BAB 2 - Library Binus

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
Pada sub-bab ini, peneliti akan menyajikan ulasan teori dari berbagai sumber
yang berkaitan dengan marketing secara umum, serta variabel-variabel yang diteliti,
antara lain service quality, Perceived Price Fairness, customer satisfaction, dan
customer loyalty.
2.1.1
Grand Theory of Marketing
Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan oleh para pengusaha dalam mempertahankan kelangsungan usahanya
untuk berkembang dan mendapatkan keuntungan sebagai tolok ukur keberhasilan
usahanya baik dalambentuk laba maupun kepuasan.
Berbagai definisi pemasaran telah banyak berkembang dari masa ke masa.
Pada mulanya, pemasaran dikenal hanya sebagai proses transaksi jual dan beli.
Seorang pemasar yang bisa memahami kebutuhan pelanggan bisa mengembangkan
sebuah produk atau jasa yang akan memberikan nilai lebih bagi pelanggan,
menetapkan harga terbaik pada saat penjualan, mendistribusikan produk dengan
lancar, serta melakukan sebuah promosi yang efektif.
Kotler (2001) mengemukakan definisi pemasaran berarti bekerja dengan
pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud
memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa
keberhasilan pemasaran merupakan kunci kesuksesan dari suatu perusahaan.
Dari definisi di atas, dapat ditarik simpulan bahwa pemasaran merupakan
usaha terpadu untuk menggabungkan rencana-rencana strategis yang diarahkan
kepada usaha pemuas kebutuhan dan keinginan konsumen untuk memperoleh
keuntungan yang diharapkan melalui proses pertukaran atau transaksi. Kegiatan
pemasaran perusahaan harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen bila
ingin mendapatkan tanggapan yang baik dari konsumen. Perusahaan harus secara
penuh tanggung jawab tentang kepuasan produk yang ditawarkan tersebut. Dengan
demikian, maka segala aktivitas perusahaan, harusnya diarahkan untuk dapat
memuaskan konsumen yang pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh laba.
13
14
2.1.1.1 Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran berkaitan dengan 4P (product, price, place promotion).
Komponen 4P dikembangkan oleh beberapa tokoh yang disajikan dalam tabel
berikut.
Tabel 2.1 Pengembangan Bauran Pemasaran
Tokoh
Bauran Pemasaran
McCarthy (1960)
4P
Product, Price, Place, Promotion
Judd (1987)
5P
Product, Price, Place, Promotion, People
Kotler (1986)
6P
Product, Price, Place, Promotion,
Political Power, Public Opinion
Formation
Booms & Bitner (1982)
7P
Product, Price, Place, Promotion,
Participants, Physical Evidence, Process
Baumgartner (1991)
15P
Product/service, Price, Place, Promotion,
People, Politics, Public Relations, Probe,
Partition, Prioritize, Position, Profit, Plan,
Performance, Positive Implementations
Sumber: Gummeson dalan Harwood, Garry, Broderick (2008:8)
2.1.1.1.1

Komponen Bauran Pemasaran 4P (Marketing Mix)
Produk (Product)
Menurut Kotler dan Keller (2009:4), produk adalah sesuatu yang
dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau
kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat,
properti, organisasi, informasi, dan ide.

Harga (Price)
Menurut Kotler dan Keller (2009:67), harga merupakan elemen
bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, harga merupakan
elemen termudah dalam program pemasaran untuk disesuaikan, fitur
produk, saluran, dan bahkan komunikasi membutuhkan banyak waktu.

Tempat (Place)
Menurut Kotler dan Keller (2009:184), tempat adalah lokasi yang
digunakan untuk proses penyampaian barang dan jasa dari produsen ke
15
konsumen. Variabel tempat mencakup lokasi yang strategis, akses ke
lokasi yang mudah dijangkau, penempatan layout produk yang rapi dan
teratur, keluasan areal dan kenyamanan suasana belanja, dan keluasan
areal dan keamanan parkir kendaraan.

Promosi (Promotion)
Menurut Kotler dan Keller (2009:263), promosi adalah proses
penyebaran informasi yang bertujuan mempengaruhi atau membujuk
konsumen atas suatu produk yang ditawarkan agar konsumen bersedia
menerima dan membeli suatu produk yang ditawarkan tersebut. Variabel
promosi
mencakup
periode
jangka
waktu
promosi
yang
lebih
diperpanjang, media promosi yang disampaikan melalui brosur dan
spanduk, dan bentuk promosi yang ditawarkan melalui kupon undian, dan
hadiah langsung untuk total belanja tertentu.
