Modul Pendidikan Agama Islam [TM10].

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Islam Dan
Kompetensi
Fakultas
Program Studi
Teknik Mesin
Teknik Perencanaan
Tatap Muka
10
Kode MK
Disusun Oleh
MK12000
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Abstract
Kompetensi
Al-Ghazali memberikan pesan-pesan kepada anak
didik agar menyeimbangkan antara keilmuan dan
perbuatan sehingga terciptalah ilmu praktis dan
amal yang logis. Maka ia berkata; wahai para
siswa, sesungguhnya ilmu tanpa amal itu bagaikan
gila, dan amal tanpa ilmu itu tidak berguna, maka
ketahuilah bahwa ilmu yang sekarang tidak dapat
menjauhkanmu dari perbuatan maksiyat dan tidak
mendorongmu untuk taat kepada Allah, maka tidak
akan menyelamatkanmu dari api neraka besok
dihari akhir.
Mahasiswa diharapkan mengetahui Model
Pendidikan Islam dan materi yang diajarkan yang
bersumber pada Al-Quran, Hadits dll.
PENDIDIKAN ISLAM DAN
KOMPETENSI
Untuk memperoleh gambaran tentang pendidikan Islam, maka pembahasan ini
menegaskan faktor-faktor terbentuknya pendidikan menurut pandangan Islam. Islam di sini
direpresentasikan dengan Al-Qur’an, Al-Hadits dan pendapat ulama pendidikan. Faktor
pembentuk pendidikan Islam tersebut meliputi konsep dan landasan pendidikan Islam,
tujuan, kompetensi pendidik, peserta didik dan lingkungan pendidikan.
a. Konsep pendidikan Islam
Kata pendidikan (tarbiyah) menurut al-Nahlawi memiliki tiga kata dasar yaitu :
Pertama : raba yarbu raba’ wa rubuwa, kedua : rabiya yarba mengikuti pola khofiya
yakhfa, dan ketiga : rabba yarubbu mengikuti pola madda yamuddu”
Pertama berasal dari raba yarbu rabaa’ menurut Ibn Manzur: berarti zaada wa
numu yang maknanya tambah dan berkembang. Penggunaan kata ini seperti dalam
pengertian ayat berikut:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).
Kata tarbiyah menurut Miqdad Yaljan berarti: bertambah, memberi makan,
memelihara, menjaga dan tumbuh. Juga digunakan secara majazi dengan arti mendidik
tingkah laku dan meninggikan pangkat. Makna lainnya yang senada adalah
berkembang, memberi makan, meninggikan dan mengangkat posisi. Pengambilan kata
tarbiyah ini juga dari kata rabb dan bukan dari raba> sehingga bisa dikatakan pula
mendidik anak artinya memperhatikannya dengan baik, mengajari sampai bisa dan
akhirnya menyapihnya.
Menurut Naquib Al-’Attas, “jika penggunaan kata rabb sama dalam bentuk
maad (seperti pada ayat al-Isra 23: kama rabbayani shaghira) dan mudaari’nya (seperti
pada ayat As-syuara’ 18: alam nurabbika fiina waliida ), maka ini bermakna pendidikan,
tanggung jawab, memberi makan, perkembangan dan pertumbuhan. Oleh sebab itu
untuk mengungkapkan pendidikan ada beberapa kata yang sesuai diantaranya
kata irshaad, tahdhiib, siyaasah, dan ta’diib”.
Selanjutnya kajian pendidikan dari sisi bahasa dan istilah tersebut digunakan
untuk menemukan apa yang dikehendaki dengan pendidikan Islam? karena hal ini
dipandang perlu untuk membedakan antara pendidikan Islam dengan pendidikan nonIslam.
