View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Untuk menjawab rumusan permasalahan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya dan menjelaskan serta menggambarkan fenomena konflik ekonomi
politik di Zimbabwe, maka penulis menggunakan teori. Teori yaitu pekerjaan yang
mendeskriptifkan apa yang terjadi, menjelaskan apa yang terjadi, dan meramalkan
kemungkinan berulangnya kejadian itu dimasa depan.
Adapun teori-teori yang
digunakan sebagai berikut :
A. Ekonomi Politik Internasional
Ekonomi politik merupakan disiplin teoritis, ilmu mengenai dalil-dalil
ekonomi dan politik yang berhubungan satu sama lain. Dalil ekonomi berupa:
koneksi-koneksi atau hubungan-hubungan yang acap-kali berulang dari tindakantindakan manusia yang kompleks, secara temporer juga terjadi karena perkembangan
sejarah sesuatu masyarakat, sehingga kegiatan tersebut berulang-ulang dengan cara
yang khas dan memiliki pola ketertibannya sendiri. Ini berkenaan dengan
penyelidikan atas hubungan-hubungan yang teratur dan berulang-ulang antara unsurunsur sistemik dalam proses ekonomi dan politik.1
Mohtar Mas’oed menyatakan, bahwa “ekonomi politik internasional sudah
memiliki legitimasi intelektual yang meluas namun jangan lupa bahwa paling tidak
sejak awal 1920- 1960, ilmu sosial mengenai interaksi antara fenomena politik dan
ekonomi sebagai bidang garap. Perhatian mengenai interaksi antara fenomena politik
sejak lama mewarnai studi hubungan internasional. Mohtar Mas’oed mendefinisikan
1
Yanuar Ikbar. 2007. Ekonomi Politik Internasional 2, implementasi Konsep dan Teori.. Bandung : PT. Refika
Aditama . Hal. 115
ekonomi politik internasional adalah memusatkan perhatian pada persoalan
distribusinilai- nilai seperti kekayaan dan kebutuhan materiil, keamanan dan
ketertiban serta keadilan dan kebebasan”.2
Balaam dan Veseth menyatakan, bahwa ekonomi politik adalah disiplin
intelektual yang menyelidiki hubungan yang tinggi antara ekonomi dan politik.
Ekonomi politik internasional adalah kelanjutan dari penyelidikan di tingkat
internasional. Ekonomi politik jelas bukan hanya cara mempelajari atau memahami,
ekonomi politik juga merupakan studi ketegangan antara market (pasar) dimana
individu terlibat dalam kegiatan untuk kepentingan sendiri dan Negara dimana
individu yang sama melakukan tindakan kolektif yang berlaku demi kepentingan
nasional atau kepentingan yang lebih luas yang didefinisikan masyarakat. 3
Konsep-konsep dan teori-teori dalam Ekonomi Politik dirumuskan oleh
adanya dalil-dalil ekonomi dan politik secara substansial dan kontekstual. Secara
substansial menyangkut kontensi atau isi yang terkandung dalam studi ataupun
pengetahuan yang berkaitan tentang: apa yang dipelajari, untuk apa manfaatnya,
sejauh mana wilayah keilmuannya dan kemudian menyangkut pula metode
bekerjanya, sifat-sifat dasar filosofis dari hubungan-hubungannya berupa kausalitas,
korelasi dan perkaitan secara timbal balik, sejajar atau saling mencoba mendominasi
diantara proses ekonomi dan politik. Secara kontekstual adalah berkaitan dengan
ruang dan waktu: kapan dan bilamana ekonomi politik itu berlaku, dimana dan
sejauhmana jangka waktu bertahannya dalam sejarah. Dalam penggunaan kedua unsur
menyangkut proses keilmuan dan teorisasi ekonomi politik itu akan menimbulkan
2
3
Mohtar Mas’oed. Loc. Cit.
David N. Balaam and Michael Veseth. Loc. Cit.
implikasi tertentu seperti efek atau pengimbasan, pengaruh dan dampak, peran dan
fungsi serta lain-lainnya.