Adapun alat-alat yang dapat dipergunakan untuk mempromosikan
produknya pengusaha dapat memilih beberapa cara yaitu:
a) Periklanan (Advertising)
Advertising merupakan alat utama bagi pengusaha untuk mempengaruhi
konsumennya. Advertising ini dapat dilakukan oleh pengusaha lewat surat
kabar, radio, majalah, bioskop, televisi ataupun dalam bentuk poster-poster
yang dipasang dipinggir jalan atau tempat-tempat yang strategis. Dengan
membaca atau melihat advertensi itu diharapkan para konsumen atau calon
konsumen akan terpengaruh lalu tertarik untuk membeli produk yang di
advertensikan tersebut. Oleh karena itu maka advertensi ini haruslah dibuat
sedemikian rupa sehingga menarik perhatian para pembacanya.
b) Promosi penjualan (Sales Promotion)
Promosi penjualan adalah merupakan kegiatan perusahaan untuk
menjajakan produk yang dipasarkannya sedemikian rupa sehingga
konsumen akan mudah untuk melihatnya dan bahkan dengan cara
penempatan dan pengaturan tertentu maka produk tersebut akan menarik
perhatian konsumen.
c) Penjualan Pribadi (Personal Selling)
Personal selling merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan kontak
langsung dengan para calon konsumennya. Dengan kontak langsung ini
diharapkan akan terjadi hubungan atau interaksi yang positif antara
16
pengusaha dengan calon konsumennya itu. Kontak langsung itu akan dapat
mempengaruhi secara lebih intensif pada konsumennya karena dalam hal
ini pengusaha dapat mengetahui keinginan dan selera konsumennya.
d) Publisitas (Publication)
Publisitas merupakan cara yang biasa digunakan juga oleh pengusaha
untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada konsumen agar
mereka menjadi tahu dan menyenangi produk yang dipasarkannya. Cara
ini dilakukan dengan cara memuat berita tentang produk atau perusahaan
yang menghasilkan produk tersebut di mass media, misalnya saja berita di
surat kabar, berita di radio atau televisi maupun majalah tertentu dan
sebagainya. Dengan memuat berita itu maka para pembaca secara tidak
sadar telah dipengaruhi oleh berita tersebut.
Price
Product
Ragam
Daftar Harga
Kualitas
Diskon
Desain
Potongan Harga
Fitur
Periode Pembayaran
Bauran
Pemasaran
Promotion
Place
Iklan
Saluran
Penjualan Pribadi
Cakupan
Promosi Penjualan
Pemilahan
Hubungan
Lokasi
Gambar 2.1 Bauran Pemasaran (4P)
Sumber: Kotler dan Armstrong (2006)
17
2.1.2
Service Quality
Dalam perusahaan yang berbasis jasa maka harus mengutamakan fasilitas di
atas segalanya demi kepuasan pelanggannya. Fasilitas adalah segala sesuatu yang
memudahkan konsumen di bidang jasa. Dalam perusahaan jasa, fasilitas yang
ditawarkan perusahaan itulah yang akan dinilai konsumen. Persepsi yang diperoleh
dari fasilitas dan interaksi pelanggan berpengaruh terhadap kualitas jasa di mata
pelanggan (Tjiptono, 2000).
Kualitas adalah sejauh mana produk memenuhi spesifikasi-spesifikasinya
(Lupiyoadi, 2001).
Rangkuti (2002) berpendapat bahwa pelayanan merupakan pemberian suatu
kinerja atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain. Pada dasarnya
jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi
jasa dan penerima jasa memengaruhi hasil jasa tersebut.
Menurut American Society for Quality Control kualitas pelayanan adalah
keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam
hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ditentukan atau
bersifat laten.
Kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan (Tjiptono, 2001). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan
penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007).
Service quality merupakan aktifitas utama dalam strategi marketing yang
dilakukan oleh perusahaan di mana perusahaan harus memiliki komitmen untuk
selalu memberikan pelayanan yang berkualitas agar mampu tumbuh dan
berkembang. Meskipun service quality lebih sulit didefinisikan dan dinilai dibanding
kualitas produk, konsumen tetap akan memberikan penilaian terhadap kualitas jasa
yang diterimanya dan penyedia jasa perlu memahami bagaimana sebenarnya harapan
konsumen sehingga dapat merancang jasa yang ditawarkan secara efektif.
Service quality dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para
konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka terima / peroleh dengan
pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan / inginkan terhadap atribut-atribut
pelayanan suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived
service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik
18
dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka
kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya, jika jasa
yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan
dipersepsikan buruk.
Menurut Tjiptono (2006), terdapat 5 macam perspektif kualitas, yaitu :
1. Transcendental approach
Kualitas dipandang sebagai innate execellence, dimana kualitas dapat dirasakan
dan diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. Biasanya
diterapkan dalam dunia seni.
2. Product-based approach
Kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan
dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah
beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk.
3. User-based approach
Kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang
paling memuaskan referensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan
produk yang berkualitas tinggi.
4. Manufacturing based approach
Kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan. Dalam sektor jasa
bahwa kualitas seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktifitas dan
penekanan biaya.
5. Value-based approach
Kualitas dipandang dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam pengertian ini
bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu
produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau
jasa yang paling tepat dibeli.
Citra dari kualitas layanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang
atau persepsi penyedia jasa melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi
pelanggam. Hal ini dikarenakan pelangganlah yang mengonsumsi serta menikmati
jasa pelayanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa.
Penilaian pelanggan mengenai kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh
terhadap keunggulan suatu jasa layanan.
19
Purnomo (2008) berpendapat bahwa bagi pelanggan kualitas layanan adalah
menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan
memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud dan menentukan apa yang dianggap
penting. Pelanggan mempertimbangkan suatu kualitas layanan. Untuk itu kualitas
dapat dideteksi pada persoalan bentuk sehingga dapat ditemukan :
1.
