dilakukan oleh pihak swasta yang ditentukan oleh Kementerian Pertanian untuk
kuota impor beras khusus sebesar 80 ribu ton.
Beras tersebut berasal dari
Vietnam, Thailand dan India. Tahun 2010 sendiri, terdapat angka impor beras
sebesar 600 ribu ton yang dilakukan oleh BULOG dari Vietnam untuk cadangan
beras nasional sebagai tindak lanjut kontrak pemerintah Indonesia dengan
pemerintah Vietnam sebelumnya. Dengan demikian, pada saluran distribusi
perberasan di provinsi DKI Jakarta, terdapat unsur beras yang masuk dari luar
negeri melalui mekanisme impor. Pola saluran distribusi beras di DKI Jakarta
tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Pola Distribusi Beras di DKI Jakarta
(Badan Pusat Statistik, 2009)
25
Pasokan beras yang masuk ke PIBC terutama berasal dari berbagai daerah
seperti dari Banten, Cianjur, Karawang, Bandung, Cirebon, Jawa Tengah dan dari
Jawa Timur. Berdasarkan data dari PIBC yang dapat dilihat pada Lampiran 1.1
sampai dengan Lampiran 1.5, untuk tahun 2005, beras sebanyak 80,8% dipasok
dari tiga daerah yaitu dari Karawang, Cirebon dan Bandung, sedangkan 19,2%
dipasok dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan dari luar pulau Jawa. Dari daerah
yang sama untuk tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009, berturut-turut beras yang
dipasok ke PIBC adalah 74,73%, 70, 89%, 69,19 % dan 78,61 %. Untuk tahun
2009, ilustrasi pasokan beras menuju PIBC dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pola Distribusi Beras Dari Luar DKI Jakarta ke PIBC
(PIBC 2009)
Pasokan beras yang ke luar dari PIBC, didistribusikan ke berbagai daerah
yaitu ke wilayah DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan antar pulau. Berdasarkan data PIBC, untuk tahun 2005
beras sebanyak 65,98% didistribusikan ke sejumlah pasar di DKI Jakarta,
sebanyak 16,21% beras didistribusikan menuju antar pulau, sebanyak 14,91%
beras didistribusikan menuju Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, sedangkan
sisanya sekitar 2,9% didistribusikan ke Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Secara lebih rinci, dari tahun 2005 sampai dengan 2009, persentase beras yang
didistribusikan dari PIBC ke luar PIBC dapat dilihat pada Tabel 8. Sejak tahun
26
2008, beras dari PIBC juga didistribusikan ke Propinsi Banten. Ilustrasi distribusi
beras dari PIBC ke luar PIBC tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 8. Distribusi Beras Dari PIBC ke luar PIBC, 2005 – 2009 (%)
Wilayah/ Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
DKI Jakarta
Antar Pulau
Bodetabek
Jabar, Jateng, Jatim
65,98
16,21
14,91
2,89
66,48
17,49
13,86
2,18
74,43
10,01
13,41
2,16
65,27
15,60
17,27
1,86
58,32
23,43
16,03
2,22
(Diolah dari Data FSTJ 2005 – 2009)
Gambar 9. Pola Distribusi Beras Dari PIBC ke Luar DKI Jakarta
(PIBC, 2009)
2.5 Manajemen Logistik
Logistik secara praktis sudah dimanfaatkan oleh pihak militer yang harus
mendesak kekuatan negara/ wilayah tetangganya. Sebagaimana tercatat pada
tahun 700 sebelum masehi, pasukan Assiria telah memiliki banyak peralatan
perang yang terbuat dari besi, baju baja serta kereta pertempuran. Pasukan Assiria
mengelola peralatan tersebut dengan baik dan menyediakannya dalam
pertempuran di berbagai medan tempur seperti di gurun dan pegunungan (Karoo,
2011).
27
Menurut La Londe (1994), istilah logistique sudah dikenal pada jaman
Napoleon Bonaparte. Istilah tersebut diberikan kepada perwira pembagi pasukan
dan kepada petugas yang mencari dan mengumpulkan makanan untuk kuda dan
binatang ternak. Lebih lanjut La Londe (1994) menyatakan bahwa pada tahun
1920`an, istilah distribusi fisik dipergunakan sebagai istilah yang memiliki
pengertian bagaimana mengelola aliran barang yang dapat menurunkan biaya
serta untuk meningkatkan pelayanan. Pada tahun 1948, The American Marketing
Association
(AMA)
mendefinisikan
manajemen
distribusi
fisik
sebagai
pergerakan dan penanganan barang dari titik produksi ke titik konsumsi.
Pendekatan ke arah manajemen logistik terpadu, dimulai dari pendekatan
pertama yaitu pendekatan distribusi fisik yang memfokuskan pengelolaan pada
aliran barang jadi ke luar. Pendekatan ke dua adalah pendekatan manajemen
material yang lebih fokus pada aktivitas pembelian, penerimaan, penanganan
material, perencanaan produksi dan pengendalian persediaan. Pendekatan ke tiga
adalah pendekatan logistik bisnis (business logistics) yang mencakup dua
pendekatan sebelumnya yaitu gabungan dari manajemen material dan distribusi
fisik (La Londe, 1994). Selanjutnya La Londe (1994) juga menyatakan bahwa
evolusi manajemen logistik terpadu didasari oleh persediaan. Secara umum,
persediaan dalam suatu perusahaan sebanyak 30% terdapat pada putaran
pengadaan (procurement loop), 30% terdapat pada putaran operasional (operation
loop) dan 40% terdapat pada putaran distribusi fisik. Ilustrasinya dapat dilihat
pada Gambar 10.
Gambar 10. Evolusi Manajemen Logistik Terpadu (La Londe, 1994)
28
Sementara itu Johnson (1996) merinci hal-hal yang terkait dengan
perpindahan atau pengadaan barang dari para pemasok ke perusahaan yang
disebut dengan logistik masuk (inbound logistics), pergerakan barang di dalam
satu perusahaan disebut dengan manajemen material dan pemindahan barang jadi
dari suatu perusahaan sampai kepada pelangan disebut dengan distribusi fisik.
Johnson (1996) juga mendefinisikan logistik sebagai keseluruhan proses bahan
dan barang (materials and products) mulai masuk, melalui dan keluar dari
perusahaan. National Council of Physical Distribution Management (NCPDM)
yang berubah nama menjadi Council of Logistic Management (CLM) dalam
Blanchard
(1998),
mendefinisikan
logistik
sebagai
proses
perencanaan,
penerapan, pengendalian aliran dan penyimpanan bahan baku, persediaan dalam
proses, barang jadi dan informasi terkait secara efisien dengan biaya efektif (costeffective) dimulai dari titik awal sampai dengan titik pengguna atau titik konsumsi
dengan tujuan memberikan kepuasan kepada pelanggan. Menurut Council of
Supply Chain Management Professional (CSCMP), logistik didefinisikan sebagai
bagian dari rantai pasokan yang merencanakan, menerapkan dan mengendalikan
aliran maju dan balik (forward and reverse flow) secara efektif dan efisien dalam
hal barang, jasa dan informasi antara titik awal dan titik konsumsi dengan tujuan
memenuhi kebutuhan pelanggan (CSCMP, 2011).
Stock (2001) memperlihatkan hubungan antara input , proses dan output
logistik. Input yang memasuki sistem logistik dapat berupa sumber daya alam,
sumber daya manusia, sumber daya finansial dan sumber daya informasi. Proses
logistik dimulai dari perencanaan, penerapan dan pengendalian. Ketiga proses ini
didukung oleh berbagai kegiatan seperti layanan pelanggan, prakiraan kebutuhan,
pengadaan, pergudangan dan distribusi serta transportasi. Sementara output dari
sistem logistik tersebut ditujukan supaya sistem dapat berorientasi pada pasar,
memiliki utilitas tempat dan waktu serta bersifat cepat tanggap terhadap
pelanggan. Ilustrasi konsep tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
29
Gambar 11. Sistem Logistik Secara Komprehensif (Stock, 2001).
Rutner (2007) memberikan gambaran keterpaduan antara manajemen
material dan distribusi fisik secara lebih menyeluruh yang mencerminkan bisnis
logistik. Mulai dari bahan baku, penyimpanan, proses manufaktur, distribusi dan
transportasi barang jadi hingga ke pasar. Ilustrasi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 12.
Gambar 12. Integrasi Manajemen Material
dan Distribusi Fisik (Rutner, 2007).
Menurut Rutner (2007), evolusi logistik dimulai dengan fase fragmentasi
pada tahun 1960`an kemudian fase fragmentasi tersebut mengerucut menjadi tiga
30
bagian. Pada bagian pertama terdiri dari kegiatan-kegiatan logistik masuk (inbound logistics) seperti prakiraan kebutuhan dan pembelian, kemudian bagian
kedua adalah bagian manajemen material dan bagian ke tiga adalah bagian
logistik ke luar (out bound logistics) dengan kegiatannya seperti perencanaan
distribusi dan transportasi. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 13.
Perkembangan definisi logistik dengan satu kebaruan diberikan oleh
Caplice dari Masscachusett Institute of Technology (MIT). Caplice (2007)
mendefinisikan logistik sebagai pengelolaan aliran item, informasi, uang dan ide
dalam koordinasi proses rantai pasokan dengan menggunakan strategi tempat,
waktu dan pola. Sementara pengertian logistik dalam bisnis keuangan dan
perbankan, menurut Garda (2009) tidak hanya tergantung pada teknologi yang
mendukung kepada target sukses bagi mitra usaha, tetapi juga tergantung kepada
faktor manusia (human faktor) dalam hal mendengarkan, mempelajari dan
mengantarkan solusi yang tepat untuk pelanggan.
Gambar 13. Evolusi Logistik Dari Era 1960'an
Sampai Tahun 2000'an (Rutner, 2007).
2.6 SCM (Supply Chain Management)
Supply Chain Management atau diterjemahkan dengan manajemen rantai
pasokan adalah konsep yang mengintegrasikan semua pelaku usaha yang secara
umum terdiri dari pemasok, produsen, distributor, ritel sampai konsumen.
Menurut Damrongwongsiri (2003) ruang lingkup rantai pasokan sangat luas
31
sehingga tidak akan ada satu model yang dapat mencakup semua aspek dari rantai
pasokan. Banyak pihak memberikan pengertian tentang rantai pasokan. Global
Supply Chain Forum dalam Croxton (2001) mendefinisikan bahwa rantai pasokan
adalah suatu integrasi dari berbagai proses kunci bisnis, mulai dari pemasok awal
sampai dengan pengguna akhir dengan cara menyiapkan barang, jasa dan
informasi yang dapat memberikan nilai tambah untuk pelanggan dan pemangku
kepentingan lainnya (other stakeholders).
Bolstorff (2003) mengartikan bahwa rantai pasokan adalah suatu proses
yang terintegrasi dari suatu organisasi atau institusi yang memiliki aktivitas yang
dimulai dari tahap perencanaan (plan), pengadaan sumber daya (source),
pembuatan (make), pengantaran (deliver) dan pengembalian (return) untuk
menangani barang, jasa maupun informasi dari pihak pemasok awal hingga ke
tangan konsumen akhir. Menurut Levy (2003) rantai pasokan adalah satu
himpunan
pendekatan yang secara efisien mengintegrasikan pemasok,
manufaktur, pergudangan dan penyimpanan sehingga produk yang dihasilkan
dapat didistribusikan dengan jumlah yang sesuai, ke tempat atau lokasi yang tepat,
pada waktu yang tepat supaya dapat meminimalkan biaya keseluruhan sementara
tingkat layanan pelanggan tetap terjaga. Di lain pihak Christofer (2005)
mendefinisikan rantai pasokan sebagai pengelolaan hubungan ke arah hulu dan
hilir dengan para pemasok dan konsumen untuk menghantarkan nilai terbaik
kepada konsumen dengan biaya yang rendah ke seluruh rantai pasokan.
Terdapat banyak penelitian yang meneliti rantai pasokan dalam komoditas
beras. Mardianto (2004) meneliti tentang mengenai proteksi, promosi dan inovasi
beras di berbagai negara di Asia. Goel (2007) meneliti mengenai pemasaran,
struktur pasar dan kebijakan perusahaan untuk koordinasi distribusi beras.
Blengini dan Busto (2009) membahas mengenai kajian siklus sistem produksi
perberasan mulai budidaya padi sampai pengiriman beras ke ritel di Italia,
sedangkan Moustier, et al. (2010) mengkaji peluang suatu organisasi petani yang
menghasilkan beras untuk memasuki ritel modern di Vietnam.
32
2.7 Pendekatan Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan atau penggabungan dari elemen, komponen
atau subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan
(Eriyatno, 2003; Alisadono et al., 2006). Terkait dengan proses input – output,
maka sistem dipahami sebagai media yang menghubungkan antara variabel input
dengan variabel output (Wellstead, 2000), sementara menurut Johnston, et al.
(2000), sistem dipahami sebagai suatu area yang memiliki batas, memiliki
komponen yang saling berhubungan, memiliki tujuan dan kinerja serta memiliki
sumber daya dan hadir serta berhubungan dengan lingkungannya.
Pendekatan sistem adalah metodologi dalam penyelesaian masalah yang
disusun secara tentatif untuk mendapatkan hasil yang berupa sistem operasional
(Alisadono et al., 2006), sedangkan menurut Shannon (2011) pendekatan sistem
adalah analisis terhadap sistem secara utuh dan menyeluruh mulai dari bagian
terkecil, sub bagian sampai sistem sebagai sesuatu yang terpadu itu sendiri dan
menelaah bagaimana setiap bagian tersebut bekerja dan berhubungan.
Menurut Eriyatno (2003), tahapan dalam pendekatan sistem mencakup
analisis sistem, rekayasa model, implementasi rancangan serta implementasi dan
operasi sistem. Di lain pihak, Alisadono et al. (2006), menyatakan bahwa
pendekatan sistem melibatkan faktor-faktor yang penting dalam mencapai
pemecahan masalah dan menggunakan metode kuantitatif yang tepat pada
berbagai tahap untuk mencapai tujuan sistem tersebut.
Terdapat beberapa penelitian yang memanfaatkan pendekatan sistem
dalam penyelesaian suatu persoalan seperti yang dilakukan oleh Chapman et al.
(2001) dalam penelitian tentang efek jatuh dari meteor atau asteroid terhadap
bumi dan kepanikan penduduk. Sonar (2009) melakukan penelitian tentang
pengembangan bisnis cerdas (business intelligence) yang memanfaatkan berbagai
metode kecerdasan buatan (artificial intelligence) serta dapat digunakan melalui
internet dengan waktu seketika (real time - on line), sedangkan Prakash (2010)
memanfaatkan pendekatan sistem dalam penelitian tentang resistensi terhadap
perubahan dari pustakawan yang bekerja di sektor akademik dan institusi riset di
India.
33
2.8 Modal Sosial (Social Capital)
Social capital atau modal sosial adalah suatu pendekatan sosial
kemasyarakatan yang memandang bahwa masyarakat dengan semua norma dan
strukturnya adalah aset atau modal yang dapat dipergunakan untuk mendapatkan
manfaat dalam kehidupan masyarakat. Manfaat bagi masyarakat tersebut dapat
berbentuk manfaat ekonomi, manfaat psikologi, manfaat keamanan dan
kenyamanan serta manfaat pendidikan bagi masyarakat itu sendiri. Menurut
Woolcock dan Narayan (2000), modal sosial adalah norma atau jaringan yang
memungkinkan satu kelompok masyarakat dapat bertindak secara bersama-sama,
sementara menurut Fukuyama (2001), modal sosial adalah norma yang
mendorong interaksi antara dua individu atau lebih untuk bekerja sama. Misal
norma tersebut dapat berupa norma sederhana di antara dua orang sahabat sampai
dengan norma yang komplek dan rumit di antara dua kelompok masyarakat yang
memiliki dua ajaran agama yang berbeda.
Menurut Dudwick et al. (2006), dilihat dari faktor pendukungnya, terdapat
enam dimensi dalam modal sosial yaitu adanya kelompok dan jaringan,
kepercayaan dan solidaritas, tindakan kolektif dan kerjasama, informasi dan
komunikasi, kohesi sosial dan inklusi, serta pemberdayaan dan tindakan politik.
Menurut Knorringa dan Steveren (2006), dimensi dalam modal sosial dapat dilihat
dari tingkat kompleksitas struktur sosial. Tingkat tersebut dapat berbentuk mikro
(microlevel), menengah (mesolevel) maupun makro (macrolevel). Secara
mendasar, menurut Scheffert (2009), jaringan dalam modal sosial dibentuk dari
tiga faktor yaitu jaringan ikatan (bonding network), jaringan penghubung (linking
network) dan jaringan jembatan (bridging network). Ilustrasi jaringan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 14.
Pada penelitian ini, dibahas hubungan antara konsep modal sosial yang
berasal dari konsep sosial kemasyarakatan dengan konsep rantai pasokan yang
berasal dari konsep strategi bisnis. Seperti McGrath dan Sparks (2005) yang
menyatakan para pelaku usaha dalam rantai pasokan semakin kuat ikatannya
apabila didasarkan pada modal sosial, sedangkan penelitian Segura dan Anghel
(2011)
menjelaskan hubungan modal sosial di antara pembeli dengan para
pemasoknya.
34
Gambar 14. Jaringan Dalam Modal Sosial (Scheffert, 2009).
2.9 Definisi Prakiraan (Forecasting Definition)
Terdapat banyak pemahaman tentang prakiraan, namun secara umum
prakiraan didefinisikan sebagai proses menganalisis data saat ini dan data pada
masa lalu untuk menentukan tren di masa depan. Prakiraan sudah banyak
digunakan di berbagai bidang seperti untuk prakiraan pemasaran (Armstrong,
1987), prakiraan nilai tukar mata uang (Halim, 2000), prakiraan cuaca (Coiffier,
2008), prakiraan pertanian (Kahforoushan, 2010), prakiraan untuk produktivitas
(Mouli, 2006), prakiraan keuangan pada suatu bank (Kumar, 2006) dan prakiraan
penjualan (Traudes, et al, 2008). Beberapa kategori metode prakiraan termasuk
time series (Derby, 2009), metode ekonometrik (Allen, 2001) dan jaringan syaraf
tiruan (Makridakis, 1998; Tkacz, 1999; Betker, 2003 dan Patuelli, 2006). Pada
penelitian ini, proses prakiraan dipergunakan untuk memperkirakan pasokan beras
dan memperkirakan harga beras di wilayah DKI Jakarta. Data yang digunakan
adalah time series dan metode yang digunakan adalah jaringan syaraf tiruan
backpropagation.
35
Beberapa Sifat dari Prakiraan
Dalam membuat prakiraan atau menerapkan hasil suatu prediksi, maka ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Menurut Santoso (2009) prakiraan
pasti mengandung kesalahan, artinya prakiraan hanya dapat mengurangi
ketidakpastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian
tersebut. Selain itu juga prakiraan jangka pendek lebih akurat dibandingkan
prakiraan jangka panjang, hal ini disebabkan karena pada prakiraan jangka
pendek, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan,
sedangkan semakin panjang periode prediksi, maka semakin besar pula
kemungkinan terjadinya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan.
Menurut Hanaa (2009), prakiraan kebutuhan dipandang sebagai kunci untuk
menyeimbangkan resiko kelebihan pasokan dan kekurangan pasokan.
2.10 Pemilihan Pemasok (Supplier Selection)
Menurut Boran et al. (2009), Razmi (2009), Gulsen (2010) dan Hsu
(2010), pemilihan pemasok adalah salah satu kegiatan rantai pasokan yang
strategis dan sangat penting dalam menjamin kesinambungan dan efektifitas rantai
pasokan. Menurut Boran et al. (2009) pemilihan pemasok adalah proses untuk
mendapatkan pemasok yang tepat yang dapat menyediakan pihak pembeli mutu
barang maupun jasa yang tepat dengan harga yang tepat, pada waktu dan jumlah
yang tepat. Menurut Gulsen (2010), tujuan dari pemilihan pemasok adalah untuk
mereduksi resiko pembelian, memberi nilai yang optimal, membangun relasi
jangka panjang dan handal antara pembeli dan pemasok.
Proses pengambilan keputusan dalam pemilihan pemasok menurut Jadidi
(2009), Boran et al.(2009) dan Gulsen (2010) umumnya dilaksanakan melalui
pengambilan keputusan multi atribut (multi attribute decision making/ MADM)
yang dipengaruhi oleh faktor kuantitatif maupun kualitatif , melibatkan banyak
resiko, sulit dan kompleks. Sehubungan dengan pemilihan pemasok beras untuk
PIBC, alternatif yang dipertimbangkan adalah para pemasok beras yang selama
ini sudah melakukan transaksi perberasan dengan PIBC maupun pemasok
prospektif di masa mendatang yang berpeluang bertransaksi dengan PIBC.
Kriteria yang dipertimbangkan adalah kriteria yang
berhubungan dengan
36
perberasan, baik yang terkait dengan mutu beras, yang terkait dengan karakteristik
pemasok maupun kriteria yang berhubungan dengan proses transaksi antara
pemasok dengan PIBC. Kriteria tersebut dapat berbentuk kuantitatif maupun
kualitatif.
Menurut pimpinan FSTJ, terdapat delapan belas daerah pemasok beras
yang masuk ke PIBC selama ini, yaitu Subang, Karawang, Indramayu, Cirebon,
Bandung, Garut, Tasik, Sumedang, Tegal, Solo, Demak, Pati, Kediri, Lumajang,
Surabaya, Lampung, Palembang dan Makasar. Adapun kriteria yang dapat
dipergunakan untuk menentukan jenis beras apa dan dari daerah mana
dipasoknya, dapat dipergunakan kriteria dari SNI yaitu derajat sosoh, kadar air,
beras kepala, butir utuh, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning/rusak,
butir mengapur, benda asing, butir gabah dan campuran varietas lain. Kriteria lain
yang dapat dipergunakan misal harga dan waktu pengantaran.
2.11 IDSS (Intelligent Decision Support System)
Menurut Daihani (2001), sistim informasi manajemen (SIM) lebih
berorientasi pada dukungan tidak
langsung seperti memberikan laporan,
sedangkan Decision Support System (DSS) memberikan dukungan lebih langsung
pada permasalahan dengan menyediakan alternatif pilihan. Menurut Marimin
(2005), SIM merupakan sistem yang berfungsi meneruskan/ mentransformasikan
data menjadi informasi sedangkan DSS merupakan sistem yang berfungsi
mentransformasikan data dan informasi menjadi alternatif keputusan dan
prioritasnya.
Menurut Eriyatno (2003), ilmu manajemen mengarah pada usaha
mengklasifikasikan perihal keputusan menjadi berbagai kategori. Melalui
taksonomi fungsi keputusan, pengklasifikasian ini menentukan teknologi mana
yang tepat untuk setiap kelas keputusan sehingga diperlukan sejenis kaitan antara
ilmu informatika dan ilmu manajemen yang dikenal dengan DSS.
Menurut
Turban (2005), DSS adalah suatu sistem interaktif berbasis komputer yang dapat
membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk
memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur. Dari definisi tersebut, DSS
memiliki empat karakteristik utama sebagai berikut :
37
a. Menggabungkan data dengan model
b. Membantu manajer dalam proses pengambilan keputusan terhadap pekerjaan
yang semi-terstruktur atau tidak terstruktur
c. Mendukung, bukan menggantikan keputusan manajerial
d. Bertujuan memperbaiki efektivitas keputusan, bukan efisiensi keputusan yang
telah diambil.
Menurut Marimin (2004), mengambil atau membuat keputusan adalah
suatu proses yang dilaksanakan orang berdasarkan pengetahuan dan informasi
yang ada. Keputusan dapat diambil dari alternatif keputusan yang ada. Alternatif
keputusan tersebut dapat dilakukan dengan adanya informasi yang diolah dan
disajikan dengan dukungan sistem penunjang keputusan. Adapun informasi
terbentuk dari data yang terdiri dari bilangan dan istilah atau kata (terms) yang
disusun, diolah dan disajikan dengan dukungan sistem informasi manajemen
(SIM). Kemudian keputusan yang diambil perlu ditindaklanjuti dengan aksi yang
dalam pelaksanaannya perlu mengacu pada standar prosedur operasi (Standard
Operational Procedure) dan akan membentuk kembali data. Siklus dari data,
informasi dan keputusan menjadi aksi, dapat dilihat pada Gambar 15.
Bilangan,
Kata dan Istilah
SIM
Informasi
DSS
Alternatif
Keputusan
Data
Monev
Aksi
Keputusan
SOP
Keterangan :
Monev : Monitoring and Evaluation
DSS : Decision Support System
SOP : Standard Operating Procedure
Gambar 15. Siklus Dari Data, Informasi dan Keputusan Menjadi Aksi
(Marimin, 2004).
38
Selanjutnya Marimin (2005) menyatakan bahwa struktur DSS terdiri dari
data yang tersusun dalam sistem manajemen basis data (SMBD), kumpulan model
yang tersusun dalam sistem manajemen basis model (SMBM), sistem pengolahan
problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna. Hubungan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Struktur Dasar Decision Support System (Marimin, 2005).
Karakteristik DSS menurut Turban (2005) dapat dilihat pada Gambar 17.
Keterkaitan masalah, dukungan dan manfaat DSS diantaranya sebagai berikut :
1. DSS menyelesaikan masalah semi-terstruktur dan tidak terstruktur.
2. DSS dapat dipergunakan untuk mendukung semua level manajerial, dari
eksekutif puncak sampai manajer lini.
3. DSS dapat dipergunakan secara virtual melalui media internet (web).
4. DSS lebih berorientasi pada efektifitas dan bukan pada efisiensi proses.
5. DSS hanya suatu alat bantu, kontrol penuh ada pada pengambil keputusan.
6. DSS bersifat adaptif dan fleksibel.
7. DSS mudah dioperasikan karena bersifat interaktif.
8. DSS dapat dipergunakan sesuai untuk kebutuhan individu maupun untuk
kebutuhan kelompok.
9. DSS dapat bekerja secara tersendiri (stand alone) atau dapat juga
diintegrasikan dalam suatu jaringan internet (web).
10. DSS dapat mendukung berbagai proses dan gaya pengambilan keputusan dari
semua pelaku dalam suatu sistem.
39
14. Standalone,
Integrasi,
berbasis Web
1. Masalah
semiterstruktur
dan tidak
terstruktur
2. Mendukung
manajer di semua
level
13. Akses data
3. Mendukung
individu dan
kelompok
12. Pemodelan
dan analisa
4. Keputusan
yang saling
bergantung
DSS
11. Kemudahan
pengembangan
oleh pengguna
akhir
5. Mendukung
intelegensi,
desain, piliha dan
implementasi
10. Manusia
mengontrol
mesin
9. Kefektifan,
bukan efisiensi
6. Mendukung
berbagai proses
dan gaya
keputusan
8. Kemudahan
penggunaan
Interaktif
7. Dapat
diadaptasi dan
fleksibel
Gambar 17. Karakteristik Decision Support System (Turban, 2005)
Komponen yang mendukung DSS, menurut Turban (2005) adalah data,
model, pengetahuan (knowledge) dan perangkat antar-muka (user interface). Data
dapat diperoleh dari data internal maupun eksternal, hal yang sama berlaku untuk
model dan pengetahuan dapat diperoleh dari pihak internal maupun eksternal.
DSS dapat juga dikaitkan dengan sistem komputer lain dan dapat pula
dihubungkan dengan internet, intranet dan ekstranet. Secara lebih jelas, komponen
pendukung DSS tersebut dapat dilihat pada Gambar 18. Berbeda dengan DSS,
IDSS merupakan sistem pendukung keputusan yang dikembangkan dengan cara
menambahkan komponen kecerdasan buatan/ artificial intelligent (AI) ke dalam
sistem manajemen basis model dengan tujuan membuat DSS menjadi cerdas
(Foster, 2011). Contoh IDSS adalah pemodelan, evaluasi dan pengelolaan rantai
pasokan beserta aplikasinya untuk rantai pasokan pengilangan minyak (Nirupam
et al. (2002) serta optimasi untuk perencanaan dan perawatan jalur kereta api
(Dell`Orco, 2011).
40
Gambar 18. Komponen Decision Support System (Turban, 2005).
Menurut Shim (2002) perkembangan DSS dalam beberapa dekade
mendatang akan memanfaatkan penggunaan teknik kecerdasan buatan dan
operasional riset. Teknik-teknik yang digunakan misalnya adalah tabu search,
algoritma genetika, simulated annealing dan jaringan saraf tiruan. Menurut
Turban (2005) dan Mateou (2008), kecerdasan buatan itu sendiri adalah kumpulan
konsep dan ide yang berkaitan dengan perkembangan sistem cerdas yang areanya
meliputi hal-hal sebagai berikut : sistem pakar, jaringan saraf tiruan, logika fuzzy,
machine learning, algoritma genetika, robotik, pemrosesan bahasa alami, speech
understanding, playing game dan computer vision.
2.12 Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network)
Menurut Faucett (1994), Jain (1998) dan Kahforoushan (2010), jaringan
syaraf tiruan (JST) adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang memiliki
karakteristik performansi khusus yang dapat disamakan dengan cara kerja
jaringan syaraf manusia. JST telah dikembangkan sebagai upaya generalisasi
permodelan matematika dari kesadaran atau dari jaringan syaraf manusia, dengan
asumsi sebagai berikut :
41
1.
Informasi diproses pada banyak elemen yang disebut sel syaraf (neuron).
2.
Sinyal bergerak diantara sel syaraf yang satu dengan sel syaraf lainnya
melalui sambungan penghubung.
3.
Setiap sambungan penghubung memiliki suatu bobot terkait, bobot tersebut
melipatgandakan sinyal yang ditransmisikan.
4.
Setiap sel syaraf menerapkan fungsi aktivasi yang biasanya tidak linier
terhadap masukan (input). Fungsi aktivasi mentransformasikan penjumlahan
sinyal berbobot yang masuk untuk menentukan sinyal keluaran (output).
Menurut Haykin (1994), JST adalah sebuah prosesor yang terdistribusi
paralel dan mempunyai kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang
didapatkannya dari pengalaman dan membuatnya tetap tersedia untuk digunakan.
Hal ini menyerupai kerja otak dalam dua hal di bawah ini :
1. Pengetahuan diperoleh oleh jaringan melalui suatu proses belajar.
2. Kekuatan hubungan antar sel saraf yang dikenal dengan bobot sinapsis
digunakan untuk menyimpan pengetahuan.
Menurut Jain (1998), Bhadeshia (2009) dan Rahman (2010), JST tidak
menggunakan sistem permodelan matematika tetapi mempelajari perilaku sistem
dengan menggunakan sistem input-output data, karena itu jaringan syaraf tiruan
memiliki kemampuan melakukan suatu proses perumuman (generalization) yang
efektif untuk menangani masalah yang tidak linier. Menurut Munakata (2008),
suatu JST merupakan abstraksi dari model otak manusia. Otak manusia
diperkirakan memiliki 1011 sel syaraf yang disebut neuron. Sel syaraf tersebut
dihubungkan oleh sekitar 1015 sambungan. Jaringan saraf pada otak manusia
dipandang sebagai fungsi dasar dari sumber kecerdasan yang mencakup persepsi,
pengetahuan dan pembelajaran.
Suatu ilustrasi yang terkait dengan susunan syaraf pada manusia
diperlihatkan pada Gambar 19. Gambar tersebut adalah gambar susunan sebuah
sel syaraf manusia dengan berbagai komponennya seperti inti sel (nucleus),
dendrite, badan sel dan axon.
42
Gambar 19. Susunan Syaraf Pada Manusia
(Enchanted, 2011)
Setiap sel syaraf
(neuron) memiliki suatu inti sel (nucleus), inti sel
tersebut bertugas untuk melakukan pemrosesan informasi. Informasi yang datang
diterima oleh dendrit. Informasi hasil olahan tersebut akan menjadi masukan bagi
neuron lain, di mana antar dendrit ke dua sel tersebut dipertemukan melalui
sinapsis. Informasi yang dikirimkan antar sel syaraf tersebut berupa rangsangan
atau sinyal yang dilewatkan melalui dendrit. Informasi yang datang dan diterima
oleh dendrit akan dijumlahkan dan dikirim melalui axon ke dendrit akhir yang
bersentuhan dengan dendrit dari sel syaraf yang lain. Jika memenuhi batasan
tertentu, yang dikenal dengan nama nilai ambang (threshold) maka informasi ini
akan diterima oleh sel syaraf lain (Kusumadewi, 2003).
Lebih lanjut menurut Kusumadewi (2003), arsitektur JST terdiri dari
jaringan dengan lapisan tunggal (single layer net) dan jaringan dengan banyak
lapisan (multilayer net). Jaringan dengan banyak lapisan memiliki satu atau lebih
jaringan tersembunyi (hidden layer) yang terletak di antara lapisan masukan dan
lapisan keluaran. Jaringan dengan banyak lapisan tersebut dapat menyelesaikan
permasalahan yang lebih sulit daripada jaringan dengan lapisan tunggal. Ilustrasi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 20.
Menurut Smith (1999) dan Kahfourushan (2010), struktur JST yang sering
digunakan berbentuk jaringan dengan tiga lapisan yang disebut dengan lapisan
masukan, lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran. Garis antara node
43
menunjukkan aliran informasi dari satu node ke node berikutnya. Pada JST
seperti ini, aliran informasi hanya bergerak dari masukan menuju keluaran.
Struktur tersebut diperlihatkan pada Gambar 21.
Menurut Krose (1996) proses pembelajaran dalam JST terbagi menjadi
dua bagian, sebagai berikut :
a.
Terawasi (supervised learning) yaitu pembelajaran dengan cara memberikan
pasangan masukan dan keluaran
yang sesuai terhadap suatu jaringan.
Proses pembelajaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 22.
b.
Tidak terawasi (unsupervised learning) yaitu pembelajaran dimana suatu
unit keluaran dilatih untuk merespon sekelompok pola masukan.
Gambar 20. Jaringan Syaraf Tiruan Banyak Lapisan (Kusumadewi, 2003).
Gambar 21. Jaringan Syaraf Tiruan Tiga Lapis (Rounds, 2002).
44
Gambar 22. Pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan Terawasi (Neuro AI, 2011).
Menurut Faucett (1994), contoh metode pembelajaran untuk JST yang
masuk ke dalam kategori pembelajaran terawasi adalah metode Hebb Rule,
Perceptron, Delta rule dan Backpropagation, sedangkan menurut Jain (1998) dan
Patuelli (2006), JST banyak lapisan backpropropagation adalah jaringan dengan
pembelajaran terawasi yang paling banyak dipergunakan. Menurut Munakata
(2008), terdapat sejumlah kelebihan dan kekurangan dari penggunaan JST.
Kelebihan dari penggunaan JST adalah sebagai berikut :
1.
Kemampuan jaringan untuk belajar, dengan cara menyesuaikan bobot
mereka untuk setiap proses pembelajarannya.
2.
Kehandalan, jaringan saraf dapat menangani sejumlah noise pada input,
bahkan jika bagian dari jaringan saraf rusak (sama seperti kerusakan otak
secara parsial), jaringan seringkali masih dapat melakukan tugas sampai
batas tertentu.
3.
Generalisasi, suatu JST dapat menangani pola baru yang sama dengan pola
belajar.
4.
Nonlinier, masalah nonlinear sulit untuk diselesaikan secara matematis
tetapi jaringan syaraf dapat menangani masalah tersebut selama jaringan
dapat mempelajari pola non-linearitas tersebut.
Menurut Rurkhamet (1998), terdapat nilai lebih dan nilai kurang dari
prakiraan dengan metode JST dibandingkan dengan metode regresi. Perbandingan
kelebihan dan kekurangan dari ke dua metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
45
Tabel 9. Perbandingan Prakiraan Antara Metode JST dan Regresi
Prediksi
Nilai Lebih
Nilai Kurang
Metode Regresi
1. Mudah digunakan
2. Hasil lebih mudah untuk
diinterpretasikan
1. Jumlah variable terbatas
2. Tidak sesuai untuk data non-linear
tingkat tinggi.
3. Hanya data numerik yang dapat
diolah
Metode JST
1. Mampu menangani banyak
variabel
2. Jumlah variable tidak terbatas
dan lebih banyak dimensi data
3. Perilaku data dapat diketahui
tanpa mengidentifikasi
sebagai masukan
4. Kecenderungan hasil lebih
akurat
5. Mampu beradaptasi pada saat
parameter atau data diubah
1. Periode pelatihan yang tepat tidak
dapat diperkirakan
2. Metode JST berbeda memberikan
hasil yang berbeda yang
mengakibatkan ketidakpastian
untuk mendapatkan solusi terbaik.
3. Dapat menyebabkan kondisi yang
tidak stabil.
4. Lebih sulit dan rumit untuk
diterapkan
5. Sulit untuk menjelaskan mengapa
dan bagaimana jaringan syaraf
dapat menyelesaikan masalah
(Rurkhamet, 1998)
Selain JST memiliki banyak kelebihan, JST juga memiliki beberapa
kekurangan sebagai berikut (Munakata, 2008) :
1.
Jaringan belum benar-benar dapat meniru cara kerja otak manusia sehingga
masih perlu pengkajian dan pengembangan.
2.
Setelah jaringan dilatih untuk mempelajari suatu pola, bobot yang
dihasilkan tidak memberikan informasi yang jelas. Seperti terjadi pada otak
manusia, walau otak bekerja dengan kecerdasan tingkat tinggi, tetapi ketika
otak dilihat secara phisiology, yang terlihat hanya lalu lintas sinyal
elektrokimia saja.
3.
Proses perhitungan seringkali memakan waktu lama, tetapi ketika jaringan
sudah terlatih, dia dapat dipergunakan untuk memahami dan memperkirakan
suatu pola yang sudah dipelajarinya.
4.
Peningkatan skala (scaling-up) suatu jaringan syaraf tidak mudah. Misal
jaringan dengan input 100 neuron sudah terlatih, tetapi apabila input neuron
ditingkatkan menjadi 101, maka proses pelatihan dimulai dari awal kembali.
46
Backpropagation
Backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan
biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan (multy layer
perceptron) (Patuelli, 2006). Algoritma backpropagation menggunakan galat
keluaran untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward).
Error output ini diperoleh setelah tahap perambatan maju (forward propagation)
dikerjakan. Pada saat perambatan maju, sel-sel syaraf diaktifkan dengan
menggunakan fungsi aktivasi Sigmoid Biner atau Sigmoid Bipolar. Arsitektur JST
backpropagation diperlihatkan pada Gambar 23, sedangkan algoritma dari JST
mengacu pada Faucett (1994), Munakata (2008) dan Seminar (2010).
Gambar 23. Arsitektur JST Backpropagation
(Regensburg, 2009)
Menurut Faucett (1994), Munakata (2008) dan Seminar (2010) algoritma
Backpropagation dimulai dari tahap inisialisasi bobot, tahap perambatan maju
(feedforward propagation), tahap perambatan mundur (back propagation) dan
tahap perbaikan bobot. Secara lebih rinci, algoritma
backpropagation dapat dilihat pada Lampiran 2.
jaringan syaraf tiruan
47
2.13 TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution)
Menurut Lotfi (2007) dan Sachdeva et al. (2009), TOPSIS merupakan
salah satu metode untuk penyelesaian permasalahan Multi-Attribute Decision
Making (MADM). Secara lebih rinci, algoritma TOPSIS dapat dilihat pada
Lampiran 3. Prosedur TOPSIS mengikuti langkah-langkah sebagai berikut
(Jahanshahloo, 2006; Mahmoodzadeh et al., 2007 dan Karimi et al., 2009) :
1. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi
2. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot
3. Menentukan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif
4. Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal
positif dan matriks solusi ideal negatif
5. Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif
Metode yang didasarkan pada metode TOPSIS (technique for order
preference by similarity to ideal solution) banyak dipergunakan dalam proses
memilih sesuatu hal dari berbagai alternatif dan berbagai kriteria, seperti
dipergunakan oleh Chakladar (2008) untuk memilih proses non traditional
machining (NTM) yang paling sesuai untuk suatu logam dengan spesifikasi kerja
tertentu. Kannan et al. (2009) memanfaatkan TOPSIS untuk memilih pihak
penyedia logistik balik (third-party reverse logistics providers) untuk industri
batu batre di India, sementara Yong
(2006) memanfaatkan TOPSIS untuk
memilih lokasi pabrik yang sangat penting peranannya dalam melakukan
penghematan biaya dan memaksimumkan sumber daya yang dimiliki oleh suatu
perusahaan.
TOPSIS dalam penelitian ini dimanfaatkan untuk memilih pemasok beras
dari berbagai alternatif pemasok beras yang akan memasok ke PIBC dengan
berbagai kriteria yang ditentukan. Alternatif pemasok beras dapat diperoleh dari
para pemasok beras yang selama ini telah memasok beras ke PIBC seperti dari
kabupaten Subang, Indramayu, Cirebon, Cianjur dan Bandung. Kriteria yang
berhubungan dengan perberasan yang dapat digunakan untuk diproses dengan
metode TOPSIS, baik kriteria yang didasarkan kepada kebiasaan di PIBC maupun
kriteria yang didasarkan pada SNI No. 01-6128-1999, adalah sebagai berikut :
48
1. Harga (price) adalah harga beras yang berlaku di PIBC, misal untuk suatu
jenis beras tertentu, harga 1 kg = Rp. 6.000,-, berarti sasarannya (goal)
semakin murah semakin baik, sehingga sasaran yang dituju adalah minimal.
2. Warna (colour) adalah warna beras yang cukup menentukan dalam
pengambilan keputusan pada suatu transaksi beras di PIBC. Semakin putih
biasanya semakin baik, ukuran warna dapat dikategorikan dalam bentuk skala
likert 1 – 5. Jadi pilihannya adalah 5 = putih jernih, 4 = putih, 3 = cukup putih,
2 = kurang putih, 1 = buram, (sasaran: maksimum).
3. Waktu pengantaran (delivery time) adalah ukuran yang dihitung berdasarkan
waktu ketepatan pengantaran beras dari pemasok sampai masuk ke PIBC.
Semakin tepat semain baik, jadi ukurannya dapat dihitung dalam persentase,
misal 99%, 97% dst, (sasaran : maksimum).
4. Jumlah pasokan (quantity) adalah ukuran yang didasarkan pada kemampuan
pasokan yang tersedia dari pemasok, sehingga ukurannya dapat dinyatakan
dalam skala likert, seperti 5 = jumlah pasokan berlebih, 4 = jumlah pasokan
cukup memadai, 3 = jumlah pasokan kurang, 2 = jumlah pasokan sangat
sedikit, 1 = jumlah pasokan tidak ada, sehingga semakin besar jumlah pasokan
beras yang dapat disediakan pemasok, semakin baik, (sasaran : maksimum).
5. Butir patah adalah ukuran banyaknya butir beras yang patah pada suatu
volume beras tertentu. Hal ini dapat diukur berdasarkan persentase, misal 0%
untuk mutu beras yang paling bagus, 5% untuk mutu beras II, 15% untuk
mutu beras III, 25% untuk mutu IV dan 35% untuk mutu beras V, sehingga
semakin kecil persentase butiran beras patah tentu semakin baik, (sasaran :
minimum).
6. Kadar air adalah banyak kandungan air yang terdapat pada butiran beras.
Ukurannya dapat dihitung berdasarkan persentase, misalnya kadar air 14%
untuk beras mutu I sampai dengan mutu beras IV dan kadar air 15% untuk
beras mutu V, sehingga semakin kecil persentase kadar air dalam beras tentu
akan semakin baik, (sasaran : minimum).
7. Butir menir adalah ukuran butiran beras yang kecil dan tidak utuh. Hal
tersebut biasa dihitung berdasarkan persentase, misal butir menir 0% untuk
beras mutu I dan II, 1% untuk beras mutu III, 2% untuk beras mutu IV dan 5%
49
untuk beras mutu V, sehingga semakin kecil persentase beras menir tentu
semakin baik, (sasaran: minimum).
8. Derajat sosoh adalah ukuran yang dihitung berdasarkan persentase, misalnya
100% untuk mutu beras kualitas I sampai dengan III, 95% untuk beras mutu
IV dan 85% untuk beras mutu V, sehingga semakin besar derajat sosoh beras,
hasilnya semakin baik, (sasaran : maksimum).
9. Benda asing lain adalah ukuran banyaknya benda selain beras seperti pasir.
Hal tersebut dihitung berdasarkan persentase, misal benda asing 0% pada
beras, berarti beras tersebut memiliki mutu I dan II dan apabila benda asing
sebesar 0.02%, berarti beras tersebut memiliki mutu III, sehingga semakin
kecil persentase benda asing pada beras tentu semakin baik, (sasaran :
minimum).
10. Fleksibilitas pemasok adalah kemampuan manajerial pemasok beras dalam
menghadapi permasalahan transaksi usaha dengan pihak lain. Fleksibilitas
dapat diukur berdasarkan skala likert, 5 = sangat fleksibel, 4 = fleksibel, 3 =
cukup fleksibel, 2 = kurang fleksibel, 1 = tidak fleksibel, (sasaran :
maksimum).
2.14 VRP (Vehicle Routing Problem)
Menurut Yeun, et al (2008), vehicle routing problem (VRP) memegang
peranan sangat penting dalam pendistribusian dan masalah logistik. Yeun, et al
(2008),
selanjutnya
mendefinisikan
VRP
sebagai
persoalan
bagaimana
mendapatkan rute yang optimum dalam mengantarkan sejumlah barang dari satu
atau beberapa depot ke sejumlah kota atau pelanggan dengan kendala tertentu.
VRP adalah nama generik yang diberikan kepada seluruh masalah yang terkait
dengan sejumlah rute untuk sejumlah armada kendaraan yang harus ditentukan
untuk sejumlah kota atau pelanggan yang terpisah secara geografis yang
didasarkan pada satu atau beberapa depot pengisian. Menurut Osman (1993),
penyelesaian masalah rute dengan VRP mampu menurunkan biaya transportasi
antara 6% sampai 15%, sedangkan menurut Toth (2001) penghematan biaya
transportasi tersebut berada di antara 5% sampai 20%. Tujuan dari VRP adalah
untuk menyampaikan sejumlah permintaan pelanggan yang diketahui dengan
50
biaya minimum pada rute yang berasal dan berakhir pada suatu depot (Diaz,
2011).
VRP adalah masalah matematika kombinatorial yang didasarkan pada
konsep graf G (V, E). Formulasi matematika yang dipergunakan untuk masalah
VRP tersebut menurut Osman (1993), Yeun, et al (2008) dan Diaz (2011) adalah
sebagai berikut :
adalah himpunan simpul (vertex), dimana :
o
Depot di posisikan di
o
Tetapkan
.
digunakan sebagai himpunan
•
kota.
adalah himpunan busur.
•
adalah matriks bukan negatip (non-negative) berupa biaya atau jarak
antara pelanggan
•
dan
.
adalah suatu vektor permintaan pelanggan.
•
adalah rute untuk kendaraan .
•
adalah jumlah atau kendaraan (semuanya sama). Satu rute ditugaskan
untuk masing-masing kendaraan.
Pada saat
untuk semua
persoalan simetris dan
. Dengan setiap simpul
, permasalahan disebut sebagai
diganti dengan himpunan
di
dikaitkan dengan kuantitas
dari barang-barang
yang akan dikirimkan oleh sebuah kendaraan.
Dengan demikian VRP adalah menentukan satu himpunan
rute
kendaraan dengan biaya minimal, mulai dan berakhir di depot, sehingga setiap
simpul di
tepat dikunjungi satu kali oleh satu kendaraan. Untuk memudahkan
perhitungan, didefinisikan
, sebagai sebuah batas bawah
dari jumlah kendaraan yang diperlukan untuk melayani pelanggan dalam
himpunan .
adalah waktu layanan (waktu yang diperlukan untuk membongkar
semua barang), diperlukan oleh sebuah kendaraan untuk membongkar barang
dengan kuantitas
di simpul
. Durasi waktu total dari setiap rute kendaraan
(waktu perjalanan dan waktu layanan) tidak melebihi batas
ditentukan, dengan demikian biaya
yang telah
adalah waktu perjalanan antar kota.
51
Sebuah solusi yang layak (feasible) diperoleh dari :
•
Suatu partisi
•
Suatu permutasi
dari ;
dari
menentukan urutan pelanggan pada rute .
Biaya dari sebuah rute yang telah ditentukan (
dan
), dimana
( menyatakan depot), dinyatakan dengan :
. Sebuah rute
adalah layak apabila kendaraan berhenti
tepat satu kali pada setiap pelanggan dan durasi waktu total rute tidak melebihi
batas :
.
Akhirnya, biaya dari solusi masalah
adalah :
.
Menurut Toth (2001), tujuan umum dari VRP adalah sebagai berikut :
1. Meminimalkan biaya transportasi secara menyeluruh.
2. Meminimalkan jumlah kendaraan (atau pengemudi) yang dibutuhkan untuk
dapat melayani seluruh konsumen,
3. Menyeimbangkan rute, untuk waktu tempuh dan beban angkut (vehicle load)
4. Meminimalkan penalti yang berkaitan dengan pemenuhan pelayanan yang
kurang terhadap konsumen (partial service of customers).
Pada kenyataan beberapa kendala yang berpengaruh yang menjadikan
adanya beberapa tipe VRP, menurut Toth (2001) adalah sebagai berikut :
1. Setiap kendaraan memiliki kapasitas terbatas (Capacitated VRP - CVRP)
2. Setiap konsumen dipasok pada waktu tertentu (VRP with time windows VRPTW)
3. Pemasok menggunakan lebih dari satu depot untuk memasok konsumen
(Multiple Depot VRP - MDVRP)
4. Konsumen dapat mengembalikan barang ke depot (VRP with Pick-up and
Delivery - VRPPD)
5. Konsumen dapat dilayani oleh kendaraan yang berbeda (Split Delivery VRP SDVRP)
6. Beberapa nilai seperti jumlah konsumen, permintaan konsumen, dan waktu
perjalanan adalah bersifat acak (Stochastic VRP - SVRP)
7. Pengiriman dapat dilakukan per periode waktu (Periodic VRP - PVRP).
52
Teknik Penyelesaian VRP
Teknik penyelesaian VRP terbagi menjadi tiga metode penyelesaian, yaitu
penyelesaian dengan menggunakan metode pasti (exact method), metode
heuristics dan metode meta-heuristics (Diaz, 2011).
1. Metode pasti yaitu metode yang melakukan perhitungan pada setiap
kemungkinan solusi sampai diperoleh solusi terbaik. Contoh perhitungan
dengan metode tersebut adalah metode Branc and Bound.
2. Metode heuristics yaitu metode yang secara umum menghasilkan suatu solusi
yang baik dengan waktu komputasi yang lebih cepat. Contoh perhitungan
dengan metode tersebut adalah metode Clark and Wright, metode Van
Breedam serta metode Fisher dan Jaikumar.
3. Metode meta-heuristics yaitu metode yang memberikan solusi yang bernilai
lebih tinggi daripada solusi yang diperoleh dengan metode heuristics. Yang
termasuk ke dalam metode tersebut misalnya adalah metode Genetic
Algorithm dan metode Simulated Annealing.
2.15 Simulated Annealing
Metode Simulated annealing adalah salah satu metode metaheuristics yang
diturunkan dari prinsip termodinamika yang mampu mendapatkan nilai optimum
global (Martin, 2010). Untuk tidak terjebak pada nilai optimum lokal, metode
simulated annealing memperbolehkan menerima solusi inferior dengan nilai
probabilitas tertentu.
Metode simulated annealing adalah salah satu metode
metaheuristics yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan VRP
(vehicle routing problems) selain metode genetic algorithm. Simulated Annealing
pada persoalan VRP digunakan untuk menelusuri dan mencari setiap rute yang
mungkin, setelah itu metode tersebut digunakan untuk mendapatkan rute yang
jaraknya paling pendek (Basuki, 2005). Struktur algoritma simulated annealing
menurut Widyadana dan Pamungkas (2002) serta Moore (2011) secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Dicari solusi awal S menggunakan solusi awal dan metode heuristik awal
yang dapat ditentukan sendiri.
2. Ditetapkan suatu nilai temperatur awal T yang cukup tinggi, dimana T>0
53
3. Pada keadaan tidak frozen, lakukan:
a. Lakukan L kali :
i.
Dicari solusi tetangga S’ dari S menggunakan metode yang
dapat ditetapkan sendiri.
ii.
Ä = Nilai objektif (S’) – Nilai objektif (S)
iii.
Jika Ä<0, maka tetapkan S=S’, jika tidak maka tetapkan S=S’
dengan probabilitas exp(-Ä/T)
b. T = r x T, dimana r adalah faktor reduksi suhu.
4. Dapatkan solusi optimal.
Parameter dalam simulated annealing adalah temperatur awal, laju
pendinginan, jumlah iterasi pada setiap tingkatan temperatur dan temperatur akhir
(Wirdianto et al., 2007).
2.16 FIS (Fuzzy Inference System)
Menurut Nazeran, et al. (2001), logika fuzzy ditemukan oleh Lotfi Zadeh
pada tahun 1965 yang dipergunakan untuk meningkatkan kecerdasan suatu mesin
dan meniru pemikiran manusia dalam proses komputasi pengambilan keputusan.
Menurut Liu, et al. (2007), logika fuzzy secara luas diakui sebagai alat yang
memiliki kemampuan untuk menghitung dan untuk memodelkan proses berpikir
kualitatif manusia dalam analisis sistem dan pengambilan keputusan yang
kompleks. Pada saat ketidakpastian atau ketidaktepatan yang terkait dengan katakata muncul pada suatu persoalan seperti ketidaktepatan yang muncul dari katakata "dampak kepentingan" atau "tingkat perhatian" maka ketidaktepatan tersebut
mencerminkan ambiguitas pemikiran manusia pada saat persepsi dan interpretasi
dipergunakan. Masalah ketidakpastian atau ketidaktepatan tersebut dapat diatasi
dengan logika fuzzy (Duque, 2008).
Keputusan fuzzy (fuzzy inference) adalah proses merumuskan pemetaan
dari suatu masukan menuju ke suatu keluaran dengan menggunakan logika fuzzy.
Proses tersebut melibatkan : fungsi keanggotaan, operasi logis dan aturan ”JikaMaka”. Sistem keputusan fuzzy telah berhasil diterapkan dalam banyak bidang
seperti kontrol otomatis, klasifikasi data, analisis keputusan, sistem pakar, dan visi
54
komputer (Mathworks, 2011). Teknik keputusan fuzzy yang paling sering
digunakan adalah teknik keputusan fuzzy yang disebut dengan metode Mamdani
(Sivarao et al., 2009). Menurut Nazeran, et al. (2001) dan Negnevitsky (2002),
proses pada metode Mamdani tersebut dikembangkan melalui empat tahap yaitu
tahap fuzzifikasi dari variabel input, tahap evaluasi aturan, tahap agregasi dari
keluaran, dan berakhir pada tahap defuzzifikasi . Menurut Juang, et al. (2007) dan
Tay (2010), pada tahap evaluasi aturan dari metode Mamdani ini, proposisi fuzzy
dinyatakan dalam bentuk aturan Jika – Maka (If-Then Rules) dan setiap aturan
mengandung input (antecedent) dan output (consequent).
2.17 Posisi Penelitian Terhadap Penelitian Terdahulu
Menurut Sukardi (2009), tipe kebaruan (novelty) dalam suatu penelitian
teknologi industri pertanian dapat berbentuk penemuan (invention), peningkatan
(improvement) dan bantahan (refutation). Dari beberapa penelitian terdahulu dan
dari tipe kebaruan tersebut, kebaruan dari penelitian ini
dapat dikategorikan
sebagai kebaruan yang bersifat peningkatan (improvement). Pada penelitian ini,
kebaruan yang dihasilkan adalah kebaruan berupa suatu model sistem pendukung
keputusan cerdas untuk pengelolaan rantai pasokan beras di propinsi DKI Jakarta.
Jadi model pada penelitian ini memiliki kebaruan sebagai berikut :
1.
Mencakup tiga aktifitas rantai pasokan yaitu prakiraan dan peringatan dini
dari pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras, serta distribusi dan
transportasi komoditas beras.
2.
Memanfaatkan beberapa metode dari kombinasi metode artificial intelligence
(AI) yaitu neural network, metode analitik TOPSIS ( technique for order
preference by similarity to ideal solution) dan metode metaheuristic
simulated annealing.
3.
Menghasilkan pengukuran kinerja rantai pasokan beras dari masukan ke tiga
aktifitas rantai pasokan tersebut di atas dengan menggunakan metode fuzzy
inference system, dan
4.
Mengintegrasikan ke tiga aktifitas dan kinerja rantai pasokan beras tersebut
dalam suatu sistem pendukung keputusan (DSS/ decision support system).
55
Klaim kebaruan pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian
terdahulu dapat ditinjau dari tiga aspek. Kebaruan dari aspek pertama yaitu
kebaruan dari penerapan AI pada rantai pasokan. Kebaruan dari aspek ke dua
yaitu kebaruan dari penelitian tentang rantai pasokan perberasan itu sendiri, dari
mulai sektor hulu pada budidaya padi sampai sektor hilir pada proses pemasaran
beras, sedangkan kebaruan dari aspek yang ke tiga adalah kebaruan dari aspek
penerapan Intelligent Decision Support System (IDSS) pada rantai pasokan secara
menyeluruh.
2.17.1 Penerapan Artificial Intelligent Pada Rantai Pasokan
Aspek pertama yaitu aspek penerapan Artificial Intelligent (AI) pada
rantai pasokan beras dapat dilihat pada Tabel 10. Berbagai penelitian yang sudah
dilakukan yang terkait dengan penerapan AI dalam pengelolaan rantai pasokan
dijelaskan di bawah :
Penerapan AI Pada Aktifitas Prakiraan

