analisis discrepancy l/c dan cara penanganannya untuk

advertisement
ANALISIS DISCREPANCY L/C DAN CARA PENANGANANNYA UNTUK
MENINGKATKAN PEMAKAIAN LC PADA PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
Oleh : Rivera Pantro Sukma
Dosen STEIN, Jakarta
Abstract
Letter of credit (L/C) is a confident international trade instrument since it has bank guarantee to
ensure the transactions, but it is stil risky (referred to some discrepancy cases, specially in Indonesia)
and high cost. Discrepancy of L/C may cause million dollars lost, but we could averse it by complying the
rules (UCP 600, SKBDN, etc). The purpose of this journal is to identify and analyse the cause of
discrepancies base on case studies, and how to eliminate the discrepancy in using L/C. At the end, any
party in international trading won’t be reluctant to use L/C (specially the exporters)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Letter of credit adalah metode
pembayaran perdagangan yang relatif aman
baik bagi pihak pembeli (importir) maupun
penjual (eksportir), karena di antara kedua pihak
tersebut ada pihak penjamin yaitu issuing bank
dan negotiating bank. Namun masih banyak
pihak yang enggan menggunakannya karena
pertimbangan mahal (karena harus membayar
biaya tambahan seperti agency cost) dan tetap
beresiko, karena banyaknya kasus discrepancy.
Pada tahun 2000 United Kingdom mengalami
kerugian £113 juta akibat dokumen-dokumen
yang tidak patuh pada aturan L/C. Itupun hanya
jumlah yang dapat dihitung dan belum termasuk
faktor lain seperti kehilangan peluang dan
masalah cash flow. Ini adalah jumlah yang besar
sehingga profit yang diterima perusahaan sangat
tipis.
Letter of Credit yang biasa disingkat
dengan (L/C) merupakan salah satu instrument
pembayaran yang sangat penting dalam
perdagangan international. Letter of Credit
sangat vital dalam memberikan keyakinan
kepada pembeli (buyer) maupun penjual (seller)
dalam melakukan perdagangan internasional
(export-import).
Dokumen letter of credit telah digunakan
lebih dari 150 tahun untuk memfasilitasi
perdagangan
dengan
melaksanakan
perdagangan atas penyajian dokumen terkait
dengan transaksi seperti terspesifikasi dalam
kredit. Ini digunakan secara luas untuk
perdagangan internasional. Pada dasarnya (L/C)
digunakan atas permintaan pihak komersial
untuk mempengaruhi pembayaran; mereka juga
dapat digunakan karena beberapa Negara
importir meminta (L/C) sebagai bagian dari
peraturan atas kontrol pertukaran.
L/C didefinisikan sebagai pengambil
alihan oleh issuing bank (bank penerbit) pada
beneficiary (penjual/seller) untuk membuat
pembayaran dalam waktu spesifik, atas
penyajian dokumen yang patuh berdasar term
credit. Karena itu resiko pada penjual
nonpayment oleh pembeli ditransfer pada
issuing bank (dan mengkonfirmasi bank bila
L/C confirmed) selama ekportir menyajikan
dokumen dengan patuh sesuai kredit. Sangat
penting untuk diingat bahwa semua pihak pada
letter of credit berhubungan dengan dokumen,
bukan barang. Selain metode pembayaran
dimuka, letter of credit adalah metode
pembayaran
yang
paling
aman
pada
perdagangan internasional. Letter of credit juga
memberi keamanan bagi importir dengan
menjamin seluruh dokumen kontrak dimana
persyaratan dipenuhi dengan mengkondisikan
L/C. Namun penggunaan L/C juga mempunyai
banyak resiko, serta memerlukan tambahan
biaya yang cukup besar. Oleh karena itu di
dalam jurnal ini penulis ingin membahas kasuskasus discrepancy L/C dalam transaksi
internasional dan bagaimana penanggulangan
dan pencegahannya.
1.2 Permasalahan
Survey terakhir dari Simplification of
International
Trade
Procedure
Broad
(SITPRO) atas penggunaan L/C (masalah para
eksportir dengan Commercial Letter of Credit)
tahun 1989-1991 menunjukkan bahwa
beneficiary menemukan 48% kredit terdapat
kesalahan, yang akan membuat sulit atau tidak
mungkin mengamankan kredit. Penelitian ini
Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010
24
menindaklanjuti
penelitian
SITPRO
sebelumnya,
tahun
1983/1984
yang
menunjukkan bahwa hanya satu dari dua
dokumen dengan pembayaran aman pada
pertama kali. Penemuan ini mengarahkan
publik mengenai biaya dan bahaya atas
kegagalan menyajikan dokumen yang patuh
yang dilakukan SITPRO dan organisasi. Di
India, kasus discrepancy yang pernah terjadi
adalah kasus Jindal. Di Indonesia opini publik
atas L/C semakin buruk karena ada 2 kasus
besar (yaitu bank BNI dan Bank Century) yang
mempermasalahkan transaksi dalam jumlah
dana besar.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan L/C ini adalah
untuk mengetahui penyebab discrepancy L/C
dan menganalisis bagaimana penanganannya
supaya tidak terulang lagi. Tujuan akhirnya
adalah untuk mengurangi penolakan eksportir
atas penggunaan L/C dan melihat cara lebih
jauh untuk membantu eksportir dalm operasi
L/C.