Kualitas pelayanan merupakan bentuk dari sebuah janji.
2.
Kualitas adalah tercapainya suatu harapan dan kenyataan sesuai dengan
komitmen yang telah ditetapkan sebelumnya.
3.
Kualitas dan integrasi merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan.
2.1.2.1 Karakteristik Service
Tjiptono (2004;22) mengutarakan ada lima karakteristik utama jasa bagi
pembeli pertamanya:
1. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa bebeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, atau
benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses,
kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bagi
para pelanggan, ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi karena
terbatasnya search qualities, yakni karakteristik fisik yang dapat
dievaluasi pembeli sebelum pembelian dilakukan. Untuk jasa, kualitas
apa dan bagaimana yang akan diteriman konsumen, umumnya tidak
diketahui sebelum jasa bersangkutan dikonsumsi.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)
Tidak dapat dipisahkan berarti karakter jasa yang memungkinkan
diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia
jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Kedua
pihak mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. Dalam hubungan
penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang menyampaikan
jasa merupakan unsur yang penting. Hal ini berarti jasa secara normal
tidak diproduksi pada suatu lokasi yang terpusat dan dikonsumsi pada
lokasi yang berbeda.
20
3. Variability / Heterogeneity (berubah-ubah)
Jasa bersifat variabel karena merupakan non-standarized output, artinya
banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa, kapan
dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan
unsur manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung
tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan
perilakunya.
4. Perishability (tidak tahan lama)
Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang
kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur telepon yang
tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa
disimpan.
5. Lack of Ownership
Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian
barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat
produk yang dibelinya. Mereka bisa mengonsumsi, menyimpan, atau
menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin
hanya memiliki akses personel atas suatu jasa untuk jangka waktu
terbatas.
2.1.2.2 Dimensi Service Quality
Menurut Parasuraman, dkk (1998) untuk mengevaluasi kualitas jasa
pelanggan umumnya menggunakan lima dimensi berikut :
a. Tangibles / Bukti langsung
Tangibles merupakan bukti nyata dari kepedulian dan perhatian yang
diberikan oleh penyedia jasa kepada konsumen. Pentingnya dimensi tangibles
ini akan menumbuhkan image penyedia jasa terutama bagi konsumen baru
dalam mengevaluasi kualitas jasa. Perusahaan yang tidak memperhatikan
fasilitas fisiknya akan menumbuhkan kebingungan atau bahkan merusak
image perusahaan.
b. Reliability / Keandalan
Reliability atau keandalan merupakan kemampuan perusahaan untuk
melaksanakan jasa sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat
waktu. Pentingnya dimensi ini adalah kepuasan konsumen akan menurun bila
21
jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jadi, komponen atau
unsur dimensi reliability ini merupakan kemampuan perusahaan dalam
menyampaikan jasa secara tepat dan pembebanan biaya secara tepat.
c. Responsiveness / Ketanggapan
Responsiveness atau daya tanggap merupakan kemampuan perusahaan yang
dilakukan langsung oleh karyawan untuk memberikan pelayanan dengan
cepat dan tanggap. Daya tanggap dapat menumbuhkan persepsi yang positif
terhadap kualitas jasa yang diberikan. Termasuk di dalamnya jika terjadi
kegagalan atau keterlambatan dalam penyampaian jasa, pihak penyedia jasa
berusaha memperbaiki atau meminimalkan kerugian konsumen dengan
segera. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan karyawan
yang terlibat untuk menanggapi permintaan, pertanyaan, dan keluhan
konsumen. Jadi, komponen atau unsur dari dimensi ini terdiri dari kesigapan
karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam melayani
pelanggan, dan penanganan keluhan pelanggan.
d. Assurance / Jaminan
Assurance atau jaminan merupakan pengetahuan dan perilaku employee
untuk membangun kepercayaan dan keyakinan pada diri konsumen dalam
mengonsumsi jasa yang ditawarkan. Dimensi ini sangat penting karena
melibatkan persepsi konsumen terhadap risiko ketidakpastian yang tinggi
terhadap kemampuan penyedia jasa. Perusahaan membangun kepercayaan
dan kesetiaan konsumen melalui karyawan yang terlibat langsung menangani
konsumen. Jadi, komponen dari dimensi ini terdiri dari kompetensi karyawan
yang meliputi keterampilan, pengetahuan yang dimiliki karyawan untuk
melakukan pelayanan dan kredibilitas perusahaan yang meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan kepercayaan konsumen kepada perusahaan seperti,
reputasi perusahaan, prestasi dan lain-lain
e. Emphaty / Empati
Emphaty merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan langsung oleh
karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen secara individu,
termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi komponen dari
dimensi ini merupakan gabungan dari akses (access) yaitu kemudahan untuk
memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan, komunikasi merupakan
kemampuan melakukan untuk menyampaikan informasi kepada konsumen
22
atau memperoleh masukan dari konsumen dan pemahaman merupakan usaha
untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.1.3 Perceived Price Fairness
2.1.3.1 Pengertian Perceived Price
Price adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa, atau
jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk memperoleh manfaat dari
memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa menurut Kotler dan Armstrong
(2008).
