Laporan I Pengamatan pengadilan Ham Ad hoc Terhadap

advertisement
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
PROGRESS REPORT #1
MONITORING PENGADILAN
HAK ASASI MANUSIA KASUS TIM-TIM
ELSAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat
Jalan siaga II No 31 Pejaten Barat Jakarta 12510 Indonesia
Tel : (62-61) 797 2662, 791 92564 Fax : (62-61) 791 92519
Email : [email protected] website : www.elsam.or.id
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
Progress Report # 1
Monitoring Pengadilan Ham Ad hoc
Terhadap Pelanggaran Berat HAM di Timor Timur
April- September 1999
1. Pendahuluan
Pengadilan HAM ad hoc yang tengah mengadili perkara kejahatan terhadap kemanusiaan di
Timor Timur pada masa pra dan paska jajak pendapat ( April-September 1999) masih terus
berlangsung. Sampai saat ini pengadilan ini tengah menyidangkan tiga berkas perkara masingmasing yaitu satu berkas perkara atas nama Abelio Soares (mantan Gubernur Timtim), satu
berkas untuk lima terdakwa masing-masing drs Herman Sedyono (mantan Bupati KDH Tk II
Covalima Timor Timur), Lieliek Koeshadianto (mantan Komandan Distrik Militer/DANDIM
1635 Suai), drs. Gatot Subiyaktoro (Mantan Kapolres Suai), Achmad Syamsudin (Mantan
Kasdim 1635 Suai) dan Sugito (Mantan Danramil Suai). Sedangkan berkas ketiga
menghadapkan terdakwa atas nama drs Timbul Silaen (mantan Kapolda Timtim). Ketiga
berkas perkara ini mencakup peristiwa pelanggaran berat ham pada masa pra dan paska jajak
pendapat yang terjadi dalam periode April – September 1999 dengan locus delicti di Liquisa,
Suai dan Dili.
Semenjak awal pembentukannya, pengadilan HAM ad hoc mengundang banyak respon.
Pemilihan hakim, jaksa penuntut umum sebagai alat penting dalam peradilan Sejak bulan
desember 2001 baru pada akhir bulan Januari presiden mengeluarkan SK. Beberapa nama
hakim yang memiliki catatan yang buruk menambah pesimisme publik akan pengadilan ham.
Sampai beberapa saat sebelum dimulai bekerja, perangkat-perangkat penunjang belum juga
diselesaikan seperti instrumen hukum mengenai perlindungan dan saksi. Pada saat terakhir
muncul dalam bentuk PP No 2 tahun 2002 tentang tata cara perlindungan terhadap korban dan
saksi dan PP No 3 Tahun 2002 tentang kompensasi terhadap korban.
Selain itu, kemampuan hakim dan jaksa untuk memahami dan menggunakan pengertian
kejahatan kemanusian dan genosida merupakan titik krusial perhatian publik. Pengertian dan
pemahaman akan bentuk kejahatan ini menjadi kemampuan yang mendasar mengingat klausul
yang diatur dalam ps 7 dan 9 UU No 26 tahun 2000 ini sebenarnya diadopsi dari Statuta Roma
dengan beberapa distorsi yang justru semakin melemahkan konsepnya dan mempersulit proses
pembuktiannya. Padahal, pengadilan HAM ad hoc ini merupakan pengadilan yang pertama
berhadapan dengan bentuk extra ordinary crimes dan hasil serta proses yang terjadi akan
menjadi acuan bagi penyelesaian berbagai kasus pelanggaran ham yang terjadi di Indonesia.
Berkaitan dengan itulah, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menganggap
perlu adanya sebuah pengamatan terhadap proses pengadilan. Pengamatan dalam bentuk
monitoring ini dilakukan berdasarkan rangkaian pemeriksaan dalam proses persidangan.
Dalam laporan berkala yang pertama ini, titik utama diletakkan pada materi surat dakwaan
dan nota keberatan terdakwa serta keputusan hakim sela atas nota keberatan tersebut.
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
2. Dakwaan
Dua berkas dakwaan untuk Abilio Jose Osorio Soares dan drs Timbul Silaen disusun dalam
bentuk kumulasi dan berkas dakwaan untuk masing-masing drs. Herman Sedyono ( mantan
bupati KDH TK II Covalima Timor Timur), Liliek Koeshadianto (mantan PLH Dandim 1635
Suai Timor Timur ), drs. Gatot Subiyaktoro ( Mantan Kapolres Suai Timor Timur), Achmad
Syamsudin (Mantan Kasdim 1635 Timor Timur dan Sugito ( mantan Danramil Suai Timor
Timur) dalam bentuk subsidair/alternatif.
Ketiga berkas dakwaan berisi dakwaan untuk bertanggung jawab secara pidana atas
pelanggaran ham berat yang dilakukan bawahannya (tanggung jawab komando). Sebagai
atasan tidak melakukan pengendalian efektif secara patut dan benar (pasal 42) dengan
mengabaikan informasi yang menunjukkan bahwa bawahannya melakukan/baru saja
melakukan pelanggaran ham berat (pasal 42 ayat 1(a) untuk komando militer dan ayat 2 (a))
untuk pejabat sipil, serta tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan untuk
menghentikan perbuatan tersebut (ps 42 ayat 1 (b) dan 2(b)). Adapun pelanggaran ham berat
yang didakwakan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (pasal 7 UU No 26 Tahun 2000)
berupa pembunuhan (pasal 9(a)dan penganiayaan (9 h). Wilayah terjadinya kejahatan
kemanusiaan meliputi Dili, Liquisa, dan Covalima (Suai). Terjadi selama kurun waktu sebelum
jajak pendapat berlangsung pada bulan April 1999 dan sesudah pengumuman jajak pendapat
September 1999.
