KOPI DARAT Kongkow Pendidikan

advertisement
KOPI DARAT
Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat
7 Desember 2016
Topik #29
Sumba: Menggunakan Riset untuk Menyesuaikan Kebijakan Pendidikan
bagi Daerah Tertinggal
Latar Belakang
Sumba adalah salah satu pulau utama di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Pulau ini terletak di antara
Pulau Sumbawa di sebelah barat laut dan Timor Barat di sebelah timur. Berdasarkan indikator sumber daya manusia,
empat kabupaten yang ada di Sumba, yaitu Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya,
termasuk dalam kategori wilayah tertinggal dan berada di bawah rata-rata indeks nasional. Sementara berdasarkan
indeks nasional yang ada dalam Pendataan Potensi Desa (PODES), 60% masyarakat desa di Sumba tergolong miskin
dan 13% di antara desanya tergolong terpencil.
Sebagai daerah yang masih tertinggal, Sumba memberi contoh yang sangat baik dalam hal pemanfaatan riset
pendidikan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan, terutama untuk menyasar peningkatan kualitas pendidikan di
sekolah-sekolah yang tertinggal. Berdasarkan hasil kerja ACDP terkait inisiatif pendidikan di pedesaan dan daerah
terpencil di Papua, pemerintah provinsi NTT mengundang ACDP untuk mendiskusikan berbagai permasalahan
mendesak dalam hal kinerja pendidikan di NTT, dan khususnya di Sumba.
Laporan ACDP sebagai Bagian dari Pengembangan Pengetahuan dalam Penyusunan Kebijakan di Sumba
Study ACDP 040 “Strategi untuk Meningkatkan Efektivitas Pendidikan Dasar/Madrasah di Sumba, NTT” dimaksudkan
untuk merespon prioritas-prioritas penting pemerintah dan para pemangku kepentingan di empat kabupaten di
Sumba, terutama bagi sekolah-sekolah yang tertinggal. Diskusi awal dengan para pemangku kepentingan di Sumba
menghasilkan sebuah daftar persoalan pendidikan yang mendesak, antara lain soal proporsi guru yang tidak terlatih,
ketersediaan dan distribusi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), ketersediaan sumber daya yang
berkelanjutan bagi sekolah-sekolah swasta yang ada di Sumba, hingga kualitas pengajaran guru dan kesiapan murid
untuk belajar. Berdasarkan isu-isu penting ini, studi ACDP 040 kemudian mengembangkan Analisis Situasi
Komprehensif dan Kajian tentang Mekanisme Evaluasi Sekolah.
Analisis Situasi Komprehensif tersebut mempresentasikan berbagai bukti akan kondisi yang terjadi sekolah dasar di
Sumba dan digunakan sebagai basis untuk menyusun opsi-opsi kebijakan. Hasil analisis tersebut menggarisbawahi
tingginya angka mengulang kelas di kelas 2 yaitu berkisar antara 12% sampai 21% di seluruh kabupaten, dan 30%
murid kelas 2 dalam sekolah yang termasuk dalam analisis ini ditemukan mengalami kesulitan membaca. Tingginya
angka mengulang kelas dan rendahnya kemampuan membaca mengindikasikan bahwa kualitas pendidikan di kelaskelas awal di Sumba terbukti rendah dan memicu perlunya dilakukan tes di antara murid-murid kelas 2 atau kelas 3,
untuk mengetahui apakah murid-murid di tingkatan tersebut telah memiliki dasar yang cukup baik dan siap untuk
belajar.
Guru dan tenaga kependidikan, secara umum, juga menjadi persoalan besar dalam sistem pendidikan di Sumba. Guru
dengan kualifikasi S1 atau guru dengan status PNS tidak secara rata terdistribusi di pulau tersebut. Merujuk pada
jumlah sekolah yang digunakan sebagai studi kasus dalam penelitian ini, tampak dua pertiga guru di Sumba hanya
merupakan lulusan SMA. Hal ini juga ditemukan di kalangan kepala sekolah, dimana 42% kepala sekolah di Sumba
adalah lulusan SMA. Sebanyak 60% guru yang bekerja di Sumba bukanlah PNS dan tidak memiliki kualifikasi yang
dibutuhkan. Guru-guru ini, yang merupakan bagian penting dari tenaga kependidikan dianggap sebagai ‘tenaga
tambahan’ Sumba walaupun mereka sangat kurang didukung dengan perlindungan kebijakan, gaji dan insentif yang
memadai, sehingga menimbulkan persoalan dalam mencapai kualitas pembelajaran yang diinginkan.
