Lembar Pengumpul Data Penelitian - Journal | Unair

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma adalah penyebab utama kematian pada penderita usia 5 – 44 tahun
diseluruh dunia. Tahun 2002, di Eropa didapatkan 800.000 kematian akibat
trauma.1,2 Angka kematian akibat trauma di Indonesia menurut laporan tahunan
PT. Jasa Raharja tahun 2010 mencapai 33.671 kematian.3 Kematian yang terjadi
sebagian besar karena perdarahan yang tidak teratasi.1,2
Angka kematian ibu di Indonesia akibat perdarahan mencapai 28%.4
Kematian ini seharusnya bisa dicegah dan ditanggulangi bila tersedia pelayan
kesehatan yang bisa mengembalikan volume cairan intravaskular yang
bersirkulasi dengan cepat, menggunakan cairan kristaloid, koloid gabungan
kristaloid dan koloid atau darah.
Tujuan utama resusitasi pada perdarahan adalah menghentikan sumber
perdarahan dan menggembalikan volume darah intravaskuler yang bersirkulasi,
karena oksigenasi jaringan tidak akan terganggu selama volume yang bersirkulasi
terjaga walau kadar hemoglobin rendah.5 Jumlah cairan resusitasi
yang bisa
diberikan kepada penderita sangat tergantung kepada jumlah perdarahannya,
namun pada suatu titik didapatkan bahwa perlu di lakukan transfusi darah untuk
menyelamatkan hidup penderita.6
Transfusi darah adalah tindakan mentransferkan komponen darah atau darah
dari satu orang (donor) ke dalam aliran darah orang lain (penerima). Transfusi
dilakukan sebagai tindakan menyelamatkan hidup dengan menggantikan sel darah
atau produk darah yang hilang akibat perdarahan.7
2
Tanda - tanda klinis adanya peningkatan kebutuhan oksigen seperti
takikardia, sesak nafas (takipneu), pusing, lemah, penurunan tekanan darah dan
adanya gangguan kesadaran merupakan pedoman untuk memulainya transfusi
darah selain pemeriksaan laboratorium.8
Transfusi darah bisa ditangguhkan sampai kadar Hb penderita dibawah 7
g/dL. Angka kematian tidak ada peningkatan pada penderita yang dirawat di ICU
pada kadar Hb 7g/dL, namun angka kematian meningkat tajam pada kadar Hb 5-6
g/dL hingga mencapai 9%.9
Data bank darah RSU. Dr. Sutomo, dilain pihak menyebutkan bahwa
selama periode tahun 2010 dan 2011, ROI/IRD dr Sutomo mengembalikan darah
yang tidak terpakai 200 kantung lebih per bulannya.10
Penelitian yang dilakukan Palupi tahun 2006 mendapatkan bahwa
Overestimasi perdarahan dan transfusi yang kurang tepat adalah faktor penyebab
banyaknya darah yang dikembalikan.11
Perdarahan mempengaruhi keseimbangan oksigen demand dan suply
dalam tubuh kita, bila perdarahan makin banyak dan tidak terkompensasi maka
oksigen suply menurun.5 Resusitasi yang berhasil mengembalikan parameter
klinis seperti tensi, nadi, perfusi dan produksi urin pada 85% penderita perdarahan
ternyata belum tentu memperbaiki oksigenasi jaringan sampai tingkat yang
adekuat. Metabolik asidosis dengan nilai base excess lebih dari -2 masih
didapatkan pada penderita tersebut.12
Base excess (BE) merupakan hasil dari metabolisme asam piruvat yang
terjadi secara anaerob pada hipoperfusi jaringan akibat perdarahan yang tak
teratasi. BE meningkat akan menyebabkan asidosis metabolik yang akhirnya
3
meningkatkan angka kematian. Hal ini merupakan penyebab pentingnya
pemeriksaan Analisis Gas Darah untuk melihat nilai BE sebagai safety measure
pada penderita dengan perdarahan.13
Fakta–fakta
yang
kontradiktif
tersebut
mendorong
peneliti
untuk
menganalisa tingkat rasionalitas transfusi darah terhadap penderita yang menjalani
operasi di instalasi rawat darurat RSU dr. Sutomo dengan dasar kondisi klinis,
Estimated Blood Lost, Hemoglobin, Hematokrit pra dan pasca transfusi dengan
Analisis Gas Darah dan base excess sebagai safety measure.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tingkat rasionalistas transfusi darah pada penderita yang
menjalani operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr. Sutomo?
2. Bagaimanakah tingkat rasionalitas Base excess dan analisa gas darah
sebagai salah satu safety measure transfusi darah pada penderita yang
menjalani operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr. Sutomo?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Menganalisis tingkat rationalitas transfusi darah dan safety measure
tranfusi darah pada pelayanan gawat darurat
1.3.2
Tujuan khusus
1. Menganalisis tingkat rationalitas transfusi darah pada penderita yang
menjalani operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr. Sutomo
2. Menganalisis tingkat rationalitas analisa gas darah dan base excess
sebagai safety measure transfusi darah pada penderita yang menjalani
operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr. Sutomo
4
1.4
Manfaat Penelitian
1. Bagi peserta didik
a.
Memahami indikasi, resiko serta dasar yang rational untuk
melakukan transfusi pada penderita yang menjalani operasi di
instalasi rawat darurat RSU. Dr Sutomo
b.
Memahami tata cara transfusi yang benar
c.
Memahami resiko transfusi dan cara mengatasinya
2. Bagi Rumah Sakit dr. Sutomo
a.
Memberikan masukan untuk mengevaluasi pemesanan darah dan
transfusi pada penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat
darurat RSU. Dr Sutomo
b.
Memberikan masukan untuk menyusun algoritma atau guidelines
pemesanan darah dan transfusi pada penderita yang menjalani
operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr Sutomo
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respon Fisiologis pada Perdarahan
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan,
lama perdarahan dan keadaan penderita sebelum perdarahan. Penderita dewasa
muda yang sehat dengan perdarahan 10% dari jumlah estimated blood volume
(EBV) tidak mengalami perubahan frekuensi nadi, tekanan darah, sirkulasi perifer
dan tekanan vena sentral. Penderita dengan perdarahan 30% EBV akan
merangsang reseptor di jantung untuk mendeteksi penurunan volume, lalu
menstimulasi sistem saraf simpatik lewat pusat vasomotor yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga perpindahan cairan ke dalam ruang interstitial berkurang
dan perfusi ginjal menurun yang menyebabkan retensi air dan ion Na+.
Mekanisme ini mengembalikan volume intra vaskular menuju normal dalam 12
jam. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%.6
Perdarahan dengan jumlah di bawah 30% EBV atau kadar hematokrit di
atas 20%, masih dapat diganti dengan cairan kristaloid atau yang komposisinya
sama dengan darah. Ringer laktat adalah salah satu jenis kristaloid yang
komposisinya sama dengan darah. Transfusi darah diperlukan bila kehilangan darah
lebih dari 30% dan didapatkan tanda-tanda hipoksia jaringan.8,14
Respon tubuh terhadap perdarahan disarikan oleh American College of
Surgeons menjadi empat tingkat sesuai dengan jumlah perdarahan dan respon
fisiologis berupa tanda klinis yang kita bisa evaluasi.1
6
Tabel 2.1. Klasifikasi perdarahan berdasarkan american college of surgeon
disadur dari Spahn DR. Et al, Management of bleeding following a major trauma : a European
guideline, Critical care, 2007 (11) : R17
Respon fisiologis tubuh kita terhadap perdarahan akut yang dialami adalah
dengan mengaktifkan empat sistim fisiologis utama, yaitu: sistem hematologi,
sistem kardiovaskular, sistem ginjal dan sistim neuroendokrin.8 Kompensasi yang
dilakukan:
1. Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah akut yang berat dengan
cara mengaktivasi kaskade koagulasi dan mengkonstriksikan pembuluh darah
yang mengalami pendarahan
melalui pelepasan tromboksan A2 lokal.
Tromboksan A2 lokal akan mengaktivasi
platelet untuk membentuk bekuan
darah immatur pada sumber perdarahan. Sumbatan yang dibentuk akan
mengalami deposisi fibrin dan stabilisasi melalui proses subsekuen dari kolagen
yang dihasilkan pembuluh darah rusak. Waktu yang diperlukan sekitar 24 jam
untuk
pembentukan
sumbatan
fibrin
sempurna
dan
formasi
matur.5,8
2. Sistem kardiovaskular awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer.5 Respon ini terjadi akibat peningkatan
7
pelepasan norepinefrin dan penurunan nadi vagal basal yang diatur oleh
baroreseptor di arcus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh paru. Sistem
kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung,
dan ginjal namun membawa darah dari kulit, otot, dan gastro intestinal menuju ke
otak dan jantung.8 Vasokonstriksi yang terjadi dibarengi dengan menurunnya
resistensi vaskuler di periper sebagai akibat menurunnya viskositas darah.
Mekanisme lain dengan meningkatkan kontraktilitas miokard bertujuan supaya
tidak terjadi penurunan curah jantung yang terlalu banyak.11,15
3. Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan merangsang
peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen
menjadi
angiotensin
I,
selanjutnya
dikonversi
menjadi
angiotensin II oleh paru-paru dan hati. Angiotensin II memiliki dua efek utama,
yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, pertama
adalah vasokonstriksi arteriol otot polos, dan yang kedua adalah menstimulasi
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Aldosteron bertanggung jawab untuk
reabsorpsi Natrium aktif dan konservasi air sehingga volume intravaskular bisa
meningkat.8
4. Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan
sirkulasi hormon antidiuretik (ADH). ADH dilepaskan dari kelenjar Hipofisis
Posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah yang dideteksi oleh
baroreseptor
dan
penurunan
konsentrasi
Natrium
yang
dideteksi
oleh
osmoreseptor. ADH secara tidak langsung meningkatkan reabsorpsi air dan garam
(NaCl) pada tubulus distal, Ductus Colectivus dan loop of Henle.8
8
2.2 Transfusi yang Rasional
Tujuan utama dari resusitasi
pasien dengan perdarahan adalah
menghentikan sumber perdarahan dan mengembalikan volume darah yang
bersirkulasi.
Tindakan operasi dilakukan untuk menghentikan perdarahan.
Restorasi volume intravaskular dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid,
koloid atau gabungkan keduanya dan transfusi komponen darah.5
WHO menyarankan setiap pengambil keputusan untuk melakukan
transfusi melakukan pengecekan seperti dbawah ini 16 :
a. Apakah perbaikan klinis yang ingin saya capai dari pemberian transfusi
pada penderita?
b. Bisakah saya mengurangi perdarahan supaya bisa mengurangi kebutuhan
penderita akan transfusi?
c. Adakah terapi lain yang bisa saya berikan sebelum memutuskan untuk
melakukan transfusi, seperti pemberian oksigen atau cairan intra vena?
d. Apakah tanda klinis atau laboratoris yang spesifik sebagai dasar
dilakukannya transfusi?
e. Berapa besar resiko untuk transmisi HIV, Hepatitis, Syphilis atau
organisme penyebab infeksi lain yang bisa ditularkan lewat darah yang ada
untuk ditransfusikan?
f. Apakah keuntungan dilakukan transfusi lebih besar daripada resikonya
pada penderita ini?
g. Adakah solusi lain yang bisa diambil bila darah tidak tiba pada waktunya?
9
h. Adakah personel yang terlatih yang mengawasi penderita ini jika terjadi
reaksi transfusi yang akut?
i. Sudahkah saya mencatat keputusan dan alasan saya melakukan transfusi
pada status penderita dan formulir permintaan darah?
Saran di atas menunjukan bahwa transfusi sebagai salah satu terapi harus selalu
mengikuti kaidah empat tepat dan satu waspada, yaitu :
1. Tepat indikasi
2. Tepat penderita
3. Tepat volume atau tepat regimen yang diberikan
4. Tepat cara pemberian
5. Waspada efek samping.
2.2.1 Tepat Indikasi dan Penderita
Tanda dan gejala klasik anemia berat (dispnea, nyeri dada, letargi,
hipotensi, pucat, takikardia, penurunan kesadaran) sering timbul ketika
Hemoglobin sangat rendah. Tanda dan gejala anemia serta pengukuran
transportasi oksigen ke jaringan merupakan alasan transfusi yang rasional.17
Kadar
Hemoglobin dan Hematokrit
adalah
dua
faktor
penentu
dilakukannya transfusi sel darah merah selain kondisi penderita, tanda dan gejala
hipoksia, kehilangan darah, risiko anemia karena penyakit yang diderita oleh
penderita dan risiko transfusi. Beberapa faktor spesifik yang perlu menjadi
pertimbangan transfusi adalah13:
10
a. Penderita dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu
transfusi pada batas kadar Hemoglobin yang lebih tinggi.
b. Volume darah yang hilang selama masa perioperatif baik pada operasi
darurat maupun elektif, dapat dinilai secara klinis dan dikoreksi
dengan penggantian volume yang tepat.
c. Konsumsi oksigen, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab
antara lain adalah demam, anestesia dan menggigil, jika kebutuhan
oksigen meningkat maka kebutuhan untuk transfusi sel darah merah
juga meningkat.
Kadar Hemoglobin atau hematokrit dapat digunakan sebagai indikator
apakah transfusi sel darah merah dibutuhkan atau tidak pada penderita yang
menjalani operasi setelah penderita mendapat resusitasi koloid atau cairan
pengganti lainnya. Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel
darah merah13 :
a. Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hemoglobin
yang disesuaikan dengan penilaian kasus per kasus.
b. Menilai
hasil/efek
transfusi
yang
sudah
diberikan
kemudian
menentukan kebutuhan selanjutnya.
National Institute of Health Consensus Conference
pada tahun 1998
menyimpulkan bahwa bukti ilmiah yang ada tidak mendukung penggunaan
kriteria tunggal seperti kadar Hemoglobin <10g/dL untuk melakukan transfusi,
dan tidak terdapat bukti ilmiah yang menyatakan bahwa anemia ringan sampai
sedang berperan dalam meningkatkan morbiditas perioperatif.18,19
11
ACP pada tahun 1992 menyimpulkan bahwa penderita dengan tanda vital
stabil dan tidak memiliki risiko iskemia miokard atau serebral tidak memerlukan
transfusi sel darah merah. Transfusi hanya dilakukan pada penderita dengan tanda
vital tidak stabil yang memiliki risiko iskemia miokard atau serebral. Hal ini tidak
bergantung pada kadar Hemoglobin penderita.18
Kelompok kerja ASA pada tahun 1996 menyimpulkan bahwa transfusi
sangat jarang diindikasikan bila kadar Hemoglobin >10 g/dL dan hampir selalu
diindikasikan bila kadar Hemoglobin <6 g/dL, terutama pada anemia akut.
Penentuan apakah kadar Hemoglobin 6-9 g/dL membutuhkan transfusi sel darah
merah atau tidak harus berdasarkan pada risiko terjadinya komplikasi karena
oksigenasi yang tidak adekuat. Penggunaan satu nilai Hemoglobin tertentu tanpa
mempertimbangkan kepentingan fisiologis dan faktor lain yang mungkin
mempengaruhi oksigenasi tidak direkomendasikan.18
NHMRC-ASBT pada tahun 2001 merekomendasikan bahwa keputusan
untuk melakukan transfusi sel darah merah harus berdasarkan pada penilaian
klinis penderita, respons penderita terhadap transfusi sebelumnya dan kadar
Hemoglobin. Transfusi sel darah merah tidak dilakukan bila kadar Hemoglobin
>10 g/dL, kecuali jika ada indikasi tertentu. Transfusi yang dilakukan pada kadar
Hemoglobin > 10 g/dL, maka alasan melakukan transfusi harus dicatat. Penelitian
pada 84 penderita fraktur paha yang mendapat transfusi didasarkan pada gejala
atau Hemoglobin <8 g/dL dibandingkan dengan transfusi untuk mempertahankan
Hemoglobin >10 g/dL menunjukkan tidak ada perbaikan dalam rehabilitasi,
morbiditas atau mortalitas.20
12
National Blood Users Group (Irlandia) pada tahun 1999 berdasarkan
bukti ilmiah yang ada menyimpulkan bahwa penderita yang menderita penyakit
kardiovaskular dengan Hemoglobin <8 g/dL memiliki risiko lebih tinggi
morbiditas dan mortalitas perioperatif, sedangkan pada penderita yang stabil tidak
ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa mempertahankan Hemoglobin > 9g/dL
dengan transfusi darah dapat menurunkan morbiditas.20
Wu et al (2001) melakukan penelitian kohort retrospektif pada 78.974
penderita usia ≥ 65 tahun yang dirawat karena infark miokard akut. Penderita
dikelompokkan berdasarkan kadar hematokrit pada saat masuk rumah sakit (524,0%, 24,1-27,0%, 27,1-30,0%, 30,1-33%, 33,1-36,0%, 36,3-39,0%, 39,148,0%) dan dilakukan analisis data untuk menentukan apakah ada hubungan
antara transfusi darah dengan mortalitas dalam 30 hari, disimpulkan bahwa
transfusi darah berhubungan dengan angka mortalitas yang lebih rendah pada
penderita usia lanjut dengan infark miokardium akut jika hematokrit pada saat
masuk adalah 30,0% atau lebih rendah dan mungkin efektif pada penderita dengan
kadar hematokrit 33,0%.21
Neonatus yang dirawat di ICU merupakan salah satu kelompok penderita
yang paling sering mendapat transfusi, namun kelompok ini juga rentan terhadap
efek samping jangka panjang akibat transfusi darah. Transfusi dilakukan dengan
penuh keberhatian dan harus diberikan dalam jumlah adekuat untuk mengurangi
transfusi berulang dan paparan terhadap banyak donor. Data klinis yang
berkualitas tentang transfusi pada neonatus sampai saat ini masih sangat sedikit.
Transfusi sel darah merah hanya diberikan untuk meningkatkan oksigenasi,
mencegah hipoksia jaringan atau mengganti kelihangan darah akut. Rekomendasi
13
batas dasar kadar Hemoglobin untuk melakukan transfusi pada neonatus adalah
kadar Hemoglobin=10,5 g/dL dengan gejala atau Hemoglobin=13 g/dL jika
terdapat penyakit jantung atau paru atau jika diberikan terapi suplementasi O2.
