5286

advertisement
0
KARYA TULIS ILMIAH
LAPORAN KASUS
PENGELOLAAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA Nn. A
DENGAN KASUS EFUSI PLEURA DI RUANGAN FLAMBOYAN III
RSUD SALATIGA
Oleh
JOAO GASPAR CRUZ
NIM. 0131805
AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
1
PENGELOLAAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA Nn. A
DENGAN KASUS EFUSI PLEURA DI RUANGAN FLAMBOYAN III RSUD SALATIGA
Joao Gaspar Cruz*, Ummu Muntammah**, Tri Susilo**
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
Email: Joao Gaspar [email protected]
Abstrak
Latar Belakang: Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura merupakan salah satu
kelainan yang mengganggu sistem pernapasan, dimana jika dibiarkan akan membahayakan jiwa
penderitanya.
Metode: Pengelolaan berupa perawatan pasien untuk mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan
napas. Pengelolaan infeksi dilakukan selama 2 hari pada Nn. A. teknik pengumpulan data
menggunakan tehnik wawancara, pemeriksanaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang
Hasil: Bersihan jalan napas menjadi efektif dan tidak menyebabkan komplikasi lain akibat efusi
pleura yang dialami pasien
Kesimpulan: Bersihan jalan napas menjadi efektif dan tidak menyebabkan komplikasi lain akibat
efusi pleura yang dialami pasien. Faktor penghambat saat tindakan keperawatan adalah saat
diminta melakukan batuk efektif klien terkadang terkesan kurang serius atau mengeluhkan sesak
yang dialami dan faktor pendukungnya adalah saat diberikan intervensi mau mengikuti instruksi
yang diberikan penulis.
Saran: Perawat dirumah sakit agar lebih mengoptimalkan pemberian latihan batuk efektif sebagai
penatalaksanaan komplementer untuk mendukung kesembuhan pasien
Kata Kunci: ketidakefektifan bersihan jalan napas
PENDAHULUAN
Sejumlah klien gejala yang timbul tidak
jelas sehinga diabaikan bahkan kadangkadang asimptomatik.
Menurut hasil
Riskesdas 2013, prevalensi Tb berdasarkan
diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah
penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap
100.000 penduduk Indonesia terdapat 400
orang yang didiagnosis kasus Tb oleh tenaga
kesehatan. Penyakit Tb paru ditanyakan
pada responden untuk kurun waktu ≤ 1
tahun
berdasarkan
diagnosis
yang
ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui
pemeriksaan dahak, foto toraks atau
keduanya. Hasil Riskesdas 2013 tersebut
tidak berbeda dengan Riskesdas 2007 yang
menghasilkan angka prevalensi TB paru
0,4% (Depkes RI, 2013).
Prevalensi Tb paru berdasarkan gejala
batuk ≥ 2 minggu secara nasional sebesar
3,9% dan prevalensi TB paru berdasarkan
gejala batuk darah sebesar 2,8%. Provinsi
dengan prevalensi Tb paru berdasarkan
diagnosis tertinggi yaitu Jawa Barat sebesar
0,7%, DKI Jakarta dan Papua masing-masing
sebesar 0,6%. Sedangkan Provinsi Riau,
Lampung, dan Bali merupakan provinsi
dengan prevalensi Tb paru berdasarkan
diagnosis terendah yaitu masing-masing
sebesar 0,1% (Depkes RI, 2013).
Keluhan yang sering menyebabkan klien
dengan TB paru meminta pertolongan dari
tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu keluhan sistemis meliputi
demam, keluhan sistem lain serta keluhan
respiratoris meliputi batuk, batuk darah,
senak napas nyeri dada. Keluhan sesak
napas ditemukan bila kerusakan parenkim
paru sudah luas atau karena ada hal yang
menyertai seperti pneumothoraks, anemia
ataupun efusi pluura (Muttaqin, 2014).
Efusi pleura merupakan suatu keadaan
dimana terdapat penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat atau eksudat yang
diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi dan absorpsi di kapiler dan
1
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
2
pleura viseralis. Efusi pleura merupakan
salah satu kelainan yang mengganggu sistem
pernapasan, dimana jika dibiarkan akan
membahayakan
jiwa
penderitanya
(Muttaqin, 2014).