Metode baru yang mengadopsi proses keputusan seperti neural network untuk
masa mendatang lebih menjanjikan dalam menangani masalah prakiraan
kebutuhan dan pemilihan pemasok (Zhang, 2003)

Fuzzy set dapat menentukan prakiraan kebutuhan dan tingkat persediaan pada
situasi tidak pasti sehingga diperoleh jumlah seluruh persediaan (Wang, 2006)

Model prakiraan recurrent neural networks dapat membantu meningkatkan
keakuratan prakiraan (Wang, 2006).

Berdasarkan model recurrent neural networks, sudah diusulkan suatu model
tentang prakiraan kebutuhan dalam rantai pasokan (Dong, 2006).

Metode penggabungan antara statistik dan algoritma genetika dipakai untuk
mendapatkan akurasi prakiraan kebutuhan yang lebih baik (Hanaa, 2009).
Penerapan AI Pada Aktifitas Pemilihan Pemasok

Fuzzy logic dapat digunakan untuk menganalisa dan memonitor performa
pemasok didasarkan pada mutu produk dan waktu pengantaran (Lau, 2002).

Neural network di masa mendatang lebih menjanjikan dalam menangani
masalah prakiraan kebutuhan dan pemilihan pemasok (Zhang, 2003).
56

Neural network dapat memperkirakan kapasitas pemasok (Wang, 2006).
Tabel 10. Penelitian Terdahulu Mengenai Penerapan AI Pada Rantai Pasokan
Aktifitas Rantai
Pasokan
Prakiraan
Kebutuhan
Pemilihan
Pemasok
Distribusi
Transportasi
Kinerja
Rantai
Pasokan
Peneliti
Lau (2002)
FL
Zhang (2003)
ANN
ANN
Kleinau (2004)
GA
Bjarnadóttir (2004)
GA
Lim (2005)
EA
Wang (2006)
FL, RNN
ANN
Hafirudin (2006)
Hanaa (2009)
SA
Statistik, GA
Olugu (2009)
FL
Dharmapriya (2010)
Penelitian Pada Disertasi Ini
SA, TS
ANN
TOPSIS
SA
FL
Keterangan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
FL
ANN
GA
EA
RNN
SA
TOPSIS
TS
: metode Fuzzy Logic
: metode Artificial Neural Network
: metode Genetic Algorithm
: metode Evolutionary Algorithm
: metode Recurrent Neural Network
: metode Simulated Annealing
: Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution
: metode Tabu Search.
Penerapan AI Pada Aktifitas Distribusi dan Transportasi

Biaya transportasi minimal diperoleh dari algoritma genetika (Kleinau, 2004).

Evolutionary algorithm secara efektif dapat melakukan suatu efficient and
cost effective system untuk distribusi/ transportasi (Lim, 2005).

Metode simulated annealing telah membuktikan penurunan jarak tempuh dan
biaya transportasi pada proses pengiriman (Hafirudin, 2006).
57
2.17.2 Penelitian Terdahulu Tentang Rantai Pasokan Perberasan
Kebaruan pada penelitian ini dapat juga dilihat dari aspek penelitian
tentang rantai pasokan perberasan, yang dapat dilihat pada Tabel 11. Penelitian
tersebut di antaranya meliputi penelitian yang berhubungan dengan prakiraan
produksi padi (Oktavina et al., 2002), penelitian mengenai proteksi, promosi dan
inovasi beras di berbagai negara di Asia (Mardianto, 2004) serta mengenai
pemasaran, struktur pasar dan kebijakan perusahaan untuk koordinasi distribusi
beras (Goel, 2007). Nurmalina (2008) meneliti tentang faktor kunci yang sangat
berpengaruh dalam sistem ketersediaan beras nasional sedangkan perbandingan
hasil budidaya padi antara metode BMP (Best Management Practice) dan metode
SRI (System Rice Intensification) diteliti oleh Latif (2009).
meneliti
permasalahan
yang
terkait
dengan
Perdana (2008)
kebijakan pengembangan
sistem rantai pasokan industri perberasan dari hulu ke hilir, sedangkan Blengini
(2009) melakukan kajian tentang siklus pada sistem produksi perberasan mulai
budidaya padi sampai dengan pengiriman beras ke ritel.
2.17.3 Penelitian Terdahulu Tentang IDSS Pada Rantai Pasokan
Kebaruan pada penelitian ini, dapat juga ditelaah dari aspek ke tiga yaitu
dari aspek penerapan Intelligent Decision Support System (IDSS) pada rantai
pasokan. Penelitian tersebut membahas berbagai penerapan IDSS pada rantai
pasokan berbagai bidang, seperti pengembangan dan penerapan IDSS untuk
menganalisis arus pasang dan kualitas air (Leun, 2000), IDSS untuk perawatan
yang menambahkan kemampuan cerdas untuk mendiagnosa kesalahan dan
mampu memperkirakan penurunan kehandalan peralatan (Yam et al., 2001),
penerapan IDSS untuk bidang pengilangan minyak (Nirupam et al., 2002),
sedangkan Michalewicz et al., (2005) melakukan penelitian tentang IDSS yang
dapat mengatur proses distribusi dari manufaktur mobil ke semua tempat
pelelangan di seluruh Amerika Serikat.
58
Tabel 11. Penelitian Terdahulu Tentang Rantai Pasokan Perberasan
No
1.
Peneliti
Oktavina et al.
(2002)
2.
Mardianto, S.,
M. Ariani
(2004)
3.
Malian et al.
(2004)
4.
5.
Irawan (2005)
Hadi, P.U,
B. Wiryono
(2005)
6.
Sumarno
(2006)
Goel. V.,
S. Bhaskaran
(2007)
Heerink et al.
(2007)
7.
8.
Penelitian
Modifikasi model peramalan produksi padi
nasional dengan cara menambahkan
variable baru yang berpengaruh terhadap
produksi padi nasional.
Pembahasan mengenai proteksi, promosi
dan inovasi beras di berbagai negara di
Asia dan kemungkinan pengembangannya
di Indonesia.
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi dan konsumsi beras, serta
perubahan harga beras domestik dan indeks
harga bahan makanan.
Analisis ketersediaan beras nasional
Estimasi dampak kebijakan tarif dan
nontarif terhadap perekonomian beras
nasional di tingkat makro agregat dan
tingkat mikro usahatani
Gagasan setiap daerah untuk melakukan
swasembada beras
Pengkajian mengenai pemasaran, struktur
pasar dan kebijakan perusahaan untuk
koordinasi distribusi beras di Punjab India.
Pembahasan
mengenai
macro–micro
analysis dari pengaruh kebijakan reformasi
terhadap produksi agriculture khususnya
beras, masukan dan perubahan kualitas
tanah di provinsi Jiangxi Cina.
Faktor kunci yang sangat berpengaruh
dalam sistem ketersediaan beras nasional
9.
Nurmalina, R.
(2008)
10.
Perdana, T.,
T. W. Avianto
(2008)
Latif, M.A. et
al. (2009)
Analisis kebijakan pengembangan
sistem rantai pasokan industri perberasan
dari hulu ke hilir.
Perbandingan hasil budidaya padi antara
metode BMP dengan metode SRI di
Bangladesh.
12.
Sawit (2009)
13.
Blengini, G. A.,
M. Busto
(2009)
Marks, D
(2010)
Pembahasan subsidi ekspor di berbagai
negara dan kemungkinannya untuk
diterapkan di Indonesia
Pembahasan mengenai kajian siklus sistem
produksi perberasan mulai budidaya padi
sampai pengiriman beras ke ritel di Italia.
Pembahasan mengenai ekonomi perberasan
di Indonesia pada fase penjajahan, perang
dunia II dan fase kemerdekaan.
Pengkajian mengenai bagaimana peluang
suatu organisasi petani yang memproduksi
sayuran, beras dan jeruk untuk memasuki
ritel modern di Vietnam.
Perancangan model sistem pendukung
keputusan untuk rantai pasokan beras di
propinsi DKI Jakarta Indonesia
11.
14.
15.
Moustier, et al.
(2010)
16.
Penelitian pada
disertasi Ini
Metode
ARIMA (Integrated
Autoregressive Moving
Average) dan Regresi
Linear
Analisis (Sosial
Ekonomi)
Ekonometrik (Sistem
Persamaan Simultan)
Sistem Dinamik
Ekonometrik
(Keseimbangan Parsial)
Analisis Skenario (Data
Hipotetik)
Statistik Deskriptif
Analisis Kuantitatif dan
Ekonometrik
Statistik Dengan MDS
(Multidimensionel
Scaling)
Sistem Dinamik
Penerapan BMP (Best
Management Practice)
dan SRI (System Rice
Intensification)
Analisis
(Sosial Ekonomi)
LCA (Life Cycle
Assessment)
Uji statistik dan VECM
(Vector Error
Correction Model)
Analisis
TOPSIS, Neural
Network, Simulated
Annealing, Fuzzy
Inference System.
59
Pada penelitian lain Tran (2004) meneliti mengenai penerapan IDSS untuk
peperangan udara ketika informasi mengenai wilayah keputusan tidak cukup
tersedia, Amol et al. (2005) meneliti mengenai penggunaan dari sistem agen
ganda (multi-agent system) untuk menyatakan dan
mengintegrasikan proses
pengambilan keputusan berbagai pelaku dalam rantai pasokan biji-bijian. Contoh
penelitian lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Piramuthu (2005) yang
mengkaji mengenai masalah konfigurasi rantai pasokan untuk mengembangkan
suatu rantai pasokan yang dinamis dan mengevaluasi efektifitas serta
membandingkannya dengan rantai pasokan yang statis, sedangkan Iklar (2007)
mengusulkan kerangka IDSS untuk memilih dan mengevaluasi efektivitas dari
pihak penyedia jasa logistik. Secara lebih rinci penelitian terdahulu tentang IDSS
pada rantai pasokan dapat dilihat pada Tabel 12.
2.18 Gambaran Umum PIBC dan FSTJ
Informasi berikut yang terkait dengan pasar induk beras Cipinang (PIBC)
dan PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ), diperoleh dengan wawancara dengan
berbagai pihak seperti dari pimpinan FSTJ dan dari ketua DPP Perpadi DKI
Jakarta. Sumber lain adalah data sekunder dari FSTJ dan dari internet. PIBC
didirikan sebagai upaya realisasi dari Pola Induk Pengadaan dan Penyaluran
Bahan Pangan untuk DKI Jakarta tahun 1965 – 1985 yang merupakan bagian dari
rencana Induk DKI Jakarta tahun 1965 – 1985. Perusahaan yang ditunjuk sebagai
pengelola dan pembina PIBC adalah PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) yang
didirikan dengan Akte Notaris Soeleman Ardjasasmita SH, No 46 tanggal 28
April 1972, TBNRI No 39 tanggal 16 Mei 1975 dan diperbarui dengan Akte
Notaris Rachmad Umar, SH No. 25 tanggal 30 Maret 2000 serta terakhir
diperbaharui dengan Akte Notaris Rachmad Umar SH, No. 3 tanggal 22
November 2007 tentang pendirian PT. Food Station Tjipinang Jaya. Secara
operasional PT. Food Station Tjipinang Jaya didukung juga oleh beberapa surat
keputusan lainnya seperti Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. Eb.
12/2/8/72 tanggal 23 Juni 1972 tentang penunjukan PT. Food Station Tjipinang
Jaya sebagai badan usaha yang diberi wewenang mengurus, membina dan
mengembangkan PIBC.
60
Tabel 12. Penelitian Terdahulu Tentang IDSS Pada Rantai Pasokan
No
1.
Peneliti
Leun, (2000)
2.
Yam et al.
(2001)
3.
Nirupam et al.
(2002)
4.
Tran (2004)
5.
Amol et al.
(2005)
6.
Piramuthu
(2005)
7.
Michalewicz
et al., (2005)
8.
Xi et al.
(2005)
9.
Iklar (2007)
10.
Penelitian
pada disertasi
ini
Penelitian
Menjelaskan pengembangan dan penerapan
IDSS untuk menganalisis arus pasang dan
kualitas air di delta Sungai Pearl. Penekanan
studi ada pada pengelolaan hidrodinamik yang
efisien dan simulasi kualitas air, manipulasi
data, display dan analisis kebijakan.
Menjelaskan
bagaimana
cara
untuk
meningkatkan perawatan permesinan secara
modern. Dengan menggunakan Intelligent
predictive decision support system (IPDSS)
perawatan dengan pendekatan konvensional
diubah
dengan
cara
menambahkan
kemampuan cerdas untuk mendiagnosa
kesalahan dan mampu memperkirakan
penurunan kehandalan peralatan (equipment
deterioration)
Mengenai kerangka integrasi DSS untuk
pemodelan, evaluasi dan pengelolaan rantai
pasokan beserta aplikasinya untuk rantai
pasokan pengilangan minyak. Integrasi
mencakup
berbagai
elemen
seperti
perusahaan, proses produksi, pengetahuan dan
data bisnis.
Usulan mengenai suatu IDSS untuk
peperangan udara ketika informasi mengenai
wilayah keputusan tidak cukup tersedia.
Mengenai usulan penggunaan dari sistem agen
ganda (multi-agent system) untuk menyatakan
dan mengintegrasikan proses pengambilan
keputusan berbagai pelaku dalam rantai
pasokan biji-bijian.
Kerangka
kajian
mengenai
masalah
konfigurasi
rantai
pasokan
untuk
mengembangkan suatu rantai pasokan yang
dinamis dan mengevaluasi efektifitas serta
membandingkannya dengan rantai pasokan
yang statis.
IDSS untuk mengatur proses distribusi dari
manufaktur mobil ke semua tempat pelelangan
di seluruh Amerika Serikat.
IDSS untuk rencana pengiriman wagon kereta
api dari mulai desain, prototype dan
pengembangannya.
Usulan mengenai kerangka IDSS untuk
memilih dan mengevaluasi efektivitas dari
pihak penyedia jasa logistik (third party
logistic)
Perancangan model sistem pendukung
keputusan untuk prakiraan pasokan, prakiraan
harga, pemilihan pemasok serta distribusi dan
transportasi beras di propinsi DKI Jakarta
Indonesia
Metode
Expert system
dan
Geographical
Information
System
(GIS).
Recurrent
neural
network (RNN).
Software agent dengan
pemrograman
berorientasi objek.
Unsupervised learning
dan a feed forward
neural network.
Software agent,
berbasis internet
Teknik pembelajaranmesin (machinelearning techniques)
Algoritma Genetika
Knowledge Base dan
Mathematical
Modelling
case-based reasoning,
rule-based reasoning
dan compromise
programming
techniques in fuzzy
environment.
TOPSIS, Neural
Network, Simulated
Annealing, Fuzzy
Inference System.
61
PIBC merupakan satu area pergudangan dan transaksi perberasan yang
merupakan pusat pemasaran beras terbesar di Indonesia dibandingkan dengan
pasar induk beras yang berada di daerah lainnya. Untuk menangani masalah
pangan, selain FSTJ, Pemda DKI Jakarta juga memiliki dua badan usaha lainnya
yaitu PD. Pasar Jaya yang mengelola sayuran dan palawija yang jumlahnya
sebanyak 152 pasar di DKI Jakarta serta PD. Dharma Jaya yang mengelola rumah
pemotongan hewan (RPH) Cakung
yang menangani pemotongan sapi dan
unggas. PIBC yang menampung sekitar 680 pengusaha beras, telah bekerja sama
dengan para pemasok beras dari berbagai daerah sentra produksi beras dari
berbagai provinsi di Indonesia. Sebagai pusat perdagangan beras terbesar di
Indonesia yang memperdagangkan komoditas beras mencapai 900.000 ton per
tahun, di PIBC dilakukan monitoring data pasokan, distribusi dan harga beras
yang terbaru sehingga berguna sebagai pedoman para pengusaha dan pedagang
beras serta para pembuat kebijakan di instansi pemerintah, baik pemerintah
pusat/departemen, pemerintah daerah maupun lembaga riset serta bahan berita di
media masa nasional dan internet. Menurut Sukidi (2010), PIBC adalah pasar
beras di provinsi DKI Jakarta yang dapat menyerap semua jenis beras untuk
diperdagangkan sehingga peluang perdagangan komoditas beras masih terbuka
luas. Konsumen atau ritel dari FSTJ terdiri dari pasar tradisional (Pasar Jaya)
yang jumlahnya seratus lima puluh dua buah pasar di wilayah DKI Jakarta, pasar
modern seperti carrefour atau giant, restoran, rumah sakit, instansi negeri maupun
swasta, katering dan industri (pabrik). Saham FSTJ merupakan saham gabungan
antara pihak Pemda DKI Jakarta, pihak swasta, perorangan dan koperasi.
Visi dan Misi Perusahaan
PT. Food Station Tjipinang Jaya memiliki visi, misi, dan tugas sebagai
berikut (FSTJ, 2009) :
•
Visi : Menjadi Pusat Perdagangan Beras Terbesar agar Dapat Menjaga
Ketahanan Pangan.
•
Misi : Membangun, Mengelola dan Mengembangkan Pasar Induk Beras
Cipinang Sesuai dengan Fungsinya.
62
•
Tugas – tugasnya antara lain ikut membantu pemerintah dalam melaksanakan
stabilitas harga beras dan persediaan beras, meningkatkan nilai saham,
meningkatkan
penjualan,
mempertahankan
kelangsungan
usaha
dan
memperoleh laba.
FSTJ mengemban misi pemerintah, khususnya Pemda Provinsi DKI
Jakarta, dalam rangka ikut membantu menciptakan stabilisasi persediaan dan
harga
beras.
Dalam
melaksanakan
fungsi
tersebut
kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu pertokoan,
FSTJ
menyediakan
pergudangan,
armada
angkutan, informasi persediaan beras, pasokan beras, distribusi dan harga beras.
Tabel 13. Daftar Pemegang Saham PT. Food Statiun Tjipinang Jaya
No.
Nama
Jumlah
Persentase
(Lembar)
(%)
1
Pemda Provinsi DKI Jakarta
224
74.66
2
Simandjuntak, SH (Alm)
11
3.67
3
Ir. H. M. Agus Subardono
11
3.67
4
Pusat Koperasi Pegawai RI DKI Jakarta
10
3.33
5
H. Kosim Sastradinata (Alm)
7
2.33
6
Bambang Sutedjo (Alm)
6
2.00
7
Letjen.Purn.H. Achmad Tirtosudiro
5
1.67
8
PT. Pajang Sejahtera
5
1.67
9
Ny. Rustina (Alm)
3
1.00
10
Primkoppol Ditlantas POLRI
3
1.00
11
PT. Ujung Lima
3
1.00
12
H. Suhaedi Hadidi, SH
3
1.00
13
H. Ruslan Sunardi (Alm)
2
0.67
14
Ir. Sudiyanto
1
0.33
15
Dra. Hj. Roesmijati
3
1.00
16
H. Koesnarto, SSos. MM
2
0.67
17
Drs.H. Abdul Sani Hutajulu, MM
1
0.33
300
100
(FSTJ, 2009)
63
Sebagai mitra kerja Perum BULOG, FSTJ juga ditunjuk sebagai penyalur
komoditas Perum BULOG, khususnya beras, gula pasir dan terigu. Namun pada
saat ini, 99 % komoditas yang dikelola oleh FSTJ adalah beras. Saham FSTJ
terbesar dimiliki oleh Pemda DKI Jakarta sebesar 74.66 % sedangkan sisanya
sebesar 25.24 % dimiliki oleh perusahaan swasta, perorangan dan koperasi. Daftar
para pemegang saham FSTJ tersebut dapat dilihat pada Tabel 13 (FSTJ, 2009).
Tujuan dari didirikan PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) adalah
sebagai berikut :
•
Membangun dan menyelenggarakan tempat penampungan (food station),
perdagangan bahan makanan terutama beras, gula pasir dan terigu.
•
Membangun dan menyelenggarakan fasilitas yang berkaitan dengan pertokoan
beras, area parkir, pengangkutan dan lain-lain.
•
Menyelenggarakan pengelolaan yang berkaitan dengan unit angkutan dan
pergudangan.
•
Mengadakan dan menyalurkan bahan pokok yaitu beras dan sejenisnya,
sehingga tercipta stabilitas pasokan, distribusi dan standar harga beras, selain
masalah disposal, dislokasi dan alokasinya dapat diatur dengan tertib dan
cepat.
•
Menjalankan perdagangan umum terutama beras, gula pasir, terigu dan hasil
palawija serta perdagangan secara komisi atas perhitungan dengan pihak lain.
Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) didirikan di atas lahan seluas 16,3
hektar yang terdiri dari bangunan pertokoan, pergudangan, perkantoran, pelataran
parkir dan fasilitas lain seperti bank, masjid, rumah makan dan armada angkutan
beras. Lokasi PIBC cukup strategis karena berada pada posisi 600 m dari stasiun
KA Jatinegara dan sekitar 800 m dari pintu masuk/ keluar tol Pisangan/ Tanjung
Priok). Berikut adalah fasilitas dan potensi yang dimiliki oleh PT. Food Station
Tjipinang Jaya.
1. Toko/Los : terdapat 801 ruang usaha terdiri dari toko/los tertutup dan terbuka
dengan kapasitas tampung sekitar 25.000 ton beras.
64
2. Pedagang Beras : sebanyak 680 pedagang melayani dan menampung beras
dari daerah produksi yang dibawa pemasok dan menjual secara grosir ke pasar
- pasar wilayah DKI Jakarta dan daerah BODETABEK maupun antar pulau.
3. Pedagang Pemasok : pemasok yang masuk ke PIBC 80% dari Jawa Barat
(Subang, Karawang, Indramayu, Cirebon, Bandung, Garut, Tasik, Sumedang).
Sisanya sekitar 20 % dipasok dari Jawa Tengah (Tegal, Solo, Demak, Pati),
Jawa Timur (Kediri, Lumajang, Surabaya), Lampung, Palembang dan
Makasar. Pedagang pemasok pasar induk beras Cipinang ini berasal dari
daerah Pantura Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Luar Jawa
(Lampung, Palembang dan Sulawesi Selatan).
4. Selama tahun 2010, jumlah pasokan beras adalah antara 2500 – 3000 ton/ hari,
kecuali tiap hari senin yang dapat mencapai 4000 ton. Pasokan dilakukan oleh
sekitar 300 truk/ hari. Tonase truk berkisar antara 8 – 10 ton (tipe kendaraan
adalah colt diesel) untuk beras yang berasal dari Subang, Karawang,
Indramayu dan Cirebon. Truk besar 15 ton untuk pasokan berasal dari
Bandung, Garut, Tasik dan Sumedang juga dari Lampung dan Palembang.
Tronton 25 – 30 ton untuk pasokan dari Jawa Tengah dan truk gandeng 40 ton
untuk pasokan beras dari Jawa Timur, sedangkan pasokan beras dari Makasar
menggunakan peti kemas 20 ton melalui pelabuhan Tanjung Priuk.
5. Area Bongkar Muat. Dengan kapasitas yang tersedia, PIBC mampu
menampung lebih dari 300 kendaraan besar (truk) dan 200 armada angkutan
dengan tenaga bongkar muat sebanyak 850 orang.
6. Masjid. Sebagai sarana peribadatan bagi umat Islam yang berada di area PIBC
dan juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara serta peringatan
hari - hari besar keagamaan Islam.
7. Pemadam Kebakaran. Untuk mengantisipasi bencana kebakaran di area PIBC,
tersedia fasilitas kendaraan pemadam kebakaran Dinas Pemadam Kebakaran
Propinsi DKI Jakarta yang dapat dimanfaatkan untuk memadamkan kebakaran
di wilayah DKI Jakarta.
8. Perbankan. Dalam rangka melayani transaksi perdagangan di PIBC, tersedia
perbankan yaitu PT. Bank BNI 1946 Tbk, Bank Haga, Bank Ekonomi, Bank
Yudha Bhakti, Unit Simpan Pinjam Swamitra, Bank Bukopin, BRI serta
65
kerjasama dengan PT Bank DKI dalam rangka pembayaran untuk
perdagangan beras antar daerah dengan menggunakan LC Lokal.
9. Koperasi. Koperasi didirikan untuk mewadahi para pedagang beras di PIBC,
sehingga pada tahun 1980 dibentuk Koperasi Pedagang Pasar Induk Cipinang
(KOPPIC Jaya) sebagi mitra kerja FSTJ.
10. Fasilitas-fasilitas lainnya. Fasilitas penunjang yang lain antara lain seperti
sarana angkutan, sarana parkir, sarana gudang dan kantor serta fasilitas
keamanan. Untuk memberikan kenyamanan kepada semua karyawan yang
bekerja, pihak perusahaan menyediakan fasilitas seperti telepon, air tanah,
MCK, armada angkutan, masjid, pergudangan dan tenaga bongkar muat.
11. Sarana angkutan. Terdapat dua jenis angkutan yang digunakan untuk
mendistribusikan beras dari PIBC ke Wilayah DKI Jakarta yaitu :
a. Untuk pendistribusian beras keluar kota DKI Jakarta menggunakan truk
besar/ tronton. Sarana angkutan yang dimiliki oleh FSTJ untuk angkutan
keluar kota Jakata sebanyak 40 Armada (10 ton/unit).
b. Untuk pendistribusian beras di dalam kota Jakarta menggunakan armada
angkutan yang telah ditentukan dalam SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta
No. No. 37/ 2006 tanggal 4 April 2006 tentang Pola Pengangkutan dan
Distribusi Beras dan Palawija dari dan ke PIBC. Sarana angkutan yang
dimiliki oleh perusahaan ini untuk angkutan dalam kota Jakarta sebanyak
240 Armada dengan masing-masing tonase 2,5 ton/unit.
12. Untuk kebutuhan penyimpanan beras di PIBC tersedia gudang dengan luas
pelataran parkir 9.500 m2 dengan pelayanan 24 jam serta luas lantai sebesar
35.896 m2 dan mampu menampung beras sekitar 100.000 ton.
Sistem Manajemen
Manajemen FSTJ setiap hari memantau kondisi pasokan, distribusi dan
harga beras yang terdapat di PIBC dengan cara sebagai berikut :
•
Di setiap pos pintu masuk, petugas akan mencatat tonase beras yang
tercantum pada surat jalan yang dibawa para pedagang dari daerah produsen.
•
Di pos pintu keluar wajib bagi para pembeli yang menggunakan kendaraan
angkutan untuk mengambil surat jalan, sehingga jumlah beras yang
66
didistribusikan setiap hari akan terpantau dengan jelas, baik untuk daerah DKI
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi maupun antar pulau.
•
Secara berkala, minimal 3 (tiga) hari sekali petugas dari FSTJ akan
mengambil sampel harga grosir dari beberapa pedagang secara acak dan
mengolah menjadi harga rata- rata. Harga rata-rata tersebut dapat dijadikan
patokan harga bagi para pedagang daerah maupun pedagang PIBC.
•
Pembinaan dilakukan kepada pedagang PIBC melalui koperasi sebagai wadah
pedagang, yang terbentuk pada tahun 1980 dengan nama Koperasi Pedagang
Pasar Induk Cipinang/ KOPPIC Jaya yang berfungsi sebagai mitra kerja FSTJ.
•
Penyuluhan. FSTJ bekerja sama dengan instansi yang terkait dalam
melaksanakan penyuluhan, misalnya penyuluhan tentang Undang-Undang RI
No. 8 tahun 1990 tentang perlindungan konsumen.
•
Operasi pasar memberi kesempatan kepada para pedagang untuk ikut serta
dalam program pemerintah dan Perum BULOG, dalam menyalurkan beras
untuk masyarakat wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
•
Terdapat beberapa jenis pelaku bisnis yang terdapat di PIBC yaitu :
-
Pedagang Daerah yaitu Pedagang yang berasal dari daerah sentra
produksi yang memasarkan berasnya di PIBC.
-
Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang yaitu Pedagang yang berdomisili
di PIBC, yang menempati Toko/ Lapak dan menyewa Gudang.
-
Pedagang Wilayah yaitu Pedagang di pasar – pasar wilayah yang
berbelanja di PIBC.
-
Konsumen Umum yaitu pembeli dari segenap lapisan masyarakat (rumah
sakit, katering, pasar swalayan maupun perorangan).
Struktur Organisasi dan Jumlah Karyawan
PT. Food Station Tjipinang Jaya memiliki susunan pengurus perusahaan
sebagai berikut (FSTJ, 2009).
1.
Dewan komisaris
Ketua Dewan Komisaris
: Ir. Muzahiem Muchtar, Dipl. SE
Anggota
: Drs. Abdulsani Hutajulu, MM
67
2.
Direksi
Direktur Utama
: Drs. H. Sjamsul Hilataha, SH. MM
Direktur Keuangan dan Umum : H. Giyatno SK, SE. MM
Jumlah tenaga kerja yang dimiliki FSTJ adalah 78 orang dengan berbagai
latar belakang pendidikan. Jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah Tenaga Kerja FSTJ Berdasarkan Pendidikan
No
Pendidikan
Jumlah (orang)
1.
Pascasarjana
2
2.
Sarjana Hukum
1
3.
Sarjana Ekonomi
8
4.
Sarjana Pendidikan
2
5.
Sarjana Ilmu Administrasi
1
6.
Sekolah Menengah Atas
36
7.
Sekolah Menengah Pertama
18
8.
Sekolah dasar
10
(FSTJ, 2009)
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian
Dengan pendekatan sistem, pada penelitian ini dikembangkan suatu model
mengenai sistem pendukung keputusan cerdas/ intelligent decision support system
(IDSS) untuk sistem rantai pasokan beras di propinsi DKI Jakarta dengan focal
company yaitu PT. Food Statiun Tjipinang Jaya (FSTJ). Sistem rantai pasokan
komoditas beras meliputi aktifitas rantai pasokan dan kinerja rantai pasokan.
Aktifitas rantai pasokan terdiri dari prakiraan pasokan dan prakiraan harga beras,
pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras.
Sedangkan
kinerja dari rantai pasokan komoditas beras diukur dari masukan (input) semua
aktifitas rantai pasokan tersebut. Langkah-langkah penelitian dilaksanakan
mengikuti sistimatika seperti dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian
70
Pembahasan dilakukan pada rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta
dengan focal company adalah FSTJ yang mewakili sekitar 680 pengusaha
perberasan di area PIBC. Provinsi DKI Jakarta dipilih sebagai kasus pada
penelitian ini karena provinsi DKI Jakarta adalah daerah yang membutuhkan
jumlah pasokan beras yang besar tetapi di satu sisi bukan daerah yang
menghasilkan beras. Keadaan ini yang mengharuskan pihak pemerintah daerah
setempat harus selalu waspada dalam rangka menjaga kelangsungan pasokan
beras. Kerangka hubungan antar aktifitas tersebut diperlihatkan pada Gambar 25.
Gambar 25. Model Aktifitas Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta.
Untuk mengukur kinerja rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta,
masukan berasal dari ketiga aktifitas rantai pasokan yaitu dari prakiraan pasokan
dan harga beras, pemilihan pemasok serta dari distribusi dan transportasi. Metode
yang digunakan adalah metode Fuzzy Inference System (FIS). Model pengukuran
tersebut dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Model Kinerja Rantai Pasokan Beras DKI Jakarta
71
3.2 Bagan Alir Dari Metode Yang Digunakan Dalam Penelitian
Berikut adalah bagan alir yang berhubungan dengan beberapa metode
yang digunakan pada penelitian ini. Gambar 27 adalah bagan alir dari metode
Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation yang digunakan untuk menyelesaikan
persoalan pada Sub sistem pertama yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga
beras. Gambar
28 adalah bagan alir metode TOPSIS (technique for order
preference by similarity to ideal solution) yang digunakan untuk menyelesaikan
persoalan subsistem ke dua yaitu subsistem pemilihan pemasok. Gambar 29
adalah bagan alir Simulated Annealing yang digunakan untuk menyelesaikan
persoalan subsistem ke tiga yaitu subsistem distribusi dan transportasi, sedangkan
Gambar 30 adalah bagan alir dari metode Fuzzy Inference System yang digunakan
untuk mengukur kinerja sistem rantai pasokan beras di Provinsi DKI Jakarta.
Pengumpulan Data
Pasokan dan Harga Beras
Pembuatan Dua Pola Data :
Pola Data Pelatihan dan Pola
Data Pengujian
Penentuan Struktur Jaringan
Pemilihan Algoritma
Pembelajaran
Penetapan Parameter,
Penentuan Nilai dan
Bobot Awal
Transformasi Data Untuk Input
Jaringan
A
72
A
Feedfoward
Tiap-tiap unit input (Xi, i = 1,2,3,...,n) menerima
sinyal xi, dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit
pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan tersembunyi)
Tiap-tiap unit tersembunyi (Zi, i = 1,2,3,...p)
menjumlahkan sinyal-sinyal input berbobot:
z_inj = v0j + ∑ xivij
Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit
di lapisan atasnya (unit -unit output)
Tiap-tiap unit output (Yk = 1,2,3,...m)
menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot.
Y_in k = w0k + ∑ ziwjk
Gunakan fungsi aktivasi untuk
menghitung sinyal outputnya
yk = f(y_in k)
Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua
unit di lapisan atasnya (unit-unit Output)
Selesai
Ya
Output ~ Target
Tidak
B
C
73
B
C
Backpropagation
Tiap-tiap unit output (Yk, k = 1,2,3,....m) menerima target pola yang
berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasi error-nya:
δk = (tk-yk) f ’(y_in k)
Kemudian hitung koreksi bobot
(yang nantinya akan digunakan untuk memeperbaiki nilai wjk).
Δwjk = α δk zj
Hitung juga koreksi bias
(yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w0k).
Δw0k = α δk
Kirimkan δk ini ke unit-unit
yang ada di lapisan bawahnya.
Tiap-tiap unit tersembuni (Zj, j = 1,2,3,...p) menjumlahkan delta inputnya
(dari unit-unit yang berada di lapisan atasnya).
Δ_in j = ∑ δkwjk
Kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya
untk menghitung informasi error :
δj = δ_inj f ’(δj_in j)
Kemudian hitung koreksi bobot
(yang nantinya akan digunakan unuk memperbaiki nilai vij)
Δvjk = α δjxi
Hitung juga koreksi bias
(yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai v0j):
v0j =α δj
Tiap-tiap unit output (Yk,k = 1, 2, 3,...,m) memperbaiki
bias dan bobotnya (j = 0, 1, 2, 3..., p) :
wjk (baru) = wjk (lama) + Δwjk
Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j = 1, 2, 3,..., p)
memperbaiki bias dan bobotnya (i = 0, 1, 2, 3,...., n) :
vij (baru) = vij (lama) + Δvij
Tes kondisi berhenti
Gambar 27. Bagan Alir Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation
Untuk Prakiraan Pasokan dan Harga Beras.
74
Mulai
Mulai
Input
Input Data
Data
1.
1. Data
Data para
para pemasok
pemasok diperoleh
diperoleh dari
dari PIBC
PIBC
2.
Data
kriteria
diperoleh
dari
para
pemasok
2. Data kriteria diperoleh dari para pemasok dan
dan SNI
SNI 01-6128-1999
01-6128-1999
3.
Data
bobot
tiap
kriteria
diperoleh
dari
pakar
di
3. Data bobot tiap kriteria diperoleh dari pakar di PIBC
PIBC
Pembuatan matriks perhitungan (matriks awal) berdasarkan input dengan metode
TOPSIS (technique for order preference by similarity to ideal solution)
Normalisasi matriks sehingga diperoleh matriks R
xij
rij =
m
∑x
i =1
2
ij
dengan i = 1,2,…,m dan j = 1,2,…,n
Dapatkan matriks Y melalui rating bobot ternormalisasi : yij = wi rij
dengan i = 1,2,…,m dan j = 1,2,…,n
Mencari solusi ideal (nilai A) :
Solusi Ideal Positif (A+) :
+
+
1
+
2
+
n
A = ( y , y ,...,y )
Solusi Ideal Negatif (A-) :
−
−
1
−
2
−
n
A = ( y , y ,...,y )
 imax yij ; jika j adalah atribut keuntungan 
y =  min yij ; jika j adalah atribut biaya