Ekonomi politik juga merupakan studi dan penyelidikan atas aspek-aspek
proses ekonomi yang terwujud dalam teori-teori ekonomi dan poltik yang teoretis,
namun bukan sekadar sejarah ekonomi, ataupun ekonomi deskriptif. Dalam
implikasinya, ekonomi politik mempelajari proses-proses ekonomi konkret dan/atau
terapan/perpakai yang dapat diimplementasikan pada waktu-waktu tertentu dan situasi
maupun kondisi tertentu.Ekonomi politik tidak semata-mata mempelajari perumusan
ekonomi deskriptif secara kuantitatif berupa statistik ekonomi ataupun studi tentang
pembagian ekonomi deskriptif dalam bentuk geografi ekonomi dan konvensional.
Namun, masing-masing dari disiplin itu merupakan elemen penunjang dan sekaligus
sebagai sumber masukan dari ilmu ekonomi konkret yang diperlukannya karena
generalisasi-generalisasi dari ekonomi akan mungkin mencerminkan realitas.
Ekonomi politik dalam makna teoritis, juga tidak terpisahkan (berkombinasi)
dengan
ekonomi
terapan
(applied
economic)
karena
berkaitan
dengan
pembahasan/penyelidikan mengenai proses-proses ekonomi secara komprehensif
yang bagian-bagiannya dihubungkan satu sama lain dengan hukum-hukum atau teoriteori ekonomi. 4
Baik substansi maupun kontektualitas dari ekonomi politik yang sehari-hari
dikenal sebagai ilmu terpakai dari segenap aktivitas faktor ekonomi dan politik yang
saling bersentuhan bagai dua sisi dari satu mata uang, antara lain yaitu politik
ekonomi. Sebagian orang menulis ekonomi politik dalam istilah yang disamakan
dengan sebutan Politik Ekonomi. Sesungguhnya istilah ekonomi politik memiliki
perbedaan pemahaman. Politik ekonomi merupakan unsur dari ekonomi politik dalam
4
Yanuar Ikbar. Op. Cit. Hal. 112
makna yang praktis atau terapan (applied economic), biasanya merupakan aplikasi
dari sebagian tugas dan fungsi pemerintah dalam melaksanakan kegiatan ekonomi
berbentuk strategi (strategy) dan/atau kebijakan (policy). Politik ekonomi umumnya
dirancang melalui lembaga formal kenegaraan untuk kepentingan bangsa dan negara
sesuai dengan temporarisasinya. Dalam hal ini, pemerintah dapat melibatkan diri
(intervensi) secara langsung dan tidak langsung untuk “mengatur” sirkulasi maupun
gerak perekonomian nasional secara menyeluruh hingga ke mekanisme pasar.5
B. Utang Luar Negeri (ULN)
Instrumen imperialisme dalam identifikasi umum mengambil dua wujud,
yakni ULN (Utang Luar Negeri) dan PMA (Penanaman Modal Asing). Negara-negara
maju melalui kerja sama bilateral maupun lembaga multilateral (IMF dan World
Bank) mengucurkan dana (utang) dalam jumlah yang cukup besar ke negara
berkembang dengan kedok “bantuan”. Negara berkembang sendiri menerima utang
tersebut dengan senang hati karena utang itu memang memilki tingkat bunga rendah
dan masa pengembalian (gestation period) yang lama. Dibanding dengan
mendapatkan dana dari lembaga swasta (perbankan) asing maupun domestik, jelas
ULN mempunyai keunggulan dalam aspek itu.Langsung saja ULN menjadi instrumen
yang populer dan diterima sebagai jalan alternatif untuk mengatasi persoalan “savinginvestment gap” di negara berkembang.6
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa, utang luar negeri atau pinjaman
luar negeri adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para
kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah,
5
Yanuar Ikbar. Op. Cit Hal. 118
Ahmad Erani Yustika. 2009. Ekonomi Politik : Kajian Teoretis dan Analisis Empiris. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar. Hal. 121
6
perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari
bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti
IMF dan Bank Dunia.7
Melalui gagasan dasarnya berupa upaya renegosiasi tersebut, dapat diharapkan
masa pembayaran utang akan diperpanjang dan suku bunganya direndahkan. Sebelum
bank internasional bersedia mempertimbangkan untuk memberikan keringanan
tersebut, IMF menuntut agar negara pengutang secara terlebih dahulu mendapatkan
rekomendasi dari IMF. Selanjutnya, IMF baru bersedia memberikan rekomendasi dan
bantuan berupa bantuan finansialnya (utang luar negeri) apabila negara- negara
berkembang
tersebut
sebelumnya
menjalankan
ketentuan-
ketentuan
untuk
memperbaiki perekonomian dan kondisi pembayaran mereka, yakni dengan
melaksanakan kebijakan- kebijakan stabilisasi.