Namun demikian, terdapat pula temuan-temuan positif dalam studi ini. Walaupun mereka kurang mampu dalam tes
membaca dalam Bahasa Indonesia, murid dapat memahami materi ajar saat mendengarkannya dibacakan secara
keras dalam bahasa ibu mereka. Saat bahasa ibu mereka digunakan dalam cara seperti ini, hampir 75% murid dapat
menjawab secara benar lebih dari 50% pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan lisan, sebagai bagian dari uji
pemahaman. Bagi murid, yang belum mengerti struktur tulis dan kosa kata dari sebuah bahasa, kemampuan mereka
untuk berbicara dan mendengar dalam bahasa ibu menjadi potensi dasar yang dapat dikembangkan bagi pemahaman
baca yang lebih baik, manakala mereka telah menguasai keterampilan decoding yang diperlukan. Studi ini juga
membuktikan adanya kesadaran yang sangat tinggi di kalangan masyarakat setempat akan pentingnya Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) dan terdapat pengakuan akan perlunya ketersediaan PAUD yang berkualitas untuk mendukung
kesiapan anak sekolah.
Ranah dan Opsi Kebijakan dari Analisis Situasi Sumba
Pengajaran efektif
• Pelatihan melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai upaya yang terjangkau dan sistematis;
• Peningkatan pelatihan berbasis kualifikasi dengan menggali adaptasi yang lebih baik dari Pendidikan Guru SD S1
sesuai konteks Sumba, melalui peningkatan relevansi PGSD S1 dengan institusi-institusi pra-dinas yang telah ada
dan memperluas kesempatan pendaftaran dengan membuat perjanjian tertentu;
Efektivitas kurikulum
• Fokus yang lebih besar dalam hal literasi di kelas-kelas awal, termasuk menyusun panduan bagi kurikulum bagi
sub-sektor TK, panduan kurikulum untuk komponen pengajaran dasar terkait keterampilan membaca di kelaskelas awal, serta menyusun kebijakan seputar bahasa pengantar dalam kelas dengan meggunakan bahasa ibu di
PAUD dan di kelas-kelas awal.
Kepemimpinan sekolah
• Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) diharapkan untuk lebih terlibat dalam peran
penyediaan kandidat kepala sekolah yang mumpuni atau dalam hal berbagi biaya pelatihan melalui perjanjian
kerjasama antara LPPKS dengan pemerintah kabupaten;
• Pengembangan profesional berkelanjutan bagi kepala sekolah melalui Kelompok Kerja Kepala Sekolah/K3S yang
terprogram dengan baik;
Evaluasi sekolah
• Dinas Pendidikan setempat perlu memiliki mekanisme evaluasi sekolah dan memastikan proses evaluasi yang
relevan dengan prinsip sekolah yang efektif. Hal ini perlu diinisiasi oleh dan dilaporkan kepada kabupaten;
• Perlu ada evaluasi terhadap standar kinerja sekolah;
• Penyelenggaraan evaluasi sekolah perlu ada dalam kapasitas pihak yang melakukan kajian, di seluruh kabupaten;
• Partisipasi orang tua dan komunitas desa dalam proses evaluasi sekolah;
• Mengaitkan evaluasi sekolah ke dalam tujuan dan program bagi kemajuan;
Kebijakan akan satuan tugas guru yang terintegrasi
• Kebijakan rekrutmen berdasarkan standar guru yang relevan dan rasio guru-kelas;
• Penyetaraan remunerasi dan kondisi – setidaknya di antara para guru PNS;
• Pengembangan jalur penitian karir bagi guru yang non-PNS;
• Manajemen performa, termasuk penetapan indikator bagi hasil pembelajaran, misalnya kajian terhadap kegiatan
kelas;
• Menyetarakan distribusi guru-guru yang berkualitas di pedesaan dan daerah terpencil;
Ranah dan Opsi Kebijakan dari Analisis Situasi Sumba
Dukungan jarak jauh bagi sekolah
• Penyediaan berbagai sumberdaya terprogram berbasis tablet bagi pengembangan profesional;
• Layanan bergerak bagi sekolah-sekolah terpencil oleh tim yang bergerak, dalam bentuk kunjungan seminggu
penuh – sekali dalam tiap semester;
Kesiapan anak untuk sekolah
• Mengoordinasikan satuan tugas lintas sektor di tingkat kabupaten untuk mengadvokasi dan mendukung
pengembangan peran desa dalam mendukung kesiapan anak untuk belajar, didukung oleh peraturan Bupati
untuk memantapkannya.