Dalam dakwaan, penuntut umum mencoba menunjukkan unsur sistematik dengan menyusun
rangkaian peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dapat ditemukan dalam
seluruh berkas dakwaan yang mencoba merangkaikan seri penyerangan yang terjadi secara
beruntun. Pada berkas Abilio, peristiwa penyerangan terjadi dalam bulan April pada tanggal
3,4,5,6 April 1999 yang dirangkaikan dengan penyerangan serupa pada tanggal 17 April dan 46 September 1999. Bentuk serupa digunakan dalam berkas dakwaan terhadap penyerangan
yang terjadi di sekitar wilayah Suai, Covalima, dan Liquisa untuk berkas dakwaan terhadap
mantan Kapolda Timtim drs. Timbul Silaen.
Sementara itu unsur widespread (meluas) ditunjukkan perluasan locus geografis dan massivitas
korban. Ini dilakukan dengan serangan yang diawali pada satu locus tertentu yang kemudian
meluas pada wilayah lain dalam satu region yang sama. Seperti tampak dalam berkas Abilio,
locus delicti tempat kejadian perkara (TKP) meluas dari kompleks gereja Liquisa tepatnya
kediaman pastor Rafel Santos kemudian juga meliputi kediaman uskup Bello dan meluas
sampai kompleks gereja Ave Maria. Dalam keseluruhan peristiwa tersebut ditemukan jumlah
korban yang massif yang secara umum merupakan penduduk sipil. Sekurang-kurangnya
jumlah korban dari tiga tempat yang berbeda tersebut mencapai 47 orang.
Tabel 1: Detail dakwaan dan pasal yang dipergunakan sebagai dasar dakwaan
Nama
terdakwa
Bentuk dakwaan : KUMULASI
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Abilio
Jose
Osorio
Soares
Dakwaan I
Pembunuhan
Pasal
yang Pasal 42 ayat (2) a dan b; Jis Pasal 7
diancamkan
huruf b;
Pasal 9 huruf a; Pasal 37
Tempat
Komplek gereja Liquisa; komplek
kejadian
gereja Ave Maria Kabupaten
perkara
Covalima; kediaman uskup Belo,
Aleandro Isaac dan Manuel Viegas
Carrascalao Kabupaten Dilli; atau
setidak-tidaknya dalam wilayah
propinsi Tim-Tim
Tempus
3,4,5,6 April 1999; 17 April 1999;
Delicti
4,5,6 September 1999; (atau pada
waktu-waktu dalam bulan April
dan September 1999)
1. Di komplek gereja Liquisa : 22
orang
2. Kediaman
Manuel
Viegas
Carascalao :12 orang
Jumlah
3. Kediaman uskup Bello : 10 orang
Korban
4. Komplek gereja Ave Maria : 27
orang
5. Di Diosis Dilli : 46 orang
Progress Report # 1
Dakwaan II
Penganiayaan
Pasal 42 ayat (2) a dan b; Jis Pasal 7
huruf b
Pasal 9 huruf h; Pasal 40
3,4,5,6 April 1999; 17 April 1999;
4,5,6 September 1999; (atau pada
waktu-waktu dalam bulan April
dan September 1999)
1. Komplek gereja Liquisa : 21
orang
2. Kediaman
Manuel
Viegas
Carascalao :4 orang
3. Kediaman uskup Bello : 1 orang
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
1. bertanggungjawab
secara
pidana terhadap pelangaran
HAM berat yang dilakukan
bawahannya.
2. Mengetahui atau secara jelas
mengabaikan informasi yang
secara jelas menunjukkan bahwa
bawahannya sedang melakukan
atau
baru
melakukan
pelanggaran HAM berat
3. Tidak
mengendalikan
bawahannya secara patut dan
benar.
4. Tidak melakukan atau tidak
mengambil tindakan yang layak
dan
diperlukan
seperti
koordinasi dengan aparat yang
berwenang untuk mencegah
atau menghentikan perbuatan
bawahannya
tersebut
atau
menyerahkan pelakunya kepada
pejabat yang berwenag untuk
dilakukan
penyelidikanpenyidikan dan penuntutan
sehingga terjadi penyerangan
pada penduduk sipil
1. Bertanggungjawab
secara
pidana terhadap pelangaran
HAM berat yang dilakukan
bawahannya.
2. Mengabaikan informasi yang
secara jelas menunjukkan bahwa
bawahannya sedang melakukan
atau
baru
melakukan
pelangaran HAM berat
3. Tidak
mengendalikan
bawahannya secara patut dan
benar.