1.4 Metodologi penelitian
Penelitian dilakukan dengan analisis
deskriptif. Data yang digunakan pada penelitian
ini adalah data sekunder. Analisis berdasarkan
metode kualitatif, dengan menggunakan teoriteori yang ada mengenai L/C serta peraturanperaturan yang berlaku mengenai L/C.
II Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian L/C (Letter of Credit)
Yaitu kontrak internasional antara bank
penerbit (issuing bank) di suatu negara
(biasanya
importir)
dan
penerima
(beneficiary/penjual) di negara lain (eksportir)
dalam hal mana bank penerbit mengikatkan diri
untuk membayar nilai L/C kepada penerima
dengan kondisi penerima memenuhi dokumendokumen yang diminta dalam L/C baik secara
fisik maupun substansi
Agency contract
CORRESPONDENT
BANK/ NEGOTIATING
BANK
ISSUING BANK
L/C
CONTRACT TO
ISSUE L/C
BUYER/IMPORTIR/
APPLICANT
Sales contract
L/C Advise
SELLER/ EKSPORTIR/
BENEFICIARY
Shipment
Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010
25
2.2 Macam-macam L/C
1. Sight L/C: Alat bayar yang berupa surat
kredit yan diterbitkan oleh bank (issuing
bank) dari Pembeli di Luar Negeri (
Importir ), bahwa pembayaran akan
dilakukan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan dalam Surat Kredit tersebut, dan
L/C tersebut dapat didiskontokan oleh
penjual di dalam negri (eksportir) lewat
bank d dalam negri (Negotiating Bank)
dengan
cara
melakukan
collection
(penagihan pembayaran oleh negotiating
bank kepada issuing bank)
2. Usance L/C: adalah berupa surat kredit yan
diterbitkan oleh Bank (Issuing bank) dari
pembeli di Luar Negri ( Importir), bahwa
pembayaran akan dilakukan sesuai waktu
yang telah ditentukan dalam Surat Kredit
tersebut. Dan L/C tersebut dapat
didiskontokan oleh Penjual di dalam negri
(eksportir) lewat bank di dalam negri
(negotiating bank) dengan mengikuti
semua persyaratan yang tercantum dalam
L/C tersebut. Dalam Usance L/C,
pendiskontoan dapat dilakukan apabila
semua proses pengiriman telah dilakukan
eksportir dan dokumen-dokumen inilah
yang menyertai L/C tersebut untuk
diserahkan ke Negotiating Bank, dalam
rangka pendiskontoan L/C tersebut, dengan
demikian segala resiko pembayaran telah
diambil alih oleh negotiating bank di dalam
negri.
3. Red Clause L/C: adalah alat bayar yang
berupa surat kredit yang diterbitkan oleh
Issuing Bank dari pembeli di luar negri
(importir), yang berisi Perintah pembayara
terlebih dahulu maksimal sebesar 80% dari
issung bank di luar negri kepada
negotiating bank di dalam negri, dimana
eksportir belum melakukan aktivitas ekspor
sama sekali. (L/C ini merupakan
pembayaran uang muka dari importir
kepada eksportir). L/C ini sangat likuid
berlaku di perbankan, karena semua resiko
telah ditanggung oleh bank penerbit di luar
negri dan pasti dibayar sesuai waktu yang
telah ditentukan.
2.3 Pengaturan jaminan bank
a. Independent Guarantee:
Pihak penjamin independen harus
memenuhi syarat antara lain mematuhi
ketentuan internasional yang dikeluarkan
oleh ICC (International Chamber of
Commerce),
mematuhi
konvensi
internasional dan juga mematuhi Hukum
nasional Dependent Guarantee: Hukum
Nasional.
b.
Dependent Guarantee
Sedangkan bagi pihak penjamin dependen
(contohnya
jaminan
bank)
cukup
mematuhi hukum nasional.
2.4 L/C sebagai Independent Guarantee:
L/C sebagai Independent Guarantee
berfungsi sebagai jaminan bank untuk
pembayaran nilai kontrak dasar, Jaminan bank
untuk pelaksanaan kontrak dasar, yang tunduk
pada peraturan Uniform Custom and Practice
for Documentary Credits. Versi terbaru dari
peraturan ini adalah ICC Publication No.600.
Para pengacara yang menasehati klien mengenai
L/C harus memiliki pemahaman yang baik atas
UCP 600. L/C merupakan instrument
pembayaran yang diakui baik secara nasional
maupun internasional, sehingga pihak-pihak
yang melakukan transaksi perdagangan
internasional dengan media L/C dianggap lebih
terpercaya dibanding memakai instrument lain.