Efusi pleura merupakan cairan di dalam
rongga pleura (hati) yang dapat disebabkan
oleh penyakti pleura atau penyakit sistemik.
Secara tradisuonal efusi pleura dibagi
menjadi transudat dengan konsentrasi
protein dibawah 30 g/l dan eksudat dimana
konsentrasi protein lebih tinggi dari 30 g/l.
semua efusi pleura harus diperiksa dengan
aspirasi diagnostic dan cairan diperiksa
untuk kandungan protein, bakteri dan tipe
sel. Biopsi pleura bermanfaat dalam
pemeriksaan eksudat pleura (Hayes &
Mackay, 2007).
Menurut Muttaqin (2014), permukaan
rongga pleura dari segi anatomis berbatasan
dengan paru-paru sehingga cairan pleura
mudah bergerak dari satu rongga ke rongga
yang lain. Seharusnya dalam keadaan
normal tidak ada rongga kosong diantara
dua pleura, karena biasanya hanya terdapat
sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan
cairan tipis serosa yang selalu bergerak
secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan
dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari
cukup untuk memisahkan ke dua pleura. Jika
terjadi, maka kelebihan tersebut akan
dipompa keluar oleh pembuluh limfatik
(yang membuka secara langsung) dari
rongga pleura ke mediastinum. Permukaan
superior diafragma dan permukaan lateral
pleura parietalis, memerlukan adanya
keseimbangan antara produksi cairan pleura
oleh pleura parietalis dan absorpsi oleh
pleura viseralis.
Hambatan resorbsi cairan dari rongga
pleura dapat terjadi oleh banyak hal
diantaranya adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediastinum, ataupun akibat proses
keradangan seperti tuberculosis dan
pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan
tersebut mengakibatkan penumpukan cairan
di rongga pleura yang disebut efusi pleura.
Efusi pleura tentu mengganggu fungsi
pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan
yang baik. Pasien dengan efusi pleura yang
telah diberikan tata laksana baik diharapkan
dapat sembuh dan pulih kembali fungsi
pernapasannya, namun karena efusi pleura
sebagian besar merupakan akibat dari
penyakit lainnya yang menghambat
reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka
pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal
tersebut, masih banyak penderita dengan
efusi pleura yang telah di tatalaksana namun
tidak menunjukkan hasil yang memuaskan
(Hayes & Mackay, 2007).
Masalah keperawatan yang muncul
pada efusi pleura adalah bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan secret (Nanda, 2009). Dahak
merupakan secret yang dikeluarkan dari
saluran nafas bawah oleh batuk. Batuk
dengan dahak menunjukan adanya eksudat
bebas dalam saluran pernapasan. Orang
dewasa normal bisa memproduksi mucus
sejumlah 100 ml dalam saluran napas setiap
hari. Pengeluaran dahak/sputum yang tidak
lancar akan mengakibatkan dahak disaluran
pernafasan akan menumpuk dan bersihan
jalan nafas tidak efektif sehingga pasien
mengalami kesulitan bernafas dan gangguan
pertukaran gas didalam paru-paru yang
mengakibatkan
timbulnya
sianosis,
kelelahan, apatis, terdengar suara mengi,
pusing dan lemas (Nugroho, 2011).
Manifestasi klinik efusi pleura yang
dapat dijumpai pada sekitar 50-60%
penderita keganasan pleura primer.
Sementana 95% kasus mesotelioma
(keganasan pleura primer) dapat disertai
efusi pleura dan sekitar 50% penderita
kanker payudara akhirnya akan mengalami
efusi pleura. Kejadian efusi pleura yang
cukup tinggi apalagi pada penderita
keganasan jika tidak ditatalaksana dengan
baik maka akan menurunkan kualitas hidup
penderitanya dan semakin memberatkan
kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian
dari sistem pernapasan yang sangat penting,
gangguan pada organ ini seperti adanya
efusi pleura dapat menyebabkan gangguan
pernapasan
dan
bahkan
dapat
mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler
yang dapat berakhir pada kematian
(Muttaqin, 2014).