4. Tidak melakukan atau tidak
mengambil tindakan yang layak
dan
diperlukan
seperti
koordinasi dengan aparat yang
berwenang untuk mencegah
atau menghentikan perbuatan
bawahannya
tersebut
atau
menyerahkan pelakunya kepada
pejabat yang berwenag untuk
dilakukan
penyelidikanpenyidikan dan penuntutan
sehingga terjadi penyerangan
pada penduduk sipil
Pasal
Yang Pasal 42 ayat (2) a dan b; Jis Pasal 7
diancam
(b); Pasal 9 huruf a; Pasal 37
Komplek gereja Liquisa; Kompleks
gereja Ave maria Kab. Covalima;
Locus Delicti Kediaman Aleandro Isaac dan
Manuel Viegas Carrascalao kab Dili;
(atau
setidak-tidaknya
dalam
wilayah propinsi Tim-Tim)
Tempus
6 dan 17 April 1999; 5 dan 6
Delicti
September 1999;
(atau pada waktu-waktu dalam
bulan April dan September 1999)
Pasal 42 ayat (2) a dan b; Jis Pasal 7
(b); Pasal 9 huruf h; Pasal 37
Komplek gereja Liquisa; Kompleks
gereja Ave maria Kab. Covalima;
Kediaman Aleandro Isaac dan
Manuel Viegas Carrascalao kab Dili;
(atau
setidak-tidaknya
dalam
wilayah propinsi Tim-Tim)
6 dan 17 April 1999; 5 dan 6
September 1999;
(atau pada waktu-waktu dalam
bulan April dan September 1999
Isi Dakwaan
Drs.
Timbul
Silaen
Progress Report # 1
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Jumlah
Korban
Drs.
Herman
Sedyono,
Liliek
Koeshadia
Progress Report # 1
1. Komplek gereja Liquisa : 22
orang
2. Kediaman
Manuel
Viegas
Carascalao :12 orang
3. Komplek gereja Ave Maria : 27
orang
Isi Dakwaan
1. Tidak melaksanakan dengan
semestinya
wewenang
dan
tanggung jawabnya menjaga dan
melaksanakan keamanan dan
ketertiban masyarakat
2. Bertanggung
jawab
atas
pembunuhan yang dilakukan
oleh bawahanya yang berada di
bawah
kekuasaan
dalam
pengendaliaanya yang efektif
3. Tidak melakukan pengendalian
terhadap bawahannya secara
patut dan benar
4. Mengetahui atau secara sadar
mengabaikan informasi yang
telah jelas-jelas menunjukkan
bahwa
bawahannya
sedang
melakukan atau baru saja
melakukan pelanggaran HAM
berat.
5. Tidak mengambil tindakan yang
layak dan diperlukan dalam
ruang lingkup kewenangannya
untuk
mencegah
atau
menghentikan perbuatan tersebut
atau menyerahkan pelakunya
kepada pejabat yang berwenang
untuk dilakukan penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan.
Bentuk
dakwaan
SUBSIDAIR/ALTERNATIF
1. Tidak melaksanakan dengan
semestinya
wewenang
dan
tanggung jawabnya menjaga dan
melaksanakan keamanan dan
ketertiban masyarakat
2. Bertanggung
jawab
atas
pembunuhan yang dilakukan
oleh bawahanya yang berada di
bawah
kekuasaan
dalam
pengendaliaanya yang efektif
3. Tidak melakukan pengendalian
terhadap bawahannya secara
patut dan benar
4. Mengetahui atau secara sadar
mengabaikan informasi yang
telah jelas-jelas menunjukkan
bahwa
bawahannya
sedang
melakukan atau baru saja
melakukan pelanggaran HAM
berat.
5. Tidak mengambil tindakan yang
layak dan diperlukan dalam
ruang lingkup kewenangannya
untuk
mencegah
atau
menghentikan
perbuatan
tersebut
atau
menyerahkan
pelakunya kepada pejabat yang
berwenang untuk dilakukan
penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan.
PEMBUNUHAN
Penganiayaan
Pasal
yang Pasal 7(a) jis Pasal 9 (a); Pasal 37, Ps
diancamkan
42 ayat 1 sub (a),(b).
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
nto
Tempat
kejadian
perkara
Tempus
Delicti
Jumlah
Korban
Isi Dakwaan
Progress Report # 1
6 September atau setidak-tidaknya
dalam bulan September 1999
Gereja Ave Maria Suai = 27 orang
Tidak melakukan pengendalian
terhadap bawahannya/pasukannya.
Mengabaikan informasi yang secara
jelas
menunjukkan
bahwa
bawahannya/pasukannya baru saja
melakukan pelanggaran berat ham
Tidak
mengambil
tindakan
pencegahan atau menghentikan
perbuatan tersebut dan membawa
pelakukanya kepada pejabat yang
berwenang
untuk
dilakukan
penyelidikan,
penyidikan
dan
penuntutan
Mencermati dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum, sangat mengherankan bahwa
jaksa hanya memfokuskan dakwaan pada peristiwa yang terjadi dalam periode aprilSeptember 1999 tanpa menghubungkan peristiwa tersebut dengan peristiwa yang sebelumsebelumnya. Hal ini dapat menjadi titik lemah dari dakwaan mengingat pengertian kejahatan
terhadap kemanusiaan mensyaratkan bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari
penyerangan terhadap warga sipil yang bersifat meluas atau sistematik. Meluas mengacu pada
besaran luasan geografis atau massivitas korban sedangkan sistematik mengacu pada adanya
kebijakan yang tersistematisir yang membiarkan atau bahkan menganjurkan terjadinya
pelanggaran berat HAM. Unsur-unsur ini akan sulit dipenuhi jika peristiwa pelanggaran berat
ham yang terjadi tersebut dilepaskan dari dinamika perkembangan persoalan Timor Timur.
Upaya menghubungkan dengan dinamika perkembangan persoalan Timor Timur sebelumnya
ini sebenarnya penting untuk menjelaskan mengapa peristiwa yang terjadi di tiga kabupaten
tersebut (seluruh Timor Timur berjumlah 14 kabupaten) dapat mencukupi syarat meluas dan
sistematik. Jika hal ini tidak dilakukan, maka lebih lanjut peristiwa yang terjadi akan menjadi
sangat kasuistik sifatnya.