2.5 Bank Penjamin sebagai Dependent
Guarantee
Garansi atau Jaminan bank sebagai
dependent guarantee harus memiliki Jaminan
Bank untuk pembayaran nilai kontrak dasar,
Jaminan Bank untuk pelaksanaan kontrak dasar,
tunduk pada hukum nasional (KUH Perdata),
dan diberlakukan secara nasional
2.6 Bentuk-bentuk Penjaminan.
Penjaminan dapat berbentuk maintenance
bond (surat penjamin atas ketepatan waktu
pemenuhan perjanjian); Performance bond
(diterbitkan oleh bank untuk memenuhi
kepuasan pihak-pihak terkait); bid bond (yang
diterbitkan sebagai bagian dari proses
penawaran,untuk menjamin bahwa pemenang
dar penawaran akan mendapatkan kontrak
sesuai dengan ketentuan penawaran), maupun
Advance Payment Bond (surat pembayara
dimuka).
2.7 L/C dan Hukum yang mendasarinya
Dalam menangani transaksi ekspor impor
di Indonesia, maka bank harus tunduk kepada:
1. Peraturan internal Bank yang biasanya
diwujudkan dalam bentuk Standard Operating
Procedure. Peraturan internal bank biasanya
dibuat berdasarkan best practice yang berlaku
pada bank-bank seluruh dunia. Layaknya
peraturan perundangan di sebuah negara,
peraturan internal bank berlaku mengikat
kepada seluruh pegawai bank dimaksud, dan
akan ada sanksi kepada pegawai yang
melakukan pelanggaran atas peraturan internal
tersebut.
2. Peraturan/perundangan yang berlaku di
Indonesia
Di Indonesia, teknis pembayaran L/C
diatur oleh Surat Keputusan Direksi Bank
Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010
26
Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia dan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Peraturan Bank Indonesia itu memberikan
aturan umum mengenai kewajiban pengelolaan
perbankan secara hati-hati atau lebih dikenal
dengan prinsip-prinsip prudensial.
3. Uniform Customs and Practice for
Documentary Credit (UCP)
Ketentuan internasional L/C dimuat
dalam UCP. UCP mengatur pelaksanaan L/C
secara internasional tetapi hanya bersifat
pengaturan
umum.
Ketentuan
tehnis
pelaksanaan L/C tidak diatur oleh UCP, tetapi
oleh International Standard for Banking
Practices dan dalam kerangka negara diatur
oleh hukum nasional. UCP dan ISBP tidak
mencampuri materi aturan UCP dan ISBP.
UCP, ISBP dan hukum nasional tidak
mempunyai hubungan hirarkie karena UCP dan
ISBP bukan merupakan bagian dari peraturan
perundang-undangan suatu negara. Untuk
mendorong dan menggairahkan perdagangan
domestik atau antar pulau, Bank Indonesia telah
membuat aturan main serupa dengan UCP 600
yaitu Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri
atau sering disebut SKBDN.
2.8
Kondisi
dan
Persyaratan
yang
Tercantum di dalam Letter of Credit:
(-). Packing Instruction : dimensi, berat unit,
jumlah/volume per pack, side/front pack
marking,dll.
(-). Document Required : Lisensi ekspor,
Commercial invoice, Certificate of Inspection,
Fumigation Certificate, dll.
(-). Shipping Instruction : Nominated
Forwarder, Port of Departure, Notify Party,
Port of Destination,Consignee Name, dll.
Peta berikut menunjukkan pola predominant
global trading untuk open account,
documentary collections, Letter of credit, dan
payment in advance.
Europe/North
America
S. America/Middle
East/Asia
Open Account
Letters of Credit
South
Africa/Australia
Africa/Russia
Documentary
Collections/Open
Account
Adv Payment/Letter
of Credit
List berikut menunjukkan volume L/C yang
digunakan oleh daerah geografis.
Wilayah
European Union
Rest of Europe
North America
Latin America
Middle East
Asia Pacific
Africa
Asia
Aust. & New
Zealand
Penggunaan L/C
berdasar wilayah
geografis
9%
20%
11%
27%
52%
43%
49%
46%
17%
(Source: Ninth Survey of International Services
Provided to Eksportirs, commissioned by the Institute
of Export.)
Open account
Ini adalah metode pembayaran yang
tidak terlalu aman bagi eksportir, dimana
setelah waktu yang ditentukan setelah
pengiriman, baru pembeli ditagih. Metode ini
umumnya dipakai bila sudah ada hubungan baik
antara pembeli-penjual. Secara geografis, open
account umumnya digunakan di daerah Eropa
dan Amerika Utara (walaupun syarat yang lebih
aman akan lebih di butuhkan untuk eropa
timur). Bila eksportir cukup puas dengan
keamanan open account (mungkin dengan
didukung asuransi), maka mereka tidak
memerlukan L/C. terutama untuk pengiriman
bernilai kecil.
Documentary Collection
Metode ini lebih aman dibanding open
account namun kurang aman dibanding L/C.