Pengertian pendidikan Islam diantaranya dirumuskan oleh Yaljaan dengan:
Pendidikan Islam tecakup pada pengertian 1) sekumpulan kurikulum pengajran Islam
‘15
2
MK. Pendidikan Agama Islam
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pada sekolah-sekolah, 2) berisi sejarah pendidikan dan institusi pendidikan atau sejarah
pemikir pendidikan dan pengajaran didunia Islam, 3) berisi pengajaran Islam, 4)
sekumpulan usaha secara teoritis ataupun praktis yang diambil dari ajaran-ajaran
pendidikan Islam yang fundamen dan sangat istemewa tiada duanya di dunia ini.
b. Tujuan pendidikan
Berangkat dari pemahaman makna pendidikan yang diperoleh dari penjelasan
diatas, maka pendidikan Islam dengan sandaran Islamnya sebagai agama, memiliki
tujuan pendidikan yang sangat universal dan mendalam. Adapun tujuan pendidikan
Islam menurut Sultaan sebagaimana berikut:
1).Tujuan intelektual atau keilmuan, ialah mengembangkan kemampuan
intelektual dan memiliki daya nalar dan sikap kritis yang tinggi. 2).Tujuan
moral, untuk menciptkan manusia yang memiliki akhlak yang luhur dan
menjunjung nilai-nilai luhur kemanusiaan. 3).Tujuan agamis, memuat misi
penegakan agama untuk mempersiapkan kader-kader muslim agar siap
mempertahankan negara dan sekaligus menyiarkan agama. 4).Tujuan spiritual,
mengembangkan karakter kejiwaan yang Islami secara individu dan sosial.
5).Tujuan jasmaniyah; memperhatikan kesehatan dan penampilan jasmani
manusia.
Sultan menjadikan pengembangan intelektual dan keilmuan sebagai tujuan
utama. Kosekwensinya menjadikan ilmu kauniyah yang meliputi alam raya dan manusia
itu sendiri sebagai obyek berfikir. Sekaligus mampu menangkap fenomena
ilmu qauliyah ajaran Al-Qur’an, sampai pada tahap transendental serta mampu mencari
sebab akibat fenomena yang ada di alam raya ini dengan berdasarkan pada ayat
qauliyah.
Maka perkembangan intelektual manusia agar dapat memahami kehidupan
alam raya, dalam hubungannya dengan penciptanya merupakan tujuan utama dalam
pendidikan Islam. Oleh sebab itu, ajaran Islam selalu menganjurkan untuk berfikir,
bahkan mewajibkan menggunakan fikiran untuk mencari ilmu. Tidak ada permasalahan
yang muncul tanpa melibatkan peranan fikiran dalam menyelesaikannya.
Dengan pengembangan wawasan ilmiah diharapkan mampu menciptakan
budaya luhur yang memanusiakan manusia yang tercermin dalam prilaku yang adil,
memahami persamaan sosial dan hak individu, menghargai kebebasan berpolitik,
ekonomi, dan pemikiran atau keilmuan dan sebagainya. Moralitas ini sejak awal telah
menjadi concern Nabi Muhammad saw untuk merealisasikannya pada peradaban dunia.
Dalam hal ini, rasul merupakan teladan yang luhur, dimana kesalehan akhlaknya sangat
sempurna sebagaimana penjelasan Al-Qur’an : Dan sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung.
Integritas intelektual dan moral memiliki arti penting dalam pengembangan
agama Islam. Hal ini dapat melahirkan sikap fanatik terhadap agama. Akibatnya
memiliki rasa tanggung jawab terhadap masa depan agama dari segala bentuk
ancaman dari luar agama. Dengan usaha inilah kelestarian agama Islam akan tetap
jaya.
Moralitas agama akan melahirkan spiritualitas agama yang tercermin pada
ketaatan beragama. Maka kewajiban berdakwah dan berjihad untuk menegakkan
‘15
3
MK. Pendidikan Agama Islam
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
agama itu menjadi barometer kesungguhan iman dan Islam seseorang. Sehingga orang
yang mati dan tidak pernah memiliki kepedulian berjuang untuk menegakkan Islam,
maka masih belum sempurna imannya.