Menurut Brudy dan Hult (2000), Perceived Price adalah sebagai sesuatu yang
diberikan atau dikorbankan untuk mendapatkan jasa atau produk.
Sehingga Perceived Price adalah persepsi konsumen akan harga atau suatu
pengorbanan yang harus dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk
yang sebanding dengan harga atau pengorbanan yang diberikan.
2.1.3.2 Pengertian Price Fairness
MenurutConsuegra et al (2007), pricefairness adalah suatu penilaian untuk
suatu hasil dan proses agar mencapai hasil yang masuk akal serta dapat diterima, dan
price fairness dapat diukur dengan empat atribut sebagai berikut :

Konsumen merasa membayar harga yang wajar pada setiap transaksi
pembelian.

Refrensi tingkat kewajaran harga (Price fairness), dimana konsumen merasa
wajar jika suatu produk atau jasa yang sama jenisnya dari perusahaan yang
berbeda ditetapkan dengan harga yang berbeda.

Kebijakan harga ditentukan oleh perusahaan adalah hal yang wajar dan dapat
diterima oleh konsumen.
 Harga yang ditetapkan merupakan sebuah etika, dimana pelanggan selalu
diberitahu mengenai perubahan harga yang akan dilakukan oleh perusahaan
sebelum harga yang baru ditetapkan.
23
2.1.3.3 Pengertian Perceived Price Fairness
Menurut Ailawadi, Luan, Neslin dan Taylor (2011) bahwa perceived price
fairness merupakan penilaian subyektif konsumen mengenai harga yang ditawarkan
wajar, mempunyai alasan yang jelas, atau dapat diterima. Persepsi price fairness
pembelian konsumen (sebenarnya atau niat) tidak hanya bergantung pada tingkat
harga yang relatif tetapi juga pada harga yang dianggap wajar atau mempunyai
alasan yang jelas (Carvalho, 2010).
Menurut Xia et al (2004), bahwa perceived price fairness merupakan
penilaian subyektif dari konsumen apakah ada perbedaan harga antara satu penjual
dengan penjual yang lain yang wajar dan masuk akal.
Sehingga perceived price fairness adalah penilaian subyektif terhadap harga
yang ditawarkan oleh suatu perusahaan adalah wajar, masuk akal dan dapat diterima.
2.1.3.4 Dimensi Perceived Price Fairness
Menurut (Ahmat et al, 2011) bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi
perceived price fairness, yaitu :
A. Treatment Experience
Menurut Sinclair (2010)experience terdiri dari pengetahuan atau ketrampilan
atau pengamatan atas sesuatu yang diperoleh melalui pengalaman atas
transaksi aktual. Pelanggan yang berpengalaman menggunakan ingatan
peristiwa yang pernah di alami di masa lalu sebagai isyarat untuk menilai
harga (Ofir et al.2008) dan ketika bertemu dengan harga baru, itu akan
bertindak sebagai patokan untuk menilai harga di masa mendatang (Pecthl,
2008). Dengan adanya pengetahuan akan konsumen yang berdasarkan atas
pengalamannya sebagai isyarat untuk menilai harga, sehingga konsumen dapat
menilai kepuasan dari barang atau jasa ataupun harga yang ditawarkan oleh
suatu perusahaan, dibandingkan perusahaan lainnya yang sejenis.
B. Price Knowledge
Knowledge berarti keahlian dan keterampilan yang diperoleh oleh seseorang
atau sekelompok orang melalui pemahaman teoritis atau praktis mengenai
suatu subjek (Sinclair, 2010)dan pelanggan mengembangkan referensi atau
harga yang diharapkan berdasarkan pengetahuan mereka tentang harga pasar
dan transaksi sebelumnya (Cockrill dan Goode, 2010). Sehingga dengan
adanya keterampilan atau pengetahuan seseorang tentang harga pasar dan
24
transaksi sebelumnya, maka konsumen dapat menilai bahwa apakah ada
perbedaan harga antara harga transaksi hari ini dengan harga transaksi
sebelumnya dalam barang atau jasa yang sama, serta konsumen dapat menilai
apakah barang atau jasa yang ditawarkan tersebut patut dipertanyakan.
C. Price Expectation
Menurut Maxwell (2008), ekspetasi hargatelah diterima luas sebagai harga
yang wajar, harga yang didefinisikan sebagai expected price harus bertepatan
dengan ekspetasi dari pelanggan yang jika ada peningkatan yang tidak sesuai,
maka harga tersebut dianggap tidak wajar. Ekspetasi harga tidak hanya
berdasarkan perkiraan yang rasional melainkan keinginan emotional, kita lebih
memilih untuk mendapatkan apa yang kita kira akan dapatkan (Maxwell
2008). Sehingga konsumen dapat menilai apakah harga tersebut yang
konsumen harapkan untuk membayar tariff dari suatu barang atau jasa, serta
apakah kualitas dari barang atau jasa tersebut senilai yang dibayar.