Namun lebih murah dibanding L/C. Dokumen
yang diperlukan dikirim lewat sistem
perbankan.Pembeli ditawarkan dokumen oleh
bank sebagai pengganti pembayaran. Di sistem
ini tidak ada jaminan pembayaran dari bank dan
pembeli pun boleh menolak menerima
dokumen, tetapi eksportir mempunyai kontrol
atas barang dengan mengirimkan dokumen
lewat sistem perbankan. Peraturan ICC untuk
collection, URC522, memberikan panduan pada
Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010
27
bank dan pihak2 terkait tentang pengumpulan
dokumen.
Advance payment
Pada metode barang tidak akan dikirim
sampai pembayaran lunas. Tipe transaksi ini
tidak termasuk risiko kredit, dan cara
pembayaran paling aman (lebih aman dari L/C)
bagi eksportir. Namun metode ini tidak disukai
importir dan tidak kompetitif. Karena perlu
diberikan diskon untuk mendorong importir
menerima metode ini.
2.9 Discrepancy:
yaitu
kegagalan
dari
pelaksanaan L/C. kegagalan mematuhi
technical provision dari letter of credit dan
juga
karena
kegagalan
mematuhi
substantive
provision
dari
kontrak
penjualan. Berdasarkan penelitian diketahui
dokumen
discrepant
dan
alasan
penolakannya.
III. PEMBAHASAN
3.1 KEWAJIBAN L/C
Kewajiban yang timbul di antara pihak yag
terkait dalam transaksi L/C:
1. Antara Pemohon dan Beneficiary dalam
bentuk Kontrak :
- kewajiban pemohon untuk membayar
senilai barang yang dikirimkan oleh
penjual sesuai kesepakatan
kewajiban beneficiary untuk
mengirimkan barang yang dipesan
sampai ketempat yang telah
disepakati.
2. Antara Pemohon dan Issuing Bank dalam
bentuk Aplikasi L/C :
kewajiban pemohon untuk membayar
dengan tepat waktu senilai dokumen
yang sudah diterima dan diperiksa
oleh Issuing Bank
kewajiban Issuing Bank untuk
menerbitkan L/C sesuai instruksi
pemohon dan melakukan pemeriksaan
dokumen impor yang diterimanya
3. Antara Issuing Bank dan Beneficiary dalam
bentuk L/C :
Discrepancy
Inconsistent data
Absence of documents
4.
5.
6.
- kewajiban Issuing Bank untuk
membayar sejumlah tagihan wesel ekspor
sepanjang semua syarat dan kondisi L/C
telah terpenuhi
- kewajiban beneficiary untuk
menyerahkan dokumen yang disyaratkan
dalam L/C
Antara Issuing Bank dan Advising Bank
dalam bentuk L/C :
- kewajiban Issuing Bank untuk
mengirimkan L/C melalui sarana tercepat
kepada advising bank
- kewajiban Advising Bank untuk
mengambil langkah-langkah yang benar
dalam meneruskan L/C kepada beneficiary
pada kesempatan pertama, sesuai instruksi
Issuing Bank
Antara Issuing Bank dan Negotiating Bank
dalam bentuk L/C :
- kewajiban Issuing Bank untuk
membayar senilai tagihan wesel kepada
negotiating bank sepanjang syarat dan
kondisi L/C telah terpenuhi
- kewajiban Negotiating Bank untuk
memeriksa dokumen ekspor sesuai
standard waktu yang ditetapkan UCP
Antara Negotiating Bank dan Beneficiary
dalam bentuk Aplikasi Negosiasi :
- kewajiban Negotiating Bank untuk
memeriksa dokumen ekspor sesuai standar
waktu yang lazim dan melakukan
pembayaran, jika negotiating bank
memutuskan untuk membeli dokumen
ekspor
- kewajiban
beneficiary
untuk
membayar kembali hasil negosiasi yang
telah dibayarkan, jika ternyata Issuing
Bank wan prestasi.
3.2 Discrepancy
Ada beberapa penyebab timbulnya
discrepancy L/C, berikut adalah beberapa
discrepancy yang paling umum terjadi:
Alasan
Tanggung Jawab
Terdapat perbedaan informasi di dokumen
yang berbeda.
Eksportir
Dokumen yang dibutuhkan di L/C
hilang
Eksportir
Lain-lain
Dokumen alasan lain yang tidak dijelaskan
spesifik
Late presentation
Dokumen disajikan lebih dari 21 hari
setelah pengiriman atau setelah tanggal
yang tertera di L/C
Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010
Eksportir dan pihak ketiga
(seperti Cargo, dll)
Eksportir
28
Discrepancy
Carrier not
named and signing
capacity
Alasan
Tanggung Jawab
The name of the carrier on the airway
bill is missing or not signed on behalf of the
carrier
Provider transportasi
Incorrect data
Information on the set of documents is
not in conformity with the letter of credit
Exportir
Letter of credit
expired
Documents presented after the letter of
credit has expired
Eksportir
Incorrect goods
description
The goods description on the
documents differs from that on the letter of
credit
Eksportir
Incorrect or
absence of
endorsement
The bills of lading, insurance
certificate or bill of exchange not endorsed
by the eksportir or other party
Eksportir atau perusahaan
asuransi
Goods shipped after the last date given
for shipment
Eksportir/carrier
Late Shipment
Berikut adalah contoh discrepancy di India yang terkenal dengan “ Jindal Case”
ICICI Banking
Corp. (Issuing
Bank) INDIA
Tergugat
Tergugat
1
KBC Bank N.V.