Jadi secara ringkas tujuan spiritual atau intrinsik pendidikan Islam adalah untuk
menanamkan kepedulian jiwa terhadap agama Islam, jiwa berkorban untuk agama,
jihad terhadap nafsu jahat yang menguasai dirinya, dan lain-lain.
Melihat berbagai penjelasan tersebut, maka pendidikan Islam juga memiliki
kepentingan untuk menyiapkan generasi mudanya untuk membela agamanya dan
mendakwahkan. Jadi pada intinya pendidikan merupakan upaya pembentukan karakter
kejiwaan yang memiliki pesona intlektualitas, moralitas, loyalitas, dan spiritualitas.
Sedangkan menurut Al-Ghazali, tujuan pengajaran Islam ialah: Untuk
menghidupkan shari’at ajaran nabi Muhammad saw, mendidik akhlak mulia, dan
menaklukkan nafsu amarah.
Al-Ghazali memberikan pesan-pesan kepada anak didik agar menyeimbangkan
antara keilmuan dan perbuatan sehingga terciptalah ilmu praktis dan amal yang logis.
Maka ia berkata; wahai para siswa, sesungguhnya ilmu tanpa amal itu bagaikan gila,
dan amal tanpa ilmu itu tidak berguna, maka ketahuilah bahwa ilmu yang sekarang tidak
dapat menjauhkanmu dari perbuatan maksiyat dan tidak mendorongmu untuk taat
kepada Allah, maka tidak akan menyelamatkanmu dari api neraka besok dihari akhir.
Dalam proses pendidikan, Al-Ghazali menyerupakan pendidikan seperti
bercocok tanam. Menurutnya pendidik seperti layaknya petani yang mengelola
sawahnya. ketika petani melihat batu atau tanaman yang membahayakan tanamannya,
maka harus mencabutnya atau membuangnya. Petani juga harus mengairi tanamannya
berkali-kali agar tumbuhannya berkembang dengan baik. Zainuddin memberi
kesimpulan bahwa tujuan pokok pendidikan Islam dalam setiap zaman menurut AlGhazali esensinya adalah kesempmurnaan akhlak dan kesetabilan jiwa.
Jika demikian halnya maka pendidikan Islam ini sebenarnya ingin membentuk
pemikiran seseorang secara Islami. Pemikiran yang dibentuk ini sebagaimana uraian
diatas meliputi bidang aqidah, tentang alam dunia nyata dan alam akherat, tentang
konsep manusia, beserta hubungan vertikalnya dengan tuhan dan hubungan
horizontalnya dengan sesama manusia. Juga ingin menanamkan pemikiran Islami
tentang nilai-nilai sosial yang luhur, tentang politik, ekonomi, koperasi, dan lain-lain. Jadi
pendidikan Islam ingin membentuk masyarakat yang memiliki perkembangan optimal
dalam aspek pemikiran, moral, spiritual, kejiwaan dan jasmaniyah.
Lebih lanjut menurut Sultan untuk membentuk masyarakat seperti digambarkan
di atas dilakukan upaya-upaya yang berasaskan pada konsep berikut:
1) Kontrol pribadi dan sosial.
2) Keseimbangan material dan spiritual
3) Kemerdekaan, persaudaraan, persamaan dan keadilan.
4) Keseimbangan aspek teoritis dan praktis.
Untuk menciptakan moralitas individu maupun sosial menurut Sult}a>n diatas
berarti harus dimulai dari kemampuan mengkontrol diri sendiri. Dengan demikian akan
tercipta kontrol sosial. Islam berusaha membentuk pribadi muslim yang memiliki
‘15
4
MK. Pendidikan Agama Islam
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kesadaran untuk mengendalikan diri, sehingga mampu bertindak dengan benar sebagai
cerminan akhlak yang mulia, dimana akhlak ini sendiri tentunya sejalan dengan
kebenaran kata hati, perasaan dan akal.