 i

+
j
min y ; jika j adalah atribut keuntungan


 i ij

y =  max yij ; jika j adalah atribut biaya 


i

−
j
j = 1,2,…,n
A
75
A
Perhitungan jarak antara solusi ideal dengan alternatif
(Nilai D)
Jarak Solusi Ideal Positif dengan Alternatif Ai (D+) :
Di+ =
n
∑(y
j =1
+
i
− yij ) 2 ; i = 1,2,…,m
Jarak Solusi Ideal Negatif dengan Alternatif Ai (D-) :
Di− =
n
∑(y
j =1
ij
− yi− ) 2
; i = 1,2,…,m
Perhitungan nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi)
Vi =
Di−
Di− + Di+
; i = 1,2,…,m
Pemilihan pemasok beras berdasarkan nilai preferensi tertinggi (Vi)
dari masing-masing alternatif pemasok beras.
Selesai
Selesai
Gambar 28. Bagan Alir TOPSIS Untuk Pemilihan Pemasok Beras.
76
Mulai
Menentukan lokasi pelanggan
beras dengan bantuan
google map
Masukkan jarak
antar pelanggan beras
Melakukan pencarian rute untuk
setiap kendaraan yang melakukan
pengiriman beras
Pilih titik pelanggan terdekat dari
depot/ pasar induk beras cipinang
Jadikan sebagai titik
pemberhentian berikutnya
Tidak
Periksa, apakah
semua pelanggan
sudah masuk
rute ?
Ya
Hitung jarak tempuh untuk rute
yang telah dihasilkan
A
77
A
Tentukan sebagai solusi awal
yang telah terbentuk dan
jaraknya (La) ke dalam iterasi
Tentukan dua angka acak
untuk penukaran posisi
pelanggan pada rute
Tukar posisi titik pelanggan
yang terpilih tersebut
Tentukan sebagai current
solution (metode or-opt)
Hitung selisih jarak rute baru
dan rute awal
∆L = La-Lx
Tentukan To= 100, R=0,99
dan T akhir = 0
Simpan sebagai rute dengan
jarak terpendek
Ya
Lx < La ?
Tidak
Acak bilangan p
( 0 < p < 1)
Acceptance Criterion, dengan
menghitung P
( P = e -∆L/T )
P >p?
Tidak
Tn < Tf
Tidak
Ya
Tentukan sebagai rute baru
Ya
Tidak
Tn < Tf
Ya
Iterasi selesai
Solusi terbaik ;
lihat jarak rute terpendek
( Jika Lo ≤ Lx ;
solusi terpilih = solusi awal )
Selesai
Gambar 29. Bagan Alir Vehicle Routing Problem
Dengan Simulated Annealing Untuk Distribusi dan Transportasi Beras.
78
Mulai
Input Data Linguistik :
Subsistem 1 : Prakiraan Pasokan
dan Harga Beras
Subsistem 2 : Pemilihan Pemasok
Subsistem 3 : Distribusi serta Transportasi
Fuzzifikasi
Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani
Aturan If Then
Defuzzifikasi
Output Data Linguistik :
Kinerja Rantai Pasokan Beras
DKI Jakarta
Selesai
Gambar 30. Bagan Alir Fuzzy Inference System Untuk Pengukuran
Kinerja Rantai Pasokan Beras di Propinsi DKI Jakarta.
79
3.3 Pengumpulan dan Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini, mencakup data untuk
subsistem pertama yaitu prakiraan pasokan beras dan prakiraan harga beras, untuk
subsistem ke dua yaitu pemilihan pemasok beras dan untuk subsistem ke tiga
yaitu distribusi serta transportasi beras. Untuk subsistem pertama, data yang
dikumpulkan diperoleh dari data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pusat
induk beras Cipinang (PIBC), data tersebut berupa data realisasi pengeluaran
beras dari PIBC ke pasar-pasar wilayah DKI Jakarta, luar kota dan antar pulau.
Untuk subsistem ke dua, data yang dikumpulkan berupa data yang terkait dengan
kriteria untuk pemilihan pemasok beras seperti harga, mutu beras serta waktu
pengantaran sampai tiba di PIBC . Data ini dapat diperoleh baik dari data primer
maupun data sekunder. Untuk subsistem ke tiga, data yang dikumpulkan berupa
data yang terkait dengan jumlah armada yang dipergunakan untuk pengantaran
beras dan rute perjalanan armada tersebut dalam mengantarkan beras yang
diminta oleh pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta. Data untuk subsistem ke tiga
tersebut diperoleh dari data primer maupun data sekunder.
Untuk mengukur kinerja rantai pasokan beras di DKI Jakarta, data yang
diperlukan selain keluaran dari ke tiga subsistem ini, diperlukan pula data atau
masukan dari pakar yang dipergunakan untuk mendapatkan aturan Jika-Maka (IfThen Rule). Pakar yang diminta masukan untuk pengukuran kinerja rantai
pasokan ini berasal dari pihak akademisi dan pihak praktisi.
Metode analisis data yang dilaksanakan disesuaikan dengan kebutuhan
untuk masing-masing subsistem. Metode analisis untuk subsistem pertama yaitu
prakiraan pasokan dan harga beras digunakan metode jaringan syaraf tiruan (JST).
Untuk subsistem ke dua yaitu pemilihan pemasok beras digunakan metode
TOPSIS. Untuk subsistem ke tiga yaitu distribusi serta transportasi beras
dipergunakan metode Simulated Annealing, sedangkan untuk mengukur kinerja
pada rantai pasokan beras digunakan metode Fuzzy Inference System. Tabel 15
menunjukkan hubungan antara model penelitian, data yang diperlukan, jenis data,
sumber data dan metode analisis data yang dipergunakan pada penelitian ini.
80
Tabel 15. Model Penelitian, Jenis Data, Sumber Data dan Metode Analisis Data
No
Model Penelitian
Data Yang
Diperlukan
Jenis Data
Sumber
Data
Metode
Analisis
1.
Subsistem Pertama
Data pasokan beras
dari PIBC ke DKI
Jakarta
primer
PT. FSTJ
Neural
Network
primer dan
sekunder
PT. FSTJ
dan PIBC
TOPSIS
primer dan
sekunder
PT. FSTJ
dan PIBC
Simulated
Annealing
primer
Pakar
Akademisi
dan
Praktisi
Fuzzy
Inference
System.
Model Prakiraan
Pasokan dan Harga
Beras
Data harga beras
varietas IR64/ III
dan Muncul/ III
Dari tahun
2009 - 2010
2.
Subsistem Ke Dua
Model Pemilihan
Pemasok Beras
3.
Subsistem Ke Tiga
Model Distribusi dan
Transportasi Beras
Data alternatif
pemasok beras
Data kriteria
perberasan
Data pasar/
distributor beras di
DKI Jakarta
Data jarak antar
pasar/ distributor
beras
Data order
(hari, tanggal,
jumlah, waktu
bongkar muat).
Data jumlah dan
kapasitas kendaraan
4.
Subsistem Ke Empat
Aturan Jika - Maka
Model Kinerja Rantai
Pasokan Beras
3.4 Konfigurasi Model IDSS pada SCM beras
Konfigurasi model IDSS pada penelitian ini memuat SMBM (Sistem
Manajemen Basis Data), SMBD (Sistem Manajemen Basis Model), sistem
pengolahan problematik dan sistem pengolahan dialog. Data yang terdapat pada
SMBD adalah data yang tercakup dalam empat subsistem terdahulu yaitu data
dari subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, data dari subsistem pemilihan
pemasok beras dan data dari subsistem distribusi dan transportasi beras.
81
Demikian pula, model yang terdapat pada SMBM adalah model dari ke
empat subsistem di atas. Konfigurasi model IDSS yang diterapkan pada SCM
beras untuk provinsi DKI Jakarta tersebut secara sederhana dapat dilihat pada
Gambar 31.
Gambar 31. Konfigurasi Model IDSS Pada SCM Beras Untuk DKI Jakarta
Menurut Druzdzel dan Flynn (2002) sebuah SMBD berfungsi sebagai
bank data untuk DSS. SMBD memiliki sejumlah data yang sesuai dengan
perancangan DSS dan menyediakan struktur data yang logis dengan pengguna.
Sedangkan SMBM bertujuan untuk mengubah data dari SMBD menjadi informasi
yang berguna dalam pengambilan keputusan. Karena banyak masalah dalam DSS
yang mungkin tidak terstruktur, dengan demikian SMBM juga harus mampu
membantu pengguna dalam membangun model sehingga lebih terstruktur.
Sementara itu sistem pengolahan dialog berfungsi sebagai antar-muka intuitif dan
mudah digunakan (user friendly) sehingga sistem pengolahan dialog ini mampu
membantu pengguna sistem untuk memanfaatkan DSS tersebut lebih optimal.
82
Sementara menurut NFES (2006), secara umum komponen sistem
pendukung keputusan meliputi data yang bermutu, perangkat keras (hardware),
perangkat lunak (software) dan proses pengelolaan data, yang terdiri dari :
1. Pengumpulan data
2. Perangkat keras, jaringan dan sistem operasi
3. Sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan
4. Proses ekstraksi, transformasi, dan unduh data
(extract, transform, and load process)
5. Gudang data (data warehouse) atau pengumpul data (data aggregator)
6. Analisis dan alat pelaporan serta
7. Pengguna
BAB IV. RANCANG BANGUN MODEL PENELITIAN
Bab ini membahas rancang bangun model dari sistem penunjang
keputusan cerdas untuk sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta.
Rancang bangun model dari penelitian tersebut mencakup empat subsistem
sebagai berikut :
1. Subsistem prakiraan pasokan dan harga beras
2. Subsistem pemilihan pemasok beras
3. Subsistem distribusi dan transportasi beras
4. Subsistem kinerja rantai pasokan beras.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan rancang bangun
model sistem pendukung keputusan cerdas dari rantai pasokan beras di provinsi
DKI Jakarta yang efektif dan efisien. Seperti telah dijelaskan pada Bab I,
rancangan model dianggap efektif apabila model dapat menjadi alternatif
pertimbangan dari para pelaku perberasan di PIBC untuk dapat dimanfaatkan
sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Walaupun menurut Kelvin (2011)
ukuran kinerja sangat diperlukan untuk mengelola suatu aktifitas, tetapi menurut
Bullock (2006), saat ini tidak ada kerangka formal untuk menentukan ukuran
efektifitas suatu kinerja, namun suatu umpan balik (feedback) sangat diperlukan
untuk mengukur efektifitas tersebut.
Berdasarkan Kelvin (2011) dan Bullock (2006) di atas, di bawah ini
dijelaskan satu batasan untuk menyatakan model yang dihasilkan pada penelitian
ini dianggap efektif, yaitu apabila menurut para pakar nilai manfaat dari model
tersebut lebih besar dari nilai rata-rata nya. Untuk mendukung formalisasi batasan
tersebut, para pakar diminta memberikan nilai rata-rata manfaat sebagai umpan
balik terhadap model-model yang dihasilkan pada penelitian ini. Pakar memberi
nilai lima apabila model dianggap sangat bermanfaat, nilai empat apabila model
dianggap bermanfaat, nilai tiga apabila model dianggap cukup bermanfaat, nilai
dua apabila model dianggap tidak bermanfaat dan nilai satu apabila model
dianggap sangat tidak bermanfaat. Melalui batasan di atas, maka model dalam
penelitian ini dianggap efektif apabila nilai rata-rata manfaat dari para pakar lebih
84
besar dari tiga dan dianggap tidak efektif apabila nilai rata-rata manfaat dari
model yang dihasilkan kurang dari tiga.
Dengan demikian definisi model dianggap efektif apabila model
memenuhi aturan berikut :
dengan
=
dan
: nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke .
: nilai manfaat menurut pakar ke untuk model subsistem ke .
= 1, 2, …, m dan = 1,2, …, n
Melalui definisi tersebut,
selanjutnya apabila model dianggap efektif
maka model dapat menjadi alternatif untuk dipertimbangkan sebagai alat bantu
pengambilan keputusan oleh para pelaku usaha dalam rantai pasokan perberasan
di provinsi DKI Jakarta. Demikian pula, rancangan model didefinisikan efisien
apabila model dapat menunjukkan hasil yang lebih cepat dari segi waktu, lebih
murah dari segi biaya, lebih sedikit dari penggunaan aset dan model lebih mudah
dijelaskan secara rasional kepada masyarakat umum.
4.1 Subsistem Prakiraan Pasokan dan Harga Beras
Pada subsistem ini, model dikembangkan dengan menggunakan metode
Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
untuk memperkirakan pasokan beras dan harga
beras. Tujuan subsistem prakiraan pasokan dan prakiraan harga beras pada
penelitian ini adalah menghasilkan program komputasi dengan ciri-ciri berikut :
1. Digunakan untuk memperkirakan jumlah pasokan beras dari PIBC ke berbagai
wilayah di propinsi DKI Jakarta.
2. Digunakan untuk memperkirakan harga beras jenis Muncul/ III dan IR 64/ III
di pasar induk beras Cipinang (PIBC) Jakarta.
3. Digunakan sebagai suatu sistem peringatan dini dalam mengantisipasi pasokan
dan harga beras yang tidak dikehendaki. Pasokan dan harga beras yang tidak
85
dikehendaki adalah pasokan dan harga beras yang dapat menimbulkan
kepanikan pasar. Hal ini dapat terjadi apabila pasokan kurang dari kebutuhan
atau harga melonjak dari harga beras normal.
Tahapan perancangan jaringan syaraf tiruan untuk prakiraan pasokan dan
harga beras dapat dilihat pada Gambar 32. Langkah awal adalah membuat
arsitektur jaringan syaraf tiruan, dilanjutkan dengan pencarian data dan penentuan
data input. Ketepatan dalam penentuan input menentukan ketepatan hasil prediksi.
Data yang digunakan adalah data sekunder mengenai pasokan dan harga beras
yang diperoleh dari pasar induk beras Cipinang (PIBC) Jakarta dimulai dari
Januari 2009 sampai dengan Juli 2010. Data awal adalah data harian, tetapi dalam
penelitian ini data dikelompokan setiap minggu, sehingga diperoleh data sebanyak
delapan puluh satu minggu.
Mulai
Fungsi aktivasi
Algoritma pelatihan
Momentum
Hidden neuron, Error
Arsitektur JST untuk
prakiraan pasokan dan
harga Beras
Data Pelatihan
Pelatihan JST
Output:
MSE, Epoch, R
Tidak
Sesuai
Ya
Data Pengujian
Pengujian JST
Tidak
Sesuai
Ya
Input:
Data mingguan
4 minggu terakhir
JST Terbaik
Data kebutuhan
beras penduduk
Data rata-rata
harga beras
Output:
Hasil prediksi pasokan &
harga beras
2 minggu ke depan
Peringatan Dini
Selesai
Gambar 32. Tahapan Perancangan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk
Prakiraan serta Peringatan Dini Dari Pasokan dan Harga Beras.
86
Pada penelitian ini dirancang JST dengan satu hidden layer dengan
menggunakan algoritma backpropagation. Backpropagation merupakan salah
satu algoritma pembelajaran terawasi (supervised learning) (Patuelli, 2006 dan
Seminar, 2010). JST dirancang dengan arsitektur JST tiga lapis (Kahfourushan,
2010). JST tersebut diperoleh dengan cara uji coba berbagai parameter JST.
Jumlah neuron yang dicoba adalah jumlah neuron dalam hidden layer, sedangkan
parameter lain yang diuji coba adalah fungsi aktivasi, algoritma pelatihan dan
momentum. Pada penelitian ini jumlah neuron yang diujicoba pada lapisan
tersembunyi (hidden layer) jumlahnya berbeda-beda yaitu sebanyak empat,
delapan dan dua belas buah. Parameter output yang dihasilkan adalah MSE
(mean square error), jumlah iterasi (epoch) dan koefisien korelasi (R).
Menurut Munakata (2008), algoritma dasar backpropagation memiliki tiga
fase di bawah :
1. Fase feedforward pola input pembelajaran/pelatihan
2. Fase kalkulasi dan backpropagation error
3. Fase penyesuaian bobot untuk memperbaiki output mendekati target.
Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai
bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini,
tahap forward propagasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat forward
propagation, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi.
Pada jaringan feedforward, pelatihan dilakukan dalam rangka melakukan
pengaturan bobot, sehingga pada akhir pelatihan diperoleh bobot-bobot terbaik.
Selama proses pelatihan, bobot-bobot diatur secara iteratif untuk meminimumkan
fungsi kinerja jaringan. Fungsi kinerja
yang sering digunakan
untuk
backpropagation adalah mean square error (MSE). Fungsi ini mengambil ratarata kuadrat error yang terjadi antara output jaringan dan target. Sebagian besar
algoritma pelatihan untuk jaringan feedforward menggunakan gradien dari fungsi
kinerja
untuk
menentukan
bagaimana
mengatur
bobot
dalam
rangka
meminimumkan kinerja. Gradien ini ditentukan dengan menggunakan suatu
teknik yang disebut dengan nama backpropagation. Pada dasarnya algoritma
backpropagation menggerakkan bobot dengan arah gradien negatif, algoritma ini
87
memiliki prinsip dasar memperbaiki jaringan dengan arah yang membuat fungsi
kinerja menjadi turun dengan cepat (Seminar, 2010).
Alternatif spesifikasi yang dicoba pada penelitian untuk memperoleh
rancangan arsitektur JST dengan kinerja yang terbaik disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 merupakan contoh pemilihan arsitektur JST Prakiraan Harga Beras Tipe
IR64/III. Untuk memperoleh rancangan arsitektur JST backpropagation dengan
kinerja sistem yang terbaik diperlukan tahapan sebagai berikut (Silvia, 2007):
a.
Pemilihan Fungsi Aktivasi
Beberapa alternatif fungsi aktivasi JST yang dicobakan dalam penelitian ini
dapat dilihat dari Gambar 33 sampai dengan Gambar 35.
-
Fungsi sigmoid bipolar (tansig)
Fungsi ini memiliki output dengan interval nilai antara -1 sampai 1.
Notasinya tansig(n) = 2/(1+exp(-2*n))-1)
Gambar 33. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar
-
Fungsi sigmoid biner (logsig)
Fungsi ini memiliki output dengan nilai interval antara 0 sampai 1.
Notasinya logsig(n) = 1/(1+exp(-n)).
Gambar 34. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner
-
Fungsi identitas (purelin)
Fungsi ini memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya.
Notasinya purelin(n) = n.
Gambar 35. Fungsi Aktivasi Identitas (Purelin)
88
b. Pemilihan Algoritma Pelatihan
Proses pelatihan jaringan backpropagation standar dengan metode
penurunan gradien (traingd) seringkali lambat. Beberapa alternatif yang
dicoba untuk mempercepat proses belajar Jaringan Syaraf Tiruan (JST) pada
penelitian ini menggunakan (Silvia, 2007):
-
Metode penurunan gradien dengan penambahan momentum (traingdm)
Metode penurunan gradien sangat lambat dalam kecepatan proses iterasi.
Dengan penambahan momentum, perubahan bobot tidak hanya
didasarkan atas error yang terjadi pada iterasi (epoch) saat itu, tetapi juga
memperhitungkan perubahan bobot pada epoch sebelumnya. Faktor
momentum (besarnya efek perubahan bobot terdahulu) dapat diatur
antara 0 sampai 1. Faktor momentum 0 berarti perubahan bobot hanya
dilakukan berdasarkan error saat ini (penurunan gradien murni).
-
Metode penurunan gradien dengan momentum dan learning rate
(traingdx)
Traingdx merupakan fungsi pelatihan jaringan yang memperbaharui
bobot dan nilai bias sesuai dengan penurunan gradien momentum dan
learning rate adaptif. Learning rate merupakan parameter pelatihan yang
mengendalikan perubahan nilai bobot dan bias selama pelatihan.
-
Metode Levenberg-Marquadt (trainlm)
Trainlm merupakan fungsi pelatihan jaringan yang memperbaharui bobot
dan nilai bias sesuai dengan optimasi Levenberg-Marquadt.
-
Metode Resilient Backpropagation (trainrp)
Jaringan backpropagation umumnya menggunakan fungsi aktivasi
sigmoid. Fungsi sigmoid menerima masukan dari daerah hasil (range)
tak berhingga menjadi keluaran pada daerah hasil (0,1). Semakin jauh
titik dari x = 0, semakin kecil gradiennya. Pada titik yang cukup jauh
dari x = 0, gradiennya mendekati 0. Hal ini menimbulkan masalah pada
waktu menggunakan metode penurunan tercepat (yang iterasinya
didasarkan pada gradien). Gradien yang kecil menyebabkan perubahan
bobot juga kecil, meskipun masih jauh dari titik optimal. Masalah
89
tersebut diatasi dalam resilient backpropagation dengan cara membagi
arah perubahan bobot menjadi dua bagian yang berbeda (Siang, 2004).
Pemilihan Nilai Momentum
Penambahan momentum dapat menghindari perubahan bobot yang mencolok
akibat adanya data yang sangat berbeda dengan yang lain. Momentum adalah
perubahan bobot yang didasarkan atas arah gradien pola terakhir dan pola
sebelumnya yang dimasukkan. Nilai momentum yang baik ditentukan dengan cara
trial and error (Silvia, 2007). Beberapa alternatif nilai momentum yang
dicobakan pada penelitian ini adalah 0.005, 0.05, 0.1, 0.5 dan 0.9. Nilai-nilai ini
diambil dengan syarat berada di antara 0 dan 1.
Pemilihan Target (Goal) Toleransi Error.
Goal error yang dicoba adalah 0.01, 0.001 dan 0.0001. Nilai tersebut
merupakan batas toleransi nilai error yang ditentukan agar iterasi dihentikan pada
saat nilai error lebih kecil dari batas yang ditentukan atau jumlah epoch telah
mencapai batas yang ditentukan.
Pemilihan Arsitektur Hidden Layer
Penentuan arsitektur hidden layer terdiri dari dua bagian, yaitu penentuan
jumlah layer dan ukuran layer (jumlah neuron dalam hidden layer). Menurut
Seminar et al. (2010), secara umum satu lapisan tersembunyi sudah cukup untuk
sembarang pemetaan kontinyu dari pola input ke pola output pada sembarang
tingkat akurasi. Untuk itu pada penelitian ini digunakan satu hidden layer.
Trial dan error dilakukan pada beberapa alternatif jumlah neuron dalam
hidden layer kemudian dipilih alternatif yang memiliki kinerja yang terbaik. Pada
spesifikasi pertama dicoba arsitektur dengan beberapa alternatif jumlah neuron,
yaitu empat neuron, delapan neuron dan dua belas neuron. Dari beberapa
alternatif tersebut dipilih mana yang terbaik. Arsitektur hidden layer dengan
kinerja terbaik dipilih untuk rancangan, pelatihan dan pengujian JST. Tabel 16
adalah contoh pemilihan fungsi aktivasi dan algoritma pelatihan untuk JST
prakiraan harga beras jenis IR64/ III.
90
Pada perancangan arsitektur JST tersebut, pemilihan arsitektur dilakukan
dengan cara memilih arsitektur terbaik dari beberapa alternatif kombinasi pada
saat pelatihan. Fungsi aktivasi logsig dan algoritma pelatihan trainlm pada
spesifikasi JST ke delapan dari Tabel 16 dipilih karena dari hasil proses pelatihan
diperoleh MSE yang terkecil. Selama proses pemilihan arsitektur JST tersebut
parameter lain seperti momentum, neuron hidden, epoch dan goal ditentukan
secara acak kemudian spesifikasi terbaik yang diperoleh digunakan untuk
menentukan parameter selanjutnya yang sebelumnya ditentukan secara acak.
Tabel 16. Pemilihan Fungsi Aktivasi dan Algoritma Pelatihan Untuk JST
Spesifikasi
JST
Fungsi
Aktivasi
Algoritma
Pelatihan
MSE
Epoch
R
traingd
0.002630
5000
0.954
traingdm
0.002330
5000
0.960
traingdx
0.001980
5000
0.974
4
trainlm
0.000999
76
0.983
5
traingd
0.008420
5000
0.852
traingdm
0.004860
5000
0.914
traingdx
0.001440
5000
0.975
trainlm
0.000987
10
0.983
1
2
Tansig
3
6
Logsig
7
8
9
traingd
0.004500
5000
0.920
10
traingdm
0.004580
5000
0.919
traingdx
0.004480
5000
0.921
trainlm
0.004480
4
0.921
Purelin
11
12
Melalui spesifikasi terbaik dari Tabel 16, diperoleh arsitektur JST terbaik
dengan fungsi aktivasi adalah logsig, algoritma pelatihan adalah trainlm, nilai
MSE sebesar 0.000987, jumlah iterasi (epoch) adalah 10 dan nilai korelasi (R)
adalah 0.983. Selanjutnya dilakukan pemilihan parameter momentum seperti
dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Pemilihan Momentum Untuk JST Prakiraan Harga Beras IR 64/ III
Spesifikasi JST
Nilai Momentum
MSE
Epoch
R
8.1
8.2
0.005
0.05
0.00088
0.000999
19
23
0.98494
0.98297
8.3
0.1
8.4
8.5
0.5
0.9
0.000987
0.000987
0.001
10
10
15
0.98309
0.98309
0.98288
91
Melalui spesifikasi terbaik dari Tabel 17, diperoleh arsitektur JST terbaik
dengan nilai momentum 0.005, nilai MSE sebesar
0.00088,
jumlah
iterasi
(epoch) adalah 19 dan nilai korelasi (R) adalah 0.98494. Selanjutnya dilakukan
pemilihan toleransi error melalui beberapa nilai error seperti dapat dilihat pada
Tabel 18.
Tabel 18. Pemilihan Toleransi Error Untuk JST Terbaik
Spesifikasi JST
Toleransi error
MSE
8.1.1
0.0001
0.0508
8.1.2
8.1.3
0.001
0.01
0.00088
0.00413
Epoch
R
1808
0.46821
19
2
0.98494
0.94048
Melalui spesifikasi terbaik dari Tabel 18, diperoleh arsitektur JST terbaik
dengan toleransi error sebesar 0.001, nilai MSE sebesar
0.00088,
jumlah
iterasi (epoch) adalah 19 dan nilai korelasi nya adalah 0.98494. Selanjutnya
dilakukan pemilihan jumlah neuron untuk hidden layer melalui beberapa jumlah
neuron hidden seperti dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Pemilihan Jumlah Neuron Hidden Untuk JST Terbaik
Spesifikasi
JST
Jumlah
Hidden Neuron
MSE
Epoch
R
8.1.2.1
4
0.000999
92
0.98290
8.1.2.2
8
8.1.2.3
12
0.00088
0.000997
19
2308
0.98494
0.98290
Berdasarkan spesifikasi terbaik dari Tabel 16 sampai dengan Tabel 19,
maka arsitektur JST terbaik untuk prakiraan harga beras IR 64/ III dapat dilihat
pada Tabel 20.
Tabel 20. Arsitektur JST Terbaik Untuk Prakiraan Harga Beras IR 64/ III
Karakteristik
Jumlah neuron input
Jumlah neuron hidden
Jumlah neuron output
Keterangan
4
8
2
Fungsi Aktivasi
logsig
Algoritma pelatihan
trainlm
92
Tabel 20. Arsitektur JST terbaik untuk Prakiraan Harga Beras IR 64/ III (lanjutan)
Karakteristik
Keterangan
0.005
Momentum
5000
Epoch
0.001
Error
Proses Pelatihan
Tujuan diadakannya proses pelatihan pada JST adalah agar JST dapat
diandalkan dalam mengenali pola yang dimasukkan ke dalam jaringan sehingga
dapat dijadikan dasar pengalaman dalam melakukan prakiraan. Menurut Silvia
(2007), kinerja yang diukur pada proses pelatihan jaringan syaraf tiruan adalah
sebagai berikut :
•
Lamanya proses iterasi pelatihan (jumlah epoch)
Semakin cepat proses pelatihan maka semakin baik kinerja proses pelatihan
tersebut. Hal ini berarti jumlah epoch untuk mencapai nilai error yang
diinginkan adalah berjumlah minimal. Satu epoch adalah satu siklus yang
melibatkan seluruh pola data pelatihan. Jumlah maksimum iterasi yang
dicobakan pada proses pelatihan pada penelitian ini ditetapkan 5000 epoch
atau dapat juga lebih besar dari jumlah tersebut supaya proses iterasi dapat
menghasilkan error yang diinginkan.
•
Perhitungan mean square error (MSE).
Perhitungan error merupakan satu pengukuran bagaimana jaringan dapat
belajar dengan baik. Apabila nilai error tersebut masih cukup besar, hal ini
mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukan lebih banyak pembelajaran
lagi hingga nilai error mendekati nol. Apabila output jaringan tepat sama
dengan target maka nilai error
bernilai 0. Frekuensi perubahan MSE
ditampilkan setiap 100 epoch.
•
Koefisien korelasi (R) terhadap respon output jaringan dan target yang
diinginkan. Apabila output jaringan tepat sama dengan target maka koefisien
korelasi bernilai 1.
•
Proses pelatihan pada penelitian ini menggunakan lima puluh pola yang
dilakukan untuk melatih JST agar JST dapat mengenali pola yang diujikan.
93
Pada proses pelatihan dilakukan pemilihan JST yang memiliki kinerja terbaik.
Pemilihan JST dengan kinerja terbaik tersebut dilakukan dengan uji coba
sampai diperoleh error yang terkecil yang memenuhi target yang sudah
ditentukan atau memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi.
Data Penelitian
Data yang digunakan dalam pengembangan JST untuk prakiraan pasokan
dan harga beras adalah data mengenai jumlah pasokan dan harga beras yang
diperoleh dari PIBC. Data tersebut adalah data pasokan dan data harga beras
harian yang dikumpulkan dari mulai tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 24 Juli
2010. Data harian diubah menjadi data mingguan yang selanjutnya dijadikan data
input jaringan untuk memperkirakan pasokan beras dan harga beras selama dua
minggu ke depan. Data input yang digunakan untuk memperkirakan pasokan
beras dan harga beras adalah data pasokan beras dan data harga beras selama
empat minggu terakhir. Data yang diperoleh dibuat pola yang selanjutnya
dimasukkan ke dalam jaringan. Pola yang dibuat adalah empat input dan dua
output. Pola yang diperoleh adalah sebanyak tujuh puluh lima pola, dengan
rincian lima puluh pola digunakan untuk pelatihan dan dua puluh lima pola lagi
digunakan untuk pengujian. Pola tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.1 sampai
dengan Lampiran 4.3.
Aturan Untuk Peringatan Dini
Untuk aturan peringatan dini dari JST prakiraan harga beras, aturan
tersebut diperoleh melalui diskusi dengan pakar di FSTJ. Menurut pimpinan
FSTJ, masyarakat di DKI Jakarta masih menolerir kenaikan harga beras apabila
harga beras meningkat di bawah lima persen. Apabila kenaikan harga beras di
PIBC melonjak lebih dari sepuluh persen dari harga normal, maka masyarakat
DKI Jakarta tidak dapat menerimanya dan selanjutnya pihak pemerintah melalui
BULOG divisi regional DKI Jakarta melaksanakan operasi pasar. Berdasarkan
hasil diskusi pimpinan FSTJ tersebut maka dibuat aturan peringatan dini untuk
prakiraan harga beras yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 21.
94
Aturan peringatan dini untuk harga beras tersebut memerlukan variabel
input dan variabel output sebagai berikut :
Variabel input :
harga untuk minggu ke-i, i = 1, 2, 3, 4
Variabel output :
prakiraan harga untuk minggu ke-j, j = 5, 6,
dengan
,
dan
,
Tabel 21. Aturan Peringatan Dini Untuk Harga Beras
Peringatan Dini Minggu Ke Lima
Peringatan Dini Minggu Ke Enam
Jika
Jika
maka harga beras aman
maka harga beras aman
Jika
Jika
maka harga beras harus diwaspadai
maka harga beras harus diwaspadai
Jika
Jika
maka harga beras rawan
maka harga beras rawan
Dari Table 21, dapat dinyatakan bahwa pemerintah melaksanakan operasi
pasar untuk menekan harga beras, apabila untuk minggu ke lima atau minggu ke
enam, prakiraan harga beras menunjukkan harga rawan atau harga beras melonjak
lebih besar dari sepuluh persen dibandingkan dengan harga normal. Pemerintah
perlu mewaspadai harga beras, apabila prakiraan harga beras pada minggu ke
lima atau minggu ke enam berada di antara lima persen sampai dengan sepuluh
persen di atas harga normal, sedangkan
apabila prakiraan harga beras pada
minggu ke lima atau minggu ke enam berada di bawah lima persen dari harga
normal, maka harga beras tersebut dinyatakan aman.
Proses Pengujian
Proses pengujian dilakukan dengan menggunakan arsitektur JST hasil
pelatihan yang memiliki kinerja terbaik yaitu yang menghasilkan nilai error dan
epoch terkecil. Arsitektur JST terbaik yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 22. Proses pengujian dilakukan dengan menggunakan dua
95
puluh lima data uji dan hasil pengujian data uji tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 5. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh tingkat akurasi JST dalam
mengenali pola yang dapat dilihat pada Tabel 23, sedangkan grafik perbandingan
antara data aktual dengan hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.1
sampai dengan Lampiran 6.3.
JST yang dirancang memiliki tingkat akurasi tertentu sesuai dengan
keberhasilan jaringan dalam mengenali pola pada proses pengujian.Tingkat
akurasi yang didapat adalah kemampuan JST dalam mengenali pola yang diujikan
berdasarkan hasil pelatihan sebelumnya. Tingkat akurasi, misal 98.63% pada JST
untuk prakiraan harga beras tipe IR 64 mutu III (IR 64/III) artinya 98.63% hasil
pengujian sesuai dengan data sebenarnya di lapangan.
Tabel 22. Arsitektur JST Terbaik Dengan Metode Backpropagation.
JST Harga
Karakteristik
JST
Pasokan
JST Harga
Muncul/ III
Jumlah neuron pada input layer
4 neuron
4 neuron
4 neuron
Jumlah neuron pada output layer
2 neuron
2 neuron
2 neuron
Fungsi Aktivasi
logsig
logsig
logsig
Algoritma Training
trainlm
trainrp
trainlm
0.005
0.005
0.005
0.2
0.2
0.2
0.001
0.001
0.001
8 neuron
8 neuron
8 neuron
Momentum
Learning rate
Goal error
Neuron hidden layer
IR/64
Tabel 23. Tingkat Akurasi Hasil Pengujian JST Terhadap Data Aktual
Jaringan Syaraf Tiruan
Tingkat Akurasi (%)
Prakiraan Pasokan Beras
91.96
Prakiraan Harga Beras Muncul/ III
93.05
Prakiraan Harga Beras IR 64/ III
98.63
96
4.2 Subsistem Pemilihan Pemasok Beras
Pada subsistem ini, dikembangkan model pemilihan pemasok beras
dengan menggunakan metode technique for order preference by similarity to
ideal solution (TOPSIS). Tujuan subsistem ke dua pada penelitian ini adalah
menentukan pemasok beras terpilih dari beberapa alternatif pemasok yang ada
yang memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan. Kriteria yang dipergunakan dalam
memilih pemasok beras adalah harga, kadar air, kotoran, tingkat keputihan,
patahan beras, waktu pengantaran, kuantitas jumlah pasokan dan jarak pemasok
ke PIBC. Sedangkan pemasok beras diperoleh dari berbagai sentra produksi beras
seperti Karawang, Indramayu, Subang, Cirebon, Bandung, Cianjur, Banten,
Jateng, Jatim, Lampung dan Makasar. Tahapan pemilihan pemasok beras
menggunakan metode TOPSIS dapat dilihat pada Gambar 36.
Pada proses perhitungan dengan menggunakan metode TOPSIS , beberapa
aspek yang diperlukan terkait dengan kebutuhan input, proses dan output untuk
komoditas beras adalah sebagai berikut :
1) Kebutuhan Input
Model yang dibangun membutuhkan data input sebagai berikut :
a. Data alternatif, digunakan untuk menentukan setiap alternatif pemasok.
b. Data kriteria, digunakan untuk menentukan nilai setiap atribut seperti
harga beras, mutu beras dan kriteria pemasok beras.
c. Data nilai bobot, digunakan untuk menentukan tingkat pembobotan setiap
kriteria. Bobot satu kriteria dapat berbeda dibanding bobot kriteria lainnya.
2) Kebutuhan Proses
Model yang dibangun mengolah data input menjadi output. Kebutuhan proses
tersebut antara lain :
a. Proses input data matriks keputusan dan matriks vektor bobot
b. Proses perhitungan untuk mencari peringkat pemasok beras terbaik.
3) Kebutuhan Output
Output yang dihasilkan dari subsistem penelitian ini adalah :
a. Nilai preferensi setiap alternatif, dimana alternatif yang menunjukkan nilai
tertinggi merupakan alternatif dengan peringkat terbaik.
b. Diagram yang memperlihatkan urutan peringkat pemasok beras ke PIBC.
97
Mulai
Mulai
Input
Input Data
Data
1.
1. Data
Data para
para pemasok
pemasok diperoleh
diperoleh dari
dari PIBC
PIBC
2.
2. Data
Data kriteria
kriteria beras
beras dan
dan standar
standar mutu
mutu beras
beras SNI
SNI 01-6128-1999
01-6128-1999
3.
3. Data
Data bobot
bobot kriteriadari
kriteriadari pakar
pakar di
di PIBC
PIBC
Pembuatan matriks perhitungan (matriks awal) berdasarkan input dengan metode
TOPSIS (technique for order preference by similarity to ideal solution)
Normalisasi matriks dengan cara membagi nilai masing-masing kolom dengan akar
kuadrat dari jumlah masing-masing kuadrat dari tiap kolom sehingga diperoleh
matriks R
Perhitungan masing-masing matriks R dengan bobot yang telah ditetapkan untuk
setiap kriteria sehingga didapat nilai y, sehingga didapatkan matriks Y
Mencari solusi ideal (nilai A) :
Solusi Ideal Positif (A+) :
1. Didapatkan dengan cara mencari nilai terendah pada masing-masing kolom
matriks Y untuk fungsi minimum
2. Didapatkan dengan cara mencari nilai tertinggi pada masing-masing kolom
matriks Y untuk fungsi maksimum
Solusi Ideal Negatif (A-) :
1. Didapatkan dengan cara mencari nilai tertinggi pada masing-masing kolom
matriks Yuntuk fungsi minimum
2. Didapatkan dengan cara mencari nilai terendah pada masing-masing kolom
matriks Y untuk fungsi maksimum
A
98
A
Perhitungan jarak antara solusi ideal dengan alternatif
(Nilai D)
Jarak Solusi Ideal Positif dengan Alternatif Ai (D+) :
Didapatkan melalui perhitungan nilai masing-masing anggota akar kuadrat jumlah
kuadrat solusi ideal positif untuk tiap kriteria dengan dikurangi nilai dari baris tiaptiap alternatif.
Jarak Solusi Ideal Negatif dengan Alternatif Ai (D-) :
Didapatkan melalui perhitungan nilai masing-masing anggota akar kuadrat jumlah
kuadrat solusi ideal negatif untuk tiap kriteria dengan dikurangi nilai dari baris tiaptiap alternatif.
Perhitungan nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi), dengan melakukan
perhitungan jarak solusi ideal negatif dengan alternatif Ai (D-) dibagi jumlah dari
jarak solusi ideal positif (D+) dan ideal negatif (D-)
Pemilihan pemasok beras berdasarkan nilai preferensi tertinggi (Vi)
dari masing-masing alternatif pemasok beras.
Selesai
Selesai
Gambar 36. Tahap Pemilihan Pemasok Beras Menggunakan TOPSIS
4.3 Subsistem Distribusi dan Transportasi Beras
Pada subsistem ini, dikembangkan model distribusi dan transportasi beras
dengan menggunakan metode metaheuristic simulated annealing.
Tujuan subsistem ke tiga pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
99
1. Menentukan rute terpendek dalam rangka pendistribusian beras dari pusat
distribusi, yaitu dari PIBC ke titik-titik distribusi yang perlu dipasok di
wilayah DKI Jakarta.
2. Mengalokasikan jumlah armada yang efektif dengan cara pengisian terlebih
dahulu armada pertama dan armada berikutnya dengan kapasitas tertentu
sampai kapasitasnya terisi optimal.
Perhitungan algoritma simulated annealing dilakukan melalui beberapa tahap
sebagai berikut Hafirudin (2006) dan Wirdianto et al. (2007) :
•
Tahap pertama yaitu pencarian solusi awal yang diperoleh melalui metode
nearest neighbour. Solusi awal menghasilkan rute dengan jarak terdekat dari
depot hingga semua titik konsumen terlayani. Rute ini selanjutnya diperiksa
apakah layak atau tidak sesuai dengan jumlah kendaraan yang tersedia. Jika
tidak layak maka pencarian solusi terus dilakukan, sebaliknya solusi awal
disimpan menjadi solusi terbaik saat ini. Solusi pada tahap awal ini menjadi
masukan untuk pembentukan solusi pada tahap selanjutnya. Untuk
mendapatkan solusi awal dalam simulated annealing digunakan metode
nearest neighbour . Langkah – langkah penggunaan metode tersebut dalam
pemecahan masalah transportasi, adalah sebagai berikut :
Ditampilkan truk atau kendaraan yang ditugaskan beserta titik-titik konsumen
yang dilaluinya.
Langkah 1 : ditentukan depot sebagai titik awal
Langkah 2 : dicari konsumen dengan titik terdekat dari titik sebelumnya
Langkah 3 : ditentukan titik pemberhentian berikutnya
Langkah 4 : kembali ke langkah 2 sampai semua titik terlayani
Langkah 5 : ditentukan rute baru
T n = depot – K 1 – K 2 – ... – K n – depot
Langkah 6 : lakukan langkah yang sama untuk truk atau kendaraan
berikutnya.
•
Tahap kedua adalah mencari solusi tetangga dari solusi yang terbaik yang
dihasilkan pada tahap sebelumnya. Metode yang digunakan dalam tahap ini
yaitu Or–Opt. Solusi tetangga pada tahap ini juga selanjutnya diuji, apakah
rute yang dihasilkan sesuai dengan kapasitas kendaraan. Selanjutnya pada
100
tahap tersebut diperoleh beberapa solusi tetangga sesuai dengan variabel
jumlah solusi tetangga maksimum, oleh karena itu harus dipilih salah satunya
untuk menjadi solusi terbaik. Solusi terbaik pada tahap ini selanjutnya
dibandingkan dengan solusi awal terbaik. Jika solusi tetangga lebih baik dari
solusi awal maka solusi tetangga tersebut menjadi solusi terbaik saat ini. Jika
tidak maka solusi tetangga tersebut masih mempunyai kesempatan untuk
untuk menjadi solusi terbaik dengan terlebih dahulu melalui tahap ketiga.
•
Tahap ketiga adalah penerimaan solusi inferior (solusi yang tidak melakukan
perbaikan). Simulated annealing memperbolehkan penerimaan solusi inferior
dengan perhitungan probabilitas, yaitu :
P = e- δL/T
Probabilitas selanjutnya dibandingkan dengan bilangan random :
p (0 < p < 1)
Jika bilangan random p lebih kecil dari probabilitas P (p < P) maka solusi
inferior ini diterima dan sebaliknya.
•
Tahap keempat yaitu tahap pengecekan. Pengecekan terhadap dua variabel :
1. T (suhu) akhir dan
2. Iterasi maksimum
Jika salah satu dari kedua variabel tersebut terpenuhi maka pencarian
solusi dengan metode simulated annealing dihentikan. Jika tidak, pencarian
solusi terus dilakukan.
4.4 Subsistem Kinerja Rantai Pasokan Beras
Pada subsistem ini, dikembangkan model kinerja rantai pasokan beras
dengan menggunakan metode FIS (fuzzy inference system). Model kinerja
diperlukan untuk mengukur kinerja, sementara ukuran kinerja diperlukan untuk
perbaikan operasional pada suatu sistem pada setiap periode (Olugu, 2009).
Model subsistem-4 pada penelitian ini dapat dipergunakan untuk hal-hal berikut :
1.
Mengukur kinerja dari rantai pasok beras di PIBC untuk suatu waktu tertentu.
2.
Menjadi model antisipasi atau model target dari kinerja rantai pasok beras
PIBC di masa mendatang.
101
Proses FIS yang dipergunakan pada penelitian untuk subsistem kinerja
rantai pasokan beras ini memiliki pentahapan yang dapat dilihat pada Gambar 37.
Input Data
Dari 3 Subsistem
Fuzzifikasi
Basis Pengetahuan
Logika
Keputusan
Defuzzifikasi
Output Kinerja
Rantai Pasok Beras
Gambar 37. Proses FIS Untuk Mengukur Kinerja Rantai Pasokan Beras di
Provinsi DKI Jakarta (Diadaptasi dari Olugu, 2009)
Pentahapan dari proses FIS tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Input Data. Diperoleh dari tiga subsistem sebelumnya, yaitu dari subsistem
prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras dan subsistem
distribusi dan transportasi beras yang dapat dilihat pada Gambar 38.
2.
Fuzzifikasi. Proses ini menjadikan data input dari tiga subsistem tersebut
menjadi bernilai fuzzy melalui fungsi keanggotaan (membership function).
Pada penelitian ini, dibuat suatu fuzzifikasi melalui fungsi keanggotaan TFN
(triangular fuzzy number) yang memiliki selang tiga nilai. Misal untuk
subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, nilai fuzzy untuk tidak akurat
ada pada selang tiga nilai [0 0 0,4], nilai untuk cukup akurat ada pada selang
tiga nilai [0,1 0,5 0,9] dan untuk akurat ada pada selang tiga nilai [0,6 1 1].
102
Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 24. Output untuk kinerja rantai
pasokan juga melewati proses fuzifikasi seperti dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 24. Fuzzifikasi Tiga Input Data Untuk Fuzzy Inference System
Himpunan Fuzzy
Subhimpunan
Pertama
Subhimpunan
Kedua
Subhimpunan
Ketiga
Tidak Akurat
[0 0 0,4]
Cukup Akurat
[0,1 0,5 0,9]
Akurat
[0,6 1 1]
Tidak Lancar
[0 0 0,4]
Cukup Lancar
[0,1 0,5 0,9]
Lancar
[0,6 1 1]
Tidak Lancar
[0 0 0,4]
Cukup Lancar
[0,1 0,5 0,9]
Lancar
[0,6 1 1]
Input
Subsistem prakiraan
pasokan dan harga beras
Subsistem pemilihan
pemasok beras
Subsistem distribusi dan
transportasi beras
Gambar 38. Input Data Untuk Proses FIS
Tabel 25. Fuzzifikasi Output Data Untuk Fuzzy Inference System
Himpunan Fuzzy
Subhimpunan
Pertama
Subhimpunan
Kedua
Subhimpunan
Ketiga
Tidak Baik
[0 0 0,4]
Cukup Baik
[0,1 0,5 0,9]
Baik
[0,6 1 1]
Output
Kinerja Rantai Pasokan
103
3.
Logika Keputusan. Pada tahap ini menurut Elmahi et al. (2002), dibuat suatu
aturan yang didasarkan kepada logika “Jika Maka” (If Then Rule), sedangkan
menurut Pongpaibool (2007), aturan “Jika Maka” dibuat berdasarkan pada