Sobhan menyatakan, bahwa filosofi dari ULN merupakan komitmen dari
negara maju untuk mengisi kesenjangan sumber daya (resource graps) dalam
ekonomi makro negara berkembang. 8 Dalam konteks ini, efektivitas pemanfaatan
ULN didesain untuk menjembatani kesenjangan tabungan/investasi dan ketimpangan
neraca pembayaran (balance of payments) di negara berkembang dan meletakkannya
sebagai jalur untuk membantu negara berkembang mengerjakan pembangunan yang
mandiri (self-sustaining development). Dengan begitu, untuk menutupi kekurangan
modal
tersebut
negara
maju
memberikan
bantuan
pembangunan
(Official
Development Assistance/ODA) dalam wujud proyek ULN yang didesain untuk
mengembangkan infrastruktur negara berkembang. Melalui langkah seperti itu, secara
7
Pratama Rus Ramadhani. Loc.it
8
Rehman Sobhan dalam Ahmad Erani Yustika. Op. Cit. Hal. 122
akademik agenda kebijakan ULN mendapatkan dukungan yang sangat kuat dari
komunitas bisnis dari negara-negara donor yang memiliki pretense untuk
menanamkan modalnya dalam jumlah yang besar bagi proyek-proyek pembangunan
di negara berkembang.9
Dalam proses implementasinya, kasus ULN juga menjadi menarik untuk
ditelaah secara lebih jernih. Setidaknya terdapat dua kerangka teoretis yang bisa
diajukan untuk menunjukkan bahwa skema ULN dapat berpotensi besar untuk
menenggelamkan negara-negara berkembang.
Pertama, secara implisit bisa dikatakan bahwa ketika ULN sudah diberikan
berarti antara negara donor dan negara penerima (recipient) telah sepakat terhadap
segala hal menyangkut tujuan dan proses untuk mencapai tujuan dari ULN tersebut.
Persoalannya, tujuan dari negara donor dan negara penerima tidak selalu sama,
bahkan mungkin bertentangan karena masing-masing memiliki agenda (baik yang
diungkapkan maupun yang disembunyikan). Bahkan bila tujuannya sama sekalipun,
misalnya mengurangi kemiskinan, belum tentu cara yang dipakai sama. Negara donor
mungkin ingin upaya pengurangan kemiskinan dilakukan dengan mengonsentrasikan
pada kaum miskin di perkotaan, sebaliknya negara penerima ingin cara itu ditempuh
dengan memfokuskan kepada para petani wilayah pedesaan. 10
Kedua, sangat mungkin terjadi kelompok-kelompok kepentingan di negara
penerima utang memiliki preferensi yang berbeda dengan negara donor.Singkatnya,
hampir bisa dipastikan ada kelompok kepentingan yang setuju dengan agenda negara
donor, tetapi pasti juga ada kelompok kepentingan yang menolak agenda negara
donor.Pada titik inilah konflik (politik, sosial) bisa muncul. Pertanyaannya, apakah
9
Ibid. Hal. 123
Ibid. Hal. 124
10
negara donor akan bertanggung jawab bila terjadi persoalan konflik tersebut?.
Jawabannya tentu tidak sederhana, karena pada arah ini ULN tidak saja memiliki
aspek objektif, tetapi juga justifikasi etis/moral.11
Secara operasional, utang haram (illegitimate debt) tersebut bisa dipecah
dalam empat kategori berikut, yang kemudian dapat menjadi dasar penolakan negara
penerima pinjaman untuk membayar utang. Pertama, pinjaman yang tidak bisa
diterima (unacceptable loans), misalnya utang najis (odious debt) yang diberikan
kepada pemimpin-pemimpin diktator dan pemerintah Apartheid di Afrika Selatan.