Perspektif yang digunakan dalam dakwaan ini justru menghilangkan keterkaitan kelompokkelompok milisi sipil dengan aparatus opresif negara, TNI dan Polri. Dengan hilangnya
konteks kelahiran kelompok-kelompok milisi sipil pro integrasi yang menjadi pelaku langsung
dengan kehadiran dan policy keamanan dari militer sehingga konteks peristiwa bergeser
menjadi konflik horizontal antara kelompok sipil. Kehadiran milisi dipaparkan sebagai sesuatu
yang terpisah dari institusi militer. Bahkan pengertian milisia sipil ini tidak ditemukan dalam
dakwaan, kelompok ini diindetifikasi sebagai salah satu pihak dari pertentangan horinsontal
pro dan anti kemerdekaan. Ini mengakibatkan dakwaan tidak dapat memperlihatkan
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
kemunculannya sebagai kelompok yang “sengaja” dibentuk sebagai bagian dari policy
keamanan di Timor Timur.
Konteks ini dapat menyebabkan putusnya mata rantai untuk memperlihatkan hubungan
langsung peran militer dan pejabat sipil pemerintahan dalam pelanggaran berat HAM yang
dilakukan oleh milisi sipil pro integrasi tersebut. Pemutusan keterkaitan pelanggaran berat
HAM dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya menyebabkan tidak munculnya sejumlah
peristiwa kekerasan yang dilakukan pejabat militer dan kelompok-kelompok milisi sipil
bentukannya. Sebaliknya rumusan dakwaan kemudian justru memunculkan konteks persoalan
di Timor Timur sebagai ketegangan dan konflik horizontal antara kelompok pejuang
kemerdekaan dengan kelompok pro integrasi yang tidak puas dengan proses jajak pendapat.
Akibat penggunaan perspektif tersebut, juga mempengaruhi kemampuan dakwaan untuk
secara tajam mendukung dakwaan command responsibility. Titik terpenting dalam dakwaan ini
adalah upaya menunjukkan ukuran yang tepat untuk membuktikan bahwa tindakan atau
kebijakan yang dilakukan pemegang otoritas (sipil atau militer) dapat dikatakan sebagai bentuk
pengabaian informasi, tidak efektif, secara patut dan benar. Hal ini berkaitan langsung dengan
pengertian omission (pembiaran) dan commission (perintah). Namun dalam dakwaan tersebut
tidak terdapat beberapa data penunjang penting seperti struktur komando, garis kebijakan dan
pengendalian, serta besar dan jumlah dan perbandingan petugas yang tersedia dengan besaran
wilayah dan populasi serta hubungan antara kelompok-kelompok milisi sipil dengan
TNI/ABRI. Dengan demikian ini mempersulit rumusan tindakan dari pejabat sipil/militer
yang dapat dikategorikan sebagai bentuk commission.
Meskipun beberapa poin dalam surat dakwaan dapat menjadi permulaan yang membantu
hakim dalam pembuktian khususnya mengenai bentuk omission dan commission dengan
menyertakan tindakan pejabat sipil/militer berupa dukungan aktif, pembiaran, atau bahkan
bantuan pada tindakan yang dilakukan kelompok milisi sipil pro integrasi. 1
3. Eksepsi/Nota keberatan dan keputusan sela
Terhadap dakwaan ini pengacara para terdakwa melalui nota keberatannya meminta
pengadilan menghentikan pemeriksaan. Penghentian di dasarkan pada beberapa keberatan atas
surat dakwaan berisi sejumlah keberatan meliputi:
Lihat berkas surat dakwaan pada drs Herman Sedyono, liliek koeshadianto, dll hal 2; Lihat juga berkas
dakwaan Timbul Silaen hal.3. Dalam berkas dakwaan ini bahkan diuraikan bahwa sebagai pemegang
otoritas terdakwa tidak melakukan pencegahan terhadap kata-kata yang diucapkan Eurico Guteres
dalam apel akbar Pam Swakarsa pada tanggal 17 April 1999 yang diduga menyebabkan anggota Aitarak
dan Besi Merah Putih melakukan penyerangan pada penduduk sipil yang diduga sebagai massa pro
kemerdekaan. Dalam surat dakwaan yang sama dibagian lain juga disebutkan Abilio selaku gubernur
propinsi Timor timur mengadakan pertemuan dengan para bupati menganjurkan pembentukan
organisasi politik guna menghadapi pelaksanaan jajak pendapat dengan nama Forum Persatuan
demokrasi dn Keadilan ( FPDK) dan Barisan rakyat timor timur ( BRT) dan organisasi PAM SWAKARSA
di masing-masing dati II untuk menampung aspirasi masyarakat yang pro Integrasi. Adapun dukungan
finansial diperoleh dari penggunaan dana APBD .
1
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
1. Latar belakang persoalan Timtim adalah perang saudara yang dimulai sejak tahun 1974
sampai terjadinya jajak pendapat 1999.
Persoalan timor timur merupakan persoalan yang telah ada sejak tahun 1974 terutama
antara kelompok yang menginginkan berdiri sendiri dan kelompok pro integrasi. Apa yang
terjadi dalam rentang waktu pra dan paska jajak pendapat merupakan reaksi spontan yang
muncul karena kelompok pro integrasi menemukan kecurangan dalam proses jajak
pendapat yang dilakukan oleh UNAMET sehingga apa yang terjadi tidak dapat
dikategorikan dalam pelanggaran berat ham seperti diatur dalam UU NO 26 tahun 2000.