Indikasi transfusi pada neonatus sangat bervariasi disebabkan adanya imaturitas
fisiologis, volume darah yang kecil dan ketidakmampuan untuk mentoleransi
stress minimal.
Keputusan untuk melakukan transfusi biasanya berdasarkan
berbagai parameter, termasuk volume darah yang hilang, kadar hemoglobin yang
diinginkan dan status klinis (dispnea, apnea, distress pernapasan).22
Gambar
2.1 Perubahan konsumsi oksigen sebagai fungsi dari deliverry oxygen
dan
hubungannya dengan derajat perdarahan, dikutip dari Gutierrez,G. Et al, clinical
Review : hemorrhagic shock
Perdarahan mempengaruhi keseimbangan oksigen demand dan suply
dalam tubuh kita, bila perdarahan makin banyak dan tidak terkompensasi maka
oksigen suply menurun.5
Resusitasi yang berhasil mengembalikan parameter
klinis seperti tensi, nadi, perfusi dan produksi urin pada 85% penderita perdarahan
14
ternyata belum tentu memperbaiki oksigenasi jaringan sampai tingkat yang
adekuat. Metabolik asidosis dengan nilai base excess lebih dari -2 masih
didapatkan pada penderita tersebut.12
Oksigenasi jaringan yang tidak adekuat menyebabkan meningkatnya
metabolisme anaerob.
Tingkat anaerob sebanding dengan kedalaman dan
beratnya syok hemoragik, di refleksikan dengan meningkatnya kadar base excess
dan asam laktat dalam arteri. Akumulasi base excess dan asam laktat berakhir
dengan terjadinya metabolik asidosis. Metabolik asidosis meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas penderita.12
Base excess bisa dinilai dengan cepat kemudian di telaah secara ekstensif
untuk menunjukan kaitannya dengan perdarahan. Penelitian menemukan bahwa
semakin besar nilai base excessnya, semakin banyak dibutuhkan darah dan cairan
untuk resusitasi penderitanya.
Base excess tidak berkorelasi dengan
meningkatnya angka kematian tapi berkorelasi erat dengan prediksi terjadinya
multiple organ failure.12
Siegel et al pada tahun 1990 melakukan penelitian pada penderita trauma
dengan perdarahan, menggunakan analisis multivariat, dia menemukan bahwa
base excess adalah faktor prediksi independent terhadap angka mortalitas
penderita yang lebih baik dibandingkan dengan asam laktat dan trauma severity
score. Nilai prediksinya meningkat bila digabungkan dengan glasgow coma
score.12
15
Metabolik asidosis dan base excess dapat menjadi sebuah pemeriksaan
laboratorium dengan nilai prediksi tinggi untuk angka mortalitas dan morbiditas
penderita trauma dengan perdarahan.
Indikasi transfusi sel darah merah secara umum adalah :
1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar
Hemoglobin (Hemoglobin) <7 g/dL, terutama pada anemia akut. Transfusi
dapat ditunda jika penderita asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki
terapi spesifik lain, maka batas kadar Hemoglobin yang lebih rendah dapat
diterima.
2. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hemoglobin 7-10
g/dL apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis dan laboratorium.
3. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hemoglobin ≥10 g/dL, kecuali bila
ada indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas
transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik
berat, penyakit jantung iskemik berat dan tekanan intra kranial
meningkat).
4. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar
Hemoglobin ≤11 g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan
hingga 7 g/dL (seperti pada anemia bayi prematur), namun jika terdapat
penyakit jantung, paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi
oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hemoglobin ≤13 g/dL
5. Di dapatkan metabolik acidosis dengan nilai base excess lebih negatif dari
-2
16
2.2.2 Tepat Regimen dan Volume
Estimasi jumlah perdarahan pada penderita yang menjalani operasi dan
masih terjadi on going loss sulit dilakukan. Cara yang bisa kita lakukan adalah
dengan mengandaikan ruang intravaskular sebagai satu kompartemen dimana
Hemoglobin berubah sesuai dengan kehilangan darah dan resusitasi cairan yang
diberikan. Kondisi klinis dan laboratoris sangat dibutuhkan untuk menentukan
volume darah yang akan di transfusikan. Nilai pasti volume darah yang harus
diberikan tidak ada, namun bisa di bantu dengan menggunakan rumus: 5
Hctf = EBV X (Hcti / (EBV + cairan yang sudah diberikan))
Keterangan :
Hctf : Hematokrit terendah yang dimungkinkan pada penderita
EBV : Estimasi volume darah penderita (BB x 70 cc)
Hcti : Hematokrit awal sebelum operasi
Pemilihan regimen sangat tergantung pada kondisi klinis penderita.24
Penderita yang menjalani operasi dengan EBL > 30% dan masih terjadi on going
loss
membutuhkan
darah
utuh
untuk
meningkatkan
Hemoglobin
dan
meningkatkan volume intravaskularnya, sementara penderita dengan anemia
isovolemik
membutuhkan darah merah
meningkatkan Hemoglobinnya.
yang dipadatkan
(PRC) untuk
17
2.2.3 Tepat Waktu dan Cara Tranfusi
Transfusi durante operasi diberikan sesuai dengan kondisi klinis
hemodinamik penderita.
Transfusi dilakukan untuk menjaga oksigenasi yang
optimal dengan hemoglobin tetap di atas batas hemoglobin kritis ( Hb > 5 gr/dL)
dan setelah perdarahan dapat dihentikan, transfusi dilanjutkan sampai tingkat
tolerable (Hb > 8 gr/dL) bahkan optimal (Hb 10 gr/dL).23
Penderita yang membutuhkan transfusi setelah anestesia umum ditunda
sampai penderita sudah sadar penuh karena anesthesia bisa mengaburkan tandatanda dan keluhan penderita akibat reaksi transfusi.23
Transfusi darah utuh dan packed red cell dilakukan menggunakan
transfusion set yang menggunakan macrofilter 170 micron untuk menyaring
gumpalan/microagregates yang terbentuk selama penyimpanan. Transfusion set
harus dipastikan benar bahwa ukuran filternya cukup besar sehingga tidak terjadi
hemolisis akibat filter yang terlalu kecil.23
2.2.4 Waspada Efek Samping Transfusi
Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian
situasi klinis yang kompleks. Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan
berdasarkan atas reaksi yang di mediasi sistem imunologi (reaksi imunologis),
tidak di mediasi sistem imunologi (non –imunologis) dan penularan penyakit
infeksi.24
18
2.2.4.1 Reaksi Imunologis
Reaksi imunologis terjadi akibat respon kekebalan tubuh penerima
komponen darah terhadap komponen darah yang diterimanya. Hal ini banyak
terjadi, dan dibagi menjadi :
a.
Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma penderita akan
melisiskan sel darah merah yang inkompatibel, meskipun volume darah
inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan
reaksi berat. Volume darah yang inkompatibel makin banyak maka akan
semakin
meningkatkan
inkompatibilitas ABO.
risiko.20,25
Penyebab
terbanyak
adalah
Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan dalam
permintaan darah, pengambilan contoh darah dari penderita ke tabung yang
belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan
ketidaktelitian memeriksa identitas penderita sebelum transfusi. Etiologi
lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma penderita melawan antigen
golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang
ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.20, 23, 25
b.
Reaksi Hemolisis Intra vaskular lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan
tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat
yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang
terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel
19
darah merah dalam plasma penderita dan pemilihan sel darah kompatibel
dengan antibodi tersebut. 20, 23, 25
c.
Urtikaria
Urtikaria meliputi 1% angka kejadian reaksi transfusi.
Urtikaria terjadi
karena entah adanya reaksi antara alergen dalam plasma donor yang bukan
berasal dari si donor dengan antibodi resipien atau reaksi alergen resipien
dengan antibodi donor yang tertransfusi.24
d.
Anafilaktik syok
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma
merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada
resipien tertentu, selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi
anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak
mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan
ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa
demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat
dan agresif. 20, 23, 25
e.
Transfusion Related Acute Lung Injury (TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi
yang melawan leukosit penderita. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul
dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman
yang difus. Terapi spesifik tidak ada, namun diperlukan bantuan pernapasan
di ruang rawat intensif. 20, 23, 26
20
f. Graft vs host disease
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya
terjadi
pada
penderita
imunodefisiensi,
terutama
penderita
dengan
transplantasi sumsum tulang dan penderita imunokompeten yang diberi
transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel (HLA: human
leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda,
seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia,
biasanya timbul 10-12 hari setelah transfusi. Terapi spesifik tidak ada, terapi
hanya bersifat suportif. 20, 23
g.
Transfusion Related Immuno Modulation (TRIM)
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa cara,
hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa
angka rekurensi tumor dapat meningkat, selain itu juga ada pendapat yang
menyatakan bahwa transfusi darah meningkatkan risiko infeksi pasca bedah
karena menurunnya respons imun, namun sampai saat ini penelitian klinis
gagal membuktikan hal ini.20
Busch dkk (1993) melakukan randomized trial terhadap 475 penderita kanker
kolorektal, membandingkan prognosis antara penderita kanker kolorektal yang
dilakukan transfusi autolog dengan transfusi allogenik. Hasil yang didapatkan
menunjukan bahwa risiko rekurensi meningkat secara bermakna pada
penderita yang dilakukan transfusi darah, baik allogenik maupun autolog.27
21
h.
Alloimune
Reaksi transfusi alloimune terjadi akibat si resipien membentuk antibodiantibodi baru sebagai akibat dari darah atau komponennya, sehingga
mempengaruhi kompabilitas resipien terhadap darah dari donor yang lain.24
i. Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial
membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit.
Hal ini
disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan antigen spesifik
trombosit pada resipien, lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan tanda
yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10
hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL.
Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan
adanya perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL.
Pencegahan dilakukan dengan memberikan trombosit yang kompatibel dengan
antibodi penderita. 20, 23
2.2.4.2 Reaksi Non-Imunologis
Reaksi ini terjadi bukan sebagai akibat reaksi imun penderita terhadap
darah yang di transfusikan, namun bisa karena kesalahan cara transfusi, cara
menyimpan darah dan salah menyiapkan peralatan transfusi.
a.
Hemolisis
Reaksi hemolisis yang terjadi disini berbeda mekanismenya dengan hemolisis
karena reaksi imun.
Hemolisis yang terjadi disini adalah karena faktor
penyimpanan yang kurang baik, sehingga darah terekspose pada suhu yang
22
ekstrem dan merusaknya. Mekanisme lainnya bisa karena penggunaan cairan
hipertonis atau hipotonis, transfusion set yang saringannya/filternya terlalu
kecil, malfungsi dari penghangat darah dan tekanan karena infusion pump.24
b.
Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat
terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat,
atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada
penderita dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
20,23
c.
Kelebihan Besi
Penderita yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu
panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis),
ditandai dengan gagal organ (jantung dan hati). Mekanisme fisiologis untuk
menghilangkan kelebihan besi tidak ada. Obat pengikat besi seperti
desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi dan
mempertahankan kadar serum feritin <2.000 mg/l. 20, 23
d.
Emboli udara
Emboli udara terjadi karena ketidaktepatan penyambungan antara kantung
darah dan saluran atau tabung infus yang menyebakan adanya udara di dalam
saluran infus tersebut. Hal ini sangat berbahaya untuk penderita karena dapat
menyebabkan emboli di organ-organ vital.24
e.
Hipotermia
Sel darah merah disimpan dalam suhu 4ºC, jika darah di transfusikan secara
langsung tanpa dihangatkan terlebih dahulu maka suhu tubuh penderita akan
23
cepat sekali turun sebagai akibat turunnya suhu inti tubuh untuk meyesuaikan
dengan suhu darah yang di transfusikan. Hipotermia efeknya sangat buruk
karena menurunkan metabolisme asam laktat dan sitrat, menggangu faal
hemostasis, menggeser kurva disosiasi oksigen ke kanan, sehingga memicu
terjadinya metabolik asidosis dan cardiac arrest.24
2.2.4.3 Transmisi Penyakit
Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada
berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, efektivitas skrining
yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah.19 Saat ini
dipergunakan model matematis untuk menghitung risiko transfusi darah,
berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat window
period atau periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah infeksius
tetapi hasil skrining masih negatif.2
Data pemeriksaan serologis darah donor yang diterima oleh unit donor darah
surabaya tahun 2011 menunjukan bahwa setiap bulannya rata-rata 150 kantung
darah (1,38%) terinfeksi HbsAg (+) , 45 kantung darah (0,39%) terinfeksi HCV,
55 kantung darah (0,46%) terinfeksi VDRL dan 8 kantung darah (0,07%)
terinfeksi HIV. Angka ini mungkin tidak besar, namun sangat berbahaya bila
sampai terjadi transmisi penyakit terutama HIV.29
a.
Transmisi HIV
Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir
tahun 1982 dan awal 1983. Public Health Service Amerika Serikat pada
24
tahun 1983 merekomendasikan orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV
untuk tidak menyumbangkan darah. Bank darah juga mulai menanyakan
kepada donor mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan sebelum
skrining antibodi HIV dilaksanakan, hal tersebut ternyata telah mampu
mengurangi jumlah infeksi HIV yang ditularkan melalui transfusi.
Berdasarkan laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
selama 5 tahun pengamatan, hanya mendapatkan 5 kasus HIV/tahun yang
menular melalui transfusi setelah dilakukannya skrining antibodi HIV pada
pertengahan maret 1985 dibandingkan dengan 714 kasus pada 1984. Resiko
penularan HIV melalui transfusi dikurangi oleh
bank darah dengan
dimulainya penggunaan tes antigen p24 pada tahun 1995, setelah kurang
lebih 1 tahun skrining, dari 6 juta donor hanya 2 yang positif (keduanya
positif terhadap antigen p24 tetapi negatif terhadap antibodi HIV).28
b.
Transmisi virus hepatitis B dan virus hepatitis C
Penggunaan skrining antigen permukaan hepatitis B pada tahun 1975
menyebabkan penurunan infeksi hepatitis B yang ditularkan melalui transfusi,
sehingga saat ini hanya terdapat 10% yang menderita hepatitis pasca
transfusi.
Vaksinasi hepatitis B yang digunakan secara luas diharapkan
mampu lebih menurunkan angka penularan virus hepatitis B, meskipun
penyakit akut timbul pada 35% orang yang terinfeksi, tetapi hanya 1-10%
yang menjadi kronik.28
c.
Transmisi virus lain
Di Amerika Serikat prevalensi hepatitis G di antara darah donor adalah 1-2%.
Banyak orang yang secara serologik positif virus hepatitis G juga terinfeksi
25
hepatitis C. Meskipun infeksi hepatitis G dapat menimbulkan karier kronik
akan tetapi tidak ada bukti yang menyatakan bahwa infeksi hepatitis G dapat
menyebabkan hepatitis kronis maupun akut.30
Di Irlandia didapatkan angka 30%, tetapi hanya sebagian kecil dari yang
seropositif menularkan virus melalui transfusi.21 Komponen darah segar
mempunyai risiko infeksi penularan virus CMV yang lebih tinggi daripada
produk darah yang disimpan beberapa hari.30
HTLV-I dapat menyebabkan penyakit neurologis dan leukemia sel T pada
dewasa, biasanya penyakit timbul beberapa tahun setelah infeksi dan hanya
sedikit yang pada akhirnya menderita penyakit tersebut. HTLV-I dapat
ditularkan melalui transfusi komponen sel darah. Prevalensi tertinggi ada di
Jepang dan Kepulauan Karibia.20
d. Kontaminasi bakteri
Kontaminasi bakteri mempengaruhi 0,4% konsentrat sel darah merah dan 12% konsentrat trombosit.18 Kontaminasi bakteri pada darah donor dapat
timbul sebagai hasil paparan terhadap bakteri kulit pada saat pengambilan
darah, kontaminasi alat dan manipulasi darah oleh staf bank darah/staf rumah
sakit pada saat pelaksanaan transfusi atau bakteremia pada donor saat
dilakukan pengambilan darah tanpa diketahui.31 Risiko kematian akibat sepsis
bakteri timbul pada 1:9 juta unit transfusi sel darah merah. Di Amerika