D. Price Information
Ketersediaan informasi harga di pasar juga mempengaruhi pengetahuan harga
pelanggan. Konsumen mungkin telah mengembangkan ingatan yang lebih
baik pada informasi harga yang relevan yang disebabkan tingginya
pengalaman transaksi atau transaksi berulang di kategori tertentu (Estelami,
1998 yang dikutip dalam ahmat el al,2011). Campbell (2007) menjelaskan
bahwa informasi harga yang dikumpulkan, dari manusia (misal: karyawan
penyedia jasa) maupun bukan manusia (misal: internet dan iklan) menjadi
suatu patokan, yang membentuk kesan dan ekspetasi pelanggan untuk dapat
menerima harga yang akan ditawarkan oleh suatu usaha. Dengan
terkumpulnya informasi harga maka hal tersebut dapat mempengaruhi
keputusan konsumen dalam memilih suatu barang atau jasa, serta konsumen
dapat membandingkan harga terlebih dahulu dengan barang atau jasa sejenis
sebelum membuat keputusan.
2.1.4
Customer Satisfaction
Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan konsumen
yang merasa puas (customer satisfaction). Terciptanya kepuasan konsumen dapat
memberikan beberapa manfaat antara lain pengaruh antara perusahaan dan konsumen
menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan
25
terciptanya loyalitas konsumen, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke
mulut (word of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan.
Ada beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan atau
ketidakpuasan konsumen. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon
konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara
harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.
Kotler (2001 : 46) menandaskan bahwa kepuasan konsumen adalah tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan
dibandingkan dengan harapannya. Bila kinerja melebihi harapan mereka akan merasa
puas dan sebaliknya bila kinerja tidak sesuai harapan maka akan kecewa.
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya
pengertian kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau
hasil yang dirasakan.
2.1.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen
Dalam menentukan kepuasan konsumen ada lima faktor yang harus
diperhatikan oleh perusahaan (Lupyoadi, 2001) antara lain :
a. Kualitas produk, yaitu pelanggan akan merasa puas bila hasil mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
b. Kualitas pelayanan atau jasa, yaitu pelanggan akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
c. Emosi, yaitu pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan
bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan
merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih
tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi
sosial atau self esteem yang membuat pelanggan merasa puas terhadap merek
tertentu.
d. Harga, yaitu produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan
harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
pelanggan.
e. Biaya, yaitu pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau
tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa
cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.
26
2.1.4.2 Dimensi Customer Satisfaction
Menurut Li (2012) setidaknya ada dua dimensi penentu kepuasan pelanggan,
yaitu :

Transaction Specific Satisfaction
Merupakan hasil dari pertemuan dengan layanan, hal ini terbentuk dari
evaluasi pada pengalaman yang dirasakan dan prilaku pelanggan selama
masa transaksi.

Overall Satisfaction
Dimensi yang berdasarkan banyaknya pengalaman berpindah-pindah
layanan dan evaluasi dari pelanggan berdasarkan totalitas dari produk
atau jasa.
2.1.5
Customer Loyalty
Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua perusahaan.
Loyal secara harfiah dapat diartikan sebagai kesetian terhadap suatu objek. Customer
Loyalty merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam strategi pemasaran.
Keberadaan konsumen yang loyal pada sebuah produk atau jasa sangat diperlukan
agar perusahaan dapat bertahan hidup.
Menurut Kotler, customer loyalty adalah suatu pembelian ulang yang
dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau
perusahaan.
Griffin (dalam Hurriyati, 2005) menyatakan bahwa Loyality is defined as non
random purchase expressed over time by some decision making unit yang berarti
bahwa loyalitas didefenisikan sebagai pembelian non random yang diekspresikan
sepanjang
waktu
dengan
melakukan
serangkaian
pengambilan
keputusan.
Berdasarkan definisi tersebut terlihat bahwa loyalitas lebih ditujukan kepada suatu
perilaku yang ditunjukkan dengan pembelian rutin didasarkan pada unit pengambilan
keputusan.
Menurut Tjiptono (2000 : 110) loyalitas konsumen adalah komitmen
pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok berdasarkan sifat yang sangat
positif dalam pembelian jangka panjang.
Kotler, Bowens dan Makens (2008), mendefinisikan loyalitas sebagai
besarnya kemungkinan pelanggan membeli kembali dan kesediaan mereka untuk
menjadi partner bagi perusahaan. Menjadi partner artinya bersedia membeli produk
27
dan jasa dalam jumlah banyak, memberikan rekomendasi positif, serta bersedia
menginformasikan kepada pihak perusahaan apabila terjadi kesalahan dalam
operasional pelayanan.
Menurut Tjiptono (2008:110) loyalitas merupakan komitmen pelanggan
terhadap toko, merek, ataupun pemasok yang didasarkan atas sikap positif yang
tercermin dalam bentuk pembelian berulang secara konsisten.
Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan
pembelian
secara
berulang-ulang
secara
konsisten
serta
pelanggan
mau
merekomendasikan sebuah produk atau jasa kepada konsumen lain untuk turut serta
menggunakan produk yang pelanggan gunakan.