(Negotiating
Bank) USA
L/C (Usance
&transferable)
JINDAL
(Buyer) INDIA
Tergugat 2
Transfera
ble L/C
SURYA IMPEX
(Seller)
USA
Tergugat 3
Jindal Stainless Limited (disingkat
'JINDAL') telah order supply 600 ton steel
scrap pada tergugat 3, SURYA IMPEX.
Persyaratannya adalah 90% dibayar setelah Bill
of lading dibuat (atau barang telah dikirim),
dokumen dibuat irrevocable (tidak bisa
diubah/digagalkan),
transferable
(dimana
pembayaran dapat dilakukan ke beberapa
beneficiary sekaligus), dan Usance Letter of
Credit
terutang setelah 180 hari setelah
menerima the Bill of Lading (dokumen
mengenai barang yang dikirim yang diterima
oleh beneficiary). Sisa pembayaran (10 %)
dibayarkan 10 hari kerja setelah pengiriman
barang dan diterbitkan tanda kepuasan dari
Jindal. Jindal membuat L/C dari Issuing bank
Invercomer S.A.
(Supplier)
USA /
Central America
dengan bantuan Surya Impex. Inti dari kasus ini
adalah Jindal menuntut karena melihat ada
itikad buruk dari Surya Implex, yang ternyata
tidak bisa men-supply besi ke Jindal, dan
kemudian mengalihkan ke Invercomer S A
tanpa sepengetahuan Jindal dari awal. Pada saat
Bill of Lading diserahkan Beneficiary, Issuing
bank melakukan pembayaran sebesar USD
436,765.87. dan dibayarkan secara penuh.
Namu dalam hal pihak beneficiary dinyatakan
wanprestasi, maka pihak beneficiary dituntut
untuk mengembalikan dana sebesar US $
82,709.79. Pada kasus ini pihak buyer (Jindal)
merasa dirugikan baik oleh Issuing bank,
Negotiating Bank maupun Surya Impex. Issuing
bank dianggap merugikan Jindal dalam hal
Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010
29
pembayaran terhadap Negotiating Bank yang
tidak sesuai dengan kontrak LC dan tidak hatihati dalam memeriksa dokumen dari
Beneficiary. Pihak Negotiating Bank dianggap
merugikan Jindal karena memeriksa dokumen
ekspor sesuai dengan standar waktu yang
ditetapkan UCP, dan Surya Impex dianggap
telah merugikan Jindal karena telah menjadi
“makelar” dalam perdagangan ini, dan tidak
beritikad baik dari awal dengan menutupi
kenyataan bahwa produk yang dipesan
perusahaan Jindal bukan hasil produksi dari
Surya Impex melainkan hasil dari Invercomer
S.A.
Untuk penanggulangannya, dalam hal
transaksi LC pihak importir harus memeriksa
dengan seksama jenis LC yangdipilih, terutama
dengan sifat Transferable, yang dapat
dimanaatkan oleh pihak beneficiary untuk
meningkatkan keuntungan. Hal-hal yang
mungkin dapat merugikan importir dapat
ditekankan dan diutarakan dalam kontrak L/C
sehingga perikatan dan sanksi nya jelas.
Kasus Bank BNI
Issuing Bank:
Rosbank Switzerland,
Dubai Bank Kenya Ltd,
The Wall Street
Banking Corp, dan
Middle East Bank
Kenya Ltd.
LC
Usance
Selain alasan di atas discrepancy juga
dapat timbul karena adanya itikad buruk dari
salah satu pihak untuk mendapatkan keuntungan,
seperti kasus L/C fiktif pada BNI cabang
Kebayoran tahun 2003 dan kasus Bank Century
tahun 2009 berikut adalah ringkasan kasus kedua
bank tsb:
Latar Belakang Kasus pembobolan
Bank BNI menjadi isu yang mengejutkan
masyarakat Indonesia di akhir tahun 2003,
dimana Bank BNI mengalami kerugian sebesar
Rp 1,7 triliun yang diduga terjadi karena adanya
transaksi ekspor fiktif melalui surat Letter of
Credit . Kasus ini menjadi fenomenal karena
selain merugikan keuangan Bank BNI tetapi
juga berimbas pada keuangan negara secara
makro. Awal terbongkarnya kasus ini ketika
BNI melakukan audit internal pada bulan
Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa
ada posisi euro yang gila-gilaan besarnya,
senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro
dalam jumlah besar mencurigakan karena
peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja
euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit
akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang
amat besar dan negara dirugikan lebih satu
triliun rupiah.