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
3
Menurut WHO (2008), efusi pleura
merupakan suatu gejala penyakit yang dapat
mengancam jiwa penderitanya. Secara
geografis penyakit ini terdapat diseluruh
dunia, bahkan menjadi problema utama di
negara-negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia. Di negara-negara
industri, diperkirakan terdapat 320 kasus
efusi pleura per 100.000 orang. Amerika
Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap
tahunnya menderita efusi pleura terutama
disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan
pneumonia bakteri.
Faktor
resiko
terjadinya
efusi
pleurakarena lingkungan yang tidak bersih,
sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat
penduduk, kondisi sosial ekonomi yang
menurun, serta sarana dan prasarana
kesehatan yang kurang dan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
(Depkes RI, 2006). Berdasarkan data dari
medical record di UPF ilmu penyakit paru
RSUD Salatiga tahun 2016, didapatkan data
bahwa kasus effusi pleura sebanyak 22
orang dan angka mortalitasnya mencapai 3
orang (13,6%) (RSUD Salatiga, 2016).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
diperoleh data pasien efusi pleura di RSUD
Salatiga dalam tiga tahun terakhir
mengalami peningkatan yaitu di tahun 2013
sebanyak 17 orang dengan jumlah pasien
yang meninggal sebanyak 2 orang. Ditahun
berikutnya jumlah pasien efusi pleura
sebanyak 17 orang akan dan jumlah pasien
yang meninggal sebanyak 1 orang. Jumlah
pasien efusi pleura kembali meningkat di
tahun 2015 yaitu sebanyak 22 orang dimana
jumlah pasien yang meninggal sebanyak 3
orang. Hal tersebut menunjukan bahwa
jumlah dan angka kematian pasien dalam
tiga tahun terakhir meningkat.
METODE
Metode yang digunakan dengan cara
wawancara, pemeriksanaan fisik, observasi
dan
pemeriksaan
penunjang
untuk
mendapatkan informasi serta data yang
selengkap-lengkapnya mengenai klien baik
secara subyektif maupun obyektif. Dalam
pengkajian hal yang dapat dilakukan yaitu :
melakukan pengkajian
bersihan jalan napas.
ketidakefektifan
HASIL
Hasil
pengelolaan
didapatkan
pengelolaan
ketidakefektifan bersihan
jalan napas dengan kasus efusi pleura
adalah batuk dan sesak nafas berkurang
setelah diberikan latihan batuk efektif dan
mengatur posisi semi flower.
PEMBAHASAN
Nn A. mengalami ketidakefektifan
bersihan jalan napas pada dengan kasus
efusi pleura sehingga penulis melakukan
pengkajian bersihan jalan napas. Hasil yang
didapatkan ada 2 data yaitu : data subyektif:
klien mengatakan melihat dan mendengar
sosok wanita yang mengajak klien berbicara.
Klien mengatakan melihat dan mendengar
sosok tersebut saat kondisi sepi dan sendiri.
Klien mengatakan mendengar dan melihat
sosok tersebut dapat terjadi dimana saja jika
tempat itu sepi dan sendiri. Data objektif :
klien mengatakan mengalami batuk,
kelihatan batuk ada ronchi paru dan batuk
produktif tidak efektif RR 26 kali per menit.
Data subyektif klien
mengalami sesak
napas.
Dari hasil pengkajian yang didapatkan,
penulis mengangkat masalah keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan napas
dengan kasus efusi pleura sebagai diagnosa
utama. efusi pleura yaitu ketidakefektifan
pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
Ketidakefektifan bersihan jalan
napas yang berhubungan dengan sekresi
mucus yang kental, kelemahan, upaya batuk
buruk, dan edema trakheallfaringeal
(Muttaqin, 2014).
Rencana keperawatan yang dilakukan
penulis untuk mengatasi masalah yang
dialami Nn A.n. yaitu mengefektifkan jalan
napas dengan cara memberikan latihan
batuk efektif dan mengatur posisi semi
flower.
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
4
Implementasi yang dilakukan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi dilakukan
yaitu mengajarkan latihan batuk efektif.