Serikat selama tahun 1986-1991, kontaminasi bakteri pada komponen darah
sebanyak 16%, 28% di antaranya berhubungan dengan transfusi sel darah
merah. Risiko kontaminasi bakteri tidak berkurang dengan penggunaan
transfusi darah autolog.30
26
e.
Kontaminasi parasit
Kontaminasi parasit dapat timbul hanya jika donor menderita parasitemia
pada saat pengumpulan darah. Kriteria seleksi donor berdasarkan riwayat
bepergian terakhir, tempat tinggal terdahulu, dan daerah endemik, sangat
mengurangi kemungkinan pengumpulan darah dari orang yang mungkin
menularkan malaria, penyakit Chagas atau leismaniasis. Risiko penularan
malaria di Kanada diperkirakan 1:400.000 unit konsentrat sel darah merah, di
Amerika Serikat 1:4 juta unit darah, sedangkan di Irlandia saat ini tidak ada
laporan mengenai penularan malaria melalui transfusi darah.20,30
f.
Penyakit Creutzfeldt-Jacob
Penderita yang berisiko terinfeksi penyakit Creutzfeldt-Jacob seperti
penderita dengan riwayat graft durameter atau kornea, injeksi hormon
pertumbuhan atau gonadotropin yang berasal dari otak manusia atau ada
riwayat keluarga kandung garis keturunan pertama yang menderita penyakit
Creutzfeldt-Jacob secara permanen tidak boleh menyumbangkan darah. Hal
ini dilakukan meskipun penularan penyakit Creutzfeld-Jacobs melalui
transfusi belum pernah dilaporkan. Riwayat transfusi darah telah dilaporkan
pada 16 dari 202 penderita dengan penyakit Creutzfeldt-Jacob, angka ini
sama dengan yang terdapat pada kelompok kontrol. 20,30
Transfusi yang rasional adalah transfusi yang memberikan perbaikan
signifikan pada penderita berupa perbaikan hemodinamik dan perfusi jaringan,
ditandai secara klinis berupa perfusi menjadi hangat kering merah, nadi dalam
batas normal, MAP > 65 mmHg, produksi urin > 0,5 cc/kgbb/jam, base excess ± 2
dengan efek samping minimal untuk mencegah reaksi transfusi yang dicapai
27
dengan mentransfusikan darah sampai indikator kritis teratasi sesuai komorbid
atau keadaan khusus penderita.
28
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
PENDERITA MENJALANI OPERASI
EBL < 750 CC
class 1
EBL 750 – 1500 CC
class 2
EBL 1500 – 2000 CC
class 3
Hemodinamik tak
stabil
Hemodinamik
stabil
Replacement Kristaloid dan koloid
Kondisi klinis
hemodinamik stabil,
hiperhidrosis (-)
urin ≥ 1 cc/kgbb/jam
Laboratorium
DL : Hb danHct tolerable dan
optimal
AGD : Metabolic acidosis (-), BE ± 2
EBL > 2000 CC
class 4
Replacement kristaloid dan koloid
Kondisi klinis
hemodinamik tidak stabil
hiperhidrosis (+)
urin < 0,5 cc/kgbb/jam sampai anuria
Laboratorium
DL : Hb, Hct < tolerable dan Hb, Hct <
optimal pd px khusus
AGD : metabolic acidosis (+),
BE lebih negatif dari -2
TIDAK
TRANSFUSI
rasional
TRANSFUSI
Tidak rasional
rasional
Tidak rasional
PERDARAHAN BERHENTI
PERDARAHAN BERHENTI
Kondisi klinis
hemodinamik stabil
hiperhidrosis (-)
urin 1cc/kgbb/jam
Laboratorium
DL : Hb dan Hct tolerable dan optimal
AGD : Metabolic acidosis (-), BE ± 2
Kondisi klinis
hemodinamik stabil
hiperhidrosis (-)
urin 1cc/kgbb/jam
Laboratorium
DL : Hb dan Hct tolerable dan
optimal
AGD : Metabolic acidosis (-), BE ± 2
STOP
TRANSFUSI
rasional
Tidak rasional
29
Keterangan :
dan
: variabel yang diteliti
Penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat darurat dibagi menjadi empat
kelas perdarahan berdasarkan jumlah perdarahan yang dialami penderita,
kemudian dilakukan pengukuran parameter hemodinamiknya saat itu. Penderita
dengan perdarahan kelas I-II dikatakan hemodinamik stabil bila pada pemeriksaan
klinis di dapatkan perfusi yang hangat, kering merah, nadi : 60 – 100 x/mnt,
tekanan darah sistolik (SBP) > 90 mmHg, tekanan nadi (MAP) > 65 mmHg dan
produksi urin ≥1cc/kgbb/jam dilakukan penggantian darah yang hilang dengan
kristaloid dan koloid.
Penderita di evaluasi kembali status hemodinamiknya
sesudah penggantian tadi dengan ditambahkan pemeriksaan laboratorium darah
lengkap dan analisa gas darah, bila ditemukan kadar Hemoglobin dan hematokrit
penderita masih dalam batas tolerable (Hb ≥ 7 g/dL dan Hct ≥ 21%) atau batas
optimal pada penderita dengan PPOK, TIK meningkat, PJK atau usia ekstrim
yang membutuhkan hemoglobin dan hematokrit yang tinggi ( Hb ≥ 10g/dL dan
Hct ≥ 30%) serta tidak di dapatkan metabolik asidosis atau pun base excess yang
lebih negatif dari -2 maka transfusi tidak dilakukan. Evaluasi hemodinamik dan
laboratoriun kembali diulang setelah operasi berhenti dengan parameter yang
sama seperti di atas lalu dilakukan evaluasi apakah keputusan untuk tidak
mentransfusi darah penderita tersebut rasional atau tidak.
Penderita dengan perdarahan kelas III-IV secara klinis di dapatkan hemodinamik
tidak stabil dengan di dapatkan tanda-tanda : Perfusi dingin, basah, pucat, CRT >
2 detik, nadi : > 120x/menit, mungkin didapatkan aritmia, SBP < 90 mmHg,
30
MAP < 65 mmHg hiperhidrosis (+), urin < 0,5 cc/kgbb/jam sampai anuria dan
pemeriksaan laboratoris menunjukan Hb < 7 g/ dL atau Hb < 10 g/dL , Hct < 21%
atau 30% pd px tertentu analisa gas darah menunjukan adanya asidosis metabolik
dengan base excess lebih negatif dari -2 walaupun sudah dilakukan penggantian
darah dengan kristaloid dan koloid dalam jumlah yang adekuat sehingga di
lakukan transfusi darah. Setelah operasi selesai, perdarahan berhenti dan transfusi
dihentikan
maka
dilakukan
pemeriksaan
kembali
hemodinamik
dan
laboratoriumnya, diharapkan setelah transfusi diberikan dalam jumlah yang
adekuat maka hemodinamik penderita menjadi stabil dan tidak didapatkan
asidosis metabolik dengan base excess ± 2 maka dapat dikatakan transfusi yang
dilakukan cukup rasional.
Transfusi yang rasional adalah transfusi yang memperbaiki hemodinamik
(Tekanan Sistolik > 90 mmHg, MAP > 65 mmHg Nadi 60 – 100 x/menit,
Produksi Urin ≥ 1 cc/kg BB) dan meningkatkan kadar
hemoglobin dan
hematokrit mencapai kadar optimal (7 gr/dL dan 21%) sambil mempertimbangkan
komorbid penderita tanpa melupakan efek samping transfusi.
31
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini akan bersifat deskriptif observasional. Penelitian mengamati
rasionalitas transfusi yang dilakukan oleh PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi
terhadap penderita yang menjalani operasi emergency di Instalasi Rawat Darurat
RSU Dr. Sutomo Surabaya berdasarkan kondisi klinis, Analisis Gas Darah,
Hemoglobin dan Hematokrit pra transfusi dan 2 jam pasca transfusi. Dari data
yang diperoleh kemudian akan dilakukan analisis oleh peneliti.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr.Soetomo
Surabaya Provinsi Jawa Timur selama satu bulan dan pelaksanaannya akan
dimulai setelah didapatkan persetujuan dari komite etik RSU Dr Soetomo
Surabaya.
4.3 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah penderita yang mendapatkan pelayanan operasi
emergency di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr. Sutomo.
Kriteria inklusi :
1. Semua penderita yang mendapatkan pelayanan operasi emergency di
kamar operasi IRD lantai 5 RSU dr. Sutomo.
2. Usia penderita antara 18-55 tahun.
32
3. Penderita dengan semua jenis operasi.
4. Penderita dengan perdarahan > 10% EBV.
5. Penderita dengan semua komorbid.
Kriteria eksklusi :
1. Penderita mengalami reaksi transfusi.
2. Penderita dengan perdarahan > 1,5 x EBV.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1
Variabel independent
a. Umur, jenis kelamin, berat badan.
b. Komorbid penderita.
c. Jenis operasi.
d. Jumlah darah yang dipesan (ditangan dan GSH).
e. Initial laboratorium.
f. Jumlah perdarahan.
g. Kondisi klinis sebelum transfusi.
h. Laboratorium sebelum transfusi.
4.4.2
Variabel dependent
a. Kondisi klinis sesudah di transfusi.
b. Laboratorium sesudah operasi atau transfusi.
c. Jumlah darah yang ditransfusikan.
d. Jumlah darah yang tersisa (ditangan dan GSH) setelah operasi selesai
dan transfusi dihentikan.
e. Reaksi transfusi
33
f. Transfusi yang rasional.
4.5 Definisi Operasional
a. Komorbid adalah penyakit penyerta penderita selain dari penyakit yang
menyebabkan penderita menjalani operasi dan diketahui sebelum
penderita dioperasi melalui pemeriksaan fisik dan penunjang.
b. Jenis operasi adalah tindakan operasi yang akan penderita jalani sesuai
dengan diagnosa dan dokter bedahnya.
c. Darah yang dipesan adalah jumlah darah yang diminta oleh PPDS I
Anestesiologi dan Reanimasi ke bank darah RSU dr. Sutomo atau PMI
sebelum operasi dilakukan, bisa berupa darah yang langsung diambil atau
dibawa keluarga penderita (ditangan) atau pun yang dititipkan dulu di
bank darah dan sewaktu-waktu bila diperlukan bisa diambil (GSH)
d. Initial laboratorium : Hemoglobin dan Hematokrit awal penderita yang
didapatkan dari pemeriksaan laboratorium IRD sebelum di lakukan operasi
e. Jumlah perdarahan adalah volume perdarahan yang terjadi selama operasi
sesuai yang tertulis di laporan anestesi
f. Kondisi klinis sebelum dan setelah di transfusi adalah tanda-tanda vital
penderita (tekanan darah, nadi, perfusi, produksi urin dan pulse oxymetri)
yang diisikan pada lembar pengumpul data oleh PPDS I anestesiologi
sesaat sebelum transfusi dan 2 jam post operasi atau sesudah transfusi bila
transfusi dilakukan setelah operasi selesai.
g. Laboratorium sebelum transfusi : adalah pemeriksaan kadar Hemoglobin
Sahli, Hematokrit, Darah lengkap (lab) dan Analisa gas darah penderita
34
yang diisikan pada lembar pengumpul data oleh PPDS I Anestesiologi dan
Reanimasi pra transfusi
h. Laboratorium sesudah transfusi : pemeriksaan kadar Hemoglobin Sahli,
Hematokrit, Darah lengkap (lab) dan Analisa gas darah penderita yang
diisikan pada lembar pengumpul data oleh PPDS I Anestesiologi dan
Reanimasi 2 jam pasca operasi atau 2 jam setelah transfusi bila transfusi
dilanjutkan pasca operasi.
i. Jumlah darah ditransfusikan adalah banyaknya kantung darah yang
ditransfusikan pada penderita selama operasi dilakukan atau pun selama
masa resusitasi.
j. Jumlah darah yang tersisa adalah jumlah kantung darah yang tidak
digunakan, baik ditangan mau pun GSH yang dipesan sebelum operasi
dilakukan
k. Reaksi transfusi adalah komplikasi transfusi yang terjadi di mediasi sistem
imunologi (reaksi imunologis), tidak di mediasi sistem imunologi (non –
imunologis) dan penularan penyakit infeksi. Tindakan yang dilakukan bila
reaksi transfusi terjadi adalah hentikan transfusi dan ganti semua
transfusion set dengan yang baru, serta dilakukan pencatatan darah yang
menimbulkan reaksi transfusi dan penderitanya sebelum di laporkan ke
PMI atau bank darah.
l. Transfusi yang rasional adalah transfusi yang memperbaiki hemodinamik
(Tekanan Sistolik > 90 mmHg, MAP > 65 mmHg Nadi 60 – 100 x/menit,
Produksi Urin ≥ 1 cc/kg BB) dan meningkatkan kadar hemoglobin dan
hematokrit mencapai kadar optimal (7 gr/dL dan 21%) sambil
mempertimbangkan komorbid penderita tanpa melupakan efek samping
transfusi
35
4.6 Alur Penelitian
Penderita menjalani operasi
Persiapan darah (+/-)
Estimasi perdarahan kelas I-IV
Replacement kristaloid dan koloid
Transfusi
Klinis :
Perfusi,
CRT
Sianosis
Nadi
SBP , MAP
hidrosis
urin
Laboratorium
Hb Sahli
Hematokrit sentrifuge
Darah lengkap
analisa gas darah
pulse oxymetri
Tidak transfusi
Perdarahan berhenti
Stop transfusi
2 jam post transfusi
transfusi
Pengumpulan data
Pengolahan data
Penyajian data
Klinis :
Perfusi,
CRT
Sianosis
Nadi
SBP , MAP
hidrosis
urin
Laboratorium
Hb Sahli
Hematokrit sentrifuge
Darah lengkap
analisa gas darah
pulse oxymetri
36
4.7
Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
Data diambil dengan menggunakan lembar pengumpul data yang diisi oleh
PPDS I Anestesiologi pemberi anestesi pada penderita.
4.8
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
adalah :
1. Lembar pengumpul data
2. Tabung hematokrit
3. Sentrifuge Hematokrit
4. Sahli meter
5. Darah lengkap dan analisis gas darah ( laboratorium)
6. Monitor durante operasi
4.9
Biaya penelitian
4.9.1 Anggaran penelitian
Biaya pengumpulan sampel
Rp.
10.500.000,-
Biaya pengolahan data
Rp.
1.000.000,-
Biaya pembuatan laporan
Rp.
500.000,-
Lain-lain
Rp.
500.000,-
Rp.
12.500.000,-
+
Jumlah
4.9.2 Sumber dana
Pribadi
37
BAB 5
HASIL dan PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Selama kurun waktu lima puluh hari, mulai tanggal 1 September 2012
sampai tanggal 20 Oktober 2012 telah dilakukan suatu penelitian deskriptif
observasional. Peneliti mengamati rasionalitas transfusi yang dilakukan oleh
PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi terhadap penderita yang menjalani operasi
emergency di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr. Sutomo Surabaya berdasarkan
kondisi klinis, Analisis Gas Darah, Hemoglobin dan Hematokrit pra transfusi dan
2 jam pasca transfusi, Didapatkan 42 penderita memenuhi kriteria inklusi dan 641
penderita tidak memenuhi kriteria inklusi. Penderita yang memenuhi kriteria
inklusi dengan perincian sebagai berikut: 29 orang mendapatkan tansfusi durante
operasi dan 13 orang tidak mendapatkan transfusi durante operasi.
683 penderita dengan operasi
emergency
Semua operasi
emergency
Penyaringan
Usia 18-55 tahun
EBL ≥ 10%
42 dimasukan dalam
penelitian
Semua komorbid
29 orang penderita
13 orang penderita
mendapatkan transfusi
tanpa transfusi
Dianalisa
Gambar 5.1 Alur penelitian
Dianalisa
38
Adapun hasil penelitian akan disajikan dengan sistematika sebagai berikut:
1. Karakteristik fisik dan ko-morbid kelompok penelitian
Karakteristik fisik dan ko-morbid subyek kelompok penelitian dapat
dibaca pada tabel 1 dibawah ini
Tabel 5.1. karakteristik fisik dan ko-morbid kelompok penelitian
Variabel
Transfusi, n=29
Tanpa Transfusi,
n=13
Harga p
Umur (tahun)
33,1±13,0
29,8±10,3
0,419
Berat badan (Kg)
59,6±10,6
60,5±9,6
0,791
0,485
Jenis kelamin
Laki-laki
18 (62,1)
10 (76,9)
Perempuan
11 (37,9)
3 (23,1)
Physical status
0,001*
1
1 (3,4)
4 (30,4)
2
2 (6,9)
4 (30,4)
3
26 (89,7)
5 (38,5)
14 (48,3)
5 (38,5)
0,798
Penyakit Jantung
Koroner
-
-
-
Diabetes Melitus
0 (0,0)
1 (7,7)
0,310
LFT meningkat
2 (6,9)
1 (7,7)
1,000
Hipertensi
0 (0,0)
1 (7,7)
0,310
Anemia
15 (51,7)
2 (15,2)
0,060
Sepsis
3 (10,3)
0 (0,0)
0,540
Syok (Sistolik <
90 mmHg)
7 (24,1)
1 (7,7)
0,398
Co-morbid
TIK meningkat
Hipoalbumin ( <
9 (31,0)
1 (7,7)
0,134
2,5g%)
* uji t-test bermakna dengan nilai p < 0,05, TIK : tekanan intra kranial, LFT :
liver function test
39
Tabel 5.1 menunjukan bahwa hasil uji T-test yang menganalisis perbedaan
karateristik fisik antara kedua kelompok tersebut, umur, jenis kelamin dan komorbid subyek (TIK Meningkat, PJK DM, LFT, Hipertensi, Sepsis, anemia dan
Hipoalbumin) nilai (p > 0,05 ). Perbedaan karasteritik fisik tersebut secara
statistik tidak bermakna dan sampel bersifat homogen. Perbedaan yang bermakna
(p < 0,05) di dapatkan pada Physisical status sampel yang di dapat. Penderita
yang mendapat transfusi memiliki Physisical status lebih tinggi dari yang non
transfusi.
2.
Karakteristik Hemodinamik, Pulse Oxymetri dan Laboratorium subyek
penelitian sebelum operasi
Karakteristik subyek penelitian sebelum operasi di obervasi sebagai data
awal subyek penelitian sehingga bisa dianalisis perbedaan antara kedua kelompok
subyek penelitian.
Tabel 5.2. Karakteristik Hemodinamik, Pulse Oxymetri dan
Laboratorium subyek penelitian sebelum operasi
Variabel
Transfusi, n=29
Tanpa Transfusi, n=13
Harga p
Tekanan Sistolik
120,6±23,3
120,2±12,0
0,946
Tekanan Diastolik
71,1±17,3
78,5±8,1
0,067
Frekuensi nadi
102±25,3
81,7±12,7
0,001*
99 (94 – 100)
99 (98 – 99)
0,762
Hb
9,3±3,1
12,5±2,1
0,002*
Hct
26,8±9,3
36,5±6,1
0,001*
EBV
4081,4±837,9
4169,6±775,5
0,749
SpO2
* uji t-test bermakna dengan nilai p <0,05,
Hb : hemoglobin, Hct : hematocrit, EBV : estimated Blood Volume, SpO2 :
pulse oxymetri
Tabel 5.2 menunjukan hasil dari analisis uji T-test pada parameter
hemodinamik subyek penelitian sebelum operasi secara statistik tidak didapatkan
40
perbedaan bermakna (p > 0,05), namun perbedaan bermakna (p< 0,05) ditemukan
pada nadi, kadar hemoglobin dan kadar hematokrit penderita. Hal ini menunjukan
bahwa sejak pre operasi kita dapat memprediksi akan adanya kebutuhan transfusi
darah karena di dapatkan adanya tanda-tanda kinis kebutuhan oksigen yang
meningkat berupa nadi yang mulai takikardia (102±25,3) dan laboratoris berupa
kadar hemoglobin (9,3±3,1) secara rerata kurang dari 10g/dL dan akan berkurang
kembali karena perdarahan durante operasi dibandingkan dengan subyek yang
tanpa mendapatkan transfusi, subyek yang tidak mendapatklan transfusi tidak
menunjukan adanya kebutuhan oksigen yang meningkat (81,7±12,7) dan kadar
hemoglobin awal sebelum operasi yang lebih tinggi (12,5±2,1).
3. Perbandingan perubahan hemodinamik dan laboratoris subyek penelitian
durante operasi
Perubahan hemodinamik subyek penelitian durante operasi terkait dengan
jumlah perdarahan subyek penelitian sehingga disertakan jumlah perdarahan yang
dialami subyek penelitian.
Tabel 5.3. Perbandingan perubahan hemodinamik Subyek penelitian durante
operasi
Variabel
Transfusi, n=29
Tanpa Transfusi, n=13
Harga p
Tekanan Sistolik
109,6±13,0
119,0±6,1
0,018*