Negotiating Bank:
Bank BNI
Eksportir (beneficiary):
11 Gramarindo Group &
2 Petindo Group
Buyer:
Kongo & Kenya
Pada bulan Juli 2002 s/d Agustus 2003
terjadi transaksi LC antara issuing Bank
(disebutkan di atas) dengan 11 perusahaan
dibawah Gramarindo Group dan 2 perusahaan
di bawah Petindo Group yang bernilai
USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar
Rp. 1,7 trilyun dengan produk ekspor pasir
Kuarsa dan Minyak residu. Tujuan ekspor
adalah Congo & Kenya. Jenis LC adalah
Usance (artinya, wesel ekspor yang harus dibuat
eksportir adalah wesel ekspor berjangka yang
harus dibayar importir dalam jangka waktu
tertentu).
. Beneficiary
mengajukan
permohonan diskonto wesel ekspor berjangka
(kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas
kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI.
Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan
Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo,
Issuing Bank tidak bisa membayar kepada BNI
dan buyer pun tidak bisa mengembalikan hasil
ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata
kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010
30
Selanjutnya,
Gramarindo
Group
telah
mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya
(Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian
BNI. Dan tentunya juga terkait dengan kerugian
negara.
Pada kasus L/C ini, yang dirugikan
adalah pihak Negotiating Bank. Pencegahan
yang seharusnya dilakukan oleh BNI adalah
sebagai berikut: Pertama, Seharusnya Bank
BNI membuat work sheet. Work sheet tersebut
merupakan lembaran catatan bank yang akan
selalu diisi dan menjadi pedoman petugaspetugas bank dalam menangani L/C tersebut,
yaitu mulai dari saat L/C itu diterima sampai
saat L/C itu dinegosiasikan dan dibayar. Work
sheet berisi informasi tentang siapa issuing
bank, nomor dan tanggal L/C, siapa
eksportirnya, untuk komoditas apa (barang yang
diekspor), berapa jumlah satuan atau beratnya,
berapa nilainya dan dalam mata uang apa, batas
waktu L/C (expiry date), batas waktu tanggal
bill of lading (dokumen pengangkutan kapal),
maupun
jenis
L/C
yang
dipakai
(usance/sight/red clause). Dalam work sheet,
bank penerima L/C harus mencatat keganjilankeganjilan (unusualities) dilihat dari ketentuan
intern bank penerima (dalam hal ini Bank BNI),
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku bagi transaksi
bisnis yang terkait dengan transaksi L/C
tersebut, dari ketentuan Bank Indonesia, dari
UCP 600 (ketentuan internasional yang
mengatur tentang L/C), dari peraturan
perundang-undangan Indonesia. work sheet
merupakan salah satu sarana pengamanan bagi
para petugas dan pejabat bank yang terkait dan
bertanggung jawab dengan L/C tersebut. Namun
menurut Menurut informasi, Bank BNI
Kebayoran Baru ternyata tidak membuat work
sheet
Kedua, BNI (negotiating bank) harus
lebih mempelajari pihak bank koresponden, di
kasus ini Issuing bank adalah bukan
koresponden BNI dan tidak mempunyai hanya
bertindak sebagai advising bank saja. Artinya,
bank penerima tersebut hanya bertindak sebagai
bank yang meneruskan L/C kepada beneficiary
saja tanpa memberikan kesanggupan untuk
bertindak sebagai bank pembayar. , maka dapat
disimpulkan telah terjadi penyimpangan
terhadap Kebiasaan dan Best Practice di dunia
perbankan yaitu tidak dilakukan assessment
resiko terhadap Issuing Bank (Commercial
Line) dan tidak dimintakan konfirmasi dari First
Class International Bank, padahal untuk yang
L/C berasal dari high risk country dan nilainya
sangat besar lazimnya di-konfirm. Dalam hal
pihak issuing bank tidak dapat membayarkan
kewajibannya kepada negotiating bank, telah
melanggar pasal 9.a.iii, UCP 600 yang antara
lain berbunyi : Suatu irrevocable L/C
merupakan jaminan yang pasti dari Issuing
Bank asalkan dokumen-dokumen yang diminta
diserahkan kepada Bank yang ditunjuk
Negotiating Bank dan sesuai dengan syarat dan
kondisi pada L/C.
Ketiga,
dalam
hal
penerimaan
pendiskontoan wesel ekspor berjangka dengan
mendiskonto wesel yang diajukan oleh
eksportir, seharusnya tidak dilakukan, karena
pihak eksportir (Gramarindo & Petindo Group)
bukan tergolong berprestasi. Dalam hal Prudent
Banking (prinsip kehati-hatian) seharusnyan
BNI melihat prestasi beneficiary, dan
menganalisis apakah transaksi memang sesuai
dengan usaha yang selama ini digeluti, bila
tidak, maka harus diwaaspadai. Keharusan
untuk bank berhati-hati itu ditentukan dalam
Pasal 2 Undang-Undang No 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dan ditambah dengan Undang-Undang No 10
Tahun 1998. Bank BNI Kebayoran Baru
seharusnya tidak mengambil alih wesel ekspor
berjangka dengan mendiskonto wesel yang
diajukan oleh eksportir. Yang dimaksudkan
dengan mengambil alih wesel ekspor berjangka
tersebut adalah membayar harga wesel sekarang
dengan harga yang lebih murah daripada
nilainya karena bank baru bisa memperoleh
pembayaran untuk nilai penuh wesel itu pada
jatuh waktunya yang masih beberapa bulan lagi
(pada umumnya 90 hari setelah wesel diterima
oleh bank pembuka L/C). Namun efeknya,
resiko pembayaran telah diambil alih oleh
Negotiating Bank (di kasus ini BNI). Karena
sudah menjadi praktek umum di dunia
perbankan, apabila terdapat tagihan wesel yang
tidak dibayar oleh Issuing Bank, maka
Negotiating Bank harus mengusahakan agar
outstanding tagihan tersebut segera dibayar.