Loyalitas pelanggan sangat penting artinya bagi perusahaan yang menjaga
kelangsungan usahanya maupun kelangsungan kegiatan usahanya. Pelanggan yang
setia adalah mereka yang sangat puas dengan produk dan pelayanan tertentu,
sehingga mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang
mereka kenal. Selanjutnya pada tahap berikutnya pelanggan yang loyal tersebut akan
memperluas “kesetiaan” mereka pada produk-produk lain buatan produsen yang
sama. Dan pada akhirnya, mereka adalah pelanggan yang setia pada produsen atau
perusahaan tertentu untuk selamanya. Philip Kotler (2001) menyatakan bahwa
loyalitas tinggi adalah pelanggan yang melakukan pembelian dengan persentase
makin meningkat pada perusahaan tertentu daripada perusahaan lain.
Loyalitas pelanggan tidak terbentuk dalam waktu singkat tetapi melalui
proses pelanggan mempelajari suatu produk dan berdasarkan hasil pengalaman dari
pelanggan itu sendiri yang melakukan pembelian secara konsisten sepanjang waktu.
Bila apa yang dibeli oleh pelanggan sesuai dengan harapan maka proses pembelian
ini akan terus berulang. Hal ini dapat dikatakan bahwa telah timbul adanya kesetiaan
pelanggan.
2.1.5.1 Dimensi Customer Loyalty
Pendekatan untuk menganalisis loyalitas pelanggan adalah membedakan
antara attitudinal loyalty dan behavioral loyalty (Chaudhuri and Holbrook, 2001;
Han et al, 2001 dalam P. Martinez, 2013).

Behavioral loyalty
Behavioral loyalty terkait dengan transaksi berulang dari konsumen
dalam jangka waktu tertentu. Namun, perilaku pembelian kembali dapat
28
disebabkan kepuasan atau hanya kurangnya alternatif serta alasan
kenyamanan atau kebiasaan.

Attitudinal loyalty
Attitudinal Loyalty terkait dengan pemikiran seorang pelanggan yang
akan memberikan evaluasi positif tentang perusahaan sehingga
menghasilkan loyalitas nyata atau setidaknya loyalitas potensial.
Attitudinal loyalty tidak hanya membeli kembali tetapi juga memberikan
review positif terhadap orang-orang di sekelilingnya dari mulut ke mulut.
2.1.5.2 Karakteristik Customer Loyalty
Menurut Griffin (2005, hal.31), konsumen yang loyal memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1. Melakukan pembelian secara teratur
Merupakan pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk
sebanyak dua kali atau lebih. Mereka melakukan pembelian atas produk yang
sama sebanyak dua kali atau membeli dua macam produk yang berbeda
dalam dua kesempatan.
2. Membeli di luar lini produk atau jasa
Membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan.
Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis konsumen ini sudah
kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh produk
pesaing.
3.
Merekomendasikan produk atau jasa
Membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta
melakukan pembelian secara teratur, selain itu mereka mendorong temanteman mereka agar membeli barang atau menggunakan jasa perusahaan serta
merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain.
4.
Menunjukan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing
Tidak mudah terpengaruh oleh jenis barang atau jasa yang ditawarkan dari
perusahaan pesaing,
29
2.1.5.3 Manfaat Loyalitas Konsumen
Kotler (2001) menyatakan bahwa kesetiaan terhadap merek merupakan salah
satu dari aset merek, yang menunjukkan mahalnya nilai sebuah loyalitas, karena
untuk membangunnya banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan
waktu yang sangat lama. Lebih lanjut dijelaskan bahwa manfaat kesetiaan terhadap
merek bagi perusahaan adalah sebagai berikut :
1.
Mengurangi biaya pemasaran
Pelanggan setia dapat mengurangi biaya pemasaran. beberapa penelitian
menunjukkan bahwa biaya untuk mendapatkan pelanggan baru enam kali
lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk mempertahankan pelanggan
yang ada. Biaya iklan dan bentuk-bentuk promosi lain dikeluarkan dalam
jumlah besar belum tentu dapat menarik pelanggan baru karena tidak
gampang membentuk sikap positif terhadap merek
2.
Trade leverage
Loyalitas terhadap merek menyediakan trade leverage bagi perusahaan.
Sebuah produk dengan merek yang dimiliki pelanggan setia akan menarik
para distributor untuk memberikan ruang yang lebih besar dibandingkan
dengan merek lain di toko yang sama. Merek yang memiliki citra kualitas
tinggi akan memaksa pelanggan membeli secara berulang-ulang merek yang
sama bahkan mengajak pelanggan lain untuk membeli merek tersebut.
3. Menarik pelanggan baru
Pelanggan yang puas dengan merek yang dibelinya dapat memengaruhi
pelanggan lain. Sedangkan pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan
ketidakpuasannya kepada orang lain juga.
4. Merespon ancaman pesaing
Loyalitas terhadap merek memungkinkan perusahaan memiliki waktu untuk
merespon tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pesaing. Jika pesaing
mengembangkan
produk
yang lebih
superior,
perusahaan
memiliki
kesempatan untuk membuat produk yang lebih baik dalam jangka waktu
tertentu karena bagi pesaing relatif sulit untuk mempengaruhi pelanggan yang
setia. Karena pentingnya kesetiaan terhadap merek maka loyalitas tersebut
dianggap sebagai aset perusahaan dan berdampak besar terhadap pangsa pasar
serta profitability perusahaan.
30
2.1.5.4 Ciri-Ciri Konsumen Yang Loyal
Menurut Giddens et al (2002), konsumen yang loyal memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1.