2. Yurisdiksi /kewenangan pengadilan
Berkaitan dengan yurisdiksi pengadilan, terdapat dua jenis keberatan yang diajukan dalam
nota keberatan para terdakwa:
1. Persoalan yang diajukan ini bukan merupakan pelanggaran berat HAM sebagaimana
diatur dalam UU No 26 tahun 2000 sehingga pengadilan tidak memiliki kewenangan
absolut untuk mengadili perkara.
2. Peristiwa pelanggaran berat ham ini terjadi di wilayah Timor Timur. Berdasarkan UU
No 26 tahun 2000 jo Keppres 56 tahun 2001 maka pengadilan HAM ad hoc tidak
memiliki kompetensi relatif untuk mengadili perkara tersebut.
3. Penggunaan asas retroaktif
Penggunaan asas retroaktif merupakan pengabaian terhadap prinsip legalitas (nullum
delictum nulla poena sine lege). Berdasarkan UU No 26 tahun 2000, pengadilan HAM ad hoc
mempergunakan asas retroaktif untuk mengadili pelanggaran berat HAM. Penggunaan
asas retroaktif dalam UU no 26 tahun 2000 ini dianggap bertentangan dengan ketentuan
dalam amandemen pasal 18 (i) UUD 1945 dan UU no 39 tahun 1999 pasal 18 (2) tentang
HAM. 2 Dengan demikian jika pemeriksaan diteruskan pengadilan justru melakukan
pelanggaran HAM.
4. Pertanggung jawab komando yang berarti meminta seseorang untuk bertanggung jawab
terhadap perbuatan yang tidak dilakukannya
secara langsung (dilakukan oleh
bawahannya) bertentangan dengan prinsip dasar pemidanaan menurut hukum pidana,
karena pertanggungjawaban pidana bersifat individual bagi orang yang melakukannya. 3
5. Proses beracara tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Penyidikan dan penuntutan pihak kejaksaan yang melanggar batas waktu yang ditentukan
undang-undang sehingga materi dakwaan dengan sendirinya batal demi hukum. 4
6. Syarat-syarat formil dalam surat dakwaan tidak terpenuhi.
Beberapa keberatan yang berhubungan dengan syarat formal surat dakwaan sebagaimana
diatur dalam pasa; 143 ayat 2 KUHAP, berupa:
1. error in persona (penulisan identitas terdakwa dalam surat dakwaan keliru) 5
Muncul dalam keseluruhan berkas nota keberatan terdakwa.
Lihat nota keberatan Abilio Jose Osorio Soares
4 Lihat berkas nota keberatan untuk terdakwa drs. G Timbul Silaen; Penyidikan dimulai sejak tanggal 18
April 2000 dan surat dakwaan baru dibuat pada tanggal 19 Februari 2002. berdasarkan ketentuan UU No
26 tahun 2000 lama jangka waktu penyidikan maksimal adalah 240 hari
2
3
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
2. Dakwaan kabur (obscuur libelle)
Fakta-fakta yang dipergunakan jaksa penuntut umum dalam penyusunan dakwaan
saling bertentangan sehingga dakwaan menjadi tidak jelas. 6
3. Pengadopsian pasal 55 KUHP oleh jaksa penuntut umum merupakan sebuah kesalahan,
sebab seharusnya hanya mendasarkan diri pada UU No 26 than 2000. 7
Terhadap eksepsi dari terdakwa, majelis hakim pengadilan ad hoc yang menangani ketiga
berkas perkara seluruhnya memutuskan menolak permintaan terdakwa dan sebaliknya
memutuskan untuk meneruskan proses persidangan pada pemeriksaan pokok perkara.
Berkaitan dengan keberatan terhadap kompetensi absolut dan kompetensi relatif, Majelis hakim
memandang bahwa pengadilan HAM ad hoc memiliki kompetensi absolut untuk mengadili
pelanggaran berat ham yang terjadi sebelum dibentuknya pengadilan ham berdasar UU No 26
tahun 2000 (ps43 UU No 26 tahun 2000). Sementara mengenai kompetensi relatif, majelis juga
memandang pengadilan negeri Jakarta pusat berwenang mengadili tindak pidana yang
dilakukan oleh warga negara Indonesia di luar wilayah Indonesia (pasal 86 KUHAP). Selain itu,
kompetensi relatif ini juga dituangkan dalam Pasal 2 Keppres No 96 Tahun 2001 yang memberi
kewenangan kepada pengadilan HAM ad hoc untuk memutus dan memeriksa perkara
pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Timur pada bulan April-September 1999 dan di
Tanjung Priok pada bulan September 1984. 8
Tabel 2 : keputusan sela dan dasar pertimbangan yang dipergunakan
Keberatan yang diajukan dalam Berkas
eksepsi
perkara
1. Berkaitan dengan kompetensi
1. Kompetensi Absolut
Herman
Sediyono
dkk 9
2. Kompetensi relatif
Pertimbangan hakim atas keberatan terdakwa
Dakwaan terhadap Sugito merupakan bagian dari
serangan yang meluas dan sistematik dimana
perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai
kejahatan terhadap kemanusiaan
Timbul Silaen Tim penasehat hukum kurang cermat membaca isi
Abilio
Jose UU No 26/2000 khususnya pasal 43 ayat 2&3 yang
Osorio Soares mengatur mengenai pengadilan HAM Ad hoc. 10
Berdasarkan ketentuan pasal 5 UU No 26/2000
Herman
pengadilan ham ad hoc berhak mengadili perkara
Sediyono,
pelanggaran berat HAM di luar wilayah Indonesia
dkk.
yang pelakunya adalah warga negara Indonesia.