Prosedur yang telah dilakukan dilakukan
dalam latihan batik efektif yaitu mendorong
klien untuk menarik napas lewat hidung dan
tahan napas untuk beberapa detik.
Kemudian membatukkan 2 kali dimana pada
saat batuk tekan dada dengan bantal dan
tampung secret pada sputum pot. Hal
tersebut dilakukan beberapa kali sesuai
dengan kebutuhan dari klien. Penulis juga
menganjurkan kepada klien untuk meminum
air hangat serta mengajarkan posisi semi
fowler, hasil yang diperoleh sesak nafas akan
berkurang, dan akhirnya proses perbaikan
kondisi klien lebih cepat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil pengkajian yang telah dilakukan
penulis pada tanggal 8 April 2016 keluhan
utama yang dirasakan Nn. A adalah batuk,
dengan pernafasan 26 kali per menit, hasil
pemeriksaan BTA (+), hasil pemeriksaan
rontgen : cordalam batas normal, pada paruparu terdapat gambaran TB paru di
apekparu dan lobus medium paru.
Diagfragma kanan dan kiri letal rendah,
kedua sinus baik. Diagnosa atau masalah
keperawatan utama pada Nn. A adalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan penumpukan sekret.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 kali 24 jam bersihan jalan nafas
menjadi efektif dengan kriteria hasil
pernafasan klien normal 16-24 kali per
menit, pasien dapat bernafas spontan tanpa
bantuan oksigen, suara nafas vesikuler,
pasien dapat batuk efektif, tidak terdapat
retraksi. Tindakan keperawatan pada tanggal
8-9 April 2016, dilakukan berdasarkan
rencana keperawatan yang telah dibuat,
yaitu mengajarkan cara batuk efektif. Hasil
evaluasi pada tanggal 9 April 2016 yaitu
masalah bersihan jalan napas sudah efektif
dengan batuk dan sesak berkurang dan
respirasi 22 X / menit. Pasien sudah dapat
melakukan batuk efektif, pasien mengatakan
batuk dan sesak berkurang, napasnya tidak
sesak
Sebaiknya rumah sakit meningkatkan
pelayanan dengan seoptimal mungkin
dengan menyediakan fasilitas sarana dan
prasarana yang memadai dalam pemberian
asuhan
keperawatan
pada
pasien,
khususnya pada pasien bersihan jalan napas
tidak efektif dengan kasus efusi pleura
dengan memberikan fasilitas tempat tidur
yang bisa untuk posisi fowler atau tempat
duduk untuk klien mampu melakukan
pernapasan abdomen serta menyediakan
bantal untuk penyangga
DAFTAR PUSTAKA
Asih dan Effendy, (2014). Keperawatan
Medikal Bedah: Klien Dengan
Gangguan
Sistem
Pernafasan.
Jakarta : EGC
Aziz, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar
Munusia : Aplikasi Konsep dan.
Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Bakta dan Swastika, (2009). Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth, (2008). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta : EGC
Carpenito, (2010). Buku saku Diagnosa
Keperawatan, (Alih Bahasa). Monica
Ester. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes
RI, (2006). Profil Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2006.
Jakarta
Depkes
RI, (2013). Profil Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2012.
Jakarta
Direja (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha. Medika
Djojodibroto,
(2009).
Respirologi
(Respiratory Medicine). Jakarta :
EGC.
Hayes & Mackay, (2007). Buku Saku
Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
5
Herdman, (2011). NANDA Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC
Muttaqin, (2014). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan
Klien
Dengan
Gangguan
Sistem
Pernafasan,
Jakarta : Salemba Medika
Nanda,
(2009). Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Nicnoc, (2006). Asuhan Keperawatan pada
Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.
Nugroho, (2011). Anatomi fisiologi Jantung
dan Pembuluh Darah, Jakarta : ECG
Somantri, (2008). Keperawatan Medikal
Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Ganggua Sistem
pernapasan / Irman Somantri.
Jakarta : Salemba Medika
Widianoto (2011). Diagnosa Keperawatan
Bersihan
Jalan
Nafas
Tidak
Efektif Dan Pola Nafas Tidak Efektif.
Jakarta : Salemba Medika.
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
Download