pakar di lapangan yang memiliki keahlian dalam bidang yang dikerjakannya.
Aturan “Jika Maka” pada penelitian ini telah didiskusikan dengan pakar di
PIBC. Untuk logika keputusan pada kinerja rantai pasokan beras ini dapat
dihasilkan aturan sebanyak dua puluh tujuh aturan. Aturan tersebut secara
keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 26, sedangkan tampilan pada software
MatLab dapat dilihat pada Gambar 39.
Tabel 26. Aturan Jika – Maka Untuk Fuzzy Inference System
No
Prakiraan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Tidak Akurat
Tidak Akurat
Tidak Akurat
Tidak Akurat
Tidak Akurat
Tidak Akurat
Tidak Akurat
Tidak Akurat
Tidak Akurat
Cukup Akurat
Cukup Akurat
Cukup Akurat
Cukup Akurat
Cukup Akurat
Cukup Akurat
Cukup Akurat
Cukup Akurat
Cukup Akurat
Akurat
Akurat
Akurat
Akurat
Akurat
Akurat
Akurat
Akurat
Akurat
Jika
PemilihanPemasok
Tidak Lancar
Tidak Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Cukup Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Lancar
Lancar
Tidak Lancar
Tidak Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Cukup Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Lancar
Lancar
Tidak Lancar
Tidak Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Cukup Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Lancar
Lancar
Maka
Distribusi-Transportasi
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Tidak Lancar
Cukup Lancar
Lancar
Kinerja
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Cukup Baik
Cukup Baik
Tidak Baik
Cukup Baik
Cukup Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Cukup Baik
Cukup Baik
Tidak baik
Cukup Baik
Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
Cukup Baik
Baik
Tidak Baik
Baik
Baik
104
Gambar 39. Input Data Untuk Basis Pengetahuan
4.
Defuzifikasi. Adalah suatu proses untuk mendapatkan kembali nilai tegas
(crisp) dari nilai fuzzy sebelumnya. Metode untuk defuzifikasi pada penelitian
ini mempergunakan metode centroid (Elmahi et al., 2002).
4.5 Model Matematika Kinerja Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta
Gunasekaran et. al (2004) telah menguraikan kerangka pengukuran kinerja
rantai pasokan secara deterministik yang meliputi pengukuran kinerja rantai
pasokan untuk tahap plan, source, make dan delivery pada level strategic, tactical
dan operational. Contoh ukuran kinerja rantai pasokan untuk tahap planning,
menurut Gunasekaran et al. (2004) meliputi : order entry method order lead-time
dan customer order path sedangkan untuk tahap delivery meliputi ukuran kinerja
untuk delivery performance evaluation dan total distribution cost.
Sementara itu Lapide (2011) menyatakan ukuran deterministik lainnya
bahwa ukuran kinerja rantai pasokan yang telah dikembangkan meliputi SCOR
Model, logistics scoreboard, activity-based costing (ABC),
economic value
analysis (EVA) dan balanced scorecards. Menurut Lapide (2011), SCOR Model
adalah ukuran kinerja rantai pasokan yang merupakan kombinasi untuk kinerja
waktu siklus seperti untuk waktu siklus produksi dan waktu siklus uang (cash-tocash cycle), ukuran kinerja biaya dengan contohnya adalah biaya tiap pengiriman
105
(cost per shipment) dan biaya tiap pengambilan dari gudang (cost per warehouse
pick), kinerja mutu dan layanan seperti pengiriman tepat waktu (on-time
shipments) dan kinerja untuk ukuran produk yang cacat (defective products) serta
kinerja untuk mengukur aset.
Pada penelitian ini ukuran kinerja rantai pasokan diukur dengan cara yang
berbeda dari ukuran kinerja rantai pasokan yang telah diuraikan oleh Gunasekaran
et al. (2004) dan Lapide (2011). Pada penelitian ini, sebagaimana telah dijelaskan
pada Bab III bahwa kinerja sistem rantai pasokan khususnya untuk kinerja sistem
rantai pasokan komoditas beras di propinsi DKI Jakarta ditentukan dari aktifitas
rantai pasok beras dan kinerja rantai pasok beras. Aktifitas rantai pasok beras
terdiri dari prakiraan pasokan beras dan prakiraan harga beras, pemilihan pemasok
beras serta distribusi dan transportasi beras, sedangkan kinerja dari rantai pasok
komoditas beras diukur dari semua aktifitas rantai pasokan beras tersebut.
Menurut Moengin dan Miyasto (2009), indeks ketahanan nasional yang
merupakan ukuran kinerja dari ketahanan nasional diukur menurut rumus indeks
G, dengan :
Indeks G = 1/ 100 ∑ V i G i
dan dengan :
G = banyaknya variabel dalam gatra G
V i = bobot variabel G i
G i = sub indeks untuk variabel G i .
Dengan menggunakan logika Moengin dan Miyasto (2009) tersebut, maka
ukuran kinerja rantai pasokan perberasan secara umum dapat dituliskan dalam
rumus :
K=
dan K =
dengan
K : nilai manfaat kinerja rantai pasokan beras
: nilai rata-rata bobot dari model subsistem ke-i
: nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke-i = 1, 2, ..., n
dan
=
,
= 1,2, …, k
: nilai bobot menurut pakar ke untuk model subsistem ke .
106
Untuk kasus di provinsi DKI Jakarta, ukuran kinerja rantai pasokan
perberasan dipengaruh oleh tiga subsistem yaitu subsistem prakiraan pasokan dan
harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras serta dipengaruhi oleh subsistem
distribusi dan transportasi beras. Hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai
K=
dan K =
dengan
K : nilai manfaat kinerja rantai pasokan beras
: nilai rata-rata bobot dari model subsistem ke-i
: nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke-i = 1, 2, 3.
Dengan
=
,
= 1,2,3
: nilai bobot menurut pakar ke untuk model subsistem ke
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN MODEL PENELITIAN
Model yang dihasilkan adalah model konseptual yang selanjutnya
dikembangkan menjadi program komputasi dengan menerapkan tiga buah metode
artificial intelligence (AI) dan satu buah metode analitik. Metode AI yang
dipergunakan adalah metode jaringan syaraf tiruan (JST), metode simulated
annealing dan metode fuzzy inference system (FIS), sedangkan metode analitik
yang dipergunakan adalah metode technique for order preference by similarity to
ideal solution (TOPSIS). Model dari penelitian tersebut mencakup empat
subsistem yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem
pemilihan pemasok beras, subsistem distribusi dan transportasi beras dan
subsistem kinerja rantai pasokan beras.
Model subsistem pertama dapat dilihat pada Gambar 40, yaitu model
prakiraan pasokan dan harga beras yang dikembangkan dengan menggunakan
metode JST backpropagation. Arsitektur JST yang dihasilkan terdiri dari empat
neuron pada input layer, delapan neuron pada hidden layer dan dua neuron pada
output layer dengan parameter pendukung lain yang telah dijelaskan pada Bab IV.
Input untuk model tersebut adalah data harian pasokan beras dan data harian harga
dua varietas beras yaitu IR64/III dan Muncul/III.
Gambar 40. Model Prakiraan Harga Beras dan Pasokan Beras
108
Data pasokan beras adalah data pasokan beras mingguan untuk pasokan
beras ke wilayah DKI Jakarta melalui pasar induk beras Cipinang (PIBC). Data
harga IR64/III dan Muncul/III diperoleh dari database PT. Food Station Tjipinang
Jaya (FSTJ). Hasil prakiraan dari pasokan beras yang masuk ke wilayah DKI
Jakarta selanjutnya dibandingkan dengan kebutuhan beras dari penduduk DKI
Jakarta pada suatu waktu. Dari hasil perbandingan tersebut dapat dinyatakan suatu
peringatan dini (early warning system) yang menyatakan apakah pasokan beras ke
wilayah DKI Jakarta pada suatu waktu tersebut dalam kondisi aman atau pasokan
beras harus diwaspadai atau pasokan beras rawan. Demikian pula dengan hasil
prakiraan dari harga beras pada suatu waktu selanjutnya dibandingkan dengan
harga beras rata-rata empat periode sebelumnya sesuai dengan jumlah empat
neuron pada input layer dari JST tersebut. Hasil dari perbandingan tersebut
berupa suatu peringatan dini apakah harga beras di wilayah DKI Jakarta pada
suatu waktu itu masuk ke dalam kategori harga beras aman atau harga beras harus
diwaspadai atau harga beras rawan. Dengan informasi peringatan dini tersebut,
pihak yang berkepentingan seperti FSTJ dapat melakukan antisipasi apabila
prakiraan pasokan maupun harga beras berada dalam kondisi rawan. Pihak FSTJ
selanjutnya dapat menghubungi pihak Badan Urusan Logistik (BULOG) DKI
Jakarta untuk meminta agar dilakukan operasi pasar apabila prakiraan pasokan
maupun harga beras dalam keadaan rawan.
Model dari subsistem yang ke dua adalah model pemilihan pemasok beras
yang dapat dilihat pada Gambar 41. Model tersebut dirancang untuk mendapatkan
pemasok beras terpilih yang memenuhi kriteria yang ditentukan oleh para pelaku
usaha perberasan di PIBC. Model dikembangkan dengan menggunakan metode
TOPSIS. Metode TOPSIS adalah metode yang dapat menyelesaikan persoalan
multy criteria decision making (MCDM). Input untuk model tersebut dapat
berbentuk kuantitatif maupun kualitatif. Input yang dipergunakan tersebut berupa
jumlah alternatif dari berbagai daerah yang memasok beras ke PIBC, dan berbagai
kriteria perberasan baik kriteria dari pemasok beras maupun kriteria dari
komoditas beras itu sendiri seperti yang sudah dijelaskan pada Bab IV. Hasil dari
model tersebut adalah urutan peringkat pemasok beras dari peringat pertama
sampai peringkat terakhir yang sudah mempertimbangkan berbagai kriteria
109
perberasan tersebut. Dengan hasil urutan peringkat pemasok beras tersebut, para
pelaku usaha perberasan di PIBC dapat mengambil keputusan, pasokan beras dari
daerah mana saja yang dapat diambil untuk menjadi komoditas usahanya.
Gambar 41. Model Pemilihan Pemasok Beras
Model dari subsistem yang ke tiga yaitu model distribusi dan transportasi
beras yang dikembangkan dengan menggunakan metode simulated annealing dan
dapat dilihat pada Gambar 42. Model tersebut menghasilkan rute terpendek untuk
menyalurkan komoditas beras dari PIBC ke berbagai pasar beras di seluruh
wilayah DKI Jakarta dan jumlah kendaraan yang optimal yang dipergunakan
dalam menyalurkan sejumlah permintaan komoditas beras dari PIBC ke berbagai
pasar beras tersebut.
Gambar 42. Model Distribusi dan Transportasi Beras
110
Pasar beras pada penelitian ini dibatasi hanya pada berbagai pasar yang
berada di bawah pengelolaan PD. Pasar Jaya yang juga dikelola oleh Pemda DKI
Jakarta. Input untuk model pada subsistem distribusi dan transportasi tersebut
adalah lokasi pasar, banyaknya permintaan beras dari pasar tersebut, kendaraan
dan bobot kendaraan yang dipergunakan. Hasil dari model adalah rute terpendek
dan banyaknya kendaraan yang dipergunakan untuk menyalurkan beras terbut ke
pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta. Dengan hasil tersebut, para pelaku perberasan
dapat menyalurkan sejumlah beras ke berbagai pasar beras dengan menggunakan
jumlah kendaraan yang tepat dan dengan rute terpendek. Dengan demikian para
pelaku perberasan di PIBC khususnya dapat menyalurkan beras tersebut dengan
biaya transportasi yang lebih efisien.
Model subsistem ke empat yaitu model kinerja rantai pasokan beras yang
dapat dilihat pada Gambar 43. Model tersebut diperoleh dengan menggunakan
metode fuzzy inference system (FIS). Input untuk model tersebut terdiri dari tiga
subsistem sebelumnya yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras,
subsistem pemilihan pemasok beras dan subsistem distribusi dan transportasi
beras.
Gambar 43. Model Kinerja Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta
Hasil dari model tersebut adalah ukuran kinerja dari rantai pasokan beras.
Dengan hasil tersebut, para pelaku usaha perberasan di PIBC khususnya dapat
mengukur kinerja rantai pasokannya apakah masuk ke dalam kategori baik, cukup
111
baik atau tidak baik. Dengan adanya ukuran kinerja tersebut, para pelaku
perberasan di PIBC juga dapat mengantisipasi kegiatan yang harus dipersiapkan
dan dilakukan supaya kinerja rantai pasokannya di masa mendatang lebih baik
dari pada kinerja saat ini.
Secara keseluruhan, model yang dihasilkan pada penelitian ini merupakan
model yang terkait antara satu subsistem dengan subsistem lainnya. Permintaan
atau kebutuhan beras dari penduduk DKI Jakarta dapat dianggap sebagai pemacu
dan pemicu (trigger) pengadaan beras yang selanjutnya dilakukan pada subsistem
pemilihan pemasok dan dihasilkan dengan metode TOPSIS. Pasokan beras beserta
harga beras yang terkait di dalamnya (embedded price) yang masuk melalui PIBC
selanjutnya dikirimkan kepada konsumen melalui pasar-pasar di seluruh wilayah
DKI Jakarta. Upaya pengiriman beras tersebut memerlukan subsistem distribusi
dan transportasi yang dihasilkan dengan metode simulated annealing. Pasokan
beras yang masuk setiap waktu perlu diimbangi dengan prakiraan pasokan supaya
jumlah beras yang masuk ke DKI Jakarta melalui PIBC dapat dikendalikan dan
tidak menimbulkan kelebihan pasokan (over stock) atau kekurangan pasokan (out
of stock). Demikian pula harga beras yang setiap waktu berfluktuasi perlu
dikendalikan supaya harga beras tersebut setiap waktu dapat terjangkau oleh daya
beli warga DKI Jakarta. Upaya pengendalian pasokan dan harga beras tersebut
memerlukan subsistem prakiraan pasokan dan harga beras yang didukung oleh
upaya peringatan dini (early warning system) untuk mengurangi resiko dari
pasokan dan harga beras yang tidak diinginkan. Model dalam subsistem prakiraan
pasokan dan harga beras tersebut dihasilkan dengan menggunakan metode
artificial neural network.
Sementara subsistem kinerja rantai pasokan beras
diperlukan supaya pelaku perberasan di PIBC khususnya dapat mengukur kinerja
rantai pasokannya setiap saat, dan dapat melakukan antisipasi kinerja supaya
selalu diperoleh kinerja rantai pasokannya menjadi lebih baik di masa mendatang
(continous improvement). Model kinerja tersebut dihasilkan dengan menggunakan
metode fuzzy inference system. Keterkaitan model pada sistem rantai pasokan
beras di DKI Jakarta yang mencakup empat subsistem tersebut dapat dilihat pada
Gambar 44.
112
Gambar 44. Model Sistem Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta
5.1 Subsistem Prakiraan Pasokan dan Harga Beras
Pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras ini, penerapan
dilakukan pada JST untuk memperkirakan pasokan beras dan harga beras di
provinsi DKI Jakarta. Untuk pasokan beras, data yang digunakan adalah data
pasokan beras mingguan yang diperoleh dari data pasokan beras harian sesuai
dengan data yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Data jumlah penduduk DKI
Jakarta dapat diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta atau
dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data laju
pertumbuhan penduduk DKI Jakarta setiap minggu dapat dihitung dari data
jumlah penduduk DKI Jakarta tersebut, sedangkan data konsumsi beras setiap
orang setiap hari dapat diperoleh dari BPS. Dengan memasukkan pasokan beras
empat minggu berturut-turut, dapat diperoleh hasil prakiraan pasokan beras untuk
minggu ke lima dan minggu ke enam. Selanjutnya prakiraan pasokan beras pada
minggu ke lima dan minggu ke enam tersebut dibandingkan dengan jumlah
kebutuhan beras penduduk DKI Jakarta pada minggu ke lima dan minggu ke
113
enam tersebut. Hasilnya dapat diperoleh suatu bentuk peringatan dini bahwa
kondisi pasokan beras pada minggu ke lima dan minggu ke enam adalah rawan.
Tampilan JST untuk pasokan beras tersebut dapat dilihat pada Gambar 45.
Gambar 45. Tampilan Jaringan Syaraf Tiruan
Pada Prakiraan Pasokan Beras dari PIBC Ke DKI Jakarta
Apabila dalam kondisi tertentu jumlah pasokan beras ke wilayah DKI
Jakarta dari PIBC kurang atau dari tampilan JST ini keluar penyataan rawan,
maka pihak PIBC harus menginformasikannya kepada BULOG DKI Jakarta.
Bentuk informasi ini dapat dipandang sebagai bentuk peringatan dini dari pasokan
beras.
Seminar et al. (2010) telah melakukan penelitian mengenai sistem deteksi
dini untuk manajemen krisis pangan. Dalam penelitian tersebut terdapat sepuluh
parameter yang digunakan untuk menyatakan kondisi krisis pangan. Dua dari
sepuluh parameter tersebut yang dapat dikaitkan dengan subsistem yang
dikembangkan pada penelitian ini adalah jumlah konsumsi beras penduduk dan
harga beras. Dengan demikian jumlah konsumsi beras pada penelitian ini
mempengaruhi jumlah beras yang dibutuhkan oleh penduduk di Provinsi DKI
Jakarta.
114
Contoh lain adalah penerapan yang dilakukan pada JST untuk
memperkirakan harga beras varietas Muncul/ III di provinsi DKI Jakarta. Data
harga beras yang digunakan adalah data harga beras mingguan yang diperoleh dari
data harga beras harian sesuai dengan data yang dapat dilihat pada Lampiran 7.
Dengan memasukkan harga beras Muncul/ III empat minggu berturut-turut, dapat
diperoleh hasil prakiraan harga beras untuk minggu ke lima dan minggu ke enam.
Selanjutnya prakiraan harga beras pada minggu ke lima dan minggu ke enam
tersebut dibandingkan dengan harga rata-rata pada empat minggu sebelumnya.
Sebagai hasil dapat diperoleh suatu bentuk peringatan dini bahwa minggu ke lima
dan minggu ke enam untuk harga beras Muncul/ III berada dalam kondisi aman.
Tampilan JST untuk harga beras Muncul/ III tersebut dapat dilihat pada Gambar
46.
Gambar 46. Tampilan Jaringan Syaraf Tiruan Pada
Prakiraan Harga Beras Muncul III
Berdasarkan Gambar 46 tersebut, penentuan empat minggu sebagai jumlah
input dan dua minggu sebagai jumlah output ditentukan berdasarkan dua
pertimbangan. Pertimbangan pertama adalah di lapangan (PIBC), penentuan
jumlah input dan jumlah output tersebut dapat mempermudah para pelaku
perberasan untuk memanfaatkan model prakiraan pasokan dan harga beras. Para
pelaku usaha perberasan di PIBC dengan mudah dapat memasukan data empat
115
minggu sebelumnya dan dengan mudah dapat mengetahui prakiraan harga beras
pada dua minggu ke depan. Dari hasil wawancara dengan pengusaha beras di
PIBC, prakiraan harga dua minggu ke depan sesuai dengan keinginan para para
pelaku usaha perberasan di PIBC. Pertimbangan ke dua adalah bahwa pada
proses pengembangan model JST harus diperoleh JST yang memiliki kinerja
terbaik. Salah satu ukuran kinerja JST terbaik adalah JST yang memiliki akurasi
yang tinggi dari prakiraan pasokan dan harga beras terhadap data aktual. Pada
proses uji-coba (trial and error) pengembangan model dengan JST tersebut,
jumlah empat input dan jumlah dua output merupakan parameter JST yang dapat
menghasilkan akurasi yang tinggi atau memberikan kinerja JST terbaik.
5.2 Subsistem Pemilihan Pemasok Beras
Pada Gambar 47 sampai dengan Gambar 50, diperlihatkan tampilan yang
dihasilkan dari program pemilihan pemasok beras dengan metode TOPSIS.
Selama ini terdapat delapan belas pemasok beras yang telah memasok beras ke
PIBC yaitu Karawang, Indramayu, Subang, Bandung, Cirebon, Garut, Klaten,
Kediri dan
Makasar. Gambar 47 menunjukkan contoh dari alternatif yang
memperlihatkan para pemasok beras dari berbagai daerah ke PIBC untuk varietas
beras IR64/ III, yaitu dari Karawang, Cirebon, Bandung dan Cianjur.
Gambar 47. Alternatif Daerah Para Pemasok Beras Ke PIBC
116
Gambar 48 menunjukan kriteria yang ingin diperoleh dari para pemasok
beras seperti kriteria yang terkait dengan mutu beras, pemasok beras maupun
proses transaksi antara pemasok beras dan PIBC. Kriteria dapat berbentuk harga
beras, kadar air beras, patahan beras (butir patah), waktu kedatangan pemasok
beras dan yang lainnya. Data masukan dapat berupa angka numerik seperti harga,
dapat berupa persentase seperti kadar air, juga dapat berupa skala likert seperti
untuk warna. Semakin putih biasanya semakin baik. Ukuran warna dapat
dikategorikan dalam bentuk skala likert 1 – 5, sehingga pilihannya adalah 5 =
putih jernih, 4 = putih, 3 = cukup putih, 2 = kurang putih, 1 = buram.
Gambar 48. Berbagai Kriteria Perberasan Yang Ditetapkan PIBC
Untuk melakukan proses pemilihan pemasok beras, selanjutnya perlu
dimasukkan berbagai nilai untuk kriteria perberasan tersebut. Sebagai contoh,
terdapat delapan kriteria yang menjadi input yaitu kriteria harga, kadar air,
kotoran, tingkat keputihan, jarak pemasok dari PIBC, patahan, waktu pengiriman
dan kuantitas beras dari pemasok. Misal untuk nilai kriteria harga beras tipe IR64/
III, harga dari daerah Karawang adalah Rp. 5.100,-/ kg, harga dari Cirebon adalah
Rp. 5.050,-/ kg, harga dari Bandung adalah Rp. 4.950,-/ kg dan dari Cianjur
harganya adalah Rp. 4.700,-/ kg. Untuk kriteria lainnya, dapat dimasukkan
sebagai input ke dalam program dan tampilannya dapat dilihat pada Gambar 49.
117
Gambar 49. Penilaian Pada Kriteria Terhadap Alternatif Pemasok Beras
Melalui
proses
yang
dilakukan
dengan
metode
TOPSIS
yang
memperhitungkan semua nilai pada seluruh kriteria dan pada setiap alternatif,
maka diperoleh hasil berupa peringkat dari pemasok beras untuk tipe IR64/ III
yang dapat dilihat pada Gambar 50. Misal pada program tersebut peringkat dan
nilai para pemasok berturut-turut adalah Bandung (0,7506), Cirebon (0,6841),
Karawang (0,6661) dan Cianjur (0,3375).
Gambar 50. Daerah Pemasok Beras Terpilih Hasil Perhitungan TOPSIS.
118
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha beras di PIBC, proses
pengadaan beras oleh para pengusaha di PIBC umumnya dilakukan melalui dua
cara. Cara pertama untuk mendapatkan beras adalah melalui para pedagang beras
dari daerah, baik pedagang baru maupun pedagang langganan yang datang
langsung ke PIBC dan menawarkan beras yang dibawanya. Mekanisme cara
pertama adalah para pedagang beras tersebut berkeliling di sekitar PIBC dan
menawarkan beras melalui sampel yang dibawanya. Dari sampel tersebut
kemudian para pengusaha di PIBC memeriksa beras melalui proses menggenggam
beras dan mempertimbangkan spesifikasi beras yang dibutuhkan, seperti jenis
beras, harga beras, kadar air dan warna beras. Apabila semua kriteria perberasan
dipenuhi maka transaksi jual beli beras antara pedagang di PIBC dengan pedagang
beras dari daerah tersebut dilakukan. Cara pertama tersebut umumnya terjadi di
PIBC.
Cara ke dua dilakukan apabila berlangsung musim paceklik dan beras sulit
diperoleh, sehingga para pengusaha di PIBC sendiri yang datang langsung ke
daerah untuk mencari beras. Transaksi perdagangan beras di PIBC baik melalui
cara pertama maupun cara ke dua memiliki ciri yang unik, yaitu uang hasil
transaksi dibayarkan baik secara tunai maupun transfer melalui bank, kepada para
pedagang beras oleh para pengusaha di PIBC setelah pedagang beras di PIBC
mendapatkan uang hasil dari penjualan beras tersebut kepada para distributor. Hal
tersebut dapat dipahami bahwa proses jual beli beras di PIBC berjalan atas dasar
kepercayaan antara satu pihak penjual dan pembeli. Dengan demikian mekanisme
jual beli beras di PIBC tersebut tidak hanya didasari oleh motif keuntungan saja
tetapi juga didasari oleh adanya suatu norma kemasyarakatan, jaringan dan
kebutuhan bersama untuk mendapatkan manfaat bersama. Hal tersebut sesuai
dengan konsep modal sosial (social capital) yang dinyatakan oleh Woolcock dan
Narayan (2000) serta Fukuyama (2001).
5.3 Subsistem Distribusi dan Transportasi Beras
Subsistem distribusi dan transportasi beras dikembangkan dengan
menggunakan metode simulated annealing dan program komputasi dihasilkan
dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7 (Borland, 2011).
119
Hasil program komputasi untuk model distribusi dan transportasi beras tersebut,
tampilannya dapat dilihat berturut-turut dari Gambar 51 sampai dengan Gambar
56. Pada tampilan program tersebut, semua data input yang diujicobakan pada
program ini baik untuk nama pelanggan, jenis dan mutu beras yang diminta oleh
pelanggan, jumlah pesanan dan kendaraan yang dipergunakan adalah bukan data
sesungguhnya. Data tersebut adalah data yang dibangkitkan (generated data)
untuk mengujicoba program yang dihasilkan. Data tersebut adalah data
representasi yang sudah didiskusikan dengan para pelaku usaha perberasan di
PIBC. Hasil uji coba dari program komputasi tersebut dipergunakan untuk
menganalisis kejadian sebenarnya yang terjadi pada pola distribusi dan
transportasi beras di PIBC dan wilayah DKI Jakarta.
Data input pada Gambar 51 menunjukkan data sejumlah titik distribusi
yang dipasok pada suatu hari tertentu, misal dalam hal ini terdapat sepuluh
pelanggan dengan indeks pelanggan tersendiri. Nama pelanggan pada tampilan ini
bukan nama pelanggan sebenarnya, misal untuk pelanggan Bapak H. Amir
berlokasi di pasar Regional Tanah Abang, Ibu Nunung di pasar Senen dan Bapak
Sumarno di pasar Pal Merah. Pada tampilan ini dapat dilihat bahwa Bapak
Sumarno memiliki indeks pelanggan nomor sepuluh dan beralamat di pasar Pal
Merah.
Gambar 51. Tampilan Menu Distribusi dan Transportasi Beras
120
Data input pada Gambar 52 adalah data produk yang didistribusikan yaitu
beras. Jenis beras yang diperdagangkan di PIBC saat ini berjumlah empat belas
tipe yaitu Cianjur Kepala, Cianjur Slyp, Setra, Saigon, Muncul mutu I (Muncul/
I), Muncul/ II, Muncul/ III, IR64/ I, IR 64/ II, IR 64/ III, IR 42, Ketan Putih dan
Ketan Hitam. Misal
untuk pesanan dari beberapa pelanggan pada model ini
adalah jenis beras Cianjur Kepala, IR 64/ I, IR 64/ II, IR 64/ III, Muncul/ I dan
Muncul/ III.
Data input pada Gambar 53 adalah data dari jarak antar lokasi pelanggan
atau menunjukkan jarak antar lokasi pasar. Apabila pada suatu hari terdapat
pesanan dari sepuluh pasar, maka ke dalam model di atas harus dimasukkan jarak
antar lokasi pasar sebanyak 10 x 10. Misal dalam hal ini jarak yang harus
dimasukkan dari pasar Cikini Ampiun ke pasar Baru adalah 5,3 km. Jarak antar
lokasi pasar pada penelitian ini dihitung dari peta DKI Jakarta melalui perhitungan
koordinat dengan bantuan Google Map sehingga jarak antar pasar mewakili jarak
sesungguhnya.
Gambar 52. Tampilan Menu Produk Beras
Jumlah pasar pada penelitian ini dibatasi hanya pada pasar yang berada di
bawah pengelolaan Pemda DKI Jakarta yaitu di bawah pengelolaan PD. Pasar
Jaya. Jumlah pasar dibatasi sebanyak seratus lima pasar dari seratus lima puluh
dua pasar. Hal tersebut disebabkan karena alamat empat puluh tujuh pasar lainnya
tidak tertulis dengan lengkap sehingga tidak dapat ditemukan di dalam peta. Jarak
121
antar lokasi pasar yang dapat dimasukkan sebagai input pada penelitian ini adalah
jarak antar lokasi pasar yang berbentuk matriks dengan ukuran 105 x 105.
Gambar 53. Tampilan Jarak Lokasi Antar Para Pelanggan Beras.
Jarak antar lokasi pasar tersebut meliputi jarak antar lokasi pasar di lima
wilayah DKI Jakarta yaitu jarak antar lokasi pasar di wilayah Jakarta Selatan,
Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan jarak antar lokasi pasar di wilayah
Jakarta Timur. Jarak antar lokasi pasar secara rinci dapat dilihat pada Lampiran
8.1 sampai Lampiran 8.5.
Data input pada Gambar 54
memperlihatkan tanggal pemesanan dari
delapan pelanggan beras. Masing-masing pelanggan memesan beras dalam satuan
pak atau karung tertentu dan berat (kg) tertentu, dengan waktu loading (bongkar
muat) pada masing-masing titik distribusi diketahui. Misal pada tanggal 25
Oktober 2010, Ibu Nunung dengan indeks pelanggan nomor dua, memesan
sebanyak 10 karung beras Cianjur Kepala yang masing-masing bobotnya 50 kg,
sehingga jumlah permintaannya adalah 500 kg dengan waktu loading selama 20
menit. Untuk pesanan pada hari yang sama, Ibu Nunung dapat pula memesan jenis
produk yang lain, misal pada hari itu Ibu Nunung memesan juga jenis beras
Muncul/ I sebanyak 50 karung sehingga jumlahnya adalah 2500 kg. Demikian
pula ke dalam model ini, pada tanggal 25 Oktober 2010 tersebut, para pelanggan
lain dapat memesan sejumlah beras jenis tertentu, seperti Bapak Usep memesan
jenis beras IR 64/ III sebanyak 2500 kg dan Bapak Syaiful memesan beras jenis
Muncul/ III sebanyak 2000 kg.
122
Gambar 54. Tampilan Menu Pesanan Dari Para Pelanggan Beras
Untuk mendistribusikan beras yang dipesan oleh para pelanggan, para
pengusaha di PIBC dapat menggunakan kendaraan yang dimiliki sendiri atau
kendaraan yang disewa dari FSTJ. Pada Gambar 55, misalnya ditampilkan jumlah
kendaraan yang dimiliki oleh seseorang pengusaha beras di PIBC yang memiliki
dua jenis kendaraan yaitu Toyota Dyna yang berkapasitas delapan ton atau 8000
kg dan Daihatsu Grandmax dengan kapasitas tiga ton atau 3000 kg.
Gambar 55. Tampilan Menu Kendaraan Untuk Distribusi dan Transportasi Beras
123
Pada Gambar 56, diperlihatkan suatu contoh hasil perhitungan dari metode
Simulated Annealing di atas. Pada tanggal 25 Oktober 2010, terdapat delapan
pelanggan yang perlu dilayani dengan rute pertama dimulai dari PIBC kemudian
ke titik 1 – 4 – 2 dan kembali ke PIBC dengan kendaraan Toyota Dyna. Untuk
kendaraan Daihatsu Grandmax rutenya berawal dari PIBC kemudian ke titik 8
dan kembali ke PIBC. Untuk rute ketiga, kendaraan Toyota Dyna berangkat lagi
dari PIBC ke titik 3 – 7 – 6 – 5 dan kembali ke PIBC.
Gambar 56. Tampilan Penugasan Kendaraan Pada Pendistribusian Beras
Untuk menghitung berapa jumlah jarak dari rute yang digunakan untuk
mengantarkan produk beras tersebut, dengan menggunakan program simulated
annealing juga dapat ditampilkan rute terpendek. Misal pada Gambar 57, rute
terpendek dalam mengantarkan semua pesanan beras ke seluruh pelanggan
diperoleh pada iterasi ke 445 dengan jarak tempuh 25,7 km.
Gambar 57. Tampilan Rute Terpendek Pada Pendistribusian Beras Dari PIBC
Kepada Para Pelanggan
124
Dengan model di atas dapat diperoleh rute terpendek terkait penugasan
untuk memenuhi pesanan pada suatu hari dan pesanan yang didistribusikan
diangkut dengan menggunakan kendaraan secara efektif dan efisien. Jika ada dua
kendaraan dengan kapasitas besar dan kecil, maka kendaraan yang diprioritaskan
adalah kendaraan yang paling optimal yang dapat mengangkut pesanan dari para
pelanggan. Kemudian jika seluruh pesanan cukup ditangani oleh satu kendaraan
saja, maka kendaraan ke dua tidak perlu dipergunakan sehingga menghemat biaya
transportasi.
Untuk menghitung berapa penghematan yang dapat dilakukan melalui
metode simulated annealing tersebut, dilakukan simulasi melalui tiga skenario
dengan hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada skenario
pertama disimulasikan terdapat delapan pesanan, pada skenario ke dua terdapat
sepuluh pesanan dan pada skenario ke tiga terdapat dua belas pesanan. Pada
masing-masing skenario disimulasikan seluruh beras yang dipesan didistribusikan
kepada pelanggan dengan menggunakan dua buah kendaraan Grandmax dan
dengan menggunakan kombinasi satu buah Grandmax dan satu buah toyota Dyna.
Diketahui bahwa kapasitas beras yang dapat diangkut oleh Grandmax adalah tiga
ton dan kapasitas beras yang dapat diangkut oleh toyota Dyna adalah delapan ton.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha beras di PIBC, umumnya
pendistribusian beras kepada pelanggan dilakukan dengan menggunakan
kendaraan Grandmax. Pada subsistem ini, diperoleh hasil efisiensi yang dapat
dihemat baik dari segi jarak maupun waktu, apabila pengiriman beras tersebut
dilakukan dengan menggunakan kombinasi satu buah Grandmax dan satu buah
toyota Dyna. Dari simulasi ke tiga skenario tersebut, rata-rata penghematan jarak
yang dihasilkan adalah 25,79% , sedangkan rata-rata penghematan dari segi waktu
yang diperoleh adalah 13,93%. Secara rinci, penghematan dari ke tiga skenario di
atas dapat dilihat pada Tabel 27.
Menurut pengusaha beras di PIBC, proses pendistribusian beras kepada
para pelanggan baik pelanggan perorangan maupun pelanggan institusi atau
distributor di wilayah DKI Jakarta umumnya dilakukan melalui dua cara. Cara
pertama adalah beras dikirimkan kepada para pelanggan sesuai dengan waktu dan
jumlah pesanan dari pelanggan yang datang langsung ke PIBC. Cara ke dua
125
adalah beras dikirimkan kepada pelanggan sesuai dengan waktu dan jumlah
pesanan yang diminta dan dilakukan melalui telpon. Cara ke dua biasa terjadi
apabila pelanggan atau distributor yang memesan sudah menjadi langganan dari
pengusaha beras di PIBC dan sudah saling mempercayai.
Transaksi pengiriman beras dari PIBC kepada para pelanggan melalui cara
ke dua memiliki ciri khas, yaitu uang hasil transaksi dibayarkan oleh para
pelanggan kepada para pedagang beras di PIBC setelah para pelanggan tersebut
mendapatkan uang hasil dari penjualan beras kepada para konsumen atau
membayar uang tersebut sesuai dengan persetujuan awal antara pelanggan dan
pengusaha beras di PIBC. Pada mekanisme yang ke dua tersebut, proses jual beli
beras antara pengusaha beras di PIBC dan dengan pelanggannya berjalan atas
dasar kepercayaan. Dengan demikian motif perdagangan beras dari PIBC kepada
para pelanggan juga didasari oleh adanya suatu norma kemasyarakatan yaitu atas
dasar kepercayaan yang merupakan salah satu komponen penting dari modal
sosial (Scheffert, 2009).
Tabel 27. Penghematan Yang Dihasilkan Dari Penggunaan Simulated Annealing
Skenario
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Rata-rata
Dua Grand Max
Jarak
(km)
131.6
157.4
190.7
Waktu
(menit)
291.6
337.4
410.7
Satu Grand Max
dan
Satu Toyota Dyna
Jarak
Waktu
(km)
(menit)
116.3
276.3
107.2
267.2
126.1
346.1
Selisih
Jarak
(km)
15.3
50.2
64.6
43.37
Waktu
(menit)
15.3
70.2
64.6
50.03
Efisiensi
Jarak
(%)
11,63
31,89
33,86
25,79
Waktu
(%)
5,25
20,81
15,73
13,93
Lebih lanjut, ide dasar dari konsep rantai pasokan (supply chain) menurut
Levy (2003) adalah upaya bersama dalam satu jaringan institusi usaha untuk
mengalirkan barang dan atau jasa yang bertujuan supaya barang dan atau jasa
tersebut dapat sampai kepada konsumen secara efektif dengan biaya yang efisien.
Menurut Woolcock dan Narayan (2000) serta Fukuyama (2001), konsep modal
sosial (social capital) secara mendasar adalah norma masyarakat atau jaringan di
antara masyarakat yang memungkinkan satu kelompok masyarakat dapat
bertindak secara bersama-sama. Modal sosial juga dapat mendorong interaksi
126
antara dua individu atau lebih untuk bekerja sama dalam menghasilkan suatu
tujuan.
Dengan demikian, hubungan antara konsep modal sosial dan rantai pasokan
tersebut secara kualitatif sangat erat kaitannya. Rantai pasokan merupakan konsep
yang muncul dari dunia usaha, sedangkan modal sosial muncul dari dunia
kemasyarakatan secara umum. Rantai pasokan dan modal sosial memerlukan
faktor pendukung yang sama dalam menuju tujuannya masing-masing yaitu faktor
adanya jaringan atau adanya kerja sama. Rantai pasokan memerlukan upaya
terintegrasi dari jaringan pemasok, produsen, distributor sampai ritel
untuk
bekerja sama sehingga dapat mengirimkan barang atau jasa sampai ke konsumen.
Modal sosial memerlukan kerjasama di antara dua individu atau dua kelompok
masyarakat untuk mendapatkan tujuan seperti ketenangan dan keamanan bersama
dalam hidup bermasyarakat. Tujuan dari rantai pasokan lebih berbentuk hasil
upaya yang terukur seperti kepuasan pelanggan yang berakhir pada keuntungan
finansial yang selanjutnya dapat diukur dari return on investment (ROI) misalnya.
Dengan adanya jaringan ikatan (bonding network), jaringan penghubung (linking
network) dan jaringan jembatan (bridging network), menurut Scheffert (2009),
tujuan dari modal sosial dapat menciptakan kesempatan baru, ikatan baru dan
sumber daya baru di antara warga masyarakat itu sendiri, termasuk tujuan
keuntungan finansial itu sendiri. Secara kuantitatif hubungan antara rantai
pasokan dan modal sosial pada penelitian ini belum dihasilkan, namun hubungan
tersebut dapat dihitung dan diperlihatkan apabila atribut atau parameter yang sama
dari ke dua konsep tersebut telah diukur. Pengukuran dapat dihasilkan dari
penyebaran kuesioner yang melibatkan atribut atau parameter tersebut kepada
para responden yang menjadi target penelitian.
5.4 Subsistem Kinerja Rantai Pasokan Beras.
Ukuran kinerja suatu institusi atau organisisasi bisnis selalu diperlukan
dalam rangka untuk mengukur sejauh mana suatu institusi atau organisasi sudah
bekerja pada suatu waktu tertentu (Romaniello, 2011). Ukuran kinerja merupakan
ukuran produktifitas dari suatu institusi atau organisasi. Suatu institusi atau
127
organisisasi
yang memiliki filosofi pengembangan secara berkelanjutan
(continuous improvement) memerlukan ukuran kinerja (McGourty, et al., 2011).
Melalui ukuran kinerja tersebut, suatu institusi atau organisasi dapat menentukan
apakah berhasil atau gagal dalam melakukan suatu pekerjaan (Booz et al., 2011).
Menurut Nofrisel (2009), hubungan antar organisasi (inter-organizational
relationship) merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjelaskan mutu
kinerja logistik. Dalam konteks rantai pasokan beras di DKI Jakarta, hubungan
antar organisasi tersebut dapat dipahami sebagai hubungan antara pelaku usaha
perberasan di PIBC dengan para pemasok beras dan dengan para distributor beras.
Dengan demikian dalam penelitian ini, ukuran kinerja rantai pasokan beras
dipengaruhi oleh aktifitas pemilihan pemasok serta aktifitas distribusi dan
transportasi beras. Selain itu, prakiraan dapat dipergunakan juga untuk
mendukung kinerja rantai pasokan, seperti yang telah dinyatakan oleh Gilliland
(2003), tujuan utama dari prakiraan adalah untuk mendorong rantai pasokan
menuju ke arah yang lebih efektif. Dengan demikian berdasarkan Gilliland (2003)
dan Nofrisel (2009) maka kinerja rantai pasokan pada penelitian ini dipengaruhi
oleh aktifitas pemilihan pemasok beras, aktifitas distribusi dan transportasi beras
serta aktifitas prakiraan perberasan yang meliputi prakiraan pasokan beras dan
harga beras. Untuk model konseptual kinerja rantai pasokan beras di DKI Jakarta,
model yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 58.
Gambar 58. Model Kinerja Rantai Pasokan Beras Untuk DKI Jakarta
128
Program komputasi dari model kinerja di atas dapat dipergunakan oleh
perorangan maupun oleh semua pihak dalam rantai pasokan perberasan. Misal
untuk kasus seorang pengusaha beras di PIBC, apabila setelah dievaluasi nilai
prakiraannya adalah 0,2 (tidak akurat), nilai pemilihan pemasoknya adalah 0,3
(cukup lancar) sedangkan nilai distribusi dan transportasinya adalah 0,5 (cukup
lancar) maka nilai-nilai tersebut dapat dijadikan input untuk program komputasi
yang dihasilkan. Dari ke tiga input tersebut diperoleh perhitungan nilai kinerjanya
adalah 0,451 (cukup baik). Demikian pula, gambar grafik dari kinerja rantai
pasokan beras sebagai akibat dari pengaruh ke dua input, sebagai contoh, gambar
grafik kinerja rantai pasokan beras sebagai akibat dari pengaruh pemilihan
pemasok dan distribusi dan transportasi beras dapat ditampilkan pada Gambar 59.
Gambar 59. Tampilan Input Output Kinerja Rantai pasokan Beras
Model ini dapat dipergunakan juga untuk mengantisipasi kinerja rantai
pasokan di masa mendatang dengan cara mengubah input dengan nilai-nilai
129
tertentu. Misal pada kasus lain, seorang pengusaha beras atau suatu institusi yang
berusaha di bidang perberasan menginginkan nilai kinerjanya adalah baik, maka
nilai input untuk mencapai nilai kinerja tersebut dapat diuji coba, misalnya dengan
nilai prakiraan adalah 0,7 (akurat), nilai pemilihan pemasoknya 0,9 (lancar) dan
nilai distribusi dan transportasinya 0,9 (lancar). Dengan ke tiga nilai input tersebut
maka diperoleh hasil nilai kinerjanya adalah 0,847. Tampilan program komputasi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 60.
Gambar 60. Tampilan Input Output Hasil Perubahan Untuk Mengukur Kinerja
Rantai Pasokan Beras
Gambar grafik yang terdapat pada Gambar 60, menunjukkan hubungan
antara kinerja rantai pasokan beras yang dipengaruhi oleh pemilihan pemasok
beras serta distribusi dan transportasi beras. Pada Gambar 60 di atas, dapat
ditampilkan juga hubungan antara kinerja rantai pasokan beras dengan dua input
lainnya, misal hubungan antara kinerja rantai pasokan beras dengan aktifitas
prakiraan pasokan dan harga beras serta dengan aktifitas pemilihan pemasok
beras.
130
5.5 Model Sistem Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta
Model sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta seperti yang
sudah diperlihatkan pada Gambar 44, merupakan model gabungan dari empat
subsistem, yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem
pemilihan pemasok beras, subsistem distribusi dan transportasi beras serta
subsistem kinerja rantai pasokan beras. Pada subsistem prakiraan pasokan dan
harga beras, pengolahan data dibantu dengan menggunakan software Matlab versi
R2009a. Pada subsistem pemilihan pemasok beras, pengolahan data dibantu
dengan menggunakan software Visual Basic . Pada subsistem distribusi dan
transportasi beras, pengolahan data dibantu dengan menggunakan software
Delphi, sedangkan pada subsistem kinerja rantai pasokan beras, pengolahan data
dibantu lagi dengan menggunakan software Matlab versi R2009a (Mathwork.
2009). Program antar muka (interface) seluruh subsistem tersebut dilakukan
dengan menggunakan software Visual Basic 6 (Microsoft, 2011). Tampilan dari
model sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta tersebut dapat dilihat
pada Gambar 61.
Gambar 61. Tampilan Model Sistem Pendukung Keputusan Cerdas
Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Provinsi DKI Jakarta
131
110
131
Model yang dihasilkan pada penelitian ini adalah model sistem penunjang