Kedua, persyaratan-persyaratan yang tidak dapat diterima (unacceptable conditions),
yakni riba (usury) dan persyaratan-persyaratan lain yang melanggar hukum nasional.
Ketiga, utang yang tidak pantas/tepat (inappropriate loans), yakni utang ke negara
miskin yang digunakan untuk kegiatan konsumsi. Pada dasarnya, utang ini diberikan
secara tidak hati-hati (inprudent) sehingga membuat negara penerima utang tidak
memiliki kesempatan/kemampuan untuk membayar utang tersebut. Keempat,
persyaratan- persyaratan utang yang tidak pantas/tepat (inappropriate conditions),
yakni
persyaratan-persyaratan dari lembaga donor (khususnya
IMF)
yang
menciptakan kondisi bgi negara penerima tidak mungkin bisa mengembalikan utang.
Melalui empat kategori inilah setiap negara penerima utang bisa melakukan kalkulasi
proporsi ‘utang haram’yang diterimanya, sehingga jumlah tersebut tidak perlu
dibayar.12
11
Ibid. Hal. 125
Ibid. Hal. 128
12
Mengapa negara donor mau meminjamkan utang pada negara-negara
berkembang?. Ada dua hal yang memotivasi mengalirnya bantuan luar negeri ke
Negara-negara berkembang, yaitu motivasi politik dan motivasi ekonomi.13
Motivasi Politik. Motivasi politik dan ekonomi sesungguhnya sukar untuk
dipisahkan, karena saling berkaitan satu sama lain. Namun apabila pemilahan itu
terjadi, pada dasarnya karena ada latar belakang tertentu negara/lembaga pemberi
bantuan terhadap negara-negara yang diberi bantuan baik atas dasar kesejarahan
maupun pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Uni Soviet memberikan bantuan kepada
negara-negara yang sepaham dengan ideologinya, atau karena aliansi atau
pertimbangan politik dan strategi lain yang dianggap menguntungkan peranan
internasional mereka untuk memperoleh keuntungan politik domestiknya. Bantuan
Marhall Plan Amerika Serikat, menjelang akhir tahun 1940-an selain membantu
pemulihan ekonomi dan pembangunan Eropa Barat. Sedangkan Uni Soviet banyak
membantu negara satelitnya, baik di Eropa Timur, Asia maupun Amerika Latin
dengan imbal-balik pendirian pangkalan-pangkalan militer seperti terjadi di Vietnam,
dan beberapa negara Afrika. Dengan demikian, bantuan luar negeri dapat saja
dipandang sebagai perpanjangan tangan kepentingan negara-negara donor (meskipun
kadar atau ukurannya tidak menentu).14
Motivasi Ekonomi. Motif ekonomi merupakan pembenaran yang paling
rasional untuk pemberian bantuan, baik bagi negara donor maupun negara penerima
13
Basri dan Subri dalam Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta : Erlangga. Hal. 183
14
Yanuar Ikbar. Op. Cit. Hal. 190
bantuan. Namun demikian, argumentasi yang esensial dari bantuan luar negeri yang
secara mendasar dapat dipahami dari beberapa konsep, sebagai berikut.15
Pertama, sumber daya dan kapabilitas keuangan dari luar (untuk pinjaman dan
hibah) sebenarnya dapat memainkan peran yang rasional dalam rangka kepentingan
timbal-balik ekonomi seperti harapan untuk mendapatkan berbagai sumber daya dan
energi dari negara yang dibantu. Oleh karena itu, kebanyakan pinjaman luar negeri
dikaitkan dengan konsepsi lainnya seperti kerjasama perdagangan yang lebih besar
antara debitor dan kreditor.
Kedua, bantuan luar negeri kebanyakan diberikan untuk mempercepat
pertumbuhan dan pemerataan di negara-negara yang diberi bantuan, dengan harapan
bahwa tingkat daya beli masyarakatnya kian tinggi sehingga mampu membeli produkproduk industri negara donor. Kalau negara atau rakyat negara yang diberi bantuan
tidak sanggup melakukan (mengefektifkan) daya beli, itu berarti pemasaran produk
industri mereka menghadapi hambatan besar.