Juga diperlukan asas keseimbangan orientasi. Karena tidak mungkin
kebahagiaan didunia ini hanya didominasi oleh salah satu aspek materi atau agama
saja. Oleh sebab itu membangun manusia yang seimbang material dan spiritualnya,
dengan memiliki kemampuan nalar yang tinggi, berketrampilan, sehat jasmani rohani
dan emosional yang stabil adalah tujuan yang harus diwujudkan.
Demikian halnya dengan asas kemerdekaan, persaudaraan, persamaan dan
keadilan. Dalam Islam banyak nilai-nilai sosial yang harus diperhatikan seperti hak dan
kewajiban individu dalam memperoleh kemerdekaan, persaudaraan, persamaan,
keadilan dan lain-lain. Inilah prinsip-prinsip yang harus disadari bersama.
Pada asas teoritis dan praktis, mengilhami pandangan yang komprehensip
tentang manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya. Maka Islam memandang
manusia memiliki kemampuan dasar berfikir secara fitrah. Atas dasar ini, manusia harus
mengembangkan daya fikir melalui belajar, merenung dan memperhatikan alam raya
dengan cermat, bahkan dirinya sendiri.
Al-Abrashi juga memberikan beberapa alternatif asas-asas pendidikan yang
mungkin bisa diterapkan, diantaranya adalah: kemerdekaan pendidikan, pendidikan
etika merupakan sasaran utama, mempertimbangkan kemampuan dasar siswa,
memperhitungkan tabiat dan cita-cita siswa dan lemah lembut dalam mendidik.
c. Kompetensi Pendidik
Para pemikir Islam zaman klasik telah banyak menulis tentang pendidikan
termasuk didalamnya kompetensi pendidik dan etika peserta didik, menyangkut hak,
kewajiban, etika ataupun sifat. Diantaranya adalah Al-Qurtubi dalam kitabnya Jami’
bayan al-‘ilm wa fadlih, dan Al-Ghazali dalam fatihat al-‘ulum dan ihya’ al-‘ulum alDin. Demikian pula para ulama pendidikan moderen seperti al-Abrashi, Yaljan, Sultan,
dan ‘Abud.
Pendidik memiliki derajat yang tinggi dan terhormat, oleh sebab itu memiliki
kewajiban yang setara dengan derajat tersebut. Pendidik yang zuhud, dalam mengajar
tidak mengaharapkan upah duniawi, melainkan dalam menyebarkan ilmu hanya
mengharapkan ridla dan karena Allah semata. Kondisi seperti ini telah berjalan lama
dalam tradisi pendidikan Islam khususnya di pesantren. Mereka para pendidik tidak
menerima gaji.
Akan tetapi sejalan dengan perubahan zaman, lembaga pendidikan memberikan
perhatian kesejahteraan kepada para pendidik dalam bentuk gaji/ honorarium. Sebagian
ulama zuhud ada yang memberikan reaksi dan kritik atas hal ini. Akan tetapi menurut
pemahaman sekarang, pendidik yang mengambil gaji tersebut sebenarnya tidak
bertentangan dengan upaya mencari ridla Allah dan mengkaburkan makna zuhudnya,
‘15
5
MK. Pendidikan Agama Islam
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
karena sesungguhnya pengajar –meskipun ia zuhud dan berbudi luhur- masih
memerlukan harta duniawi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Dalam hal Kesucian pendidik, hendaklah pendidik suci lahiriyah dan batiniyah
dengan menjauhi dosa-dosa dan sifat tercela yang melanggar syariat agama. Aspek
lainya adalah Ikhlas. Ikhlas secara dasar hendaknya ditunjukkan dengan berbuat sesuai
dengan komitmennya, dan berkata sesuai dengan perbuatan, dan tidak segan
mengatakan tidak tahu jika memang benar tidak tahu. Pendidik yang sejati seharusnya
selalu merasa perlu untuk menambah wawasan keilmuannya, sehingga tidak malu
menempatkan dirinya pada posisi menjadi siswa pada saat tertentu ketika ingin mencari
kebenaran (belajar). Pendidik menghargai waktu siswa, bersikap lemah lembut, dan
bertanggung jawab terhadap prilaku dan perkataan pendidik itu sendiri. Oleh karenanya
diperlukan sifat bijaksana.