keputusan cerdas (Intelligent Decision Support System/ IDSS) untuk suatu sistem
rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta yang disingkat dengan MODE
INDUSTRI (Model Design of Intelligent Decision Support System for Supply
Chain Management of Rice in DKI Jakarta Province). Selanjutnya pada model
yang dihasilkan tersebut dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
1.
Rasionalitas pemilihan metode dalam pengembangan model.
2.
Penilaian dari pakar terhadap model yang dihasilkan
3.
Proses verifikasi dan validasi pada model yang dihasilkan.
5.5.1 Rasionalitas Pemilihan Metode Dalam Pengembangan Model.
Model yang dihasilkan pada penelitian secara menyeluruh adalah suatu
model IDSS yang secara umum memanfaatkan penggunaan metode kecerdasan
buatan (artificial intelligence/ AI) pada ke tiga subsistem dan menggunakan
metode analitik pada satu subsistem lainnya. Metode AI yang dipergunakan
adalah
metode jaringan syaraf tiruan (JST)
untuk mengembangkan model
subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, metode simulated annealing untuk
mengembangkan model subsistem distribusi dan transportasi beras, metode fuzzy
inference system (FIS) untuk mengembangkan subsistem kinerja rantai pasokan
beras, serta metode analitik TOPSIS (technique for order preference by similarity
to ideal solution) untuk mengembangkan model subsistem pemilihan pemasok
beras.
Metode AI untuk pengembangan IDSS pada penelitian ini dipilih karena
menurut Shim (2002) perkembangan decision support system (DSS) ke depan
banyak memanfaatkan penggunaan teknik kecerdasan buatan sehingga konsep
yang lebih banyak dipergunakan di masa mendatang adalah IDSS. Menurut
Michalewicz et al. (2005), salah satu kriteria dari suatu model IDSS adalah
kemampuan sistem untuk dapat beradaptasi (adaptability) atau adaptif yaitu
sistem mampu menghasilkan sesuatu yang dapat menjadi umpan balik untuk
perbaikan sistem pada waktu berikutnya. Untuk model yang dihasilkan pada
penelitian ini, pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem
132
tersebut mampu menghasilkan suatu informasi pasokan dan harga beras yang
dapat dijadikan sebagai suatu sistem peringatan dini (early warning system).
Informasi peringatan dini ini dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk pihak PT.
Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) dalam rangka menjaga kestabilan pasokan
dan harga beras di DKI Jakarta. Dengan peringatan dini ini, apabila diperlukan,
pihak FSTJ dapat meminta bantuan pihak Badan Urusan Logistik (BULOG) DKI
Jakarta untuk melakukan operasi pasar. Pada subsistem kinerja rantai pasokan
beras, model juga bersifat adaptif karena subsistem tersebut dapat memberikan
suatu informasi ukuran kinerja yang bersifat sebagai umpan balik. Informasi
tersebut dapat dipergunakan sebagai sinyal bagi pihak FSTJ atau bagi pihak
pelaku usaha perberasan lain sepanjang rantai pasokan perberasan tersebut, guna
mendukung atau mengantisipasi faktor-faktor apa saja yang harus dijaga atau
ditingkatkan dalam rangka menjaga atau meningkatkan perbaikan kinerja rantai
pasokan beras di masa mendatang.
Metode Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prakiraan Pasokan dan Harga Beras
Pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras pada penelitian ini,
grafik data yang diperoleh dari FSTJ yang berhubungan dengan data pasokan
beras dapat dilihat pada Gambar 62, sedangkan grafik data dari harga beras dapat
dilihat pada Gambar 63. Dari ke dua grafik tersebut, dapat dilihat bahwa grafik
data berfluktuasi, sehingga grafik data prakiraan pasokan maupun harga beras
tersebut tidak memiliki pola kecenderungan naik ataupun kecenderungan turun
yang biasanya dapat didekati oleh model regresi. Begitu pula grafik data tersebut
tidak memiliki pola kecenderungan berbentuk parabol atau eksponensial, sehingga
model prakiraan yang berbentuk fungsi polinom atau fungsi eksponensial tidak
sesuai apabila dipergunakan untuk memperkirakan pasokan dan harga beras
tersebut. Grafik data tersebut juga tidak memiliki pola periodik yang biasa
didekati dengan model prakiraan fungsi sinusoidal. Untuk menghampiri pola data
tersebut diperlukan pendekatan lain seperti yang sudah dilakukan oleh Kumar
(2006), yaitu pendekatan JST terhadap pola data yang berbentuk fluktuatif.
Metode yang dipergunakan untuk mengembangkan subsistem prakiraan
pasokan beras dan prakiraan harga beras pada penelitian ini adalah metode
133
artificial neural network atau metode jaringan syaraf tiruan (JST). Metode ini
dipilih karena metode JST lebih akurat dalam memperkirakan suatu hal
dibandingkan dengan metode prakiraan yang lain. Kekuratan metode JST
dibandingkan dengan metode prakiraan lainnya telah dibuktikan oleh beberapa
peneliti, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Kumar (2006) yang
membandingkan empat model prakiraan untuk memperkirakan jumlah uang cash
yang dibutuhkan masyarakat pada suatu periode tertentu. Dari hasil penelitian
tersebut Kumar (2006) memperoleh bukti bahwa metode JST lebih baik dalam
memperkirakan tingkat akurasi uang cash yang dibutuhkan masyarakat
dibandingkan dengan tiga metode lainnya yaitu metode runtun waktu (time
series), metode analisis faktor dan metode sistem pakar.
14000
Pasokan Beras (ton)
12000
10000
8000
6000
4000
2000
Minggu 81
Minggu 77
Minggu 73
Minggu 69
Minggu 65
Minggu 61
Minggu 57
Minggu 53
Minggu 49
Minggu 45
Minggu 41
Minggu 37
Minggu 33
Minggu 29
Minggu 25
Minggu 21
Minggu 17
Minggu 13
Minggu 9
Minggu 5
Minggu 1
0
Gambar 62. Jumlah Pasokan Beras Rata-rata Per Minggu Dari PIBC
Ke DKI Jakarta (Dari 1 Januari 2009 Sampai Dengan 23 Juli 2010)
Jones (2005) membandingkan root mean squared error (RMSE) antara
JST dengan
Auto-Regressive Integrated Moving Average (ARIMA). Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa RMSE antara JST dan ARIMA adalah 30%
atau akurasi JST tiga kali lebih baik daripada metode ARIMA. Contoh lain
adalah penelitian Salim (2008) tentang prediksi demam berdarah di Malaysia yang
mempertimbangkan variabel deret waktu, lokasi dan iklim yang dilakukan dengan
menggunakan dua metode yaitu NNM (neural network model) dan NLRM (non
linear regression model).
134
7000,00
6000,00
Harga (Rp)
5000,00
4000,00
3000,00
2000,00
Rata-rata Harga Muncul III (Rp)
1000,00
Rata-rata Harga IR64 (Rp)
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
Ming…
0,00
Gambar 63. Harga Rata-rata Per Minggu Beras Jenis IR 64/ III dan
Muncul/ III di PIBC (Dari 1 Januari 2009 Sampai Dengan 23 Juli 2010)
Hasil penelitian menyatakan bahwa MSE (mean square error) yang
dihasilkan oleh NNM lebih baik jika dibandingkan dengan NLRM. Hal tersebut
berarti bahwa tingkat akurasi prakiraan yang dihasilkan oleh NNM lebih akurat
daripada tingkat akurasi yang dihasilkan oleh NLRM. Pada penelitian mengenai
pengelolaan saluran pembuangan (drainage management) yang telah dilakukan
oleh Sarangi et al. (2006) dengan menggunakan SALTMOD (salt balanced
model) dan JST, menunjukkan bahwa akurasi mengenai salinitas drainase yang
dihasilkan oleh JST lebih akurat daripada yang dihasilkan oleh SALTMOD. Dari
berbagai hasil penelitian tersebut, maka pada subsistem prakiraan pasokan dan
harga beras ini juga digunakan metode JST.
Metode TOPSIS Untuk Pemilihan Pemasok Beras
Metode yang dipergunakan untuk mengembangkan subsistem pemilihan
pemasok beras dalam penelitian ini adalah metode technique for order preference
by similarity to ideal solution (TOPSIS). Metode TOPSIS adalah salah satu
metode untuk menyelesaikan persoalan multicriteria decision making (MCDM)
selain metode lain seperti analytical hierarchy process (AHP) (Wu, 2007). Dalam
subsistem pemilihan pemasok beras ini, nilai preferensi yang tertinggi dari semua
alternatif pemasok beras merupakan peringkat yang paling baik yang telah
135
memperhitungkan semua kriteria perberasan. Metode TOPSIS dipilih dari pada
metode AHP karena input yang digunakan untuk metode ini lebih mudah
dilakukan oleh para pelaku usaha perberasan di PIBC dan lebih mewakili keadaan
nyata karena data yang digunakan dapat berupa input kuantitatif maupun input
kualitatif.
Apabila metode AHP dipergunakan dalam perhitungan subsistem
pemilihan pemasok beras ini, maka pihak pelaku usaha perberasan di PIBC
dihadapkan pada satu kesulitan, yaitu kesulitan dalam membandingkan bobot
antara kriteria satu dengan kriteria lainnya yang cukup banyak. Proses kesulitan
membandingkan bobot antar kriteria di atas dikhawatirkan menimbulkan
ketidakkonsistenan yang dapat menimbulkan kesalahan dalam pengambilan
keputusan berikutnya, terlebih apabila terdapat banyak kriteria yang dipergunakan
dalam metode AHP tersebut.
Metode Simulated Annealing Untuk Distribusi dan Transportasi Beras
Metode yang dipergunakan untuk mengembangkan subsistem distribusi
dan transportasi beras yang merupakan persoalan vehicle routing problem (VRP)
pada penelitian ini adalah metode simulated annealing (SA). Metode ini dipilih
karena terdapat beberapa penelitian yang mendukung terhadap penggunaan
metode SA tersebut untuk menyelesaikan persoalan VRP. Lin, et al (2009)
menggunakan dua metode yaitu simulated annealing (SA) dan tabu search (TS)
untuk menyelesaikan masalah rute trailer dan truk yang merupakan variasi dari
VRP. Pada penelitian tersebut, Lin, et al. (2009) mendapatkan hasil bahwa waktu
komputasi penyelesaian persoalan tersebut dengan menggunakan metode SA lebih
kompetitif dari pada metode TS.
Metode Fuzzy Inference System Untuk Kinerja Rantai Pasokan Beras
Mengukur kinerja menurut Cohen dan Roussel (2005) adalah proses yang
sulit. Kesulitan tersebut dimulai dari kinerja apa yang akan diukur, bagaimana
mendefinisikan ukuran yang akan dipilih dan berapa banyak ukuran tersebut akan
dilakukan pada setiap waktu. Pada pengukuran kinerja rantai pasokan beras ini,
metode yang dipergunakan adalah metode fuzzy inference system (FIS).
136
FIS dipilih karena metode tersebut mampu menjadi alat yang dapat memproses
variabel input menjadi variabel output tanpa memerlukan data kuantitif. Tiga
variabel input yang menjadi penunjang kinerja rantai pasokan beras adalah
prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras serta distribusi dan
transportasi beras. Ketiga variabel tersebut melalui proses fuzzifikasi, if then rules
serta defuzzifikasi mampu diproses menjadi kinerja rantai pasokan beras.
Metode FIS tersebut mendukung kenyataan bahwa data kuantitatif di
PIBC tidak baik untuk diolah apabila pengukuran
kinerja tersebut diproses
dengan metode ANN (artificial neural network) atau dengan metode SCOR
(supply chain operation refernce).
5.5.2 Penilaian Dari Pakar Terhadap Model Yang Dihasilkan
Di luar ruang lingkup penelitian seperti yang telah diuraikan pada Bab I,
untuk mendapatkan informasi mengenai nilai positif (nilai lebih) maupun nilai
negatif (nilai kurang) termasuk juga nilai manfaat dari hasil penelitian ini, telah
disebarkan kuesioner dan diperoleh sebanyak delapan responden pakar yang
memberikan penilaian terhadap model yang dihasilkan. Para pakar diminta untuk
memberikan nilai positif maupun nilai negatif terhadap empat model yang
dihasilkan yaitu terhadap model prakiraan pasokan beras, model prakiraan harga
beras, model pemilihan pemasok beras serta model distribusi dan transportasi
beras untuk rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta. Para responden terdiri
dari empat orang pakar dari pihak praktisi dan empat orang pakar dari pihak
akademisi. Pakar yang memberikan penilaian pada model tersebut berasal dari PT.
Food Station Tjipinang Jaya, Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Penggilingan Padi
dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI), Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC),
PT. Cipta Mapan Logistik,
Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran,
Universitas Andalas dan Universitas Widyatama. Jawaban dari para pakar
terhadap kuesioner yang disebarkan dapat dilihat pada Lampiran 10.
Untuk memberikan penilaian terhadap empat model yang dihasilkan dari
penelitian ini, para pakar mendapatkan kuesioner melalui email dan memberikan
penilaiannya setelah membaca terlebih dahulu ringkasan penelitian dan hasilhasil dari model yang diperoleh pada penelitian yang dicantumkan pada kuesioner
137
tersebut. Terdapat banyak penilaian terkait model yang dihasilkan. Penilaian para
pakar terhadap satu model ada yang sama tetapi sebagian besar penilaian tersebut
lebih banyak berbeda.
Secara menyeluruh nilai positif (nilai lebih) maupun nilai negatif (nilai
kurang) dari para pakar terhadap empat model yang dihasilkan tersebut dapat
dilihat berturut-turut dari Tabel 28 sampai dengan Tabel 31.
Tabel 28. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Pasokan Beras
No
Nilai Positif
1.
Membantu dalam stabilisasi pasokan dan harga beras.
2.
Dapat mengambil langkah preventif (operasi pasar) sebelum harga naik lebih
tinggi.
3.
Dapat dijadikan pedoman oleh para pengambil keputusan apakah perlu dilakukan
operasi pasar atau tidak.
4.
Dapat mengetahui jumlah pasokan terhadap kebutuhan.
5.
Dapat dipergunakan untuk memonitor kecenderungan harga.
6.
Dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan.
No
Nilai Negatif
1.
Tidak memperhitungkan musim yang ekstrim yang mengakibatkan gagal panen.
2.
Dengan diketahuinya persediaan di gudang, terutama jika jumlahnya sedikit, maka
pedagang daerah dapat menjadi spekulan.
3.
Tidak dapat menentukan waktu/periode tertentu sebagai peak demand.
4.
Modelnya tidak mengakomodasi adanya feedback antar variabel seperti persediaan
dengan harga beras.
5.
Tidak memperhitungkan stock optimal level.
Tabel 29. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Harga Beras
No
Nilai Positif
1.
Dapat membantu dalam menentukan harga jual dan untuk pemerintah
menentukan HPP (harga pembelian pemerintah) untuk GKP (gabah kering panen)
dan GKG (gabah kering giling).
2.
Dapat mengetahui harga beras di kemudian hari .
3.
Dapat secara efektif memonitor trend harga.
4.
Dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan dan memudahkan pemantauan
terhadap perilaku harga beras .
138
Tabel 29. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Harga Beras (lanjutan)
No
Nilai Negatif
1.
Model tidak dapat memperkirakan, karena pada saat tertentu kenaikan harga tidak
dapat dihindari.
2.
Masih belum dapat memprediksi harga lebih dari dua minggu ke depan.
Dari Tabel 28 dan Tabel 29 dapat dinyatakan bahwa menurut pakar, nilai
positif dari model prakiraan pasokan dan harga beras adalah dapat membantu dan
memudahkan pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan untuk
melakukan dan mengantisipasi stabilitas pasokan dan harga beras. Sementara nilai
negatif dari model tersebut adalah belum memperhitungkan faktor-faktor lain
yang mempengaruhi pasokan dan harga beras seperti faktor cuaca, waktu/periode
kapan permintaan beras mencapai permintaan tertinggi (peak demand) dan model
tersebut belum mengakomodasi hubungan antar variabel seperti persediaan beras
dengan harga beras.
Tabel 30. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Pemilihan Pemasok Beras
No
Nilai Positif
1.
Dapat menentukan siapa pemasok potensial.
2.
Dapat mengetahui kriteria pemilihan kondisi beras berikut bobot penilaiannya.
3.
Model dapat membantu memilih pemasok yang kompeten.
4.
Model dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan yang terstruktur .
5.
Dapat meningkatkan mutu beras yang dihasilkan.
No
Nilai Negatif
1.
Tidak dapat memonitor pemasok yang tidak rutin/ jarang masuk PIBC.
2.
Masih kurangnya informasi pemasok dari daerah produsen yang dapat diketahui
oleh para pedagang grosir.
3.
Model tidak menjamin pasokan beras dari daerah penyanggah.
4.
Tidak mengakomodasi sumber pasokan setiap daerah memiliki spesifikasi jenis
dan mutu beras yang berbeda.
Dari Tabel 30 dapat disimpulkan bahwa menurut pakar, nilai positif dari
model pemilihan pemasok beras adalah dapat menentukan pemasok potensial,
dapat mengetahui kriteria pemilihan kondisi beras berikut bobot penilaiannya dan
dapat meningkatkan mutu beras yang diharapkan, sedangkan beberapa nilai
139
negatif dari model tersebut adalah model belum dapat memonitor pemasok yang
jarang melakukan transaksi, model belum memiliki informasi pemasok yang perlu
diketahui oleh pihak pembeli (pengusaha beras), model belum mengakomodasi
sumber pasokan beras dari setiap daerah yang memiliki spesifikasi jenis dan mutu
beras tertentu.
Tabel 31. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Distribusi dan Transportasi Beras
No
Nilai Positif
1.
Dapat memberikan nilai efisiensi pada bahan bakar dan waktu pengiriman.
2.
Dapat menekan harga beras sampai harga beli konsumen akhir.
3.
Mengetahui waktu penanganan beras per kendaraan (ton).
4.
Model dapat memberikan biaya yang optimal untuk distribusi dan transportasi.
5.
Memudahkan untuk pemilihan rute berdasarkan jarak terpendek.
No
Nilai Negatif
1.
Tidak memperhitungkan kendaraan yang tidak dalam kondisi prima.
2.
Model belum mengakomodasi kepadatan lalulintas yang dapat menyebabkan
inefisiensi transportasi
Dari Tabel 31 dapat dinyatakan bahwa menurut pakar, nilai positif dari
model distribusi dan transportasi beras adalah dapat memberikan nilai efisiensi
pada penggunaan bahan bakar dan waktu pengiriman, dapat menekan harga beras
sampai konsumen akhir, dapat memberikan informasi
jumlah beras yang
ditangani tiap kendaraan, dan juga memudahkan untuk pemilihan rute berdasarkan
jarak terpendek. Sementara nilai negatif dari model tersebut adalah belum
memperhitungkan kendaraan yang tidak layak jalan dan belum mengakomodasi
kepadatan lalulintas yang dapat menyebabkan inefisiensi transportasi.
Nilai Manfaat Dari Model Menurut Pakar
Untuk mengukur nilai manfaat dari model yang dihasilkan, para pakar
diminta memberikan nilai manfaat tersebut melalui penilaian dengan skala likert
satu sampai dengan lima. Pada penilaian ini, pakar pertama diberi notasi E1, pakar
ke dua diberi notasi E2, sampai dengan pakar ke delapan diberi notasi E8. Pakar
memberi nilai satu jika model yang dihasilkan dianggap tidak bermanfaat, nilai
dua jika model yang dihasilkan dianggap kurang bermanfaat, nilai tiga jika model
140
yang dihasilkan dianggap cukup bermanfaat, nilai empat jika model yang
dihasilkan dianggap bermanfaat dan nilai lima jika model yang dihasilkan
dianggap sangat bermanfaat. Dari data yang diberikan oleh para pakar yang
terdapat pada Lampiran 10, nilai manfaat dan perhitungan rata-rata manfaat secara
aritmetik tersebut dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Nilai Manfaat Model Penelitian Menurut Pakar
No
Model Untuk
Subsistem
Nilai Manfaat Menurut Pakar
Nilai RataRata
E1
E2
E3
E4
E5
E6
E7
E8
(W)
1
Prakiraan Pasokan
Beras
5
5
5
5
4
3
5
4
4,5
2.
Prakiraan Harga
Beras
4
5
5
4
5
3
5
4
4,375
3.
Pemilihan Pemasok
Beras
4
5
5
5
3
4
4
4
4,25
4.
Distribusi dan
Transportasi Beras
5
5
5
4
4
5
4
4
4,5
Nilai dari hasil perhitungan rata-rata aritmetik untuk setiap model
menunjukkan nilai berada di atas angka empat. Sesuai dengan definisi efektifitas
seperti yang telah diuraikan pada Bab IV, selanjutnya nilai tersebut
mengindikasikan bahwa model-model yang dihasilkan efektif dan bermanfaat
untuk dapat dipertimbangkan dan dipergunakan dalam menjawab permasalahan
yang terkait di lapangan.
Nilai rata-rata manfaat terhadap model yang diberikan oleh pakar praktisi
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata yang diberikan oleh pakar
akademisi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan sudut pandang ke dua
tipe pakar tersebut terhadap model yang dihasilkan. Pakar praktisi memberi
penilaian lebih kepada manfaat model yang kemungkinan dapat diterapkan di
lapangan, sedangkan pakar akademisi lebih menitikberatkan penilaian manfaat
model pada konsep dan gagasan mengapa model tersebut dipergunakan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.
Sebagai contoh, nilai rata-rata manfaat untuk model prakiraan pasokan
beras, pakar praktisi memberi nilai rata-rata sebesar lima, sedangkan pakar
akademisi memberi nilai rata-rata sebesar empat. Demikian pula untuk model
141
pemilihan pemasok beras, pakar praktisi memberi nilai rata-rata sebesar 4,75,
sedangkan pakar
akademisi memberi nilai rata-rata sebesar 3,75. Secara
menyeluruh, histogram grafik nilai rata-rata manfaat dari pakar praktisi dan
akademisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 64, sedangkan diagram jejaring
(web diagram) dari nilai rata-rata penilaian tersebut dapat dilihat pada Gambar 65.
Grafik Nilai Manfaat Model Penelitian
5
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
4,5
4
4,75
4,25
4,75
4,25
3,75
Rataan Penilaian Praktisi
Rataan Penilaian Akademisi
Prakiraan
Pasokan Beras
Prakiraan Harga
Pemilihan
Beras
Pemasok Beras
Distribusi dan
Transportasi
Beras
Gambar 64. Histogram Rata-rata Nilai Manfaat Menurut Pakar
Grafik Nilai Manfaat Model Penelitian
Distribusi dan
Transportasi
Beras
Prakiraan
Pasokan Beras
5
4
3
2
1
0
Prakiraan Harga
Beras
Praktisi
Akademisi
Pemilihan
Pemasok Beras
Gambar 65. Diagram Jejaring Rata-rata Nilai Manfaat Menurut Pakar
142
5.5.3
Proses Verifikasi dan Validasi Pada Model Yang Dihasilkan
Menurut Conwell (2000) dan Macal (2005), verifikasi dilakukan untuk
menjamin bahwa model telah dibuat dengan benar, algoritma telah diterapkan
dengan sesuai, model tidak mengandung error, oversights, atau bugs, spesifikasi
model lengkap dan kesalahan tidak dilakukan dalam pengembangan model.
Selanjutnya menurut Conwell (2000) dan Macal (2005), validasi dilakukan untuk
menjamin bahwa model memenuhi persyaratan yang ditetapkan sehubungan
dengan metode yang dipergunakan dan hasil penelitian yang diharapkan. Tujuan
dari validasi model adalah untuk menyatakan bahwa model bermanfaat dan
menyediakan informasi yang akurat terkait dengan sistem aktual sehingga
membuat model dapat diterapkan.
Berdasarkan Conwell (2000) dan Macal (2005) tersebut, dilakukan proses
verifikasi dan validasi untuk model yang dihasilkan pada penelitian ini. Proses
verifikasi dari model prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok
beras serta distribusi dan transportasi beras, dilakukan dengan cara melakukan
suatu perhitungan secara manual mengikuti algoritma yang disesuaikan dengan
model yang dikembangkan. Hasil perhitungan secara manual menunjukkan
kesamaan hasil dengan perhitungan melalui program yang dihasilkan. Contoh
proses verifikasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11.1 dan Lampiran 11.2.
Untuk model kinerja rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta yang
memperhitungkan tiga input yaitu prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan
pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras, seperti persamaan yang
telah diperlihatkan pada bagian model matematika kinerja rantai pasokan beras di
DKI Jakarta, diperoleh hubungan bahwa
K=
dan K =
dengan
K : nilai manfaat kinerja rantai pasokan beras
: nilai rata-rata bobot dari model subsistem ke-i
: nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke-i , = 1, 2, 3.
dan
=
,
= 1,2,3
: nilai bobot menurut pakar ke untuk model subsistem ke .
143
Pakar yang secara khusus memberikan penilaian bobot untuk masingmasing subsistem tersebut berjumlah tiga orang yaitu Suminta SE dari PT. Food
Stasiun Tjipinang Jaya (FSTJ), Nurul Shantiwardhani, SE. dari DPP PERPADI
DKI Jakarta dan Nellys Sukidi, SE., MM dari Pasar Induk Beras Cipinang
(PIBC). Bobot penilaian untuk subsistem pendukung kinerja rantai pasokan beras
tersebut diberikan dalam persentase dan dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Pembobotan Input Kinerja Rantai Pasokan Beras Menurut Pakar
No
Model Untuk Subsistem
Nilai Bobot Menurut Pakar
P1
P2
P3
Nilai Rata-Rata
Bobot
(b)
1
Prakiraan Pasokan dan Harga Beras
0.15
0.1
0.15
0.133
2.
Pemilihan Pemasok Beras
0.5
0.5
0.45
0.483
3.
Distribusi dan Transportasi Beras
0.35
0.4
0.4
0.383
Dengan demikian berdasarkan model kinerja rantai pasokan beras tersebut
dan dengan mempertimbangkan nilai-nilai bobot dari Tabel 33 , diperoleh nilai K
sebesar K = 0.133 W 1 + 0.483 W 2 + 0.383 W 3 .
Apabila diperhitungkan dengan input dari Tabel 32, maka nilai manfaat
kinerja rantai pasokan adalah K = 0.131 (4.4375) + 0.483 (4.25) + 0.383 (4.5) =
4.358, yang berarti bahwa nilai manfaat kinerja rantai pasokan memiliki nilai di
atas tiga. Demikian pula apabila melihat hasil perhitungan pada Tabel 32, masingmasing model yang dihasilkan menunjukkan nilai di atas tiga. Hal tersebut sesuai
dengan definisi efektifitas yang menunjukkan bahwa semua model yang
dihasilkan pada penelitian ini efektif karena nilai rata-rata manfaat dari setiap
model memiliki nilai lebih besar dari tiga.
Selanjutnya menurut definisi Conwell (2000) dan Macal (2005) di atas,
maka semua model yang dihasilkan pada penelitian ini bermanfaat sehingga
membuat model dapat diterapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
semua model yang dihasilkan pada penelitian ini valid. Berdasarkan proses
verifikasi yang terdapat pada Lampiran 11 dan validitas model yang didasarkan
pada definisi Conwell (2000) dan Macal (2005) di atas, maka hasil verifikasi dan
144
validasi dari model-model yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 34.
Tabel 34. Hasil Verifikasi dan Validasi dari Model Yang Dihasilkan
MODEL
No
Hasil Verifikasi dan Validasi
Verified
Valid
1
Prakiraan Pasokan Beras
√
√
2.
Prakiraan Harga Beras
√
√
3.
Pemilihan Pemasok Beras
√
√
4.
Distribusi dan Transportasi Beras
√
√
5.
Kinerja Rantai Pasokan Beras
√
√
Berdasarkan Tabel 34 tersebut, maka semua model yang dihasilkan yang
mencakup model prakiraan pasokan beras dan harga beras, model pemilihan
pemasok beras, model distribusi dan transportasi beras serta model kinerja rantai
pasokan beras di propinsi DKI Jakarta adalah valid dan verified.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan serta hasil dan pembahasan maka dari penelitian ini
dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Dihasilkan satu model terintegrasi dari sistem pendukung keputusan cerdas
bagi sistem rantai pasokan beras untuk Provinsi DKI Jakarta.
Model
terintegrasi tersebut mencakup model prakiraan pasokan dan harga beras,
model pemilihan pemasok beras, model distribusi dan transportasi beras serta
model kinerja rantai pasokan beras.
2.
Semua model yang dihasilkan bersifat efektif karena kriteria efektifitas dapat
dipenuhi oleh setiap model, yaitu setiap model tersebut bermanfaat dan dapat
dipertimbangkan untuk diterapkan dalam memecahkan masalah rantai
pasokan perberasan serta setiap model memiliki nilai rata-rata manfaat lebih
dari tiga (3,00).
3.
Semua model yang dihasilkan bersifat efisien, karena kriteria efisiensi dapat
dipenuhi oleh masing-masing model yang dihasilkan pada penelitian ini,
sebagai berikut :
- Model prakiraan pasokan dan harga beras. Model tersebut efisien karena
model ini dapat memberikan pernyataan peringatan dini (early warning
system/ EWS). Dengan pernyataan EWS tersebut, pihak FSTJ dapat
mengantisipasi kejadian yang tidak diharapkan sehingga diperoleh nilai
efisiensi dari segi waktu dan dari segi biaya resiko.
- Model pemilihan pemasok beras. Model tersebut efisien karena model ini
dapat lebih mudah menjelaskan secara rasional kepada masyarakat umum
bagaimana proses pemilihan pemasok beras dilakukan oleh para pelaku
usaha perberasan di PIBC. Model ini dapat menjelaskan bahwa proses
pengambilan
keputusan
terhadap
pemasok
beras
terpilih
telah
mempertimbangkan banyak kriteria dan banyak alternatif.
- Model distribusi dan transportasi beras. Model ini efisien karena dapat
memberikan alternatif solusi rute terpendek dan memberikan informasi
jumlah kendaraan yang optimal yang harus dipergunakan dalam
mengantarkan jumlah beras yang diminta oleh para konsumen beras di
146
wilayah DKI Jakarta. Hasil simulasi menunjukkan bahwa rata-rata
penghematan jarak yang dihasilkan oleh model ini adalah 25,79%,
sedangkan rata-rata penghematan dari segi waktu yang dihasilkan adalah
13,93%.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan serta nilai negatif yang diberikan oleh para
pakar praktisi dan akademisi, disarankan bagi para peneliti yang berminat untuk
melakukan penelitian lebih lanjut supaya :
1.
Dikembangkan suatu model terintegrasi dari sistem pendukung keputusan
bagi sistem rantai pasokan beras secara on line berbasis internet. Hal tersebut
diperlukan supaya para pelaku usaha perberasan sepanjang rantai pasokan
beras dapat menggunakan aplikasi program yang dihasilkan lebih tepat waktu
(real time).
2.
Dihasilkan suatu model terintegrasi yang dapat mencakup rantai pasokan
secara menyeluruh meliputi kegiatan sourcing, making dan delivery serta
dikembangkan untuk wilayah dan propinsi lainnya di Indonesia.
3.
Dihasilkan model prakiraan pasokan dan harga beras yang dapat
memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi pasokan dan harga beras
seperti faktor cuaca, waktu/periode kapan permintaan beras mencapai
permintaan tertinggi (peak demand). Model tersebut juga diharapkan dapat
mengakomodasi hubungan antar variabel seperti persediaan beras dengan
harga beras serta jumlah commuter people di DKI Jakarta.
4.
Dihasilkan model pemilihan pemasok beras yang dapat memonitor pemasok
beras yang jarang melakukan transaksi, memiliki informasi pemasok yang
perlu diketahui oleh pihak pembeli (pengusaha beras), mengakomodasi
sumber pasokan beras dari setiap daerah yang memiliki spesifikasi jenis dan
mutu beras tertentu.
5.
Dihasilkan
model
distribusi
dan
transportasi
beras
yang
dapat
mengakomodasi kepadatan lalulintas yang dapat menyebabkan inefisiensi
transportasi.
Lampiran 1.1 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2005
No
1
2
BULAN
EX
DOLOG
TON
%
PANTURA JAWA
BARAT
TON
%
BANDUNG
DSK
TON
SOLO, JAWA
TENGAH DSK
JAWA TIMUR,
BALI, DSK
LUAR
PULAU JAWA
%
TON
TON
TON
%
%
EX
IMPOR
JML
(Ton)
%
TON
%
-
-
62,804
0.07
61,596
Januari
-
-
29,351
46.73
7,803
12.42
22,278
35.47
2,598
4.14
774
1.23
Februari
-
-
21,089
34.24
4,882
7.93
29,665
48.16
4,999
8.12
916
1.49
Maret
-
-
40,603
60.05
4,243
6.28
21,186
31.33
1,066
1.58
518
0.77
-
-
67,616
April
-
-
62,204
74.42
9,294
11.12
11,404
13.64
546
0.65
134
0.16
-
-
83,582
Mei
-
-
58,525
78.34
11,527
15.43
4,260
5.70
138
0.18
254
0.34
-
-
74,704
Juni
-
-
51,916
68.67
9,983
13.20
12,683
16.78
452
0.60
570
0.75
-
-
75,604
Juli
-
-
41,740
69.28
9,083
15.08
8,076
13.40
1,134
1.88
217
0.36
-
-
60,250
Agustus
-
-
56,443
80.92
9,678
13.87
2,997
4.30
346
0.50
245
0.35
0.06
69,754
September
-
-
65,203
83.22
7,978
10.18
2,611
3.33
236
0.30
2,326
2.97
-
-
78,354
Oktober
-
-
52,116
85.67
6,347
10.43
1,011
1.66
245
0.40
1,112
1.83
-
-
60,831
Nopember
-
-
36,373
80.11
7,141
15.73
1,709
3.76
62
0.14
118
0.26
-
-
45,403
Desember
-
-
33,049
58.3
7,723
13.6
10,183
17.9
4,615
8.1
1,161
2.0
-
-
56,731
-
548,612
68.8
95,682
12.0
128,063
16.1
16,437
2.1
8,345
1.0
90
0.01
797,229
45
3
4
5
6
7
8
45
9
10
11
12
JUMLAH
Rata-Rata
Per bulan
Rata-Rata
per Hari
-
-
-
137,153
206.4
23,921
36.0
32,016
48.2
4,109
6.2
2,086
3.1
8
0.01
66,436
457
17.2
80
3.0
107
4.0
14
0.5
7
0.3
0.30
0.01
2,657
(Sumber : FSTJ 2005)
163
164
Lampiran 1.2 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2006
No
BULAN
EX
DOLOG
TON
%
PANTURA JAWA
BARAT
TON
%
BANDUNG
DAN
SEKITARNYA
TON
%
SOLO, JAWA
TENGAH DSK
JAWA TIMUR,
BALI, DSK
TON
%
TON
%
LUAR
PULAU JAWA
TON
%
EX
IMPOR
TON
JML
(Ton)
%
1
Januari
-
-
14,171
27.73
5,011
9.81
14,137
27.66
14,911
29.18
2,876
5.63
-
-
51,106
2
Februari
-
-
21,363
30.83
5,880
8.49
28,682
41.40
8,123
11.72
5,239
7.56
-
-
69,287
3
Maret
-
-
53,499
61.82
10,420
12.04
19,621
22.67
1,848
2.14
1,145
1.32
-
-
86,533
4
April
-
-
53,527
76.38
10,717
15.29
4,538
6.48
531
0.76
770
1.10
-
-
70,083
5
Mei
-
-
46,930
75.20
10,854
17.39
2,814
4.51
544
0.87
1,267
2.03
-
-
62,409
6
Juni
-
-
36,772
63.20
8,294
14.26
11,709
20.12
514
0.88
894
1.54
-
-
58,183
7
Juli
-
-
43,437
67.53
6,342
9.86
13,227
20.56
622
0.97
693
1.08
-
-
64,321
8
Agustus
-
-
39,308
69.15
6,969
12.26
9,199
16.18
601
1.06
771
1.36
-
-
56,848
9
September
-
-
45,261
82.65
6,516
11.90
2,251
4.11
267
0.49
466
0.85
-
-
54,761
10
Oktober
-
-
29,534
76.31
4,180
10.80
3,886
10.04
275
0.71
830
2.14
-
-
38,705
11
Nopember
-
-
44,220
70.12
6,433
10.20
9,995
15.85
1,969
3.12
442
0.70
-
-
63,059
12
Desember
JUMLAH
Rata-Rata
Per bulan
Rata-Rata
per Hari
-
-
22,778
450,800
51.64
62.66
5,194
86,810
11.78
12.07
7,699
127,758
17.45
17.76
7,673
37,878
17.40
5.27
764
16,157
1.73
2.25
-
-
37,567
5.22
7,234
1.51
10,647
1.48
3,157
0.66
1,346
0.28
-
1,445
62.66
278
409
0.06
121
5.27
52
2.25
-
(Sumber : FSTJ 2006)
12.07
-
44,108
719,403
59,950
-
2,306
Lampiran 1.3 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2007
No
BULAN
OPERASI
BULOG
TON
%
1
Januari
2
Februari
4,800
13.14
3
Maret
8,880
4
April
5
12,734
TON
%
SOLO, JAWA
TENGAH DSK
JAWA TIMUR,
BALI, DSK
LUAR
PULAU JAWA
TON
TON
TON
%
%
GUDANG
JAKARTA
%
TON
JML
(Ton)
%
3,839
8.63
13,034
29.31
14,375
32.33
488
1.10
-
-
44,470
8,515
23.32
2,629
7.20
12,933
35.42
5,200
14.24
680
1.86
1,760
4.82
36,517
14.30
18,157
29.24
4,191
6.75
20,347
32.77
3,705
5.97
1,730
2.79
2,454
3.95
62,089
-
-
38,805
60.94
8,943
14.04
9,077
14.25
803
1.26
1,288
2.02
30
0.05
63,676
Mei
-
-
43,630
75.80
7,642
13.28
4,330
7.52
802
1.39
1,007
1.75
-
-
57,563
6
Juni
-
-
33,719
75.23
4,745
10.59
5,473
12.21
550
1.23
317
0.71
20
0.04
44,824
7
Juli
-
-
30,265
65.59
5,668
12.28
8,376
18.15
857
1.86
535
1.16
444
0.96
46,145
8
Agustus
-
-
34,015
64.84
5,908
11.26
10,008
19.08
1,090
2.08
615
1.17
826
1.57
52,462
9
September
-
-
31,303
68.84
5,642
10
Oktober
-
-
26,838
78.43
3,936
11
Nopember
-
-
41,942
81.33
12
Desember
365
0.65
37,206
66.76
14,045
2.36
357,129
60.05
64,451
10.84
98,954
16.64
29,069
7,023
12.99
32,466
7.51
5,859
1.35
8,996
2.08
2,643
281
13.51
1,299
62.45
360
17.30
106
Rata-Rata/ Hari
-
BANDUNG
DSK
28.64
JUMLAH
Rata-Rata
Per bulan
-
PANTURA JAWA
BARAT
TON
%
5,364
5,944
234
12.41
11.50
10.40
10.66
11.27
6,774
14.90
630
1.39
413
0.91
710
1.56
45,472
2,391
6.99
228
0.67
454
1.33
370
1.08
34,217
1.13
364
0.71
180
0.35
51,573
0.44
6,288
11.28
2,614
4.69
55,734
4.89
14,179
2.38
9,408
1.58
594,742
0.61
1,289
0.30
855
1.58
54,067
34
1.65
2,080
3,142
3,069
6.09
5.51
581
248
5.08
52
2.48
165
(Sumber : FSTJ 2007)
165
166
166
Lampiran 1.4 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2008
No
BULAN
OPERASI
BULOG
TON
%
PANTURA JAWA
BARAT
TON
%
BANDUNG
DSK
TON
%
SOLO, JAWA
TENGAH DSK
JAWA TIMUR,
BALI, DSK
TON
%
TON
%
LUAR
PULAU JAWA
TON
%
GUDANG
JAKARTA
TON
JML
(Ton)
%
1
Januari
3,481
7.56
26,948
58.51
5,279
11.46
5,962
12.94
2,826
6.14
1,160
2.52
401
0.87
46,057
2
Februari
2,142
5.34
20,075
50.07
4,296
10.71
11,203
27.94
1,681
4.19
449
1.12
248
0.62
40,094
3
Maret
140
0.27
25,201
47.77
6,614
12.54
16,708
31.67
3,299
6.25
315
0.60
483
0.92
52,760
4
April
-
47,669
61.59
9,918
12.82
15,047
19.44
3,417
4.42
1,085
1.40
257
0.33
77,393
5
Mei
80
36,606
57.95
8,172
12.94
10,883
17.23
4,724
7.48
574
0.91
2,133
3.38
63,172
6
Juni
-
-
29,219
58.14
4,861
9.67
11,164
22.21
2,468
4.91
64
0.13
2,483
4.94
50,259
7
Juli
-
-
36,673
60.01
5,013
8.20
16,139
26.41
2,377
3.89
119
0.19
788
1.29
61,109
8
Agustus
-
-
40,822
56.82
5,817
8.10
19,537
27.19
2,182
3.04
249
0.35
3,241
4.51
71,848
9
September
-
-
41,549
66.96
5,178
8.34
12,194
19.65
2,044
3.29
-
-
1,088
1.75
62,053
10
Oktober
-
-
35,637
67.34
6,164
11.65
7,024
13.27
3,367
6.36
63
0.12
664
1.25
52,919
11
Nopember
-
-
31,803
57.14
5,702
10.24
28.23
1,550
2.78
41
0.07
852
1.53
55,660
12
Desember
-
32,794
56.15
6,319
10.82
14,362
24.59
3,805
6.51
81
0.14
1,047
1.79
58,408
JUMLAH
Rata-Rata
Per bulan
Rata-Rata
per Hari
0.13
-
15,712
5,843
0.84
404,996
58.55
73,333
10.60
155,935
22.54
33,740
4.88
4,200
0.61
13,685
1.98
691,732
1,461
2.32
33,750
7.32
6,111
1.33
12,995
2.82
2,812
0.61
350
0.08
1,140
1.81
62,885
58.4
2.32
1,350.0
53.67
244.4
9.72
519.8
20.66
112.5
45.6
1.81
2,515
(Sumber : FSTJ 2008)
4.47
14.0
0.56
Lampiran 1.5 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2009
Daerah Produksi / Asal (Ton)
Bln
Karawang
Cirebon
Januari
11,983
17,555
4,962
Februari
8,049
12,788
Maret
18,604
April
Antar
Pulau
Jumlah
(Ton)
Jateng
Jatim
Gdg.Jkt
881
36
17,125
2,727
1,878
-
80
57,227
4,108
403
59
22,901
2,563
885
-
226
51,982
18,949
7,124
495
453
13,788
1,927
1,819
-
356
63,515
20,748
23,029
7,918
594
685
10,157
1,268
369
-
335
65,103
Mei
16,212
22,809
7,866
472
217
9,312
1,664
1,190
-
245
59,987
Juni
23,913
24,892
5,916
801
99
9,040
1,296
828
-
147
66,932
Juli
24,814
26,571
5,337
1,235
146
11,982
1,224
401
-
8
71,718
Agustus
28,179
31,775
6,192
900
323
10,197
1,094
561
-
69
79,290
September
19,850
22,096
3,556
572
268
5,025
367
541
-
-
52,275
Oktober
31,994
34,546
7,312
865
326
7,573
921
297
-
-
83,834
Nopember
26,094
27,109
6,998
808
109
5,005
669
456
-
60
67,308
Desember
20,907
31,447
8,149
935
140
7,695
444
300
-
42
70,059
251,437
293,566
75,438
129,800
16,164
9,525
-
1,568
789,230
%
Per bln
Cianjur
Ex
Bulog
Banten
Jumlah
Bandung
8,961
2,861
31.85
37.20
9.56
1.14
0.36
16.45
2
1
-
0.20
100
20,946
24,464
6,287
747
238
10,817
1,347
794
-
131
65,769
167
(Sumber : FSTJ 2009)
167
168
168
Lampiran 2. Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation
Tahap 0 : Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang
cukup kecil antara (-1 s/d 1) .
Tahap 1 : Lakukan tahap 2 sampai tahap 9 selama kondisi berhenti
bernilai false.
Tahap 2 : Untuk tiap-tiap pasangan elemen yang akan dilakukan
pembelajaran, lakukan tahap 3 sampai tahap 8.
Feedfoward :
Tahap 3 : Tiap-tiap unit input (X i , i = 1,2,3,...,n) menerimasinyal input x i ,
dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya
(lapisan tersembunyi).
Tahap 4 : Tiap-tiap unit tersembunyi (Z j , j = 1,2,3,...p) menjumlahkan
sinyal- sinyal input berbobot:
z_in j = v 0j + ∑ x i v ij
Kemudian digunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya:
z j = f(z_in j )
dan sinyal tersebut dikirimkan ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit
output).
Tahap 5 : Tiap-tiap unit output (Y k = 1,2,3,...m) menjumlahkan sinyalsinyal input terbobot.
y_in k = w 0k + ∑ z j w jk
Kemudian digunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya
Y k = f(y_ in k )
Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit Output)
Backpropagation
Tahap 6 : Tiap-tiap unit output (Y k , k = 1,2,3,....m) menerima target pola
yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasi error nya:
169
δ k = (t k - y k ) f ′(y_in k )
Kemudian dihitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan
untuk memperbaiki nilai w jk ).
Δw jk = α δ k z j
Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk
memperbaiki nilai w 0k ).
Δw 0k = α δ k
Kirimkan δ k ini ke unit-unit yang ada di lapisan bawahnya.
Tahap 7: Tiap-tiap unit tersembunyi (Z j , j = 1,2,3,...p) menjumlahkan delta
inputnya (dari unit-unit yang berada di lapisan atasnya).
δ_in j = ∑ δ k w jk
Kemudian kalikan nilai tersebut dengan turunan dari fungsi
aktivasinya untuk menghitung informasi error:
δ j = δ_in j f ′(δ _in j )
Kemudian
dihitung
koreksi
bobot
(yang
nantinya
akan
digunakanuntuk memperbaiki nilai v ij )
Δv ij = αδ j x i
Dihitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk
memperbaiki nilai v 0j ):
Δv 0j = αδ j
Perbaiki bobot dan bias
Tahap 8 : Tiap-tiap unit output (Y k , k = 1, 2, 3,...,m)memperbaiki bias
dan bobotnya (j = 0, 1, ..., p):
w jk (baru) = w jk (lama) + Δw jk
Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j = 1, 2, ..., p) memperbaiki bias dan
bobotnya (i = 0, 1, ...., n)
vij (baru) = vij (lama) + Δvij
Tahap 9 : Di uji kondisi berhenti , uji nilai error jika lebih besar dari
toleransi error , kembali ke langkah 1
Keterangan :
x
= vektor masukan untuk pelatihan, x = (x 1 , … , x i , … , x n ).
t
= vektor target keluaran, t = (t 1 , … , t k , … , t m ).
δk
= Koreksi error penentuan bobot w jk.
δj
= Koreksi error penentuan bobot v jk.
α
= Kecepatan belajar.
170
xi
= Unit masukan ke-i.
v oi
= Bias pada lapisan tersembunyi ke-j.
Zj
= Lapisan tersembunyi ke-j masukan z j , dilambangkan dengan z_in j.
Sinyal keluaran dari Z j dilambangkan dengan z j.
w ok
= Bias pada lapis keluaran ke k.
Yk
= Lapis keluaran ke k.
Masukan Y k dilambangkan dengan y_in k .
Sinyal keluaran dari Y k dilambangkan dengan y k .
171
Lampiran 3. Algoritma TOPSIS (Technique for Order Preference by
Similarity to Ideal Solution)
1.
TOPSIS membutuhkan rating kinerja setiap alternatif Ai pada setiap
kriteria C j yang ternormalisasi, yaitu :
rij =
x ij
∑x
i =1
2.
; dengan i = 1,2,…,m dan j = 1,2,…,n
m
2
ij
Solusi ideal positif A + dan solusi ideal negatif A − dapat ditentukan
berdasarkan rating bobot ternormalisasi ( y ij ) sebagai :
y ij = wi rij ; dengan i = 1,2,…,m dan j = 1,2,…,n
3.
Matriks solusi ideal positif dan solusi ideal negatif dihitung dari
A + = ( y1+ , y 2+ ,..., y n+ ) ;
A − = ( y1− , y 2− ,..., y n− ) ;
dengan
max y ; jika j adalah atribut keuntungan