Semua kabupaten mengambil langkah signifikan dalam penyusunan kebijakan dari prioritasi tiga area kebijakan yang
paling penting. Yang pertama adalah pengembangan professional berkelanjutan untuk guru-guru kelas awal, terutama
dalam mengajar literasi, melalui KKG. Kedua adalah upaya-upaya menuju distribusi yang adil guru-guru berkualitas
untuk sekolah di sekolah tertinggal. Yang ketiga adalah reformasi pengangkatan kepala sekolah. Walaupun tidak ada
kabupaten yang secara eksplisit mengartikulasikan penyusunan kebijakan tenaga guru non-PNS, semua kabupaten
telah melakukan upaya-upaya yang mengarah ke kerangka kebijakan tersebut. Di luar dari area prioritas di atas, tindak
lanjut yang dilakukan kabupaten bukanlah tindak lanjut terobosan.
Praktik Knowledge-to-Policy di Sumba
Ketika temuan-temuan dari analisis situasi tersebut dipresentasikan di hadapan para pemimpin dari keempat
kabupaten, semua perwakilan kabupaten setuju untuk membentuk satuan kerja pemimpin kabupaten guna
menggulirkan aksi selanjutnya. Saat itulah terbentuk Forum Peduli Pendidikan Sumba (FPPS) yang memainkan peran
penting dalam mendorong terbentuknya kebijakan terkait pendidikan di Sumba. Forum ini terdiri dari Wakil Bupati,
Kepala Dinas Pendidikan dan Bappeda dari setiap kabupaten - sebagai unit teknis yang bekerja dalam jalur dukungan
terhadap pemimpin kebijakan. Sejak awal, para pemimpin kabupaten ini melihat peran FPPS berpotensi untuk
berkembang lebih jauh dari sebatas menyelesaikan persoalan-persoalan pendidikan di tingkat SD/MI. Sejak
pertemuan pertamanya, FPPS telah merencanakan peran pengawasannya terhadap komitmen seluruh kabupaten
dalam melakukan reformasi melalui aksi kebijakan terkait pendidikan di SD/MI. Poin-poin dalam agenda pertemuan
rutin yang disepakati adalah laporan kemajuan masing-masing kabupaten terkait adopsi kebijakan, manajemen
sumber daya dan pengaturan.
Cakupan opsi kebijakan disusun sebagai implikasi dari temuan-temuan terpenting yang dihasilkan oleh Analisis Situasi
tadi. Pertemuan lanjutan di bulan Juli kemudian menghasilkan kesepakatan keempat kabupaten untuk menyusun
kebijakan dan membangun strategi terkait hal-hal yang ingin mereka sasar. Kabupaten-kabupaten tersebut
mengidentifikasi tindak lanjut kebijakan berdasarkan cakupan mereka masing-masing, termasuk estimasi dana yang
dibutuhkan, serta mengifentifikasi dan mendokumentasikan aspek-aspek dari kebijakan nasional dan peraturan yang –
berdasarkan persepsi kabupaten dapat menghambat terwujudnya pendidikan dasar berkualitas. Terdapat persoalanpersoalan seperti rendahnya jumlah ketersediaan guru PNS dan tantangan dalam menempatkan guru PNS di sekolah
swasta. Hasil Analisis Situasi ini, dan penerimaan positif dari kegiatan konsultasi pusat-daerah, lebih jauh membantu
pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan setempatnya dan menggugah komitmen kabupaten lebih tinggi
lagi.