Tekanan Diastolik
65,1±10,2
75,2±9,2
0,004*
Frekuensi nadi
104,5±24,3
84,2±9,6
<0,0001*
99 (97 – 100)
99 (97 – 100)
0,515**
Hb
7,5±2,2
10,3±1,8
<0,0001*
Hct
20,8±6,8
29,2±5,4
<0,0001*
1144,8±818,7
621,5±222,2
0,003*
SpO2
Jumlah perdarahan
* uji t-test bermakna dengan nilai
hematocrit,
p < 0,05, Hb : hemoglobin, Hct :
41
Tabel 5.3 menunjukan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik
untuk setiap variabel yang diteliti dengan menggunakan uji T-test. Tekanan
sistolik, tekanan diastolik, frekuensi nadi, hemoglobin, hematokrit dan jumlah
perdarahan secara statistik ditemukan perbedaan bermakna. Simpulan yang dapat
ditarik dari data tersebut diatas adalah perdarahan yang banyak menyebabkan
perubahan hemodinamik, kadar hemoglobin dan kadar hematokrit yang bermakna.
Perubahan – perubahan tersebut menunjukan meningkatnya kebutuhan transfusi
berbanding lurus dengan jumlah perdarahan dan perubahan hemodinamik.
4. Perbandingan perubahan hemodinamik Subyek penelitian durante dan post
operasi
Perbandingan perubahan hemodinamik Subyek penelitian durante dan
post operasi
dibagi menjadi dua, yaitu sampel yang mendapatkan transfusi dan
tidak mendapatkan transfusi.
Tabel 5.4.1 Perbandingan perubahan hemodinamik Subyek penelitian
durante dan post operasi mendapatkan transfusi
Variabel
Transfusi, n=29
Durante op
Post op
Harga p
Tekanan Sistolik
109,6±13,0
115,1±10,6
0,052
Tekanan Diastolik
65,1±10,2
68,8±10,2
0,084
Frekuensi nadi
104,5±24,3
93,1±12,0
0,001*
99 (97 - 100)
99 (97 - 100)
0,436
Hb
7,5±2,2
9,1±1,3
<0,0001*
Hct
20,8±6,8
25,9±3,7
<0,0001*
SpO2
* uji t-test bermakna dengan nilai p < 0,05, Hb : hemoglobin, Hct : hematocrit,
SpO2 : pulse oxymetri
Tabel 5.4.1 menunjukan perubahan hemodinamik subyek penelitian yang
mendapatkan transfusi, dengan dilakukan uji T-test didapatkan bahwa ada
42
perbedaan bermakna secara statistik pada nadi, hemoglobin dan hematokrit (p<
0,05) namun tidak ada perbedaan bermakna pada tekanan sistolik dan diastolik
penderita (p>0,05).
Data diatas menunjukan bahwa transfusi yang diberikan
memperbaiki hemodinamik penderita, kadar hemoglobin dan kadar hematokrit
secara signifikan.
Tekanan sistolik dan diastolik sampel yang tidak berbeda
bermakana menunjukan resusitasi cairan yang dilakukan berhasil baik
mempertahankan volume intravaskuler sehingga tidak terjadi perubahan yang
bermakna.
Sampel yang tidak mendapatkan transfusi durante operasi mengalami
perubahan yang tidak terlalu bermakna seperti yang ditunjukan tabel 5.4.2. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa setelah dilakukan uji T-test tidak didapatkan
perubahan yang bermakna secara statistik (p>0,05) antar hemodinamik penderita
durante dan post operasi. Simpulan yang bisa diambil adalah resusitasi cairan
yang diberikan cukup untuk memperbaiki volume intravaskuler yang hilang
karena perdarahan yang dialami oleh subyek penelitian tanmpa diperlukan
transfusi darah sebagai cairan resusitasi.
Tabel 5.4.2 Perbandingan perubahan hemodinamik Subyek penelitian
durante dan post operasi tanpa transfusi
Variabel
Tanpa Transfusi, n=13
Durante op
Post op
Harga p
Tekanan Sistolik
119,0±6,1
112,5±10,1
0,088
Tekanan Diastolik
75,2±9,2
68,3±8,8
0,047
Frekuensi nadi
84,2±9,6
80,3±5,9
0,0216
99 (97 - 100)
99 (97 - 99)
0,408
Hb
10,3±1,8
9,8±1,2
0,212
Hct
29,2±5,4
27,4±3,5
0,183
SpO2
Hb : hemoglobin, Hct : hematocrit, SpO2 : pulse oxymetri
43
Perubahan hemodinamik antara subyek yang mendapatkan transfusi dan
tanpa transfusi secara umum berbeda secara signifikan, hal tersebut bisa terlihat
dari tabel 5.4.3 di bawah ini.
Tabel 5.4.3 Perubahan hemodinamik subyek penelitian durante dan post operasi
Variabel
Transfusi, n=29
Tanpa Transfusi, n=13
Durante op
Post op
Durante op
Post op
Tekanan Sistolik
109,6±13,0
115,1±10,6
119,0±6,1
112,5±10,1
Tekanan Diastolik
65,1±10,2
68,8±10,2
75,2±9,2
68,3±8,8
Frekuensi nadi
104,5±24,3
93,1±12,0
84,2±9,6
80,3±5,9
99 (97 - 100)
99 (97 - 100)
99 (97 - 100)
99 (97 - 99)
Hb
7,5±2,2
9,1±1,3
10,3±1,8
9,8±1,2
Hct
20,8±6,8
25,9±3,7
29,2±5,4
27,4±3,5
SpO2
Hb : hemoglobin, Hct : hematocrit, SpO2 : pulse oxymetri
5. Perbandingan perubahan Gas Darah Pre dan post transfusi
Asidosis metabolik adalah keadaan yang mengancam nyawa dan sangat
dipengaruhi oleh base excess. Hal ini menjadi penting diteliti agar ada parameter
yang bisa dinilai untuk meningkatkan keamanan penderita setekah resusitasi.
Tabel 5.5 Perbandingan perubahan base excess pre transfusi dan post transfusi
Analisis gas
darah
Transfusi, n=29
Durante op
Post op
Harga p
pH darah
7,4±0,1
7,4±0,1
0,658
pCO2
36,2±6,9
36,7±7,6
0,741
pO2
200,2±97,3
172,5±84,5
0,165
BE
-1,7±6,0
-3,2±6,1
0,159
HCO3
22,1±5,0
23,4±6,1
0,141
SaO2
98,9±1,2
98,6±1,3
0,154
357,8±70,0
341,6±57,1
0,270
p/f ratio
Tabel 5.5 hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan uji T-test tidak
ditemukan adanya perubahan yang bermakna pada pH ( p > 0,05) dan base excess
44
( p > 0,05). Simpulan dari data penelitian ini adalah walau pun sudah dilakukan
transfusi dan resusitasi cairan yang memperbaiki parameter hemodinamik seperti
tekanan sistolik, diastolik, nadi, kadar hemoglobin dan hematokrit tidak
memberikan perubahan yang signifikan pada perubahan keasaman gas darah dan
base excess.
Hal ini menunjukan perbaikan parameter makrosirkulasi tidak
berbanding lurus dengan perubahan mikrosirkulasi.
6. Perbandingan Hemoglobin Sahli dan pemeriksaan darah lengkap laboratorium
Pemeriksaan kadar hemoglobin yang cepat dan tepat merupakan salah satu
faktor yang sangat krusial dalam pengambilan keputusan transfusi atau tidak,
sehingga diperlukan suatu pemeriksaan yang mudah dan bisa dilakukan durante
operasi dengan hasil yang langsung bisa didapatkan. Pemeriksaan Hemoglobin
dengan metode Sahli dikatakan sudah kuno dan tidak akurat lagi. Penelitian ini
membandingkan apakah pemeriksaan Hemoglobin metode Sahli cukup akurat
dibandingkan dengan pemeriksaan darah lengkap dengan metode fotometri yang
dilakukan di laboratorium.
Tabel 5.6 menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara
pemeriksaan Hemoglobin metode Sahli dengan metode fotometri yang dilakukan
di
laboratorium,
namun
untuk
pemeriksaan
hematokrit
laboratorium didapatkan perbedaan yang cukup besar.
sentrifuge
dan
Simpulan dari hasil
penelitian ini adalah pemeriksaan hemoglobin dengan metode Sahli masih cukup
akurat dan bisa digunakan untuk pemeriksaan secara tepat dan hasil yang cepat
sebagai dasar pengambilan keputusan untuk memberikan transfusi pada subyek
penelitian namun hematokrit sentrifuge tidak reliable.
45
Tabel 5.6 Perbandingan pemeriksaan Kadar Hemoglobin dan Hematokrit
no
durante operasi
Hb sahli delta Hb Hct Hct sent Delta Hct
Hb
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
7.9
8.5
10.7
6.7
7.6
6.7
7.5
8
9.7
7.5
2.7
5
9
8
10.6
6.9
7.4
9.6
10.5
6
9
10.6
12.2
4
4.4
8.2
10.3
6.7
10.5
7.5
8
9
6
8
6
8
7
9
7.8
2
6
9
6
10
6
7.5
8.5
9.5
6.9
9
10
12
3
4
8
9
5
10
0.4
0.5
1.7
0.7
0.4
0.7
0.5
1
0.7
0.3
0.7
0.1
0
2
0.6
0.9
0.1
1.1
1
0.9
0
0.6
0.2
1
0.4
0.2
1.3
1.7
0.5
19.2
22
38.3
19
18
14
21
20
29
22
9
15
25
27
31.6
20
21.5
27.3
30
16
28
31.6
35.7
10
12.4
22
29.5
18
31
20
23
25
17
22
15
21
18
24
22
8
14
26
15
32
15
20
22
28
18
26
32
32
8
11
23
25
12
29
0.8
1
13.3
2
4
1
0
2
5
0
1
1
1
12
0.4
5
1.5
5.3
2
2
2
0.4
5.7
2
1.4
1
4.5
6
2
Hb
10.4
10.2
9.6
9.9
8
7.3
10.5
11
10.7
8.1
10.8
7.4
8.9
9.8
14.3
11.3
11.1
9.7
9.5
8.8
8.9
14.3
12
6
8.1
10
10.1
11.4
10.9
post transfusi
Hb sahli Delta Hb Hct Hct sent delta Hct
10
10
9
9
9
7.5
10
9
10.5
9.8
9
7
8
8
13
10
10
8
10.5
8
8
14
11
6
9
9
9
10
9
0.4
0.2
0.6
0.9
1
0.2
0.5
2
0.2
1.7
1.8
0.4
0.9
1.8
1.3
1.3
1.1
1.7
1
0.8
0.9
0.3
1
0
0.9
1
1.1
1.4
1.9
30.1
26.5
27.4
28.4
22.1
21
29.8
31.5
32
18.5
32
20.7
26.1
28.7
40.8
33
29
28.4
27
26
26.1
40.8
38
13
23.9
31
28.8
26.3
31.5
29
27
25
25
29
20
28
25
29
27
26
26
25
22
26
27
28
21
32
22
23
31
31
14
25
25
26
28
28
0.2
0.5
2.4
3.4
6.9
1
1.8
6.5
3
8.5
6
5.3
1.1
6.7
14.8
6
1
7.4
5
4
3.1
9.8
7
1
1.1
14
2.8
1.7
3.5
Resusitasi pada perdarahan bertujuan menghentikan sumber perdarahan
dan menggembalikan volume darah intravaskuler yang bersirkulasi supaya
oksigenasi jaringan tidak akan terganggu, karena selama volume yang bersirkulasi
terjaga walau kadar hemoglobin rendah maka oksigenasi jaringan tetap bisa
dipertahankan.5 Jumlah cairan resusitasi yang bisa diberikan kepada penderita
berhubungan erat dengan jumlah perdarahan yang dialami, semakin banyak
perdarahan yang dialami maka semakin banyak cairan yang dibutuhkan untuk
meresusitasi sehingga pada suatu titik diperlukan transfusi darah untuk
menyelamatkan hidup penderita.6
46
5.2 Pembahasan
Peneliti mengamati rasionalitas transfusi darah yang dilakukan oleh PPDS
I Anestesiologi dan Reanimasi terhadap penderita yang menjalani operasi
emergency di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr. Sutomo Surabaya berdasarkan
kondisi klinis, Analisis Gas Darah, Hemoglobin dan Hematokrit pra transfusi dan
2 jam pasca transfusi.
Subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi selama lima puluh hari
pengamatan (1September 2012 – 20 Oktober 2012) sebanyak 42 subyek. Subyek
penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : 29 subyek dalam kelompok yang
mendapatkan transfusi dan 13 subyek pada kelompok yang tidak mendapatkan
transfusi.
Kelompok subyek penelitian tersebut kemudian di lakukan uji t 2 sampel
dan fisher exact, di dapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik
(p > 0,05), dengan demikian subyek penelitian dapat dikatakan homogen secara
karakteristik fisik dan ko-morbid yang di derita.
non trasnfusi
31%
transfusi
69%
Grafik 5.1 Proporsi subyek penelitian
Kelompok subyek yang mendapatkan transfusi sejak sebelum operasi
memiliki kadar Hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang
47
tidak mendapatkan transfusi, namun kondisi hemodinamik subyek dalam keadaan
stabil seperti terlihat pada grafik 5.1. Anemia mungkin merupakan hasil dari
resusitasi
cairan
dengan
kristaloid,
dimana
terjadi
hemodilusi
yang
mengakibatkan terjadinya suatu keadaan euvolemik anemia.
Parameter hemodinamik subyek penelitian sebelum operasi antara
kelompok yang mendapat transfusi dan yang tidak mendapat transfusi didapatkan
perbedaan secara bermakna pada frekwensi Nadi ( p < 0,05) dengan uji t 2 sampel
seperti terlihat pada grafik 5.3.
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
transfusi
non transfusi
Grafik 5.2 Karakteristik subyek penelitian
Tubuh
kita
berkompensasi
terhadap
kehilangan
darah
dengan
mengaktifkan empat sistem tubuh, yaitu : aktivasi sistem pembekuan darah oleh
sistem hematologi, retensi air oleh sistem neuro endokrin dan sistem renalis serta
perubahan sistem kardio vaskular.11
48
110
100
90
80
nadi transfusi
70
nadi non transfusi
60
Hb transfusi
50
Hct transfusi
40
Hb non transfusi
30
Hct non transfusi
20
10
0
pre op
durante op
post op
Grafik 5.3 Gambaran Nadi, Hemoglobin dan Hematokrit subyek penelitian
Sistem kardiovaskular berespon terhadap kehilangan cairan intravaskuler
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer.5 Respon ini terjadi akibat peningkatan
pelepasan norepinefrin dan penurunan nadi vagal basal yang diatur oleh
baroreseptor di arcus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh paru.
Mekanisme ini berlangsung baik sampai perdarahan 30% EBV. 11,15
Kelompok subyek penelitian yang mendapatkan transfusi melakukan
kompensasi dengan meningkatkan frekuensi nadi dan di dukung oleh resusitasi
cairan untuk mengganti darah yang hilang dalam upaya menjaga kecukupan curah
jantung.
Kelompok subyek penelitian yang mendapatkan transfusi mengalami
perdarahan lebih banyak, yaitu sekitar 30% EBV. Hal ini menyebabkan perubahan
parameter hemodinamik yang berbeda bermakna secara klinis mau pun uji
statistik t berpasangan (p <0,05).
49
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan berdasarkan persentase volume
darah yang hilang, namun perbedaan antara kelas – kelas klasifikasi tersebut pada
pasien hipovolemik sering tidak nyata. Mekanisme kompensasi mencegah
penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30%
dari volume darah tanpa perubahan hemodinamik yang berarti, sehingga
sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan sebagai
parameter yang lebih sensitif. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih
berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.
Kelas perdarahan dan reaksi fisiologis tubuh terhadap perdarahan dibagi
menurut beberapa derajat seperti dibawah ini untuk memudahkan observasi akan
estimasi darah yang hilang saat operasi.2
a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%) tidak ada komplikasi,
hanya terjadi takikardi minimal. Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan
darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan. Perlambatan pengisian
kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%.
b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%). Gejala klinisnya,
takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan
nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas
ringan.
Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar
katekolamin yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah
perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.
c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%) penderita biasanya
mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
oligouria,dan
perubahan
status
mental
yang
signifikan,
seperti
50
kebingungan atau agitasi.
Penderita tanpa cedera yang lain atau
kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang paling
kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik, sebagian besar
pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian
darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%). Gejala-gejalanya berupa
takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau
tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang
keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin
dan pucat. Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara
cepat.
Reaksi tubuh terhadap perdarahan yang dialaminya disarikan dalam
diagram ini.
Gambar 5.2 Mekanisme Kompensasi Tubuh terhadap Perdarahan
51
Perdarahan mengakibatkan penurunan volume darah dan tekanan vena
sentral, yang mengakibatkan penurunan curah jantung sehingga menurunkan
tekanan arteri. Reaksi tubuh adalah dengan mengaktifkan sisttem simpatis dan
menurunkan sistem parasimpatis melalui pusat baroreseptor di aorta sehingga
terjadi vasokonstriksi vena periper yang mengakibatkan penurunan compliance
dari vena-vena tersebut untuk meningkatkan tekanan vena sentral agar preload
ventrikel meningkat dan volume sekuncup meningkat, disertai peningkatan
frekwensi nadi sehingga curah jantung tetap terjaga. Saat terjadi perdarahan yang
melebihi 30% dari EBV maka mekanisme diatas sudah mulai tidak bisa bekerja
dengan baik sehingga gejala paerubahan hemodinamik mulai terlihat jelas.33
Klasifikasi dan mekanisme diatas menjelaskan mengapa dari tiga belas
subyek penelitian yang tidak mendapatkan transfusi tidak ada satu pun mengalami
hemodinamik yang tidak stabil karena jumlah perdarahan yang rata – rata hanya
sekitar 10% – 20% EBV masih bisa di kompensai tubuh dan resusitasi cairan yang
berhasil walau menyebabkan terjadinya hemodilusi.
52
130
120
110
100
90
80
sistolik transfusi
70
sistolik non transfusi
60
diatolik transfusi
50
diastolik non transfusi
40
30
20
10
0
pre op
durante op
post op
Grafik 5.4 Gambaran tekanan darah subyek penelitian
Perdarahan terbanyak dialami subyek penelitian yang tidak mendapatkan
transfusi adalah 1200 cc dengan kadar hemoglobin awal 14,4 g/dL dan hematokrit
43,5. Durante operasi dilakukan resusitasi cairan dengan kristaloid dan koloid
sesuai jumlah perdarahan yang dialami, subyek penelitian tidak mengalami
perubahan yang berarti.
Post operasi parameter klinis hemodinamik dalam
keadaan stabil, sedangkan kadar hemoglobin 9,5 g/dL dan hematokrit 27%.
Subyek memang mengalami hemodilusi untuk mengatasi perdarahan yang
dialaminya, namun hemodilusi yang dilakukan masih dalam batas yang aman.
Hemodilusi dengan resusitasi cairan kristaloid atau koloid mempunyai
efek meningkatkan tekanan vena sentral karena volume intravaskular seperti
dalam keadaan normal.3 Volume intravaskular yang normal meningkatkan
pengisian ventrikel dan curah jantung tetap terjaga. Hemodilusi ini yang
menyebabkan parameter hemodinamik tetap stabil sesuai dengan hukum FrankStarling pada grafik dibawah ini.
53
Gambar 5.3 Hukum Frank-Straling
Keuntungan lain dengan dilakukannya hemodilusi adalah meningkatkan
kecepatan aliran darah dan mempertahankan bahkan meningkatkan kapasitas
penghantaran oksigen ke jaringan, karena walau pun jumlah sel darah merah
menjadi lebih sedikit namun ia lebih sering mencapai jaringan, meningkatnya
kapasitas pembawa oksigen baik sistemik mau pun kapiler terlihat jelas pada batas
hematokrit 33% namun menurun kembali sampai batas normal pada kadar