Inilah yang menyebabkan bobolnya bank BNI
sebesar 1,2 triliun.
Keempat, Pada saat memberikan
fasilitas negosiasi, bank biasanya mensyaratkan
kepada beneficiary untuk menyerahkan
semacam surat jaminan yang dimana jika
ternyata wesel ekspornya tidak dibayar oleh
bank di luar negeri, negotiating bank dapat
menarik kembali dari beneficiary atau sering
disebut dengan hak regres.
Hak regres adalah hak yang dimiliki oleh
Negotiating Bank berupa surat jaminan yang
dimana jika ternyata wesel ekspornya tidak
dibayar oleh bank di luar negeri, negotiating
bank dapat menarik kembali dari beneficiary.
Hak ini hanya berlaku atas L/C yang tidak dikonfirm,
untuk L/C yang di-konfirm
Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010
31
Negotiating Bank tidak mempunyai hak regres
(pasal 9.iv UCP 600).Jadi dalam praktek,
sebelum melakukan negosiasi bank akan
meminta terlebih dahulu surat jaminan yang
nantinya akan digunakan oleh Negotiating Bank
untuk meng-eksekusi hak regresnya. Bank juga
harus meyakini bahwa pada saat hak regres itu
akan dieksekusi, maka rekening nasabah masih
tersedia cukup dana.
Kelima, Internal control tidak berjalan
dengan baik. Pada kasus ini L/C ditangani oleh
satu pejabat yakni Kepala Cabang atau pejabat
lain yang ditunjuk Kepala Cabang, tanpa adanya
review dari sisi Risk Manajemen. Sebaiknya
dilakukan pemisahan fungsi manajemen risiko
dan fungsi marketing sehingga penyimpangan
internal dapat terdeteksi dini.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut di
atas,
dapat
disimpulkan
telah
terjadi
Issuing Bank:
Bank Centuriy
Buyer:
PT SPI
Kasus L/C di bank Century yang teridentifikasi
fiktif ada 10 perusahaan, yaitu:1.PT Polymer
Spectrum: US 17.999 juta, 2. PT Trio Rhythm:
US $ 10.999 juta, 3. Selalang PT Prima
International: US $ 22.5 juta;4. PT Sinar Central
Clothing: US $ 26.5 juta;5. PT Petrobras
Indonesia: US $ 4.3 juta; 6. PT Citra Abadi
Always (CSA): US $ 19.9 juta. 7. PT Dwi Putra
Mandiri: US $ 9,999 juta. 8. PT Damar Crystals
Mas: US $ 21.4999 juta. 9. PT Sakti beguiled
Kingdom: US $ 23.999 juta PT Sakti terpedaya
Raya: US $ 23.999.000 10. Quantum PT
Energy: US $ 19.999 juta Quantum
Dari 10 kasus L/C bank Century yang
disinyalir fiktif, yang di blow up hanyalah kasus
L/C Selalang PT Prima International (SPI) milik
Misbakhun: Kejanggalan L/C sangat banyak
ditemukan, seperti deposit importir, dari nilai
transaksi US $ 22.5 juta; deposit yang menjadi
jaminan di bank Century hanya US $ 4,5 juta.
(dan nama pemilik di deposit di PT CSA dan PT
SPI adalah orang yang sama). Seharusnya
langkah-langkah pengamanan dilakukan dalam
hubungannya dengan persetujuan penarikan L /
C . PT SPI mengimpor Bintulu Kondensat dari
Grain and Industrial Products Trading,
Singapura. Pengajuan L/C Misbakhun disetujui
pelanggaran prosedur dalam menangani
transaksi L/C tersebut di atas sejak dari tahap
awal penerusan L/C sampai dengan L/C itu
kemudian direalisir dan terjadi negosiasi.
Pelanggaran
tersebut
kemudian
berlanjut hingga saat fasilitas negosiasi menjadi
bermasalah karena tidak dibayar oleh Issuing
Bank, dimana kemungkinan Bank BNI kurang
cepat dalam melakukan tindakan-tindakan
pengamanan atas fasilitas yang telah diberikan
kepada
nasabahnya.
Kasus Bank Century
Berbeda lagi dengan kasus L/C di
Bank Century. Disini disinyalir L/C adalah
fiktif dengan tujuan pencucian uang oleh
pemilik (Robert Tantular), yang dilakukan
dengan 10 perusahaan (yang salah satunya
adalah PT SPI milik Misbakhun).