Kebijaksanaan biasanya berhubugan dengan kedewasaan. Dalam hal ini
hendaknya dapat memberlakukan siswanya seperti anaknya sendiri. Maka seyogyanya
untuk melakukan ini pendidik harus sudah berkeluarga. Bahkan dianjurkan mendidik
anak didik diatas anaknya sendiri, sehingga dengan demikian tercapailah keharmonisan
belajar mengajar. Kedewasaan pendidik juga sangat membantu dalam memahami
kejiwaan anak, cita-cita, dan pemikirannya sehingga mampu mengusai materi dan
menyampaikan dengan sesuai dengan prinsip kejiwaan.
Dalam hal kompetensi pendidik ini Fahd Abd Al-Rahman menjelaskan karakteristik
pendidik ideal yang perlu dicontoh dari nabi Muhammad saw yaitu empat sifat; ikhlas,
jujur, amanah, dan kasih sayang. Iklas dalam beramal merupakan dasar pokok, dan
berarti memiliki semangat ilmiah yang tinggi. Penddik benar-benar mengabdikan dirinya
untuk kegiatan kemaslahatan manusia semata dan bukan untuk kepentingan individunya
saja.
Pendidik juga harus memiliki kejujuran dan amanah yang berarti menegakkan
sikap ilmiah dan amanat ilmiah. Kedua sifat ini adalah wajib ada pada pendidik, karena
seandainya pendidik pernah berdusta (tidak berlaku ilmiah) pada siswanya meskipun
hanya sekali, akan meruntuhkan kepercayaan siswa pada pendidik yang bersangkutan.
Dalam berinteraksi dengan siswa dilakukan dengan kasih sayang. Hal ini salah
satu unsur untuk menarik kedekatan siswa. Maka ketika merasa dikasihi, siswa merasa
aman, sehingga siswa akan memperhatikan keterangan pendidik dengan baik. Dan
sebaliknya jika kondisi seperti ini tidak tercipta, maka seakan peserta didik merasa takut,
dan enggan. Jadi kasih sayang dapat mendorong terciptanya kondisi belajar yang
kondusip, tidak cepat marah dan menghukum terhadap kesalahan siswa, dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas, maka pendidik tidak boleh berlaku kasar. Penampilan
pendidik yang kasar menyebabkan kebencian siswa. Pendidik menempatkan siswa
seperti anaknya sendiri sehingga siswa juga menganggapnya sebagaimana ayahnya
sendiri. Dengan hubungan seperti ini menguatkan ikatan kasih sayang.
‘15
6
MK. Pendidikan Agama Islam
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pendidik harus dapat dicontoh dan hal ini berarti dapat menjaga profesionalitasnya
dengan tidak melakukkan akhlak yang tercela. Praktisnya pendidik harus mengamalkan
ilmunya dulu. Ilmu harus disertai amal, jika tidak ilmu akan tidak bermanfaat. Maka
pendidik tidak boleh berkata bohong, sekali bohong anak didik tidak akan
mempercayainya. Dalam hal ini maka Allah menegaskan:
Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedangkan
kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab
(taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir.
Demikian pula meninggalkan sifat tidak obyektif terhadap ilmu. Artinya tidak boleh
membangun fanatik keilmuan tertentu, untuk membenci ilmu-ilmu yang belum mereka
pelajari, atau bahkan melarang untuk mempelajarinya. Tetapi sebaliknya memberikan
dorongan untuk mempelajarinya dan menjelaskan kegunaannya. Demikian pula
menerapkan prinsip perbedaan individu dengan memperhatikan dan bimbingan khusus
pada siswa yang lemah. Siswa yang pandai boleh diberikan penjelasan sampai rinci,
bahkan sampai pada masalah perbedaan pendapat.
d. Etika peserta didik
Peserta didik adalah komponen penting dalam pendidikan yang menjadi sasaran
tindak mendidik pada perubahan tingkah laku dan cara berfikirnya. Banyak sekali ayat
maupun Hadith yang menyeru menjadi kelompok peseta didik. Diantara ayat tersebut
adalah sebagai berikut:
Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuaya
(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.