hematokrit 27%.32
Konsekuensi dari kemampuan adaptasi tubuh akibat hemodilusi ini adalah
bahwa secara umum kapasitas penghantaran oksigen tak akan terganggu sampai
tubuh kehilangan darah 50% bila dilakukan resusitasi dengan cairan yang cukup
dan oleh sebab itu bila rata-rata kadar hemoglobin normal adalah 14 – 15 g/dL,
inisisasi transfusi baru dilakukan bila kadar hemoglobin sekitar 7 g/dL dan masih
terjadi perdarahan. 32
54
Sunder-Plasman sudah membuktikan hal tersebut di atas pada tahun 1968
dengan kurva kemampuan transport oksigen yang adalah sama baiknya pada
kadar hemoglobin 7 – 15 g/dL.
Gambar 5.4 Kurva Sunder-Plasman
Hemodilusi yang dilakukan tentu ada batasnya, batas tersebut ditentukan
oleh kadar hematokrit penderita. Batas bawah hematokrit yang masih tolerable
adalah 25%-30%, pada batas yang ekstrim bisa dilakukan sampai kadar
hematokrit 20%,34 sehingga bila sudah mendekati harga tersebut maka transfusi
darah perlu dilakukan.
Batas kritis dan tolerable kadar hemoglobin dan hematokrit pada manusia
berbeda untuk tiap individu dan sulit untuk ditentukan,namun secara umum
dikatakan bahwa kadar hemoglobin 7-8 g/dL dengan kadar hematokrit sekitar
20% merupakan batas minimal. Transfusi sendiri dilakukan bila didapatkan gejala
klinis meningkatnya kebutuhan oksigen dan pemeriksaan laboratorium yang
menunjang.
55
Kelompok transfusi menunjukan gejala klinis sesuai perdarahannya
sebanyak ≥ 30% EBV. Gejala berupa tekanan darah yang turun, nadi yang naik
walau pun sudah dilakukan resusitasi cairan dengan cukup. Disertai kadar
hemoglobin dan hematokrit yang turun setelah dilakukan hemodilusi dengan
memberikan sejumlah cairan kristaloid dan koloid.
120
nadi transfusi
110
nadi non transfusi
100
90
Hb transfusi
80
Hct transfusi
70
Hb non transfusi
60
Hct non transfusi
50
sistolik transfusi
40
sistolik non
transfusi
diastolik transfusi
30
20
10
diastolik non
transfusi
0
pre op
durante op
post op
Grafik 5.5 Gambaran klinis dan laboratorium sesuai perdarahan
Tekanan sistolik yang mulai turun (109,6±13), nadi yang mulai meningkat
(104,5±24,5), kadar hemoglobin (7,5±1,9) dan hematokrit (20,8±5,1) yang
menurun serta jumlah perdarahan mendekati ≥ 30% EBV (1423,1±808,4), nilai
base excess subyek penelitian rata – rata lebih dari -2 (-4,1±5,8) dijadikan dasar
untuk melakukan transfusi darah walau pun perfusi masih hangat kering merah dan
produksi urin masih lebih dari sama dengan 1 cc/kgbb/jam.
Transfusi darah dilakukan sesuai dasar klinis dan laboratoris yang
ditemukan pada sampel, dengan tujuan memperbaiki kondisi klinis penderita,
56
mendapatkan keuntungan yang dicapai lebih besar dari kerugian yang mungkin
dialami sambil bisa diawasi oleh petugas yang terlatih sehingga bila terjadi
penyulit transfusi bisa diatasi segera.16
Parameter klinis yang bisa diobservasi adalah parameter hemodinamik
yang memburuk setelah di lakukan resusitasi cairan yang adekuat, menunjukan
adanya suatu perdarahan yang sedang berlangsung, namun demikian parameter
makro hemodinamik sebagai tanda perdarahan yang sedang berlangsung kurang
begitu sensitif karena dipengaruhi hemodilusi dan kompensasi tubuh, maka
diperlukan pemeriksaan lain untuk mendukung adanya kebutuhan oksigen yang
meningkat, salah satunya adalah nilai base excess yang memburuk (-4,1±5,8).5,12
Base excess adalah sejumlah basa (dalam mmol) yang diperlukan untuk
mentitrasi 1 liter darah arteri secara keseluruhan untuk mencapai pH 7,40. Base
excess direkomendasikan sebagai penanda kecukupan resusitasi berdasarkan data
pada hewan dan manusia yang menunjukan bahwa base excess berkorelasi dengan
keparahan cedera dan tingkat perdarahan, karena itu metabolik asidosis karena
peningkatan base excess menjadi standar baku untuk menilai kecukupan
resusitasi. 35,36
Base excess bisa dinilai dengan cepat kemudian di telaah secara ekstensif
untuk menunjukan kaitannya dengan perdarahan. Davis dkk melakukan penelitian
dengan membagi nilai inisial base excess menjadi tiga kelompok, yaitu : ringan (3 sampai -5), sedang (-6 sampai -9) dan berat ( > -10). Mereka menemukan
hubungan yang signifikan antara nilai initial base excess dengan kebutuhan
transfusi dalam 24 jam pertama.37
57
Parameter lain yang dipakai untuk menentukan kebutuhan dilakukannya
transfusi adalah kadar hemoglobin, yang menjadi triger dilakukan transfusi yang
rasional adalah kadar hemoglobin sekitar 7-8 g / dL, karena pada batas ini
kapasitas
transport oksigen relatif masih baik namun dibawahnya sudah
memburuk.14 Batasan ini tidak kaku karena tergantung parameter klinis juga,
transfusi bisa dilakukan pada kadar Hemoglobin yang lebih tinggi pada penderita
normovolemik disertai tanda-tanda gangguan miokardium, serebral dan respirasi.6
Hal tersebut diatas menjadi dasar dilakukannya transfusi pada subyek
penelitian, sehingga resusitasi masih menghasilkan keluaran yang lebih baik.
Transfusi tidak perlu di tunda sampai titik yang lebih rendah lagi karena akan sulit
meresusitasi penderita yang sudah lebih buruk keadaannya.35
Transfusi diharapkan bisa memperbaiki parameter hemodinamik makro
karena memperbaiki volume intravaskuler. Restorasi volume intravaskuler
diharapkan terjadi dengan cepat karena dimasukan preparat yang sama dengan
yang hilang sehingga oksigenasi jaringan berjalan baik.
Dua puluh enam dari dua puluh sembilan subyek penelitian dengan PS
ASA 3, sebagian besar dengan peningkatan tekanan intra kranial (14 subyek) dan
sepsis (9 subyek) sehingga dibutuhkan batas yang lebih tinggi untuk dilakukan
trasnfusi. Tekanan sistolik, distolik, nadi serta kadar hemoglobin dan hematokrit
yang lebih tinggi untuk dimulainya transfusi dan penghentian trasnfusi untuk post
operasi.
Rerata dimulainya transfusi adalah pada tekanan sistolik sekitar 109,6±13,0
dan diastolik 65,1±10,2, hal ini dilakukan untuk menjaga perfusi ke serebral
supaya tidak terjadi iskemia pada serebral.
58
Subyek penelitian dengan ko-morbid cedera kepala sangat riskan terhadap
gangguan hemodinamik sebagai akibat langsung seperti cedera batang otak atau
cedera lain yang berakibat pedarahan sehingga penderita mengalami hipovolemi
mau pun cedera pada myocard seperti pada trauma thoraks yang terjadi secara
bersamaan.38
Hemodinamik yang stabil merupakan target yang mutlak harus di capai,
karena otak yang cedera kehilangan kemampuan autoregulasi global mau pun
lokal, sehingga hipotensi bisa mengakibatkan cedera otak sekunder berupa
iskemia serebral akibat menurunnya cerebral blood flow sedangkan hipertensi
disisi lain bisa mengekaserbasi vasogenic edema yang menyebabkan TIK
meningkat.38
Mean arterial pressure (MAP) minimal 70 mmHg merupakan target yang
harus di capai, hal ini harus bisa disesuaikan dengan keadaan klinik penderita
yang mencerminkan TIKnya.38,39
Volume intravaskular di usahakan cukup dengan pemberian cairan
kristaloid isotonis atau koloid sampai tercapai CVP 5-10 mmHg dengan
menghentikan perdarahan akibat trauma di tempat lain, bila belum tercapai maka
vasopresor bisa diberikan secara titrasi.38
Hipertensi tidak perlu segera diturunkan jika MAP tidak melebihi 120
mmHg sebelum terpasangnya monitor TIK karena tekanan darah sistemik yang
tinggi mungkin diperlukan untuk menjaga cerebral blood flow. MAP kemudian
disesuaikan dengan besarnya TIK agar mencapai CPP optimal pada penderita.38
Target kadar hemoglobin dan hematokrit pada subyek penelitian dengan komorbid peningkatan tekanan intra kranial lebih tinggi, yaitu sekitar 10g/dL dan
59
30%.
Batas kadar ini ditentukan karena pada penderita cedera kepala hasil
terapinya menjadi buruk bila penderita memiliki kadar hemoglobin dan
hematokrit dibawah batas tersebut karena terjadi gangguan oksigenasi.40 Transfusi
dimulai pada kadar hemoglobin 7,5±2,2, namun demikian post operasi kadar
hemoglobin subyek penelitian sekitar 9,1±1,3. Transfusi bisa ditunda sampai kadar
yang masih tolerable selama tidak ada tanda klinis hemodinamik yang terganggu,
dan bisa diberikan sampai batas yang kita inginkan bila perdarahan yang terjadi
sudah bisa teratasi.23 Peranan operator sangat besar dalam hal ini, bagaimana
operasi bisa tidak berdarah terlalu banyak namun patologi karena traumanya bisa
teratasi. Komunikasi antara dokter bedah dan anestesi durante operasi sangat
berperan penting dalam mengatasi perdarahan yang terjadi, sehingga operator bisa
mengetahui juga perdarahan yang sudah terjadi dan keadaan hemodinamik
penderita.
Sepsis merupakan ko-morbid lain yang banyak dialami oleh subyek
penelitian yang mendapat transfusi, sembilan dari duapuluh sembilan subyek
penelitian mengalami sepsis. Sepsis adalah adanya sekumpulan gejala sebagai
respon sistemik terhadap inflamasi berupa demam ( t > 38 C) atau hipotermia (t <
36C),
takikardia
(>90x/menit),
takipneu
(>20x/menit)
disertai
adanya
leukosistosis (> 12.000) atau leukopenia (< 4.000) dengan ditemukannya infeksi.41
Subyek penelitian dengan sepsis memiliki batas tolerable kehilangan darah hanya
sampai hematokrit 30% saja. Hal ini terutama pada penderita yang masih dalam
tahap resusitasi awal (EGDT : Early Goal Directed therapy). Hal ini tidak berlaku
untuk subyek dengan sepsis yang sudah teresusitasi, bila tanda –tanda hipoperfusi
jaringan sudah hilang dan komorbid lainnya seperti laktik asidosis, penyakit
60
jantung koroner atau perdarahan akut tidak ada maka transfusi dilakukan jika
kadar hemoglobin < 7 g/dL dengan target hemoglobin post transfusi adalah 7- 9
g/dL. Mortalitas penderita tidak meningkat dengan kadar hemoglobin di batas
tersebut, namun perlu diingat bahwa transfusi yang diberikan meningkatkan
penghantaran oksigen namun tidak selalu meningkatakan kemampuan sel untuk
mengekstraksi oksigen.43
Transfusi pada subyek dengan sepsis dilakukan hampir sama dengan subyek
dengan cederea kepala dengan menjaga tekanan darah sistolik dan iastolik cukup
tinggi dan MAP > 65 mmHg dan Hematokrit post transfusi sekitar 25,9±3,7.
Transfusi yang diberikan memperbaiki keadaan hemodinamik subyek penelitian dan
laboratoium subyek penelitian kecuali nilai base excess subyek penelitian.
Parameter makro hemodinamik subyek penelitian mengalami perbaikan
setelah mendapatkan transfusi, perbedaan itu bermakna baik secara klinis mau
pun secara stastistik (p < 0,05). Perbaikan hemodinamik parameter hemodinamik
itu terjadi setelah darah yang hilang diganti minimal 50% dari jumlah perdarahan
dan maksimal tujuh kali jumlah perdarahan. subyek yang mendapat transfusi
empat kali jumlah perdarahan disebabkan kadar hemoglobin pre transfusi 6 g/dL
dengan ko-morbid peningkatan tekanan intra kranial sehingga dibutuhkan kadar
hemoglobin sekitar 10g/dL.
Nilai base excess yang tidak membaik walau parameter hemodinamik
makro sudah membaik ditunjukan oleh hampir seluruh subyek penelitian, hal ini
mungkin belum kembalinya vasokonstriksi vena-vena periper yang diaktivasi saat
terjadi perdarahan atau stress pembedahan yang dialami jaringan. Hal ini memang
belum bisa peneliti buktikan dengan pasti, secara statistik dengan uji t-test tidak
ditemukan adanya perbedaan bermakna. Simpulan yang bisa kita tarik adalah
61
bahwa perbaikan parameter makro hemodinamik tidak berbanding lurus dengan
perbaikan mikro hemodinamik. Pemeriksaan base excess tidak terlalu sensitif dan
spesifik untuk menilai keberhasilan resusitasi cairan dan transfusi pada penderita
yang menjalani operasi emergency di kamar operasi lantai 5 instalasi rawat
darurat RSUD dr.Sutomo.
7.5
7
6.5
6
5.5
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
pH
base excess
pre transfusi
post transfusi
Hb Sahli durante op
Grafik 5.6 Gambaran pH dan base excess pre dan post transfusi
Grafik 5.7 Profil perbedaan kadar Hb Sahli dan Laboratorium
Pemeriksaan kadar hemoglobin yang cepat dan akurat menjadi salah satu
faktor yang penting dalam rasionalitas trasnfusi yang dilakukan. Alat untuk
62
memeriksakan kadar hemoglobin tersebut sudah banyak yang portabel dan
canggih, namun harganya mahal. Pemeriksaan kadar hemoglobin dengan metode
Sahli yang cukup murah dan cepat ternyata hasilnya cukup akurat dalam
memeriksa kadar hemoglobin, sehingga bisa dipakai sebagai salah satu alat bantu
untuk memeriksa kadar hemoglobin sebelum transfusi di lakukan.
63
Rekapitulasi rasionalitas transfusi pada subyek penelitian bisa dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 5.7 Rekapitulasi subyek penelitian dilakukan transfusi
no umur ko-morbid
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
40
42
31
41
43
23
21
18
46
25
46
18
34
18
35
35
19
25
41
26
34
35
29
18
23
50
54
19
48
inisiasi transfusi
efek transfusi (perbaikan)
Rationalitas
klinis
Laboratoris hemodinamik hemoglobin hematokrit sesuai ko-morbid
TIK meningkat, Anemia HD stabil
TIK meningkat
HD stabil
TIK meningkat
HD stabil
Anemia, Sepsis, Hipoalbumin HD stabil
Anemia
HD stabil
Anemia
HD tak stabil
TIK meningkat, Anemia HD tak stabil
TIK meningkat
HD tak stabil
TIK meningkat
HD stabil
TIK dan LFT meningkat HD stabil
Anemia, Shock
HD tak stabil
Anemia, hipoalbumin
HD stabil
TIK meningkat
HD stabil
TIK meningkat, Anemia HD stabil
Sepsis, hipoalbumin
HD stabil
LFT meningkat, hipoalbumin HD stabil
Anemia, shock, hipoalbumin HD tak stabil
Shock, hipoalbumin
HD tak stabil
TIK meningkat
HD stabil
Anemia, hipoalbumin
HD stabil
TIK meningkat
HD stabil
Anemia, Sepsis, Hipoalbumin HD stabil
TIK meningkat
HD stabil
Anemia, shock, hipoalbumin HD tak stabil
Anemia, hipoalbumin
HD stabil
TIK meningkat, anemia HD stabil
shock
HD stabil
Shock
HD tak stabil
TIK meningkat
HD stabil
7,9/19,2
8,5/22
10,7/38,3
6,7/19
7,6/18
6,7/14
7,5/21
8,1/20
9,7/29
7,5/22
2,7/9
5,2/15
9,1/25
8,1/27
10,6/31,6
6,9/20
7,4/21,5
9,6/27,3
10,5/30
6,1/16
9,1/28
10,6/31,6
12,2/35,7
4,1/10
4,4/12,4
8,2/22
10,3/29,5
6,7/18
10,5/31
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
10,4
10,2
9,6
9,9
8
7,3
10,5
11
10,7
8,1
10,8
7,4
8,9
9,8
14,3
11,3
11,1
9,7
9,5
8,8
8,9
14,3
12
6
8,1
10
10,1
11,4
10,9
30,1
26,5
27,4
28,4
22,1
21
29,8
31,5
32
18,5
32
20,7
26,1
28,7
40,8
33
29
28,4
27
26
26,1
40,8
38
13
23,9
31
28,8
26,3
31,5
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
rasional
rasional
rasional
rasional
rasional
rasional
rasional
rasional
rasional
under transfusion
over transfusion
rasional
under transfusion
rasional
over transfusion
over transfusion
over transfusion
rasional
rasional
rasional
under transfusion
over transfusion
rasional
rasional
rasional
rasional
rasional
over transfusion
rasional
64
Subyek penelitian ada yang mengalami under transfusion karena tidak
sesuai ko-morbid yang diderita yaitu peningkatan tekanan intra kranial, dimana
diperlukan kadar hemoglobin optimalnya 10 g/dL dan hematokrit 30%. Hal ini
bisa menyebabkan keluaran dari terapi yang diberikan tidak optimal.
Over transfusion terjadi pada beberapa subyek penelitian, dimana kadar
hemoglobin cukup sekitar 7g/dL namun di transfusi sampai kadar hemoglobin 10
– 11g/dL bahkan ada ditemukan pada satu subyek yang mengalami perdarahan
sebanyak 100 cc dan di ganti dengan 700 cc, walau pun tidak ada tanda-tanda
gangguan hemodinamik dan kadar hemoglobin pre transfusinya 10g /dL. Subyek
memang mengalami hipoalbumin dan sepsis sehingga membutuhkan kadar
hemoglobin minimal 10g/dL dan kadar hematokrit 30% sebagai bagian dari
terapi. Hasil dari transfusi itu adalah kadar hemoglobin post transfusi menjadi
14g/dL dan kadar hematokrit 43%.
Transfusi pada subyek ini tidak rasional karena:
1.
Tidak ada indikasi atas dasar klinis berupa hemodinamik yang tidak stabil
mau pun tanda-tanda kebutuhan oksigen yang meningkat,
2. Tidak ada indikasi secara laboratoris karena kadar hemoglobin dan
hematokrit masih dalam batas tolerable untuk subyek dengan ko-morbid
yang dimilikinya
3. Tidak sesuai dengan kebutuhan subyek yaitu transfusi albumin untuk
mengatasi hipoalbumin yang dialaminya.
65
Tingkat rasionalitas transfusi darah pada subyek penelitian yang
mendapatkan transfusi disarikan dalam diagram dibawah ini.
rasionalitas transfusi
rasional
under transfusi
over transfusi
21%
10%
69%
Grafik 5.8 rasionalitas transfusi
Subyek penelitian yang tidak mendapatkan transfusi tersari dalam tabel
dibawah ini.
Tabel 5.8 rekapitulasi subyek penelitian tanpa transfusi
no umur berat badan ko-morbid
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
21
34
29
29
44
43
46
38
18
18
18
25
24
70
60
75
50
60
70
60
67
60
40
60
50
65
pre operasi
Hemodinamik
Hb Hct
TIK meningkat
HD stabil 15,2 43,8
TIK meningkat
HD stabil 13,8 40
0 HD stabil 13 37,3
0 HD stabil 10 28,4
TIK meningkat
HD stabil 14,6 41
riw. Shock
HD stabil 13,6 38,2
sepsis, LFT meningkat HD stabil 10,5 31
0 HD stabil 13,2 39,5
0 HD stabil 12,8 38,6
0 HD stabil 8,5 25
TIK meningkat
HD stabil 13,5 39
hipoalbumin
HD stabil 9,6 28,9
TIK meningkat
HD stabil 14,4 43,5
post operasi
Hemodinamik
Hb Hct
HD stabil 12,7 36,8
HD stabil 10 29,2
HD stabil 10,5 30,1
HD stabil 9 25,4
HD stabil 13 39
HD stabil 11,8 33
HD stabil 9,4 26,6
HD stabil 11,7 32,9
HD stabil 11,6 34
HD stabil 6,8 20,3