 i ij

y =  min yij ; jika j adalah atribut biaya 


i

+
j
 imin yij ; jika j adalah atribut keuntungan 
y =  max yij ; jika j adalah atribut biaya 
 i

−
j
j = 1,2,…,n
4.
Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal positif dirumuskan sebagai :
Di+ =
n
∑(y
j =1
+
i
− y ij ) 2 ; i = 1,2,…,m
Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal negatif dirumuskan sebagai :
Di− =
n
∑(y
j =1
ij
− y i− ) 2 ; i = 1,2,…,m
172
5.
Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi ) , diberikan sebagai :
Di−
Vi = −
Di + Di+
; i = 1,2,…,m
Nilai Vi yang lebih besar menunjukkan bahwa alternatif Ai lebih baik
untuk dipilih.
173
Lampiran 4.1. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Pasokan Beras Pada
Jaringan Syaraf Tiruan.
Pola 1
Pola 2
Pola 3
Pola 4
Pola 5
Pola 6
Pola 7
Pola 8
Pola 9
Pola 10
Pola 11
Pola 12
Pola 13
Pola 14
Pola 15
Pola 16
Pola 17
Pola 18
Pola 19
Pola 20
Pola 21
Pola 22
Pola 23
Pola 24
Pola 25
Pola 26
Pola 27
Pola 28
Pola 29
Pola 30
Pola 31
Pola 32
Pola 33
Pola 34
Pola 35
Pola 36
Pola 37
Pola 38
Pola 39
Pola 40
7003
9096
8264
6923
6757
6482
5921
7696
8734
8769
8971
9517
8101
10410
6339
11838
8978
8833
7056
8172
8223
8961
8201
10268
10444
10260
7704
10537
8830
10785
10067
9068
6804
10300
11018
11964
10088
423
5398
10579
9096
8264
6923
6757
6482
5921
7696
8734
8769
8971
9517
8101
10410
6339
11838
8978
8833
7056
8172
8223
8961
8201
10268
10444
10260
7704
10537
8830
10785
10067
9068
6804
10300
11018
11964
10088
423
5398
10579
10360
8264
6923
6757
6482
5921
7696
8734
8769
8971
9517
8101
10410
6339
11838
8978
8833
7056
8172
8223
8961
8201
10268
10444
10260
7704
10537
8830
10785
10067
9068
6804
10300
11018
11964
10088
423
5398
10579
10360
10319
6923
6757
6482
5921
7696
8734
8769
8971
9517
8101
10410
6339
11838
8978
8833
7056
8172
8223
8961
8201
10268
10444
10260
7704
10537
8830
10785
10067
9068
6804
10300
11018
11964
10088
423
5398
10579
10360
10319
9932
6757
6482
5921
7696
8734
8769
8971
9517
8101
10410
6339
11838
8978
8833
7056
8172
8223
8961
8201
10268
10444
10260
7704
10537
8830
10785
10067
9068
6804
10300
11018
11964
10088
423
5398
10579
10360
10319
9932
10296
6482
5921
7696
8734
8769
8971
9517
8101
10410
6339
11838
8978
8833
7056
8172
8223
8961
8201
10268
10444
10260
7704
10537
8830
10785
10067
9068
6804
10300
11018
11964
10088
423
5398
10579
10360
10319
9932
10296
9853
174
Lampiran 4.1. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Pasokan Beras Pada
Jaringan Syaraf Tiruan (lanjutan).
Pola 41
Pola 42
Pola 43
Pola 44
Pola 45
Pola 46
Pola 47
Pola 48
Pola 49
Pola 50
Pola 51
Pola 52
Pola 53
Pola 54
Pola 55
Pola 56
Pola 57
Pola 58
Pola 59
Pola 60
Pola 61
Pola 62
Pola 63
Pola 64
Pola 65
Pola 66
Pola 67
Pola 68
Pola 69
Pola 70
Pola 71
Pola 72
Pola 73
Pola 74
Pola 75
10360
10319
9932
10296
9853
8408
8758
7023
9902
10554
8540
7990
7525
10014
9118
9009
9080
8943
8829
7486
7047
9045
7856
9194
9156
8725
9642
9956
10158
10435
9186
9021
9592
9027
9524
10319
9932
10296
9853
8408
8758
7023
9902
10554
8540
7990
7525
10014
9118
9009
9080
8943
8829
7486
7047
9045
7856
9194
9156
8725
9642
9956
10158
10435
9186
9021
9592
9027
9524
9479
9932
10296
9853
8408
8758
7023
9902
10554
8540
7990
7525
10014
9118
9009
9080
8943
8829
7486
7047
9045
7856
9194
9156
8725
9642
9956
10158
10435
9186
9021
9592
9027
9524
9479
9457
10296
9853
8408
8758
7023
9902
10554
8540
7990
7525
10014
9118
9009
9080
8943
8829
7486
7047
9045
7856
9194
9156
8725
9642
9956
10158
10435
9186
9021
9592
9027
9524
9479
9457
9856
9853
8408
8758
7023
9902
10554
8540
7990
7525
10014
9118
9009
9080
8943
8829
7486
7047
9045
7856
9194
9156
8725
9642
9956
10158
10435
9186
9021
9592
9027
9524
9479
9457
9856
9012
8408
8758
7023
9902
10554
8540
7990
7525
10014
9118
9009
9080
8943
8829
7486
7047
9045
7856
9194
9156
8725
9642
9956
10158
10435
9186
9021
9592
9027
9524
9479
9457
9856
9012
8830
175
Lampiran 4.2. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras
Muncul/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan.
Pola 1
Pola 2
Pola 3
Pola 4
Pola 5
Pola 6
Pola 7
Pola 8
Pola 9
Pola 10
Pola 11
Pola 12
Pola 13
Pola 14
Pola 15
Pola 16
Pola 17
Pola 18
Pola 19
Pola 20
Pola 21
Pola 22
Pola 23
Pola 24
Pola 25
Pola 26
Pola 27
Pola 28
Pola 29
Pola 30
Pola 31
Pola 32
Pola 33
Pola 34
Pola 35
Pola 36
Pola 37
Pola 38
Pola 39
Pola 40
5100.00
5100.00
5100.00
5100.00
5100.00
5228.57
5271.43
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5142.86
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5042.86
5107.14
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5100.00
5100.00
5100.00
5100.00
5228.57
5271.43
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5142.86
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5042.86
5107.14
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5100.00
5100.00
5100.00
5228.57
5271.43
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5142.86
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5042.86
5107.14
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5000.00
5100.00
5100.00
5228.57
5271.43
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5142.86
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5042.86
5107.14
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5000.00
5000.00
5100.00
5228.57
5271.43
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5142.86
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5042.86
5107.14
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5000.00
5000.00
5000.00
5228.57
5271.43
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5200.00
5142.86
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5042.86
5107.14
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
176
Lampiran 4.2. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras
Muncul/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan (lanjutan).
Pola 41
Pola 42
Pola 43
Pola 44
Pola 45
Pola 46
Pola 47
Pola 48
Pola 49
Pola 50
Pola 51
Pola 52
Pola 53
Pola 54
Pola 55
Pola 56
Pola 57
Pola 58
Pola 59
Pola 60
Pola 61
Pola 62
Pola 63
Pola 64
Pola 65
Pola 66
Pola 67
Pola 68
Pola 69
Pola 70
Pola 71
Pola 72
Pola 73
Pola 74
Pola 75
Pola 76
4900.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5071.43
5142.86
5192.86
5250.00
5314.29
5457.14
5657.14
5885.71
6057.14
6200.00
6200.00
6228.57
6300.00
6214.29
6014.29
6000.00
5957.14
5728.57
5257.14
5300.00
5300.00
5300.00
5528.57
5500.00
5328.57
5300.00
5242.86
5385.71
5421.43
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5071.43
5142.86
5192.86
5250.00
5314.29
5457.14
5657.14
5885.71
6057.14
6200.00
6200.00
6228.57
6300.00
6214.29
6014.29
6000.00
5957.14
5728.57
5257.14
5300.00
5300.00
5300.00
5528.57
5500.00
5328.57
5300.00
5242.86
5385.71
5421.43
5492.86
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5071.43
5142.86
5192.86
5250.00
5314.29
5457.14
5657.14
5885.71
6057.14
6200.00
6200.00
6228.57
6300.00
6214.29
6014.29
6000.00
5957.14
5728.57
5257.14
5300.00
5300.00
5300.00
5528.57
5500.00
5328.57
5300.00
5242.86
5385.71
5421.43
5492.86
5550.00
5000.00
5000.00
5000.00
5000.00
5071.43
5142.86
5192.86
5250.00
5314.29
5457.14
5657.14
5885.71
6057.14
6200.00
6200.00
6228.57
6300.00
6214.29
6014.29
6000.00
5957.14
5728.57
5257.14
5300.00
5300.00
5300.00
5528.57
5500.00
5328.57
5300.00
5242.86
5385.71
5421.43
5492.86
5550.00
5550.00
5000.00
5000.00
5000.00
5071.43
5142.86
5192.86
5250.00
5314.29
5457.14
5657.14
5885.71
6057.14
6200.00
6200.00
6228.57
6300.00
6214.29
6014.29
6000.00
5957.14
5728.57
5257.14
5300.00
5300.00
5300.00
5528.57
5500.00
5328.57
5300.00
5242.86
5385.71
5421.43
5492.86
5550.00
5550.00
5557.14
5000.00
5000.00
5071.43
5142.86
5192.86
5250.00
5314.29
5457.14
5657.14
5885.71
6057.14
6200.00
6200.00
6228.57
6300.00
6214.29
6014.29
6000.00
5957.14
5728.57
5257.14
5300.00
5300.00
5300.00
5528.57
5500.00
5328.57
5300.00
5242.86
5385.71
5421.43
5492.86
5550.00
5550.00
5557.14
5642.86
177
Lampiran 4.3. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras
IR 64/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan.
Pola 1
Pola 2
Pola 4
Pola 5
Pola 7
Pola 8
Pola 10
Pola 11
Pola 13
Pola 14
Pola 16
Pola 17
Pola 19
Pola 20
Pola 22
Pola 23
Pola 25
Pola 26
Pola 28
Pola 29
Pola 31
Pola 32
Pola 34
Pola 35
Pola 37
Pola 38
Pola 40
Pola 41
Pola 43
Pola 44
Pola 46
Pola 47
Pola 49
Pola 50
Pola 52
Pola 53
Pola 55
Pola 56
Pola 58
Pola 59
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4985.71
4950.00
4850.00
4850.00
4850.00
4835.71
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4814.29
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4914.29
4935.71
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5092.86
5121.43
5214.29
5357.14
5864.29
5950.00
5500.00
5500.00
4900.00
4900.00
4900.00
5000.00
4950.00
4921.43
4850.00
4850.00
4835.71
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4814.29
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4857.14
4935.71
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4992.86
5121.43
5150.00
5357.14
5585.71
5950.00
5500.00
5500.00
5500.00
4900.00
4900.00
5000.00
4985.71
4921.43
4850.00
4850.00
4850.00
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4857.14
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4992.86
5092.86
5150.00
5214.29
5585.71
5864.29
5500.00
5500.00
5500.00
5357.14
4900.00
4900.00
4985.71
4950.00
4850.00
4850.00
4850.00
4835.71
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4814.29
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4914.29
4935.71
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5092.86
5121.43
5214.29
5357.14
5864.29
5950.00
5500.00
5500.00
5357.14
5300.00
4900.00
5000.00
4950.00
4921.43
4850.00
4850.00
4835.71
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4814.29
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4857.14
4935.71
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4992.86
5121.43
5150.00
5357.14
5585.71
5950.00
5500.00
5500.00
5500.00
5300.00
5214.29
5000.00
4985.71
4921.43
4850.00
4850.00
4850.00
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4800.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4850.00
4857.14
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4992.86
5092.86
5150.00
5214.29
5585.71
5864.29
5500.00
5500.00
5500.00
5357.14
5214.29
5135.71
178
Lampiran 4.3. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras
IR 64/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan (lanjutan).
Pola 61
Pola 62
Pola 64
Pola 65
Pola 67
Pola 68
Pola 70
Pola 71
Pola 73
Pola 74
Pola 76
Pola 3
Pola 6
Pola 9
Pola 12
Pola 15
Pola 18
Pola 21
Pola 24
Pola 27
Pola 30
Pola 33
Pola 36
Pola 39
Pola 42
Pola 45
Pola 48
Pola 51
Pola 54
Pola 57
Pola 60
Pola 63
Pola 66
Pola 69
Pola 72
Pola 75
5357.14
5300.00
5135.71
5050.00
5050.00
5085.71
5092.86
5000.00
5000.00
5071.43
5192.86
4900.00
5000.00
4921.43
4850.00
4800.00
4800.00
4800.00
4850.00
4850.00
4850.00
4857.14
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4992.86
5150.00
5585.71
5500.00
5500.00
5214.29
5050.00
5135.71
5000.00
5150.00
5300.00
5214.29
5050.00
5050.00
5085.71
5135.71
5000.00
5000.00
5071.43
5150.00
5250.00
4900.00
4985.71
4850.00
4850.00
4800.00
4800.00
4800.00
4850.00
4850.00
4850.00
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5092.86
5214.29
5864.29
5500.00
5357.14
5135.71
5050.00
5092.86
5000.00
5192.86
5214.29
5135.71
5050.00
5050.00
5135.71
5092.86
5000.00
5000.00
5150.00
5192.86
5271.43
4900.00
4950.00
4850.00
4835.71
4800.00
4800.00
4814.29
4850.00
4850.00
4850.00
4935.71
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5121.43
5357.14
5950.00
5500.00
5300.00
5050.00
5085.71
5000.00
5071.43
5250.00
5135.71
5050.00
5050.00
5085.71
5092.86
5000.00
5000.00
5071.43
5192.86
5250.00
5321.43
5000.00
4921.43
4850.00
4800.00
4800.00
4800.00
4850.00
4850.00
4850.00
4857.14
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
4992.86
5150.00
5585.71
5500.00
5500.00
5214.29
5050.00
5135.71
5000.00
5150.00
5271.43
5050.00
5050.00
5085.71
5135.71
5000.00
5000.00
5071.43
5150.00
5250.00
5271.43
5357.14
4985.71
4850.00
4850.00
4800.00
4800.00
4800.00
4850.00
4850.00
4850.00
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5092.86
5214.29
5864.29
5500.00
5357.14
5135.71
5050.00
5092.86
5000.00
5192.86
5321.43
5050.00
5050.00
5135.71
5092.86
5000.00
5000.00
5150.00
5192.86
5271.43
5321.43
5485.71
4950.00
4850.00
4835.71
4800.00
4800.00
4814.29
4850.00
4850.00
4850.00
4935.71
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5121.43
5357.14
5950.00
5500.00
5300.00
5050.00
5085.71
5000.00
5071.43
5250.00
5357.14
179
Lampiran 5. Hasil Pengujian 25 Pola Data Uji Menggunakan JST
Backpropagation
Minggu ke- 5
Waktu
Prediksi
Pola
Pengujian
Pola 1
Pola 2
Pola 3
Pola 4
Pola 5
Pola 6
Pola 7
Pola 8
Pola 9
Pola 10
Pola 11
Pola 12
Pola 13
Pola 14
Pola 15
Pola 16
Pola 17
Pola 18
Pola 19
Pola 20
Pola 21
Pola 22
Pola 23
Pola 24
Pola 25
Pasokan
Prediksi
Aktual
9354.28
10116.04
8280.63
9499.23
9363.86
9251.95
8937.17
8188.14
9129.26
9139.54
8214.02
9953.46
8909.91
9065.23
9321.83
9973.25
8167.17
8642.03
8663.20
9298.55
9511.50
8774.26
9418.15
8923.84
8622.56
9118.00
9009.00
9080.00
8943.00
8829.00
7486.00
7047.00
9045.00
7856.00
9194.00
9156.00
8725.00
9642.00
9956.00
10158.00
10435.00
9186.00
9021.00
9592.00
9027.00
9524.00
9479.00
9457.00
9856.00
9012.00
%
97.41
87.71
91.20
93.78
93.94
76.41
73.18
90.53
83.79
99.41
89.71
85.92
92.41
91.05
91.77
95.57
88.91
95.80
90.32
96.99
99.87
92.57
99.59
90.54
95.68
Harga Beras Muncul
III
Prediksi
Aktual
5919.46
5711.73
5623.19
5594.53
5594.40
5591.61
5586.77
5593.52
5637.29
5632.50
5658.56
5152.83
5661.10
4994.82
5289.10
5846.93
5233.58
5410.88
5365.43
5030.29
5541.64
5229.53
5752.49
5661.38
5677.16
6057.14
6200.00
6200.00
6228.57
6300.00
6214.29
6014.29
6000.00
5957.14
5728.57
5257.14
5300.00
5300.00
5300.00
5528.57
5500.00
5328.57
5300.00
5242.86
5385.71
5421.43
5492.86
5550.00
5550.00
5557.14
%
97.73
92.12
90.70
89.82
88.80
89.98
92.89
93.23
94.63
98.32
92.36
97.22
93.19
94.24
95.67
93.69
98.22
97.91
97.66
93.40
97.78
95.21
96.35
97.99
97.84
Harga Beras IR64
Pengujian
Aktual
4995.62
4952.73
4849.48
4824.11
4800.13
4800.13
4828.46
4853.85
4853.85
4857.80
4920.94
4910.92
4910.92
4910.92
4987.83
5132.44
5763.44
4960.45
5688.04
5189.04
5127.31
5216.45
5047.62
5256.58
5234.70
4985.71
4850.00
4850.00
4800.00
4800.00
4800.00
4850.00
4850.00
4850.00
4914.29
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5092.86
5214.29
5864.29
5500.00
5357.14
5135.71
5050.00
5092.86
5000.00
5192.86
5321.43
%
99.80
97.88
99.99
99.50
100.00
100.00
99.56
99.92
99.92
98.85
99.57
99.78
99.78
99.78
97.94
98.43
98.28
90.19
93.82
98.96
98.47
97.57
99.05
98.77
98.37
180
Lampiran 5. Hasil Pengujian 25 Pola Data Uji Menggunakan JST
Backpropagation (lanjutan)
Waktu
Prediksi
Pola
Pengujian
Minggu ke- 6
Pola 1
Pola 2
Pola 3
Pola 4
Pola 5
Pola 6
Pola 7
Pola 8
Pola 9
Pola 10
Pola 11
Pola 12
Pola 13
Pola 14
Pola 15
Pola 16
Pola 17
Pola 18
Pola 19
Pola 20
Pola 21
Pola 22
Pola 23
Pola 24
Pola 25
Rata-rata
Pasokan
Prediksi
Aktual
9671.82
9481.47
9608.92
9317.65
9410.41
9411.23
8878.11
8577.33
9367.43
8976.25
9728.16
9420.93
9505.58
9374.23
8905.56
10672.38
9382.30
8841.74
9221.95
9110.66
9361.59
9332.06
9198.15
9252.80
8818.95
9009.00
9080.00
8943.00
8829.00
7486.00
7047.00
9045.00
7856.00
9194.00
9156.00
8725.00
9642.00
9956.00
10158.00
10435.00
9186.00
9021.00
9592.00
9027.00
9524.00
9479.00
9457.00
9856.00
9012.00
8830.00
%
92.64
95.58
92.55
94.47
74.29
66.45
98.15
90.82
98.11
98.04
88.50
97.71
95.48
92.28
85.34
83.82
95.99
92.18
97.84
95.66
98.76
98.68
93.33
97.33
99.87
91.96
Harga Beras Muncul
III
Prediksi
Aktual
6303.71
6473.13
6474.78
6474.85
6474.85
6474.86
6474.87
6474.78
6473.28
6469.55
6412.10
4731.15
4769.26
4776.03
5184.15
6001.69
4985.82
4879.53
4840.96
4807.24
5528.97
5069.45
5691.51
5190.84
5033.31
6200.00
6200.00
6228.57
6300.00
6214.29
6014.29
6000.00
5957.14
5728.57
5257.14
5300.00
5300.00
5300.00
5528.57
5500.00
5328.57
5300.00
5242.86
5385.71
5421.43
5492.86
5550.00
5550.00
5557.14
5642.86
%
98.33
95.59
96.05
97.22
95.81
92.34
92.09
91.31
87.00
76.94
79.02
89.27
89.99
86.39
94.26
87.37
94.07
93.07
89.89
88.67
99.34
91.34
97.45
93.41
89.20
93.05
Harga Beras IR64
Pengujian
Aktual
5015.83
4944.24
4863.75
4835.79
4818.72
4818.72
4844.10
4861.82
4861.82
4865.71
4907.58
4909.61
4909.61
4909.61
5005.21
5179.52
5838.44
5514.20
5520.29
5121.40
5169.68
5312.20
5059.40
5377.61
5319.22
4950.00
4850.00
4835.71
4800.00
4800.00
4814.29
4850.00
4850.00
4850.00
4935.71
4900.00
4900.00
4900.00
4900.00
5121.43
5357.14
5950.00
5500.00
5300.00
5050.00
5085.71
5000.00
5071.43
5250.00
5357.14
%
98.67
98.06
99.42
99.25
99.61
99.91
99.88
99.76
99.76
98.58
99.85
99.80
99.80
99.80
97.73
96.68
98.13
99.74
95.84
98.59
98.35
93.76
99.76
97.57
99.29
98.64
181
Lampiran 6.1. Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data Aktual
Untuk Pasokan Beras
12000
10000
8000
6000
hasil uji
aktual
4000
2000
0
51 54 57 60 63 66 69 72 75 53 56 59 62 65 68 71 74
Lampiran 6.2. Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data Aktual
Untuk Jenis Beras Muncul III
7000
6000
5000
4000
Hasil Uji
3000
Aktual
2000
1000
0
1 3 5 7 9 1113151719212325272931333537394143454749
182
Lampiran 6.3. Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data Aktual
Untuk Beras IR64/ III
6000
5000
4000
3000
2000
Pengujian
1000
0
Minggu ke-5
Minggu ke-6
Pola pengujian
Pola 49
Pola 45
Pola 41
Pola 37
Pola 33
Pola 29
Pola 25
Pola 21
Pola 17
Pola 13
Pola 9
Pola 5
Aktual
Pola 1
Harga beras IR64(Rp)
7000
183
Lampiran 7. Jumlah Pasokan dan Rata-rata Harga Beras per Minggu
(Januari 2009 s.d. Juli 2010)
Minggu 1
Jumlah
Pasokan (ton)
7003
Rata-rata Harga
Muncul/ III (Rp)
5100.00
Rata-rata Harga
IR64/ III (Rp)
4900.00
Minggu 2
9096
5100.00
4900.00
Minggu 3
8264
5100.00
4900.00
Minggu 4
6923
5100.00
4900.00
Minggu 5
6757
5100.00
4900.00
Minggu 6
6482
5228.57
5000.00
Minggu 7
5921
5271.43
4985.71
Minggu 8
7696
5200.00
4950.00
Minggu 9
8734
5200.00
4921.43
Minggu 10
8769
5200.00
4850.00
Minggu 11
8971
5200.00
4850.00
Minggu 12
9517
5200.00
4850.00
Minggu 13
8101
5200.00
4850.00
Minggu 14
10410
5142.86
4835.71
Minggu 15
6339
5000.00
4800.00
Minggu 16
11838
5000.00
4800.00
Minggu 17
8978
5000.00
4800.00
Minggu 18
8833
5000.00
4800.00
Minggu 19
7056
5000.00
4800.00
Minggu 20
8172
5000.00
4800.00
Minggu 21
8223
5000.00
4800.00
Minggu 22
8961
5000.00
4800.00
Minggu 23
8201
5000.00
4814.29
Minggu 24
10268
5000.00
4850.00
Minggu 25
10444
5000.00
4850.00
Minggu 26
10260
5000.00
4850.00
184
Lampiran 7. Jumlah Pasokan dan Rata-rata Harga Beras per Minggu
(Januari 2009 s.d. Juli 2010) (lanjutan)
Minggu 27
Jumlah
Pasokan (ton)
7704
Rata-rata Harga
Muncul/ III (Rp)
5000.00
Rata-rata Harga
IR64/ III (Rp)
4850.00
Minggu 28
10537
5000.00
4850.00
Minggu 29
8830
5000.00
4850.00
Minggu 30
10785
5000.00
4850.00
Minggu 31
10067
5000.00
4850.00
Minggu 32
9068
5000.00
4850.00
Minggu 33
6804
5000.00
4857.14
Minggu 34
10300
5042.86
4914.29
Minggu 35
11018
5107.14
4935.71
Minggu 36
11964
4914.29
4900.00
Minggu 37
10088
4900.00
4900.00
Minggu 38
423
4900.00
4900.00
Minggu 39
5398
4900.00
4900.00
Minggu 40
10579
4900.00
4900.00
Minggu 41
10360
4900.00
4900.00
Minggu 42
10319
5000.00
4900.00
Minggu 43
9932
5000.00
4900.00
Minggu 44
10296
5000.00
4900.00
Minggu 45
9853
5000.00
4900.00
Minggu 46
8408
5000.00
4900.00
Minggu 47
8758
5000.00
4900.00
Minggu 48
7023
5071.43
4992.86
Minggu 49
9902
5142.86
5092.86
Minggu 50
10554
5192.86
5121.43
Minggu 51
8540
5250.00
5150.00
Minggu 52
7990
5314.29
5214.29
Minggu 53
7525
5457.14
5357.14
Minggu 54
10014
5657.14
5585.71
185
Lampiran 7. Jumlah Pasokan dan Rata-rata Harga Beras per Minggu
(Januari 2009 s.d. Juli 2010) (lanjutan)
Jumlah
Rata-rata Harga
Rata-rata Harga
Pasokan (ton)
Muncul/ III (Rp)
IR64/ III (Rp)
Minggu 55
9118
5885.71
5864.29
Minggu 56
9009
6057.14
5950.00
Minggu 57
9080
6200.00
5500.00
Minggu 58
8943
6200.00
5500.00
Minggu 59
8829
6228.57
5500.00
Minggu 60
7486
6300.00
5500.00
Minggu 61
7047
6214.29
5357.14
Minggu 62
9045
6014.29
5300.00
Minggu 63
7856
6000.00
5214.29
Minggu 64
9194
5957.14
5135.71
Minggu 65
9156
5728.57
5050.00
Minggu 66
8725
5257.14
5050.00
Minggu 67
9642
5300.00
5050.00
Minggu 68
9956
5300.00
5085.71
Minggu 69
10158
5300.00
5135.71
Minggu 70
10435
5528.57
5092.86
Minggu 71
9186
5500.00
5000.00
Minggu 72
9021
5328.57
5000.00
Minggu 73
9592
5300.00
5000.00
Minggu 74
9027
5242.86
5071.43
Minggu 75
9524
5385.71
5150.00
Minggu 76
9479
5421.43
5192.86
Minggu 77
9457
5492.86
5250.00
Minggu 78
9856
5550.00
5271.43
Minggu 79
9012
5550.00
5321.43
Minggu 80
8830
5557.14
5357.14
Minggu 81
9697
5642.86
5485.71
186
186
Lampiran 8.1. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Utara
Dari/ Ke (km)
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P1
0
14,9
29,8
15,3
13,3
11,6
22,5
14,9
18,3
14,3
12,9
15,8
15,3
13,8
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
14,9
0
29
3.5
2.4
3.5
14
0.07
16.9
10.8
1
3.4
4.8
2
29,8
29
0
28
25.9
32.4
15.2
28.7
10.4
19.7
31
28.4
25.8
29.4
15,3
3.5
28
0
1.5
4.8
13.1
3.7
16
9.8
3.7
3.5
3.2
4.1
13,3
2.4
25.9
1.5
0
6.4
11.9
2.8
14.8
8.6
3.8
2.4
2.7
2.9
11,6
3.5
32.4
4.8
6.4
0
16.9
3.5
19.9
13.7
2.5
6.8
8.3
4
22,5
14
15.2
13.1
11.9
16.9
0
14.8
4.2
5.4
18
13.6
11
14.6
14,9
0.07
28.7
3.7
2.8
3.5
14.8
0
16.9
10.7
1
3.3
4.8
2
18,3
16.9
10.4
16
14.8
19.9
4.2
16.9
0
8.3
20.3
15.9
13.4
17
14,3
10.8
19.7
9.8
8.6
13.7
5.4
10.7
8.3
0
11.8
9.5
7
10.5
12,9
1
31
3.7
3.8
2.5
18
1
20.3
11.8
0
4.6
5.8
1.8
15,8
3.4
28.4
3.5
2.4
6.8
13.6
3.3
15.9
9.5
4.6
0
3.6
3.2
15,3
4.8
25.8
3.2
2.7
8.3
11
4.8
13.4
7
5.8
3.6
0
4.7
13,8
2
29.4
4.1
2.9
4
14.6
2
17
10.5
1.8
3.2
4.7
0
Keterangan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Kode
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
Nama Pasar
Cipinang
Lontar
Kali Baru
Sindang
Rawabadak
Sukapura
Ikan Luar batang
Muncang
Teluk Gong
Pademangan Timur
Koja Baru
Eks Kantor Cabang
Anyar Bahari
Waru
Lokasi
Jl. Pisangan Lama
Jl. Manggar
Jl.. Kosambi timur II
Jl. Raya Sindang
Jl. Anggrek I, koja
Jl. Tipar Cakung
Jl. Pasar Ikan
Jl. Manggar
Jl. Raya Teluk Gong
Jl. Pademangan III
Jl. Bhayangkara
Jl. Dusun No. 43
Jl. Tenggiri raya
Jl. Raya Cilincing
Lampiran 8.2. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Pusat
Dari /Ke (km)
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
P23
P24
P25
P26
P27
P1
19.7
9.7
8.2
11.1
11.6
9.6
9.3
8.6
12.9
17.3
12.5
8.3
12.4
11.2
8.1
12.2
7.7
14.9
11
12.7
8.3
7.7
10.6
20.1
9.4
14.2
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
19.7
9.7
8.2
8.2
4.6
4
11.1
7.2
4.5
6.6
11.6
2.4
10.8
7.3
9.1
9.6
2.2
7.6
3.8
6.6
3.4
9.3
5.5
4.7
4.4
7.6
9.2
6.4
8.6
4.3
3.8
1.7
5.1
5.7
2.7
4.9
12.9
8.8
6.6
8.3
2.8
10.4
8.9
9.4
8
17.3
3.6
12.4
8.4
8.5
3.6
5.9
12.4
8.5
7
12.5
5
7.5
6.7
3.6
6.1
6.5
9.1
5.7
4.1
5.7
8.3
5.1
3.3
1.4
5
7.2
3.5
3.6
2.2
6.3
8.5
7.4
12.4
4
10.6
16.3
9.9
17.5
18.2
15.5
17.2
21.2
18.3
25
14.9
11.2
9
5.1
6.7
1.7
10.3
8.7
7.8
5.9
2.4
9.7
5
6.6
20.8
8.1
3.7
5.4
2.3
7.2
5.6
2.1
4.8
2.4
8.4
6.2
6.7
3.5
17.8
7.5
12.2
4.9
7.2
6.4
3.3
6
6.1
8.8
5.4
4
5.5
1.1
7.6
24
4.7
6.5
7.7
6.8
2.6
4.4
4
7.4
5.1
4.2
2.3
5.2
9.8
5.9
3.1
17.3
4.3
3.1
5.5
8.2
4.6
7.2
2.4
2.2
5.5
4.3
8.8
3.6
5
5.1
4
9
3.7
4.9
6.8
2.8
9.1
4.3
5.1
3.6
8.3
3.2
9.6
12.1
4
4.5
10.8
7.6
4.7
3.8
6.6
12.4
7.5
3.3
10.6
5.1
5.4
7.2
2.6
4.3
8.2
7.7
3.3
4
2.9
6.6
2.2
4.5
6.6
7.3
3.8
4.4
1.7
8.3
8.4
6.7
1.4
16.3
6.7
2.3
6.4
4.4
5.9
5.3
8.2
1.4
3.1
4.8
6.7
5.7
8.6
9.1
6.6
7.6
5.1
2.8
8.5
3.6
5
9.9
1.7
7.2
3.3
4
5.6
2.8
3.7
5
5.7
2
5
7.2
4.5
3.4
9.2
5.7
10.4
3.6
6.1
7.2
17.5
10.3
5.6
6
7.4
4.8
9
6.7
7.2
5.5
9.4
4.3
10
12.9
6.4
2.7
8.9
5.9
6.5
3.5
18.2
8.7
2.1
6.1
5.1
2.8
7.4
7.6
3.5
2.3
7.7
4.8
9.1
12.2
4.9
9.4
12.4
9.1
3.6
15.5
7.8
4.8
8.8
4.2
7.7
6.5
10.1
3.6
4.3
6.8
8.2
6.8
10.1
8
8.5
5.7
2.2
17.2
5.9
2.4
5.4
2.3
4.1
4.6
6.9
2.2
1
4.4
4.4
4.9
8.2
7
4.1
6.3
21.2
2.4
8.4
4
5.2
7.2
4.1
3.7
6.3
6.9
3.1
5.7
6.3
5
5.7
8.5
18.3
9.7
6.2
5.5
9.8
5.1
9.4
5.7
8.5
6.1
8.5
3.9
11.6
12.7
7.4
25
5
6.7
1.1
5.9
4
5.2
1.2
7.4
6.9
4.3
2.7
7.4
8.1
14.9
6.6
3.5
7.6
3.1
6.5
5
8.9
0.2
3.1
5.1
7
5.2
8.9
20.8
17.8
24
17.3
20.7
19.5
23.2
18.2
17.3
19.8
22.6
21.1
20.3
7.5
4.7
4.3
7.9
3.1
5.7
5.3
6
2.3
6.5
5.4
2
6.5
3.1
4.6
5.3
8
1.4
0.95
5.2
5.5
5.7
9
5.5
3.5
4.8
2.4
7
6.5
3.9
2.4
7
7.7
4.9
2.4
5.2
2.5
2.9
2.2
3.9
2.7
6
187
187
188
188
Lampiran 8.2. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Pusat (lanjutan)
Dari /Ke (km)
P28
P29
P30
P31
P32
P33
P34
P35
Dari /Ke (km)
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P1
11.6
13.4
12.3
13.9
11.3
13
6.3
7
P2
2.4
4.6
6.1
8.2
8.5
3
9.9
6.9
P3
10.8
8.4
7.3
8
4.7
5.7
2.4
4.8
P4
7.3
8.5
7.4
8.1
6.4
4.8
6
4.2
P5
9.1
5.1
3.3
6.4
4.6
6.3
7.4
5.4
P6
1.1
5.7
7.2
4.2
9.4
4.2
11.1
9.3
P7
5.3
6.8
6.2
6.2
8.6
2.6
8
6.6
P8
10.4
10
8.9
8.2
7.9
8.4
3.8
2.6
P9
7.2
6.6
5.4
4.4
6
2.2
4.8
3.1
P10
9.8
5
4.1
5.6
1.1
7.2
8.7
6.9
P11
2.5
4.7
6.3
6.3
8.7
5.5
14.3
9.9
P12
8.1
0.9
0.9
2.7
4.5
4.9
9.7
8
P13
9.1
8.8
7.7
7
6.7
4.8
4.4
3
P14
18.2
23.5
25.1
22.6
21
21.3
19.9
16.8
P15
10.5
5.8
4.8
6.5
2.6
7.3
7.7
5.7
P16
5.5
7.7
6.5
5.5
2.8
6.8
6.7
3.9
P17
6.2
1.4
1.7
2.4
4.1
4.8
8.8
7.6
P19
P20
P21
P22
P23
P24
P25
P26
P27
P28
P29
P30
P31
P32
P33
P34
P35
14.9
2.8
4.3
5.9
5.6
4.8
2.8
7.7
4.1
7.2
5.1
4
6.5
20.7
7.9
11
9.1
8.2
5.3
2.8
9
7.4
6.5
4.6
4.1
9.4
5.2
5
19.5
3.1
12.7
4.3
7.7
8.2
3.7
6.7
7.6
10.1
6.9
3.7
5.7
1.2
8.9
23.2
5.7
8.3
5.1
3.3
1.4
5
7.2
3.5
3.6
2.2
6.3
8.5
7.4
0.2
18.2
5.3
7.7
3.6
4
3.1
5.7
5.5
2.3
4.3
1
6.9
6.1
6.9
3.1
17.3
6
10.6
8.3
2.9
4.8
2
9.4
7.7
6.8
4.4
3.1
8.5
4.3
5.1
19.8
2.3
20.1
3.2
6.6
6.7
5
4.3
4.8
8.2
4.4
5.7
3.9
2.7
7
22.6
6.5
9.4
9.6
2.2
5.7
7.2
10
9.1
6.8
4.9
6.3
11.6
7.4
5.2
21.1
5.4
14.2
12.1
4.5
8.6
4.5
12.9
12.2
10.1
8.2
5
12.7
8.1
8.9
20.3
2
11.6
2.4
10.8
7.3
9.1
1.1
5.3
10.4
7.2
9.8
2.5
8.1
9.1
18.2
10.5
13.4
4.6
8.4
8.5
5.1
5.7
6.8
10
6.6
5
4.7
0.9
8.8
23.5
5.8
12.3
6.1
7.3
7.4
3.3
7.2
6.2
8.9
5.4
4.1
6.3
0.9
7.7
25.1
4.8
13.9
8.2
8
8.1
6.4
4.2
6.2
8.2
4.4
5.6
6.3
2.7
7
22.6
6.5
11.3
8.5
4.7
6.4
4.6
9.4
8.6
7.9
6
1.1
8.7
4.5
6.7
21
2.6
13
3
5.7
4.8
6.3
4.2
2.6
8.4
2.2
7.2
5.5
4.9
4.8
21.3
7.3
6.3
9.9
2.4
6
7.4
11.1
8
3.8
4.8
8.7
14.3
9.7
4.4
19.9
7.7
7
6.9
4.8
4.2
5.4
9.3
6.6
2.6
3.1
6.9
9.9
8
3
16.8
5.7
P18
8.1
5.6
4.8
3.9
4.2
3
4.5
3.6
189
Lampiran 8.2. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Pusat (lanjutan)
Dari /Ke (km)
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
P23
P24
P25
P26
P27
P28
P29
P30
P31
P32
P33
P34
P35
P19
4.6
3.5
4.9
P20
5.3
4.8
2.4
6
6
P21
8
2.4
5.2
5.8
6.2
P22
1.4
7
2.5
5.4
4.4
P23
0.95
6.5
2.9
4.2
5.1
P24
5.2
3.9
2.2
6.6
2.9
P25
5.5
2.4
3.9
1.9
7.4
P26
5.7
7
2.7
9.2
2.4
P27
9
7.7
6
9.9
4.6
P28
5.5
6.2
8.1
3.5
11.5
P29
7.7
1.4
5.6
3.8
6.9
P30
6.5
1.7
4.8
4.4
5.8
P31
5.5
2.4
3.9
1.9
7.4
P32
2.8
4.1
4.2
6.7
3.7
P33
6.8
4.8
3
0.95
6.8
P34
6.7
8.8
4.5
10.6
4.4
P35
3.9
7.6
3.6
7.9
4.3
7.8
7.4
3.1
4.8
5.1
5.7
3.1
7
4.4
7.8
5.2
6
8
8.9
9.5
6.8
9.1
6.5
1.3
8.8
6.9
1.3
7.7
5.8
3.1
7
4.4
4.9
6.7
7.3
5.6
4.8
2.1
10.1
4.4
6.4
8.4
3
4.5
6.2
3.4
6
2.8
8.7
5.1
2.8
4.6
18.1
12.2
5.5
3.1
9.2
7.6
5.7
4.6
2.8
8
6.5
7.2
1.8
6.2
0.15
9.7
8.1
4.3
2.3
3.2
2
5.1
5.3
3
9.4
4.9
4.8
5.1
6.3
3.4
9.1
9.1
4.2
4.5
4.3
3.4
8.2
5.2
8.8
2.8
7.2
11.1
10.1
10.1
8.8
23.1
8.5
4.7
9.1
5.5
8.3
8.8
8.9
8.9
9.1
7.9
6.1
2.7
5.8
5.4
4.2
6.2
4.4
5.1
7.8
7.4
3.1
6.6
1.9
9.2
9.9
3.5
3.8
4.4
1.9
6.7
0.95
10.6
7.9
2.9
7.4
2.4
4.6
11.5
6.9
5.8
7.4
3.7
6.8
4.4
4.3
4.8
3.1
7.8
8
6.8
1.3
1.3
3.1
4.9
5.6
10.1
8.4
5.1
7
5.2
8.9
9.1
8.8
7.7
7
6.7
4.8
4.4
3
5.7
4.4
6
9.5
6.5
6.9
5.8
4.4
7.3
2.1
6.4
4.5
6.2
3.4
2.8
2.8
5.5
4.6
6.2
2
6.3
5.2
4.7
6
8.7
4.6
3.1
2.8
0.15
5.1
3.4
8.8
9.1
5.1
18.1
9.2
8
9.7
5.3
9.1
2.8
5.5
12.2
7.6
6.5
8.1
3
9.1
7.2
8.3
5.7
7.2
4.3
9.4
4.2
11.1
8.8
1.8
2.3
4.9
4.5
10.1
8.9
3.2
4.8
4.3
10.1
8.9
5.1
3.4
8.8
9.1
8.2
23.1
7.9
8.5
6.1
NO
25.
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Kode
P25
P26
P27
P28
P29
P30
P31
P32
P33
P34
P35
2.7
Keterangan
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kode
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
Nama Pasar
Cipinang
Regional Tanah Abang
Senen Blok III
Cikini Ampiun
Pasar Baru dan Mini Baru
Bendungan Hilir
Blora
Gondangdia
Cikini hias Rias
Karang Anyar
Pal Merah
Petojo Ilir
NO
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Kode
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
P23
P24
Nama Pasar
Paseban
Kenari
Jembatan merah
Diponegoro
Petojo Enclek
Kwitang Dalam
Gandaria
Nangka Bungur
Cideng Thomas
Pramuka Pojok
Jalan Surabaya
Kombongan
Nama Pasar
Tanah Abang Bukit
Tanah Tinggi Poncol
Rajawali
Pertokoan Kav.36.A
Pertokoan Jalan Biak
Kantor Cabang
Kebon Jati
Pertokoan Jemb.Merah
Kebon Melati
Cempaka Putih
Eks. Kt. Camat Senen
189
190
190
Lampiran 8.3. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Barat
Dari/Ke (km)
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P1
14
21
14
15
13
18
12
15
10.1
22
16
12
15
33
24
13
22
15
16
20.8
P2
14
6.1
1.4
1.2
3.1
9
3.8
0.7
5.6
11
3.3
2.9
9.9
13
6
0.6
10
1.5
0.9
17
P3
21
6.1
5.1
6.4
5.6
3.8
6.5
5.6
4.6
1.1
7.5
6.1
5.3
13
3.7
5.4
7
4.9
4.6
12
P4
14
1.4
5.1
2.9
1.1
6.5
1.9
2
1.1
10
9.6
1.3
7.6
15
7.5
1
12
4.6
2.6
17
P5
15
1.2
6.4
2.9
3.9
7.9
4.7
2.2
2.3
9.6
4.1
3.1
9
12
5.2
3.8
9.6
1.1
0.6
16
P6
13
3.1
5.6
1.1
3.9
6.8
1.1
2.8
2.1
9.4
3.1
1.3
6.6
16
8.2
0.6
11
3.4
3.3
16
P7
18
9
3.8
6.5
7.9
6.8
7.4
6.2
5.3
3.2
8.1
6.6
3
8.1
4.6
6.1
7
5.4
5.7
11
P8
12
3.8
6.5
1.9
4.7
1.1
7.4
2.9
2.3
11
2
0.9
8.1
18
13
0.7
13
4.6
3.5
17
P9
15
0.7
5.6
2
2.2
2.8
6.2
2.9
1.1
9.7
3.6
2.5
9.1
13
5.2
6.4
9.6
1.1
0.5
16
P10
10.1
1.6
4.6
1.1
2.3
2.1
5.3
2.3
1.1
11
2.5
1.4
9.3
14
6.4
1.5
1.7
1.6
1.7
16
P11
22
11
5.7
10
9.6
9.4
3.2
11
9.7
11
12
10
4.5
12
6.4
9.5
6.4
9
9.2
11
P12
16
3.3
7.5
2.4
4.1
3.1
8.1
2
3.6
2.5
12
2
12
15
8
2.7
12
3.9
3.7
19
P13
12
2.9
6.1
1.3
3.7
1.3
6.6
0.9
2.5
1.4
10
2
8.5
15
7.7
0.8
12
3.6
2.5
17
P14
15
9.9
5.3
7.6
9
6.9
3
8.1
9.1
9.3
4.5
12
8.5
19
7.9
6.9
11
7.2
7.9
15
P15
33
13
13
15
12
16
13
18
13
14
12
15
15
19
12
18
11
14
14
6
P16
24
6
3.7
7.5
5.2
8.2
4.6
8.6
5.2
6.4
6.4
8
7.7
7.9
12
8
5.6
5
4.8
9.8
P17
13
3
5.4
1
3.8
0.6
6.1
0.7
2.6
1.5
9.5
2.7
0.8
6.9
18
8
12
3.1
2.8
16
P18
22
10
7.6
12
9.6
11
7
13
9.6
1.7
6.4
12
12
11
11
5.6
12
12
12
6
Keterangan
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Kode
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
NAMA PASAR
Cipinang
Glodok
Grogol
H W I / Lindeteves
Pagi
Sawah Besar
Tomang Barat
Asem Reges
Petak Sembilan
Gang Kancil
LOKASI
Jl. Pisangan Lama
Jl. Glodok
Jl. Dr. Mawardi IV
Jl. Hayam Wuruk
Jl. Pasar Pagi
Jl. Sawah Besar I
Jl, Tanjung Duren
Jl. Taman sari Raya
Jl. Kemenangan I
Jl. Keamanan
NO
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Kode
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
NAMA PASAR
Kampung Duri
Pejagalan
Pecah Kulit
Slipi
Cengkareng
Duta Mas
Mangga Besar
Bojong Indah
Jembatan Lima
Perniagaan
Perumahan Citra
LOKASI
Jl. Duri Raya
Jl. Pejagalan Raya
Jl. Mangga Besar IV
Jl. Anggrek Garuda
Jl. Raya Kemal
JL Wijaya IV
Jl. Kebon Jeruk IX
Jl. Raya Pakis
Jl. H.M.Mansyur
Jl. Perniagaan
Komp. Perum Citra I
P19
15
1.5
4.9
2.2
1.1
3.4
5.4
4.6
1.1
1.6
9
3.9
3.6
7.2
14
5
3.1
12
0.7
16
P20
16
0.9
4.6
2.6
0.6
3.3
5.7
3.5
0.5
1.7
9.2
3.7
2.5
7.9
14
4.8
2.8
12
0.7
15
P21
20.8
17
12
17
16
16
11
17
16
16
11
19
17
15
6
9.8
16
6
16
15
191
Lampiran 8.4. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Timur
Dari/Ke (km)
P1
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
3.8
12
4.1
7.8
6.2
1.3
7.5
2.7
3.5
5.7
3.3
5.3
3.9
3.7
5.2
4
3.3
4.6
4.2
9.3
5.3
9.8
11
8.2
13
8.5
8.8
12
12
6.7
12
6.6
12
13
8.7
11
9.3
7.5
14
13
9.5
12
4.6
13
13
16
14
13
14
14
7.4
15
14
8.9
12
10
7.7
16
22
17
7.3
4.1
2.9
6.2
4.6
3
6.3
4.9
4.8
5.5
3.3
4.7
3.5
2.7
4.1
5.8
11
6.9
10
9.1
12
11
9.5
10
11
4
11
10
5.5
7.6
6.1
4.3
12
17
13
5.9
9.3
7.4
1.5
9.3
7.2
6.7
7.9
1.4
5
3
4.3
5.6
8.8
14
9.9
3.3
3.4
6.4
4.2
3.7
6.8
4.5
8.2
6.7
6.1
5.3
6.6
3.9
8
4
3.7
6.5
3.5
4.1
7.1
4.9
8.5
7.1
6.4
5.7
7
4.3
7.1
3.1
5
7.7
0.6
7.8
1.2
4.7
8.4
6.4
6.9
8.3
2.1
7.4
3.4
8.2
4.2
7.7
4.9
0.3
3.9
1.8
3.2
4.5
5.8
11
7.1
7.7
7.2
8.2
12
7.4
8.6
8.1
7.3
9.8
8.3
5.4
7.6
0.9
4.7
8.3
6.3
6.7
8.1
1.4
6.6
3.2
7.7
6.3
2.7
5.3
3.2
1.7
8.7
14
9.6
5.4
8.9
6.9
7.4
8.8
1.5
6.6
3.8
3.6
1.6
2.9
4.2
7.4
13
8.5
3.2
2.3
4.5
9.1
14
10
2.8
4.2
5.8
11
7
4.1
7.3
12
8.4
8.6
14
9.9
5.6
2.8
P2
3.8
P3
12
P4
4.1
11
12
P5
7.8
8.2
4.6
7.3
P6
6.2
13
13
4.1
10
P7
1.3
8.5
13
2.9
9.1
5.9
P8
7.5
8.8
16
6.2
12
9.3
3.3
9.8
P9
2.7
12
14
4.6
11
7.4
3.4
3.7
P10
3.5
12
13
3
9.5
1.5
6.4
6.5
5
P11
5.7
6.7
14
6.3
10
9.3
4.2
3.5
7.7
8.2
P12
3.3
12
14
4.9
11
7.2
3.7
4.1
0.6
4.2
7.7
P13
5.3
6.6
7.4
4.8
4
6.7
6.8
7.1
7.8
7.7
7.2
7.6
P14
3.9
12
15
5.5
11
7.9
4.5
4.9
1.2
4.9
8.2
0.9
7.7
P15
3.7
13
14
3.3
10
1.4
8.2
8.5
4.7
0.3
12
4.7
6.3
5.4
P16
5.2
8.7
8.9
4.7
5.5
5
6.7
7.1
8.4
3.9
7.4
8.3
2.7
8.9
3.6
P17
4
11
12
3.5
7.6
3
6.1
6.4
6.4
1.8
8.6
6.3
5.3
6.9
1.6
3.2
P18
3.3
9.3
10
2.7
6.1
4.3
5.3
5.7
6.9
3.2
8.1
6.7
3.2
7.4
2.9
2.3
2.8
P19
4.6
7.5
7.7
4.1
4.3
5.6
6.6
7
8.3
4.5
7.3
8.1
1.7
8.8
4.2
4.5
4.2
4.1
P20
4.2
14
16
5.8
12
8.8
3.9
4.3
2.1
5.8
9.8
1.4
8.7
1.5
7.4
9.1
5.8
7.3
8.6
P21
9.3
13
22
11
17
14
8
7.1
7.4
11
8.3
6.6
14
6.6
13
14
11
12
14
5.6
P22
5.3
9.5
17
6.9
13
9.9
4
3.1
3.4
7.1
5.4
3.2
9.6
3.8
8.5
10
7
8.4
9.9
2.8
4.1
4.1
191
192
192
Lampiran 8.4. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Timur (lanjutan)
Keterangan
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Kode
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
Nama Pasar
Cipinang
Jatinegara
Unit Usaha Pasar Induk Kramat Jati
Rawabening
Kramat jati
Pramuka, Burung, Matraman, Kebon Kosong
Pool Truk Angkutan
Klender
Sunan Giri
Pal Meriam
Tanah Kosong Duren Sawit
Rawamangun
Cawang Kapling
Ampera Kampung Ambon
Sudi Mampir
Kampung Melayu
Lokomotif
Pertokoan Waru
Pal Sepuluh
Kantor Cabang
Cakung
Pulo Gadung
Lokasi
Jl. Pisangan Lama
Jl. Matraman Raya
Jl. Raya Bogor Km 22
Jl. Bekasi Barat
Jl. Raya Bogor Km. 13
Jl. Raya Pramuka
Jl. Bekasi Timur
Jl. Bekasi timur
Jl. Sunan Giri
Jl. Pal Meriam
Jl. Kelurana I
Jl. Cipinang
Jl. Cawang Baru
Jl. Pondasi Raya
Jl. Matraman Raya
Jl. Jatinegara Barat
Jl. Bekasi Barat
Jl. Jaginegara Barat
Jl. Raya Otista
Jl. Kayu Putih V/7
Jl. Bekasi Raya
Jl. Raya Bekasi Km.18
193
Lampiran 8.5. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Selatan
Dari/ Ke (km)
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P1
14.2
15.4
9.7
6.5
11
11
15.7
13.7
8
3.3
22.7
15.5
5.8
20.4
6.2
5.9
14.3
6.6
P2
14.2
3
3.7
8.9
1.3
3.7
3.2
10.9
6.5
8.9
9.6
3
7
7.1
7
9.1
2.6
9.7
P3
15.4
3
2.7
10.4
3.1
5
1.7
11.4
7.2
11.2
8.2
1.6
8.8
5.6
8.2
10.2
4.2
10.4
P4
9.7
3.7
2.7
9.7
4.1
6.7
2
13.7
9.6
11.2
10
3.7
9.8
7.5
11.5
9.6
3.7
7.6
P5
6.5
8.9
10.4
9.7
7.1
8.1
9.7
11.6
5
2.9
17.1
10.4
2.2
14.5
5
1.3
7
0.088
P6
11
1.3
3.1
4.1
7.1
5.2
4
10.6
6.2
8.6
10.5
3.9
6.7
8
6.7
8.8
2.3
8.7
P7
11
3.7
5
6.7
8.1
5.2
5.1
8.4
4.1
6.5
11.5
4.9
4.6
8.9
4.5
6.7
3.7
6.6
P8
15.7
3.2
1.7
2
9.7
4
5.1
13.5
9
11.6
9.2
2.9
10.6
7.5
9.5
10.8
5
11
P9
13.7
10.9
11.4
13.7
11.6
10.6
8.4
13.5
9
11.6
11.2
12.4
10.6
9.3
9.5
11.6
12.7
11.6
P10
8
6.5
7.2
9.6
5
6.2
4.1
9
9
3.8
17
9.7
3.2
14.7
0.55
0.55
4.3
4.4
P11
3.3
8.9
11.2
11.2
2.9
8.6
6.5
11.6
11.6
3.8
P12
22.7
9.6
8.2
10
17.1
10.5
11.5
9.2
11.2
17
17.4
P13
15.5
3
1.6
3.7
10.4
3.9
4.9
2.9
12.4
9.7
10.8
5.9
P14
5.8
7
8.8
9.8
2.2
6.7
4.6
10.6
10.6
3.2
2
16.1
10.5
17.4
10.8
2
14.8
2.9
1.7
9.6
3
5.9
16.1
2.8
15.1