Artinya: Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muh}ammad), melainkan
beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka
tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada
mengetahui.
Adapun hadith nabi diantaranya sebagaimana berikut.
Artinya: Barang siapa dikehendaki Allah baik, maka dipahamkan agama, dan ilmu
itu hanya diperoleh melalui pengajaran (HR. Bukhori).
Artinya: Barang siapa mencari ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan kesurga. (HR.
Bukhori)
Melihat beberapa dalil di atas, maka posisi menjadi peserta didik dan pendidik
adalah sangat diperintahkan. Peserta didik sebagai obyek tindak mendidik yang ingin
mencapai cita-cita luhur pendidikan hendaklah melakukan cara-cara yang
‘15
7
MK. Pendidikan Agama Islam
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
memungkinkan untuk mempercepat dan mendukung tercapainya cita-cita tersebut.
Karena mencari ilmu adalah sulit, maka peserta didik harus memperhatikan etika (adab),
sifat dan kewajibannya.
Menurut Al-Ghazali: adab yang harus dilakukan peserta didik adalah seperti
berikut:
1) Memulai berakhlak dengan membersihkan jiwa dari segala aklaq madzmumah.
2) Menghindarkan diri dari kesibukan duniawi yang dapat mengganggu tercapainya
ilmu.
3) Tidak sombong dengan ilmunya dan tidak memerintah gurunya..
4) Peserta didik pemula tidak meninggalkan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji.
5) Mempelajari ilmu atas asas prioritas.
6) Mempelajari ilmu secara sistematis.
7) Klasifikasi prioritas ilmu dimulai dari ilmu tentang Allah, malikat, kitab-kitab, rosulrosul,dan ilmu yang berhubungan dengan pembahasan prioritas ini.
8) Maksud mempelajari ilmu hendaklah dalam jangka pendek untuk tujuan memperbaiki
batiniyah, dan jangka panjang untuk taqarrub kepada Allah.
Begitu pentingnya adab peserta didik, al-Ghazali dalam kitabnya Bidayat alHidayah merinci 13 adab peserta didik terhadap pendidiknya. Adab tersebut:
1)
2)
3)
4)
5)
Jika bertemu memulai dengan ucapan salam.
Tidak banyak perkataan dihadapannya.
Tidak membicarakan hal yang tidak ditanyakan gurunya.
Tidak mengajukan pertanyaan kecualai atas izinnya.
Tidak mengajukan pendapat orang lain yang berbeda dengannya, ketika pendidik
sedang menjelaskan pelajaran.
6) Tidaklah patut peserta didik menonjolkan pemikirannya yang berbeda dengan
pendidiknya, sehingga terkesan peserta didik lebih tahu.
7) Tidak bergurau dengan teman dekatnya
8) Tidak menoleh kekanan kekiri, tetapi duduk dengan tenang bagaikan dalam shalat.
9) Tidak mengajukan pertanyaan pada pendidik ketika dalam keadaan bosan atau
sibuk.
10) Jika pendidik berdiri, maka siswa juga ikut berdiri untuk menghormatinya.
11) Tidak melelahkan guru dengan pembicaraan dan pertanyaan.
12) Tidak bertanya pada guru diperjalanan sampai tiba di rumahnya.
13) Tidak berprasangka buruk terhadap perbuatan pendidik yang kelihatannya tidak
difahami oleh siswa karena guru lebih mengetahui hakekat perbuatannya.
Dalam interaksi peserta didik dengan pendidik ‘Ulwan menekankan etika berikut:
1)Tawadlu, 2)mengakui kompetensi pendidik, 3)memahami hak-hak pendidik, 4)sabar
atas hukuman pendidik atas kesalahanya, 5)duduk dengan tenang ketika pelajaran,
6)memasuki kelas atau rumahnya atas izinnya.