Dalam dakwaan terhadap drs. Timbul Silaen
Lihat nota keberatan Abilio Jose Soares, drs Timbul Silaen, drs Herman Sedyono, dkk.
7 lihat dakwaan terhadap terdakwa Sugito.
8 Pembacaan Amar Putusan Sela terhadap drs. Herman Sedyono, Lilik Koeshadianto, dkk tanggal 9 April
2002.
9 Lih. Eksepsi Herman Sediyono, dakwaan terhadap Sugito adalah tindak pidana umum dan bukan
pelanggaran ham berat
10 Lih. Berkas putusan sela Timbul Silaen, Abilio Jose osorio Soares
5
6
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
Berdasar pasal 86 KUHAP PN Jakarta wenang
mengadili tindak pidana diluar negeri. 11
2. Berkaitan dengan UU No
26/2000
1. berkaitan dengan asas Timbul Silaen
legalitas karena penggunaan Abilio
asas retroaktif
Herman
Sediyono,
dkk.
2.
kekuatan
hukum
26/2000
kabur
kontradiktif
Berdasar prinsip keadilan impunity terhadap
pelanggaran berat ham dirasakan tidak adil jika
dibandingkan dengan tidak menerapkan asas
legalitas, dalam praktek hukum internasional seperti
perkara Nuremberg, Tokyo, Rwanda berlaku asas
Nulum delictum noella poena sine lege iure,
kejahatan ham berat adalah perbuatan yang
mengguncang nilai kemanusiaan dan mengancam
perdamaian
dan
keamanan
internasional.
Keterkaitan pasal 18 UU no 39/1999 dan pasal 28i
UUD
45
secara
sepenggal-sepenggal
akan
menimbulkan kekeliruan, pasal
28i harus
dihubungkan dengan pasal 28j seperti terdapat
dalam penjelasan UU no 26/2000, bahwa terhadap
kejahatan HAM berat dapat diberlakukan asas
retroaktif
dengan
pembatasan
sebagaimana
tercantum dalam pasal 28j UUD 45. Asas retroaktif
merupakan ius cogens yang harus dipatuhi tanpa
memerlukan ratifikasi.
UU Abilio
Jose Hakim tidak memiliki kewenangan menguji UU
dan Osorio Soares kecuali berdasar ketentuan pasal 26 UU No 14 tahun
1970 tentang Pokok-pokok kekuasaan kehakiman.
UU dibentuk dengan tata cara yang sah dan
mengikat secara hukum. Berdasarkan ketentuan
pasal 24 (1) amandemen kedua UUD 45 bahwa
mahkamah konstitusi utuk menguji uu sampai saat
ini belum terbentuk. Penggunaan asas retroaktif
dalam UU ini merupakan pengecualian yang secara
sadar dilakukan oleh pembuat UU.
3. Proses penyidikan
1. penyidikan melampaui batas Timbul
waktu
Silaen 12
Herman
Sediyono
2. penggunaan ketentuan yang Herman
dianggap tidak lagi memiliki sediyono
kekuatan hukum
dkk 13
Alasan ini menjadi tidak penting setelah perkara
dilimpahkan ke pengadilan sesuai prosedur hukum
yang berlaku. Tidak cukup untuk menyatakan
dakwaan tidak dapat diterima.
Dengan ditolaknya perpu 1/199 tentang pengadilan
HAM oleh DPR, penyidikan yang telah berlangsung
berdasarkan perpu tersebut tetap berlaku sepanjang
Lih. Putusan sela Abilio Osorio Soares
Lih. Berkas Timbul Silaen; Penyidikan atas terdakwa dimulai sejak tanggal 18 April 2000 dan
seharusnya telah selesai pada bulan Desember 2000
13 Lih. Eksepsi Herman Sediyono, dkk. Penydidikan dianggap tidak sah karena menggunakan perpu No
1 tahun 1999 yang sudah tidak memiliki kekuatan hukum
11
12
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
tidak bertentangan dengan UU No 26/2000 sampai
tidak dinyatakan berlaku lagi oleh UU No 26/2000.
5. Dakwaan
1. penggunaan pasal 55 KUHP Herman
dalam dakwaan
Sediyono,
dkk. 14
2.
kesalahan
penyebutan
identitas
pelaku
dalam
dakwaan
3.
dakwaan tidak cermat,
obscure libel, kontradiktif,
4. error in persona
5. lalai mencantumkan pasal 43
UU No 26/2000
6. para pelaku penyerangan
belum pernah di periksa
Penggunaan pasal ini tidak bertentangan dengan
hukum karena hanya merupakan ketentuan umum
yang menyebutkan mengenai peran dari masingmasing terdakwa
Perubahan ini tidak masuk dalam kategori
Herman
sebagaimana dimaksud dalam pasal 144 (2) KUHAP
Sediyono 15
yang mengakibatkan kerugian di pihak terdakwa,
sehingga belum cukup mengakibatkan tidak
diterimanya dakwaan
Timbul Silaen Surat dakwaan telah memenuhi ketentuan pasal 143
Herman
ayat 2 huruf b KUHAP dengan telah mencantumkan
Sediyono,
waktu tindak pidana, menguraikan perbuatan
dkk.
materiil yang didakwakan, surat dakwaan telah
lengkap memuat unsur-unsur yang ditentukan
undang-undang. Pengadilan memutuskan hal
tersebut merupakan perkara yang harus dibuktikan
dalam pemeriksaan. 16
Timbul
Keberatan diluar ketentuan pasal 156 KUHP
Silaen 17
sehingga bukan merupakan keberatan yang sah
menurut hukum.