16.6
10.7
16.8
Kode
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
Nama Pasar
Bukit Duri Puteran
Pondok Labu
Cipete
Menteng Pulo
Mede
Tebet Timur
Manggis
Tulodong
Pertokoan Sultan Agung
10.5
4
10.5
12
5.9
12.2
15.3
4.1
2.7
8.6
2.4
P15
20.4
7.1
5.6
7.5
14.5
8
8.9
7.5
9.3
14.7
14.8
2.8
4
15.3
12.2
13.7
7.7
13.9
P16
6.2
7
8.2
11.5
5
6.7
4.5
9.5
9.5
0.55
2.9
15.1
10.5
4.1
12.2
4.3
8.5
4.5
P17
5.9
9.1
10.2
9.6
1.3
8.8
6.7
10.8
11.6
0.55
1.7
16.6
12
2.7
13.7
4.3
9.9
1.2
P18
14.3
2.6
4.2
3.7
7
2.3
3.7
5
12.7
4.3
9.6
10.7
5.9
8.6
7.7
8.5
9.9
P19
6.6
9.7
10.4
7.6
0.088
8.7
6.6
11
11.6
4.4
3
16.8
12.2
2.4
13.9
4.5
1.2
8.2
8.2
Keterangan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Kode
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
Nama pasar
Cipinang
Melawai Blok M
Blok A
Mayestik
Rumput
Santha
Mampang Prapatan
Kebayoran lama
Minggu
Tebet Barat
Lokasi
Jl. Pisangan Lama
Jl. Melawai V
Jl. Fatmawati
Jl. Tebah
Jl. Sultan Agung
Jl. Cipaku
Jl. Buncit Raya
Jl. Raya Keb.Lama
Jl. Raya Ragunan
Jl. Tebet Barat Dalam
No.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Lokasi
Jl. Bukit Duri Dalam
Jl. Pondok Labu
Jl. Rs.Fatmawati
Jl. Menteng Pulo
Jl. Rs. Fatmawati
Jl. Tebet Timur Dalam
Jl. Guntur
Jl. Tulodong
Jl. Sultan Agus
193
194
194
Lampiran 9. Tiga Skenario Distribusi dan Transportasi Beras
Dengan Simulated Annealing
9.1 Skenario Pertama - Terdapat Delapan Pesanan.
Menggunakan Dua Grandmax
195
195
Hasil Skenario Pertama – Dua Grandmax
No
Rute
Kendaraan
1
2
0-7-0
0-2-4-0
Grand Max 1
Grand Max 2
Muatan
(kg)
2500
1250
3
0-5-0
Grand Max 1
2500
4
0-1-6-0
Grand Max 2
2500
Grand Max 1
Grand Max 2
2500
1000
12250
5
0-12-0
6
0-3-0
Total
Total Jarak
(km)
9.3 + 9.3 = 18.6
9.7 + 4.5 + 11.1
= 25.3
11.6 + 11.6 =
23.2
19.7 + 2.2 + 9.6
= 31.5
8.3 + 8.3 = 16.6
8.2 + 8.2 = 16.4
131.6
Total Waktu (menit)
9.3 + 20 + 9.3 = 38.6
9.7 + 20 + 4.5 + 20 +
11.1 = 65.3
11.6 + 20 + 11.6 = 43.2
19.7 + 20 + 2.2 + 20 +
9.6 = 71.5
8.3 + 20 + 8.3 = 36.6
8.2 + 20 + 8.2 = 36.4
291.6
Menggunakan Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna
Hasil Skenario Pertama –Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna
No
Rute
Kendaraan
Total Jarak (km)
Grand Max
Muatan
(kg)
1000
1
0-3-0
2
0-12-7-24-6-0
Toyota Dyna
6750
8.3 + 3.6 + 4.7 + 4.5
+ 6.6 + 9.6 = 37.3
3
0-1-0
Grand Max
2000
19.7 + 19.7 = 39.4
4
0-5-0
Toyota Dyna
2500
11.6 + 11.6 = 23.2
12250
116.3
Total
8.2 + 8.2 = 16.4
Total Waktu
(menit)
8.2 + 20 + 8.2 =
36.4
8.3 + 20 + 3.6 +
20 + 4.7 + 20 +
4.5 + 20 + 6.6 +
20 + 9.6 = 137.3
19.7 + 20 + 19.7
= 59.4
11.6 + 20 + 11.6
= 43.2
276.3
196
9.2 Skenario Ke Dua - Terdapat Sepuluh Pesanan.
Menggunakan Dua Grandmax
Hasil Skenario Ke Dua - Menggunakan Dua Grandmax
No
Rute
Kendaraan
1
0-3-1-0
Grand Max 1
Muatan
(kg)
1500
2
3
4
5
0-5-0
0-6-0
0-8-0
0-4-4-0
Grand Max 2
Grand Max 1
Grand Max 2
Grand Max 1
2500
500
2500
2750
6
7
0-2-0
0-2-7-0
Grand Max 2
Grand Max 1
2500
2500
Total
14750
Total Jarak
(km)
8.2 + 4.6 + 19.7 =
32.5
11.6 + 11.6 = 23.2
9.6 + 9.6 = 19.2
8.6 + 8.6 = 17.2
11.1 + 0 + 11.1 =
22.2
9.7 + 9.7 = 19.4
9.7 + 4.7 + 9.3 =
23.7
157.4
Total Waktu
(menit)
8.2 + 20 + 4.6 + 20 +
19.7 = 72.5
11.6 + 20 + 11.6 = 43.2
9.6 + 20 + 9.6 = 39.2
8.6 + 20 + 8.6 = 37.2
11.1 + 20 + 0 + 11.1 =
42.2
9.7 + 20 + 9.7 = 39.4
9.7 + 20 + 4.7 + 20 +
9.3 = 63.7
337.4
197
Menggunakan Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna
Hasil Skenario Ke Dua - Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna
No
Rute
Kendaraan
1
0-4-4-0
Grand Max
Muatan
(kg)
2750
2
0-2-2-71-0
Toyota Dyna
6000
3
0-5-0
Grand Max
2500
11.6 + 11.6 = 23.2
4
0-6-8-30
Toyota Dyna
3500
9.6 + 2.7 + 1.7 +
8.2 = 22.2
107.2
Total
14750
Total Jarak (km)
11.1 + 0 + 11.1 =
22.2
9.7 + 0 + 4.7 + 5.5
+ 19.7 = 39.6
Total Waktu
(menit)
11.1 + 20 + 0 + 11.1
= 42.2
9.7 + 20 + 0 + 4.7 +
20 + 5.5 + 20 + 19.7
= 99.6
11.6 + 20 + 11.6 =
43.2
9.6 + 20 + 2.7 + 20 +
1.7 + 20 + 8.2 = 82.2
267.2
198
9.2 Skenario Ke Tiga – Terdapat Dua Belas Pesanan
Menggunakan Dua Grandmax
199
Hasil Skenario Ke Tiga - Menggunakan Dua Grandmax
No
1
2
0-7-0
0-15-6-33-0
Grand Max 1
Grand Max 2
Muatan
(kg)
2500
2750
3
0-2-16-0
Grand Max 1
1500
4
0-5-0
Grand Max 2
1500
9.7 + 7.2 + 12.2 =
29.1
11.6 + 11.6 = 23.2
5
0-1-0
Grand Max 1
1500
19.7 + 19.7 = 39.4
6
0-13-0
Grand Max 2
2500
12.4 + 12.4 = 24.8
7
0-13-4-0
Grand Max 1
1500
12.4 + 9.9 + 11.1 =
33.4
190.7
Total
Rute
Kendaraan
13750
Total Jarak
(km)
9.3 + 9.3 = 18.6
8.1 + 2.1 + 3.8 + 0
+ 8.2 = 22.2
Menggunakan Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna
Total Waktu
(menit)
9.3 + 20 + 9.3 = 38.6
8.1 + 20 + 2.1 + 20 +
3.8 + 20 + 0 + 8.2 =
82.2
9.7 + 20 + 7.2 + 20 +
12.2 = 69.1
11.6 + 20 + 11.6 =
43.2
19.7 + 20 + 19.7 =
59.4
12.4 + 20 + 12.4 =
44.8
12.4 + 20 + 9.9 + 20
+ 11.1 = 73.4
410.7
200
Hasil Skenario Ke Tiga - Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna
No
Rute
Kendaraan
1
0-3-3-0
Grand Max
Muatan
(kg)
1750
2
0-7-2-164-15-6-50
Toyota Dyna
7250
3
0-1-13-0
Grand Max
2250
4
0-13-0
Toyota Dyna
2500
Total
13750
Total Jarak
(km)
8.2 + 0 + 8.2 =
16.4
9.3 + 4.7 + 7.2 +
3.3 + 7.2 + 2.1 +
3.4 + 11.6 = 48.8
19.7 + 4 + 12.4 =
36.1
12.4 + 12.4 =
24.8
126.1
Total Waktu
(menit)
8.2 + 20 + 8.2 + 0 =
36.4
9.3 + 20 + 4.7 + 20 +
7.2 + 20 + 3.3 + 20 +
7.2 + 20 + 2.1 + 20 +
3.4 + 20 + 11.6 =
188.8
19.7 + 20 + 4 + 20 +
12.4 = 76.1
12.4 + 20 + 12.4 =
44.8
346.1
Hasil Keseluruhan
Dua Grand Max
Skenario
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Jarak
(km)
131.6
157.4
190.7
Waktu
(menit)
291.6
337.4
410.7
Satu Grand Max dan
Satu Toyota Dyna
Jarak
Waktu
(km)
(menit)
116.3
276.3
107.2
267.2
126.1
346.1
Rataan
Selisih
Jarak
(km)
15.3
50.2
64.6
43.367
Waktu
(menit)
15.3
70.2
64.6
50.033
201
Lampiran 10. Kuesioner dan Jawaban Para Pakar Terhadap Kuesioner
KUESIONER PENELITIAN
Bapak/ Ibu/ Saudara responden yang terhormat,
Saya Dadang Surjasa adalah mahasiswa S3 pada Program Teknologi Industri Pertanian
IPB, mengucapkan terima kasih, jika Bapak/Ibu/Saudara berkenan meluangkan waktu untuk
mengisi kuesioner ini sebagai salah satu bahan pelengkap untuk penelitian yang saat ini sedang
saya lakukan.
Kuesioner ini disebar kepada semua pelaku baik akademisi maupun praktisi yang terkait dengan
usaha perberasan dari tingkat produsen (pemasok pupuk, pemasok benih, pemasok alat dan mesin
pertanian) dan petani penghasil padi/ beras, pedagang beras (besar, kecil), sampai dengan tingkat
konsumen. Dengan demikian tujuan dari kuesioner ini adalah :
1. Untuk mendapatkan masukan, saran maupun kritik baik berupa nilai positip (nilai lebih)
dan nilai negatip (nilai kurang) dari model-model yang dihasilkan.
2.
Untuk mendapatkan penilaian tingkat manfaat dari model-model yang dihasilkan
dengan usaha perberasan.
terkait
PERTANYAAN
1.
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip
(nilai kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ?
No
1.
2.
3.
MODEL
MODEL PRAKIRAAN PASOKAN DAN PERSEDIAAN BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
a. …………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………
Nilai negatip (nilai kurang) :
a. …………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………
MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
a. …………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………
Nilai negatip (nilai kurang) :
a. …………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………
MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
a. …………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………
Nilai negatip (nilai kurang) :
a. …………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………
202
Lampiran 10. Kuesioner dan Jawaban Para Pakar Terhadap Kuesioner
(Lanjutan)
4.
2.
MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
a. …………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………
Nilai negatip (nilai kurang) :
a. …………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang
dihasilkan terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan
nilai yang sesuai menurut Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan
No
MODEL
1
1.
2.
3.
4.
Nilai Manfaat
2
3
4
Prakiraan Pasokan dan Persediaan Beras
Prakiraan Harga Beras
Pemilihan Pemasok Beras
Distribusi dan Transportasi Beras
Keterangan :
1 : tidak bermanfaat
2 : kurang bermanfaat
3 : cukup bermanfaat
4 : bermanfaat
5 : sangat bermanfaat
RESPONDEN KUESIONER
NAMA
JABATAN
INSTITUSI
HARI/ TANGGAL
TANDA TANGAN
: …………………………………………………
: …………………………………………………
: …………………………………………………
: …………………………………………………
: …………………………………………………
5
203
Jawaban Suminta, SE.
1.
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip
(nilai kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ?
No
1.
2.
3.
4.
2.
MODEL
MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Membantu dalam stabilisasi stok dan harga.
•
Mengambil langkah preventif (operasi pasar) sebelum harga naik lebih tinggi.
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Musim yang ekstrim mengakibatkan gagal panen
•
Pada saat harga tinggi pasokan melimpah sehingga pada satu titik tertentu
persediaan beras dari daerah habis.
MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Ada kepastian harga dari produsen sampai dengan konsumen.
•
Tidak ada spekulan yang memainkan harga.
•
Meminimalkan mata rantai perdagangan.
•
Adanya instrumen dari pemerintah mengenai perberasan.
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Kurangnya informasi bagi konsumen
•
Harga tidak bisa diprediksi/ fluktuatif
•
Kontrak kerja antara pedagang pemasok dengan pedagang pengumpul tidak
bisa berjalan/ rugi
•
Tidak adanya standar mutu
MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Meningkatkan kepercayaan
•
Meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan
•
Kepastian barang yang dikirim ada yang menerima dan harga stabil/ langganan.
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Pada saat kekurangan pasokan akan sulit mendapatkan beras
•
Harga yang didapat tidak stabil/ bukan langganan.
•
Pada saat pasokan melimpah, banyak yang dibawa pulang kembali ke daerah/
penawaran rendah.
MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Mempercepat penyebaran kebutuhan beras ke wilayah-wilayah
•
Saling menguntungkan antara pedagang dengan pemilik perusahaan angkutan
•
Menentukan margin harga dari PIBC ke pedagang wilayah setelah ditambah
ongkos transport.
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Ongkos kirim tidak berdasarkan volume melainkan berdasarkan jarak.
•
Penataan jalan yang semrawut menjadi kendala termasuk faktor alam, banjir, hujan
dan sebagainya
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait
dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut
Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan
No
MODEL
1
1
2.
3.
4.
Prakiraan Pasokan Beras
Prakiraan Harga Beras
Pemilihan Pemasok Beras
Distribusi dan Transportasi Beras
2
Nilai Manfaat
3
4
5
x
x
x
RESPONDEN KUESIONER
NAMA
: Suminta, SE./ Kepala Seksi Perdagangan
INSTITUSI
: PT. Food Station Tjipinang Jaya
HARI/ TANGGAL
: Jumat, 31.12. 2010
TANDA TANGAN
: ……ttd……… (diterima melalui format kertas)
x
204
Jawaban H. Nellys Sukidi, SE., MM
1.
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai
kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ?
No
1.
2.
3.
4.
2.
MODEL
MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Membantu dalam stabilisasi stok dan harga.
•
Mengambil langkah preventif (operasi pasar) sebelum harga naik lebih tinggi.
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Masih banyak daerah produsen yang belum mempunyai stok tetap.
•
Belum merata budaya menyimpan gabah/ beras karena lebih banyak
dihabiskan untuk konsumsi.
MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk kebijakan para pengambil
keputusan.
•
Sebagai barometer harga beras nasional.
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Di lapangan masih ditemui spekulan beras.
•
Pada saat tertentu kenaikan harga tidak bisa dihindari
MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Para pedagang besar bisa memilih siapa pemasok potensial.
•
Pemasok bisa dinilai dari beras yang dibawanya
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Ada pemasok yang tidak rutin/ jarang masuk PIBC
•
Jumlah pemasok berubah setiap waktu
MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Bisa mempersingkat waktu pendistribusian
•
Lebih banyak customer yang dikirim
•
Efisiensi bahan bakar dan waktu
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Teknologi GPS belum familiar
•
Kendaraan tidak semua dalam kondisi prima/ ada yang sudah tua
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait
dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut
Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan
No
MODEL
1
1
2.
3.
4.
2
Nilai Manfaat
3
4
Prakiraan Pasokan Beras
Prakiraan Harga Beras
Pemilihan Pemasok Beras
Distribusi dan Transportasi Beras
5
x
x
x
x
Keterangan :
1:
2:
3:
Tidak Bermanfaat
Kurang Bermanfaat
Cukup Bermanfaat
4:
5:
Bermanfaat
Sangat Bermanfaat
RESPONDEN KUESIONER
NAMA
: H. Nellys Soekidi, SE., MM
JABATAN
: Direktur Utama
INSTITUSI
: PT. Pratama Global Agribiz
HARI/ TANGGAL
: Kamis, 16 Desember 2010
TANDA TANGAN (keterangan)
: ………ttd………… (diterima melalui format kertas)
205
Jawaban Nurul Shantiwardhani, SE
1.
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai
kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ?
No
1.
2.
3.
4.
2.
MODEL
MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Bisa dijadikan pedoman oleh para pengambil keputusan apakah perlu
dilakukan operasi pasar atau impor beras untuk CBP (cadangan beras
pemerintah)
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Walaupun tidak 100% benar, terkadang dengan diketahuinya stock di gudang,
terutama jika jumlahnya sedikit, maka pedagang daerah atau siapapun bias
menjadi spekulan di gudang/ tokonya.
MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Sangat membantu dalam menentukan harga jual dan untuk pemerintah
menentukan HPP (harga pembelian pemerintah) untuk GKG/ GKP
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Masih belum bisa memprediksi harga lebih dari dua minggu ke depan.
MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Bagi pembeli grosir akan lebih mudah mencari pemasok yang sesuai antara beras
yang dibawa dan harga yang ditawarkan.
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Masih kurangnya informasi pemasok dari daerah produsen yang bias diketahui
oleh para pedagang grosir
MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Dengan sendirinya bias menekan harga hingga di harga beli konsumen akhir
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Masih belum ada keseragaman antara ongkos angkut dari jasa angkutan yang satu
dan lainnya
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait
dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut
Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan
No
MODEL
1
1
2.
3.
4.
2
Nilai Manfaat
3
4
Prakiraan Pasokan Beras
Prakiraan Harga Beras
Pemilihan Pemasok Beras
Distribusi dan Transportasi Beras
5
x
x
x
x
Keterangan :
1:
2:
3:
Tidak Bermanfaat
Kurang Bermanfaat
Cukup Bermanfaat
4:
5:
Bermanfaat
Sangat Bermanfaat
RESPONDEN KUESIONER
NAMA
: Nurul Shantiwardhani, SE
JABATAN
: Sekretaris DPD Perpadi Provinsi DKI Jakarta
INSTITUSI
: Non Government Organization
HARI/ TANGGAL : Jumat, 31 Januari 2011
TANDA TANGAN (keterangan)
: ………ttd………… (diterima melalui format kertas)
206
Jawaban Dodiek Ary Setyono, MSc.
1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai
kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ?
No
1.
2.
3..
4.
2.
MODEL
MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Mengetahui jumlah pasokan terhadap kebutuhan
•
Mengetahui inventory level yang optimal/efisien setiap minggu/periode
•
Bisa menentukan buffer/safety stock yang ideal sesuai lead time
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Perlu menentukan waktu/periode tertentu sebagai peak demand
•
Menetapkan jumlah pasokan max kapasitas gudang dan inventory level
MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Mengetahui pasaran harga beras (semua jenis)
•
Pengendalian harga dengan memperhitungan supply vs demand
•
Menghindari permainan harga beras terutama oleh spekulan
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Belum mengetahui harga pokok beras berdasarkan pasokan(supply)
•
Perlu diketahui kurun waktu/periode antara panen raya dengan peak demand
MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Mengetahui wilayah peyanggah beras DKI
•
Mengetahui kriteria pemilihan kondisi beras berikut bobot penilaiannya
•
Mengetahui daerah yang bias menjadi pemasok beras dengan tingkat keekonomian
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Daerah penyanggah beras harus diperluas (mendapatkan tingkat kompetitif)
•
Tidak ada jaminan pasokan beras dari daerah penyanggah
MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Mengetahui identitas pelanggan produk jarak quantity jenis kendaraan
•
Mengetahui waktu penanganan beras per kendaraan(ton)
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Tidak teridentifikasi waktu tempuh per jarak
•
Perlu analisis jumlah kapasitas kendaraan setiap jarak
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan
terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang
sesuai menurut Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan
No
MODEL
1.
2.
3.
4.
Prakiraan Pasokan Beras
Prakiraan Harga Beras
Pemilihan Pemasok Beras
Distribusi dan Transportasi Beras
Nilai Manfaat
1
2
3
4
5
V
V
V
V
RESPONDEN KUESIONER
NAMA
: Dodiek Ary Setyono, MSc.
JABATAN
: Karyawan (Praktisi)
INSTITUSI
: PT Cipta Mapan Logistik
HARI/ TANGGAL
: 27 Desember 2010
TANDA TANGAN (keterangan)
: …………ttd………….. (diterima melalui email)
207
Jawaban Prof. Dr. Ir. Yuri M. Zagloel
1.
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai
kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ?
No
1.
2.
3.
4.
2.
MODEL
MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Efektif memonitor trend harga
•
Dapat di gunakan sebagai dasar forecasting
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Trend sering kali diakibatkan oleh faktor-faktor yang tidak terprediksi
•
Trend sering kali di akibatkan oleh faktor yang tidak berulang
MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Efektif memonitor trend harga
•
Dapat di gunakan sebagai dasar forecasting
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Konsekuensinya jika ada variable penting yang tidak dimasukan, maka model
tidak dapat mencerminkan keadaan sebenarnya
MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Model dapat membantu memilih pemasok yang kompeten
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Jika ada kriteria yang kurang pas atau tidak masuk maka model tidak
menghasilkan output yang diharapkan
MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Dapat biaya yang optimal untuk distribusi dan transportasi beras
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Jika model optimalnya tidak pas, maka keluarannya tidak seperti yang diharapkan
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait
dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut
Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan
No
MODEL
1
1
2.
3.
4.
2
Prakiraan Pasokan Beras
Prakiraan Harga Beras
Pemilihan Pemasok Beras
Distribusi dan Transportasi Beras
Nilai Manfaat
3
4
x
x
x
x
Keterangan :
1:
2:
3:
Tidak Bermanfaat
Kurang Bermanfaat
Cukup Bermanfaat
5
4:
5:
Bermanfaat
Sangat Bermanfaat
RESPONDEN KUESIONER
NAMA
: Prof. Dr. Ir. T. Yuri M. Zagloel
JABATAN
: Ketua Departemen Teknik Industri
INSTITUSI
: Universitas Indonesia
HARI/ TANGGAL : Rabu 5 januari 2011
TANDA TANGAN (keterangan)
: ………ttd………… (diterima melalui email)
208
Jawaban Dr. Ir. Tomy Perdana
1.
2.
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu, nilai positip maupun nilai negatip dari model-model tersebut
ditinjau dari bisnis perberasan ?
No
1.
MODEL
Prakiraan
Pasokan Beras
Nilai Positip
Memudahkan dalam
pengambilan keputusan yang
terstruktur
2.
Prakiraan
Harga Beras
Memudahkan dalam
pengambilan keputusan yang
terstruktur
Memudahkan pemantauan
terhadap perilaku harga beras
3.
Pemilihan
Pemasok Beras
4.
Distribusi dan
Transportasi
Beras
Memudahkan dalam
pengambilan keputusan yang
terstruktur
Memudahkan untuk
pemilihan rute berdasarkan
jarak
Nilai Negatip
Modelnya tidak mengakomodasi adanya
feedback antar variabel seperti
persediaan dengan harga beras
Tidak membedakan jenis dan kualitas
beras
Tidak mengakomodasi perubahan iklim
sebagai penentu pasokan dan harga
Modelnya tidak mengakomodasi adanya
feedback antar variabel seperti
persediaan dengan harga beras
Tidak membedakan jenis dan kualitas
beras
Tidak mengakomodasi perubahan iklim
sebagai penentu pasokan dan harga
Tidak mengakomodasi sumber pasokan
setiap daerah memiliki spesifikasi jenis
dan kualitas beras yang berbeda
Belum mengakomodasi kepadatan
lalulintas yang dapat menyebabkan
inefisiensi transportasi
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan
usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/
Ibu terkait dengan model yang dihasilkan
No
MODEL
1.
2.
3.
4.
Prakiraan Pasokan Beras
Prakiraan Harga Beras
Pemilihan Pemasok Beras
Distribusi dan Transportasi Beras
Nilai Manfaat
1
2
3
X
X
4
X
X
Keterangan :
1:
2:
3:
Tidak Bermanfaat
Kurang Bermanfaat
Cukup Bermanfaat
5
4:
5:
Bermanfaat
Sangat Bermanfaat
RESPONDEN KUESIONER
NAMA
: Dr. Ir. Tomy Perdana
JABATAN
: Lektor Kepala dan Ketua Program Studi
INSTITUSI
: Program Studi Agribisnis Faperta
Universitas Padjadjaran
HARI/ TANGGAL : Rabu/ 5 Januari 2011
TANDA TANGAN (keterangan) : ……………ttd………………. (diterima melalui email)
209
Jawaban Dr. Ir. Rika Ampuh, MT.
1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai
kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ?
No
1.
2.
3.
4.
2.
No
MODEL
MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Time batch per minggu
•
Early warning signal
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Variabel masukan untuk forecasting apa saja?
•
Level optimal stock beras belum terlihat
MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Time batch minggu
•
Early warning signal
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Variabel forecasting tidak terlihat pada kuisioner
MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Seluruh supplier sudah terlibat
•
Kriteria pemilihan lengkap
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Aktor belum dilibatkan
MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS
Nilai positip (nilai lebih) :
•
Lokasi dan rute lengkap
•
Fungsi obyektif realistis
Nilai negatip (nilai kurang) :
•
Tidak teridentifikasi waktu tempuh per jarak
•
Perlu analisis jumlah kapasitas kendaraan setiap jarak
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan
terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang
sesuai menurut Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan
MODEL
1.
Prakiraan Pasokan Beras
2.
Prakiraan Harga Beras
3.
Pemilihan Pemasok Beras
4.
Distribusi dan Transportasi Beras
Keterangan :
1:
Tidak Bermanfaat
2:
Kurang Bermanfaat
3:
Cukup Bermanfaat
Nilai Manfaat
1
2
3
4
5
V
V
V
V
4:
5:
Bermanfaat
Sangat Bermanfaat
RESPONDEN KUESIONER
NAMA
: Dr. Ir. Rika Ampuh Hadiguna, MT
JABATAN
: Dosen
INSTITUSI
: Fakultas Teknik Universitas Andalas
HARI/ TANGGAL
: Kamis, 25 November 2010
TANDA TANGAN (keterangan)
: …………….ttd…………….. (diterima melalui email)
210
Jawaban Setijadi, ST., MT
1.
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu, nilai positip maupun nilai negatip dari model-model tersebut
ditinjau dari bisnis perberasan ?
No
1.
2.
3.
4.
2.
MODEL
Prakiraan Pasokan
Beras
Prakiraan Harga
Beras
Pemilihan Pemasok
Beras
Distribusi dan
Transportasi Beras
•
•
•
•
•
•
•
•
Nilai Positip
…………………………
…………………………
…………………………
…………………………
…………………………
…………………………
…………………………
…………………………
Nilai Negatip
• Tampilan tidak menunjukkan
model, tetapi output model.
• Tampilan tidak menunjukkan
model, tetapi output model.
•
Tampilan tidak menunjukkan
model, tetapi output model.
• Tampilan tidak menunjukkan
model, tetapi output model.
Bagaimana menurut Bapak/ Ibu, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan
usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/
Ibu terkait dengan model yang dihasilkan
No
MODEL
1.
2.
3.
4.
Prakiraan Pasokan Beras
Prakiraan Harga Beras
Pemilihan Pemasok Beras
Distribusi dan Transportasi Beras
Nilai Manfaat
1
2
3
4
X
X
X
X
Keterangan :
1:
2:
3:
Tidak Bermanfaat
Kurang Bermanfaat
Cukup Bermanfaat
4:
5:
Bermanfaat
Sangat Bermanfaat
RESPONDEN KUESIONER
NAMA
: Setijadi, ST., MT.
JABATAN
: Kepala Logistics & Supply Chain Center
INSTITUSI
: Universitas Widyatama
TANDA TANGAN (keterangan)
: ……….ttd…………… (diterima melalui email)
5
211
Lampiran 11.1. Proses Verifikasi Untuk Jaringan Syaraf Tiruan Pada Harga
Beras Varietas Beras Muncul/ III
Pola yang digunakan dalam verifikasi adalah pola no 3 harga beras Muncu/III
yaitu sebagai berikut
Nilai
5100.000
5100.000
5100.000
5228.571
5271.429
5200.000
Minggu ke-1
Minggu ke-2
Minggu ke-3
Minggu ke-4
Minggu ke-5
Minggu ke-6
Keterangan
Input
Target
Harga max: 6300; Harga min: 4900
Normalisasi
X_norm = 0.8
+ 0.1
Maka:
x1
x2
x3
x4
y1
y2
Nilai
0.214
0.214
0.214
0.288
0.312
0.271
Keterangan
Input
Target
Arsitektur JST Untuk Beras Muncul/ III
Spesifikasi sebagai berikut:
Jumlah neuron input
Jumlah neuron output
Jumlah neuron hidden
Fungsi aktivasi dari input ke hidden
Fungsi aktivasi dari hidden ke output
Epoch
Goal
Laju pembelajaran
4
2
8
Logsig
Logsig
5000
0.001
0.2
Arsitektur backpropagation dengan 1 hidden layer yang terdiri dari dari 8 unit
tampak pada gambar A.
212
Gambar A.
Mula-mula bobot diberi nilai acak yang kecil. Misal didapat bobot seperti Tabel A
(bobot dari input layer ke hidden layer = v ji ) dan Tabel B (bobot hidden layer ke
output layer = w kj )
Tabel A. Bobot dari input layer ke hidden layer = v ji
x1
x2
x3
x4
1
z1
0.5
1
0.6
0.5
0.7
z2
1
-0.3
0.9
-0.3
0.2
z3
0.2
0.3
1
-0.8
1
z4
-0.1
0.4
0.5
-0.3
0.5
z5
0.4
0.5
-0.3
0.6
-0.9
z6
0.9
-1
-1
1
1
Tabel B. Bobot hidden layer ke output layer = w kj
z1
z2
z3
z4
z5
z6
z7
z8
1
y1
-1
0.3
1
0.2
-1
-0.5
0.2
0.7
-1
y2
0.6
0.2
0.8
-1
1
0.4
-1
0.8
0.2
z7
-0.3
0.8
0.5
0.2
-0.3
z8
0.4
0.5
0.4
1
0.4
213
Fase I : Propagasi Maju
Hitung keluaran unit tersembunyi (zj)
z_net j =
+
z_net 1 = 0.7 + 0.214(0.5) + 0.214 (1) + 0.214 (0.6) + 0.288 (0.5) = 1.293
z_net 2 = 0.2 + 0.214 (1) + 0.214 (-0.3) + 0.214 (0.9) + 0.288 (-0.3) = 0.456
z_net 3 = 1 + 0.214(0.2) + 0.214 (0.3) + 0.214 (1) + 0.288 (-0.8) = 1.091
z_net 4 = 0.5 + 0.214 (-0.1) + 0.214 (0.4) + 0.214 (0.5) + 0.288 (-0.3) = 0.585
z_net 5 = -0.9 + 0.214 (0.4) + 0.214 (0.5) + 0.214 (-0.3) + 0.288 (0.6) = -0.599
z_net 6 = 1 + 0.214 (0.9) + 0.214 (-1) + 0.214 (-1) + 0.288 (1) = 1.053
z_net 7 = -0.3 + 0.214 (-0.3) + 0.214 (0.8) + 0.214 (0.5) + 0.288 (0.2) = -0.028
z_net 8 = 0.4 + 0.214 (0.4) + 0.214 (0.5) + 0.214 (0.4) + 0.288(1) = 0.966
z j = f(z_net j ) =
z 1 = f(z_net 1 ) =
= 0.784
z 2 = f(z_net 2 ) =
= 0.612
z 3 = f(z_net 3 ) =
= 0.749
z 4 = f(z_net 4 ) =
= 0.642
z 5 = f(z_net 5 ) =
z 6 = f(z_net 6 ) =
z 7 = f(z_net 7 ) =
z 8 = f(z_net 8 ) =
= 0.355
= 0.741
= 0.493
= 0.724
Hitung keluaran unit yk
y_net k = w ko +
y_net 1 = -1 + 1.293(-1) + 0.456(0.3) + 1.091(1) + 0.585(0.2) + (-0.599)(-1) +
1.053(-0.5) + (-0.028)(0.2) + 0.966(0.7) = -0.205
y_net 2 = 0.2 + 1.293(0.6) + 0.456(0.2) + 1.091(0.8) + 0.585(-1) + (-0.599)(1) +
1.053(0.4) + (-0.028)(-1) + 0.966(0.8) = 1.978
y1 = f(y_net 1 ) =
y2 = f(y_net 2 ) =
= 0.449
= 0.878
Lanjut ke tahap selanjutnya sampai
keluaran sama dengan target.
Fase II : Propagasi mundur
Hitung faktor δ di unit keluaran yk
δ k = (t k – yk )f’(y_net k ) = (t k – yk )y k (1 – y k )
δ 1 = (0.312 – 0.449) 0.449 (1 – 0.449) = -0.034
δ 2 = (0.271 – 0.878) 0.878 (1 – 0.878) = -0.065
214
Suku perubahan bobot w kj (dengan α = 0.2):
Δw kj = α δ k z j
Δw 10 = 0.2 (-0.034) (1) = -0.0068
Δw 11 = 0.2 (-0.034) (0.784) = -0.00533
Δw 12 = 0.2 (-0.034) (0.612) = -0.00416
Δw 13 = 0.2 (-0.034) (0.749) = -0.00509
Δw 20
Δw 21
Δw 22
Δw 23
= 0.2 (-0.065) (1) = -0.013
= 0.2 (-0.065) (0.784) = -0.0102
= 0.2 (-0.065) (0.612) = -0.00796
= 0.2 (-0.065) (0.749) = -0.00974
Δw 14
Δw 15
Δw 16
Δw 17
Δw 18
Δw 24
Δw 25
Δw 26
Δw 27
Δw 28
= 0.2 (-0.065) (0.642) = -0.00835
= 0.2 (-0.065) (0.355) = -0.00461
= 0.2 (-0.065) (0.741) = -0.0096
= 0.2 (-0.065) (0.493) = -0.00641
= 0.2 (-0.065) (0.724) = -0.009412
= 0.2 (-0.034) (0.642) = -0.00436
= 0.2 (-0.034) (0.355) = -0.00241
= 0.2 (-0.034) (0.741) = -0.00504
= 0.2 (-0.034) (0.493) = -0.00335
= 0.2 (-0.034) (0.724) = -0.00504
Hitung penjumlahan kesalahan dari unit tersembunyi (=δ)
δ_net j =
δ_net 1 = (-0.034) (-1) + (-0.065) (-0.6) = 0.073
δ_net 2 = (-0.034) (0.3) + (-0.065) (0.2) = -0.0232
δ_net 3 = (-0.034) (1) + (-0.065) (0.8) = -0.086
δ_net 4 = (-0.034) (0.2) + (-0.065) (-1) = 0.0582
δ_net 5 = (-0.034) (-1) + (-0.065) (1) = -0.031
δ_net 6 = (-0.034) (-0.5) + (-0.065) (0.4) = -0.009
δ_net 7 = (-0.034) (0.2) + (-0.065) (-1) = -0.0718
δ_net 8 = (-0.034) (0.7) + (-0.065) (0.8) = -0.0758
Faktor kesalahan δ di unit tersembunyi:
δ j = δ_net j f‘(z_ net j ) = δ_net j z j (1-z j )
δ 1 = 0.073 (0.784) (1-0.784) = 0.0124
δ 2 = -0.0232 (0.612) (1-0.612) = -0.0067
δ 3 = -0.086 (0.749) (1-0.749) = -0.016
δ 4 = 0.0582 (0.642) (1-0.642) = 0.0134
δ 5 = -0.031 (0.355) (1-0.355) = -0.0071
δ 6 = -0.009 (0.741) (1-0.741) = -0.00173
δ 7 = -0.0718 (0.493) (1-0.493) = -0.0179
δ 8 = -0.0758 (0.724) (1-0.724) = -0.0145
215
Suku perubahan bobot ke unit tersembunyi Δv ji = α δ j x i
z1
z2
z3
z4
x1
v 11 =
(0.2)(0.0124
)(0.214) =
5.3 x 10-4
v 21 = (0.2)(0.0067)(0.214
) = -2.8 x 10-4
v 31 = (0.2)(0.016)(0.214)
= -6.8 x 10-4
v 41 =
(0.2)(0.013
4)(0.214) =
5.7 x 10-4
x2
v 12 =
(0.2)(0.0124
)(0.214) =
5.3 x 10-4
v 22 = (0.2)(0.0067)(0.214
) = -2.8 x 10-4
v 32 = (0.2)(0.016)(0.214)
= -6.8 x 10-4
v 42 =
(0.2)(0.013
4)(0.214) =
5.7 x 10-4
x3
v 13 =
(0.2)(0.0124
)(0.214) =
5.3 x 10-4
v 23 = (0.2)(0.0067)(0.214
) = -2.8 x 10-4
v 33 = (0.2)(0.016)(0.214)
= -6.8 x 10-4
v 43 =
(0.2)(0.013
4)(0.214) =
5.7 x 10-4
x4
v 14 =
(0.2)(0.0124
)( 0.288) =
7.1 x 10-4
v 24 = (0.2)(0.0067)(
0.288) = -3.8
x 10-4
v 34 = (0.2)(0.016)(
0.288) = -9.2
x 10-4
v 44 =
(0.2)(0.013
4)( 0.288) =
7.7 x 10-4
1
v 10 =
(0.2)(0.0124
)(1) = 2.5 x
10-3
v 20 = (0.2)(0.0067)(1) = 1.3 x 10-3
v 30 = (0.2)(0.016)(1) = 3.2 x 10-3
v 40 =
(0.2)(0.013
4)( 1) =
2.68 x 10-3
z5
v 51 =
(0.2)(0.0071)(0.2
14) = -3.04
x 10-4
v 52 =
(0.2)(0.0071)(0.2
14) = -3.04
x 10-4
v 53 =
(0.2)(0.0071)(0.2
14) = -3.04
x 10-4
v 54 =
(0.2)(0.0071)(
0.288) = 4.09 x 10-4
v 50 =
(0.2)(0.0071)( 1)
= -1.42 x
10-4
z6
v 61 =
(0.2)(0.00173)(0.
214) = -7.4
x 10-5
v 62 =
(0.2)(0.00173)(0.
214) = -7.4
x 10-5
v 63 =
(0.2)(0.00173)(0.
214) = -7.4
x 10-5
v 64 =
(0.2)(0.00173)(
0.288) = 9.96 x 10-5
v 60 =
(0.2)(0.00173)(
1) = -3.46 x
10-5
z7
v 71 =
(0.2)( 0.0179)(0.2
14) = -7.6 x
10-4
v 72 =
(0.2)( 0.0179)(0.2
14) = -7.6 x
10-4
v 73 =
(0.2)( 0.0179)(0.2
14) = -7.6 x
10-4
v 74 =
(0.2)( 0.0179)(
0.288) = 1.03 x 10-3
v 70 =
(0.2)( 0.0179)( 1)
= -3.58 x
10-3
z8
v 81 =
(0.2)( 0.0145)(0.2
14) = -6.2 x
10-4
v 82 =
(0.2)( 0.0145)(0.2
14) = -6.2 x
10-4
v 83 =
(0.2)( 0.0145)(0.2
14) = -6.2 x
10-4
v 84 =
(0.2)( 0.0145)(
0.288) = 8.35 x 10-4
v 80 =
(0.2)( 0.0145)( 1)
= -2.9 x 10-
Fase III : Hitung semua perubahan bobot
Perubahan bobot unit keluaran:
w kj (baru) = w kj (lama) + Δw kj (k=1; j=0,1,…,3)
w 11 (baru) = -1 -0.0068 = -1.0068
w 21 (baru) = 0.6-0.0102 = 0.5898
w 12 (baru) = 0.3-0.0068 = 0.2932
w 22 (baru) = 0.2-0.00796 = 0.19204
w 23 (baru) = 0.8-0.00974 = 0.79026
w 13 (baru) = 1-0.00533 = 0.99467
w 14 (baru) = 0.2-0.00416 = 0.19584
w 24 (baru) = -1-0.00835 = -1.00835
w 15 (baru) = -1-0.00241 = -1.00241
w 25 (baru) = 0.4-0.00461 = 0.39539
w 16 (baru) = -0.5-0.00504 = -0.50504
w 26 (baru) = -1-0.0096 = -1.0096
w 17 (baru) = 0.2-0.00335 = 0.19665
w 27 (baru) = 0.8-0.00641 = 0.79359
w 18 (baru) = 0.7-0.00504 = 0.69496
w 28 (baru) = 0.2-0.009412 = 0.190588
w 10 (baru) = -1-0.0068 = -1.068
w 20 (baru) = 0.2-0.013 = 0.187
3
216
Perubahan bobot unit tersembunyi:
v ji (baru) = v ji (lama) + Δv ji (j=1,2,…,8; i=0,1,…,3)
v ji (baru) = v ji (lama) + Δv ji
z1
x1
x2
x3
x4
1
v 11 (baru)
= 0.5 + 5.3
x 10-4 =
0.50053
v 12 (baru)
= 1 + 5.3 x
10-4
=1.00053
v 13 (baru)
= 0.6 5.3 x
10-4 =
0.60053
v 14 (baru)
= 0.5 + 7.1
x 10-4 =
0.50071
v 10 (baru)
= 0.7 + 2.5
x 10-3 =
0.70250
z2
v 21 (baru) = 1
- 2.8 x 10-4 =
0.99972
v 22 (baru) = 0.3 - 2.8 x
10-4 = 0.30028
v 23 (baru) =
0.9 - 2.8 x
10-4 =
0.89972
z3
z4
z5
z6
z7
z8
v 31 (baru) =
0.2 - 6.8 x
10-4
=0.19932
v 32 (baru) =
0.3 - 6.8 x
10-4
=0.29932
v 41 (baru) =
-0.1 + 5.7 x
10-4 =0.09943
v 42 (baru) =
0.4 + 5.7 x
10-4 =
0.40057
v 43 (baru) =
0.5 + 5.7 x
10-4 =
0.50057
v 44 (baru) =
-0.3 + 7.7 x
10-4 = 0.29923
v 40 (baru) =
0.5 + 2.68 x
10-3 =
0.50268
v 51 (baru) =
0.4 - 3.04 x
10-4 =
0.39970
v 52 (baru) =
0.5 - 3.04 x
10-4 =
0.49970
v 53 (baru) =
-0.3 - 3.04
x 10-4 = 0.30030
v 54 (baru) =
0.6 - 4.09 x
10-4 =
0.59959
v 50 (baru) =
-0.9 - 1.42
x 10-4 = 0.90014
v 61 (baru) =
0.9 - 7.4 x
10-5 =
0.89993
v 71 (baru) =
-0.3 - 7.6 x
10-4 = 0.30076
v 72 (baru) =
0.8 - 7.6 x
10-4 =
0.79924
v 73 (baru) =
0.5 - 7.6 x
10-4 =
0.49924
v 74 (baru) =
0.2 - 1.03 x
10-3 =
0.19897
v 70 (baru) =
-0.3 - 3.58
x 10-3 = 0.30358
v 81 (baru) =
0.4 - 6.2 x
10-4 =
0.39938
v 82 (baru) =
0.5 - 6.2 x
10-4 =
0.49938
v 83 (baru) =
0.4 - 6.2 x
10-4 =
0.39938
v 84 (baru) = 1
- 8.35 x 10-4
=
0.99917
v 80 (baru) =
0.4 - 2.9 x
10-3 =
0.39710
v 33 (baru) = 1
- 6.8 x 10-4 =
0.99932
v 24 (baru) = 0.3 -3.8 x 104
= -0.30038
v 34 (baru) = 0.8 -9.2 x 104
= -0.80092
v 20 (baru) =
0.2 - 1.3 x
10-3 =
0.19870
v 30 (baru) = 1
- 3.2 x 10-3 =
0.99680
v 62 (baru) = 1 - 7.4 x 10-5
=-1.00007
v 63 (baru) = 1 - 7.4 x 10-5
= -1.00007
v 64 (baru) = 1
- 9.96 x 10-5
= 0.99990
v 60 (baru) = 1
- 3.46 x 10-5
= 0.99997
Fase 1 s.d. fase 3 sama dengan 1 iterasi atau 1 epoch, iterasi dilakukan sampai
keluaran jaringan sama dengan target. Iterasi selanjutnya dilakukan dengan
menggunakan program Matlab. Melalui proses perhitungan manual dan telah
diperlihatkan bahwa dengan menggunakan program aplikasi MatLab bahwa hasil
iterasi menunjukkan terjadinya penurunan nilai error menuju error yang
ditentukan atau nilai hasil perhitungan JST menuju kepada nilai target yang
diharapkan. Dengan demikian maka model JST pada subsistem prakiraan harga
beras tersebut dapat disebut model yang terverifikasi.
217
Lampiran 11.2. Proses Verifikasi Untuk Aturan Peringatan Dini Pada
Prakiraan Harga Beras Varietas Beras Muncul/ III
Input
Output
Harga sesungguhnya
: Harga pada Minggu 50, 51, 52, 53
: Minggu 54, 55
: 5657.14 dan 5885.71
Aturan
Dengan variabel-variabel sebagai berikut:
Input
harga untuk minggu ke 1,
harga untuk minggu ke 2,
harga untuk minggu ke 3,
harga untuk minggu ke 4,
Output
harga untuk minggu ke 5,
harga untuk minggu ke 6,
Harga rata-rata untuk input adalah
dengan
218
Harga rata-rata untuk output adalah
dengan
Aturannya adalah sebagai berikut :
maka early warning-nya adalah "harga aman"
1. Jika
2. Jika
maka early warning-nya adalah
"harga harus diwaspadai"
3. Jika
maka early warning-nya adalah "harga rawan"
Perhitungan
Input
Output
Karena
maka early warning-nya adalah "harga harus diwaspadai"