Memiliki komitmen pada produk tersebut.
2.
Berani membayar lebih pada produk tersebut bila dibandingkan dengan
produk lain.
3.
Akan merekomendasikan produk tersebut kepada orang lain.
4.
Dalam melakukan pembelian kembali tidak melakukan pertimbangan.
5.
Selalu mengikuti informasi yang berkaitan dengan produk tersebut.
6.
Pelanggan bisa menjadi semacam juru bicara dari sebuah produk dan mereka
akan selalu mengembangkan hubungan dengan produk tersebut.
2.1.5.5 Tingkatan Customer Loyalty
Dalam kaitannya dengan customer loyalty, didapati adanya beberapa
tingkatan customer loyalty. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan
pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun
tingkatan loyalitas adalah sebagai berikut :
1.
Switcher (berpindah-pindah)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan
yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan
untuk memindahkan pembeliannya dari suatu produk ke produk-produk yang
lain mengindikasikan sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak
tertarik pada produk tersebut. Pada tingkatan ini produk apapun dianggap
memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan
pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan inia adalah konsumen
membeli suatu produk karena harganya murah.
2. Habitual Buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Pembeli yang berada pada tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai
pembeli yang puas dengan produk yang dikonsumsinya atau setidaknya tidak
mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi produk tersebut. Pada tingkatan
ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan
untuk membeli produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan
tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai pengorbanan lain. Dapat
31
disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas
kebiasaan mereka selama ini.
3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Pada tingkatan ini, pembeli masuk dalam kategori puas bila mengkonsumsi
produk tersebut, meskipun demikian mungkin saja pembeli memindahkan
pembeliannya ke produk lain dengan menanggung switching cost (biaya
peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat
dengan tindakan beralih produk. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang
masuk dalam tingkat loyalitas ini, para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan
yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan
menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya
(switching cost loyal).
4. Likes the brand (menyukai merek/produk)
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang
sungguh-sungguh menyukai produk tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai
perasaan emosional terkait pada produk. Rasa suka pembeli bisa saja didasari
oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam
penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun kerabatnya, ataupun
disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian sering kali
rasa suka ini merupakan suaru perasaan yang sulit diidentifikasi atau ditelusuri
dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.
5. Commited buyer (pembeli yang komit)
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Pengguna memiliki
suaru kebanggan sebagai pengguna dari suatu produk dan bahkan produk tersebut
menjadi sangat penting bagi pembeli dipandang dari segi fungsinya maupun
sebagai suatu ekspresi diri. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas
pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan
merek tersebut kepada pihak lain.
32
2.2 Kerangka Pemikiran
((X1)
Service Quality
 Tangible
 Reliability
 Responsiveness
 Assurance
 Emphaty
(Butt dan Murtaza, 2011)
(Y)
Customer
Satisfaction
 Transaction Spesific
Satisfaction
 Overall Satisfaction
(Li, 2012)
2013)
(X2)
Perceived Price
Fairness
 Treatment
Experience
 Price Knowledge
 Price Expectation
 Price Information
(Ahmat et al, 2011)
Gambar 2.2 Kerangka Penelitian
Sumber : Penulis (2015)
(Z)
Customer
Loyalty
 Behavioral
Loyalty
 Attitudinal
Loyalty
(Martinez dan Bosque,
33
2.3
Hipotesis
Menurut sugiyono (2008:93) Hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan baru pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan.
Ha: Terdapat pengaruh atau hubungan antar variable
Ho: Tidak terdapat pengaruh atau hubungan antar variable
Hipotesis untuk penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah yang ada adalah
sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Xiangyu Li dan Jarinto Krit (2012) dalam jurnal yang
berjudul “Service Is Power: Exploring Service Quality in Hotel’s Business, Yunnan,
China” bertujuan untuk untuk mengevaluasi kualitas layanan di Yunnan industri
hotel dan untuk menyelidiki pengaruh perubahan kualitas layanan pada kepuasan
pelanggan, loyalitas pelanggan dan brand image Hotel. Dalam penelitian ini
menunjukan bahwa Kualitas layanan memiliki efek positif pada kepuasan pelanggan.
T1: Untuk mengetahui pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction
pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Ha: Ada pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction pada konsumen Itasuki cabang Gandaria City.
Ho: Tidak ada pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction pada
konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Penelitian yang dilakukan oleh Vinitia Kaura (2012) dalam jurnal yang berjudul “A
Link for Perceived Price, Price Fairness and Customer Satisfaction” yang
membahas apakah Perceived Price meningkatkan Price Fairness dan Price Fairness
lebih mempromosikan kepuasan pelanggan di bank-bank komersial India. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukan bahwa Perceived Price meningkatkan Price fairness,
dan Price Fairness meningkatkan Customer Satisfaction. Perceived Price tidak
memberikan dampak pada Customer Satisfaction.