Herman
Keberatan telah memasuki pokok perkara yang
Sediyono,
harus dibuktikan di persidangan. 19
dkk. 18
Drs. Herman Alasan tidak dpaat digunakan unutk menyatakan
Sediyono, dkk dakwaan batal demi hukum. Meskipun tidak
mencantumkan pasal tersebut, peristiwa yang
didakwakan telah cukup jelas, bahkan dicantumkan
ketentuan pemidanaan lain diluar pasal 43.
Herman
Ini bukan merupakan alasan penyebab tidak
Sediyono, dkk diterimanya dakwaan penuntut umum karena tidak
Lih. Berkas Herman Sediyono, jaksa penuntut Umum Ad hoc mengadopsi pasal 55 ayat 1(2) KUHP
untuk menunjuk peran terdakwa sebagai penganjur perbuatan pidana.
15 Lih eksepsi Herman Sediyono dkk, Jaksa keliru menyebut identitas terdakwa, seharusnya beragama
Islam dalam dakwaan tertulis beragama Kristen.
16 Lih. Putusan sela untuk Herman Sediyono, dkk.
17 Lih. eksepsi timbul silaen; Dakwaan error in persona sebab sejak tanggal 4 September telah terjadi
pengalihan kewenangan dari POLDA ke TNI, sedangkan pelaksanaan tugas pengamanan sebelum
tanggal tersebut telah mendapat pengakuan dari utusan PBB Jamseed Marker atas keberhasilan
pengamanan pelaksanaan jajak pendapat.
18 Lih berkas herman sediyono, dakwaan atas drs. Gatot Subyaktoro dianggap error in persona karena
terdakwa bukan pihak yang bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban Polda Timtim
19 Lih. Berkas putusan sela atas drs. Herman Sedyono, dkk.
14
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
dan diadili
7.
8.
9.
10.
ada ketentuan yang mengatur siapa yang harus
didahulukan dalam pemeriksaan dan diputus
perkaranya.
keberatan
atas
tidak Herman
Keberatan tersebut harus dibuktikan dalam
dipenuhinya
“command Sediyono,
pemeriksaan materi perkara sehingga alasan ini
rensposibility”
dkk.
tidak perlu dibahas lebih lanjut.
keberatan
terhadap Drs. Herman Pencantuman
Keppres
3/1999
merupakan
penggunaan Keppres 3 Sediyono
kekeliruan ketik belaka karena dalam keterangan
tahun 1999 yang batal demi
selanjutnya menunjukkan bahwa yang dimaksud
hukum
adalah Keppres 43/1999. Hal ini tidak menyebabkan
batalnya dakwaan
Keberatan
terhadap Drs. Herman Pengadilan menganggap ini termasuk pokok
kekeliruan
tanggal Sediyono, dkk perkara
mengenai diumumkannya
jajak pendapat
surat dakwaan tidak sah Herman
Pendapat penasehat hukum terdakwa bahawa perpu
karena berdasarkan pada Sediyono, dkk tersebut tidak berlaku adalah tidak benar, sebab
Perpu No 1 Tahun 1999
merkipun perpu tersebut ditolak oleh DPR, perpu
yang tidak berlaku saat ini
tersebut masih memiliki kekuatan hukum sampai
berlakunya RUU yang diajukan pemerintah sebagai
pengganti
Perpu,
sehingga
tidak
terdapat
kekosongan hukum. Sehingga penyidikan yang telah
berlangsung masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan UU no 26 tahun 2000.