Ketiga, bantuan luar negeri atau hibah pada umumnya tidak hanya berbentuk
modal, tetapi juga tenaga ahli dan menejemen serta ahli teknologi. Secara ekonomis,
bantuan luar negeri memberikan imbal-balik yang lebih besar bagi para tenaga asing
(dari negara donor) yang bekerja/menjadi teknisi ahli di negara kreditor. Mereka ini
disamping telah menjadi bagian dari capital flight dari devisa negara, juga
memberikan masukan atas sebagian dari sumber pendapatan devisa melalui pajak
pendapatan. Dengan demikian terjadi arus balik pendapatan (imbal-balik modal).
Keempat, pengalihan investasi untuk tujuan mendekati pasar, perluasan
industrialisasi internasional di luar negara pemberi bantuan dan pengalihan industri
15
Ibid. Hal. 191
senja dimana negara-negara donor sudah tidak melakukan produksi dengan
penggunaan teknologi karena kemajuan yang mereka capai dalam teknologi baru.
Teknologi senja ini dapat menjadi hambatan nasional karena tidak mampu lagi
bangkit dan mengembangkan produktivitas (kalah bersaing). Untuk itu, dilakukan
pengalihan kapital dan transfer teknologi ke negara-negara lain baik sebagai rekanan
maupun sebagai pemasok/alih teknologi dengan imbalan kemudahan-kemudahan
impor dan kerjasama substitusi industri.
Berbagai alasan ekonomi atas nama bantuan luar negeri sebagai suatu alat
pemecahan kendala-kendala dalam pembangunan negara-negara Dunia Ketiga, dalam
realitasnya lebih banyak menguntungkan negara-negara pemberi dana. Bahkan dalam
sejumlah kasus, bantuan luar negeri menjadi sumber penting bagi negara-negara
donor untuk menghidupkan sumber perbankan dan moneter mereka. Bantuan berupa
pinjaman luar negeri yang dipergunakan negara-negara berkembang tidak jarang
akhirnya menjadi bantu sandungan karena ketatnya bunga pinjaman yang barus
dibayar oleh negara debitor.
Bantuan luar negeri bagi negara yang sedang berkembang dalam banyak hal
malahan menjadi beban nasional atau bahkan berimplikasi menjadi krisis terhadap
pembangunan. Brasil, Argentina, dan bahkan negara Amerika Latin lainnya yang
terjerat utang luar negeri, mengalami situasi yang amat kritis. Bisa jadi benar, apa
yang dikatakan bahwa pinjaman pokok mereka yang besar sudah sukar untuk dilunasi,
namun bunga dan cicilan yang sudah dibayarkan sesungguhnya telah melampaui
jumlah pinjaman sebenarnya. Tetapi, negara-negara kreditor tetap saja tidak
memberikan prospek baik bagi keringanan, terlebih lagi untuk pemutihan pinjaman
pokoknya.16
C. Teori Inflasi
Inflasi merupakan masalah ekonomi yang dominan disamping masalah
pengangguran yang sudah sejak lama dihadapi oleh masyarakat di seluruh dunia.