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, M. 2007.
Dalam http://www.postel.depkominfo.go.id/? mod=
CLDEPTKMF_BRT01&view=1&id=BRT071212092501&mn=BRT0100|C
LDEPTKMF_BRT01. Harga Beras Domestik Belum Kompetitif. 11
Desember 2007. (Diakses 29 Mei 2008).
Adiratma, E. R. 2004. Stop Tanam Padi? Memikirkan Kondisi Petani Padi
Indonesia dan Upaya Meningkatkan Kesejahteraannya. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Alimoeso, S. 2011. Dalam http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2011/02/21/
brk,20110221-314868,id.html. Impor Beras Tak Bisa Langsung Turunkan
Harga. (Diakses Tanggal 15 Mei 2011).
Alisadono, S., S. Hardjosoenarto, A. Mardjuki, T. Notohadiprawiro, B.
Radjagukguk. 2006. Kebijakan Transmigrasi Melalui Pendekatan Sistem.
Ilmu Tanah. Tim Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada.
Allen, P.G., R. Fildes. 2001. Econometric Forecasting. Principles of Forecasting:
A Handbookfor Researchers and Practitioners, J. Scott Armstrong (ed.):
Norwell, MA: Kluwer Academic Publishers.
Amol, G., C.W. Zobel, E.C. Jones. 2005. A Multi-agent System for Supporting
The Electronic Contracting of Food Grains. Computers & Electronics in
Agriculture. Vol. 48 Issue 2.
Arifin, B. 2007. Ekonomi Beras : Kebijakan Harga Hanya Satu Instrumen.
Agrimedia, Majalah Agribisnis, Manajemen dan Teknologi. Desember
Vol.12 – No.2.
Arifin, B. 2010. Impor Beras Hanya Puncak Gunung Es. Bisnis Indonesia, Senin
13 Desember 2010. Dalam http://barifin.multiply.com/journal/item/83/
Impor_Beras_ Hanya_Puncak_ Gunung_Es_Bisnis_Indonesia _Senin_13_
Desember_2010 (Diakses 22 Juli 2011)
Armstrong, J.S., R. J. Brodie, S. H. McIntyre. 1987. Forecasting Methods for
Marketing. International J. of Forecasting, 3 : 335-376, North Holland.
Badan Pusat Statistik. 2009. Laporan Hasil Survei Pola Distribusi Perdagangan 16
Komoditi di 15 Provinsi.
Balitbang Deptan. 2005 a). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan Lima
Komoditas 2005-2010.
148
Balitbang Deptan. 2005b). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis :
Rangkuman Kebutuhan Investasi.
Basuki, A. 2005. Implementasi Simulated Annealing Untuk Menyelesaikan
Traveling Salesman Problem (TSP). Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
PENS-ITS Surabaya.
Betker, A.L., T. Szturm, Z. Moussavi. 2003. Application of Feedforward
Backpropagation Neural Network to Center of Mass Estimation for Use in a
Clinical Environment. 0-7803-7789-3/03. IEEE 2714 EMBC.
Bhadeshia, H. K. D. H. 2009. Neural Networks and Information in Materials
Science. Statistical Analysis and Data Mining, Vol. 1.
Bjarnadóttir, A.S. 2004. Solving the Vehicle Routing Problem with Genetic
Algorithms. Thesis for Degree Master of Science in Engineering.
Informatics and Mathematical Modelling.
Technical University of
Denmark.
Blanchard, B. S. 1998. Logistics Engineering and Management. Fifth Edition.
Prentice Hall International Series, Inc.
Blengini, G. A., M. Busto. 2009. The Life Cycle of Rice : LCA of Alternative
Agri-food Chain Management Systems in Vercelli Italy. Journal of
Environmental Management. Vol. 90 Issue 3, p1512-1522.
Bolstorff, P. 2003. Supply Chain Excellence. New York: AMACOM.
Booz, Allen, Hamilton. 2011. Earned Value Management Tutorial Module 6:
Metrics,
Performance
Measurements
and
Forecasting.
Dalam
management.energy.gov/documents/EVMModule6.pdf (Diakses 22 Juli
2011).
Boran, F. E., G. Serkan, K. Mustafa, Akay, Diyar. 2009. A Multi-criteria
Intuitionistic Fuzzy Group Decision Making for Supplier Selection with
TOPSISMethod. Expert Systems with Applications. Vol. 36 Issue 8,
p.11363-11368.
Borland. 2011. Borland Delphi 7. Dalam
http://www.brothersoft.com/downloads/borland-delphi-7.html (Diakses 23
Agustus 2011).
BPS Jakarta. 2011. Penduduk Menurut Kabupaten/ Kota Administrasi dan Jenis
Kelamin, Seks Rasio Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010. Dalam
http://jakarta.bps.go.id/abstract/index.html. (Diakses 16.06. 2011).
Bullock, R. K. 2006. Theory of Effectiveness Measurement. Dissertation
Presented to The Faculty Graduate School of Engineering and Management
149
Air Force Institute of Technology Air University Air Education and Training
Command.
Caplice C. 2007. Supply Chain Management Overview I, MIT Center for
Transportation & Logistics.
Chakladar N.D., S. Chakraborty. 2008. A Combined TOPSIS-AHP Method Based
Approach for Non Traditional Machining Processes Selection. Proc. IMechE
Vol. 222, Journal Engineering Manufacture.
Chan, C.C.H., C.B. Cheng, S.W. Huang. 2006. Formulating Ordering Policies in
A Supply Chain By Genetic Algorithm. International Journal of Modelling
and Simulation, Vol. 26, No. 2.
Chapman, C. R., D. D. Durda, R. E. Gold. 2001. The Comet/ Asteroid Impact
Hazard: A Systems Approach. Dalam www.boulder.swri.edu/
clark/neowp.html (Diakses 27 Juli 2011).
Christopher, M. 2005. Logistics and Supply Chain Management: Creating ValueAdding Networks. London: Prentice-Hall, Inc.
Cohen, S., J. Roussel. 2005. Strategic Supply Chain Management. The Five
Disciplines for Top Performance. Mc Graw-Hill.
Coiffier, J., P. Chen. 2008. Severe Weather Forecasting Demonstration Project Regional Subproject in Ra I – Southeast Africa. CBS-DPFS/RA I/RSMTSWFDP.
Conwell, C. L., R. Enright, M. A. Stutzman. 2000. Capability Maturity Models
Support of Modeling and Simulation Verification, Validation, and
Accreditation. Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference J. A.
Joines, R. R. Barton, K. Kang, and P. A. Fishwick, eds.
Croxton, K. L., S. J. G. Dastugue, D. M. Lambert. 2001. The Supply Chain
Management Processes. The International Journal of Logistics Management,
Volume 12, Number 2.
CSCMP. 2011. CSCMP’s Definition of Logistics Management. Dalam
http://cscmp.org/aboutcscmp/definitions.asp (Diakses 22 Juli 2011).
Daihani, D. U. 2001. Komputerisasi Pengambilan Keputusan. Jakarta: Gramedia.
Damrongwongsiri, M. 2003. Modeling Strategic Resource Allocation in
Probabilistic Global Supply Chain System with Genetic Algorithm. PhD
Thesis. Florida Atlantic University.
Dell'Orco, M., M. Ottomanelli, P. Pace, G. Pascoschi. 2011. Intelligent Decision
Support Tools for Optimal Planning of Rail Track Maintenance Dalam
http://poliba.academia.edu/
MauroDellOrco/Papers/553327/Intelligent_
Decision_Support_Tools_for_Optimal_Planning_of_Rail_Track_Maintenan
ce (Diakses 22 Juli 2011).
150
Departemen Perdagangan RI. 2006. Laporan Akhir : Kajian Sistem Distribusi
yang Efisien Dan Efektif Secara Nasional. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan RI. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2005. Data Base Pemasaran Internasional Beras.
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan – Direktorat
Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Departemen Pertanian. 2011a). Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi di
Indonesia 2007 – 2011.
Dalam http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/tan/ARAM-I-2011/padinasional.htm (Diakses 28 Juni 2011).
Departemen Pertanian. 2011b). Produksi Padi Menurut Provinsi di Indonesia 2007
– 2011. Dalam http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/tan/ARAM-I2011/prod-padi.htm (Diakses 28 Juni 2011)
Derby, N. 2009. Time Series Forecasting Methods. Statis Pro Data Analytics
Seattle, WA, USA Calgary SAS Users Group.
Dharmapriya, U.S.S., S.B. Siyambalapitiya, A.K. Kulatunga. 2010. Simulated
Annealing and Tabu Search Based Hybrid Algorithm for Multi Depot
Vehicle Routing Problem with Time Windows and Split Delivery.
Proceedings of the International Conference on Industrial Engineering and
Operations Management. Dhaka, Bangladesh.
Diaz, B. D. 2011. What is VRP. Dalam http://neo.lcc.uma.es/radi-aeb/WebVRP/
(Diakses 22 Juli 2011).
Diaz, B. D. 2011. Vehicle Routing Problem's Formulation. Dalam http://neo.lcc.
uma.es/radi-aeb/WebVRP/ (Diakses 22 Juli 2011).
Diaz, B. D. 2011. Solutions Technique for VRP. Dalam http://neo.lcc.uma.es/radiaeb/WebVRP (Diakses 22 Juli 2011).
Ditjen PPHP. 2008. Laporan Survei Susut Panen dan Pasca Panen Gabah/Beras.
Dalam http://agribisnis.deptan.go.id/disp_informasi/1/2/0/73/laporan_survei
_susut_panen_dan.html (Diakses 25 Mei 2011).
Dong, X., G. Wen. 2006. An Improved Neural Networks Prediction Model and Its
Application in Supply Chain. Nature and Science, 4(3).
Druzdzel, M. J., R. Flynn. 2002. Decision Support Systems. Encyclopedia of
Library and Information Science. Second Edition, Allen Kent (ed.). New
York : Marcel Dekker, Inc.
Dudwick, N., K. Kuehnast, V. N. Jones, M. Woolcock. 2006. Analyzing Social
Capital in Context : A Guide to Using Qualitative Methods and Data . The
International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank
1818 H Street, N.W. Washington, D.C. 20433, U.S.A.
151
Duque, W. A. O. 2008. On The Development of Decision-Making Systems Based
on Fuzzy Models to Assess Water Quality in Rivers. PhD Thesis PhD
Programme : Graduate Studies in Chemical and Process Engineering
Department of Chemical Engineering, Universitat Rovira Virgili Tarragona.
Elmahi, I, C. Thirion, A. Hamzaoui, J.I. Sculfort. 2002. A Method for Modelling
and Evaluating Supply Chain Performance Using Fuzzy Sets. Proceeding
14th European Simulation Symposium. A. Verbraek, W. Krug, eds. © SCS
Europe BVBA.
Enchanted. 2011. Brain Cells. Dalam
http://www.enchantedlearning.com/
subjects/ anatomy/ brain/neuron.shtml. (Diakses 22 Juli 2011)
Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen.
Jilid Satu. IPB Press.
Faucett, L. 1994. Fundamentals of Neural Networks. Architecture, Algorithms
and Applications. Prentice Hall.
Foster, D., C. McGregor, S. El-Masri. 2011. A Survey of Agent-Based Intelligent
Decision Support System to Support Clinical Management and Research.
Dalam http:// www. diee. unica. it/ biomed05/ pdf/ W22-102. pdf
(Diakses 22 Juli 2011).
Fukuyama, F. 2001. Social Capital, Civil Society and Development. Third World
Quarterly, Vol 22, No 1, pp 7– 20.
Garda. 2011. The Art and Science Cash Logistics Technology. Listening,
Learning
And
Delivering
the
Right
Solutions.
Dalam
http://www.gardacashlogistics.com/media /newsletter/Smart_Info_Letter__2009-10-01.pdf (Diakses 22 Juli 2011)
Glenardi, G. 2004 Pembiayaan Bisnis Perberasan di Indonesia. Lokakarya
Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi. Jakarta, 20 –
21 Juli. F-Technopark Fateta-IPB, Bogor.
Goel. V., S. Bhaskaran. 2007. Marketing Practices and Distribution System of
Rice in Punjab, India. Journal of International Food & Agribusiness
Marketing, Vol. 19 (1).
Gulsen, A.K.,I. Sevinc, O. Coskun. 2010. The Fuzzy ART Algorithm: A
Categorization Method for Supplier Evaluation and Selection. Expert
Systems with Applications. Vol. 37 Issue 2, p1235-1240, 6p.
Gumbira-Sa'id, E. dan G. C. Dewi. 2004. Infrastruktur Bisnis Sentra Agribisnis
Perberasan : Suatu Gagasan Berbasis Patok Duga. Lokakarya Nasional
Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi. Jakarta, 20 – 21 Juli. FTechnopark Fateta-IPB, Bogor.
152
Gumbira-Sa'id, E., T. Bantacut, R. Hasbullah. 2007. Manajemen Rantai Pasok
Beras dan Fitur Terminal Agribisnis Biji-Bijian. Agrimedia, Majalah
Agribisnis, Manajemen dan Teknologi. Desember Vol.12 – No.2.
Gunasekaran, A. C. Patel, R. E. McGaughey. 2004. A framework for Supply
Chain Performance Measurement. International Journal Production
Economics 87 (2004) 333–347
Gilliland, M. 2003. Fundamental Issues in Business Forecasting. Journal of
Business Forecasting.
Hadi, P.U, B. Wiryono. 2005. Dampak Kebijakan Proteksi Terhadap Ekonomi
Beras di Indonesia. Jurnal Agroekonomi Vol. 23 No 2.
Hadi, S., Budiarti, T. 2004. Industri Benih Padi Indonesia Saat Ini dan Masa
Depan. Lokakarya Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan
Padi. Jakarta, 20 – 21 Juli. F-Technopark Fateta-IPB, Bogor.
Hafirudin, I., D. Surjasa, S. Adisuwiryo. 2006. Peningkatan Efisiensi dan
Efektifitas Sistem Transportasi PT. EA Menggunakan Vehicle Routing
Problem Dengan Metode Simulated Annealing. Jurnal Teknik Industri –
Usakti. Juni, Volume 2 Nomor 2.
Halim, S., A. M. Wibisono. 2000. Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk
Peramalan. Jurnal Teknik Industri Vol. 2, no. 2. Jurusan Teknik Industri,
Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra.
Hanaa, S.E., H. A. Gabbar, S. Miyazaki. 2009. A Hybrid Statistical GeneticBased Demand Forecasting Expert System. Expert Systems With
Applications. Vol. 36 Issue 9.
Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2 untuk SMK. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Hasan, F. 2008. Dalam http://www.indef.or.id/news.asp?NewsID=29. Tekan
Biaya Produksi Periksa Data Stok Riil Beras Yang Ada di Lapangan.
Kompas, Kamis 17 April 2008. (Diakses 16 Mei 2008).
Hasbullah, R. 2007. Gerakan Nasional Penurunan Susut Pascapanen. Agrimedia,
Majalah Agribisnis, Manajemen dan Teknologi. Desember Vol.12 – No.2.
Haykin, S.1994. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Jaringan_saraf_tiruan. Neural
Networks: A Comprehensive Foundation 2nd. New York : Macmillian
Publishing Company. (Diakses 23 Oktober 2007).
Heerink, N., F. Qu, M. Kuiper, X. Shi, S. Tan. 2007. Policy Reforms, Rice
Production and Sustainable Land Use in China : A Macro–micro Analysis.
Agricultural Systems 94. 784–800.
153
Hsu, B. M., Chiang, C.Y., Shu, M.H. 2010. Supplier Selection Using Fuzzy
Quality Data and Their Applications to Touch Screen. Expert Systems with
Applications. Vol. 37 Issue 9, p 6192-6200.
Iklar, G.I., E. Alptekin, G. Buyukozkan. 2007. Application of a Hybrid Intelligent
Decision Support Model in Logistics Outsourcing. Computers & Operations
Research. New York: Dec 2007. Vol. 34, Iss. 12.
Irawan. 2005. Analisis Ketersediaan Beras Nasional : Suatu Kajian Simulasi
Pendekatan Sistem Dinamis. Prosiding Multifungsi Pertanian.
Jadidi, O., T. S. Hong, F. Firouzi, R. M. Yusuff. 2008. An Optimal Grey Based
Approach Based on TOPSIS Concepts for Supplier Selection Problem.
International Journal of Management Science and Engineering Management
Vol. 4, No. 2, pp. 104-117.
Jahanshahloo, G.R., F.H. Lot
fi, M. Izadikhah. 2006. Extension of the TOPSIS
Method for Decision-making Problems with Fuzzy Data. Applied
Mathematics and Computation 181. p. 1544–1551
Jain, L. C., N.M. Martin. 1998. Fusion of Neural Networks, Fuzzy Systems and
Genetic Algorithms: Industrial Applications. CRC Press.
Johnson, J. C. 1996. Contemporary Logistics. 6th edition. Prentice Hall.
Johnston, S. F., J. P. Gostelow, W. J. King. 2000. Engineering and Society.
Prentice Hall, Inc.
Jones, E.R. 2005. Forecasting The Easy Way. Visual Numerics, Inc. Corporate
Headquarters 12657 Alcosta Blvd., Suite 450. San Ramon, CA 94583.
Juang, Y. S., S. S. Lin, H. P. Kao. 2007. Design and Implementation of a Fuzzy
Inference System for Supporting Customer Requirements. Expert Systems
with Applications 32, 868–878.
Kahforoushan, E. , M. Zarif, E. B. Mashahir. 2010. Prediction of Added Value of
Agricultural Subsectionsusing Artificial Neural Networks: Box-Jenkins and
Holt-Winters Methods. Journal of Development and Agricultural Economics
Vol. 2(4), pp. 115-121.
Kannan, G.,S. Pokharel, P. S. Kumar. 2009. A Hybrid Approach Using ISM and
Fuzzy TOPSIS for the Selection of Reverse Logistics Provider. Resources,
Conservation and Recycling 54, 28–36.
Karimi, M. S., Z. Yusop, S. H. Law. 2009. Location Decision for Foreign Direct
Investment in ASEAN Countries (A TOPSIS Approach) at
http://mpra.ub.uni-muenchen.de/15000/ MPRA Paper No. 15000. (Diakses
3 May 2009).
154
Karoo, R. 2011. Military Logistics: A Brief History. Dalam
http://www.rickard.karoo.net/articles/concepts_logistics.html. (Diakses 22
Juli 2011).
Kelvin, A. 2011. Performance Measurement. Dalam http://www.
businessballs.com/dtiresources/performance_measurement_management.pdf
(Diakses 4 Juni 2011).
Khudori.
2008.
Dalam
http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?
id=333435&kat_id =16&kat_id1=&kat_id2=. HPP dan Kesejahteraan
Petani, Sabtu, 10 Mei 2008. (Diakses 29 Mei 2008).
Kleinau, P., U. W. Thonemann. 2004. Deriving Inventory Control Policies With
Genetic Programming. OR Spectrum (2004) 26 : 521 – 546 Springer-Verlag.
Knorringa, P., I. V. Staveren. 2006. Social Capital for Industrial Development :
Operationalizing The Concept. United Nations Industrial Development
Organization. Institute of Social Studies, the Netherlands.
Krishnamurti, B. 2008. Dalam http://www.indef.or.id/news.asp?NewsID=32.
Ketahanan PanganTinggalkan Pendekatan Komoditas, Kamis, 24 April
2008. (Diakses 16 Mei 2008).
Krose, B., P.V. Der Smagt. 1996. An Introduction to Neural Networks. 8th
Edition. University of Amsterdam.
Kumar PC., E. Walia. 2006. Cash Forecasting: An Application of Artificial
Neural Networks in Finance. International Journal of Computer Science &
Applications. Vol. III, No. I, pp. 61 – 77.
Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Graha
Ilmu.
La Londe, B. 1994. Evolution of the Integrated Logistics Concept. Dalam
Robeson, J. F. The Logistics Handbook. The Free Press.
Lapide, L. 2011. What About Measuring Supply Chain Performance? Dalam
http://ftp.gunadarma.ac.id/idkf/idkf-wireless/aplikasi/e-commerce/lapide.pdf
(Diakses 25 Agustus 2011)
Latif, M.A., M.Y. Ali, M.R. Islam, M.A. Badshah, M.S. Hasan. 2009. Evaluation
of Management Principles and Performance of The System of Rice
Intensification (SRI) in Bangladesh. Field Crops Research 114. 255–262.
Lau, H.C.W., W. K. Pang, C. W.Y. Wong. 2002. Methodology for Monitoring
Supply Chain Performance : a Fuzzy Logic Approach. Logistics Information
Management, Vol. 15 Iss: 4, pp.271 - 280
Leun, Y. , Y. Lee. 2000. Intelligent Decision Support System for Environmental
Management – System and Applications in the South China Region. The
155
12th Annual Colloquium of the Spatial Information Research Centre
University of Otago, Dunedin, New Zealand.
Levi, D. S., P. Kaminsky, E. S. Levi. 2003. Designing and Managing the Supply
Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies. Singapore: Irwin McGrawHill.
Lim, M.H., Y.L. Xu. 2005. Applicaton Of Evolutionary Algorithm in Supply
Chain Management. International Journal of Computers, Systems and
Signals, Vol. 6, No. 1.
Lin, S.W., V. F. Yu, S.Y. Chou. 2009. Solving the Truck and Trailer Routing
Problem Based On a Simulated Annealing Heuristic. Computers &
Operations Research 36 : 1683 – 1692.
Liu, K.F.R., S.C. Huang, H.H. Liang. 2007. A Qualitative Decision Support for
Environmental Impact Assessment Using Fuzzy Logic . International
Society for Environmental Information Sciences. Environmental Informatics
Archives , Volume 5, 469-479.
Lotfi, F. H., T. Allahviranloo, M. A. Jondabeh, N. A. Kiani. 2007. A New Method
for Complex Decision Making Based on TOPSIS for Complex Decision
Making Problems with Fuzzy Data. Applied Mathematical Sciences, Vol. 1,
no. 60, 2981 – 2987.
Macal, C.M. 2005. Model Verification and Validation, Workshop on Threat
Anticipation : Social Science Methods and Models. Center for Complex
Adaptive Agent Systems Simulation (CAS2) Decision & Information
Sciences Division. The University of Chicago and Argonne. National
Laboratory. April 7-9.
Mahmoodzadeh, S, J. Shahrabi, M. Pariazar, M. S. Zaeri. 2007. Project Selection
by Using Fuzzy AHP and TOPSIS Technique. World Academy of Science,
Engineering and Technology 30.
Makridakis, S., S.C. Wheelwright, R.J. Hyndman. 1998. Forecasting, Methods
and Applications. 3rd Edition, John Wiley and Sons, Inc.
Malian, A.H., S. Mardianto, M. Ariani. 2204. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Produksi, Konsumsi dan Harga Beras Serta Inflasi Bahan Makanan. Jurnal
Agro Ekonomi. Volume 22 No.2.
Mardianto, S., M. Ariani. 2004. Kebijakan Proteksi dan Promosi Komoditas Beras
di Asia dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Analisis Kebijakan
Pertanian. Vol 2 No. 4.
Marimin. 2005. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Grasindo. Jakarta
156
Marks, D. 2010. Unity or Diversity? On The Integration and ficiency
Ef
of Rice
Markets in Indonesia 1920–2006. Explorations in Economic History 47.
310–324.
Martin, S.L. 2010. Analysis of Prospective Airline Mergers Using a Simulated
Annealing Model.Journal of Air Transport Management . doi:10.1016.
Mateou, N.H., A.S. Andreou. 2008. A Framework for Developing Intelligent
Decision Support Systems Using Evolutionary Fuzzy Cognitive Maps.
Journal of Intelligent & Fuzzy Systems 19, p. 151–170.
Mathworks. 2011. Fuzzy Inference System. Dalam http://www.mathworks.com/
help/toolbox/ fuzzy/fp351dup8.html (Diakses 22 Juli 2011).
McGourty, J., C. Sebastian, W. Swart. 2011. Performance Measurement and
Continuous Improvement of Undergraduate Engineering Education Systems.
Dalam www.gatewaycoalition. org/files/FIE1183_v95.doc (Diakses 22 Juli
2011).
McGrath, R. Jr., W. L. Sparks. 2005. The Importance Of Building Social Capital.
Quality Progress. February.
Michalewicz, Z., M. Schmidt, M. Michalewicz, C. Chiriac. 2005. Case Study: An
Intelligent Decision-Support System. Vol. 20, No. 4 July/August. 15411672/05. IEEE Intelligent Systems. IEEE Computer Society.
Microsoft. 2011. Visual Basic 6. Dalam
http://www.brothersoft.com/downloads/borland-delphi-7.html (Diakses 25
Agustus 2011)
Mouli, K., J. Srinivas, K.V. Subbaiah. 2006. Optimisation and Output Forecasting
Using Taguchi-Neural Network Approach. IE(I) Journal−PR. Vol 86.
Moengin, P., Wiryanto. 2009. Laporan Pengembangan Pengukuran Ketahanan
Nasional. Tim Pengembangan Laboratorium Pengukuran Ketahanan
Nasional Tahap IV. Lemhannas RI.
Moore, A. W. 2011. Iterative Improvement Search Hill Climbing, Simulated
Annealing, WALKSAT and Genetic Algorithms. School of Computer
Science Carnegie Mellon University. Dalam http://www.autonlab.org/
tutorials/hillclimb.html (Diakses 27 Juli 2011).
Moustier, P., P.T.G. Tam, D.T. Anh, V.T. Binh, N.T.T. Loc. 2010. The Role of
Farmer Organizations in Supplying Supermarkets with Quality Food in
Vietnam. Food Policy. Vol. 35 Issue 1, p. 69-78.
Munakata, T. 2008. Fundamentals of the New Artificial Intelligence : Neural,
Evolutionary, Fuzzy and More. Second Edition. Springer-Verlag, London.
157
Nainggolan, K. 2007. Perberasan Sebagai Bagian Dari Ketahanan Pangan
Nasional. Agrimedia, Majalah Agribisnis, Manajemen dan Teknologi.
Desember Vol.12 – No.2.
Nazeran, H., A. Almas, K. Behbehani, J. Burk, E. Lucas. 2001. A Fuzzy Inference
System for Detection of Obstructive Sleep Apnea. Proceeding 23rd Annual
Conference IEEE/ EMBS, October 25 – 28, Istambul, Turkey.
Negnevitsky, M. 2002. Application of An Expert System for Assessment of The
Short Time. Pearson Education.
Neuro
AI.
2011.
Supervised
Learning.
Dalam
http://www.
learnartificialneuralnetworks. com/#Intro (Diakses 25 Juli 2011).
NFES. 2006. National Forum on Education Statistics - Forum Guide to Decision
Support Systems: A Resource for Educators (NFES 2006–807). U.S.
Department of Education. Washington, DC: National Center for Education
Statistics.
Nirupam, J., S. Rajagopalan, Karimi. 2002. Agent-based Supply Chain
Management. Computers & Chemical Engineering. Vol. 26 Issue 12.
Nurmalina, R. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem
Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi,
Volume 26 No. 1.
Nofrisel. 2009. Keterkaitan Strategik Antara Pendekatan Network-Based
Management Terhadap Kualitas Pelayanan dan Kinerja (Sebuah Studi
Membangun Daya Saing Sektor Logistik di Indonesia). Disertasi Doktor
Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Indonesia.
Oktavina, D., A.A. Mattjik, B. Waryanto. 2002. Modifikasi Model Peramalan
Produksi Padi Nasional. Forum Statistika dan Komputasi. Vol 7 No. 2.
Olugu, E. U., K. Y. Wong. 2009. Supply Chain Performance Evaluation : Trends
and Challenges. American Journal of Engineering and Applied Sciences 2
(1) : 202-211. ISSN 1941-7020.
Osman, I. H. 1993. Metastrategy Simulated Annealing and Tabu Search
Algorithm for Vehicle Routing Problem. Annals of Operation Research 41 :
421 – 451.
Patiwiri, A. W. 2004. Kondisi dan Permasalahan Pengolahan Padi di Indonesia.
Prosiding Lokakarya Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah
Pengolahan Padi. Jakarta, 20 – 21 Juli. F-Technopark Fateta-IPB, Bogor.
Patiwiri, A. W. 2006. Kemitraan Dalam Upaya Peningkatan Kuantitas dan
Kualitas Produksi Padi. Prosiding Lokakarya Nasional. Peningkatan Daya
Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas. Fateta-IPB, Bogor.
158
Patuelli, R., A. Reggiani, P. Nijkamp, U. Blien. 2006. New Neural Network
Methods for Forecasting Regional Employment. The Tinbergen Institute,
The Institute for Economic Research of The Erasmus Universiteit
Rotterdam, Universiteit van Amsterdam, and Vrije Universiteit Amsterdam.
Perdana, T.,T. W. Avianto. 2008. Analisis Kebijakan Pengembangan Sistem
Rantai Pasokan Industri Perberasan dengan Pendekatan System Dynamics.
Proceedings of Joint Seminar Japan – Indonesia, Seminar on Technology
Transfer (JITT) & National Seminar on Industrial System Planning 2008
(SNPSI 2008). 301-313. Institut Teknologi Bandung.
Piramuthu, S. 2005. Machine Learning for Dynamic Multi-product Supply Chain
Formation. Expert Systems with Applications. Vol. 29 Issue 4.
Pongpaibool, P., P. Tangamchit, K. Noodwong. 2007. Evaluation of Road Traffic
Congestion Using Fuzzy Techniques. International Technical Conference.
TENCON 2007 – IEEE Region 10 Conference.
Prakash, K. 2010. A Systems Approach for Dealing with Resistance to Change:
With Reference to Library and Information Professionals Working in
Academic and Research Sector Libraries in India. Journal of Emerging
Trends in Computing and Information Sciences . Vol. 1, No. 2, October.
ISSN 2218-6301.
Rahman , S. A. 2010. Application of Artificial Neural Network in Fault Detection
Study of Batch Esterification Process. International Journal of Engineering
& Technology IJET-IJENS Vol: 10 No: 03
Rangkuti. P.A. 2009. Strategi Komunikasi Membangun Kemandirian Pangan.
Jurnal Litbang Pertanian, 28(2).
Razmi, J., M. Songhori, M. Khakbaz. 2009. An Integrated Fuzzy Group Decision
Making/Fuzzy Linear Programming (FGDMLP) Framework for Supplier
Evaluation and Order Allocation. International Journal of Advanced
Manufacturing Technology. Vol. 43 Issue 5/6, p 590-607.
Regensburg. 2011. Figure of Backpropagation Neural Network. Dalam
http://fbim.fh-regensburg.de/~saj39122/jfroehl/diplom/fig/bpn.gif (Diakses
25 Juli 2011).
Romaniello, V., P. Renna, V. Cinque. 2011. A Continuous Improvement and
Monitoring Performance System: Monitor - Analysis - Action – Review
(MAAR) Charts. IBIMA Publishing IBIMA Business Review . Article ID
917557, 15 pages DOI: 10.5171/2011.917557.
Rounds , S. A. 2002. Development of A Neural Network Model for Dissolved
Oxygen in The Tualatin River, Oregon. Proceedings of the Second Federal
Interagency Hydrologic Modeling Conference, Las Vegas, Nevada, July 29
159
– August 1 : Subcommittee on Hydrology of the Interagency Advisory
Committee on Water Information.
Rurkhamet, B. 1998. Comparative Study of Artificial Neural Network and
Regression Analysis for Forecasting New Issued Banknotes. Thammasat
International Journal Science Technology, Vol.3, No.2.
Rusastra, I.W., B. Rachman, Sumedi, T. Sudaryanto. 2004. Struktur Pasar dan
Pemasaran Gabah Beras dan Komoditas Kompetitor Utama.
Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Dalam
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/pros-09_2004.pdf
(Diakses
28.10.10).
Rutner, S. M. 2007. Principles of Transportation - LOGT 3231 – Business
Logistics Additional Chapter.
Saaty, T. L. 2008. Decision Making With The Analytic Hierarchy Process.
International Journal Services Sciences, Vol. 1, No. 1.
Sachdeva, A., D. Kumar , P. Kumar . 2009. Multi-factor Failure Mode Critically
Analysis Using TOPSIS . Journal of Industrial Engineering International,
January, Vol. 5, No. 8, 1-9 .
Salim, N., N.A. Husin. 2008. A Comparative for Back Propagation Neural
Network and Nonlinear Regression Models for Predicting Dengue Outbreak.
Jurnal Teknologi Maklumat, 20 (4). pp. 97-112. ISSN 0128-3790
Sarangi, A, M. Singh, A.K. Bhattacharya, A.K. Singh. 2006. Subsurface Drainage
Performance Study Using SALTMOD and ANN Models. Agricultural
Water Management 84, 240–248.
Sawit, M.H. 2005. Melindungi Industri Padi/ Beras : Menerapkan Tarif Kuota dan
Memerankan State Trading Enterprise (STE) . Analisis Kebijakan Pertanian
Vol. 3 No. 4.
Sawit, M.H. 2009. Praktek Subsidi Ekspor Beras di Negara Lain : Mungkinkah
Diterapkan Di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol 7 No. 3.
Sawit, M.H. 2010. Reformasi Kebijakan Harga Produsen dan Dampaknya
Terhadap Daya Saing Beras. Artikel JER - No. 108/7 - 2010-07-10. Dalam
http://www.ekonomirakyat. org/_artikel. php?id=7 (Diakses 22 Juli 2011)
Scheffert, D. R., J. Horntvedt, S. Chazdon. 2009. Social Capital and Our
Community. University of Minnesota, Extension Center for Community
Vitality.
Segura, D.A.G., L.D. Anghel. 2011. An Exploratory Study of The Effect of Social
Capital On Supply Chain Relationships: The Case of Romania. Marketing
and Management. Dalam www. managementmarketing.ro /pdf /articole /89.
pdf (Diakses 27 Juli 2011).
160
Seminar, K. B., Marimin dan N. Andarwulan. 2010. Sistem Deteksi Dini untuk
Manajemen Krisis Pangan dengan Simulasi Model Dinamik dan Komputasi
Cerdas. Manajemen Krisis. ISBN: 978-979-493-246-5. IPB Press. Bogor.
Shannon, J. T. 2011. The Systems Approach. Lord Fairfax Community College,
Warrenton VA Campus.
Silvia, E. 2007. Disain Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Kualitas Gula
Kristal Putih di Indonesia. Tesis Magister Sains, Program Studi Teknologi
Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Sivarao, P. Brevern, N.S.M. El-Tayeb, V.C.Vengkatesh. 2009. Mamdani Fuzzy
Inference System Modeling to Predict Surface Roughness in Laser
Machining. International Journal of Intelligent Information Technology
Application, 2(1):12-18.
Smith, S. W. 1999. Dalam http://www.dspguide.com/ch26/2.htm. The Scientist
and Engineer's Guide to Digital Signal Processing. Second Edition.
California Technical PublishingSan Diego, California. (Diakses 15
Desember 2008).
Sonar, R. M. 2009. Business Intelligence for N=1 Analytics using Hybrid
Intelligent System Approach. International Journal of Business, Economics,
Finance and Management Sciences 1:2.
Stock, J. R., D. M. Lambert. 2001. Strategic Logistics Management. 4th edition.
The Mc Graw-Hill Book Co, Singapore.
Suhardi, B., Sutrisno. 2009. Dalam http://litbang.patikab.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=64:dilematis-kebijakan-harga-berasdi-tingkat-petani&catid=71:dilematis-kebijakan-harga-beras-di-tingkatpetani&Itemid=109. Dilematis Kebijakan Harga Beras di tingkat Petani.
(Diakses 27 November 2009).
Sukardi. 2009. Masalah Kebaruan Dalam Penelitian Teknologi Industri Pertanian.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Asosiasi Agroindustri Indonesia –
Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.
Sukidi, N. 2010. Peluang dan Tantangan Perdagangan Komoditas Pangan di Pasar
Induk Cipinang. Workshop Pengembangan Distribusi Pangan Melalui
Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pangan Badan Ketahahan Pangan
Provinsi Jawa Timur Surabaya.
Sumarno. 2006. Pentingnya Setiap Propinsi Ber-swasembada Beras. Sinar Tani :
Edisi 1-7 Maret. No. 3139.
Suparmin. 2005. Analisis Ekonomi Perberasan Nasional : Peran BULOG Dalam
Stabilisasi Harga Beras di Pasar Domestik. Disertasi Doktor Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
161
Suswono. 2010. RI Usulkan Beras APTERR untuk Atasi Masalah Harga. Dalam
http://bataviase.co.id/node/666141. Diakses 2 Juni 2011.
Tay, K. M., C.P. Lim . Enhancing the Failure Mode and Effect Analysis
Methodology with Fuzzy Inference Techniques. 2010. Journal of Intelligent
& Fuzzy Systems 21, 135–146.
Tkacz, G., S. Hu. 1999. Forecasting GDP Growth Using Artificial Neural
Networks. Department of Monetary and Financial Analysis Bank of Canada
Ottawa, Ontario, Canada K1A 0G9.
Toth, P. D. Vigo. 2001. The Vehicle Routing Problem. Society for Industrial and
Applied Mathematics. Philadelphia.
Tran, C., A. Abraham, L. Jain. 2004. Decision Support Systems Using Hybrid
Neurocomputing. Neurocomputing 61.85 – 97.
Traudes, M.K., S. Scheider, S. Rüping, H. Meßner. 2008. Spatial Data Mining for
Retail Sales Forecasting. 11th
AGILE International Conference on
Geographic Information Science. University of Girona, Spain.
Turban, E., J.E. Aronson dan T.P. Liang. 2005. Decision Support and Intelligent
Systems, Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall.
USDA. 2008. Dalam http://www.ers.usda.gov/Briefing/Rice/ 2008baseline. htm.
Grain: World Markets and Trade. Foreign Agricultural Service Circular
Series FG 07-08 July. (Diakses 13 Agustus 2008).
Wang, C. E. 2006. Supply Chain Inventory Strategies Using Fuzzy Neural
Network. JCIS Proceedings, Advances in Intelligent Systems Research
Welirang, F. 2008. Dalam http://www.indef.or.id/news.asp?NewsID=32.
Ketahanan Pangan Tinggalkan Pendekatan Komoditas, Kamis, 24 April
2008. (Diakses 16 Mei 2008).
Wellstead, P. E. 2000. Introduction to Physical System Modelling. Control
Systems Principles Laser Words, Chennai India.
Widyadana, I. G. A., A. Pamungkas. 2002. Perbandingan Kinerja Algoritma
Genetika dan Simulated Annealing Untuk Masalah Multiple Objective Pada
Penjadwalan Flowshop. Jurnal T. Industri Vol. 4, no. 1, Juni : 26 – 35.
Winarno, F. G. 2004. GMP Dalam Industri Penggilingan Padi. Prosiding
Lokakarya Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi.
Jakarta, 20 – 21 Juli. F-Technopark Fateta-IPB, Bogor.
Wirdianto, E., Jonrinaldi, B. Surya. 2007. Penerapan Algoritma Simulated
Annealing Pada Penjadwalan Distribusi Produk. Optimasi Sistem Industri,
Vol. 7 No. 1, Oktober 10 : 7 – 20.
162
Woolcock, M., D. Narayan. 2000. Social Capital : Implications for Development
Theory, Research, and Policy. The World Bank Research Observer, Vol.
15(2).
Wu, M. 2007. Topsis-AHP Simulation Model and Its Application to Supply Chain
Management. World Journal of Modelling and Simulation. Vol 3 No 3 pp
196 – 201.
Yam, R.C.M. 2001. Intelligent Predictive Decision Support System for ConditionBased Maintenance. International Jounal Advanced Manufacturing
Technology 17:383–391. Springer-Verlag London Limited.
Yang, J., M. Xu, Z. Gao. 2009. Sensitivity Analysis of Simulated Annealing for
Continuous Network Design Problems . Journal of Transportation Systems
Engineering and Information Technology Volume 9, Issue 3, June.
Yeun, L. C., W. R. Ismail, K. Omar, M. Zirour. 2008. Vehicle Routing Problem :
Models and Solutions. Journal of Quality Measurement and Analysis,
JQMA 4(1) : 205-218
Yong, D. 2006. Plant Location Selection Based on Fuzzy TOPSIS. International
Journal Advance Manufacturing Technology. Vol 28: 839–844.
Zhang, Z., J. Lei, N. Cao, K. To, N. Kenpo. 2008. Dalam
http://www.pbsrg.com/overview/downloads/Zhiming%20Zhang_Evolution
%20of%20Supplier%20Selection%20Criteria%20and%20Methods.pdf.
(Diakses 6 November 2008).
Xi, Zi., J. Liu, X. Zhang. 2005. Railway Empty Wagon Distribution in China.
Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 5,
pp. 272 – 284.
Download