Penggunaan asas retroaktifitas dipandang sebagai bentuk penyimpangan, bukan berupa
pelanggaran melainkan bentuk pengecualian yang memang dikenal dalam ilmu hukum. 20
Selain itu penggunaan asas ini bukan merupakan pengabaian atas asas legalitas dalam hukum
pidana. Majelis hakim menegaskan bahwa penggunaan asas retroaktif didasari oleh prinsip
pencarian keadilan lebih utama dari upaya penegakan kepastian hukum. Sebab kejahatan
terhadap kemanusiaan merupakan bentuk extra ordinary crime yang diakui secara universal
sebagai musuh bersama umat manusia yang harus diadili dan sihukum. Penegakan asas
legalitas tidak boleh menjadi sarana impunity bagi pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selain itu berdasarkan praktek-praktek peradilan pidana internasional dimulai dari pengadilan
internasional terhadap penjahat perang di Nuremberg, Tokyo, Pengadilan Pidana Internasional
ad hoc untuk Yugoslavia dan Rwanda, pengadilan distrik Jerusalem untuk pelanggaran berat
HAM genosida pada Adolf Eichman ternyata penggunaan asas retroaktif disimpangi demi
itu praktek peradilan internasional juga
tegaknya keadilan. 21 Bersamaan dengan hal
mengembangkan penggunaan yurisdiksi internasional terhadap pelanggaran berat HAM, yang
pada gilirannya juga menyimpangi penggunaan asas nebis in idem, karena dengan adanya
yurisdiksi internasional setiap negara bahkan wajib mengadili pelaku kejahatan tanpa melihat
kejadian, kewarganegaraan pelaku maupun korban. Apabila penyelesaian di tingkat nasional
20
21
Lihat amar putusan sela terhadap Abilio Jose Osorio Soares yang dibacakan pada tanggal 4 April 2002
ibid
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan independen dan tidak memihak, kehadiran
peradilan internasional untuk menegakkan keadilan dapat menjadi bentuk penyimpangan asas
nebis in idem dalam hukum pidana. 22
Pertimbangan hakim ini merupakan sebuah langkah maju mengingat keseluruhan klausul
mengenai kejahatan berat kemanusiaan yang menjadi dasar persidangan diadopsi dari Statuta
Roma. Dan oleh karenanya, di tingkat nasional Indonesia belum memiliki pengalaman yang
dapat dirujuk sebagai acuan bagi hakim. Upaya melihat praktek pengadilan di tingkat
internasional yang menggadopsi klausul yang sama dari statuta roma merupakan pilihan yang
tak terhindarkan. Selain itu, mengadili para pelanggar HAM berat dan extra ordinary crimes
telah merupakan sebuah ius cogens yaitu norma hukum yang harus dipatuhi dan diikuti tanpa
diratifikasi sehingga semua negara secara hukum terikat untuk melaksanakannya (obligatio erga
omnes), dan jika perlu mengabaikan asas legalitas dan aturan hukum nasional, termasuk
diantaranya asas ne bis in idem dan asas retroaktifitas.
Patut menjadi catatan bahwa sesungguhnya terdapat sumber-sumber sebagai acuan yang
sampai saat ini belum dimanfaatkan baik oleh hakim ataupun jaksa. Salah satunya adalah hasil
pengadilan serupa atau setidaknya yang berkaitan dengan perkara yang tengah disidangkan
yang berasal dari pengadilan kasus-kasus kejahatan kemanusiaan yang dilakukan di timor
timur, seperti dalam pengadilan kasus di Los Palos oleh pemerintahan transisi PBB untuk
Timor Lorosae. 23
Upaya yang telah dilakukan oleh jaksa penuntut umum ad hoc dengan menggali unsur-unsur
dalam kejahatan kemanusian dalam dakwaan yang disusun haruslah menjadi dasar
pemeriksaan yang akan dilakukan pada pokok perkara. Sebab upaya pembuktian unsur-unsur
dalam kejahatan kemanusiaan yang penting seperti unsur serangan terhadap penduduk sipil,
meluas dan sistematik membutuhkan ketelitian dan kerja keras dari majelis hakim ad hoc yang
mengadili perkara.
4. Proses Persidangan
Dalam proses persidangan ditemukan beberapa persoalan dalam administrasi pengadilan
berkenaan dengan akses informasi mengenai persidangan. Antara lain tidak ditemukan adanya
pemberitahuan resmi mengenai jadual persidangan dalam papan publikasi resmi pengadilan.
Sehingga publik tidak dapat mengetahui secara persis di mana dan kapan akan dilakukan
sidang. Selain itu juga tidak terdapat tata cara atau mekanisme yang mengizinkan publik untuk
mengakses sejumlah dokumen mendasar seperti dakwaan.
Berkaitan dengan suasana persidangan, kehadiran kelompok-kelompok yang patut diduga
diorganisir secara rapi turut menimbulkan rasa tidak aman pada publik yang akan mengikuti
jalannya sidang. Kelompok-kelompok ini antara lain Front Pembela Bangsa Indonesia (FPBI),
Kelompok-kelompok orang Timor Timur yang mengenakan kostum bertuliskan “korban
Lihat amar putusan sela untuk drs. Herman Sedyono, lilik Koesdiyanto, dkk.
Kasus ini menyidangkan beberapa anggota milisi pro integrasi yang tertangkap ketika sedang
menunggu kapal penjemput untuk dibawa ke wilayah timur barat. Mereka mengakui keterlibatannya
dalam sejumlah pembunuhan dan penganiayaan warga sipil di timor timur. Beberapa memberikan
testimony yang mengungkapkan peran TNI/ABRI dalam pembentukan kelompok-kelompok milisia.
22
23
Program Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)
Progress Report # 1
penipuan PBB”, beberapa kelompok dari TNI/ABRI dan polisi berpakaian preman yang secara
bergiliran memenuhi tempat duduk pengunjung yang tersedia. Kehadiran kelompok-kelompok
ini terkadang membuat gaduh ruang sidang, beberapa bahkan merokok dan menghidupkan
alat komunikasi.
Sementara itu hakim sendiri tidak terlalu memberikan perhatian untuk menegakkan tata tertib
sidang sehingga hampir di setiap sidang suasana ini terus berlangsung. Pengunjung sering
memberi semangat dan tepuk tangan disertai teriakan bila pengacara terdakwa dan saksi yang
dihadirkan mengucapkan kata-kata yang menunjukkan simpati pada TNI/ABRI sebagai
pejuang pembela keutuhan bangsa. Suasana persidangan yang semacam ini semestinya dapat
merupakan indikasi adanya contempt of court terhadap persidangan. Apabila suasana sidang
seperti ini, akan sangat menyulitkan jaksa apabila harus menghadirkan saksi korban ke depan
sidang pengadilan.
Jakarta, April 2002
Tim Monitoring Pengadilan HAM
Lembaga Studi dan Advokasi Masyakat (Elsam)
Download