HD stabil 11,7 32
HD stabil 8,6 26,3
HD stabil 9,3 27
rasionalitas
Rasional
Rasional
Rasional
Rasional
Rasional
Rasional
Rasional
Rasional
Rasional
Rasional
Rasional
Rasional
Rasional
66
Subyek penelitian yang tidak mendapatkan transfusi semuanya tidak
mengalami perubahan hemodinamik yang berarti dan kadar hemoglobin dan
hematokritnya msih dalam batas tolerable, sehingga keputusan untuk tidak
mentransfusi subyek penelitian sudah rasional.
rasional
under transfusi
0%
100%
Grafik 5.9 Rasionalitas subyek penelitian non transfusi
Sisa darah yang tidak terpakai bila menurut catatan dan rekapan yang
peneliti lakukan untuk darah yang diambil hanya sebanyak 49 kantung dan 76
kantung yang masih disimpan di bank darah RSUD dr. Sutomo. Jumlah ini
sedikit bila dibandingkan dengan jumlah kantung darah yang di kembalikan dari
ruang observasi intensif selama bulan September–Oktober yaitu sebanyak 168
kantung, hal ini perlu dicermati sehingga kita tahu bahwa darah yang kembali itu
berasal dari anestesi saja atau dari bagian lain yang tergabungkan di pengembalian
ruang observasi intensif.
67
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Data yang didapat peneliti menunjukan bahwa transfusi yang dilakukan
oleh PPDS 1 anestesiologi dan reanimasi sudah cukup rational. Resusitasi cairan
yang dilakukan untuk mengantikan darah yang hilang sudah baik sehingga tidak
ada perbedaan bermakna antara tekanan sistolik dan diastolik sebelum transfusi
dan sesudah transfusi dengan nilai p = 0,08 ( p > 0,05), namun berbeda sangat
bermakna untuk parameter nadi dengan nilai p = 0,01 (p< 0,05) sehingga tujuan
transfusi untuk memperbaiki parameter makro hemodinamik bisa dicapai.
Perbaikan parameter laboratorium sesuai dengan penyakit penyerta subyek
penelitian berbeda secara bermakna statistik untuk kadar hemoglobin dan
hematokrit sebelum dan sesudah transfusi p = <0,001 (p < 0,05).
Subyek penelitian yang sudah mendapatkan transfusi yang rasional
sebanyak 69%, dikatakan rasional karena efek trransfusi yang diinginkan berupa
perbaikan hemodinamik, perbaikan kadar hemoglobin dan hematokrit sesuai
dengan ko-morbid dapat tercapai secara maksimal. Under transfusion terjadi pada
10% subyek penelitian, dimana perbaikan hemodinamik tercapai namun kadar
hemoglobin dan hematokrit yang dibutuhkan untuk ko-morbid yang dialaminya
masih kurang sehingga di khawatirkan keluaran dari terapi yang diberikan tidak
baik.
Subyek penelitian yang mengalami over transfusion sebanyak 21%,
dimana inisiasi transfusi dilakukan pada kadar hemoglobin yang masih tinggi dan
68
tidak ada tanda-tanda gangguan hemodinamik. Hal ini berbahaya karena bisa
menimbulkan efek samping transfusi yang tidak kita inginkan.
Subyek penelitian yang tidak di transfusi sebanyak tiga belas subyek tidak
mengalami under transfusion, resusitasi dengan teknik hemodilusi dilakukan
dengan baik sehingga tidak ada perbedaan bermakna secara statistik untuk
parameter tekanan sistolik dengan nilai p = 0,08 ( p>0,05), perbaikan bermakna
pada parameter nadi dengan nilai p = 0,02 (p<0,05) dan kadar hemoglobin serta
hematokrit tidak berbeda secara bermakna p = 0,212 ( p>0,05).
Base excess tidak bisa digunakan sebagai safety measure pada subyek
penelitian yang mendapatkan transfusi karena tidak ada perbedaan bermakna
secara statistik untuk nilai base excess pre operasi dan post operasi dengan nilai p
= 0,159 ( p>0,05). Sisi lain dari data ini adalah kita tidak boleh puas hanya
dengan memperbaiki parameter makro hemodinamik saja namun harus mulai
belajar untuk mencari tahu perbaikan mikrovaskular dari resusitasi yang kita
lakukan.
Pemeriksaan kadar hemoglobin dengan metode Sahli masih bisa
dipertimbangkan untuk tetap dipakai sebagai sarana pemeriksaan yang cepat,
murah, mudah dan cukup akurat untuk dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin
on the spot untuk membantu menentukan dilakukannya tindakan transfusi atau
tidak.
6.2 Saran
Penelitian dilakukan dengan metode consecutive sampling dengan waktu
pengamatan yang relatif singkat (50 hari) sehingga mungkin sampel yang di
kumpulkan hanya 42 sampel saja dan tanpa randomisasi. Dua hal tersebut sangat
69
besar kemungkinannya mempengaruhi simpulan penelitian yang diambil, akan
lebih baik hasilnya bila pengambilan sampel dilakukan dalam jangka waktu yang
lebih lama dan secara random.
Penelitian lain yang menunjukan akan adanya pemeriksaan laboratorium
yang memungkinkan kita untuk mengetahui keadaan mikrovaskular post resusitasi
dan post transfusi sehingga kita bisa mengetahui perbaikan yang kita lakukan
sudah sejauh mana, apakah sudah menyentuh mikrovaskular atau hanya bergelut
di makrovaskular saja.
Penulis menyarankan agar dibuat suatu formulir khusus yang harus diisi
saat seorang PPDS akan memberikan transfusi yang berisi tentang data penderita,
alasan transfusi, berapa jumlah darah yang akan ditransfusikan dan evaluasi post
transfusi sehingga pengembalian darah yang tidak terpakai bisa ditekan.
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan di ruang obervasi intensif untuk
mengetahui tingkat rasionalitas transfusi darah di ruang tersebut agar tidak terjadi
pengembalian darah yang banyak dari ruang observasi intensif ke bank darah
setiap bulannya.
70
71
Lampiran 1
INFORMASI TENTANG PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rasionalitas transfusi darah
yang dilakukan pada penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat darurat
RSU dr. Sutomo dan menganalisi rasionalitas pemeriksaan base excess sebagai
safety measure tindakan transfusi darah pada penderita yang mendapat transfusi
darah tersebut. Penderita yang menjalani operasi mengalami perdarahan akibat
trauma yang dialaminya atau pun tindakan bedah yang dlakukan untuk mengatasi
penyakitnya,
Transfusi dilakukan dengan maksud mengganti perdrahan yang
terjadi dan memperbaiki keadaan penderita, supaya penderita menjadi lebih baik
bahkan selamat dari trauma yang mengancam nyawanya.
Penderita akan diambil sampeal darah sebelum dan sesudah transfusi
untuk pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit dan pemeriksaan analisis gas
darah di laboratorium dan di kamar operasi secara langsung. Biaya pemeriksaan
laboratorium termasuk dalam biaya rutin rumah sakit di tanggung oleh penderita
sementara pemeriksaan secara langsung di kamar operasi ditanggung oleh
peneliti.
Penderita akan di awasi oleh peneliti, dokter dan perawat yang menangani
penderita tersebut selama pembedahan dan transfuse dilakukan. Jumlah
perdarahan dan jumlah darah yang di transfusikan dicatat dalam rekam medis
yang sesuai dengan seksama, bila penderita megalami reaksi transfusi atau
kejadian lain yang tidak termasuk dalam penlitian akan ditanggani sesuai standard
operating procedure yang berlaku di RSU dr. Sutomo.
72
Penderita atau keluarga penderita akan mendapat penjelasan tentang
penelitian ini bersamaan dengan penjelasan tentang tindakan operasi yang
dilakuan, kemudian boleh menentukan untuk mengikuti atau tidak mengikuti
penelitian ini sebelum atau selamapenelitian dilakukan. Foto kopi penjelasan
penelitian ini akan diserahkan kepada penderita atau keluarga penderita bersama
dengan
lembar
persetujuan
tindakan
yang
akan
dikembalikan
setelah
ditandatangai penderita atau keluarga penderita.
Dokter yang bertanggungjawab dalam penelitian ini adalah peneliti (dr,
Rindu Anggara Parulian) dan pembimbing penelitian (Prof. DR. dr. R. Eddy
Rahardjo, SpAn. KIC), selain itu terhadap diagnosis dan perawatan termasuk di
dalamnya PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi yang merawat serta dokter primer
yang melakukan perawatan terhadap penderita. Doker yang bertanggung jawab
selama tindakan dan perawatan
bisa dihubungi selama 24 jam di telepon
genggam peneliti ( dr. Rindu Anggara : 031-92072380 atau 085244698577)
Surabaya,……-……-2012
Yang menerangkan
(dr.RinduAnggara)
Peneliti
Saksi
(………………)
mengerti dan menyetujui
(…………………….)
penderita/keluarga
Saksi
(…………………….)
73
Lampiran 2
PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :………………………………………………………………………..
Umur :………………………………………………………………………..
Jenis kelamin :…………………………………………………………………
Alamat :………………………………………………………………………
Dengan ini menyatakan setuju untuk mengikuti penelitian setelah mendapat
penjelasan dari peneliti untuk ( diri sendiri/anak kandung/orang
tua/istri/suami/saudara kandung):
Nama :……………………………………………………………………………
Umur :……………………………………………………………………………
Jenis kelamin:…………………………………………………………………….
Alamat :………………………………………………………………………
No. RM: ……………………………………………………………………………
Demikian surat pernyataan ini dibuat tanpa paksaan dan dengan kesadaran penuh.
Surabaya,…….-………-2012
Dokter Peneliti
(dr. Rindu Anggara)
Saksi
(………………….)
penderita/keluarga
(………………..)
Saksi
(…………………..)
74
Lampiran 3
Lembar Pengumpul Data Penelitian
1. Nama Penderita/ no. Rekam medik
:
2. Umur penderita/ Jenis Kelamin
:
3. Berat Badan Penderita
:
4. Diagnosa Penyakit Penderita
:
5. PS ASA
:
6. Ko Morbid/ Special condition
:
7. Rencana Operasi
:
8. Perfusi/Tensi/Nadi/SpO2 pre op
:
x/menit/
tahun/
kg
/
%
9. Estimated Blood volume
:
cc
10. Perkiraan perdarahan
:
cc
11. Hemoglobin/Hematocrit lab pre op
:
g/dL/
12. Presiapan darah pre operasi
:
a. Ditangan
:
b. GSH
:
13. Perdarahan durante operasi
:
14. Perfusi/Tensi/Nadi/SpO2 pre transfusi
:
x/menit/
mmHg/
%
cc
/
mmHg/
%
15. Produksi urine pre transfusi
:
cc/kgbb/jam
16. Hemoglobin Sahli/Hematocrit pre transfusi :
g/dL/
%
17. Hemoglobin/Hematokrit lab pre transfusi
:
g/dL/
%
18. Analisa Gas Darah Pre Transfusi
:
a. pH
:
b. pCO2
:
c. pO2
:
d. Base excess
:
e. HCO3
:
f. SaO2
:
75
g. P/f Ratio
:
19. Volume darah ditransfusikan
:
20. Permintaan darah tambahan durante op
:
21. Perfusi/Tensi/Nadi/SpO2 post transfusi
:
/
:
cc/kgbb/jam
x/menit/
cc
mmHg/
%
22. Produksi urine post transfusi
23. Hemoglobin Sahli/Hematocrit post transfusi :
g/dL/
%
24. Hemoglobin/Hematokrit lab post transfusi :
g/dL/
%
25. Analisa Gas Darah Post Transfusi
:
a. pH
:
b. pCO2
:
c. pO2
:
d. Base excess
:
e. HCO3
:
f. SaO2
:
g. P/f Ratio
:
26. Jumlah darah yang tidak ditransfusikan
a. Ditangan
:
b. GSH
:
76
Lampiran 4
LEMBAR ISIAN
PANITIA KELAIKAN ETIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSU DR. SOETOMO SURABAYA
1. Peneliti
a. Nama
: dr. Rindu Anggara Parulian Napitupulu
b. Unit kerja : Dept / SMF Anestesiologi dan Reanimasi
Multisenter
:
tidak
√
2. Judul penelitian
ANALISA TINGKAT RASIONALITAS TRANSFUSI DARAH PADA
PELAYANAN OPERASI GAWAT DARURAT DI INSTALASI
RAWAT DARURAT RSU Dr. SOETOMO
3. Subyek penelitian
Penderita
√
Yang menjalani operasi gawat darurat dan diberikan transfusi darah yang sesuai
dengan kriteria subyek penelitian di Instalasi Rawat Darurat RSU Dr. Soetomo.
4. Jelaskan manfaat penelitian terhadap pengembangan ilmu dan atau
pelayanan kesehatan dan penderita
Manfaat yang bisa di dapatkan adalah ::
1.
Manfaat terhadap penderita
Penderita kan mendapatkan pelayanan transfusi yang lebih rasional
dengan resiko efek samping transfusi lebih rendah.
2.
Manfaat terhadap pelayanan kesehatan
c.
Memberikan masukan untuk mengevaluasi pemesanan darah
dan transfusi
pada penderita yang menjalani operasi di instalasi rawat darurat
RSU. Dr
Sutomo
77
d.
Memberikan
masukan
untuk
menyusun
algoritma
atau
guidelinepemesanan darah dan transfusi pada penderita yang
menjalani operasi di Instalasi Rawat Darurat RSU. Dr Sutomo
3.
Manfaat terhadap dokter
d.
Memahami indikasi, resiko serta dasar yang rational untuk
melakukan transfusi pada penderita yang menjalani operasi di
instalasi rawat darurat RSU. Dr Sutomo
e.
Memahami tata cara transfusi yang benar
f.
Memahami resiko transfusi dan cara mengatasinya
5. Jelaskan resiko penelitian yang mungkin terjadi pada subyek penelitian :
Terjadinya reaksi transfusi
6. Jelaskan prosedur pemantauan yang digunakan untuk keselamatan subyek
penelitian :
Kunjungan pre operasi sebelumnya dilakukan untuk mencari segala penyulit
yang ada atau yang potensial ada pada pasien. Apabila tidak sesuai dengan
kriteria inklusi dan masuk dalam kriteria eksklusi maka pasien tidak dimasukkan
dalam subyek penelitian.
Pemantauan prosedur anestesia dan operasi dilakukan oleh peneliti dan PPDS
anestesi dengan diawasi oleh seorang supervisor atau konsultan anestesi yang
sesuai dengan standar pelayanan di instalasi rawat darurat RSU Dr Soetomo
Surabaya.
7. Untuk mencapai azas keadilan, jelaskan bagaimana cara memilih dan
memperlakukan subyek penelitian :
Semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan kunjungan pra
operasi sebelum pelaksanaan operasi, kemudian dilakukan pemeriksaan
ulang kondisi terakhir pasien saat pasien berada di kamar operasi, serta
memberi penjelasan mengenai risiko dan manfaat penelitian sekaligus
informed consent tentang kesediaan pasien untuk mengikuti penelitian.
78
Pemilihan subyek penelitian bersifat tidak memaksa, sukarela. Operasi
dilakukan sesuai dengan standar pelayanan yang ada. Setelah operasi
selesai
pasien akan dilakukan pemantauan ketat di ruang observasi
intensif.
8. Jelaskan cara pengamanan tambahan bagi subyek penelitian yang ber-resiko /
“vulnerable” (seperti misalnya bila subyek penelitian tersebut ibu hamil dan
menyusui, cacat mental, pasien tidak sadar, narapidana, mahasiswa
kedokteran, dsb) :
Penderita yang vulnerable tidak dimasukkan sebagai subyek penelitian.
9. Bila penelitian ini menggunakan subyek manusia, jelaskan bagaimana cara
memberitahu dan mengajak subyek
Untuk memberitahu penderita dan keluarga tentang prosedur, manfaat,
risiko dan penanganan bila terjadi komplikasi dari penelitian ini maka
peneliti akan menjelaskan kepada mereka sampai bisa dipahami dan akan
memberikan informasi tentang penelitian secara tertulis dengan bahasa
awam yang dimengerti oleh mereka. Bila sudah paham dan menyetujui
untuk mengikuti penelitian ini maka diminta persetujuan tertulis untuk
ikut dalam penelitian (informed consent dan persetujuan tindakan medis
TERLAMPIR). Informasi yang diberikan bersifat jujur apa adanya,
dijelaskan dengan bahasa awam, tertulis, ditandatangani peneliti dan
penderita / keluarganya bila dimengerti dan disetujui, fotokopi lembaran
informasi penelitian diberikan kepada keluarga.
10. Jelaskan cara yang digunakan untuk melindungi kerahasiaan subyek penelitian
Lembar pengumpulan data tidak disimpan sebagai dokumen medik
Rumah sakit tetapi disimpan oleh peneliti dan hanya diketahui oleh
peneliti, sedangkan nama pasien tidak dipublikasikan dalam laporan
penelitian. Semua nama dengan kode inisial yang hanya diketahui oleh
peneliti.
11. Bila penelitian ini menggunakan subyek manusia, jelaskan hubungan pribadi
antara peneliti dengan subyek yang diteliti
√
Dokter – Penderita
79
12. Bila penelitian ini menggunakan orang sakit, sebutkan nama dokter / dokterdokter yang bertanggung jawab terhadap diagnosis dan perawatannya. Bila
menggunakan orang sakit, jelaskan cara pemeriksaan kesehatannya.
Dokter yang merawat dan bertanggung jawab terhadap diagnosa dan
perawatan sebelum pembedahan adalah dokter obstetri/ginekologi,
setelah pembedahan yang merawat adalah dokter peneliti (dr. Rindu
Anggara HP : 031 92072380 ), dan dokter primer yang merawat pasien di
instalasi rawat darurat. Prosedur penelitian di ruang observasi intensif
dan perawatan pasca bedah dilakukan oleh peneliti dengan Prof. DR. Dr.
Eddy Rahardjo SpAn. KIC sebagai pembimbing atau supervisor. Dokter
jaga bedah dan primer serta anestesi dapat dihubungi selama 24 jam
dan bila ada penyulit pre dan pasca bedah penderita akan ditangani
dengan prosedur medis standar sesuai penyulit yang ada. Peneliti dapat
dihubungi sewaktu-waktu apabila ada masalah yang terkait dengan
penelitian.
13. Apakah pasien dibebani sebagian atau seluruh biaya penelitian
√
Tidak
14. Bila penelitian menggunakan subyek manusia, apakah subyek dapat ganti rugi
bila ada gejala efek samping?
√
Tidak
15. Bila penelitian menggunakan subyek manusia, apakah subyek diasuransikan ?
√
Tidak
16. Apakah rumah sakit dibebani biaya penelitian ?
√
Tidak
Semua biaya penelitian ditanggung oleh peneliti. Penderita hanya
dibebani biaya rutin Rumah Sakit, obat-obatan dan tindakan
medis.
80
Surabaya, 05 September 2012
Peneliti Utama
Mengetahui dan menyetujui
Kepala Departemen Anestesi & Reanimasi
FK Unair – RSUD Dr. Soetomo Surabaya
(dr. Rindu Anggara P. N)
(dr. Puger Rahardjo, Sp An., KIC KAKV.)
Tempat Penelitian :
Unit / Laboratorium
IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya
Anestesiologi dan Reanimasi
Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal : 05 September 2012
Panitia Kelaikan Etik
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
RSUD Dr. Soetomo Surabaya
(dr. Elizeus Hanindito SpAn. KIC. KPA)
81
Lampiran 5
“CHECK LIST”
LEMBAR PENILAIAN KELAIKAN ETIK PENELITIAN
1.
Resiko terhadap subyek penelitian
Diisi oleh Peneliti Utama
a. Tidakada ...................................................................................................................