Tawadlu diatas ditunjukkan dalam performance dan sikap akademik. Hubungan ini
terlihat seperti pasien dengan dokter yang selalu mendengarkan nasehatnya, maka
perlu dikembangkan sikap musyawarah untuk mencapai kemajuan bersama.
Sebagaimana dikutip ‘Ulwan, banyak perkataan ulama untuk mendorong sikap tawadlu
peserta didik terhadap pendidik. Diantaranya adalah pernyataan Imam Shafi’I ra.:
Artinya: saya menghinakan nafsu saya, sementara mereka memanjakannya,
padahal nafsu itu tidak akan mengajak kepada kemulyaan kecuali mampu
menaklukkannya.
‘15
8
MK. Pendidikan Agama Islam
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
e. Alat dan lingkungan pendidikan
Alat dan lingkungan pedidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
proses pendidikan, karena tidaklah dapat diingkari bahwa manusia banyak dipengaruhi
dan sekaligus dibentuk oleh lingkungannya, baik lingkungan material ataupun spiritual.
Alat atau yang lebih dikenal dengan media pendidikan dalam pendidikan moderen
ini sangat membantu pencapaian tujuan pendidikan yang telah dicanangkan. Media
secara harfiyah berarti perantara atau pengantar. Bahwasannya media itu merupakan
wahana penyalur pesan atau informasi belajar. Maka media merupakan wadah dari
pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau
penerima pesan tersebut yang dalam hal ini adalah anak didik.
Perlu diingat pula bahwa materi yang ingin disampaikan adalah pesan
pembelajaran, dan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses
pembelajaran. Bila karena satu dan lain hal media tersebut diatas tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai penyalur pesan yang diharapkan -menurut Suwitomaka ia tidak efektif dalam arti tidak mampu mengkomunikasikan isi pesan yang ingin
disampaikan oleh sumber kepada sasaran yang ingin dicapainya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam mendesain pesan untuk suatu media,
diperhatikan ciri-ciri atau karakteristik dari sasaran atau penerima pesan. Dalam hal
peserta didik mempertimbangkan umur, latar belakang sosial budaya, pendidikan, cacat
jasmaniyah dan sebagainya. Dalam hal kondisi belajar, memperhatikan faktor-faktor
yang dapat merangsang yang dapat mempengaruahi timbulnya kegiatan belajar
mengajar.
Sedangakan pengertian lingkungan pendidikan menurut Sutari Imam Barnadib
adalah segala sesuatu yang melingkupi anak didik jauh maupun dekat. Lingkungan ini
dapat berupa lingkungan kongkrit seperti manusia, orang tua, rumah, teman, buku,
sekolah dll, dan juga lingkungan maknawiyah (abstrak) seperti emosional, cita-cita,
masalah, dll.
Sedangkan Sujono mendefinisikannya dengan segala sesuatu yang
mempengaruhi perkembangan anak, dan membagi lingkungan ini dalam dua bagian
berikut: 1) Lingkungan manusiawi, terdiri dari keluarga dan pergaulan sosial. Di rumah
kedua orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Lingkungan sosial
terdiri dari teman-teman yang menjadi obyek langsung dalam interaksi sosial. 2)
Lingkungan meterial, misalnya buku-buku pelajaran dan lain-lain.
Kemungkinan terpengaruhnya manusia ini dimulai sejak dalam kandungan ibunya.
Bayi dalam kandungan sangat peka dengan pengaruh kondisi kesehatan ibunya. Jika
ibunya selalu sehat dalam masa mengandung, maka hampir bisa dipastikan anaknya
kelak akan lahir dengan sehat dan normal.
Tentang pengaruh lingkungan pendidikan terhadap kesuksesan dan kegagalan
pendidikan itu sendiri juga ditegaskan oleh Zuharini. Menurutnya lingkungan memiliki
pengaruh positip dan negatip terhadap perkembangan anak didik dalam kehidupan
sehari-hari. Pengaruh ini dialami baik dilingkungan keluarga ataupun di sekolah. Kedua
lingkungan inilah yang akhirnya membentuk karakter kejiwaan anak dan agama anak
didik.