Negotiating Bank
(Bank di Singapura)
L/C
Grain and Industrial
Products Trading, Singapore
oleh manajemen Bank Century LC pada 19
November 2007. Namun, pencairan L / C penuh
penyimpangan. Syarat L/C yang diajukan SPI
tidak umum dan sangat beresiko. Sumber AFP
menjelaskan bahwa tidak ada dokumen asli
yang diarsipkan PT SPI & CSA, barang dikirim
pun tidak sesuai dengan permintaan , pelabuhan
tujuan tidak disebutkan pada dokumen (hanya
disebutkan pelabuhan di negara Indonesia),
Keanehan lain adalah bentuk fasilitas L / C PT
SPI telah dicairkan sebelum analisis yang
dilakukanFasilitas dilaporkan L / C telah
dicairkan tanpa didahului oleh analisis dan
tanpa setiap survei. Bahkan informasi terakhir
justru menyebutkan bahwa barang berupa
kondensat diragukan keberadaannya.
Pada kasus Bank Century terlihat jelas
bahwa hampir semua proses L/C dilakukan
menyimpang dari semua aturan yang berlaku
(Baik UCP 600, etika bisnis,hukum nasional).
Disinyalir proses pembuatan L/C dilakukan
sebagai kasus pencucian uang bailout Century
Rp 6,7 triliun (Bank Century sempat menerima
suntikan dana dari BI untuk menjaga/memenuhi
standar minimum Capital Adequacy Ratio/CAR
perbankan).
Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010
32
Jadi seharusnya untuk kasus L/C bank
Century deteksi dini sudah dapat dilakukan,
karena semua proses pendokumentasian dan
transaksi tidak sesuai dengan peraturan yang
ada. Masalahnya adalah, siapakah yang akan
mengawasi penyelewengan ini, bila semua
memang adalah rekayasa Bank Century (dari
mulai issuing bank, buyer, beneficiary, hingga
negotiating bank)? Bank Indonesia sebagai
pengawas perbankan nasional harusnya lebih
berperan aktif dalam mengawasi kegiatan
perabankan, terutama pada bank yang telah
menerima fasilitas suntikan dana (Bail out).
IV. Kesimpulan & Saran
4.1. Kesimpulan
1. Banyaknya discrepancy yang terjadi
umumnya karena kelalaian pihak-pihak yang
terkait
dalam
menganalisis
dan
mengevaluasi, baik resiko, term & condition
dokumen, maupun pengiriman barang yang
berdasar pada hukum yang berlaku. Selain
itu kurang diterapkan langkah-langkah L/C
berdasarkan best practice.
2. Karena beberapa alasan Bank penjamin
tidak memperhatikan jumlah jaminan bank
(beneficiary atau buyer), terutama untuk
negotiating bank (contoh bank BNI) yang
tidak bisa memakai hak regres karena
jaminan nasabah tidak mencupi.
3. Kurangnya internal control. Sehingga
penyimpangan di dalam perusahaan tidak
dapat terdeteksi dini terutama di pihak bank
penjamin.
4.2. Saran
Penggunaan L/C pada perdagangan
internasional adalah hal yang baik dan dapat
meningkatkan
kepercayaan
internasional,
namun ada beberapa hal yang sebaiknya
dilakukan
perusahaan
untuk
menjamin
keamanan
L/C,
diantaranya
membuat
worksheet, patuh pada UCP 600 dan hukum
yang berlaku, manajemen resiko, internal
control, pengaturan jaminan bank, dan
memahami term and conditions L/C
Daftar Pustaka
BryanSurety.http://www.bryantsuretybonds.co
m/Surety_Bonds/Contract_Bonds/Bid_
Bond.html. Retrieved 2009-02-23.
Ginting,Ramlan, 2005. Kumpulan Materi
Perkuliahan Lingkungan Bisnis dan
Aspek Hukum, Jakarta: Magister
Akuntansi UI
Hadisoeprapto,
Hartono.
1991.
Kredit
Berdokumen (L/C)- Cara Pembayaran
dalam Jual-Beli Perniagaan. Liberty.
Putra,
Lie
Dharma,2007.Instrumen
Pembayaran: Letter of Credir (L/C).
http://putra-finance-accountingtaxation.blogspot.com
S.,Amir M. 1996. Seluk Beluk dan Teknik
Perdagangan Luar Negri. PPM.
S.,Amir
M.
1999.
Kontrak
Dagang
Ekspor.PPM.
S. Emmy Pangaribuan.1989. Pembukaan Kredit
Berdokumen,Seksi Hukum Dagang FH
UGM.
Sesia, Dita Okta, 2010. Analisis hukum
penyalahgunaan letter of credit untuk
melakukan pencucian uang (money
laundering), Jakarta: FH UI.
Sjahdeni, Sutan Remy. Memahami Kasus L/C
Bank BNI dari Aspek Teknis
Perbankan
http://www.repository.binus.ac.id/cont
ent/J0044/J004433934.doc
Wibowo,Dradjad.
2008.
Konspirasi
Pembobolan
Bank,
http://klipingmediakasus-lcbni.blogspot.com
Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010
33
Download