Sejarah menunjukkan bahwa salah satu negara yang ditandai dengan kenaikan harga
secara cepat adalah Mesir di sekitar tahun 330 sebelum Masehi pada waktu
pemerintah Alexander Agung menyerbu Persia dengan membawa emas (hasil
rampasan) ke Mesir dan juga negara Jerman mengalami “hyper-inflation”, pada awal
tahun 1990-an dimana laju inflasi mencapai beberapa ratus persen per tahunnya.17
Ackley mendefinisikan bahwa inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terusmenerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan
sesaat). Hal ini berakibat pada menurunnya nilai mata uang. Pengalaman di berbagai
negara yang mengalami inflasi menunjukkan bahwa beberapa penyebab inflasi adalah
upah, krisis energi, , kekeringan, dan defisit anggaran.Akan tetapi, tidak satupun dari
faktor tersebut mampu menjelaskan inflasi secara konsisten sepanjang waktu.18
“Price Theoritical Explanation” merupakan salah satu pendekatan yang
digunakan untuk menganalisis inflasi. Pendekatan ini memusatkan perhatiannya pada
peranan yang menyangkut anggaran dan paket kebijaksanaan yang bekait dengan
sebab akibat inflasi dalam perekonomian. Proses perubahan harga relatif dipandang
sebagai faktor utama penyebab inflasi. Pendekatan ini didukung oleh tiga kelompok
16
Ibid. Hal. 192
Iswardono. 1997. Uang dan Bank . : Yogyakarta : BPFE. Hal.213
18
Ibid. Hal. 214
17
yang menamakan dirinya sebagai kelompok Fiscal, kelompok Wicksell, dan
kelompok Moneter. Dimana ketiganya memiliki perbedaan lokasi dan latar belakang.
Kelompok Fiscal dan Wicksell memusatkan perhatiannya pada hal yang
bersifat “non-objects”. Sementara itu, kelompok Moneter menempatkan perilaku uang
sebagai penyebabnya. Kelompok Fiskal mengatakan bahwa pada umumnya inflasi
merupakan hasil dari pengeluaran pemerintah, struktur pajak, dan si wajib pajaknya
serta model anggaran belanja devisit dan juga beberapa kebijakan fiscal lainnya.
Kelompk Wicksell memusatkan penjelasannya pada antisipasi produsen atas
keuntungan riilnya, dimana antisipasi yang konstan akan menggeser kurva permintaan
ke kanan sebagai akibatnya terjadi perubahan juga pada keuntungan riilnya yang
mengakibatkan adanya kecenderungan kenaikan harga. Sedangkan kelompok Moneter
menempatkan segala moneter yang diukur dengan perubahan relatif JUB sebagai
penyebab utama inflasi beserta akseleratornya.
Ada pula teori inflasi yang bersifat elektrik yang dikemukakan oleh Keynes
yang mengatakan bahwa kenaikan pengeluaran di atas nilai output pada harga tertentu
akan menyebabkan inflasi. Begitu inflasi muncul, aparat kelembagaan akan
menentukan perilaku serta daya tahan inflasi. Pendekatan ini pada dasarnya
menganggap bahwa inflasi merupakan masalah ekoonomi dan gejala ekonomi yang
disebabkan karena berbagai isu yang berinteraksi secara luas. Menurut teori ini,
tingkat harga dipengaruhi oleh beberapa perubahan luar (exogenous variables),
dimana hubungan antara perubahan harga dengan perubahan luar ini tidak stabil,
variasi perubahan luar berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lain.19
19
Ibid. Hal. 215
Inflasi dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi di mana para
pelaku ekonomi enggan untuk melakukan spekulasi dalam perekonomian. Di samping
itu inflasi juga bisa memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat akibat
menurunnya daya beli masyarakat secara umum akibat harga-harga yang naik. Selain
itu distribusi pendapatan pun semakin buruk akibat tidak semua orang dapat
menyesuaikan diri dengan inflasi yang terjadi.
Dijelaskan banyak pengertian inflasi yang disampaikan para ahli. Inflasi
menurut A.P. Lehner adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (Excess
Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan.
Sedangkan menurut Boediono, inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk
naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau
mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain.
Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus atau inflasi juga merupakan proses menurunnya nilaimata
uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggirendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung
secara terus-menerus dan salingpengaruh-mempengaruhi.
Berdasarkan pada tingkat kelajuan kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi
dapat dibedakan menjadi tiga golongan :20
20
Samuel Son dalam F. Aprilta. 2011.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53529/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf. Diakses
pada 17 Februari 2013, pukul 22:01.
1. Inflasi merayap
2. Inflasi sederhana
3. Hiperinflasi
Inflasi merayap adalah proses kenaikan harga-harga yang lambat jalannya.
Yang di golongkan ke dalam inflasi ini adalah kenaikan harga-harga yang tingkatnya
dibawah 10% pertahun. Segolongan ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi merayap
diperlukan untuk menggalakkan perkembangan ekonomi.