Jadi kesimpulannya bahwa lingkungan pendidikan dapat memberikan pengaruh
positip dan negatip terhadap anak didik. Pengaruh tersebut positip jika memang
‘15
9
MK. Pendidikan Agama Islam
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
lingkungan dapat membantu kemudahan dan kesuksesan dalam belajar, dan sebaliknya
dapat berdampak negatip jika memang lingkungan itu menghambat, bahkan
menghalangi pencapaian tujuan pendidikan.
Lingkungan ini sendiri mencakup segala sesuatu yang dapat mempengaruhi cara
berfikir dan tingkah laku siswa. Maka dari itu, diperlukan sekali kehadiran media
pengajaran yang sesuai untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusip dan
merangsang imajinasi dan kreatifitas anak didik, sehingga memudahkan dalam
pencapaian pendidikan secara efektip dan efisien.
_____ o0o _____
‘15
10
MK. Pendidikan Agama Islam
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Referensi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
‘15
Ibn Manzur Jamal al-Din Muhammad Bin Mukrim al-Ansari, Lisan al-‘Arab (Dar alMisriyah, juz 19, tt).
Louis Ma’luf, Al-Munjid fi-al-Lughah wa al-I’lam ( Beirut: Dar al-Mashrif, tt ).
Miqdad Yaljan, Jawanib al-Tarbiyah al-Islamiyah al-Asasiyah (Dar al-Fikr al-‘Arabi,
1987).
Ibn Ahmad Al-Ansari Al-Qurtubi, Tafsir A-Jami’ al-Ahkam (Kairo:Dar al-Sha’b, tt) Juz 1.
Naquib Al-‘Attas, Konsep Pendidikan Islam (Bandung: Mizan, 1996).
Mahmud Sayyid Sultan, Mafahim Tarbiyah Fi al-Islam (Dar al-Ma’arif, tt).
Al-Ghazali, Ayuha al-Walad (Kediri: Petuk).
Zainuddin ed, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali (Bumi Aksara. 1991).
Muhammad ‘Atiyah Al-Abrashi, Al-Tarbiyah Al-Islamiyah wa falasifatuha (tp. Al-Dar AlQaumiyah li al-Thiba’ah wa al-Nashr, 1964).
Fahd Abd al-Rarhman Bin Sulayman, Qissah Aqidah (Maktabat al-Taubah, 1994).
Al-Ghazali, Bidayat al-Hidayah (Surabaya: Alhidayah, tt).
Muhtar Yahya. Fann al-tarbiyah (Dar al-Ma’arif, 1988).
Al-Ghazali, Ihya’ al-’Ulum al-Din, juz 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1987).
Hasan Abd Al-‘Ali, Al-Tarbiyah Al-Islamiyah fi al-Qarn al-Rabi’ al-Hijri (Dar al-Fikr alArabi, 1986).
Muhammad ‘Ali Shafi’i al-Shinwani, Mukhtasar Ibn Abi Jamrah li AlBukhari (Alhidayah,tt).
Al-Ghazali, Almunqid min al dalal ( Turki: Hakikat Kitabevi, 1992).
Abd al-Rahman Bin Kamal Jalal al-Din Al-SayutI, Al-Jami’ al-Saghir
Umar Suwito, Teknologi Komunikasi Pendidikan (Yogyakarta: Bamedik, 1994).
Sutari Imam Barnadib, Penganatar Ilmu Pendidikan Sistematis (Andi Ofset, 1989).
Sujono, Pengantar Ilmu Pendidikan Umum (Surabaya: CV. Ilmu, 1980)
Zuhairini, ed, Metodologi Pendidikan Agama (Surabaya: Ramadani, 1993)
11
MK. Pendidikan Agama Islam
Ahmad Rifai, S.Ag, MA.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download