b. Ada, tetapi kecil........................................................................................................

c. Beresiko sedang .......................................................................................................

d. Beresiko besar ..........................................................................................................

2.Manfaat penelitian terhadap pelayanan penderita dan atau sumbangan
terhadap ilmu pengetahuan.
3.
4.
5.
a. sangat besar .............................................................................................................

b. besar .........................................................................................................................

c. kecil ..........................................................................................................................

d. tidak ada ...................................................................................................................

Pemantauan data subyek penelitian untuk keselamatan subyek penelitian
a. dilakukan secara teratur dan terus menerus ...........................................................

b. dilakukan secara teratur, tetapi tidak terus menerus..............................................

c. kadang-kadang dilakukan.........................................................................................

d. tidak dilakukan .........................................................................................................

Perlakuan terhadap subyek penelitian adil dan tidak berat sebelah
a. semua subyek mendapat perlakuan yang sama ......................................................

b. perlakuan terhadap subyek tidak sama, dipilih secara acak ....................................

c. perlakuan terhadap subyek tidak sama, dipilih berdasar kriteria ...........................

d. perlakuan terhadap subyek tidak sama, dipilih berdasar selera peneliti ................

Pengamanan tambahan terhadap subyek penelitian yang beresiko
82
6.
7.
a. terdapat pengamanan tambahan yang selalu siap sedia setiap saat ......................

b. terdapat pengamanan tambahan, yang tidak selalu siap ........................................

c. terdapat pengamanan tambahan, tetapi di dalampemikiran .................................

d. tidak ada pengamanan tambahan ...........................................................................

Persetujuan tindakan medik (informed consent)
a. dibuat persetujuan tindak medik secara tertulis, jujur dan rinci .............................

b. dibuat persetujuan tindak medik secara tertulis dalam garis besar ........................

c. dibuat persetujuan tindak medik secaralisan ..........................................................

d. tidak ada persetujuan tindak medik ........................................................................

Kerahasiaan subyek penelitian
a. kerahasiaan subyek penelitian sangat terjaga, atau hanya mungkin
diketahui peneliti .....................................................................................................

b. kerahasiaan subyek penelitian hanya mungkin diketahui peneliti ..........................

c. kerahasiaan subyek penelitian mudah diketahui oleh ilmuwan lain .......................

d. kerahasiaan subyek penelitian mudah diketahui orang lain ...................................