Sedangkan inflasi
sederhana, yakni apabila kenaikan harga-harga antara 10% - 30% pertahun. Harga
barang pada umumnya naik dengan tingkat yang lebih tinggi dari kenaikan upah.
Maka dalam inflasi merayap upah tidak berubah atau naik dengan tingkat yang lebih
rendah dari inflasi. Sebagai akibatnya kenaikan harga-harga yang berlaku terutama
mengakibatkan pertumbuhan dalam keuntungan perusahaan-perusahaan. Untung yang
sangat besar akan menggalakkan pertambahan investasi.21
Hiperinflasi adalah proses kenaikan harga-harga yang sangat cepat , yang
menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam masa yang
singkat. Di Indonesia sebagi contoh, pada tahun 1965 tingkat inflasi adalah 500
persen dan pada tahun 1966 ia telah mencapai 650 persen. inflasi seperti ini di
golongkan sebagai hiperinflasi, yakni apabila tingkat inflasi mencapai 100% keatas
tiap tahunnya.22
Hiperinflasi seringkali berlaku dalam perekonomian yang sedang mengalami
perang atau kekacauan politik dalam negaranya. Dalam masa-masa seperti ini
21
22
Ibid
Ibid
pemerintah terpaksa menambah pengeluaran yang jauh melebihi pajak yang di
pungutnya. Salah satu caranya adalah meminjam dari bank sentral atau mewajibkan
bank sentral mencetak lebih banyak uang pembelanjaan pemerintah yang berlebihan
tersebut mempercepat pertambahan pengeluaran agregat. Pada umumnya sektor
perusahaan tidak akan mapu menghadapi kenaikan pengeluaran yang sangat
berlebihan , dan sebagai akibatnya harga-harga akan naik dengan cepat.
Apabila inflasi yang tinggi tingkatnya ini berjalan terus menerus, tingkat
kegiatan ekonomi akan semakin menurun dan ini menyebabkan pendapatan nasional
mengalami kemunduran dan pengangugran semakin meningkat . Ini berarti
hiperinflasi cenderung mewujudkan stagfasi. Adapun efek buruk inflasi, yakni
kenaikan harga-harga yang tinggi dan terus menerus bukan saja menimbulkan bebrapa
efek buruk ke atas kegiatan ekonomi , tetapi juga kepada kemakmuran individu dan
masyarakat.
D. Konsep Kepentingan Nasional
Kepentingan Nasional (National Interests) adalah tujuan-tujuan yang ingin
dicapai sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara atau sehubungan dengan hal
yang dicita-citakan. Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap dan sama
diantara semua negara/bangsa adalah keamanan (mencakup kelangsungan hidup
rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta kesejahteraan. Kedua hal pokok ini, yaitu
keamanan (security) dari kesejahteraan (prosperity), merupakan dasar dalam
merumuskan atau menetapkan kepentingan nasional bagi setiap negara.
Hubungan bilateral yang dijalin antar dua Negara tidak terlepas dari
kepentingan nasional masing- masing negara yang mendasarinya untuk melakukan
kerjasama. Setiap negara mengandalkan dirinya pada kekuatan nasional
untuk
menyelenggarakan politik luar negeri yang mengabdi pada kepentingan nasional.