Pertemuan selanjutnya di bulan September adalah dalam bentuk Dialog antara Pusat-Daerah, dimana keempat
kabupaten menyampaikan keprihatinan mereka kepada pemerintah pusat, termasuk kepada Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara. Dialog antara pemerintah
pusat dan pemerintah regional tersebut dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dimana para Direktur
Jenderal dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kemudian terlibat dalam rangkaian diskusi yang
direncanakan.
Dialog tersebut dianggap sebagai mekanisme kebijakan yang pro solusi antara pusat dan daerah. Persoalan-persoalan
serta usulan atas solusi-solusi yang diangkat oleh para pemimpin Sumba selaras dengan kebijakan Presiden untuk
“membangun dari pinggir”. Terdapat pula usulan untuk menggunakan contoh kerja pemerintah kabupaten di Sumba
ini sebagai model interaksi kebijakan pusat-daerah, yang didukung kuat oleh pemerintah provinsi NTT.
Dengan pembentukan konstitusinya, FPPS telah muncul sebagai mekanisme lokal dalam penyusunan kebijakan untuk
reformasi pendidikan. Menindaklanjuti dialog kebijakan yang diselenggarakan di bulan September, FPPS juga telah
menyiapkan surat resmi bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk meminta dukungan dan perkenan untuk
mempertimbangkan lahirnya satu lagi perangkat rekomendasi. Surat-surat ini dikeluarkan oleh Bupati dari tiap-tiap
kabupaten dan disampaikan kepada Menteri oleh FPPS.
Masa Depan Penyusunan Kebijakan Pendidikan di Sumba
Sumba kini telah memiliki mekanisme khusus untuk dapat melakukan kajian dan menyusun kebijakan. Kabupatenkabupaten tersebut kini juga telah berbekal kapasitas untuk menegosiasikan posisi kebijakan mereka di hadapan
pemerintah pusat, dan ini berfungsi sebagai model menjanjikan untuk kabupaten tertinggal, terpencil dan di
pedesaan. Namun demikian, penggalangan sumber daya dan implementasi kebijakan yang diadopsi mensyaratkan
kapasitas yang dibangun secara sistemik – di samping tentunya komitmen politik yang kuat. Sumba mungkin perlu
waktu dalam membangun area kapasitas teknis, namun terdapat beberapa hal utama dalam sistem yang perlu
dioperasikan segera untuk dapat menjaga kebijakan yang telah diadopsi kabupaten, misalnya;
•
•
•
Evaluasi terhadap sekolah dan pembelajaran dikaitkan dengan proses sistemik yang terjadi di Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten, yang dapat memicu intervensi, kajian terhadap strategi, serta penyusunan rencana
dan pembiayaan;
Analisis terhadap pembiayaan pendidikan di kabupaten;
Pemanfaatan data Dapodik milik pemerintah yang sangat kaya, diakui sebagai data komprehensif bagi
kebutuhan perencanaan dan proyeksi situasi masa depan.
Kebijakan-kebijakan nasional yang berdampak pada kapasitas fiskal kabupaten juga perlu dikaji agar tiap-tiap
kabupaten dapat menghasilkan kualitas yang memadai. Kebijakan nasional lainnya, seperti pengembangan sektor
PAUD serta alokasi dana desa, mungkin juga perlu disesuaikan agar masyarakat dapat menikmati potensi dari hasil
peningkatan kualitas pendidikan.
Narasumber:
Luluk Budiono, SE, M.M
Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Umbu Lili Pekuwali
Wakil Bupati Kabupaten Sumba Timur
Yohanis Umbu Djangga
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Tengah
Eko Cahyono
Anggota Tim Studi ACDP 040, ACDP Indonesia
Sumber:
- ACDP, 2016. Strategies for Improving Basic Education School/Madrasah Effectiveness in Sumba NTT. Volume I:
Comprehensive Situation Analysis.
- ACDP, 2016. Strategies for Improving Basic Education School/Madrasah Effectiveness in Sumba NTT. Volume II: Knowledge to
Policy.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Daniella Situmorang
[email protected]
[email protected]
0812-9718-1088
Fara Ramadhina
[email protected]
[email protected]
0811-9890-271
Download