T2: Untuk menganalisa pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer
Satisfaction pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
34
Ha: Ada pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer Satisfaction pada
konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Ho: Tidak ada pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer Satisfaction
pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Penelitian yang dilakukan oleh Xiangyu Li dan Jarinto Krit (2012) dalam jurnal yang
berjudul “Service Is Power: Exploring Service Quality in Hotel’s Business, Yunnan,
China” bertujuan untuk untuk mengevaluasi kualitas layanan di Yunnan industri
hotel dan untuk menyelidiki pengaruh perubahan kualitas layanan pada kepuasan
pelanggan, loyalitas pelanggan dan brand image Hotel. Dalam penelitian ini
menunjukan bahwa Kualitas layanan memiliki efek positif pada Loyalitas pelanggan.
T3: Untuk mengetahui pengaruh Service Quality terhadap Customer Loyalty pada
konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Ha: Ada pengaruh Service Quality terhadap Customer Loyalty pada konsumen Itasuki cabang Gandaria City.
Ho: Tidak ada pengaruh Service Quality terhadap Customer Loyalty pada konsumen
I-tasuki cabang Gandaria City.
Penelitian yang dilakukan oleh Lien-Ti Bei dan Yu-Ching Chiao (2001) dalam jurnal
yang berjudul “An Integrated Model For The Effects Of Perceived Product,
Perceived Service Quality, And Perceived Price Fairness On Consumer Satisfaction
And Loyalty” bertujuan untuk menyeimbangkan Service Quality dan Product Quality
menjadi sebuah model yang terintegrasi dan mengeksplorasi efek dari tiga persepsi
konsumen (Service Quality, Product Quality, dan Perceived Price Fairness) terhadap
kepuasan dan perilaku yang loyal. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa
Perceived Price Fairness memberikan dampak yang signifikan terhadap Customer
Loyalty.
T4: Untuk mengetahui pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer
Loyalty pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Ha: Ada pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer Loyalty pada
konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Ho: Tidak ada pengaruh Perceived Price Fairness terhadap Customer Loyalty pada
konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
35
Penelitian yang dilakukan oleh Lien-Ti Bei dan Yu-Ching Chiao (2001) dalam jurnal
yang berjudul “An Integrated Model For The Effects Of Perceived Product,
Perceived Service Quality, And Perceived Price Fairness On Consumer Satisfaction
And Loyalty” bertujuan untuk menyeimbangkan Service Quality dan Product Quality
menjadi sebuah model yang terintegrasi dan mengeksplorasi efek dari tiga persepsi
konsumen (Service Quality, Product Quality, dan Perceived Price Fairness) terhadap
kepuasan dan perilaku yang loyal. Dalam penelitian ini menunjukan Customer
Satisfaction berhubungan positif dengan Customer Loyalty.
T5: Untuk menganalisa pengaruh Customer Satisfaction terhadap Customer Loyalty
pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Ha: Ada pengaruh Customer Satisfaction terhadap Customer Loyalty pada konsumen
I-tasuki cabang Gandaria City.
Ho: Tidak ada pengaruh Customer Satisfaction terhadap Customer Loyalty pada
konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Penelitian yang dilakukan oleh Tuan (2012) dalam jurnal yang berjudul “Effects of
Service Quality and Price Fairness on Student Satisfaction,”menunjukan bahwa
Kualitas layanan memiliki dampak yang signifikan terhadap kepuasan mahasiswa.
Hal ini sangat penting untuk mengetahui bahwa siswa sangat sensitif terhadap biaya
pendidikan. Hal ini terutama berlaku karena Vietnam masih negara berkembang yang
produk domestik bruto (PDB) per kapita masih sangat rendah.
T6: Untuk mengetahui pengaruh Service Quality dan Perceived Price Fairness
secara simultan terhadap Kepuasan Konsumen pada konsumen I-tasuki cabang
Gandaria City.
Ha: Ada pengaruh Service Quality dan Perceived Price Fairness secara simultan
terhadap Kepuasan Konsumen pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Ho: Tidak ada pengaruh Service Quality dan Perceived Price Fairness secara
simultan terhadap Kepuasan Konsumen pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria
City.
Penelitian yang dilakukan oleh Lien-Ti Bei dan Yu-Ching Chiao (2001) dalam jurnal
yang berjudul “An Integrated Model For The Effects Of Perceived Product,
Perceived Service Quality, And Perceived Price Fairness On Consumer Satisfaction
And Loyalty” bertujuan untuk menyeimbangkan Service Quality dan Product Quality
36
menjadi sebuah model yang terintegrasi dan mengeksplorasi efek dari tiga persepsi
konsumen (Service Quality, Product Quality, dan Perceived Price Fairness) terhadap
kepuasan dan perilaku yang loyal. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa Service
Quality dan Perceived Price Fairness memberikan dampak positif terhadap
Customer Satisfaction dan memberikan pengaruh pada Loyalty.
T7: Untuk mengetahui pengaruh Service Quality, Perceived Price Fairness dan
Customer Satisfaction secara simultan dan signifikan terhadap Customer Loyalty
pada konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Ha: Ada pengaruh Service Quality, Perceived Price Fairness dan Customer
Satisfaction secara simultan dan signifikan terhadap Customer Loyalty pada
konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Ho: Tidak ada pengaruh Service Quality, Perceived Price Fairness dan Customer
Satisfaction secara simultan dan signifikan terhadap Customer Loyalty pada
konsumen I-tasuki cabang Gandaria City.
Download