Judul Penelitian
:
ANALISA TINGKAT RASIONALITAS
TRANSFUSI DARAH PADA PELAYANAN OPERASI GAWAT DARURAT
DI INSTALASI RAWAT DARURAT RSU Dr. SOETOMO
Peneliti Utama
:
dr. Rindu Anggara P. N.
Penilai Kelaikan Etik
:
dr Elizeus Hanindito, SpAn KIC KPA
Hasil Penilaian (beri tanda)
:
1. Laik Etik
2. Usul perbaikan
3. Tidak Laik Etik
4. Usul diseminarkan
5. Lain-lain (sebutkan) :……
83
84
85
86
Lampiran 8
Hasil Analisis Statistik
Transfusi
Valid
Ya
Tidak
Total
Frequency
29
13
42
Percent
69,0
31,0
100,0
Valid Percent
69,0
31,0
100,0
Cumulative
Percent
69,0
100,0
NPar Tests
One-Sample Kolm ogorov-Sm irnov Test
N
Normal Parametersa,b
Most Extreme
Differences
Mean
St d. Deviat ion
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
As ymp. Sig. (2-tailed)
Umur
42
32,0714
12,19035
,124
,124
-,124
,805
,536
BB
42
59,9048
10,17124
,170
,163
-,170
1,104
,174
St d. Deviation
12,97895
10,31305
10,58778
9,55349
St d. Error
Mean
2,41013
2,86033
1,96610
2,64966
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
T-Test
Group Sta tisti cs
Umur
BB
Transfusi
Ya
Tidak
Ya
Tidak
N
29
13
29
13
Mean
33,1034
29,7692
59,6207
60,5385
87
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
F
Umur
BB
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
t-test for Equality of Means
Sig.
,570
,151
t
,455
,699
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
,816
40
,419
3,33422
4,08551
-4,92290
11,59134
,891
28,855
,380
3,33422
3,74035
-4,31732
10,98575
-,267
40
,791
-,91777
3,43402
-7,85818
6,02263
-,278
25,535
,783
-,91777
3,29943
-7,70588
5,87033
Sex * Transfusi Crosstabulation
Sex
L
P
Total
Transfusi
Ya
Tidak
18
10
62,1%
76,9%
11
3
37,9%
23,1%
29
13
100,0%
100,0%
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Total
28
66,7%
14
33,3%
42
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correction a
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
Linear-by-Linear
As sociation
N of Valid Cases
Value
,891b
,348
,926
df
1
1
1
,870
As ymp. Sig.
(2-sided)
,345
,555
,336
1
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
,485
,282
,351
42
a. Computed only for a 2x2 table
b. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
4,33.
PS * Transfusi Crossta bulation
Transfusi
Tidak
1
4
3,4%
30,8%
2
4
6,9%
30,8%
26
5
89,7%
38,5%
29
13
100,0%
100,0%
Ya
PS
1,00
2,00
3,00
Total
NPar Tests
Count
% within Trans fusi
Count
% within Trans fusi
Count
% within Trans fusi
Count
% within Trans fusi
Total
5
11,9%
6
14,3%
31
73,8%
42
100,0%
88
Mann-Whitney Test
Ranks
PS
Transfusi
Ya
Tidak
Total
N
Mean Rank
24,90
13,92
29
13
42
Sum of Ranks
722,00
181,00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
As ymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)]
PS
90,000
181,000
-3,478
,001
a
,006
a. Not corrected for ties .
b. Grouping Variable: Trans fusi
Crosstab
Transfusi
Tidak
14
5
48,3%
38,5%
15
8
51,7%
61,5%
29
13
100,0%
100,0%
Ya
TIK
Ya
Tidak
Total
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Total
19
45,2%
23
54,8%
42
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correction a
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
Linear-by-Linear
As sociation
N of Valid Cases
Value
,349b
,065
,352
,341
df
1
1
1
1
As ymp. Sig.
(2-sided)
,555
,798
,553
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
,739
,401
,559
42
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5,88.
89
Crosstab
PJK
Tidak
Total
Count
% within Trans fusi
Count
% within Trans fusi
Transfusi
Ya
Tidak
29
13
100,0%
100,0%
29
13
100,0%
100,0%
Total
42
100,0%
42
100,0%
Crosstab
DM
Ya
Tidak
Total
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Transfusi
Ya
Tidak
0
1
,0%
7,7%
29
12
100,0%
92,3%
29
13
100,0%
100,0%
Total
1
2,4%
41
97,6%
42
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correction a
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
Linear-by-Linear
As sociation
N of Valid Cases
Value
2,285b
,174
2,400
df
1
1
1
2,231
1
As ymp. Sig.
(2-sided)
,131
,677
,121
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
,310
,310
,135
42
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
,31.
Crosstab
Transfusi
Tidak
2
1
6,9%
7,7%
27
12
93,1%
92,3%
29
13
100,0%
100,0%
Ya
LFT
Ya
Tidak
Total
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Total
3
7,1%
39
92,9%
42
100,0%
90
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correction a
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
Linear-by-Linear
As sociation
N of Valid Cases
Value
,009b
,000
,008
df
1
1
1
,008
As ymp. Sig.
(2-sided)
,926
1,000
,927
1
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
1,000
,682
,927
42
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
,93.
Crosstab
HT
Ya
Tidak
Total
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Transfusi
Ya
Tidak
0
1
,0%
7,7%
29
12
100,0%
92,3%
29
13
100,0%
100,0%
Total
1
2,4%
41
97,6%
42
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correction a
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
Linear-by-Linear
As sociation
N of Valid Cases
Value
2,285b
,174
2,400
2,231
df
1
1
1
1
As ymp. Sig.
(2-sided)
,131
,677
,121
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
,310
,310
,135
42
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
,31.
91
Crosstab
Anemia
Ya
Tidak
Total
Transfusi
Ya
Tidak
15
2
51,7%
15,4%
14
11
48,3%
84,6%
29
13
100,0%
100,0%
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Total
17
40,5%
25
59,5%
42
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correction a
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
Linear-by-Linear
As sociation
N of Valid Cases
Value
4,920b
3,527
5,361
df
1
1
1
4,803
1
As ymp. Sig.
(2-sided)
,027
,060
,021
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
,041
,027
,028
42
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5,26.
Crosstab
Transfusi
Tidak
3
0
10,3%
,0%
26
13
89,7%
100,0%
29
13
100,0%
100,0%
Ya
sepsis
Ya
Tidak
Total
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Total
3
7,1%
39
92,9%
42
100,0%
92
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correction a
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
Linear-by-Linear
As sociation
N of Valid Cases
Value
1,448b
,309
2,324
df
1
1
1
1,414
As ymp. Sig.
(2-sided)
,229
,579
,127
1
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
,540
,318
,234
42
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
,93.
Crosstab
Syok
Ya
Tidak
Total
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Transfusi
Ya
Tidak
7
1
24,1%
7,7%
22
12
75,9%
92,3%
29
13
100,0%
100,0%
Total
8
19,0%
34
81,0%
42
100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correction a
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
Linear-by-Linear
As sociation
N of Valid Cases
Value
1,574b
,689
1,795
df
1
1
1
1,537
As ymp. Sig.
(2-sided)
,210
,407
,180
1
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
,398
,208
,215
42
a. Computed only for a 2x2 table
b. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
2,48.
Crosstab
Transfusi
Tidak
9
1
31,0%
7,7%
20
12
69,0%
92,3%
29
13
100,0%
100,0%
Ya
Hipoalbumin
Ya
Tidak
Total
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Count
% within Transfusi
Total
10
23,8%
32
76,2%
42
100,0%
93
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correction a
Likelihood Ratio
Fis her's Exact Test
Linear-by-Linear
As sociation
N of Valid Cases
Value
2,696b
1,563
3,131
2,632
df
1
1
1
1
As ymp. Sig.
(2-sided)
,101
,211
,077
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
,134
,102
,105
42
a. Computed only for a 2x2 table
b. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
3,10.
NPar Tests
One-S ample Kolm ogorov-Sm irnov Te st
N
Normal Parametersa,b
Most E xtreme
Differences
Mean
St d. Deviat ion
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
As ymp. Sig. (2-tailed)
Sis tol_pre
42
120,4762
20,31368
,128
,128
-,113
,832
,493
Diastol_pre
42
73,3810
15,30655
,167
,118
-,167
1,084
,190
Nadi_pre
42
96,1429
24,07972
,148
,148
-,087
,961
,314
SpO2_pre
42
98,4762
1,31108
,370
,273
-,370
2,395
,000
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from dat a.
NPar Tests
One-S ample Kolm ogorov-Sm irnov Test
N
Normal Parametersa,b
Most E xtreme
Differences
Mean
St d. Deviat ion
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
As ymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
T-Test
Hb_pre
42
10,3024
3,17839
,132
,093
-,132
,854
,459
Hc t_pre
EB V
EB L
42
42
42
29,7952 4108,6905
978,5714
9,51938 810,65470 505,83701
,118
,140
,174
,068
,122
,174
-,118
-,140
-,158
,765
,908
1,125
,601
,382
,159
94
Group Statistics
Sis tol_pre
Diastol_pre
Nadi_pre
Transfusi
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
N
Mean
120,6207
120,1538
71,1034
78,4615
102,6207
81,6923
29
13
29
13
29
13
Std. Deviation
23,29380
11,98503
17,25097
8,09954
25,29457
12,67139
Std. Error
Mean
4,32555
3,32405
3,20343
2,24641
4,69708
3,51441
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
F
Sis tol_pre
Diastol_pre
Nadi_pre
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
t-test for Equality of Means
Sig.
3,501
t
,069
6,140
,018
7,485
,009
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
,068
40
,946
,46684
6,86403
-13,40589
14,33958
,086
39,055
,932
,46684
5,45524
-10,56693
11,50062
-1,460
40
,152
-7,35809
5,03987
-17,54405
2,82787
-1,881
39,833
,067
-7,35809
3,91258
-15,26674
,55056
2,815
40
,008
20,92838
7,43382
5,90406
35,95270
3,568
39,350
,001
20,92838
5,86632
9,06601
32,79076
Case Summaries
SpO2_pre
Transfusi
Ya
Tidak
Total
N
29
13
42
Median
99,0000
99,0000
99,0000
Minimum
94,00
98,00
94,00
Maximum
100,00
99,00
100,00
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
SpO2_pre
Transfusi
Ya
Tidak
Total
N
29
13
42
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
Mean Rank
21,83
20,77
Sum of Ranks
633,00
270,00
95
Te st S tatisticsb
SpO2_pre
179,000
270,000
-,303
,762
,809a
Mann-Whit ney U
W ilcox on W
Z
As ymp. Sig. (2-tailed)
Ex act Sig. [2*(1-tailed Sig. )]
a. Not correc ted for ties.
b. Grouping V ariable: Transfus i
T-Test
Group Sta tisti cs
Hb_pre
Hc t_pre
EBV
EBL
Transfusi
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
N
29
13
29
13
29
13
29
13
Mean
9,3103
12,5154
26,8000
36,4769
4081,3793
4169,6154
1058,6207
800,0000
St d. Error
St d. Deviat ion
Mean
3,08965
,57373
2,13497
,59213
9,31773
1,73026
6,08169
1,68676
837,87987 155,59039
775,48496 215,08083
557,10812 103,45238
316,22777
87,70580
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
F
Hb_pre
Hct_pre
EBV
EBL
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
NPar Tests
1,723
2,242
,324
7,193
Sig.
,197
,142
,572
,011
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
-3,384
40
,002
-3,20504
,94698
-5,11896
-1,29112
-3,887
32,741
,000
-3,20504
,82450
-4,88299
-1,52709
-3,420
40
,001
-9,67692
2,82962
-15,39580
-3,95805
-4,005
34,276
,000
-9,67692
2,41639
-14,58616
-4,76768
-,323
40
,749
-88,23607
273,58221
-641,166
464,69420
-,332
24,921
,742
-88,23607
265,45834
-635,046
458,57360
1,558
40
,127
258,62069
165,97004
-76,81727
594,05865
1,907
37,506
,064
258,62069
135,62707
-16,06087
533,30225
96
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters a,b
Most Extreme
Differences
Perdarahan_
durante_op
42
982,8571
729,46785
,205
,205
-,145
1,328
,059
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
As ymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
T-Test
Group Statistics
Perdarahan_durante_op
Transfusi
Ya
Tidak
N
29
13
Mean
1144,8276
621,5385
Std. Error
Mean
152,02542
61,62174
Std. Deviation
818,68196
222,18034
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
F
Perdarahan_durante_op
NPar Tests
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
10,350
Sig.
,003
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
2,254
40
,030
523,28912
232,20228
53,99081
992,58744
3,190
35,708
,003
523,28912
164,03953
190,50688
856,07137
97
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters a,b
Most Extreme
Differences
Sis tol
durante op
42
112,5238
12,08756
,132
,107
-,132
,853
,461
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
As ymp. Sig. (2-tailed)
Diastol
durante op
42
68,1905
10,87902
,148
,148
-,131
,961
,315
Nadi
durante op
42
98,2143
22,85856
,140
,140
-,085
,909
,380
SpO2
durante op
42
99,0238
,68032
,367
,323
-,367
2,378
,000
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
T-Test
Group Statistics
Sis tol durante op
Diastol durante op
Nadi durante op
Transfusi
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
N
Mean
109,6207
119,0000
65,0690
75,1538
104,5172
84,1538
29
13
29
13
29
13
Std. Deviation
13,02309
6,13732
10,21180
9,21815
24,33783
9,64232
Std. Error
Mean
2,41833
1,70219
1,89628
2,55666
4,51942
2,67430
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
F
Sis tol durante op
Diastol durante op
Nadi durante op
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
3,909
,001
7,462
Sig.
t-test for Equality of Means
t
,055
,982
,009
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
-2,464
40
,018
-9,37931
3,80592
-17,07137
-1,68725
-3,172
39,814
,003
-9,37931
2,95732
-15,35715
-3,40147
-3,045
40
,004
-10,08488
3,31244
-16,77956
-3,39020
-3,168
25,524
,004
-10,08488
3,18314
-16,63386
-3,53590
2,900
40
,006
20,36340
7,02137
6,17267
34,55412
3,878
39,688
,000
20,36340
5,25139
9,74735
30,97944
Case Summaries
SpO2 durante op
Transfusi
Ya
Tidak
Total
NPar Tests
N
29
13
42
Median
99,0000
99,0000
99,0000
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
Minimum
97,00
97,00
97,00
Maximum
100,00
100,00
100,00
98
Mann-Whitney Test
Ranks
SpO2 durante op
Transfusi
Ya
Tidak
Total
N
29
13
42
Mean Rank
22,17
20,00
Sum of Ranks
643,00
260,00
Te st Statisticsb
SpO2
durant e op
Mann-Whit ney U
169,000
W ilcox on W
260,000
Z
-,651
As ymp. Sig. (2-tailed)
,515
a
Ex act Sig. [2*(1-tailed
,610
Sig.)]
a. Not correc ted for ties.
b. Grouping Variable: Transfus i
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters a,b
Most Extreme
Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
As ymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
T-Test
Hb sahli
durante op
42
8,3857
2,46562
,098
,092
-,098
,634
,817
Hct sent
durante op
42
23,4048
7,45412
,083
,061
-,083
,538
,934
99
Group Sta tisti cs
Hb sahli durant e op
Hc t sent durante op
Transfusi
Ya
Tidak
Ya
Tidak
N
Mean
7,5069
10,3462
20,7931
29,2308
29
13
29
13
St d. Deviat ion
2,21358
1,81871
6,78433
5,40299
St d. Error
Mean
,41105
,50442
1,25982
1,49852
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
F
Hb sahli durante op
Hct sent durante op
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
Equal variances
as sumed
Equal variances
not ass umed
Sig.
,098
1,338
,756
,254
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
-4,045
40
,000
-2,83926
,70190
-4,25786
-1,42066
-4,363
27,948
,000
-2,83926
,65069
-4,17225
-1,50626
-3,949
40
,000
-8,43767
2,13660
-12,75589
-4,11945
-4,310
28,793
,000
-8,43767
1,95773
-12,44292
-4,43241
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters a,b
Most Extreme
Differences
Sis tol post op
42
114,2619
10,41355
,159
,159
-,088
1,029
,240
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
As ymp. Sig. (2-tailed)
Diastol
post op
42
68,6190
9,72538
,169
,169
-,117
1,098
,179
Nadi post op
42
89,1190
12,00448
,072
,072
-,058
,466
,982
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
DenganTranfusi
T-Test
Paired Samples Statistics
Pair
1
Pair
2
Pair
3
Sis tol post op
Sis tol durante op
Diastol pos t op
Diastol durante op
Nadi post op
Nadi durante op
Mean
115,0690
109,6207
68,7586
65,0690
93,0690
104,5172
N
29
29
29
29
29
29
Std. Deviation
10,62319
13,02309
10,24575
10,21180
11,98788
24,33783
Std. Error
Mean
1,97268
2,41833
1,90259
1,89628
2,22609
4,51942
100
Paired Samples Test
Paired Differences
Sis tol post op Sis tol durante op
Diastol pos t op Diastol durante op
Nadi post op Nadi durante op
t
Std. Deviation
Std. Error
Mean
5,44828
14,42613
2,67887
-,03913
10,93568
2,034
28
,052
3,68966
11,09409
2,06012
-,53031
7,90962
1,791
28
,084
-11,44828
16,57362
3,07764
-17,75254
-5,14401
-3,720
28
,001
Mean
Pair
1
Pair
2
Pair
3
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
df
Sig. (2-tailed)
T-Test
Pa ired Sa mpl es Stati stics
Pair
1
Pair
2
Pair
3
Pair
4
Hb sahli post op
Hb sahli durant e op
Hc t sent post op
Hc t sent durante op
Hb pos t op
Hb durante op
Hc t post op
Hc t durant e op
Mean
9,1483
7,5069
25,8621
20,7931
9,9655
8,0138
28,2207
22,8655
N
29
29
29
29
29
29
29
29
St d. Deviat ion
1,26424
2,21358
3,70062
6,78433
1,84086
2,24670
6,01708
7,50373
St d. Error
Mean
,23476
,41105
,68719
1,25982
,34184
,41720
1,11734
1,39341
Paired Samples Test
Paired Differences
Std. Deviation
Std. Error
Mean
1,64138
1,93954
,36016
,90362
2,37914
4,557
28
,000
5,06897
5,78749
1,07471
2,86752
7,27041
4,717
28
,000
1,95172
2,04566
,37987
1,17360
2,72985
5,138
28
,000
5,35517
6,49844
1,20673
2,88330
7,82705
4,438
28
,000
Mean
Pair
1
Pair
2
Pair
3
Pair
4
Hb sahli post op Hb sahli durante op
Hct sent post op Hct sent durante op
Hb pos t op - Hb
durante op
Hct pos t op - Hct
durante op
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
Case Summaries
SpO2 post op
Transfusi
Ya
Tidak
Total
N
29
13
42
Median
99,0000
99,0000
99,0000
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Minimum
97,00
97,00
97,00
Maximum
100,00
99,00
100,00
t
df
Sig. (2-tailed)
101
Ra nks
N
SpO2 post op SpO2 durante op
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
6a
5b
18 c
29
Mean Rank
6,92
4,90
Sum of Ranks
41,50
24,50
a. SpO2 post op < SpO2 durante op
b. SpO2 post op > SpO2 durante op
c. SpO2 post op = SpO2 durante op
Te st Statisticsb
SpO2 post
op - SpO2
durant e op
Z
-,778a
As ymp. Sig. (2-tailed)
,436
a. Based on posit ive rank s.
b. W ilcox on Signed Rank s Test
T-Test
Paired Samples Statistics
Pair
1
Pair
2
Pair
3
Pair
4
Pair
5
Pair
6
Pair
7
pH pos t op
pH durante op
pCO2 post op
pCO2 durante op
pO2 post op
pO2 durante op
BE pos t op
BE durante op
HCO3 post op
HCO3 durante op
SaO2 durante op
SaO2 post op
p/f ratio pos t op
p/f ratio durante op
Mean
7,3945
7,3869
36,7414
36,1897
172,5000
200,1759
-1,7345
-3,1552
23,3966
22,0655
98,8966
98,6069
341,6207
357,7517
N
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
Std. Deviation
,07322
,09166
7,57324
6,86255
84,48926
97,26781
5,95659
6,09318
5,19612
4,98801
1,24254
1,31582
57,09354
69,96942
Std. Error
Mean
,01360
,01702
1,40632
1,27434
15,68926
18,06218
1,10611
1,13148
,96489
,92625
,23073
,24434
10,60200
12,99300
102
Paired Samples Test
Paired Differences
Std. Deviation
Std. Error
Mean
,00759
,09144
,01698
-,02720
,04237
,447
28
,658
,55172
8,90869
1,65430
-2,83696
3,94041
,334
28
,741
-27,67586
104,55526
19,41542
-67,44656
12,09483
-1,425
28
,165
1,42069
5,29328
,98294
-,59277
3,43415
1,445
28
,159
1,33103
4,73287
,87887
-,46925
3,13132
1,514
28
,141
,28966
1,06347
,19748
-,11487
,69418
1,467
28
,154
-16,13103
77,17986
14,33194
-45,48868
13,22661
-1,126
28
,270
Mean
Pair
1
Pair
2
Pair
3
Pair
4
Pair
5
Pair
6
Pair
7
pH pos t op - pH
durante op
pCO2 post op pCO2 durante op
pO2 post op - pO2
durante op
BE pos t op - BE
durante op
HCO3 post op HCO3 durante op
SaO2 durante op SaO2 post op
p/f ratio pos t op p/f ratio durante op
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
Tanpa Tranfusi
T-Test
Paired Samples Statistics
Pair
1
Pair
2
Pair
3
Sis tol post op
Sis tol durante op
Diastol pos t op
Diastol durante op
Nadi post op
Nadi durante op
Mean
112,4615
119,0000
68,3077
75,1538
80,3077
84,1538
N
13
13
13
13
13
13
Std. Deviation
10,10458
6,13732
8,83539
9,21815
5,93555
9,64232
Std. Error
Mean
2,80251
1,70219
2,45050
2,55666
1,64623
2,67430
Paired Samples Test
Paired Differences
Std. Deviation
Std. Error
Mean
-6,53846
12,69262
3,52030
-14,20853
1,13161
-1,857
12
,088
-6,84615
11,14186
3,09020
-13,57911
-,11320
-2,215
12
,047
-3,84615
10,62894
2,94794
-10,26916
2,57685
-1,305
12
,216
Mean
Pair
1
Pair
2
Pair
3
T-Test
Sis tol post op Sis tol durante op
Diastol pos t op Diastol durante op
Nadi post op Nadi durante op
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
103
Pa ired Sa mpl es Stati stics
Pair
1
Pair
2
Hb sahli post op
Hb sahli durant e op
Hc t sent post op
Hc t sent durante op
Mean
9,7692
10,3462
27,3846
29,2308
N
13
13
13
13
St d. Deviat ion
1,23517
1,81871
3,54820
5,40299
St d. Error
Mean
,34257
,50442
,98409
1,49852
Pa ired Sa mpl es Test
Paired Differences
St d. Deviat ion
St d. Error
Mean
-,57692
1,57911
,43797
-1, 53117
,37732
-1, 317
12
,212
-1, 84615
4,70543
1,30505
-4, 68961
,99731
-1, 415
12
,183
Mean
Pair
1
Pair
2
Hb sahli post op Hb sahli durant e op
Hc t sent post op Hc t sent durante op
95% Confidenc e
Int erval of t he
Difference
Lower
Upper
t
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ra nks
N
SpO2 post op SpO2 durante op
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
a. SpO2 post op < SpO2 durante op
b. SpO2 post op > SpO2 durante op
c. SpO2 post op = SpO2 durante op
Te st Statisticsb
SpO2 post
op - SpO2
durant e op
Z
-,828a
As ymp. Sig. (2-tailed)
,408
a. Based on posit ive rank s.
b. W ilcox on Signed Rank s Test
T-Test
4a
1b
8c
13
Mean Rank
2,63
4,50
Sum of Ranks
10,50
4,50
df
Sig. (2-tailed)
104
Pa ired Sa mpl es Stati stics
Pair
1
Pair
2
Pair
3
Pair
4
Hb sahli durant e op
Hb durante op
Hc t sent durante op
Hc t durant e op
Hb sahli post op
Hb pos t op
Hc t sent post op
Hc t post op
Mean
7,5069
8,0138
20,7931
22,8655
9,3405
10,1214
26,3333
28,8333
N
St d. Deviat ion
2,21358
2,24670
6,78433
7,50373
1,27376
1,82443
3,68031
5,76616
29
29
29
29
42
42
42
42
St d. Error
Mean
,41105
,41720
1,25982
1,39341
,19655
,28152
,56788
,88974
Pa ired Sa mpl es Corre lati ons
N
Pair
1
Pair
2
Pair
3
Pair
4
Hb sahli durant e
op & Hb durant e op
Hc t sent durant e op
& Hct durante op
Hb sahli post op &
Hb pos t op
Hc t sent post op &
Hc t post op
Correlation
Sig.
29
,946
,000
29
,865
,000
42
,791
,000
42
,643
,000
Paired Samples Test
Paired Differences
Std. Deviation
Std. Error
Mean
-,50690
,73043
,13564
-,78474
-,22906
-3,737
28
,001
-2,07241
3,77746
,70146
-3,50928
-,63554
-2,954
28
,006
-,78095
1,12840
,17412
-1,13259
-,42932
-4,485
41
,000
-2,50000
4,41411
,68111
-3,87553
-1,12447
-3,670
41
,001
Mean
Pair
1
Pair
2
Pair
3
Pair
4
Hb sahli durante
op - Hb durante op
Hct sent durante op
- Hct durante op
Hb sahli post op Hb pos t op
Hct sent post op Hct pos t op
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
Download