Kepentingan nasional adalah sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir
yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan
kebijakan luar negerinya.Politik luar negeri tersebut menjadi manifestasi utama suatu
negara dari perilaku suatu negara dalam berhubungan dengan negara lain. Jika
beberapa
negara
memiliki
keselarasan
dalam
kepentingan
nasional
yang
diperjuangkan masing- masing baik itu alasan ideologis maupun pragmastis maka
negara- negara tersebut dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik dan sangat
kooperatif satu sama lain.23
Miroslav Nincic menyatakan tiga asumsi dasar dalam mendefinisikan
kepentingan nasional, yaitu :Pertama, kepentingan itu harus bersifat vital sehingga
pencapaiannya menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat. Kedua,
kepentingan tersebut harus berkaitan dengan lingkungan internasional. Artinya,
pencapaian kepentingan nasional dipengaruhi oleh lingkungan internasional. Ketiga,
kepentingan nasional harus melampaui kepentingan yang bersifat partikularistik dari
individu, kelompok atau lembaga pemerintahan sehingga menjadi kepedulian
masyarakat secara keseluruhan.24
Definisi tersebut mengemukakan bahwa kepentingan nasional yang bersifat
vital bagi suatu negara, yakni mengenai eksistensi kedaulatan dan yurisdiksi suatu
wilayah.Upaya dalam mencapai kepentingan yang bersifat vital ini menggunakan
instrument kekuatan militer (hard power) sedangkan kepentingan yang bersifat
23
Anak Agung Banyu Perwita danYanyan M. Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung :
Rosdakarya. Hal. 35
24
Aleksius Jermadu. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal. 67
sekunder diperjuangkan dalam kebijakan luar negeri melalui pertukaran kebudayaan,
kerjasama dan instrument soft power lainnya. Sehingga dalam upaya pencapaian
tujuan nasional tidak hanya melibatkan aktor negara melainkan para aktor non-negara
lainnya yang telah didelegasikan guna mensinergikan segenap potensi kekuatan yang
ada pada dataran domestic agar tujuan nasional dapat dicapai.
Kepentingan
nasional
suatu
bangsa
dengan
sendirinya
perlu
mempertimbangkan berbagai nilai yang berkembang dan menjadi ciri khas suatu
negara.Adapun pengaplikasian kepentingan nasional tentunya tidak hanya berkaitan
mengenai aspek perpolitikan, militer pertahanan keamanan wilayah tetapi juga
mencakup beragam aspek kehidupan masyarakat lebih dekat, yakni kehidupan
ekonomi untuk kesejahteraan hidup masyarakat juga aspek sosial budaya melalui
diplomasi.Kepentingan nasional kini juga bersifat dimensional dan masing- masing
dimensi berkaitan secara sistematik dan aplikasinya.Aspek kebudayaan yang dilmiliki
masing-masing negara tentunya mempunyai karakteristik tersendiri.
James N Rossenau mengatakan bahwa kepentingan nasional memiliki dua
kegunaan, yakni :Pertama, sebagai analitis untuk menggambarkan, menjelaskan atau
mengevaluasi politik luar negeri. Kedua, sebagai alat tindakan politik dan sarana
untuk membenarkan, mengecam atau mengusulkan kebijaksanaan.25
Kepentingan nasional perlu mencerminkan kepentingan negara secara
keseluruhan.Karena sebagai dasar politik luar negeri suatu negara, kepentingan
nasional menjadi central point dalam upaya menggambarkan, menjelaskan dan
memprediksi perilaku suatu negara dalam perpolitikan internasional. Dalam kegiatan
diplomatik pun sebagai bentuk kebijakan luar negeri didukung oleh kepentingan
Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan Metodologi. Jakarta : LP3ES. Hal. 140
25
nasional. Pengaplikasian untuk mencapai kepentingan nasional juga dipengaruhi oleh
besar kecilnya kekuatan nasional yang mana salah satu unsure kekuatan nasional
adalah kualitas diplomasi.
Hal ini menjadi jelas bahwa kepentingan nasional selalu menjadi landasan
sekaligus tujuan bagi suatu bangsa dan negara dalam menyusun kebijaksanaan serta
strategi yang digunakan dalam pergaulannya di fora internasional. Sebagaimana
dikatakan oleh Morgenthau, bahwa “kepentingan nasional suatu bangsa bukan hanya
menyadari kepentingannya sendiri tetapi juga menyadari kepentingan negara lain”.
Dengan demikian, kepentingan nasional merupakan prinsip fundamental dalam
kerangka politik luar negeri. Kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat
umum, tetapi juga merupakan unsur yang menjadi kebutuhan yang sangat penting
bagi negara. Unsur tersebut meliputi kelangsungan hidup bangsa dan negara,
kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan, militer, kesejahteraan ekonomi serta
peningkatan dan pertumbuhan demokrasi pada negara tersebut.26
26
Sumpema Prawira Saputera. 2006. Politik Luar Negeri RI : Kerangka Studi Analisis. Jakarta : Bina cipta. Hal.
33
Download